Lapsus Sinusitis Fix

33
BAB I PENDAHULUAN Gigi dan rongga mulut dapat menjadi fokus infeksi apalagi bila terdapat ketidakseimbangan antara faktor host, agen, dan lingkungan yang kemudian mempengaruhi kondisi sistemik seseorang. Salah satu faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah penjalaran atau penyebarannya ke organ lain. Hal ini menjadi sangat penting untuk dipelajari karena seorang dokter diharuskan menatalaksana pasien secara holistik, di mana di dalamnya termasuk eradikasi sumber infeksi, menghentikan penyebaran infeksi, dan mengatasi infeksi yang telah timbul. Jika tidak, infeksi bisa meluas hingga menyerang organ tubuh lain. Salah satunya bisa menyerang sinus. Akibatnya, pasien menderita sinusitis maksilaris, yakni radang pada rongga sinus yang letaknya di pipi. Sinusitis bisa disebabkan komplikasi kelainan di dalam rongga hidung (rinogen). Penyebab lain adalah komplikasi kelainan gigi (dentogen). Laporan Kasus |Sinusitis Maksilaris Akut Sinistra (Sinusitis) 1

description

n.n.nkl

Transcript of Lapsus Sinusitis Fix

Page 1: Lapsus Sinusitis Fix

BAB I

PENDAHULUAN

Gigi dan rongga mulut dapat menjadi fokus infeksi apalagi bila terdapat

ketidakseimbangan antara faktor host, agen, dan lingkungan yang kemudian

mempengaruhi kondisi sistemik seseorang. Salah satu faktor yang menyebabkan

hal tersebut adalah penjalaran atau penyebarannya ke organ lain.

Hal ini menjadi sangat penting untuk dipelajari karena seorang dokter

diharuskan menatalaksana pasien secara holistik, di mana di dalamnya termasuk

eradikasi sumber infeksi, menghentikan penyebaran infeksi, dan mengatasi infeksi

yang telah timbul. Jika tidak, infeksi bisa meluas hingga menyerang organ tubuh

lain. Salah satunya bisa menyerang sinus. Akibatnya, pasien menderita sinusitis

maksilaris, yakni radang pada rongga sinus yang letaknya di pipi. Sinusitis bisa

disebabkan komplikasi kelainan di dalam rongga hidung (rinogen). Penyebab lain

adalah komplikasi kelainan gigi (dentogen).

Laporan Kasus |Sinusitis Maksilaris Akut Sinistra (Sinusitis) 1

Page 2: Lapsus Sinusitis Fix

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1. Identitas Kasus

Nama : Ny. D. M.

Umur pasien : 44 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Tempat/Tanggal lahir : 1 Januari 1972

Alamat : Oepoi

Pekerjaan : Tukang Ojek

Pendidikan Terakhir : SMA

Agama : Kristen Protestan

Suku/Bangsa : Timor/Indonesia

Nomor MR : 43.86.13

Tanggal pemeriksaan/Status : Senin, 25 April 2016/Rawat Jalan

2.2. Anamnesis

a. Keluhan utama :

Hidung tersumbat dan masih keluar darah dari lubang hidung sebelah kiri.

b. Riwayat penyakit sekarang:

Pasien kontrol Poli THT-KL, saat ini datang dengan keluhan hidung

tersumbat sejak 3 minggu yang lalu dan memberat 1 minggu terakhir.

Keluhan ini juga disertai pilek dengan ingus agak kental yang sering turun

ke tenggorokkan dan terkadang mengakibatkan pasien susah bernafas.

Batuk (+) kadang-kadang, sakit kepala, pusing, lemas dan mual serta

penciuman terganggu. Menurut pasien, dirinya sering batuk pilek karena

pekerjaannya sebagai tukang ojek sehingga dirinya sering terpapar debu

dan asap saat di jalan. Pasien juga perokok aktif.

Pasien juga mengeluhkan darah yang masih keluar dari lubang hidung

sebelah kiri. keluarnya darah dari lubang hidung sebelah kiri yang hilang

timbul sejak 3 minggu yang lalu. Darah yang keluar berupa darah segar

Laporan Kasus |Sinusitis Maksilaris Akut Sinistra (Sinusitis) 2

Page 3: Lapsus Sinusitis Fix

dan berwarna merah. Biasanya perdarahan tersebut berlangsung ± 30 detik

sampai 1 menit.

Awalnya pasien mengalami kecelakaan (jatuh dari motor) pada

tanggal 3 Maret 2016. Pasien sempat dirawat di IGD RSUD Prof. Dr.

W.Z. Johannes selama 1 malam karena keluar darah dari lubang hidung

sebelah kiri sebanyak ½ gelas aqua. Setelah dirawat dan dipulangkan di

rumah, pasien merasa hidung sebelah kiri tersumbat dan sulit bernafas

sehingga pasien mencoba mengeluarkan ingus dari hidung dengan

menghembuskan nafas dengan paksa, akan tetapi keluar darah dari

hidungnya. Begitupun saat pasien mencoba mengeluarkan ingus dengan

batuk-batuk, maka akan keluar darah. Akhirnya pasien mencoba untuk

menarik ingus ke dalam dari hidung atau menelan ingus, tetapi keluhan

tidak berkurang.

Pasien sudah pernah memeriksakan diri sebelumnya di poli THT-KL

tanggal 13 April 2016 dan di diagnosis dengan Epistaksis serta sudah

diberikan obat, yaitu ciprofloxacin 3x500mg, natrium diklofenak 3x50 mg

dan salep hidrokortison 2,5 %. Pasien juga sudah disarankan untuk

dilakukan CT-Scan dan saat ini membawa hasil CT-Scan.

Nyeri pada daerah pipi, dahi, mata (-), tapi setelah kecelakaan pipi

pasien sempat bengkak dan merah. Demam (-), hidung berbau (-), keluhan

pada telinga (-), keluhan pada leher dan tenggorok (-)

Pasien juga mengatakan sebelum jatuh dari motor, pasien sering sakit

gigi karena giginya berlubang tetapi tidak pernah diobati.

c. Riwayat penyakit dahulu:

Menurut pasien, pasien tidak pernah mengeluhkan keluhan yang sama.

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi atau kelainan pembuluh

darah (-).

d. Riwayat pengobatan:

Pasien sedang mengkonsumsi obat dari dokter poli THT-KL sejak tanggal

13 april 2016, yaitu ciprofloxacin 3x500mg, natrium diklofenak 3x50 mg

dan salep hidrokortison 2,5 %.

Laporan Kasus |Sinusitis Maksilaris Akut Sinistra (Sinusitis) 3

Page 4: Lapsus Sinusitis Fix

e. Riwayat alergi:

Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan, obat-obatan, tidak pernah

mengalami bersin-bersin saat terkena debu, perubahan suhu yang ekstrim,

bau-bauan tertentu dan sebagainya.

f. Riwayat trauma:

Pasien pernah mengalami trauma (jatuh dari motor) 3 minggu yang lalu

dengan benturan di daerah wajah.

2.3. Pemeriksaan Fisis

a. Status Generalis

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)

Tanda vital : Tekanan darah : 120/70 mmHg

Nadi : 86x/menit

Respirasi : 22x/menit

Suhu : 37,2 0C

b. Status Lokalis

Kepala dan Leher

Kepala : normocephal

Wajah : simetris

Leher : KGB tidak tampak dan tidak teraba membesar

c. Pemeriksaan Rutin Telinga

Laporan Kasus |Sinusitis Maksilaris Akut Sinistra (Sinusitis) 4

Page 5: Lapsus Sinusitis Fix

Laporan Kasus |Sinusitis Maksilaris Akut Sinistra (Sinusitis) 5

Pemeriksaan

telinga

Telinga kanan Telinga kiri

Auriculum

Edema (-)

Hiperemi (-)

Sikatrik (-)

Nyeri tarik (-)

Nyeri tekan tragus (-)

Edema (-)

Hiperemi (-)

Sikatrik (-)

Nyeri tarik (-)

Nyeri tekan tragus (-)

Meatus

Akustikus

Eksternus

Edema (-)

Hiperemis (-)

Sekret (+) sedikit

Serumen (-)

Furunkel (-)

Otorrhea (-)

Mukosa eritema (-)

Edema (-)

Hiperemis (-)

Sekret (+) sedikit

Serumen (-)

Furunkel (-)

Otorrhea (-)

Mukosa eritema (-)

Membran

timpani

Retraksi (-)

Bulging (-)

Hiperemis (-)

Edema (-)

Perforasi (-)

Refleks cahaya (+)

Gambaran pulsasi (-)

Retraksi (-)

Bulging (-)

Hiperemis (-)

Edema (-)

Perforasi (-)

Refleks cahaya (+)

Gambaran pulsasi (-)

Retro

aurikuler

Edema

Hiperemis

Nyeri tekan

Edema

Hiperemis

Nyeri tekan

Tes bisik Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Tes garpu tala Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Audiometri Tidak dilakukan Tidak dilakukan

NormalNormal

Page 6: Lapsus Sinusitis Fix

d. Pemeriksaan Rutin Hidung

e. Pemeriksaan Proyeksi Nyeri Sinus Paranasal

Lokasi Dextra Sinistra

Infraorbita Nyeri Tekan (-) Nyeri Tekan (-)

Glabela Nyeri Tekan (-) Nyeri Tekan (-)

Laporan Kasus |Sinusitis Maksilaris Akut Sinistra (Sinusitis) 6

Edema & hiperemis

Keadaan Hidung kanan Hidung kiri

Hidung luar Kelainan bentuk (-)

Hiperemis (-)

Nyeri tekan (-)

Kelainan bentuk (-)

Hiperemis (+)

Nyeri tekan (-)

Vestibulum nasi Normal

Ulkus (-)

Normal

Ulkus (-)

Cavum nasi Bentuk normal

Mukosa warna merah

(agak hiperemis)

Rhinorrhea (-)

Bentuk normal

Mukosa hiperemis

Rhinorrhea (+)

Meatus nasi

media

Mukosa normal

Sekret (-)

Mukosa edema &

hiperemis

Sekret (+), purulen

Konka nasi

inferior

Edema (-)

Hiperemis (-)

Edema (+)

Hiperemis (+)

Septum nasi Deviasi (-)

Perdarahan (-)

Ulkus (-)

Mukosa warna merah

muda

Deviasi (-)

Perdarahan (-)

Ulkus (-)

Mukosa warna merah

muda

Page 7: Lapsus Sinusitis Fix

Tonsila palatina

Supraorbita Nyeri Tekan (-) Nyeri Tekan (-)

f. Pemeriksaan Rutin Mulut dan Tenggorok

Orofaring Mukosa bukal normal

Ginggiva normal

terdapat karies di gigi M2 superior sinistra (+)

Lidah normal

Arkus faring normal

Palatum durum normal, merah muda

Palatum mole normal, merah muda

Uvula Bentuk normal

hiperemis (-)

edema (-)

pseudomembran (-)

Tonsil T1/T1

tidak hiperemis

Dinding posterior

orofaring

Post nasal drip (+)

sekret mukopurulen (+)

granulasi (-)

hiperemis (+)

disekitar sekret mukopurulen

Faring Mukosa hiperemis (-)

Laporan Kasus |Sinusitis Maksilaris Akut Sinistra (Sinusitis) 7

Uvula

Page 8: Lapsus Sinusitis Fix

refleks muntah (+)

pseudomembran (-)

sekret (-)

2.4. Pemeriksaan Penunjang

a. CT-Scan kepala dan leher dengan kontras

Kesan :

Sinusitis maxillaris kiri

Nasal, nasofaring, orofaring dan laring tampak baik/ tidak

tampak massa atau penebalan mukosa

2.5. Diagnosis

Sinusitis Maxillaris Akut Sinistra (J 01.0 Acute Maxillary Sinusitis)

2.6. Penatalaksanaan

a. Nasal Toilet

b. Medikamentosa

- Ciprofloxacin 3x500 mg

- Piroxicam 3x10 mg

- CTM 2x1 tablet

- Prednison 2x1 tablet

c. Edukasi

- Pasien diedukasi untuk membuang ingus lewat hidung jangan

ditarik ke belakang atau menelan ingus.

- Pasien diedukasi untuk menggunakan masker agar tidak terpapar

asap atau debu saat bekerja (pekerjaan tukang ojek)

- Pasien juga diedukasi agar berhenti merokok dan berikan

penjelasan tentang bahaya merokok terhadap kesehatan khususnya

bidang THT-KL.

- Pasien diajarkan cara untuk mencuci hidung setiap kali mandi

dengan cara, hidung dibasahi dengan air kemudian dibersihkan

dengan sabun di daerah lubang hidung setelah itu dibasuh dengan

Laporan Kasus |Sinusitis Maksilaris Akut Sinistra (Sinusitis) 8

Page 9: Lapsus Sinusitis Fix

air dan hembuskan nafas keluar jika air atau sabun masuk ke

dalam.

- Datang kontrol kembali 1 minggu kemudian untuk melihat

perkembangan keluhannya

2.7. Prognosis

Dubia et bonam

2.8. Saran

a. Pasien disarankan untuk kontrol ke poli gigi untuk merawat gigi yang

berlubang (karies)

2.9. Perkembangan Pasien

Pasien datang kontrol lagi tanggal 4 Mei 2016, mimisan sudah mulai

berkurang, terakhir kali mimisan tanggal 3 Mei 2016. Hidung masih

tersumbat, sakit kepala berkurang. Pada pemeriksaan fisik tampak mukosa

hidung sebelah kiri masih edema dan hiperemis dan hidung sebelah kanan

juga hiperemis. Pasien diberikan obat salep hidrokortison 2,5%,

Ciprofloxacin 3x500 mg, Na. Diklofenak 3x50 mg, Cetirizine 2x1 tablet

dan Prednison 2x1 tablet. Pasien diedukasi dan diminta kontrol 1 minggu

lagi.

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya

disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab

Laporan Kasus |Sinusitis Maksilaris Akut Sinistra (Sinusitis) 9

Page 10: Lapsus Sinusitis Fix

utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang

selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri (FK UI, 2007).

Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai

semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena dalah sinus

etmoidalis dan maksila, sedangkan sinus frontal lebih jarang dan sinus sphenoid

lebih jarang lagi (FK UI, 2007).

Sinus maksila disebut juga antrum highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas,

maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus, disebut sinus dentogen. Sinusitis

dentogen merupakan salah satu penyebab penting sinusitis kronik. Sinusitis dapat

menjadi berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan intracranial,

serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati (Hilger,

dkk,1997).

Gambar 1. Anatomi Paranasal

3.2 Etiologi

Beberapa faktor etiologi dan faktor predisposisi antara lain ISPA akibat virus,

bermacam rhinitis terutama rhinitis alergi, rhinitis hormonal pada wanita hamil,

polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka,

sumbatan kompleks osteomeatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi yaitu

Laporan Kasus |Sinusitis Maksilaris Akut Sinistra (Sinusitis) 10

Page 11: Lapsus Sinusitis Fix

Alergen

Interaksi makrofag dan limfosit T

Peleapsan mediator inflamasi

Reaksi cepat Reaksi lambat

dikarenakan bakteri anaerob yang ditemukan sebagai penyebab sinusitis

maksilaris, terkait dengan infeksi pada gigi premolar, kelainan imunologi,

diskinesia silia seperti pada sindrom kartagener dan diluar negri adalah penyakit

fibrosis kistik.

3.3 Patofisiologi

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh potensi ostium-ostium sinus dan lancarnya

klirens mukosiliar didalam KOM. Mucus juga mengandung substansi

antimicrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh

terhadap kuman yang masuk bersama udara pernapasan. Organ-organ yang

membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang

berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium

tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus yang

menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous.

Kondisi ini bisa dianggap sebagai rinosinusitis non bacterial dan biasanya

sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Sampai Bila kondisi ini menetap,

secret yang terkumpul dalam sinus merupakan media yang baik untuk

pertumbuhan bakteri. Secret menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagi

rinosinusitis akut bacterial dan memerlukan terapi antibiotic. Jika terapi tidak

berhasil, inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang.

Mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar.

Sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid

atau pembentukan polip dan kista.

Etiologi sinusitis adalah sangat kompleks. Hanya 25% disebabkan oleh infeksi,

selebihnya 75% disebabkan oleh alergi dan ketidakseimbangan pada sistim saraf

otonom yang menimbulkan perubahan-perubahan pada mukosa sinus.

Sinusitis bisa disebabkan oleh:

1. Alergi misalnya rinitis alergi.

2. Non alergi: trauma, paparan zat kimia, imunodefisiensi, fibrosis

kistik, sindrom kartagener, granulomatosa, infeksi virus maupun

bakteri (Dharmabakti, 2003).

Laporan Kasus |Sinusitis Maksilaris Akut Sinistra (Sinusitis) 11

Page 12: Lapsus Sinusitis Fix

Gambar 2. Patofisiologi Sinusitis (Ballenger, 1985).

3.4 Klasifikasi

Berdasarkan konsensus tahun 2004, sinusitis dibagi menjadi tiga berdasarkan

waktunya, yaitu:

1. Rinosinusitis akut: gejala terjadi selama 4 minggu atau kurang dari 4

minggu

2. Rinosinusitis subakut: gejala terjadi lebih dari 4 minggu dan kurang dari

12 minggu

3. Rinosinusitis kronik: gejala lebih dari 12 minggu

Laporan Kasus |Sinusitis Maksilaris Akut Sinistra (Sinusitis) 12

Page 13: Lapsus Sinusitis Fix

Berdasarkan penyebabnya sinusitis dibagi menjadi

1. Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), segala

sesuatu yang menyebabkan sumbatan pada hidung dapat

menyebabkan sinusitis. Contohnya Rinitis Akut (influenza) dan

Polip, septum deviasi.

2. Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering

menyebabkan sinusitis infeksi pada gigi geraham atas (pre molar dan

molar). Bakteri penyebabnya adalah Streptococcus pneumoniae,

Hamophilus influenza, Steptococcus viridans, Staphylococcus

aureus, Branchamella catarhatis.

3.5 Manifestasi Klinis

Keluhan utama sinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai nyeri/ rasa tekanan

pada muka dan ingus purulen yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip).

Dapat disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu.

Keluhan nyeri atau rasa tekanan didaerah sinus yang terkena merupakan ciri khas

sinusitis akut, serta nyeri juga terasa ditempat lain.

• Sinusitis maksila : nyeri pada pipi

• Sinusitis etmoid : nyeri diantara atau dibelakang kedua bola mata

• Sinusitis frontal : nyeri didahi atau seluruh kepala

• Sinusitis sfenoid : nyeri di verteks, oksipital, belakang bola mata,

daerah mastoid

Gejala lain adalah sakit kepala, hipoosmia/anosmia, halitosis, post nasal drip yang

menyebabkan batuk dan sesak pada anak. Keluhan sinusitis kronik tidak khas,

kadang-kadang hanya satu atau 2 dari gejala berikut seperti sakit kepala kronik,

post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat

sumbatan kronik muara tuba eustacheus, gangguan ke paru seperti bronkhitisdan

serangan asma yang meningkat dan sulit diobati. Pada anak, mukopus yang

tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis

Gejala subjektif

• Gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret di hidung dan sekret pasca

nasal.

Laporan Kasus |Sinusitis Maksilaris Akut Sinistra (Sinusitis) 13

Page 14: Lapsus Sinusitis Fix

• Gejala faring, yaitu rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorok

• Gejala telinga, berupa pendengaran terganggu

• Nyeri / sakit kepala

• Gejala mata karena penjalaran infeksi melalui duktus naso-lakrimalis

• Gejala saluran napas, berupa batuk dan kadang terdapat komplikasi di

paru

• Gejala saluran cerna,karena mukopus yang tertelan.

Gejala objektif

• Gejala objektif→berupa pembengkakan di daerah muka.

o Sinusitis maksilaris→di pipi dan kelopak mata bawah

o Sinusitis frontal→di dahi dan kelopak mata atas

o Sinusitis etmoid→jarang bengkak,kecuali bila ada komplikasi

• Pada rinoskopi anterior tampak konka hiperemis dan edema

o Sinusitis maksila,frontal dan etmoid anterior tampak mukopus di

meatus medius

o Sinusitis etmoid poterior dan sfenoid tampak nanah keluar dari

meatus superior

• Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip)

3.6 Diagnosa

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan

posterior, pemeriksaan nasoendoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang

lebih tepat dan dini. Tanda khas adalah adanya pus dimeatus medius atau didaerah

meatus superior.

Kriteria Rinosinusitis akut menurut American Academy of Otolaringology &

American Rhinologic Society

Laporan Kasus |Sinusitis Maksilaris Akut Sinistra (Sinusitis) 14

Page 15: Lapsus Sinusitis Fix

Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada

pembengkakan dan kemerahan didaerah kantus medius.

Pemeriksaan pembantu yang penting adalah foto polos atau CT scan. Foto polos

posisi waters, PA atau lateral , umumnya hanya mampu menilai kondisi-kondisi

sinus-sinus besar. Kelainan akan terlihat berupa perselubungan, batas udara cairan

atau penebalan mukosa. CT scan sinus merupakan gold standar diagnosis sinusitis

karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung

dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya. Namun, karena mahal hanya

dikerjakan sbagai penunjang diagnosis sinusitis kronik yang tidak membaik

dengan pengobatan atau praoperasi sebagai panduan operator saat melakukan

operasi sinus.

Pada pemeriksaan transiluminasi sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap.

Pemeriksaan mikrobiologi dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil secret

dari meatus medius/superior, untuk mendapat antibiotic yang tepat guna. Lebih

baik lagi bila diambil dari pungsi sinus maksila

3.7 Diagnosis Banding

Diagnosis banding sinusitis adalah luas, karena tanda dan gejala sinusitis tidak

sensitif dan spesifik. Infeksi saluran nafas atas, polip nasal, penyalahgunaan

kokain, rinitis alergika, rinitis vasomotor, dan rinitis medikamentosa dapat datang

dengan gejala pilek dan kongesti nasal.

Rhinorrhea cairan serebrospinal harus dipertimbangkan pada pasien dengan

riwayat cedera kepala. Pilek persisten unilateral dengan epistaksis dapat mengarah

Laporan Kasus |Sinusitis Maksilaris Akut Sinistra (Sinusitis) 15

Page 16: Lapsus Sinusitis Fix

kepada neoplasma atau benda asing nasal. Tension headache, cluster headache,

migren, dan sakit gigi adalah diagnosis alternatif pada pasien dengan sefalgia

atau nyeri wajah. Pasien dengan demam memerlukan perhatian khusus, karena

demam dapat merupakan manifestasi sinusitis saja atau infeksi sistem saraf pusat

yang berat, seperti meningitis atau abses intrakranial

3.8 Pengobatan

Sinusitis maxillaris akut umumnya di terapi dengan:

1. Antibiotik spektrum luas, seperti: amoxicillin, ampicillin, atau

eritromisin. Alternatif lain berupa amoxicillin/klavulanat, sefaklor,

sefuroksim, dan trimetoprim plus sulfonamid.

2. Dekongestan, seperti: pseudoefedrin, tetes hidung fenilefrin

(neosynephrine) atau oksimetazolin dapat diberikan selama

beberapahari pertama infeksi namun kemudian harus dihentikan.

3. Analgetik untuk meringankan gejala, seperti aspirin dan

asetaminofen.

4. Kompres air hangat pada wajah untuk meringankan gejala.

Dengan terapi tersebut, pasien biasanya memperlihatkan tanda-tanda perbaikan

dalam dua hari dan proses penyakit biasanya menyembuh dalam 10 hari meskipun

konfirmasi radiologis dalam hal kesembuhan total memerlukan waktu 2 minggu

atau lebih. Kegagalan penyembuhan dengan suatu terapi aktif menunjukan

organisme tidak lagi peka terhadap antibiotik atau antibiotik tersebut gagal

mencapai lokulasi infeksi. Pada kasus demikian, ostium sinus dapat odem

sehingga drainase sinus terhambat dan terbentuk abses sejati. Bila demikian,

terdapat indikasi irigasi antrum segera

Pengobatan yang diberikan ditujukan untuk infeksi dan faktor-faktor penyebab

Infeksi secara bersama-sama. Di samping pemberian antibiotik dan dekongestan,

juga perlu diperhatikan predisposisi kelainan obstruksi yang disebabkan karena

rinitis alergi. Pengobatan untuk rinitis alergi terdiri atas 5 bagian utama , yaitu :

1. Menghindari alergen penyebab.

Dapat dilakukan dengan mengisolasi penderita dari alergen, menempati suatu

sawar antara penderita dan alergen atau menjauhkan dari penderita alergen. Untuk

Laporan Kasus |Sinusitis Maksilaris Akut Sinistra (Sinusitis) 16

Page 17: Lapsus Sinusitis Fix

pencegahan ini, diperlukan identifikasi alergen dan menghindari aleregn penyebab

(avoidance). Dalam pengelolaan penderita alergi inhalan, menganjurkan penderita

untuk menghindari alergen penyebab tidaklah mudah, sehingga poliklinik THT

RSUD Dr. Soetomo telah mengadakan kegiatan penyuluhan kesehatan masyarakat

rumah sakit (PKMRS) mengenai debu rumah kepada penderita dan keluarganya.

2. Pengobatan simptomatis.

Diberikan bila pencegahan terhadap alergen penyebab tidak memberikan hasil

yang memuaskan. Ada 4 golongan obat yang dapat di berikan, yaitu golongan

antihistamin, simpatomimetik, kortikosteroid dan stabilisator mastosit.

Antihistamin

Antihistamin merupakan senyawa kimia yang dapat melawan kerja

histamin dengan mekanisme inhibisi kompetitif pada lokasi reseptor

histamin. Ada dua macam antihistamin, yaitu antihistamin penghambat

reseptor H1 (AH1) dan antihistamin penghamb at reseptor H2 (AH2).48

Antihistamin H1 sampai saat ini dikenal 2 macam, yaitu antihistamin

klasik dan antihistamin generasi kedua atau baru. Golongan antihistamin

H1 klasik yang sering digunakan adalah etanolamin, etilendiamin,

alkelamin, fenotiazin, siproheptadin, hidroksizin, pirezin. Efek

antihistamin klasik, yaitu antihistaminik, yaitu menghilangkan gejala-

gejala alergi dan antikolinergik, yaitu mengurangi sekresi kelenjar eksorin,

sekresi saliva sehingga dapat mengurangi gejala rinore, tetapi dapat juga

menyebabkan keringnya mukosa mulut dan tenggorok serta sedatif, yaitu

merupakan efek samping yang paling sering terjadi.

Golongan antihistamin generasi baru yang beredar di pasaran , yaitu

terfenadin, loratidin, astemizol, oxatomide, mequitazine dan cetirizine.

Golongan ini tidak mempunyai hubungan kimia yang langsung dengan

histamin, hanya mempunyai suatu struktur nitrogen aromatik yang sama

dalam bentuk piperidin, piperazin atau piridin. Efek antihistamin baru,

yaitu sebagai antihistaminic long action, dimana waktu paruhnya lama,

sehingga cukup diberika 1 x sehari. Hal ini karena ikatannya dengan

reseptor H1 lebih sukar lepas, sehingga efek terapinya lebih lama, selain

Laporan Kasus |Sinusitis Maksilaris Akut Sinistra (Sinusitis) 17

Page 18: Lapsus Sinusitis Fix

dari itu efek antikolinergiknya lebih ringan dari non sedatif karena tidak

menembus sawar otak serta stabiliator sel mastosit, sehingga dapat

mencegah terjadinya degranulasi atau penglepasan mediator amine-

vasoaktif dengan mencegah influk ion Ca kedalam sel mastosit. Dengan

demikian antihistamin generasi kedua ini dapat mencegah gejala-gejala

yang ditimbulkan, baik oleh mediator yang sudah terbentuk (preformed)

maupun yang belum terbentuk (newly generated)

Antihistamin H2 seperti simetidin dan ranitidin dapat berguna bila

diberikan bersama antihistamin H1 sumbatan hidung, tetapi untuk

pengobatan polip hidung tidak memberikan hasil Golongan

simpatomimetik (dekongestan). Penggunaan obat ini mengurangi edema

mukosa hidung melalui rangsangan reseptor alfa dan menghambat

penglepasan histamin dari mastosit melalui rangsangan reseptor beta.

Dekongestan

Obat –obat dekongestan dapat dibedakan menjadi dekongestan sistemik,

biasanya peroral, misalnya fenil propanolamin, efedrin HCI dan

pseudeoefedrin HCI, dan dekongestan lokal yang terdiri dari derivat

imidazolin (oxymetazoline, xylometazoline), derivat simpatomimetik

(fenilefrin, fenil propanolamine, efedrin HCI). Suatu dekongestan dapat

diberikan secara tunggal atau kombinasi dengan antihistamin H1 lokalisata

peroral pada pengobatan rinitis alergi.

Pemakain lama antihistamin lokal dan dekongestan tidak dianjurkan,

karena antihistamin lokal dapat menimbulkan sensitisasi dan dekongestan

lokal dapat menimbulkan iritasi dan “rebound phenomenon” seperti pada

rinitis medikamentosa, sehingga pemakaian obat ini dibatasi 3 – 4 hari.

Kortikosteroid.

Bila hasil pengobatan antihistamin dan dekongestan belum berhasil maka

dapat diberikan kortikosteroid secara sistemik maupun intranasal.

Pengobatan lokal dengan beklometason atau flunisolid lebih disukai,

karena kerjanya langsung dan efek sampingnya yang rendah. Untuk

pemberian yang efektif biasanya memerlukan beberapa hari sampai

Laporan Kasus |Sinusitis Maksilaris Akut Sinistra (Sinusitis) 18

Page 19: Lapsus Sinusitis Fix

beberapa minggu. Efek kortikosteroid ialah menghambat aktifitas histamin

dan zat kinin vasoaktif, menstabilkan membran sehingga penglepasan zat

mediator dihambat, tetapi tidak menghambat interaksi antar antigen dan

antibodi. Di laporkan pemberian kortikosteroid dapat mengurangi

besarnya polip hidung.48 Stabilisator mastosit, yang termasuk dalam

golongan ini adalah natrium kromolin dan ketotifen. Efek natrium

kromolin (sodium kromoglikat) ialah menurunkan pengelepasan zat

mediator, sehingga dianggap sebagai pengobtan pencegahan dan diberikan

sebelum terjadi kontak dengan alergen. Efek sampingnya minimal,

terutama berupa iritasi lokal. Pemakaian pada polip hidung belum dapat

dibuktikan keberhasilannya. Ketotifen, sebagai stabilisator sel mastosit,

diserap dalam saluran cerna dan dalam bentuk utuh keluar lewat urine dan

tinja. Efek sampingnya sama seperti antihistamin H1. Trombosit secara

reversibel, sehingga penggunaan kombinasi kedua obat tersebut sebaiknya

dihindari

3. Imunoterapi (desensitisasi, hiposensitisasi).

Pemberian imunoterapi dapat dipertimbangkan bila cara-cara konservatif tidak

berhasil. Dasar dari imunoterapi adalah menyuntikkan alergen penyebab secara

bertahap dengan dosis kecil yang makin meningkat untuk menginduksi toleransi

pada penderita alergi. Penatalaksanaan komplikasi atau faktor-faktor yang

memperburuk.

Kelemahan, stress emosi, perubahan suhu yang mendadak, infeksi yang

menyertai, deviasi septum dan paparan terhadap polutan udara lainnya yang dapat

mencetuskan, memperhebat dan mempertahankan gejala -gejala yang menyertai

rinitis alergi, polip hidung dan sinusitis. Penanganan faktor-faktor ini sama

pentingnya dengan pengobatan yang ditujukan terhadap alerginya.

4. Pengobatan operatif baru dilakukan bila pengobatan medikamantosa

gagal.

Pembedahan disini untuk mengurangi gejala alergi seperti sinusitis dan polip nasi.

Tindakan ini memungkinkan ventilasi dan drenase hidung serta mengupayakan

aliran hidung dan sinus yang memadai. Pengobatan pada sinusitis maksila kronis,

Laporan Kasus |Sinusitis Maksilaris Akut Sinistra (Sinusitis) 19

Page 20: Lapsus Sinusitis Fix

pada prinsipnya memperbaiki drenase dan menormalkan kembali atau membuang

lapisan mukosa yang telah mengalami kerusakan. Perubahan pada mukosa sinus

dapat bersifat reversibel dan ireversibel sehingga, pengobatan sinusitis maksila,

terdiri atas

Pengobatan konservatif.

Secara klinis untuk mengetahui keadaan mukosa yang reversibel sangat

sulit, jika pengobatan secara konservatif tidak berhasil. Pengobatan ini

meliputi obat antialergi dan dekongestan, obat mukolitik untuk

mengencerkan sekret ;obat analgetik, untuk mengurangi rasa nyeri, obat

antibiotik, sebaiknya disesuaikan dengan hasil pemeriksaan mkirobilogik

dan kultur resistensi kuman. Biasanya diberikan antibiotik yang

mempunyai spektrum luas selama 10-14 hari.

Pungsi dan irigasi sinus maksila termasuk pengobatan konservatif,

diperlukan untuk mengeluarkan sekret dari rongga sinus maksila yang

dapat dilakukan melalui ostium sinus maksila di meatus medius, meatus

inferior dan fosa kanina. Dilakukan maksimal enam kali setiap 2 – 3 hari

sekali. Jika terdapat nanah (pus), berarti pengobatan konservatif tidak

berhasil dan dipertimbangkan pengobatan secara operatif.

Pengobatan operatif radikal.

Dengan operasi Calddwell-Luc bila kerusakan mukosa sudah ireversibel

dan gagal dengan pengobatan konservatif. Operasi ini dilakukan dengan

membuat sayatan sublabial kurang lebih dari 2 cm diatas sulkus

ginggivobukalis dari insisivus 2 samapi molar 1. Sayatan dilanjutkan

sampai periosteum, kemudian periosteum dilepaskan dan mukosa pipi

tarik ke atas. Selanjutnya dibuat lubang pada fosa kanina dan melalui

lubang tersebut mukosa yang inversibel dibersihkan

3.9 Komplikasi

Laporan Kasus |Sinusitis Maksilaris Akut Sinistra (Sinusitis) 20

Page 21: Lapsus Sinusitis Fix

Sejak ditemukan antibiotik, komplikasi sinusitis maksila telah menurun secara

drastis. Komplikasi sinusitis maksila terjadi jika sinusitis tersebut menjadi kronis.

Komplikasi yang dapat terjadi ialah(Pandi et al, 1990 dan Wright et al 1997

dalam Cora 2003):.

1. Oesteomielitis dan abses subperiostal

2. Kelainan orbita

3. Mukokel.

4. Kelainan intrakranial

5. Kelainan paru

3.10 Prognosis

Prognosis sinusitis sangat baik dengan kurang lebih 70% pasien sembuh tanpa

pengobatan. Prognosis untuk penderita sinusitis akut yaitu sekitar 40 % akan

sembuh secara spontan tanpa pemberian antibiotik. Terkadang juga penderita bisa

mengalami relaps setelah pengobatan namun jumlahnya sedikit yaitu kurang dari

5 %. Komplikasi dari penyakit ini bisa terjadi akibat tidak ada pengobatan yang

adekuat yang nantinya akan dapat menyebabkan sinusitis kronik, meningitis,

brain abscess, atau komplikasi extra sinus lainnya (Piccirillo, dkk, 1997).

Sedangkan prognosis untuk sinusitis kronik yaitu jika dilakukan pengobatan yang

dini maka akan mendapatkan hasil yang baik. Untuk komplikasinya bisa berupa

orbital cellulitis, cavernous sinus thrombosis, intracranial extension (brain

abscess, meningitis) dan mucocele formation.

BAB IV

Laporan Kasus |Sinusitis Maksilaris Akut Sinistra (Sinusitis) 21

Page 22: Lapsus Sinusitis Fix

PENUTUP

Telah dilaporkan suatu laporan kasus tentang sinusitit maksilaris sinistra

akut. Penyakit ini dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang bila perlu. Berdasarkan tinjauan tersebut telah dibahas

mengenai sinusitis maksilaris sinistra akut meliputi: definisi, epidemiologi,

etiologi, patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang,

diagnosis banding, penatalaksaan dan prognosis.

Diharapkan laporan kasus ini dapat dijadikan suatu pedoman dalam mengenal dan

mengobati pasien sinusitis maksilaris sinistra akut, serta mencegahnya agar

menjadi komplikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Laporan Kasus |Sinusitis Maksilaris Akut Sinistra (Sinusitis) 22

Page 23: Lapsus Sinusitis Fix

1. Broek, P., dkk, Buku saku ilmu kesehatan tenggorok hidung dan telinga. Ed.

12. Jakarta: EGC. 2010, p. 113 – 117.

2. Highler, A, Boies. Buku ajar penyakit THT.

3. Soepardi, E, dkk, Telinga Hidung Tenggorok Ed. 6. Jakarta : Buku

kedokteran EGC. 1997, p. 240 – 259., Kepala & Leher. Ed. 6. Jakarta: Balai

penerbiut FKUI. 2009, p. 139 – 154.

4. Virginia, M,. Referat Siunusitis. Jakarta: 2012.

5. Widiastama, R. Mengeakkan diagnosis sinusitis. Semarang: 2001.

Laporan Kasus |Sinusitis Maksilaris Akut Sinistra (Sinusitis) 23