laptut kelompok 5

63
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami bisa menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya. Laporan ini kami susun untuk memenuhi tugas akhir dari berbagai rangkaian tutorial pertama dan kedua kami pada blok sepuluh untuk skenario VI. Secara keseluruhan, kami melaporkan hasil yang kami peroleh pada step reporting, setelah belajar mandiri yang dilakukan oleh masing-masing anggota kelompok. Kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan serta dukungan, hingga terselesaikannya laporan ini. Terutama bagi tutor kami untuk skenario ini, dr. Eka Arie Yuliani. Kami dari kelompok 5, menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan masukan serta saran yang membangun, demi penyempurnaan laporan-laporan kami selanjutnya. Mataram, April 2013 Skenario VI, Kelompok Tutorial 5 Page 1

description

fsef

Transcript of laptut kelompok 5

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami bisa menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya.

Laporan ini kami susun untuk memenuhi tugas akhir dari berbagai rangkaian tutorial pertama dan kedua kami pada blok sepuluh untuk skenario VI. Secara keseluruhan, kami melaporkan hasil yang kami peroleh pada step reporting, setelah belajar mandiri yang dilakukan oleh masing-masing anggota kelompok.

Kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan serta dukungan, hingga terselesaikannya laporan ini. Terutama bagi tutor kami untuk skenario ini, dr. Eka Arie Yuliani.

Kami dari kelompok 5, menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan masukan serta saran yang membangun, demi penyempurnaan laporan-laporan kami selanjutnya.Mataram, April 2013

DAFTAR ISIKATA PENGANTAR1

DAFTAR ISI2

BAB I. PENDAHULUAN1.1 Skenario3

1.2 Learning Objektif41.3 Mind Map5BAB II. PEMBAHASAN2.1. Klasifikasi Gagal Jantung........................................................................132.2 Pencegahan Gagal Jantung.........................182.3 Tata Laksana Gagal Jantung........................192.4 Analisis Skenario...............................38BAB III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan ............................................................................................43DAFTAR PUSTAKABAB IPENDAHULUAN1.1 Skenario 6

1.2 Learning Objektif1. Klasifikasi Gagal Jantung

2. Pencegahan Gagal Jantung

3. Tata Laksana Gagal Jantung

4. Analisis Skenario

1.3 Mind Map

BAB II

PEMBAHASAN

Gagal jantung merupakan kondisi dimana jantung gagal untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh yang disebabkan oleh penurunan kontraktilitas miokardium akibat kurangnya aliran darah koroner.Etiologi Berbagai macam penyakit jantung baik yang kongenital maupun didapat bisa menimbulkan komplikasi gagal jantung. Suatu mekanisme fisiologis yang bisa menimbulkan gagal jantung antaralain :1. Peningkatan beban awal atau preload

2. Peningkatan beban akhir atau afterload

3. Penurunan kontraktilitas miokardium

Kondisi yang bisa meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta serta cacat septum interventrikularis. Sedangkan kondisi yang bisa menimbulkan peningkatan beban akhir seperti stetosis aorta dan hipertensi sistemik. Penurunan kontraktilitas miokard bisa menurun pada keadaan iskemia miokard dan kardiomiopati.

Selain hal diatas, kondisi lain yang bisa menyebabkan terjadinya gagal jantung adalah pada penyakit katup jantung seperti stenosis katup atrioventrikularis yaitu penyakit katup trikuspid atau katup mitral. Faktor lainnya bisa berupa tamponade jantung , perikarditis konstriktif dan emboli paru.

Faktor-faktor yang dapat mencetuskan terjadinya gagal jantung secara mendadak adalah disritmia, infeksi sistemik dan infeksi paru-paru serta adanya emboli paru.

Disritmia: disritmia akan menggangu fungsi mekanis jantung dengan cara mengubah rangsangan listrik respon mekanis. Jika respon mekanis ini dirubah, maka akan menghasilkan irama jantung yang tidak sinkron dan regular.

Infeksi: tubuh akan memberikan respon terhadap infeksi dengan cara memaksa jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolisme yang meningkat.

Emboli paru: jika terjadi emboli paru secara mendadak, maka akan meningkatkan resistensi terjadap ejeksi ventrikel kanan yang akan memicu terjadinya gagal jantung kanan.

Oleh karena itu, pada penanganan gagal jantung terapi yang diberikan tidak hanya dipertimbangkan berdasarkan mekanisme fisiologis dari penykitnya, tetapi juga perlu dilihat dari sisi penyebab yang mencetuskan penyakit tersebut.

Epidemiologi Gagal jantung merupakan suatu permasalahan medis yang secara global semakin berkembang lebih dari 20 juta penderita. Prevalensi gagal jantung berkembang seiring umur dan mengenai 6 10% individu berusia 65 tahun keatas. Prevalensi gagal jantung di Amerika dan Eropa sekitar 1 2%. Diperkirakan bahwa 5,3 juta warga Amerika saat ini memiliki gagal jantung kronik dan setidaknya ada 550.000 kasus gagal jantung baru didiagnosis setiap tahunnya. Pasien dengan gagal jantung akut kira-kira mencapai 20% dari seluruh kasus gagal jantung. Menurut data Framingham Heart Study, total insiden gagal jantung pada wanita relatif lebih sedikit bila dibanding dengan pria. Meski demikian, proporsi wanita dengan gagal jantung mencapai setengah dari total penderita gagal jantung, hal ini dikarenakan wanita memiliki harapan hidup lebih lama.

Dinegara industri, penyakit jantung koroner merupakan penyebab terpenting gagal jantung (60 75% dari total penderita gagal jantung), baik pada pria maupun wanita. Hipetensi memiliki peranan pada patogenesis gagal jantung di 75% kasus. Penyakit jantung koroner dan hipertensi saling berinteraksi untuk meningkatkan resiko terjadinya gagal jantung.

Di Indonesia belum ada data epidemiologi untuk gagal jantung, namun pada Survei Kesehatan Nasional 2003 dikatakan bahwa penyakit sistem sirkulasi merupakan penyebab kematian utama di Indonesia (26,4%) dan pada Profil Kesehatan Indonesia 2003 disebutkan bahwa penyakit jantung berada diurutan ke-delapan (2,8%) pada 10 penyakit penyebab kematian terbanyak di rumah sakit di Indonesia. Faktor Resiko 1. Umur

Lebih dari 83% orang yang meninggal karena penyakit jantung koroner berusia 65 tahun ke atas. Wanita lebih berisiko meninggal karena serangan jantung dalam beberapa minggu setelah serangan dibandingkan laki-laki.

2. Laki-laki

Laki-laki lebih berisiko mengalami serangan jantung dibandingkan perempuan dan mengalaminya pada usia yang lebih muda. Setelah menopause, angka kematian wanita karena serangan jantung meningkat, tetapi tetap tidak setajam peningkatan pada laki-laki.

3. Riwayat Keluarga

Mereka yang memiliki riwayat keluarga atau saudara dekat berpenyakit jantung cenderung lebih berisiko mengidapnya.

4. Ras

Ras kulit hitam, hispanik, India, dan Asia memiliki risiko penyakit jantung lebih tinggi daripada ras kulit putih.

5. Merokok

Merokok meningkatkan risiko penyakit jantung dua hingga empat kali lipat.

6. Kolesterol Tinggi

Risiko penyakit jantung koroner meningkat seiring peningkatan kadar kolesterol darah: LDL tinggi dan HDL yang rendah.

7. Tekanan Darah Tinggi

Tekanan darah tinggi meningkatkan beban jantung, membuat jantung menebal dan kaku, dan meningkatkan risiko stroke, serangan jantung, gagal ginjal, dan gagal jantung. Bila tekanan darah tinggi diiringi dengan obesitas, merokok, kolesterol tinggi atau diabetes, risiko serangan jantung meningkat berkali-kali lipat.

8. Gaya Hidup Kurang Gerak

Kurang bergerak badan meningkatkan risiko penyakit jantung koroner.

9. Kegemukan

Orang yang kegemukan (lebih dari 20% berat badan ideal) cenderung berisiko penyakit jantung dan stroke, bahkan bila mereka tidak memiliki faktor risiko lainnya.10. Diabetes

Orang dengan diabetes dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler. Sekitar tiga perempat penderita diabetes meninggal karena sejenis penyakit jantung atau pembuluh darah.

11. Stres dan Kemarahan

Stres dan kemarahan yang tidak terkendali dapat menyebabkan serangan jantung dan stroke.

12. Minum Alkohol

Banyak meminum alkohol dapat meningkatkan tekanan darah, menyebabkan gagal jantung dan stroke. Meminum alkohol juga dapat meningkatkan trigliserida, menyebabkan kanker dan detak jantung tidak beraturan.

Patofisiologi

Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup dan meningkatkan volume residu ventrikel. Tekanan arteri paru paru dapat meningkat sebagai respon terhadap peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonal meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serentetan kejadian seprti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan, dimana akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema.

Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru paru dan edema dapat dieksaserbasi oleh regurgitasi fungsional dan katub katub trikuspidalis atau mitralis bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi dari annulus katub atrioventrikularis atau perubahan-perubahan pada orientasi otot papilaris dan korda tendinae yang terjadi sekunder akibat dilatasi ruang.

Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga meknisme primer yang dapat dilihat, meningkatnya aktifitas adrenergik simpatik, meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Meknisme meknisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini, pada keadaan istirahat. Tetapi kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak pada keadaan berktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung maka kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif.

Penurunan kontraksi venterikel akan diikuti penurunan curah jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah (TD), dan penurunan volume darah arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi neurohormoral. Vasokonteriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah, sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan kontraksi jantung melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak segera diatasi, peninggian afterload, dan hipertensi disertai dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi. Dengan demikian terapi gagal jantung adalah dengan vasodilator untuk menurunkan afterload venodilator dan diuretik untuk menurunkan preload, sedangkan motorik untuk meningkatkan kontraktilitas miokard.2.1 Klasifikasi Gagal Jantung1. Berdasarkan fisiologi: Gagal Jantung sistolik dan diastolik Gagal jantung Sistolik dan Diastolik

Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, fatik, kemampuan aktivitas fisik menurun, dan gejala hipoperfusi lainnya. Gagal jantung diastolic adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel atau gagal jantung dengan frasi ejeksi lebih dari 50%. Tidak dapat dibedakan GJ sistolik maupun diastolic dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja. Untuk itu deperlukan pemeriksaan Doppler-ekokardiografi aliran darah mitral dan aliran vena pulmonalis.

2. Berdasarkan onset : Gagal Jantung akut dan Kronis Gagal jantung Akut dan Kronis

Gagal jantung akut adalah robean daun katup secara tiba-tiba akibat endokarditis, trauma, ataupun infark miokardium luas. Curah jantung menurun mendadak menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer. Gagal jantung kronis adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan multivalvular yang terjadi perlahan. Kongesti perifer sangat mencolok, namun tekanan darah masih terpelihara baik. 3. Berdasarkan anatomi: Gagal Jantung Kiri dan Kanan Gagal jantung Kanan dan Kiri

Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak nafas dan ortopnea. Gagal jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkn ventrikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis. Tetapi karena perubahan biokimiawi gagal jantung terjadi pada miokard kedua ventrikel.

Gagal Jantung KiriGagal Jantung Kanan

Left ventricular hypertrophy

S3/S4

Rales paru

Efusi pleura

Chyne-Stokes

Pulsus alternans

Takikardia

Kongesti vena sistemikRight ventrukular heave

S3

Bendungan vena jugularis

P2 menguat (bila kausanya adalah gagal jantung kiri)

Edema pretibial & pergelangan kaki

Hidrotoraks

Hepatomegali

Untuk menilai derajat gangguan kapasitas fungsional gagal jantung diperkenalkan oleh NYHA (New York Heart Association ) tahun 1994 dan klasifikasi terbaru dikeluarkan American College of Cardiology/American Heart Association (ACC/AHA) sebagai berikut :

Klasifikasi NYHA New York Heart Assosiation untuk Gagal Jantung Kronis

Kapasitas FungsionalPenilaian Objektif

Class IPasien dengan penyakit jantung namun tanpa keterbatasan pada aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan keletihan, palpitasi, sesak, atau nyeri angina

Class IIPasien dengan penyakit jantung yang menyebabkan keterbatasan aktivitas fisik ringan. Pasien merasa nyaman pada waktu istirahat. Aktivitas fisik biasa mengakibatkan kelemahan, palpitasi, sesak, atau nyeri anginal.

Class IIIPasien dengan penyakit jantung yang mengakibatkan keterbatasan bermakna pada aktivitas fisik. Pasien merasa nyaman pada waktu istirahat. Aktivitas fisik yang lebih ringan dari biasanya menyebabkan keletihan, palpitasi, sesak, dan nyeri anginal.

Class IVPasien dengan penyakit jantung yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk menjalani aktivitas fisik apapun tanpa rasa tidak nyaman. Gejala gagal jantung atau sindroma angina dapat dialami bahkan pada saat istirahat. Jika aktivitas fisik dilakukan, maka rasa tidak nyaman semakin meningkat.

Klasifikasi AHA/ACC

Stage gagal jantung berdasarkan struktur dan kerusakan otot jantung:

Stage A: Risiko tinggi berkembangnya HF, namun tidak ada abnormalitas struktur dan fungsi, tidak ada tanda dan gejala.Stage B: Berkembangnya penyakit jantung struktural yang berhubungan kuat dengan berkembangnya HF, tetapi tidak ada tanda dan gejala.

Stage C: HF simptomatik yang berhubungan dengan penyakit jantung struktural yang mendasarinya.

Stage D: Penyakit jantung struktural tahap lanjut dan ada gejala HF saat istirahat padahal sudah dilakukan terapi maksimal.Komplikasi Gagal Jantung1. Syok kardiogenik

Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang mengakibatkan gangguan fungsi ventrikel kiri yaitu mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan yang khas pada syok kardiogenik yang disebabkan oleh infark miokardium akut adalah hilangnya 40 % atau lebih jaringan otot pada ventrikel kiri dan nekrosis vocal di seluruh ventrikel karena ketidakseimbangan antara kebutuhan dan supply oksigen miokardium.

2. Episode tromboembolik

Episode yang tersering adalah emboli paru pasien meningkat aktivitasnya setelah mobilitas lama, sebuah thrombus terlepas (thrombus yang terlepas dinamakan embolus) dan dapat terbawa ke otak, ginjal, usus, dan paru.Gejala emboli paru meliputi nyeri dada, sianosis, nafas pendek dan cepat, serta hemoptisis (batuk berdarah). Emboli paru akan menyumbat sirkulasi ke bagian paru, menghasilkan daerah infark paru. Nyeri bersifat pleuritik artinya akan semakin nyeri saat bernafas dan menghilang saat pasien menahan nafasnya.

3. Effusi pericardial dan tamponade jantung

Effusi pericardial mengacu pada masuknya cairan ke dalam kantung pericardium.Secara normal kantung pericardium berisi cairan sebanyak kurang dari 50 ml.Cairan pericardium akan terakumilasi secara lambat tanpa menyebabkan gejala yang nyata, perkembangan effusi yang cepat dapat meregangkan ukuran pericardium sampai ukuran maksimal dan menyebabkan penurunan curah jantung serta aliran balik vena ke jantung. Hasil akhir ini adalah temponade jantung.

4. Aritmia dan Sudden cardiac death

5. Edema paru

Prognosis penyakit gagal jantungSekitar 70% penderita meninggal dalam waktu 5 tahun sejak gejala dimulai dan prognosisnya bertambah buruk jika dinding jantung menipis dan fungsi jantung menurun. Irama jantung abnormal juga memberikan prognosis yang lebih buruk. Secara keseluruhan, jumlah pria yang bertahan hanya separuh dari jumlah wanita dan jumlah penderita kulit hitam yang bertahan hanya separuh dari jumlah penderita kulit putih. Sekitar 50% kematian terjadi secara mendadak, kemungkinan sebagai akibat dari irama jantung yang abnormal. Pada gagal jantung, pendekatan awal adalah dengan terapi medis adekuat, bila ini terlihat menolong maka dapat diteruskan sambil menunggu saat yang baik untuk koreksi bedah. Pada pasien penyakit jantung rematik yang berat yang disertai gagal jantung, obat-obat gagal jantung terus diberikan sementara pasien memperoleh profilaksis sekunder, pengobatan dengan profilaksis sekunder mungkin dapat memperbaiki keadaan jantung.

Spesifiknya pasien dengan gagal jantung akut memiliki prognosis yang sangat buruk. Pada suatu uji acak terkontrol yang besar, pasien yang dirawat dengan gagal jantung dekompensasi , mortalitas 60 hari adalah 9,6 % dan apabila dikombinasikan dengan mortalitas perawatan ulang dalam 60 hari menjadi 35,2 % . Angka kematian akan lebih tinggi lagi pada infark jantung yang disertai gagal jantung berat, dengan mortalitas 30 % dalam 12 bulan. Sedangkan pasien dengan gagal jantung kronik juga memiliki prognosis yang buruk. Setelah kejadian yang pertama dari gejala yang dirasakan, rasio kematian 5 tahun (Framingham Heart Study) 62 % pada pria dan 42 % pada wanita, dengan rasio rata rata 50 %. Resiko terjadinya kematian pada pasien dengan gejala ringan 5 10 % setiap tahunnya, sedangkan pada pasien dengan gejala yang berat 30 40 % pertahun. Beberapa prediktor kuat buruknya prognosis, seperti usia lanjut , etiologi iskemik , riwayat sudden death, riwayat gagal jantung sebelumnya , NYHA III IV , EKG dengan QRS lebar atau aritmia ventrikel yang kompleks , hiponatremia atau peningkatan troponin. 2.2 Pencegahan Gagal jantungPencegahan gagal jantung, harus selalu menjadi objektif primer terutama pada kelompok resiko tinggi. Bentuk pencegahannya yaitu :

Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab dan bagaimana mengenal serta upaya bila timbul keluhan dan dasar pengobatan

Istirahat, olahraga, aktivitas sehari-hari, edukasi aktivitas seksual serta rehabilitasi

Edukasi pola diet, control asupan garam, air dan kebiasaan alcohol

Monitor berat badan, hati-hati dengan kenaikan berat badan yang tiba-tiba

Mengurangi berat badan pada pasien dengan obesitas

Hentikan kebiasaan merokok

Pada perjalanan jauh dengan pesawat, ketinggian, udara panas dan humiditas memerlukan perhatian khusus

Konseling mengenai obat, baik efek samping, dan menghindari obat-obat tertentu seperti NSAID, anti aritmia klas I, verapamil, ditiazem, dihidropiridin efek cepat, antidepresan trisiklik, steroid

Obati penyebab potensial dari kerusakan miokard, factor resiko jantung koroner

Pengobatan infark jantung segera di triase, serta pencegahan infark ulangan

Pengobatan hipertensi yang agresif

Koreksi kelainan kongenital serta penyakit jantung katup

Bila sudah ada disfungsi miokard , upayakan eliminasi penyebab yang mendasari, selain modulasi progresi dari disfungsi asimtomatik menjadi gagal jantung

2.3 Penatalaksanaan Gagal jantung

Penatalaksanaa gagal jantung dapat berupa :

1. Sarana umum, tanpa obat-obatan meliputi edukasi mengenai gagal jantung, penyebab, dan bagaimana mengenal serta upaya bila timbul keluhan, dan dasar pengobatan. Edukasi pola diet, kontrol asupan garam, air dan kebiasaan alkohol. Monitor berat badan, hati-hati pada kenaikan berat badan yang tiba-tiba. Mengurangi berat badan pada pasien obesitas. Menghentikan kebiasaan merokok. Konseling mengenai obat, baik efek samping, dan menghindari obat-obat tertentu seperti NSAID, antiaritmia kelas I, verapamil, diltiazem, dihidropiridin efek cepat, antidepresan trisiklik, steroid.

2. Pemakaiaan Obat-obatan Pemakaian obat-obatan dapat berupa :

Angiotensin converting enzyme inhibitor.

Dianjurkan sebagai obat lini pertama baik dengan atau tanpa keluhan untuk meningkatkan survival, memperbaiki simptom, mengurangi intensitas kekerapan rawat inap di Rumah sakit. Harus diberikan sebagai terapi inisial bila tidak ditemui retansi cairan, namun bila ditemui adanya retensi cairan maka harus diberikan bersama diuretik. Harus segera diberikan bila ditemui gejala dan tanda gagal jantung, segera sesudah infark jantung, untuk meningkatkan survival, menurunkan angka reinfark, serta kekerapan rawat inap.

Diuretik penting untuk pengobatan simtomatik bila ditemui beban cairan berlebihan, kongesti paru dan edema perifer.

B - Blocker

Direkomendasikan pada semua gagal jantung ringan, sedang, dan berat dengan syarat tidak ditenukannya kontraindikasi terhadap penyekat beta. Beberapa penyekat beta yang direkomendasikan yaitu, bisoprolol, karvediol, metoprolol suksinat, dan nebivolol.

Antagonis Reseptor Aldosteron

Sebagai tambahan terhadap obat penyekat enzim konversi angiotensin, dan penyekat beta pada gagal jantung sesudah infark jantung, atau diabetes, menurunkan morbiditas dan mortalitas.

Antagonis penyekat reseptor angiotensin 2

Masih merupakan alternatif bila pasien tidak toleran terhadap penyekat enzim konversi angiotensin. Sama efektif dengan penyekat enzim konversi angiotensin pada gagal jantung kronik dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas.

Glikosida Jantung

Merupakan indikasi pada fibrilasi atrium pada berbagai derajat gagal jantung, terlepas apakah apakah gagal jantung bukan atau sebagai penyebab. Kombinasi digoksin dan penyekat beta lebih efektif bila dibandingkan dipakai sendiri tanpa kombinasi.

Hidralazin-isoorbit dinitrat

Dapat dipakai sebagai tambahan, pada keadaan pasien dimana pasien tidak toleran terhadap penyekat enzim konversi angiotensin atau penyekat angiotensin II.

Nitrat

Sebagai tambahan bila ada keluhan angina atau sesak. Dalam pemakaian dosis yang sering, dapat terjadi toleran, oleh karena itu dianjurkan interval 8 atau 12 jam, atau kombinasi dengan penyekat enzim konversi angiotensin.

Obat penyekat kalsium

Pada gagal jantung sistolik, penyekat kalsium tidak direkomendasikan, dan dikontraindikasikan pemakaian kombinasi dengan penyekat beta.

Nesiritid

Merupakan kelas obat vasodilator baru. Obat ini identik dengan hormon endogen dari ventrikel, yang mempunyai efek dilatasi arteri, vena dan koroner, yang mempunyai efek dilatasi vena, arteri, dan koroner, dan menurunkan pre dan afterload, meningkatkan curah jantung tanpa efek inotropik.

Inotropik positif

Pemakaian jangka panjang dan berulang tidak dianjurkan karena dapat meningkatkan mortilitas.

Anti trombotik.

Pada gagal jantung kronik yang disertai fibrilasi atrium, riwayat fenomena tromboemboli, bukti adanya trombus yang mobil, pemakaian antikoagulan sangat dianjurkan. Pada gagal jantung dengan penyakit jantung koroner, dianjurkan pemakaian antiplatelet.

Anti Aritmia

Pemakaian selain penyekat beta tidak dianjurkan pada gagal jantung kronik, kecuali pada atrial fibrilasi dan ventrikel takikardi. Obat aritmia kelas I tidak dianjurkan. Obat aritmia kelas II terbukti menurunkan kematian mendadak, dapat digunakan sendiri atau kombinasi dengan amiodaron. Anti aritmia kelas III, amiodaron efektif untuk supraventrikel dan ventrikel aritmia amiodaron rutin pada gagal jantung tisak dianjurkan.

3. Pemakaian alat dan tindakan bedah Pemakaian alat dan tindakan bedah seperti :

Revaskularisasi

Operasi katup mitral

Aneurismektomi

Kardiomioplasti

Heart Transplantation

Hemodialisis

Terapi Gagal jantungAda lima tujuan dari terapi gagal jantung, yaitu:1. Identifikasi dan koreksi kondisi yang mendasari terjadinya gagal janutng. Pada beberapa pasien ini mungkin perlu tindakan pembedahan misalnya pembeneran atau penggantian katup, rekonsilisasi arteri coroner.

2. Eleminasi faktor faktor yang dapat mengakibatkan gejala-gejala. Hal bisa dicontohkan seperti halnya mengobati infeksi atau aritmia akut yang mengakibatkan gagal jantung, mengurangi konsumsi garam, menghentikan penggunaan obat-obat yang dapat memperburuk gejala.

3. Menejemen gejala gagal jantung.

a. Pengobatan kongesti vaskuler pulmonary dan sistemik, hal ini umumnya ditangani dengan diet sodium dan pengobatan diuretik

b. Pengukuran untuk meningkatkan kardiak output dan perfusi organ-organ vital melalui pengobatan dengan vasodilator dan obat-obat inotropic positif

4. Modulasi dari respon neurohormonal. Untuk memperlambat disfungsi ventrikel kiri5. Meningkatkan potensi survival jangka panjang.

Adapun pengobatan gagal jantung dibagi mejadi farmakologi dan non-farmakologi, yaitu :Non-farmakologi.

1. Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab, dan bagaimana mengenal serta upaya bila timbul keluhan, dan dasar pengobatan.

2. Istirahat, olahraga, aktivitas sehari-hari, edukasi aktifitas seksual, serta rehabilitasi.

3. Edukasi pola diet, kontrol asupan garam, air, dan kebiasaan alcohol.

4. Monitor berat badan, hati-hati terhadap kenaikan berat badan yang tiba-tiba.

5. Mengurangi berat badan pada pasien yang obesitas.

6. Hentikan kebiasaan merokok.

7. Pada perjalanan jauh dengan pesawat, ketinggian, udara panas dan humiditas memerlukan perhatian khusus.

8. Konseling mengenai obat, baik efek samping, dan menghindari obat-obat tertentu seperti NSAID, antiaritmia kelas I, verapamil, diltiazem, dihidropiridin efek cepat, antidepresan trisiklik, steroid.

Farmakologi

Diuretik

Bekerja sebagai eleminasi dari sodium dan air melalui ginjal, diuretic mengurangi intravascular volum dan vena return ke jantung. Sebagai hasilnya preload dari ventrikel kiri berkurang, dan tekanan diastolic menurun sehinggga meningkatkan terjadinya kongesti pulmonari. Obat-obat diuretic harus digunakan hanya jika ada bukti pasien menderita kongesti pulmonary atau akumulasi cairan interstitial (edema) dan diuretic paling potent buat gagal janutung adalah yang bekerja pada lengkung henle (contoh: furosamide, torsemide, dan bumetanide ).

Vasodilator

Vena vasodilator (nitrat) meningkatkan kapasitas vena, mengurangi arus balik vena ke jantung dan karena itu terjadi penurunan preload ventrikel kiri. Secara konsukuen, tekanan diastolik ventrikel kiri menurun dan hidrostatik kapiler pulmonary menurun. Hamper sama dengan diuretic, sehingga kardiak output tidak menurun walapun penurunan pada tekanan pengisian ventrikel. Bagaimanapun juga pengunaan yang tidak dikontrol dapat mengakibatkan penurunan stroke volume, cardiac output, dan tekanan darah.Arteriolar vasodilator (hydralazine). Mengurangi tahanan vascular sistemik dan oleh karena itu left ventrikel afterload, dimana mengakibatkanpeningkatan pemendekan serat otot ventrikel selama sistolik. Dan mengakibatkan peningkatan pada kardiak output dan tekanan darah konstan atau berkurang hanya sedikit.

Balance vasodilator (ace inhibitor) dimana berfungsi sebagai vena vasodilator dan arteriol vasodilator.

Inotropic Drugs

Obat inotropic termasuk agonist - adrenergic, digitalis glikosid, dan phosphodiesterase inhibitor. Dengan meningkatkan tersdianya dari kalsium intraseluler, dimana setiap kelompok obat ini meningkatkankekuatan kontraksi dari ventrikel, dan mengubah kurva frank-starling menjadi ke atas. Sehingga stroke volum dan cardiac output dibesarkanpada setiap diastolic volum akhir oleh karena itu agen ini dapat berguna pada pengobaanpasien dengan disfunsi sistoloik ventrikuler tapi tidak pada gagal diastolic.

blockers

blockers telah menjadi kontraindikasi pada pasien disfungsi sistolik karena, efek negative obat inotropicdari obat bisa memperburuk gejala. Secara bertentangan, beberapa penelitian menunjukan bahwa blockers mempunyai kenutungan bagus pada gagal jantung, termasuk menambah kardiak output, mengurangi deteriorasi hemodinamis, dan meningkatkan survival. Penjelasan untuk obsevarsi ini masih belum jelas tapi mungkin berhubungan dengan efek obat dalam mengurangi denyut jantung dan menurunkan aktifasi simpatik kronik atau pada anti-iskemik.Pada percobaan pasien dengan gejala gagal jantung semua kelas, -blockers dapat ditolerir dengan baik pada pasien yang stabil misalnya pada pasien tanpa gejala deteriorasi atau tanda aktif overload volume.Terapi Aldosterone Antagonis

Ada bukti bahwa kelebihan level aldosterone kronik pada gagal jantung mungkin bisa berkontribusi menjadi fibrosis kardiak dan remodeling ventrikel yang merugikan. Pada pasien dengan gagal jantung berkelajutan yang telah mengkonsumsi ACE inhibitor dan diuretic, antagonis aldosteron terbaru diamana telah terbukti meningkatkan survival pada pasien dengan gagal jantung kongestif setelah mengidap AMI. Meskipun antagonis aldosteron di tolerisasi dengan baik pada beberapa studi, serum potassium pasien gagal jantung harus tetap disebut untuk mencegah hiperkalemi, terutama apabila ada perusakan ginjal atau penggunaan bersamaan dengan ACE inhibitor.Terapi Tambahan

1. Antikoagulan

Untuk mencegah pembentukan thrombus intrakardiak jika fungsi sistolik ventrikel kiri melemah

2. Pengobatan atrial dan ventrikel aritmia yang biasanya menyertai gagal jantung kronik.Aritmia Ventrikular dan Pencegahan Kematian Mendadak yang Disebabkannya

Pasien dengan ventrikel kiri yang mengalami dilatasi dan penurunan ejeksi fraksi (LVEF) biasanya mengalami ventricular takiaritmia. Angka kematian pada pasien yang mengalami berbagai macam tipe ventricular takiaritmia itu sendiri cukup tinggi. Tingginya angka kematian tersebut merupakan hasil dari gagal jantung itu sendiri yang dapat berwujud kematian mendadak. Meskipun ventrikel takiaritmia merupakan aritmia yang paling sering menimbulkan kematian mendadak pada pasien gagal jantung, tetapi bradikardi serta denyut lemah supraventrikular dapat juga ditemukan pada pasien gagal jantung.

Kematian mendadak dapat diturunkan dengan beberapa terapi yang ada misalnya beta blocker. Antagonis aldosteron juga dapat membantu menurunkan risiko kematian mendadak pada pasien dengan gagal jantung, terutama bagi pasien yang baru saja sembuh dari IMA. Pada dasarnya terapinya dengan mengatasi aritmia yang muncul tersebut. Hal tersebut dilakukan mengingat karena aritmia lah yang menyebabkan kematian mendadak. Dapat digunakan antiaritmia apabila aritmia telah terjadi. Dapat pula diberikan terapi terhadap penyebab dari gagal jantung itu sendiri dengan tujuan mencegah munculnya aritmia. Kematian mendadak paling sering muncul pada pasien yang telah memasuki stadium akhir dari gagal jantung. Adanya risiko kematian mendadak yang cukup tinggi menyebabkan seorang dokter harus mempertimbangkan banyak hal sebelum memutuskan memasang defibrilator. Jadi, dalam memutuskan memilih implantasi defibrilator, seorang dokter harus mempertimbangkan prognosis pasien secara keseluruhan dan sebebrapa tinggi risiko kematian mendadak itu sendiri.

Pencegahan Sekunder untuk Kematian Mendadak

Pemasangan ICD merupakan mekanisme utama dalam pencegahan sekunder untuk kematian mendadak pada pasien gagal jantung. Namun, penggunaan ICD perlu dipertimbangkan pada pasien gagal jantung yang memiliki ejeksi fraksi rendah serta memiliki riwayat sinkop yang tidak jelas.

Pencegahan Primer untuk Kematian Mendadak

Pasien yang memiliki ejeksi fraksi yang rendah, namun tidak memiliki riwayat serangan jantung dan ventrikel takikardi memiliki factor risiko kematian mendadak yang lebih rendah. Ada beberapa obat antiaritmia yang terbukti tidak mampu mencegah kematian mendadak. Misalnya, obat antiaritmia yang bekerja dengan menekan depolarisasi dini ventrikel serta obat yang memiliki efek inotropik negative. Misalnya, obat kelas IA (kinidin dan prokainamid), kelas IC (flecainide dan propafenone), dan beberapa antiaritmia kelas III (D-sotalol). Obat-obat antiaritmia tersebut justru ternyata terbukti makin meningkatkan kematian.

Amiodarone, antiaritmia kelas III, merupakan salah satu obat yang dapat digunakan pada pasien gagal jantung dengan ejeksi fraksi yang rendah. Amiodarone dapat menurunkan risiko kematian mendadak pasien gagal jantung. Efek samping amiodarone antara lain insomnia, hepatotoksisitas, kelainan tiroid, pulmonary toksisitas, neuropati dan reaksi lainnya. Beberapa penelitian memang membuktikan bahwa amiodarone mampu meningkatkan ejeksi fraksi ventrikel sehingga mencegah kematian mendadak, akan tetapi beberapa penelitian lain menyatakan tidak. Perlu diingat bahwa amiodarone memiliki efek simpatolitik sehingga justru akan semakin menurunkan ejeksi fraksi. Oleh karena itu, amiodarone tidak boleh dianggap sebagai pengobatan wajib bagi pasien gagal jantung dengan depolarisasi ventrikel dini atau dengan ventrikel takikardi yang belum lengkap.

Selain antiaritmia, beta blocker juga dapat digunakan ketika pasien mengalami toksisitas amiodarone. ICD pun dapat berperan sebagai pencegahan primer pada pasien gagal jantung dengan ejeksi fraksi rendah, namun yang tidak memiliki riwayat aritmia. ICD mampu menurunkan sekitar 30% kematian pasien gagal jantung dengan ejeksi fraksi rendah. Jadi berdasarkan banyak penelitian, untuk pasien gagal jantung kelas I hingga kelas III NYHA serta memiliki LVEF kurang dari 36% harus diberikan terapi berupa farmakologi yang ditambah dengan pemasangan ICD. Pemeriksaan Pada Gagal Jantung Anamnesis

Biasanya pasien HF datang dengan keluhan sesak dan penurunan toleransi aktifitas. Pada anamnesis ditanyakan berbagai keluhan dan riwayat terkait Heart Failure. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang teliti selalu penting dalam mengevaluasi pasien dengan HF. Tujuan pemeriksaan adalah untuk membantu menentukan penyebab dari HF, begitu pula untuk menilai keparahan dari sindrom yang menyertai. Memperoleh informasi tambahan mengenai keadaan hemodinamika dan respon terhadap terapi serta menentukan prognosis merupakan tujuan tambahan lainnya pada pemeriksaan fisis. Pemeriksaan fisik yang dilakukan terkait Gagal jantung dan kemungkinan hasil temuan akan dibahas sebagai berikut: Keadaan Umum dan Tanda Vital.

Pada gagal jantung ringan dan moderat, pasien sepertinya tidak mengalami gangguan pada waktu istirahat, kecuali perasaan tidak nyaman jika berbaring pada permukaan yang datar dalam beberapa menit. Pada HF yang lebih berat, pasien harus duduk dengan tegak, dapat mengalami sesak napas, dan kemungkinan tidak dapat mengucapkan satu kalimat lengkap karena sesak yang dirasakan. Tekanan darah sistolik dapat normal atau tinggi pada HF ringan, namun biasanya berkurang pada HF berat, karena adanya disfungsi LV berat. Tekanan nadi dapat berkurang atau menghilang, menandakan adanya penurunan stroke volume. Sinus takikardi merupakan tanda nonspesifik disebabkan oleh peningkatan aktivitas adrenergik. Vasokonstriksi perifer menyebabkan dinginnya ekstremitas bagian perifer dan sianosis pada bibir dan kuku juga disebabkan oleh aktivitas adrenergik berlebih. Pemeriksaan Vena JugularPemeriksaan vena jugularis memberikan informasi mengenai tekanan atrium kanan. Pada HF stadium dini, tekanan vena jugularis dapat normal pada waktu istirahat namun dapat meningkat secara abnormal seiring dengan peningkatan tekanan abdomen (abdominojugular reflux positif). Gelombang v besar mengindikasikan keberadaan regurgitasi trikuspid. Cara pengukurannya: pasien berbaring dengan sudut 45 derajat (sumber lain menyebutkan 30-60 derajat) dengan posisi kepala pada bantal.

Vena yang dilakukan pengukuran adalah venu jungularis dan tersering dilakukan pada ven ajungularis eksterna.

Pasien diminta menolehkan muka kontralateral dari sisi vena yang akan diperiksa.

Titik nol ditetapkan pada angulus sternalis dan dilakukan penekanan pada vena serta melihat ketinggian pulsasi maksimum dari vena.

Tekanan RA adalah 5 cm dibawah sternum pada semua posisi tubuh. Nilai normal JVP adalah 2-3 cm atau 7-8 cm dia atas atrium kanan. Jika JVP melebihi 3-4 di atas normal

Pemeriksaan PulmonerRonchi pulmoner (rales atau krepitasi) merupakan akibat dari transudasi cairan dari ruang intravaskuler kedalam alveoli. Pada pasien dengan edema pulmoner, rales dapat terdengar jelas pada kedua lapangan paru dan dapat pula diikuti dengan wheezing pada ekspirasi (cardiac asthma). Jika ditemukan pada pasien yang tidak memiliki penyakit paru sebelumnya, rales tersebut spesifik untuk HF. Perlu diketahui bahwa rales seringkali tidak ditemukan pada pasien dengan HF kronis, bahkan dengan tekanan pengisian LV yang meningkat, hal ini disebabkan adanya peningkatan drainase limfatik dari cairan alveolar. Efusi pleura terjadi karena adanya peningkatan tekanan kapiler pleura dan mengakibatkan transudasi cairan kedalam rongga pleura. Karena vena pleura mengalir ke vena sistemik dan pulmoner, efusi pleura paling sering terjadi dengan kegagalan biventrikuler. Walaupun pada HF efusi pleura seringkali bilateral, namun pada efusi pleura unilateral yang sering terkena adalah rongga pleura kanan. Pemeriksaan JantungPemeriksaan pada jantung, walaupun esensial, seringkali tidak memberikan informasi yang berguna mengenai tingkat keparahan HF. Jika kardiomegali ditemukan, maka apex cordis biasanya berubah lokasi dibawah ICS V (interkostal V) dan/atau sebelah lateral dari midclavicular line, dan denyut dapat dipalpasi hingga 2 interkosta dari apex. Pada beberapa pasien suara jantung ketiga (S3) dapat terdengar dan dipalpasi pada apex. Pasien dengan pembesaran atau hypertrophy ventrikel kanan dapat memiliki denyut oarasternal yang berkepanjangan meluas hingga systole. S3 (atau prodiastolic gallop) paling sering ditemukan pada pasien dengan volume overload yang juga mengalami takikardi dan takipneu, dan seringkali menandakan gangguan hemodinamika. Suara jantung keempat (S4) bukan indicator spesifik untuk HF namun biasa ditemukan pada pasien dengan disfungsi diastolic. Bising pada regurgitasi mitral dan tricuspid biasa ditemukan pada pasien dengan HF tahap lanjut. Pemeriksaan Abdomen dan EkstremitasHepatomegaly merupakan tanda penting pada pasien HF. Jika ditemukan, pembesaran hati biasanya nyeri pada perabaan dan dapat berdenyut selama systole jika regurgitasi trikuspida terjadi. Ascites sebagai tanda lajut, terhadi sebagai konsekuensi peningkatan tekanan pada vena hepatica dan drainase vena pada peritoneum. Jaundice, juga merupakan tanda lanjut pada HF, diakibatkan dari gangguan fungsi hepatic akibat kongesti hepatic dan hypoxia hepatoseluler, dan terkait dengan peningkatan bilirubin direct dan indirect. Edema perifer merupakan manifestasi cardinal pada HF, namun namun tidak spesifik dan biasanya tidak ditemukan pada pasien yang diterapi dengan diuretic. Edema perifer biasanya sistemik dan dependen pada HF dan terjadi terutama pada daerah Achilles dan pretibial pada pasien yang mampu berjalan. Pada pasien yang melakukan tirah baring, edema dapat ditemukan pada daerah sacral (edema presacral) dan skrotum. Edema berkepanjangan dapat menyebabkan indurasi dan pigmentasi ada kulit.

Pemeriksaan penunjang

Elektrokardiografi

Merupakan pemeriksaan non invasive yang paling akurat untuk menggambarkan aktivitas listrik jantung. Pada gagal jantung, tersering akan memperlihatkan gambaran aritmia jantung. Selain itu, hipoertrofi ventrikel kiri juga dapat terlihat dimana ditunjukkan oleh pola strain (hipertrofi ventrikel kiri disertai depresi ST) , terutama pada sadapan lateral. Kriteria minimal hipertrofi ventrikel kiri:-R di avL > 11 mm ; atau R di V5 V6 > 27 mm; atau S di V1 + R V5/6 >35mm. Kriteria ekuivokal hipertrofi ventrikel kiri:

Depresi ST dan inverse T pada sadapan prekordial

Hipertrofi ventrikel kanan:

Deviasi kasis kekanan (aksis > + 110 derajat) tanpa ada defek konduksi intreventrikuler ; rasio R:S >1 pada sadapan V1

Fotothoraks

A udem Alveoli

B garis kerley B (udem intertisial)

C Cardiomegaly

D Dilatasi pembuluh darah lobus paru

E Efusi Pleura

Ekokardiografi

Digunakan untuk membedakan antara gagal jantung sistolik dengan diastolik , serta mencapai penyebab gagal jantung seperti kerusakan katup jantung.

Pemeriksaan Darah

Pengukuran kadar peptide natriuretik belum secara rutin dilakukan. Pemeriksaan sederhana yang biasanya dapat menggambarkan kejadian gagal jantung , antara lain kadar natrium yang biasanya rendah ( 50%), gambaran kongesti vena pulmonalis terutama di zona atas pada tahap awal, bila tekanan vena pulmonal lebih dari 20 mmHg dapat timbul gambaran cairan pada fisura horizontal dan garis Kerley B pada sudut kostofrenikus. Bila tekanan lebih dari 25 mmHg didapatkan gambaran batwing pada lapangan paru yang menunjukkan adanya udema paru bermakna.

Dapat pula tampak gambaran efusi pleura bilateral, tetapi bila unilateral, yang lebih banyak terkena adalah bagian kanan. Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran abnormal pada hampir seluruh penderita dengan gagal jantung, meskipun gambaran normal dapat dijumpai pada 10% kasus. Gambaran yang sering didapatkan antara lain gelombang Q, abnormalitas ST T, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch block dan fibrilasi atrium. Bila gambaran EKG dan foto dada keduanya menunjukkan gambaran yang normal, kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab dispneu pada pasien sangat kecil kemungkinannya.

Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna pada gagal jantung. Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran obyektif mengenai struktur dan fungsi jantung. Penderita yang perlu dilakukan ekokardiografi adalah : semua pasien dengan tanda gagal jantung, susah bernafas yang berhubungan dengan murmur, sesak yang berhubungan dengan fibrilasi atrium, serta penderita dengan risiko disfungsi ventrikel kiri (infark miokard anterior, hipertensi tak terkontrol, atau aritmia).

Ekokardiografi dapat mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik, fungsi diastolik, mengetahui adanya gangguan katup, serta mengetahui risiko emboli.

Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia sebagai penyebab susah bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit dasar serta komplikasi. Pada gagal jantung yang berat akibat berkurangnya kemampuan mengeluarkan air sehingga dapat timbul hiponatremia dilusional, karena itu adanya hiponatremia menunjukkan adanya gagal jantung yang berat.

Pemeriksaan serum kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui adanya gangguan ginjal, juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila terjadi peningkatan serum kreatinin setelah pemberian angiotensin converting enzyme inhibitor dan diuretik dosis tinggi. Pada gagal jantung berat dapat terjadi proteinuria. Hipokalemia dapat terjadi pada pemberian diuretic tanpa suplementasi kalium dan obat potassium sparring. Hiperkalemia timbul pada gagal jantung berat dengan penurunan fungsi ginjal, penggunaan ACE-inhibitor serta obat potassium sparring. Pada gagal jantung kongestif tes fungsi hati (bilirubin, AST dan LDH) gambarannya abnormal karena kongesti hati. Pemeriksaan profil lipid, albumin serum fungsi tiroid dianjurkan sesuai kebutuhan.

Pemeriksaaan penanda BNP sebagai penanda biologis gagal jantung dengan kadar BNP plasma 100pg/ml dan plasma NT-proBNP adalah 300 pg/ml. Pemeriksaan radionuklide atau multigated ventrikulografi dapat mengetahui ejection fraction, laju pengisian sistolik, laju pengosongan diastolik, dan abnormalitas dari pergerakan dinding. Angiografi dikerjakan pada nyeri dada berulang akibat gagal jantung. Angiografi ventrikel kiri dapat mengetahui gangguan fungsi yang global maupun segmental serta mengetahui tekanan diastolik, sedangkan kateterisasi jantung kanan untuk mengetahui tekanan sebelah kanan (atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri pulmonalis) serta pulmonary artery capillary wedge pressure

Penegakan diagnosis hanya bila 2 dari 3 kriteria berikut terpenuhi :

1. anamnesis dan pemeriksaan fisik yang sangat prediktif

2. elektrokardiogram yang mendukung gagal jantung

3. peningkatan laboratorium enzim jantung yang signifikan

Kriterian Framingham juga dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis gagal jantung saat hanya anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan. Diagnosis tegak hanya jika 2 kriteria mayor atau minimal 1 kriteria mayor dengan 2 kriteria minor.

SHAPE \* MERGEFORMAT

2.4 Analisis KasusMasalah yang didapatkan :

Sesak napas, semakin berat dan muncul pada malam hari

Batuk berdahak

Kesan edema tungkai

Kardiomegali

Rongki paru dan wheezing

Peningkatan nilai pada pemeriksaan fisik.

Dari gejala klinis yang muncul, didapatkan beberapa diagnosis banding antara lain PPOK, Asma, Gagal Ginjal, dan Gagal Jantung. Namun, apabila dianalisis lebih mendalam, gejala yang ada pada kasus menjurus kepada kasus Gagal Jantung. Berikut penjelasan dari gejala klinis yang mucul pada kasus :

Sesak Napas

Rasa sesak napas yang dialami oleh penderita berkaitan dengan manifestasi klinis yang ditimbulkan oleh gagal jantung yang di deritanya. Gagal jantung dapat mengakibatkan terganggunya organ-organ lain, seperti paru-paru, spleen dan hepar.

Pada gagal jantung kiri, apabila terjadi kegagalan pemompaan aliran darah balik (venous return) yang berasal dari paru-paru, maka akan mengakibatkan peningkatan LVED sehingga menyebabkan tekanan vena pulmonalis ikut meningkat. Peningkatan vena pulmonalis ini akan menyebabkan tekanan kapiler paru meningkat. Peningkatan aliran darah sirkulasi paru ini tidak diimbangi dengan pengembaliannya ke sirkulasi jantung, hal ini lah yang menyebabkan cairan menumpuk pada paru dan menyebabkan edema paru. Implikasi dari edema paru sendiri adalah terganggunya pertukaran gas karena terhalang oleh cairan yang menumpuk tadi. Hal ini menyebabkan penderita gagal jantung mengeluhkan sesak napas.

Posisi menentukan keparahan sesak napas yang dirasakan. Pada saat berdiri atau duduk, cairan yang menumpuk di paru akan menuju ke basal karena pengaruh dari gaya grafitasi sehingga ruang pertukaran gas yang dihalangi lebih sedikit dan penderita seakan-akan kurang merasakan sesak. Pada saat berbaring, cairan yang menumpuk akan mengisi ruang yang lebih luas, ini mengakibatkan sesak yang dirasakan lebih parah atau lebih berat. Hal inilah yang mendasari penderita gagal jantung mengeluhkan sesak timbul pada malam hari, karena kegiatan berbaring lebih banyak dilakukan malam hari diibandingkan dengan siang hari.

Selain paru-paru, spleen dan hepar juga bertanggungjawab pada kejadian sesak ini. Peningkatan tekanan kapiler yang terjadi pada paru akan mengakibatkan beban ventikel kanan bertambah sehingga terjadilah gagal jantung kanan. Apabila gagal jantung kanan terjadi, maka akan mengakibatkan peningkatan tekanan diastole dan akhirnya terjadilah bendungan pada atrium kanan. Bendungan atrium ini menibulkan efek yaitu terjadinya bendungan pada aliran sistemik. Bendungan sistemik ini akan berpengaruh pada pembesaran hepar dan spleen. Hepatomegali dan spleenomegali yang diakkibatkan oleh bendungan sistemik ini akan mendesak diafragma dan menyebabkan sesak napas.

Rongki basah paru, Wheezing dan Batuk Berdahak

Pada penjelasan sebelumnya, gagal jantung kiri akan menyebabkan penigkatan tekanan kapiler paru sehingga terjadilah edema. Apabila edema paru terus terjadi, maka akan menyebabkan rongki basah pada paru. Kesan paru basah ini akan menyebabkan iritasi pada mukosa paru sehingga menimbulkan reflex batuk. Karena pada saat yang bersamaan terjadi peningkatan sekseri secret, maka batuk yang dikeluhkan penderita adalah batuk berdahak.

Wheezing terjadi karena jalan nafas yang menyempit dan tidak efektif, sehingga penderita harus sedikit berusaha lebih keras pada saat bernapas.

Edema Tungkai

Edema tungkai merupakan kelanjutan dari dampak kegagalan ventrikel kiri untuk memompa, yaitu darah kembali balik dari vena pulmonal ke arteri pulmonal, ke jantung kanan. Jantung kanan secara terus menerus akan mengalami overload cairan, dan dapat terjadi kompensasi berupa hipertrofi miokardnya. Ketika kompensasi ventrikel gagal, maka darah akan balik kembali ke atrium kanan, dan ketika tekanan atrium kanan melebihi vena, maka akan terjadi aliran balik ke vena, yang menyebabkan edema pada bagian perifer tubuh, terutama pada bagian yang searah gravitasi.

Kardiomegali

Kardiomegali adalah salah satu gambaran telah terjadinya kompensasi yang dilakukan oleh jantung. Beberapa mekanisme kompensasi yang berkaitan dengan kejadian ini adalah (1) Mekanisme Frank Starling dimana semakin besar beban yang ada pada jantung, maka semakin besar otot jantung yang direnggangkan untuk meningkatkan kontraktilitasnya. (2) Hipertrofi dan remodeling otot jantung adalah mekanisme lain yang dilakukan oleh jantung apabila terjadi peningkatan beban jantung. Kedua mekanisme kompensasi ini dilakukan jantung dengan harapan dapat memenuhi kebutuhan metabolism seluruh tubuh. Namun apabila beban yang di terima berlebihan maka mekanisme kompensasi ini akan gagal dan malah memperburuk keadaan penderita.

Penegakkan diagnosis dapat dilakukan dengan Framingham criteria, dengan memenuhi minimal 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor, dengan 2 kriteria minor.Kriteria mayor yang ditemukan pada kasus :

Paroxsismal Nocturnal Dipsnea

Rongki Paru

KardiomegaliKriteria minor yang ditemukan pada kasus :

Takikardi

Edema extremitas

Karena ditemukan 3 kriteria mayor dan 2 kriteria minor, maka menurut kriteria Framingham, pasien yang ada pada kasus ini menderita Gagal Jantung

Perlu diketahui cara membedakan gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan. Gagal jantung kiri terpusat pada symptom (e.g: paroxysmal noctulnal dipsneu, takikardi, batuk) sedangkan gagal jantung kanan terpusat pada sign (e.g: edema extremitas, hepatomegali, asites)

Apabila pasien menunjukan gejala dan tanda, maka dapat Gagal Jantung yang diderita aalah Gagal Jantung Kongestif. Kesimpulannya, gejala dan tanda yang ditemukan pada pasien dalam kasus ini sudah memenuhi kriteria Framingham pada diagnose gagal jantung. Karena terlihat gejala dari gagal jantung kiri dan tanda dari gagal jantung kanan, maka kemungkinan diagnosis yang diambil adalah gagal jantung kongestif. Diagnosis Banding

1. Gagal ginjal

Perlu dilakukan pemeriksaan laboraturium berupa pemeriksaan kadar serum kreatinin. Apabila meningkat, maka semua diagnosis lain salah. Namun apabila jumlahnya tetap, maka gagal ginjal dapat dihapuskan dari diagnosis sementara.

2. PPOK

Jarang disertai cardiomegali, tetapi pada scenario disertai cardiomegali sehingga PPOK dapat dihapuskan dari diagnosis sementara. Pada umumnya PPOK akan terdengat wheezing yang bersifat asimetris, sedangkan pada gagal jantung wheezing bersifat simetris. Sesak pada PPOK juga tidak harus pada malam hari saja atau ketika beraktivitas saja.3. Asma

Perlu ditanyakan mengena kronologi kejadian dan riwayat penyakit keluarga. Asma juga jarang menyebabkan cardiomegali.

4. Gagal Jantung

Dari semua yang ada hanya gagal jantung lah yang dapat digunakan sebagai diagnosis sementara terlebih dahulu dengan adanya symptom dan signs yang ada. Namun, tetap diperlukan pemeriksaan lebih lanjut seperti kadar BNP. Ekokardiografi juga penting dilakukan yakni untuk memeriksa LV mass apakah meningkat atau menurun. Apabila LV mass meningkat ataupun menurun maka diagnosis dapat ditegakkan sebagai gagal jantung. Selain itu, dari ekokardiografi dapat pula dilihat mengenai LVEF apakah meningkat atau menurun karena penatalaksanaannya akan berbeda.

BAB III

PENUTUP3.1 KesimpulanGagal Jantung bukanlah suatu diagnosis melainkan kumpulan gejala klinis yang muncul akibat penurunan fungsi jantung dan ketidakmampuan jantung memenuhi kebutuhan perfusi perifer. Ditandai dengan munculnya gejala dan tanda gagal jantung berupa edema, sesak, fatigue, hepotomegali dll. Penyebabnya dapat dikarenakan kerusakan primer pada jantung ataupun gangguan terkait sistem vaskular yang menyababkan peningkatan beban jantung dan menginduksi terjadinya gagal jantung. Munculnya gejala tergantung stadium penyakit dan terapi pun disesuaikan dengan kondisi pasien dan patofisiologi gangguan yang mendasari. Jadi dapat bervariasi tergantung kondisi tiap individu.DAFTAR PUSTAKA

Ganiaswarna, Sulistia G., dkk.2005. Farmakologi dan Terapi, Edisi 4. Bagian

Farmakologi Fakultas Kedokteran Indonesia: JakartaJoewono, BS. (2000) Ilmu Penyakit Jantung. Airlangga University Press: Surabaya

Markum, A. H., Ismael, Sofyan., Alatas,Husein.dkk. (2002) Ilmu Kesehatan Anak. FK UI : JakartaPrice ,Sylvia A; Wilson, Lovraine M .(2005) Patofisiologi - Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit jilid 1.Jakarta: EGCRobbins. 2007. Buku Ajar Patologi Ed. 7. Jakarta: EGCSetianto, Budhi., Firdaus, Ismail. (2011) Buku Saku jantung Dasar . Bogor : Penerbit

Ghalia Indonesia. Sudoyo dkk, 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta:

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Seorang perempuan, berusia 56 tahun dibawa oleh keluarganya ke IGD RSUP NTB dengan keluhan sesak napas. Sesak dirasakan sejak 2 minggu yang lalu, semakin lama semakin memberat. Sejak 3 hari yang lalu sesak tidak berkurang meskipun pasien istirahat, batuk berdahak, mual namun tidak muntah. Sejak 5 tahun yang lalu, pasien merasakan sesak yang sering kambuh. Awalnya sesak hanya ditimbulkan saat naik tangga dan sering kambuh pada malam hari. Sesak biasanya disertai bengkak pada kedua kaki. Dari riwayat penyakit diketahui bahwa pasien pernah beberapa kali periksa ke dokter dan dinyatakan sakit kencing manis dan darah tinggi namun tidak rutin berobat. Pemeriksaan fisik didapatkan bahwa tekanan darah 150/80 mmHg, frekuensi nadi : 108 kali/ menit, frekuensi napas : 36 kali/ menit dangkal, dan suhu : 37,1 oC. Pemeriksaan fisik di kepala, leher, dan abdomen tak didapatkan kelainan. Pemeriksaan Jantung , kesan kardiomegali; paru ronki basah di kedua lapang paru, wheezing +. Ektremitas kesan edema tungkai.

56 tahunSesak Mual,muntah,batuk berdahak edema tungkaiKardiomegaliRonki basahWheezingRPD=DM&Hipertensi

Pemeriksaan

Anamnesis

Pemeriksaan Fisik

Penunjang

DD:PPOK,Asma,Gagal Ginjal

Dx :Gagal Jantung

Epidemiologi

Faktor resiko

Patofisiologi

ManifestasiKlinis

Diagnosis

Tatalaksana

Komplikasi

Prognosis

Table Framingham

Kriteria untuk diagnosis gagal jantung kronis

MayorMinorParoksismal noktural dispnea

Distens vena leher

Rales (bising) suara paru

Kardiomegali

S3 gallop

Edema paru akut

Peningkatan JVP

Peningkatan Hepatojungular refluksEdema ekstremitas

Batuk malam hari

Dispnea

Hepatomegali

Efusi pleura

Penurunan kapasitas vitas 1/3 dari normal

Takikardia

Diagnosis Gagal jantung kronis : sedikitnya 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.

Skenario VI, Kelompok Tutorial 5Page 43