Lapsus Tb Paru

37
` LAPORAN KASUS SMF ILMU PENYAKIT DALAM TUBERKULOSIS PARU DENGAN HEMOPTOE Oleh: Yuni Ariani S.Ked NPM: 15710105 Pembimbing : dr. Dwiraras , Sp.P KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA 1

description

yang lama kok hehe

Transcript of Lapsus Tb Paru

Page 1: Lapsus Tb Paru

`

LAPORAN KASUS

SMF ILMU PENYAKIT DALAM

TUBERKULOSIS PARU DENGAN HEMOPTOE

Oleh:

Yuni Ariani S.Ked

NPM: 15710105

Pembimbing :

dr. Dwiraras , Sp.P

KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

DI RSUD KABUPATEN SIDOARJO

TAHUN 2015

1

Page 2: Lapsus Tb Paru

`

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat-

Nya sehingga saya dapat menyusun dan menyelesaikan laporan kasus yang berjudul

“Tuberkulosis Paru Dengan Hemoptoe.”

Penyusunan laporan kasus ini merupakan kegiatan Kepaniteraan Klinik Ilmu

Penyakit Dalam RSUD Sidoarjo, sekaligus sebagai salah satu persyaratan dan

merupakan tugas akhir dalam menyelesaikan Pendidikan Dokter Muda di bidang

Ilmu Penyakit Dalam di Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma

Surabaya/RSUD Sidoarjo. Ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah

memberikan arahan dan saran dalam penyusunan referat ini khususnya kepada :

1. dr. Johannes V. Lucida, Sp.PD. FINASIM, selaku kepala SMF Ilmu

Penyakit Dalam RSUD Sidoarjo.

2. dr. Dwiraras Sp.P , selaku Pembimbing Laporan Kasus dan Kepaniteraan

Klinik Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Sidoarjo.

3. Para Perawat dan staf RSUD Sidoarjo yang telah membantu untuk

menyelesaikan Laporan Kasus ini.

4. Seluruh teman sejawat Dokter Muda Fakultas Kedokteran Universitas

Wijaya Kusuma Surabaya / RSUD Sidoarjo.

Saya menyadari bahwa Laporan Kasus ini masih jauh dari sempurna, untuk

itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan.

Akhirnya, saya berharap semoga Laporan Kasus ini bermanfaat.

Sidoarjo, Juli 2015

Penyusun

2

Page 3: Lapsus Tb Paru

`

DAFTAR ISI

COVER …………………………………………………………………………

KATA PENGANTAR …………………………………………………………..

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………

BAB I LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Penderita ……………………………..................................

1.2 Anamnesis …………….......…………………………………………

1.3 Pemeriksaan Fisik …...........................………………………………

1.4 Pemeriksaan Penunjang …………......………………………………

1.5 Probem Liat ........................................................................................

1.6 Diagnosis …………………………………………………….............

1.7 Planning ……………………………………………………………...

1.8 Prognosis …………………………………………………………......

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Paru ………………………………………………………..

2.2 Fisiologi Paru………………………………………………………..

2.3 Definisi ………………………………....…………………………..

2.4 Kuman Mycobacterium tuberculosis

2.5 Cara Penularan

2.6 Patogenesis …………………….....……………..…………………..

2.7 Diagnosis ……………………………………………………………

3

Page 4: Lapsus Tb Paru

`

2.8 Pengobatan …………………………………………………………

2.9 Evaluasi …………………………………………………………….

2.10 Komplikasi …………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA

4

Page 5: Lapsus Tb Paru

`

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Penderita

Nama Penderita : Tn TS

Umur : 57 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Suku : Jawa

Pekerjaan : Satpam

Pendidikan : SMA

Status : Menikah

Alamat : Simokidul 7B , Simoketawang Waru Sidoarjo

Tanggal MRS : 26 Juli 2015

Tanggal Pemeriksaan : 29 Juli 2015

Tanggal KRS : -

No.Rekam Medik : 1737145

1.2 Anamnesis

Anamnesis dilakukan terhadap pasien dan keluarga pasien

A. Keluhan Utama :

Batuk darah

B. Riwayat Penyakit Sekarang :

Batuk

Pasien MRS di IGD tanggal 26 Juli 2015 pukul 02.20 dengan keluhan

batuk darah berwarna merah segar disertai dahak. Batuk dirasakan kurang

lebih 1 bulan yang lalu . Dalam sehari pasien mengeluh batuk darah

sampai 2-3 kali dengan sekali keluar darah kira kira 1 sendok makan.

Sekitar 3 bulan yang lalu pasien pernah mengalami batuk disertai bercak

bercak darah sempat periksa ke dokter umum, dokter menduga ada

5

Page 6: Lapsus Tb Paru

`

infeksi paru paru dan menyarankan pengobatan namun pasien kembali

tidak memperdulikan hanya minum obat seperlunya saja.

Sesak Nafas

Sesak nafas, hanya muncul saat batuk. Sebelumnya tidak ada riwayat

sesak yang muncul ketika beraktifitas maupun beristirahat.

Demam

Demam sering hilang timbul, mulai dirasakan sejak 2 hari sebelum MRS.

Demam sering muncul saat sore maupun malam hari.

Keringat dingin

Pasien juga merasakan muncul keringat dingin, terutama malam hari.

Keringat dingin ini muncul bersamaan dengan demam.

Anoreksia

Akhir – akhir ini pasien juga merasa badannya lemas, pusing, mual,

muntah serta nafsu makan yang menurun. Sehingga pasien mengalami

penurunan berat badan

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah menderita batuk lama seperti ini, juga tidak pernah

mengonsumsi obat merah selama 6 bulan sebelumnya.

Riwayat diabetes mellitus dan darah hipertensi disangkal oleh pasien.

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita batuk lama seperti ini.

E. Riwayat Pengobatan

Pernah berobat ke dokter umum sebelumnya, diberi obat batuk, pasien

lupa namanya, namun batuknya tidak berkurang.

F. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien ada riwayat merokok sejak SMP.

6

Page 7: Lapsus Tb Paru

`

1.3 Pemeriksaan Fisik

Dilakukan pada tanggal 29 Juli 2015 di Ruang Mawar Merah.

a. Keadaan Umum : Baik

b.Kesadaran : Compos Mentis

c. Tanda Vital : TD : 120/70 mmHg

N : 88 x/menit

RR : 28 x/menit

Suhu : 36 °C

d. Kepala

Bentuk : Bulat, simetris

Rambut : Warna hitam

Mata :Konjungtiva anemis, sklera anikterik, lensa keruh,

pupil isokor, reflek cahaya (+/+), tidak ada edema

pada daerah palpebra pada kedua mata

Hidung :Tidak ada sekret, tidak ada bau, tidak ada

perdarahan

Telinga :Tidak ada sekret, tidak ada bau, tidak ada

perdarahan

Mulut : Tidak sianosis , tidak ada gusi berdarah

e. Leher

Inspeksi : Simetris, tidak tampak pembesaran KGB leher

Palpasi : Tidak teraba pembesaran KGB leher

Tidak ditemukan pembesaran JVP

f. Jantung dan Sistem Kardiovaskuler

Inspeksi :

Iktus cordis : tak tampak

Pulsasi jantung : tak tampak

Palpasi :

Iktus cordis : teraba ICS V MCL sinistra

Pulsasi jantung : tak teraba

Suara yang teraba : tidak ada

7

Page 8: Lapsus Tb Paru

`

Getaran (thrill) : tidak ada

Perkusi :

Tidak dilakukan

Auskultasi :

Suara 1 : tunggal regular

Suara 2 : tunggal regular

Murmur (-)

Gallop (-)

g. Paru

Inspeksi : simetris kanan kiri , tidak ada pelebaran antar ICS

Palpasi : fremitus raba normal , fremitus vokal normal

Perkusi : normal Sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi : Rh: Wh:

h. Abdomen

Inspeksi : Flat (+)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Tympani (+) metorismus (-) ascites (-)

Palpasi : Nyeri tekan (-) pembesaran organ (-)

i. Ektremitas

Superior : Akral hangat + / +

Edema - / -

Inferior : Akral hangat + / +

Edema - / -

8

Sonor Sonor

Sonor Sonor

Sonor Sonor

- -

- -

- -

+ +

+ +

- -

Vesikuler +

Vesikuler +

Vesikuler +

Page 9: Lapsus Tb Paru

`

1.4 Pemeriksaan Penunjang

a. Hasil Laboratorium

Hasil laboratorium pada tanggal 26 – 27 Juli 2015

Jenis Pemeriksaan Hasil Normal

Pemeriksaan tanggal

26 Juli 2015

Darah Lengkap

WBC (Leukosit)

RBC (Eritroit)

HGB (Hemoglobin)

HCT (Hematokrit)

PLT (Trombosit)

MCV

MCH

MCHC

RDW-SD

RDW-CV

PDW

MPV

P-LCR

PCT

EO%

BASO%

NEUT %

LYMPH%

MONO%

EO#

BASO#

MONO#

NEUT#

10,63

5,03

13,9

41,5

253

82.5

27,6

33,5

46,1

15.4

10,5

9,5

21,3

0,24

2,0

0.2

82,6

11,1

4,1

0.21

0.02

0,44

8,78

4.8 - 10.8 10ˆ3/uL

4.2 - 6.1 10ˆ6/uL

12 - 18 g/dl

37 - 52 %

150 - 450 10ˆ3/uL

79 - 99 fl

27 - 31 pg

33 - 37 g/dL

35 - 47 fl

11.5 - 14.5 %

9 - 17 fl

9 - 13 fl

13 - 43 %

0.150 – 0.400 %

0 – 1 %

0 – 1 %

50 - 70%

25 - 40%

2 - 8 %

10ˆ3/uL

10ˆ3/uL

10ˆ3/uL

2 - 7.7 10ˆ3/Ul

9

Page 10: Lapsus Tb Paru

`

LYMPH# 1.18 0.8 - 4 10ˆ3/Ul

Kimia Klinik

Gula Darah Sewaktu

BUN

Kreatinin

Pemeriksaan Tanggal

27 Juli 2015

Gula darah puasa

Gula darah 2JPP

Albumin

Globulin

Bilirubin direct

Bilirubin total

SGOT (AST)

SGPT (ALT)

ELEKTROLIT

Natrium

Kalium

Chlorida

106

13,9

0,9

87

98

3.9

3.2

0.29

0.44

13

12

139

4,1

107

<140 mg/dL

6 - 23 mg/dl

0.7 - 1.2 mg/dl

74-109 mg/dl

< 140 mg/dl

3.97 – 4.94 g/dL

2 – 3.6 g/dL

< 0.3 mg/dL

< 1.2 mg/dL

< 40 U/L

< 41U/L

137 - 145 mmol/L

3.6 - 5 mmol/L

98 - 107 mmol/L

MIKROBIOLOGI

BTA A

BTA B

BTA C

+1

+1

+1

Negatif

Negatif

Negatif

b. Hasil foto thorax

Hasil rontgen thorax PA tanggal 26 Juli 2015

10

Page 11: Lapsus Tb Paru

`

1.5 Problem list

Batuk darah

Sesak nafas

Demam

Keringat dingin malam hari +

Badan lemas, dan nafsu makan menurun , berat badan menurun : +

Mual muntah +

Pemeriksaan fisik :

KU : cukup

Kesadaran : composmentis

Pada pemeriksaan thorax :

Simetris

Perkusi Auskultasi : Rh:

Pada rontgen thorax : infiltrat di kedua apex paru , sinus phrenicocostalis

kanan sedikit tumpul dan kanan tajam .

11

Sonor Sonor

Sonor Sonor

Sonor Sonor

+ +

+ +

- -

Vesikuler ↓↓

Vesikuler (-)

Vesikuler (-)

Page 12: Lapsus Tb Paru

`

Laboratorium : Leukosit 10,63 Hemoglobin 13,9 Albumin 3,9

1.6 Diagnosis

Tuberkulosis Paru + Hemoptoe

1.7 Planning

Planning Terapi

Inf. RL (+) aminophyline 14 tpm

Inj Ceftadizin 3 x 1 g

Inj Kalnex 3 x 1 g

Inj Pepsol 2 x 30 mg

Inj Solvinex 3 x 1 amp

Inj Vit K 3 x 1 mg

PO Codein 3 x 10 mg

PO Ondansetron 3 x 8 mg

Planning monitoring

Evaluasi vital sign ( Tekanan darah, RR, nadi, dan suhu) dan

keadaan pasien.

Evaluasi efek samping obat

Planning edukasi

Menjelaskan pada pasien dan keluarga mengenai penyakitnya.

Menjelaskan mengenai lama dan tahapan pengobatan.

Menjelaskan mengenai efek samping obat.

Menjelaskan komplikasi dari penyakit ini.

Menjelaskan pencegahan penularan terhadap orang sekitar.

I.8 Prognosis

Dubia ad bonam

12

Page 13: Lapsus Tb Paru

`

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Paru

13

Page 14: Lapsus Tb Paru

`

Paru-paru adalah salah satu organ sistem pernapasan yang berada di dalam

kantong yang dibentuk oleh pleura perietalis dan pleura viseralis. Kedua paru-paru

sangat lunak, elastis, sifatnya ringan terapung di dalam air, dan berada dalam

rongga thorax.

Masing-masing paru-paru mempunyai apeks yang tumpul dan menjorok

keatas kira-kira 2,5 cm di atas clavikula. Fasies kostalis yang berbentuk konveks

berhubungan dengan dinding dada sedangkan fasies mediastinalis yang berbentuk

konkaf membentuk pericardium. Pada pertengahan permukaan paru kiri terdapat

hilus pulmonalis yaitu lekukan di mana bronkus, pembuluh darah, dan saraf

masuk ke paru-paru membentuk radiks pulmonalis.

a. Apeks pulmo

Berbentuk bundar menonjol ke arah dasar yang melebar melewati apartura

torasis superior 2,5-4 cm di atas ujung iga pertama.

b. Basis pulmo

Pada paru-paru kanan, bagian yang berada di atas permukaan cembung

diafragma akan lebih menonjol ke atas daripada paru-paru bagian kiri,

maka basis paru kanan lebih kontak daripada paru-paru kiri.

c. Insisura atau fisura14

Page 15: Lapsus Tb Paru

`

Dengan adanya fisura atau takik yang ada pada permukaan, paru-paru

dapat dibagi menjadi beberapa lobus. Letak insisura dan lobus dapat

digunakan untuk menentukan diagnosis.

Pada paru-paru kiri terdapat insisura yaitu insisura obliges. Insisura ini

membagi paru-paru kiri atas menjadi tiga lobus yaitu lobus superior,

medius, dan lobus inferior yang terbagi menjadi beberapa segmen.

Paru-paru kanan memiliki dua insisura yaitu insisura obligue dan insisura

interlobularis sekunder. Pada paru kanan hanya terdapat dua lobus yaitu

lobus superior dan lobus inferior yang juga terbagi menjadi beberapa

segmen.

2.2 Fisiologi Paru

Manusia dalam bernapas menghirup oksigen dalam udara bebas dan

membuang karbondioksida ke lingkungan. Dalam mengambil nafas ke dalam

tubuh dan membuang napas ke udara dilakukan dengan dua cara pernapasan,

yaitu:

Respirasi / Pernapasan Dada

15

Page 16: Lapsus Tb Paru

`

Pernapasan dada adalah pernapasan yang melibatkan otot antartulang

rusuk.Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Fase inspirasi. Fase ini berupa berkontraksinya otot antar tulang rusuk

sehingga rongga dada membesar.

2. Fase ekspirasi. Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot

antara tulang rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang

rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil.

Otot-otot yang digunakan ketika bernapas yaitu:

a. Otot yang digunakan saat inspirasi

Kontraksi diafragma

Kontraksi otot eksternal

Kontraksi otot aksesori, seperti sternocleidomastoid, serratus

anterior, pectoralis minor, dan otot scalens.

b. Otot yang digunakan saat ekspirasi

Otot internal interkostal dan transversus thoracis.

Otot abdominal, termasuk oblique internal dan eksternal, tranversus

abdominis dan otot rectus abdominis, dapat membantu otot internal

interkostal saat ekspirasi .

2.3 Definisi

Tuberkulosis paru merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium tuberculosis (kadang-kadang oleh M. bovis dan africanum).

Bakteri ini disebut pula basil aerobic tahan asam yang tumbuh lambat dan sensitif

terhadap panas dan sinar UV.

2.4 Bakteri Mycobacterium tuberculosis

Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri batang tipis lurus

berukuransekitar 0,4 x 3 µm .

16

Page 17: Lapsus Tb Paru

`

 

 Mycobacterium tuberculosis pada pewarnaan tahan asam

Gambar di atas adalah Mycobacterium tuberculosis yang dilihat dengan pewarnaan

tahan asam dan berwarna merah. Sebagian besar bakteri ini terdiriatas asam

lemak (lipid),  peptidoglikan dan arabinoman. Lipid inilah yangmenyebabkan

kuman mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan sehingga disebut

pula sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA) .

2.5 Cara Penularan

Sumber penularan adalah melalui pasien tuberkulosis paru BTA

(+). Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara

dalam bentuk  droplet (percikan dahak). Kuman yang berada di dalam

droplet dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam dan dapat menginfeksi

individu lain bila terhirup ke dalam saluran nafas. Kuman tuberkulosis yang

masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan dapat menyebar dari paru ke

bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran

pernafasan, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh

2.6 Patogenesis

Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman

tuberculosis. Droplet  yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati

sistem pertahanan mukosilier bronkus dan terus berjalan sampai ke alveolus dan

menetap di sana. Infeksi dimulai saat kuman tuberculosis berhasil berkembang biak

dengan cara membelah diri di paru yang mengakibatkan radang dalam

paru. Saluran limfe akan membawa kuman ke kelenjar limfe disekitar hilus paru,

dan ini disebut kompleks primer. Waktu terjadinya infeksi sampai 17

Page 18: Lapsus Tb Paru

`

pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu. Adanya infeksi

dapat dibuktikan dengan terjadi perubahan reaksi tuberkulin dari

negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung

kuman yangmasuk dan be sa rnya r e spon daya t ahan t ubuh

( imun i t a s s e lu l e r ) . Pada umumnya respon daya tahan tubuh tersebut dapat

menghentikan perkembangan kuman tuberculosis. Meskipun demikian, ada

beberapa kuman menetapsebagai kuman persisten atau dormant  (tidur).

Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan

kuman. Akibatnya dalam beberapa bulan yang bersangkutan akan menjadi pasien

tuberkulosis. Masa inkubasi mulai dari seseorang terinfeksi sampai menjadi sakit,

membutuhkan waktu sekitar 6 bulan.

Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau

tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat

terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah

kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitasatau efusi pleura.

2.7 Diagnosis

Diagnosis Tuberkulosis paru ditegakkan berdasarkan diagnosis klinis,

dilanjutkan de ng an peme r ik sa an f i s i k , pe me r ik sa an l abo ra t o r i um

dan pemer ik saan r ad io log i s .

Diagnosis klinis adalah diagnosis yang ditegakkan berdasarkan ada atau

tidaknya gejala pada pasien. Pada pasien TB paru gejala klinis utama

adalah ba tu k t e ru s me ne rus da n be rdaha k s e l am a 3 mi ng gu a t au

l eb ih . Ge j a l a tambahan yang mungkin menyertai adalah batuk darah, sesak

nafas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat

badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa

kegiatan dan demam / meriang lebih dari sebulan.

Pemeriksaan fisik  pertama pada keadaan umum pasien mungkin

ditemukan k o n j u n g t i v a m a t a a t a u k u l i t y a n g p u c a t k a r e n a

18

Page 19: Lapsus Tb Paru

`

a n e m i a , s u h u d e m a m (subfebris), badan kurus atau berat badan menurun.

Pada pemeriksaan fisik  pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan terutama pada

kasus-kasus diniatau yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik. Pada TB paru

lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkostal. Bila

TB mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura sehingga paru yang sakit akan

terlihat tertinggal dalam pernapasan, perkusi memberikan suara pekak, auskultasi

memberikan suara yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali. Dalam

penampilan klinis TB sering asimtomatik dan penyakit baru dicurigai dengan

didapatkannya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin yang positif.

Pemeriksaan radiologis merupakan cara yang praktis un tuk

me ne mukan l e s i TB . Da l am bebe rap a ha l peme r ik saan i n i l e b ih

memberikan keuntungan, seperti pada kasus TB anak-anak dan TB milier yang pada

pemeriksaan sputumnya hampir selalu negatif. Lokasi lesi TB umumnya di daerah

apex paru tetapi dapat juga mengenai lobus bawah atau daerah hilus menyerupai

tumor paru. Pada awal penyakit saat lesi masih menyerupai sarang-sarang pneumonia,

gambaran radiologinya berupa bercak-bercak seperti awandan dengan batas-batas

yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat

berupa bulatan dengan batas yang tegas dan disebut tuberkuloma. Pada kalsifikasi

bayangannya tampak sebagai bercak-bercak padatdengan densitas tinggi.

Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luasdengan penciutan yang dapat

terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru. Gambaran

tuberkulosa milier terlihat berupa bercak- bercak halus yang umumnya tersebar merata

pada seluruh lapangan paru. Pada TB yang sudah lanjut, foto dada sering

didapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus seperti infiltrat, garis-garis

fibrotik, kalsifikasi, kavitas maupun atelektasis dan emfisema .

Se ba ga ima na ga mb a r TB pa ru ya ng su da h l an ju t :

19

Page 20: Lapsus Tb Paru

`

Pada Foto Rontgen Dada

Pemeriksaan bakteriologis

Sputum : Ditemukannya BTA positif pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis.

Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga pemeriksaan

dahak SPS (Sewaktu – Pagi - Sewaktu) BTA hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang

positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau

pemeriksaan spesimen SPS diulang.

1). Kalau hasil rontgen mendukung tuberkulosis, maka penderita

didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif.

2). Kalau hasil rontgen tidak mendukung TB, maka pemeriksaan dahak SPS diulangi.

Bila ketiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik

spektrum luas (misalnya Kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1-2 minggu. Bila tidak

ada perubahan, namun gejala klinis mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan

dahak SPS.

1). Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita tuberkulosis

BTA positif.

2). Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto

rontgen dada, untuk mendukung diagnosis TB.

20

Page 21: Lapsus Tb Paru

`

Darah : saat TB baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah

leukosit yang sedikit meninggi dengan pergeseran hitung jenis ke kiri. Jumlah limfosit

masihdi bawah normal. Laju endap darah (LED) mulai meningkat.

Tes Tuberkulin : Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk

membantu menegakkan diagnosis TB terutama pada anak-anak (balita).

Sedangkan pada dewasa tes tuberkulin hanya untuk menyatakan apakah

seorang individu sedang atau pernah mengalami infeksi Mycobacterium

tuberculosis atau Mycobacterium patogen lainnya . Penyuntikan Tes Tuberkulin

Berdasarkan indurasinya maka hasil tes mantoux dibagi dalam:

a). Indurasi 0-5 mm (diameternya) : Mantoux negatif = golongan

no sensitivity. Di sini peran antibodi humoral paling menonjol.

b). Indurasi 6-9mm : Hasil meragukan = golongan normal sensitivity. Di

sini peran antibodihumoral masih menonjol.

c). Indurasi 10-15 mm : Mantoux positif = golongan low grade sensitivity. Di sini

peran kedua antibodi seimbang.

d). Indurasi > 15 mm : Mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity. Di

sini peran antibodi seluler paling menonjol. Biasanya hampir seluruh

penderita TB paru memberikan reaksi mantoux yang positif (99,8%).

2.8 Pengobatan

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip sebagai berikut :

1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat , dalam

jumlah cukup dan dosis tepat sesuai kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT

tunggal, penggunaan OAT Kombinasi Dosis Tetap ( OAT KDT) sangat

dianjurkan.

2.Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat , lakukan pengawasan

langsung (DOT = Direcly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan

Obat ( PMO)

21

Page 22: Lapsus Tb Paru

`

3. Pengobatan TB ada 2 tahap yaitu tahanp intensif dan lanjutan . Pada tahap

intensif pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk

mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan secara intensif ini diberikan

secara tepat maka biasanya pasien menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2

minggu. Sebagian pasien BTA positif menjadi negatif dalam 2 bulan. Pada tahap

lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit namun dalam jangka waktu yang

lama. Tahap ini sangat penting karena untuk membunuh kuman persister sehingga

mencegah terjadinya kekambuhan.

Jenis dan sifat OAT :

Panduan OAT yang digunakan di Indonesia :

Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis

Indonesia :

Kategori 1 : 2(HRZE) / 4(HR)3

Kategori 2 :2(HRZE)S /(HRZE) / 5(HR)3E3 disamping kedua kategori

ini disediakan paduan obat sisipan (HRZE).

Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resisten ( MDR TB ) terdiri

dari obat lini 2 yaitu kanamycin, capreomisin, levofloksasin, ethionamide,

sikloserin dan PAS serta OAT lini 1 yaitu pirazinamid dan etambutol

Paduan OAT kategori 1 dan kategori 2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat

kombinasi dosis tetap ( OAT KDT ). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 22

Page 23: Lapsus Tb Paru

`

2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan

pasien. Panduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien dalam satu masa

pengobatan . KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB :

Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin

efektivitas obat dan mengurangi efek samping

Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan resiko

terjadinya resistensi obat ganda mengurangi kesalahan penulisan resep .

Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat

menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.

Panduan OAT lini pertama dan peruntukannya.

Kategori 1 (2HRZE / 4H3R3) , diberikan pada pasien baru :

Pasien baru TB paru dan BTA positif

Pasien TB paru BTA negatif foto thorax positif

Pasien TB extra paru

Kategori 2 ( 2HRZES/HRZE/5H3R3E3) , diberikan pada pasien BTA

positif yang telah diobati sebelumnya :

Pasien kambuh

Pasien gagal pengobatan

Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat ( default)

23

Page 24: Lapsus Tb Paru

`

OAT sisipan (HRZE)

Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif

kategori 1 yang , diberikan selama 1 bulan ( 28 hari).

Efek samping OAT dan penatalaksanaannya

24

Page 25: Lapsus Tb Paru

`

2.9 Evaluasi pengobatan

Klinis : biasanya pasien dikontrol dalam 1 minggu pertama, selanjutnya 2

minggu selama tahap intensif dan seterusnya sekali sebulan sampai akhir  pengobatan. Secara klinis

hendaknya terdapat perbaikan keluhan - keluhan  p a s i e n s e p e r t i b a t u k

b e r k u r a n g , b a t u k d a r a h h i l a n g , n a f s u m a k a n  bertambah, berat badan

meningkat dll.

Bakteriologis : biasanya setelah 2 - 3 minggu pengobatan sputum BTA mulai menjadi

negatif. Pemeriksaan kontrol sputum BTA dilakukan sekali sebulan.

WHO menganjurkan kontrol sputum BTA langsung d i l a k u k a n p a d a

a k h i r b u l a n k e - 2 , 4 d a n 6 . P e m e r i k s a a n r e s i s t e n s i dilakukan

pada pasien baru yang BTA nya masih positif setelah tahap intensif dan pada awal

terapi bagi pasien yang mendapatkan pengobatan ulang (retreatment). Bila sudah

negatif, sputum BTA tetap diperiksakan sedikitnya sampai 3 kali berturut-

turut. Bila BTA positif pada 3 kali  pemeriksaan biakan (3 bulan),

maka pasien yang sebelumnya telah sembuh mulai kambuh lagi.

Radiologis: bila fasilitas memungkinkan foto kontrol dapat dibuat pada

akhir pengobatan sebagai dokumentasi untuk perbandingan bila nanti timbul

kasus kambuh. Jika keluhan pasien tidak berkurang (misalnya tetap

batuk-batuk), dengan pemeriksaan radiologis dapat dilihat keadaan T B

25

Page 26: Lapsus Tb Paru

`

p a r u n y a a t a u a d a k a h p e n y a k i t l a i n y a n g m e n y e r t a i n y a .

K a r e n a perubahan gambar radiologis tidak secepat perubahan

bakteriologis,evalusi foto dilakukan setiap 3 bulan sekali.

2.10 Komplikasi Tb

Komplikasi TB paru antara lain dapat timbul pleuritis, efusi

pleura, empiema,laringitis. Sedangkan komplikasi lanjut dapat

menyebabkan obstruksi jalan nafas, kerusakan parenkim paru, cor

pulmonal,amiloidosis, karsinoma paru, dan sindrom gagal napas.

26

Page 27: Lapsus Tb Paru

`

DAFTAR PUSTAKA

1. Helmia Hasan, M. Jusuf, Winariani. Slamet H, dkk. Tuberkulosis Paru &

Efusi Pleura. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Cetakan kelima. Hal. 9-30,

115-125. Surabaya: Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair/RSUD Dr.

Soetomo. 2013.

2. Hood Alsagaff, Abdul Mukty, Dkk. Tuberkulosis Paru & Efusi Pleura.

Dasar-dasar Penyakit Paru. Cetakan kelima. Hal. 73-109, 143-154.

Surabaya: Airlangga University Press. 2008.

3. Justinus frans, Manase Lulu, Soedarsono. Tuberkulosis Paru. Panduan

Diagnosis dan Terapi Penyakit Paru FK Unair/RSUD Dr. Soetomo. Edisi

ketiga. Hal. 10-14. Surabaya: RSU dr. Soetomo. 2005.

4. Anna Ujainah. Terapi Oksigen. EIMED PAPDI Kegawat daruratan

Penyakit Dalam. Cetakan kedua. Hal.183-191. Jakarta: Interna

Publishing. 2012.

5. WHO. Treatment of Tuberculosis Guidelines, 4th ed. WHO. 2009.

6. WHO. TB. A Clinical Manual for South East Asia. WHO. 1997.

27