Lapsus Saraf Tika

36
LAPORAN KASUS CVA BLEEDING DISUSUN OLEH : SARTIKA SABHINAYA FK UPN ”VETERAN” JAKARTA 1120221174 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN NEUROLOGI RUMAH SAKIT TK.II dr. SOEDJONO MAGELANG

Transcript of Lapsus Saraf Tika

Page 1: Lapsus Saraf Tika

LAPORAN KASUS

CVA BLEEDING

DISUSUN OLEH :

SARTIKA SABHINAYA

FK UPN ”VETERAN” JAKARTA

1120221174

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN NEUROLOGI

RUMAH SAKIT TK.II dr. SOEDJONO MAGELANG

2013

Page 2: Lapsus Saraf Tika

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

CVA BLEEDING

Disusun dan diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas

Kepaniteraan Klinik Departemen Neurologi Rumah Sakit Tk.II

dr. Soedjono Magelang

Oleh :

SARTIKA SABHINAYA

1120221174

Magelang, Maret 2013

Telah dibimbing dan disahkan oleh,

Pembimbing,

(Letnan Kolonel CKM dr. Heriyanto, Sp.S)

1

Page 3: Lapsus Saraf Tika

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas nikmat-Nya penulis dapat

menyelesaikan penyusunan laporan presentasi kasus ini. Penulis berharap agar laporan ini

dapat dimanfaatkan oleh tenaga kesehatan dan instasi.

Dalam penyelesaian laporan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada :

1. Letnan Kolonel CKM Letnan Kolonel CKM dr. Heriyanto, Sp.S

2. Teman-teman stase neurologi yang selama ini selalu memberikan dukungan

Penulis menyadari bahwa selama penulisan ini, penulis masih mempunyai banyak

kekurangan. Oleh karena itu penulis menerima saran dan kritikan untuk menyempurnakan

laporan ini.

Magelang, Maret 2013

Penulis

2

Page 4: Lapsus Saraf Tika

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan.................................................................................................1

Kata Pengantar.........................................................................................................2

Daftar Isi...................................................................................................................3

BAB I Pendahuluan.................................................................................................4

BAB II Status Pasien...............................................................................................5

BAB III Tinjauan Pustaka......................................................................................14

BAB IV Pembahasan.............................................................................................23

Daftar Pustaka........................................................................................................25

3

Page 5: Lapsus Saraf Tika

BAB I

PENDAHULUAN

Stroke adalah suatu kelainan neurologis fokal ataupun global secara tiba-tiba, dengan

gejala yang berlangsung lebih dari 24 jam (atau meninggal), dan diakibatkan oleh gangguan

vaskuler.1 Stroke dapat dibedakan menjadi non hemoragik dan hemoragik. Stroke hemoragik

dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu Perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub

Arachnoid (PSA).2 Stroke merupakan penyebab ketiga angka kematian di dunia dan

penyebab pertama kecacatan.Faktor resiko dari stroke terbagi 2 yaitu yang tidak dapat diubah

dan yang dapat diubah.3,4

Aphasia adalah gangguan kemampuan berbahasa seseorang (baik lisan maupun tulis) yang

disebabkan oleh gangguan atau kerusakan di otak.5 Aphasia dapat dinilai dari 6 modalitas bahasa

yaitu bicara spontan, pemahaman, pengulangan, penamaan, membaca, dan menulis. Untuk

mempermudah penilaian aphasia sebaiknya ditentukan berdasarkan derajatnya.6,2

4

Page 6: Lapsus Saraf Tika

BAB II

STATUS PASIENSTATUS KHUSUS COASS NEUROLOGI

DEPARTEMEN NEUROLOGI RST Dr. SOEDJONO MAGELANG

Nama Pasien : Ny. E

Usia : 35 tahun

Alamat : Grabag

Pendidikan Terakhir : D3

Pekerjaan : IRT

I. Subyek :

A. Keluhan utama : Lemah pada sisi tubuh sebelah kanan

B. Riwayat penyakit sekarang:

Menurut alloanamnesis pada saat sedang mencuci piring pukul 08.00 WIB hari saat

masuk RS, pasien mendadak lemah pada sisi tubuh sebelah kanan, pasien

mendadak tidak bisa diajak komunikasi. Sudah beberapa hari ini pasien

mengeluhkan sakit kepala. Nyeri dada (-). Demam (-). Mual (-), muntah (-),

makan/minum +/+, kejang (-), sebelumnya tidak pernah seperti ini. BAK/BAB +/+

C. Riwayat penyakit dahulu

- HT ( - )

- DM (-)

- Penyakit jantung (-)

- Kejang ( - )

- Cedera kepala sebelumnya disangkal

D. Rriwayat penyakit keluarga

Tidak terdapat keluarga pasien yang mengalami hal serupa

II. Objek :

A. Status Interna :

- Tanda vital :

TD : 110/70 mmHg N : 92x/menit

Suhu : 36,2 oC RR : 20x/menit

5

Page 7: Lapsus Saraf Tika

- Kepala dan leher:

Conjungtiva anemis : - / -

Ikterik : - / -

Cyanosis : -

Kelenjar getah bening : tidak teraba

- Thoraks:

Inspeksi : dada simetris, ictus cordis tidak tampak

Palpasi : vocal fremitus kanan & kiri sama, ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi : sonor, batas jantung normal

Auskultasi : vesikuler (wheezing : - , ronkhi : - ), BJ I II reg

- Abdomen :

Inspeksi : datar

Auskultasi : bising usus (+)

Palpasi : nyeri tekan (-), hepar lien tidak teraba

Perkusi : tympani

- Ekstremitas :

Atas : oedem : - / - , akral hangat

Bawah : oedem : - / - , akral hangat

B. Status Neurologi:

- GCS : E4 Vx Mx (Afasia global)

- Meningeal Sign : kaku kuduk (-), Kernig (-), Brudzinski I-1V (-)

- Nervus Kranialis

1. N.olfaktorius (N I) : tidak dilakukan

2. N.Optikus :

- Tajam penglihatan : SDE

- Lapang pandang : SDE

- Warna : tidak dilakukan

- Funduskopi : tidak dilakukan

3. N.Okulomotorius, Troklearis, Abdusen (N. III,IV,VI)

- Kedudukan Bola Mata saat diam : SDE

6

Page 8: Lapsus Saraf Tika

- Gerakan bola Mata : SDE

- Pupil :

Bentuk, Lebar, perbedaan lebar : bulat, D: 3mm, Isokor

Reaksi Cahaya langsung dan Konsensuil : +/+ / SDE

Reaksi akomodasi dan konvergensi : SDE

4. N. Trigeminus (N.V)

- Sensorik : SDE

- Motorik :

Merapatkan gigi : SDE

Buka Mulut : SDE

Menggigit tong spatel : tidak dilakukan

Menggerakan rahang : SDE

- Refleks :

Maseter : SDE

Kornea: +/+

5. N. Fasialis (N. VII)

- Motorik :

Kondisi diam : Simetris

Kondisi bergerak : SDE

- Sensorik Khusus :

Lakrimasi : tidak dilakukan

Reflex stapedius : SDE

Pengecapan 2/3 anterior lidah : tidak dilakukan

6. N. Statoakustikus (N.VIII)

- Suara bisik : SDE

- Arloji : SDE

- Garpu tala : tidak dilakukan

- Nistagmus : tidak dilakukan

- Tes kalori : tidak dilakukan

7

Page 9: Lapsus Saraf Tika

7. N. Glosopharingeus, Vagus (N. IX,X)

- Inspeksi orofaring pada keadaan istirahat : SDE

- Infeksi orofaring pada saat fonasi : SDE

- Sensorik khusus : pengecapan 1/3 belakang lidah : tidak dilakukan

- Suara serak atau parau : (-)

- Menelan : SDE

8. N. Acesorius (N.XI)

- M. Trapezius : SDE

- M. Sternokleidomastoideus : SDE

9. N. Hipoglosus (N. XII)

- Kondisi diam : SDE

- Kondisi bergerak : SDE

- Motorik

a. Observasi : SDE

b. Palpasi : konsistensi otot kenyal

c. Perkusi : dbn

d. Tonus : dbn

e. Kekuatan otot :

- Ekstremitas atas:

m.deltoid : SDE

m.biceps brakii : SDE

m.triceps : SDE

m.brakhioradialis : SDE

m.pronator teres : SDE

genggaman tangan : SDE

- Ekstremitas bawah:

m.illiopsoas : SDE

m.kwadriceps femoris : SDE

m.hamstring : SDE

m.tibialis anterior : SDE

8

Page 10: Lapsus Saraf Tika

m.gastrocnemius : SDE

m.soleus : SDE

Lateralisasi : ke kanan

- Sensorik

a. Eksteroseptik : nyeri dan raba halus SDE

b. Propioseptik : pemeriksaan gerak dan posisi SDE

- Kombinasi

a. Stereognosis : SDE

b. Barognosis : SDE

c. Graphestesia : SDE

d. Two point tactile discrimination : SDE

e. Sensory extinction : SDE

f. Loss of body image: SDE

- Reflek Fisiologis

a. Reflek superfisial

dinding perut /BHR : (-)

cremaster : tidak dilakukan

b. Refleks tendon/periosteum

BPR: +2+/2

TPR: +2/+2

APR: +2+/2

KPR: +2/+2

Klonus : lutut dan kaki -/-

- Refleks patologis :

a. Babinski : +/-

b. Chaddock : -/-

c. Oppenheim : -/-

d. Gordon : -/-

e. Schaffer : -/-

f. Gonda : -/-

g. Stransky : -/-

h. Rossolimo : -/-

9

Page 11: Lapsus Saraf Tika

i. Mendel-Bechterew: -/-

j. Hoffman : -/-

k. Trimmer : -/-

- Refleks primitif :

a. Graps reflex : -/-

b. Palmo-mental reflex : -/-

- Pemeriksaan cerebelum:

a. Koordinasi

Asinergia/disinergia : SDE

Diadokinesia : SDE

Metria : SDE

Tes memelihara sikap:

Rebound phenomenon: SDE

Tes lengan lurus : SDE

b. Keseimbangan

Sikap duduk : SDE

Sikap berdiri :

Wide base/broad base stance : SDE

Modifikasi Romberg : SDE

Dekomposisi sikap : SDE

Berjalan/gait

Tendem walking : SDE

Berjalan memutari kursi/meja : SDE

Berjalan maju-mundur : SDE

Lari ditempat : SDE

c. Tonus pendular: SDE

d. Tremor : -/-

- Pemeriksaan fungsi luhur :

Afasia : global

Alexia: SDE

10

Page 12: Lapsus Saraf Tika

Apraksia : SDE

Agraphia: SDE

Akalkulia : SDE

Right and left disorentation : SDE

Fingeragnosia : SDE

Tes Sendi Sakroiliaka :

a. Patrick’s : SDE

b. Contra patrick’s : SDE

Tes Provokasi N. isciadicus :

a. Laseque : SDE

b. Sicard’s : SDE

c. Bragard’s : SDE

d. Minor’s : SDE

e. Neri’s : SDE

f. Door bell sign : SDE

g. Kemp test : SDE

C. Resume

Pasien datang ke UGD Tanggal 16 Februari 2013 dengan keluhan utama

adanya kelemah pada sisi tubuh kanan. Dari aloanamnesis didapatkan pada saat

sedang mencuci piring pukul 08.00 WIB hari saat masuk RS, pasien mendadak

lemah pada sisi tubuh kanan, pasien mendadak tidak bisa diajak komunikasi. Sudah

beberapa hari ini pasien mengeluhkan sakit kepala. Nyeri dada (-). Mual (-),

muntah (-), makan/minum +/+, kejang (-), sebelumnya tidak pernah seperti ini.

BAK/BAB +/+. Riwayat HT (-), DM (-)

Pada pemeriksaan tanda-tanda vital tekanan darah 110/70 mmHg, nadi

92x/menit, suhu aksila: 36,20C, RR: 20x/menit. Pemeriksaan Kepala, leher, thorax,

abdomen, extremitas dalam batas normal. Pada pemeriksaan status neurologis,

tingkat kesadaran Eye 4 Verbal x Movement x. Pemeriksaan meningeal Sign

negatif. Pupil :Bentuk bulat, diameter 3mm, dan Isokor. Refleks kornea positif,

pada palpasi otot kenyal, Refleks tendon/periosteum BPR: +2+/2, TPR: +2/+2,

APR: +2+/2, KPR: +2/+2. Refleks patologis babinski +/-.

11

Page 13: Lapsus Saraf Tika

D. Assesment

1. Klinis : Hemiparese ekstremitas dextra, afasia global

2. Topis : Cerebral lobus parietalis sinistra

3. Etiologi : CVA Bleeding

DD/ CVA infark

E. Planing

1. Diagnosis

Darah Lengkap

Fungsi ginjal

Fungsi hati

Asam urat

Hasil :

Laboratorium :

Darah Lengkap

WBC : 9.0 Lym : 9.7

RBC : 4.60 Mon : 1.9

HGB : 12.3 Gra : 88.5

HCT : 38.9 Lym : 0.8

PLT : 381 Mon : 0.1

PCT : 0.276 Gra : 8.1

MCV : 85

MCH : 26.8

MCHC : 31.7

RDW : 14.7

MPV : 7.2

PDW : 13.4

Glukosa : 125 Asam Urat : 5.0

Kolesterol : 174 SGOT : 18

Trigliserida : 117 SGPT : 8

Ureum : 31

12

Page 14: Lapsus Saraf Tika

Kreatinin : 0.7

K : 3.77

Na : 137.41

Cl : 113.48

CT scan kepala tanpa kontras

-Acute Cortical Intracerebral Hemorrhge (ICH) lobus parietalis sinistra

-Oedem cerebri

2. Therapi

Ring As + tarontal 200 mg 14 tpm

Drip neurotan 12 mg dalam 20 menit, besok 4x6 gr

Inj bratnact 500 mg 4x1

Ethiogobal 1 amp dalam 9 cc aqua

Extrace 500 mg

Q10 plus 3x1

Neofar 3x1

3. Monitoring

Posisi head up 30o

Tanda vital

Perbaikan dan perburukan gejala

4. Edukasi

Jangan duduk-duduk ataupun berdiri

Melakukan perubahan posisi tiap 2 jamnya agar tidak dekubitus

Nama coass : Sartika Sabhinaya

Tanggal diperiksa : 17/02/2013

Jam diperiksa : 13.15 WIB

Tanda tangan Supervisor :

13

Page 15: Lapsus Saraf Tika

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

III.1. STROKE HAEMORAGIK

III.1.1.Definisi

Stroke adalah suatu kelainan neurologis fokal ataupun global secara tiba-tiba, dengan

gejala yang berlangsung lebih dari 24 jam (atau meninggal), dan diakibatkan oleh gangguan

vaskuler.1

III.1.2.Epidemiologi

Stroke merupakan penyebab ketiga angka kematian di dunia dan penyebab pertama

kecacatan. Angka morbiditas lebih berat dan angka mortalitas lebih tinggi pada stroke

hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Hanya 20% pasien yang dapat melakukan

kegiatan mandirinya lagi. Angka mortalitas dalam bulan pertama pada stroke hemoragik

mencapai 40-80%. Dan 50% kematian terjadi dalam 48 jam pertama.7

Tingkat insidensi dari stroke hemoragik seluruh dunia berkisar antara 10 sampai 20

kasus per 100.000 populasi dan bertambah dengan umur. Perdarahan intraserebral lebih

sering terjadi pada pria disbanding dengan wanita, terutama pada usia diatas 55 tahun, dan

juga pada populasi tertentu seperti pada orang kulit hitam dan orang Jepang.8

III.1.3.Klasifikasi

1. Perdarahan intraserebral

Perdarahan ini disebabkan karena pecahnya pembuluh darah otak didalam parechym

otak, pecahnya pembuluh darah tersebut disebabkan karena kerusakan dindingnya

akibat arterosklerosis, peradangan, trauma atau kelainan kongenital seperti aneurisma.

2. Perdarahan subarakhnoid

Perdarahan terutama pada sirkulus Willisi dan berasal dari aneurisma kongenital yang

pecah. Biasanya terjadi pada usia yang lebih muda. Perdarahan sering berulang dan

menimbulkan vasospsme hebat sehingga terjadi infark otak.2

III.1.4.Faktor Resiko

14

Page 16: Lapsus Saraf Tika

Secara garis besar faktor resiko stroke dibagi atas faktor resiko yang dapat

dimodifikasi (modifiable) dan yang tidak dapat dimodifikasi (nonmodifiable). Faktor resiko

stroke yang dapat dimodifikasi diantaranya adalah hipertensi, penyakit jantung (fibrilasi

atrium), diabetes melitus, merokok, konsumsi alkohol, hiperlipidemia, kurang aktifitas, dan

stenosis arteri karotis. Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain usia,

jenis kelamin, ras/suku, dan faktor genetik.3,4

III.1.5.Gejala Klinis

1. PIS

Gejala yang sering djumpai pada perdarahan intraserebral adalah nyeri kepala berat,

mual, muntah dan adanya darah di rongga subarakhnoid pada pemeriksaan pungsi

lumbal merupakan gejala penyerta yang khas. Serangan sering kali di siang hari,

waktu beraktivitas dan saat emosi/marah. Kesadaran biasanya menurun dan cepat

masuk koma (65% terjadi kurang dari setengah jam, 23% antara 1/2-2 jam, dan 12%

terjadi setelah 3 jam).9

2. PSA

Pada penderita PSA dijumpai gejala nyeri kepala yang hebat, nyeri di leher dan

punggung, mual, muntah, fotofobia. Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan

pemeriksaan kaku kuduk, Lasegue dan Kernig untuk mengetahui kondisi rangsangan

selaput otak, jika terasa nyeri maka telah terjadi gangguan pada fungsi saraf. Pada

gangguan fungsi saraf otonom terjadi demam setelah 24 jam. Bila berat, maka terjadi

ulkus pepticum karena pemberian obat antimuntah disertai peningkatan kadar gula

darah, glukosuria, albuminuria, dan perubahan pada EKG.9

III.1.6.Diagnosis

Anmanesis dan pemeriksaan fisik, selain itu dengan pemeriksaan CT scan. Sebelum

dikenal adanya CT scan, pemeriksaan CSF merupakan metode yang paling sering dipakai

untuk menegakkan diagnosis dari stroke hemoragik. Adanya darah atau CSF yang

xanthokromik mengindikasikan adanya komunikasi antara hematom dengan rongga

ventrikular namun jarang pada hematoma lobar atau yang kecil. Secara umum, pungsi lumbal

tidak direkomendasikan, karena hal ini dapat menyebabkan atau memperparah terjadinya

herniasi. Selain itu dapat terjadi kenaikan leukosit serta LED pada beberapa pasien.

15

Page 17: Lapsus Saraf Tika

Computerized tomography (CT) serta kemudian magnetic resonance imaging (MRI)

memberikan visualisasi langsung dari darah serta produknya di ekstravaskuler. Komponen

protein dari hemoglobin bertanggung jawab lebih dari 90% hiperdensitas gambaran CT pada

kasus perdarahan, sedangkan paramagnetic properties dari hemoglobin bertanggung jawab

atas perubahan sinyal pada MRI. CT scan dapat mendiagnosa secara akurat suatu perdarahan

akut. Lesi menjadi hipodens dalam 3 minggu dan kemudian membentuk suatu

posthemorrhagic pseudocyst. Perbedaan antara posthemorrhagic pseudocyst dari kontusio

lama, lesi iskemik atau bahkan astrositoma mungkin dapat menjadi sulit. MRI dapat

membedaakan 5 stage dari perdarahan berdasarkan waktunya yaitu: hiperakut, akut, subakut

stage I, subakut stage II, dan kronik.

Penggunaan angiography pada diagnosis dari PIS menurun setelah adanya CT dan

MRI. Peranan utama dari angiografi adalah sebagai alat diagnosis etiologi dari PIS non-

hipertensif seperti AVM, aneurysm, tumor dll, PIS multipel, dan juga PIS pada tempat-

tempat atipikal (hemispheric white matter, head of caudate nucleus). Walaupun demikian

penggunaannya tetap terbatas oleh karena perkembangan imaging otak yang non-invasif.10

Untuk pengukuran Volume lesi perdarahan diukur berdasarkan metode A x B x C /2

dimana :

A = diameter terpanjang pada slice perdarahan yang terbesar

B = diameter tegak lurus dari A

C = tebal potongan dimana lesi perdarahan masih terlihat.

III.1.7.Pengobatan

Penatalaksanaan pasien stroke (PERDOSSI, 2007):11

Penatalaksanaan Umum Stroke Akut

A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat

1. Evaluasi cepat dan diagnosis

Oleh karena jendela terapi stroke akut sangat pendek, evaluasi dan diagnosis klinik

harus cepat. Evaluasi gejala dan tanda klinik meliputi:

1. Anamnesis

2. Pemeriksaan fisik

3. Pemeriksaan neurologik dan skala stroke.

4. Studi diagnostik stroke akut meliputi CT scan tanpa kontras, KGD, elektrolit

darah, tes fungsi ginjal, EKG, penanda iskemik jantung, darah rutin, PT/INR,

aPTT, dan saturasi oksigen.

16

Page 18: Lapsus Saraf Tika

2. Terapi Umum

a. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan

• Perbaikan jalan nafas dengan pemasangan pipa orofaring.

• Pada pasien hipoksia diberi suplai oksigen

b. Stabilisasi hemodinamik

• Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan hipotonik)

• Optimalisasi tekanan darah

• Bila tekanan darah sistolik < 120mmHg dan cairan sudah mencukupi, dapat

diberikan obat-obat vasopressor.

• Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama.

• Bila terdapat CHF, konsul ke kardiologi.

c. Pemeriksaan awal fisik umum

• Tekanan darah

• Pemeriksaan jantung

• Pemeriksaan neurologi umum awal

o Derajat kesadaran

o Pemeriksaaan pupil dan okulomotor

o Keparahan hemiparesis

d. Pengendalian peninggian TIK

• Pemantauan ketat terhadap risiko edema serebri harus dilakukan dengan

memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologik pada hari pertama

stroke

• Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan pasien yang

mengalami penurunan kesadaran

• Sasaran terapi TIK < 20 mmHg

• Elevasi kepala 20-30º.

• Hindari penekanan vena jugulare

• Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik

• Hindari hipertermia

• Jaga normovolemia

• Osmoterapi atas indikasi: manitol 0,25-0,50 gr/kgBB, selama >20 menit,

diulangi setiap 4-6 jam, kalau perlu diberikan furosemide dengan dosis inisial

1 mg/kgBB IV.

• Intubasi untuk menjaga normoventilasi.

17

Page 19: Lapsus Saraf Tika

• Drainase ventrikuler dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik

serebelar

e. Pengendalian Kejang

• Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat IV 5-20 mg dan diikuti phenitoin

loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit.

• Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat antiepilepsi

profilaksis, selama 1 bulan dan kemudian diturunkan dan dihentikan bila kejang

tidak ada.

f. Pengendalian suhu tubuh

• Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati dengan antipiretika

dan diatasi penyebabnya.

• Beri asetaminophen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5ºC

g. Pemeriksaan penunjang

• EKG

• Laboratorium: kimia darah, fungsi ginjal, hematologi dan faal hemostasis,

KGD, analisa urin, AGDA dan elektrolit.

• Bila curiga PSA lakukan punksi lumbal

• Pemeriksaan radiologi seperti CT scan dan rontgen dada

B. Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat Inap

1. Cairan

• Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin , CVP pertahankan antara 5-12 mmHg.

• Kebutuhan cairan 30 ml/kgBB.

• Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah

pengeluaran cairan yanng tidak dirasakan.

• Elektrolit (sodium, potassium, calcium, magnesium) harus selalu diperiksaa dan diganti

bila terjadi kekuranngan.

• Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil AGDA.

• Hindari cairan hipotonik dan glukosa kecuali hipoglikemia.

2. Nutrisi

• Nutrisi enteral paling lambat dalam 48 jam.

18

Page 20: Lapsus Saraf Tika

• Beri makanan lewat pipa orogastrik bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran

menurun.

• Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari.

3. Pencegahan dan mengatasi komplikasi

• Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi, malnutrisi,

pneumonia, DVT, emboli paru, dekubitus, komplikasi ortopedik dan fraktur)

• Berikan antibiotik sesuai indikasi dan usahakan tes kultur dan sensitivitas kuman.

• Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas.

4. Penatalaksanaan medik yang lain

• Hiperglikemia pada stroke akut harus diobati dan terjaga normoglikemia.

• Jika gelisah dapat diberikan benzodiazepin atau obat anti cemas lainnya.

• Analgesik dan anti muntah sesuai indikasi

• Berikan H2 antagonist, apabila ada indikasi.

• Mobilisasi berthap bila hemodinamik dan pernafasan stabil.

• Rehabilitasi

• Edukasi keluarga.

• Discharge planning.

Penatalaksanaan stroke perdarahan intra serebral (PIS)

Terapi Medik pada PIS Akut

a. Terapi hemostatik

- Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat hemostasis yang

dianjurkan untuk pasien hemophilia yang resisten terhadap pengobatan factor VII

replacement dan juga bermanfaat untuk penderita dengan fungsi koagulasi yang

normal.

- Aminocaproic acid terbukti tidak mempunyai efek yang menguntungkan.

- Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-significant, tapi

tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah lebih dari 3 jam.

b. Reversal of Anticoagulation

- Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya di berikan fresh frozen

plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.

19

Page 21: Lapsus Saraf Tika

- Prothrombic complex concentrate suatu konsentrat dari vitamin K dependent

coagulation factor II, VII,IX, X, menormalkan INR lebih cepat dibandingkan FFP dan

dengan jumlah volume lebih rendah sehingga aman untuk jantung dan ginjal.

- Dosis tunggal intravena rFVIIa 10µ/kg- 90 µ/kg pada pasien PIS yang memakai

warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian obat ini harus

tepat diikuti dengan coagulation factor replacement dan vitamin K karena efeknya

hanya beberapa jam.

- Pasien PIS akibat penggunaan unfractioned or low moleculer weight heparindiberikan

Protamine Sulfat dan pasien dengan trombositopenia atau adanya gangguan fungsi

platelet dapat diberikan dosis tunggal Desmopressin, transfusi platelet atau keduanya.

- Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian obat

dapat dimulai pada hari ke 7-14 setelah terjadinya perdarahan.

Tindakan Bedah pada PIS berdasarkan EBM :

Tidak dioperasi bila (non-surgical candidate)

- Pasien dengan perdarahan kecil (<10 cm3) atau defisit neurologis minimal

- Pasien dengan GCS ≤4. Meskipun pasien GCS ≤4 dengan perdarahan serebelar disertai

kompresi batang otak masih mungkin untuk life saving.

Dioperasi bila (surgical candidate)

- Pasien dengan perdarahan serebelar >3 cm dengan perburukan klinis atau kompresi batang

otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus secepatnya dibedah.

- PIS dengan lesi structural seperti aneurisma, malformasi AV atau angioma cavernosa

dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi strukturnya terjangkau.

- Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk.

- Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda dengan

perdarahan lobar yang luas (≥ 50)

III.1.8.Prognosis

Prognosis bervariasi tergantung dari keparahan stroke, lokasi dan volume perdarahan.

Semakin besar volume perdarahan maka prognosis semakin buruk.8

III.2. Aphasia

III.2.1.Definisi

20

Page 22: Lapsus Saraf Tika

Aphasia adalah gangguan kemampuan berbahasa seseorang (baik lisan maupun tulis) yang

disebabkan oleh gangguan atau kerusakan di otak.5

III.2.2. Penilaian

Penilaian aphasia dapat dilakukan dengan memeriksa 6 modalitas bahasa seperti

bicara spontan, pemahaman, pengulangan, penamaan, membaca, dan menulis. Jenis aphasia

dapat dibagi menjadi 6, yaitu :6

1. Aphasia motorik

Pemahaman auditorik masih baik, namun bicara spontan tidak lancar, modalitas

bahasa lainnya terganggu. Lesi berada di posterior girus frontalis inferior / area

Broca’s

2. Aphasia sensorik

Pemahaman sangat terganggu, bicara spontan lancar, namun kata-katanya tidak dapat

dimengerti, modalitas bahasa lainnya terganggu. Lesi berada di regio temporalis

superior kiri, area asosiasi audotorik

3. Aphasia konduksi

Pengulangannya sangat terganggu, pemahaman baik, bicara lancar kadang agak ragu.

Lesi berada di fasikulus arkuatus

4. Aphasia transkortikalis

Kemampuan pengulangan baik, bicara spontan lancar, namun kata-katanya sulit

dimengerti. Lesi di sekitar perisylvii

5. Aphasia anomik

Penamaannya jelek, modalitas bahasa lainnya baik. Lesi di daerah girus angularis kiri

6. Aphasia global

Semua modalitas bahasa terganggu. Lesi berada di sylvian dan sekitarnya hemisphere

kiri

Untuk memudahkan penilaian sebaiknya aphasia ditentukan derajatnya, yaitu :2

Derajat 0 : Aphasia global yaitu pasien tidak dapat berbicara atau mengerti

pembicaraan sama sekali

Derajat 1 : Pembicaraan dilakukan dengan kata atau kalimat terputus-putus, sukar

dimengerti dan diduga maksudnya serta pembicaraan timbal balik

berbatas pada peranan pemeriksa

21

Page 23: Lapsus Saraf Tika

Derajat 2 : Pembicaraan mengenai soal yang mudah dapat dilakukan dengan

bantuan pemeriksa dan sering terjadi kesalahan dalam mengemukakan

pikirannya, tetapi pembicaraan timbal balik diperankan bersama antara

pasien dan pemeriksa

Derajat 3 : Pasien dapat membicarakan persoalan sehari-hari dengan sedikit atau

tanpa bantuan pemeriksa. Kesukaran timbul bila pembicaraan beralih

mengenai persoalan yang tidak sehari-hari dan lebih sulit

Derajat 4 : Pasien tampak sukar dalam berbicara tetapi tidak mempengaruhi isi

dari bentuk pikiran yang dikemukakan

Derajat 5 : Kesukaran bicara tidak tampak nyata oleh pemeriksa tetapi ecara

subjektif pasien mengalami kesukaran

22

Page 24: Lapsus Saraf Tika

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada pasien didapatkan kelemahan mendadak pada sisi tubuh sebelah kanan, dimana

kelemahan tersebut timbul saat pasien sedang beraktifitas. Saat dilakukan pemeriksaan

refleks patologis, didapatkan babinski +/-. Hal tersebut mengarahkan adanya suatu

perdarahan pada otak. Maka dilakukan pemeriksaaan CT scan tanpa kontras dan didapatkan

adanya perdarahan pada lobus parietalis sinistra. Sehingga diagnosis ICH dapat ditegakkan.

Pengobatan

Infus Ring As

Mengandung Ca++3 mEq, K+ 4mEq, Na+ 130 mEq, Cl- 109 mEq, asetat 28 mEq tiap liter

larutan infus. Diindikasikan untuk pengobatan asidosis berhubungan dengan dehidrasi dan

kehilangan ion alkali dari tubuh

Tarontal

Mengandung Pentoksifylin. Yang diindikasikan untuk serangan jantung iskemik sementara,

stroke.Penyakit penutupan arteri perifer dan gangguan sirkulatori aterosklerosis.

Neurotan

Mengandung piracetam, diindikasikan untuk kemunduran daya pikir, astenia, gangguan

adaptasi, gangguan reaksi psikomotor, alkoholisme kronik dan adiksi, serta disfungsi serebral

sehubungan dengan akibat pasca trauma

Brainact

Mengandung citicoline yang merupakan asam nukleat yang merupakan prekursor

fosfatidilkolin, yaitu suatu zat gizi penting untuk integritas dan fluiditas membran sel otak.

Digunakan untuk membantu menangani penurunan kemampuan kognitif pada usia lanjut.

Ethiogobal

23

Page 25: Lapsus Saraf Tika

Mengandung mekobalamin, diindikasikan untuk peripheral neropati.

Extrace

Mengandung asam askorbat, diindikasikan untuk defiensi vitamin C bila pemberian secara

oral dikontraindikasikan

Q10 plus

Coenzyme Q10 (CoQ10) adalah senyawa yang ditemukan secara alami di dalam energi.

CoQ10 terlibat dalam membuat molekul penting yang dikenal sebagai adenosin trifosfat

(ATP). ATP berfungsi sebagai sumber energi utama sel dan mengontrol sejumlah proses

biologis, termasuk kontraksi otot dan produksi protein. CoQ10 juga bekerja sebagai

antioksidan.

Neofar

Mengandung alfa lipoic acid sebagai antioksidan dengan membantu mengurangi tingkat

stress oksidasi dan memperlambat kerusakan progresif sel-sel endothelial. Cyanocobalamin

membantu memperbaiki gangguan metabolisme asam nukleat dan protein di dalam jaringan

saraf sensorik dan motorik. Serta biotin untuk membantu memperbaiki metabolisme.

24

Page 26: Lapsus Saraf Tika

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization, 2005. WHO STEPS Stroke Manual: The WHO STEPwise

Approach to Stroke Surveillance. World Health Organization.

2. Pengenalan dan Penatalaksanaan Kasus-Kasus Neurologi, 2001. Departemen Saraf

RSPAD

3. Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical

Neurology,3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.

4. Ropper AH, Brown RH. Cerebrovascular Diseases. In : Adam and Victor’s Priciples

of Neurology. Eight edition. New York : Mc Graw-Hill. 2005.

5. Kusumoputro, Sidiarto. 1999. “Esesmen Afasia”. (Dimuat dalam Jurnal Neurona Vol.

16 No. 1-2 hal. 21-25). Perhimpunan Dokter Saraf Indonesia, Jakarta.

6. Heriyanto.2004.Focus On Physic Diagnostic & Brief Note. FK Universitas Airlangga.

Surabaya

7. Nassisi D., 2008. Stroke, Hemorrhagic. Departement of Emergency Medicine, Mount

Sinai Medical Center. Available

from: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview

8. Qureshi, Adnan I., Tuhrim, Stanley., Broderick, Joseph P., Batjer, H Hunt., Hondo,

Hiteki., Hanley, Daniel F.,. 2001. Spontaneous Intracebral Hemorrhage.N Engl J

Med , 344: 19

9. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16617/4/Chapter%20II.pdf

10. El-Mitwalli, A., Malkoff, M D.,. 2000. Intracerebral Hemorrhage . The Internet Journal of Advanced Nursing Practice. 4 : 2

11. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2007. Guideline Stroke 2007. Jakarta:

PERDOSSI.

25