Lapsus Psikotik

33
LAPORAN KASUS PSIKOTIK SKIZOFRENIA PARANOID (F20.0) I. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. S Tempat/Tgl Lahir : Toraja, 27 Mei 1979 (35 tahun) Jenis Kelamin : Perempuan Status Perkawinan :SudahMenikah Agama : Kristen – Protestan Warga Negara : Indonesia Suku Bangsa : Toraja Pekerjaan/sekolah : SMP Alamat/No.Telp : Lembang ranu utara, kec. Rama, kab. Tanah toraja Tanggal MRS : 14 Agustus 2014 Diagnosa sementara : Skizofrenia Paranoid Gejala-gejala utama : Mengamuk LAPORAN PSIKIATRIK : Diperoleh dari autoanamnesis pada tanggal 14 Agustus 2014 II. RIWAYAT PENYAKIT : A. Keluhan utama dan alasan MRSJ / terapi : 1

description

Lapsus Psikotik Jiwa

Transcript of Lapsus Psikotik

LAPORAN KASUS PSIKOTIKSKIZOFRENIA PARANOID (F20.0)I. IDENTITAS PASIENNama: Ny. STempat/Tgl Lahir : Toraja, 27 Mei 1979 (35 tahun)Jenis Kelamin: PerempuanStatus Perkawinan:SudahMenikahAgama: Kristen ProtestanWarga Negara: IndonesiaSuku Bangsa: TorajaPekerjaan/sekolah: SMPAlamat/No.Telp: Lembang ranu utara, kec. Rama, kab. Tanah torajaTanggal MRS: 14 Agustus 2014Diagnosa sementara: Skizofrenia ParanoidGejala-gejala utama: MengamukLAPORAN PSIKIATRIK :Diperoleh dari autoanamnesis pada tanggal 14 Agustus 2014II. RIWAYAT PENYAKIT :A. Keluhan utama dan alasan MRSJ / terapi :MengamukB. Riwayat gangguan sekarang, perhatikan : Keluhan dan gejalaSeorang pasien datang ke IRD RSKD Dadi untuk yang pertama kalinya dengan keluhan mengamuk. Memberat dalam 1 minggu terakhir. Bila mengamuk pasien biasanya bicara kotor, melempar-lempar barang dan ingin memukul orang-orang sekitarnya. Perubahan perilaku pertama kali terlihat 10 tahun yang lalu ketika pasien tiba-tiba memutuskan hubungannya dengan pacarnya. Pasien tampak sering jalan-jalan sendiri tanpa menggunakan pakaian. Pasien biasanya terlihat bicara dan tertawa sendiri. Selama ini pasien tidak pernah dibawa berobat, bila pasien mengamuk, pasien diikat, dan jika sudah tenang, ikatannya dilepas. Setelah menikah pasien juga sering dipukul dan diikat oleh suaminya jika kambuh penyakitnya. Pasien mengaku pada saat mengamuk pasien mendengar suara-suara setan dan merasa dirinya dirasuki roh jahat. Sebelum sakit pasien dikenal sebagai seorang yang pendiam.

Hendaya / disfungsiHendaya Sosial:(+)Hendaya Pekerjaan:(+)Hendaya Senggang:(+)

Factor stressor psikososialTidak jelas Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat penyakit fisik dan psikis sebelumnya :Pasien belum pernah dirawat sebelumnya

C. Riwayat gangguan sebelumnya : Trauma (-) Infeksi (-) Kejang (-) Penyalahgunaan zat (-) Merokok (-)

D. Riwayat kehidupan pribadi: Riwayat prenatal dan perinatalPasien lahir pada tanggal 27 Mei 1979, cukup bulan dengan kondisi normal dan di bantu oleh dukun dirumah. Selama masa kehamilan ibu pasien dalam keadaan sehat. Pasien tumbuh dan berkembang baik sesuai dengan usia. Riwayat masa kanak-kanak awal (usia 1-3 tahun)Pasien mendapat ASI dari ibunya sampai umur 1 tahun, setelah itu berganti menjadi makanan biasa. Pertumbuhan dan perkembangan pasien baik sesuai anak-anak lain sebayanya, pasien memeroleh gizi yang cukup. Tidak ada riwayat trauma dan kejang. Riwayat masa kanak-kanak pertengahan (usia 4-11 tahun)Pasien bersekolah disalah satu sekolah dasar di kampungnya. Semasa sekolah pasien tidak begitu menonjol dari teman-temannya dan prestasi pasien biasa-biasa saja. Pasien menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar. Riwayat masa kanak-kanak akhir dan Remaja (usia 12-18 tahun)Setelah selesai pendidikan sekolah, pasien tidak melanjutkan sekolahnya di sekolah menengah oleh karena faktor ekonomi. Riwayat masa remaja dan dewasa*Riwayat Pekerjaan: sebelum sakit pasien bekerja di toko sebagai karyawan, pasien pernah pacaran dan tiba-tiba memutuskan pacarnya, sejak saat itu pasien mengalami perubahan perilaku. *Riwayat Perkawinan: Pasien dijodohkan, kemudian menikah selama 7 tahun, dan mempunya 4 orang anak. Hubungan pasien dengan suamicukup baik.

E. Riwayat kehidupan keluargaPasien anak ke 3 dari 4 bersaudara (,,,), hubungan dengan keluarga baik, tidak ada riwayat keluarga yang sama dengan pasien. Pasien tinggal bersama suami dan anak ke 4. Anak pertama dititipkan pada kelurga yang ada di polmas, anak ke dua dititipkan saudara perempuan pasien, anak ketiga di titipkan pada ibu pasien, dan anak ke empat tinggal bersama pasien dan suami. Hubungan dengan keluarga baik.

Genogram:

F. Situasi sekarangPasien saat ini dirawat di bangsal Kenanga RSKD Dadi. Sebelumnya pasien tinggalbersama suami dan anak ke 4 nya dan paseien bekrja sebagai petani kopiG. Persepsi pasien tentang diri dan kehidupannyaPasien merasa dirinya mendengar suara-suara, sehinggah membuat pasien gelisah dan mudah marah.

III. PEMERIKSAAN STATUS MENTALA. Deskripsi Umum1. Penampilan:Seorang perempuan dengan memakai kemeja merah garis-garis, jaket jeans, dan celana jeans panjang, wajah sesuai usia, penampilan rapih, perawatan diri kurang.2. Kesadaran: berubah3. Perilaku dan aktivitas psikomotor : cukup tenang4. Pembicaraan: spontan, lancar, intonasi biasa5. Sikap terhadap pemeriksa : cukup kooperatifB. Keadaan afektif (mood), perasaan, empati, dan perhatian1. Mood: sulit dinilai2. Afek: restriktif3. Empati: tidak dapat dirabarasakanC. Fungsi intelektual (kognitif)1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum, dan kecerdasan : sesuai taraf pendidikan2. Daya konsentrasi: baik3. Orientasi Waktu: baik Tempat: baik Orang: baik4. Daya ingat Jangka panjang: baik Jangka pendek: baik Segera: baik5. Pikiran abstrak: terganggu6. Bakat kreatif:tidak ada7. Kemampuan menolong diri sendiri: cukupD. Gangguan persepsi1. Halusinasi: Halusinasi auditorik (+), pasien sering mendengar suara-suara setan yang menyuruhnya untuk berhenti bekerja.2. Ilusi: tidak ada3. Depersonalisasi: tidak ada4. Derealisasi: tidak adaE. Proses berpikir1. Arus pikirana. Produktivitas: kurangb. Kontinuitas:kadang irelevanc. Hendaya berbahasa: tidak ada2. Isi pikirana. Preokupasi: tidak adab. Gangguan isi pikiran: Waham kejaran : pasien merasa dikejar-kejar setan.

F. Pengendalian impulsTergangguG. Daya nilai1. Normo sosial: terganggu2. Uji daya nilai: terganggu3. Penilaian realitas: tergangguH. Tilikan (insight)Derajat 1, pasien menyangkal dirinya sakit.I. Taraf dapat dipercayaDapat dipercaya

IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUTA. Status InternusKeadaan umum tampak sehat, kesadaran komposmentis, konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterus, ekstrimitas atas dan bawah tidak ada kelainan.Tekanan Darah:120/80 mmHgNadi: 82x/menitFrek. Pernapasan: 20x/menitSuhu: 36,7oC

B. Status NeurologisGCS 15 (E4M6V5)Gejala rangsang selaput otak: kaku kuduk (-), kernigs sign (-)/(-), pupil bulat, isokor, fungsi motorik dan sensorik keempat ekstrimitas dalam batas normal, tidak ditemukan refleks patologis.

V. AUTOANAMNESIS (20 Agustus 2014)Dokter muda (DM), Pasien (PA)DM: Selamat siang bu S?PA: (pasien tidak menjawab)DM: Bu kita tau dimana ini?PA: Rumah sakitDM: Kenapa ki dibawa kesini?PA: (pasien memalingkan wajah)DM: Kita tau siapa yang bawa ki tadi kesini?PA: Om sayaDM: Ada apa ki bu S, apa yang terjadi di rumah?PA: Ada suara-suara di sini (mengelus dadanya)DM: Bu bisa ki liat ka jawab pertanyaan kuPA: (Pasien melihat kemudian membalikkan wajahnya lagi)DM: Iye terimakasih Ibu S istirahat ki lagi bu.VI. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNASeorang pasien datang ke IRD RSKD Dadi untuk yang pertama kalinya dengan keluhan mengamuk. Memberat dalam 1 minggu terakhir. Bila mengamuk pasien biasanya bicara kotor, melempar-lempar barang dan ingin memukul orang-orang sekitarnya. Perubahan perilaku pasien sudah terlihat sejak 10 tahun yang lalu ketika pasien memutuskan hubungannya dengan pacarnya. Awalnya pasien menjadi pendiam, kemudian pasien menjadi sering jalan-jalan sendiri tanpa menggunakan pakaian. Pasien biasanya terlihat bicara dan tertawa sendiri.Selama ini pasien tidak pernah dibawa berobat. Bila pasien mengamuk di rumah, pasien diikat, dan jika sudah tenang, ikatannya dilepas. Pasien mengaku sering mendengar suara-suara setan dan merasa dirinya dirasuki roh jahat. Sebelumnya pasien seorang yang pendiam.Dan pemeriksaan status mental ditemukan tampak seorang wanita dengan memakai kemeja merah garis-garis, jaket jeans, dan celana jeans panang, wajah sesuai usia, penampilan rapih, perawatan diri kurang. Mood sulit dinilai, afek restriktif. Pada pasien ini terdapat ini terdapat gangguan persepsi yaitu berupa halusinasi auditorik, yaitu pasien sering mendengar suara-suara setan dan juga terdapat gangguan isi piker yaitu waham kejaran dimana pasien merasa dirinya dikejar-kejar setan.

VII. EVALUASI MULTIAKSIAL Aksis I:Berdasarkan autoanamnesis dan alloanamnesis didapatkan gejala klinis yang bermakna yaitu adanya keluhan mengamuk, berbicara kotor, melempar barang-barang dan keadaan ini menimbulkan penderita (distress) pada pasien dan keluarga serta hendaya (disability) pada fungsi psikososial, pekerjaan, dan penggunaan waktu senggang sehingga dapat disimpulkan sebagai Gangguan Jiwa.Pada pemeriksaan status mental, ditemukan hendaya berat dalam menilai realita berupa daya tilik yang buruk dan nilai norma social yang terganggu, Pasien didapatkan hendaya berat dalam fungsi mental berupa halusinasi dan waham,serta hendaya berat dalam fungsi sosial berupa ketidak mampuan membina relasi dengan orang lain sehingga pasien terhambat tidak mampu lagi bekerja dan dalam menilai realita sehingga dimasukkan kedalam Gangguan Psikotik.Pada pasien ini, pemeriksaan internus dan neurologis tidak didapatkan kelainan organik sehingga dapat digolongkan Gangguan Psikotik Non Organik.Pada pasien ini didapatkan halusinasi auditorik yang menyertai waham, arus fikir yang kadang irelefan dan afek yang restriftik selama kurang lebih 10 tahun, sehingga pasien digolongkan Skizofrenia (F20). Pada pasien ini juga didapatkan halusinasi auditorik dan waham kejaran yang menonjolsehingga digolongkan Skizofrenia Paranoid (F20.0). Aksis II:Tidak ada ciri kpribadian yang khas. Aksis III:Tidak ada diagnosis Aksis IV:Faktor stressor psikososial: tidak jelas. Aksis V:GAF scale pasien berada pada range 50-41, yaitu gejala berat (serius), disabilitas berat.

VIII. DAFTAR PROBLEM

22

Organobiologik:Tidak ditemukan adanya kelainan fisik bermakna, tetapi karena terdapat ketidakseimbangan neurotransmitter, maka dari itu, pasien ini membutuhkan psikofarmakoterapi.Psikologik:Ditemukan adanya hendaya berat dalam menilai realita, sehingga pasien memerlukan psikoterapi.Sosiologik:Ditemukan adanya hendaya dalam bidang sosial, pekerjaan, dan hendaya dalam penggunaan waktu senggang, sehingga pasien memerlukan sosioterapi.

IX. PROGNOSISDubiaet malam Faktor Pendukung:- Tidak ada kelainan organobiologik- Tidak ada riwayat gangguan jiwa dalam keluarga- Adanya dukungan keluarga- Keinginan pasien untuk berobat dan sembuh Faktor Penghambat:- Tingkat Pendidikan rendahX. PEMBAHASAN/TINJAUAN PUSTAKA Skizofrenia adalah istilah yang dinggunakan untuk menggambarkan suatu gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi, pikiran , afek dan prilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun deficit kongnitif tertentu dapat berkembang kemudian (Sadock, 2003). Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):a. though of echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keas), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda; atauthough of insertion or withdrawal= isi pikirannya tersiar ke luar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;though broadcasting= isi pikirannya tersiar ke luar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;b. delution of control= waham tentang dirinya dikendalikan oleh sesuatu kekuatan tertentu dari luar; ataudelution of influence= waham tentang dirinya dipengaruhi oleh sesuatu kekuatan tertentu dari luar; ataudelution of passivity= waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar;(tentang dirinya = secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus);delutional perception= pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;c. Halusinasi auditorik:- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau- Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain). Paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :e. Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus;f. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation) yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;g. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;h. Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika. Adanya gejala-gejala khas tersebut di atas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih Sebagai tambahan :Halusinasi dan/atau waham harus menonjol,a. halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol;c. waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control), waham dipengaruhi (delusion of influence), atau passivity, dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.

Pada pasien ini didapatkan gejala yang amat jelas yaitu terdapat halusinasi auditorik dimana pasien selalu mendengar suara atau bisikan, pasien tertawa sendiri dan menangis. Selain itu saat autoanamnesis didapatkan halusinasi aditorik, arus pikiran yang terputus berupa pembicaraan yang irrelevan dan inkoheren, dan afek tumpul. Terdapat perubahan yangkonsisten dari pasien yaitu menarik diri dari kehidupan sosial, menyendiri.

XI. RENCANA TERAPIa. Farmakoterapi : Haloperidol 1,5 mg 3x1; Chlorpromazin 0-0-1b. Psikoterapi : Suportif Ventilasi : memberikan kesempatan kepada pasien untuk menceritakan keluhan dan isi hati pasien sehingga pasien menjadi lega. Konseling : memberikan penjelasa dan pengertian kepada pasien tentang penyakitnya dan memahami kondisi dirinya lebih baik dan menganjurkan untuk berobat teratur. c. Sosioterapi : memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarganya sehingga dapat memberukan dukungan moral dan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk membantu proses penyembuhan

XII. FOLLOW UP Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakitnya Efektivitas terapi serta Kemungkinan terjadinya efek samping dari obat yang diberikan.

GANGGUAN SOMATISASI (F45.0)BAB IPENDAHULUANGangguan somatisasi telah memiliki banyak nama dan banyak pendahulunya. Salah satu pendahulunya adalah sindrom kompleks histeria, pertama kali diakui oleh orang mesir kuno. Dalam hal ini, histeria adalah suatu keadaan yang secara tidak tepat diperkirakan hanya mengenai wanita, (kata Histeria di dapatkan dari kata bahasa Yunani untuk rahim, Hystera).Pada kahun papyrus (sebuah catatan mesir kuno), orang mesir kuno menulis tanggal 1900 SM, menunjukkan banyak gejala yang terjadi hari itu pada pasien dengan gangguan somatisasi. Pada abad ke-17 Thomas Syndenham menemukan bahwa faktor psikologis yang dinamakannya penderitaan yang mendahului (antecendent sorrow), terlibat dalam patogenesis gejala gangguan somatisasi.(1,2)Pada tahun 1859 Paul Briquet, seorang dokter Prancis, mengamati banyaknya gejala dan sistem organ yang terlibat dan perjalanan penyakit yang biasanya kronis.Karena pengamatan klinis tersebut maka gangguan ini dinamakan SindromaBriquet. Akan tetapi sejak tahun 1980 sejak diperkenalkan DSM edisi ketiga (DSM III) istilah Gangguan Somatisasi menjadi standar di Amerika Serikat untuk gangguan yang ditandai oleh banyak keluhan fisik yang mengenai banyak sistem organ.(1,9,11)Gangguan somatisasi merupakan salah satu bentuk gangguan somatoform , yang sumber gangguannya adalah kecemasan yang dimanifestasikan dalam keluhan fisik, sehingga orang lain tidak akan mengerti jika individu tidak mengeluh (Davison dan Neale, 1986, 2001). Somatisasi juga merupakan suatu bentuk gangguan yang ditunjukkan dengan satu atau beberapa macam keluhan fisik akan tetapi secara medis tidak mempunyai dasar yang jelas. Gangguan somatisasi ini juga disebut sebagai briquets syndrome, setelah Paul Briquet mengidentifikasi pasien pasiennya yang mengeluh gejala medis pada tubuhnya namun tidak ada bukti medis (Mayou, 1993; Bell, 1994).

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 DefinisiGangguan somatisasi adalah penyakit dari beberapa keluhan somatik pada beberapa sistem organ yang terjadi selama beberapa tahun dan menghasilkan gangguan yang signifikanatau pencarian pengobatan, atau keduanya. Gangguan somatisasi merupakan bentuk gangguan somatoform dan memiliki bukti terbaik dari salah satu gangguan somatoform untuk menjadi entitas yang stabil dan andal diukur selama bertahun-tahun pada individu dengan gangguan tersebut.(2)Gangguan somatisasi berbeda dari gangguan somatoform lainnya karena banyaknya keluhan dan beberapa sistem organ yang terpengaruh (misalnya, gastrointestinal dan neurologis). Gangguan ini bersifat kronis dengan gejala ditemukan selama beberapa tahun dan dimulai sebelum usia 30 tahun dan disertai dengan penderitaan psikologis yang bermakna, gangguan fungsi sosial dan pekerjaan, dan perilaku mencari bantuan medis yang berlebihan. Pasien dengan gangguan somatisasi cenderung berlebihan dalam mencari pelayanan kesehatan dan menarik diri dari kegiatan produktif dan kegiatan yang menyenangkan karena ketidaknyamanan, kelelahan atau takut memperburuk gejala mereka.(2,12)Gangguan somatisasi ditandai dengan seseorang memiliki gejala-gejala fisik yang melibatkan lebih dari satu bagian tubuh, tetapi tidak ada penyebab fisik yang dapat ditemukan. Rasa sakit dan gejala lain penderita dengan gangguan ini adalah nyata, dan tidak diciptakan atau dipalsukan dengan suatu tujuan (berpura-pura sakit).(5, 10)Kaplan dan Sadock (1991) menjelaskan lebih lanjut bahwa gangguan somatisasi adalah suatu gangguan fisik kronis yang tidak dapat diterangkan secara medis dan berhubungan dengan masalah ketegangan psikologis. Individu yang mengalami gangguan somatisasi tidak hanya mengeluh adanya gangguan fisik akan tetapi individu tersebut ingin mendapatkan bantuan dan penanganan secara medis (Barsky, 1995). Somatisasi juga merupakan bentuk respon psikologis yang berujud pemanfaatan tubuh atau soma untuk tujuan-tujuan psikologis dan pencapaian tujuan pribadi (Ford, 1983; 1986)

2.2 EpidemiologiPrevalensi seumur hidup gangguan somatisasi adalah0,2 %-2 % pada wanita dan 0,2 % pada pria. Wanita dengan gangguan somatisasi melebihi jumlah laki-laki, 5 sampai 20 kali , tapi perkiraan tertinggi mungkin karena kecenderungan awal untuk tidak mendiagnosis gangguan somatisasi pada pasien laki-laki. Di Amerika Serikat, gangguan somatisasi terutama ditemukan pada wanita, denganrasio pria & wanita sekitar 1: 10. Rasio ini tidak besar dalam beberapa budaya lain (misalnya, di Yunani dan Puerto Rico). Dengan demikian, gender dan tingkat spesifik budaya lebih bermakna dari angka umum. Prevalensi seumur hidup gangguan somatisasi pada wanita AS telah diperkirakan antara 0,2% dan 2%. Besarnya perbedaan ini disebabkan oleh adanya perbedaan metodologis. Namun, Gangguan ini berbanding terbalik dengan posisi sosial dan terjadi paling sering di antara pasien yang memiliki pendidikan dan pendapatan rendah. Gangguan somatisasi biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun dan biasanya dimulai ketika berusia remaja. Gejala spesifik dapat bervariasi di seluruh budaya, terkait dengan peningkatan risiko percobaan bunuh diri, dan sering salah didiagnosis dengan kondisi medis lain yang mengarah ke prosedur diagnostik invasif dan tidak perlu operasi bedah.(2, 3, 4,7)Beberapa peneliti menemukan bahwa gangguan somatisasi seringkali bersama-sama dengan gangguan mental lainnya. Sifat kepribadian atau gangguan kepribadian yang seringkali menyertai adalah yang ditandai oleh ciri penghindaran, paranoid, mengalahkan diri sendiri dan obsesif- kompulsif.(2)

2.3 Etiologi (2,10,12)Penyebab gangguan somatisasi tidak diketahui secara pasti tetapi diduga terdapat faktor-faktor yang berperan terhadap timbulnya gangguan somatisasi yakni :1. Faktor PsikososialTerdapat faktor psikososial berupa konflik psikis dibawah sadar yang mempunyai tujuan tertentu.Rumusan psikososial tentang penyebab gangguan melibatkan interpretasi gejala sebagai suatu tipe komunikasi sosial, hasilnya adalah menghindari kewajiban (sebagai contoh: mengerjakan ke pekerjaan yang tidak disukai), mengekspresikan emosi (sebagai contoh: kemarahan pada pasangan), atau untuk mensimbolisasikan suatu perasaan atau keyakinan (sebagai contoh: nyeri pada usus seseorang).Beberapa pasien dengan gangguan somatisasi berasal dari rumah yang tidak stabil dan telah mengalami penyiksaan fisik.Faktor sosial, kultural dan juga etnik mungkin juga terlibat dalam perkembangan gangguan somatisasi.2. Faktor BiologisDitemukan adanya penurunan metabolisme (hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan hemisfer nondominan.Selain itu diduga terdapat regulasi abnormal sistem sitokin yang mungkin menyebabkan beberapa gejala yang ditemukan pada gangguan somatisasi.3. Faktor GenetikaData genetik menunjukkan bahwa, setidaknya dalambeberapa keluarga, transmisi gangguan somatisasi memiliki komponen genetik. Gangguan somatisasi cenderung berjalan dalam keluarga dan terjadi pada 10% sampai 20% dari tingkat pertama kerabat perempuan dari pasien dengan gangguan somatisasi. Di dalam keluarga, tingkat pertama kerabat laki-laki rentan terhadap penyalah gunaan zat dan gangguan kepribadian antisosial. Satu studi juga melaporkan tingkat kesesuaian 29% pada kembar monozigot dan 10% pada anak kembar dizigotik, suatu indikasi efek genetik. Para kerabat laki-laki wanita den gangangguan somatisasi menunjukkan peningkatan risiko gangguan kepribadian antisosial dan kelainan terkait penggunaan narkoba. Memiliki orang tua kandung atau orang tua angkat dengan salah satu dari ketiga gangguan meningkatkan risiko mengembangkan gangguan kepribadian antisosial, gangguan terkait penggunaan narkoba, atau gangguan somatisasi.

2.4 Manifestasi Klinik(2,12)Ciri utama gangguan somatisasi adalah adanya gejala-gejala fisik yang bermacam-macam (multiple), berulang dan sering berubah-ubah, yang biasanya sudah berlangsung beberapa tahun sebelum pasien datang ke psikiater. Kebanyakan pasien mempunyai riwayat pengobatan yang panjang dan sangat kompleks, baik ke pelayanan kesehatan dasar, maupun spesialistik, dengan hasil pemeriksaan atau bahkan operasi yang negatif.Keluhannya dapat mengenai setiap sistem atau bagian tubuh manapun, tetapi paling sering mengenai keluhan gastrointestinal (perasaan sakit, kembung, mual, muntah), kesulitan menelan, nyeri di lengan dan tungkai, napas pendek yang tidak berhubungan dengan aktivitas dan keluhan-keluhan perasaan abnormal pada kulit (perasaan gatal, rasa terbakar, kesemutan, baal, pedih, dsb.), serta bercak-bercak pada kulit. Keluhan mengenai seks dan haid juga sering terjadi. Penderitaan psikologis dan masalah interpersonal adalah menonjol, dan sering sekali terdapat anxietas dan depresi yang nyata sehingga memerlukan terapi khusus. Pasien biasanya tetapi tidak selalu menggambarkan keluhannya dengan cara yang dramatik, emosional, dan berlebih-lebihan, dengan bahasa yang gamblang dan bermacam-macam. Pasien wanita dengan gangguan somatisasi mungkin berpakaian eksibisionistik. Pasien mungkin merasa tergantung, berpusat pada diri sendiri, haus akan pujian atau sanjungan dan manipulatif.Gangguan somatisasi sering disertai oleh gangguan mental lainnya, termasuk gangguan depresi berat, gangguan kepribadian, gangguan berhubungan dengan zat, gangguan kecemasan umum, dan fobia.

2.5 DiagnosisKriteria diagnostik DSM-V yang diusulkan untuk gejala gangguan Somatik kompleks, yaitu :(13)Kriteria A , B , dan C diperlukan Untuk memenuhi kriteria gejala gangguan Somatik kompleksA. Gejala somatik :Satu atau lebih gejala somatik yang memberikan penderitaan dan / atau mengakibatkan gangguan signifikan dalam kehidupan sehari-hari B. Pikiran yang berlebihan, perasaan, dan perilaku yang berkaitan dengan gejala-gejala somatik atau masalah kesehatan yang terkait: Setidaknya dua dari berikut ini diperlukan untuk memenuhi kriteria ini:1). Tingkat kecemasan tinggi yang berhubungan dengan kesehatan. 2).Kekhawatiran yang tidak proporsional dan terus-menerus tentang keseriusan gejala medisnya. 3). Waktu dan energi yang berlebihan yang ditujukan untuk gejala ini atau masalah kesehatan.C. Kronisitas: Meskipun salah satu gejala mungkin tidak terus menerus ada, keadaan ini dapat menjadi gejala kronis (minimal 6 bulan). Untuk pasien yang memenuhi kriteria gejala gangguan Somatik kompleks, penentuan opsional spesifikasi berikut dapat diterapkan untuk diagnosis ini, di mana salah satu dari hal berikut ini mendominasi presentasi klinis: 1. Predominan keluhan somatik (sebelumnya, gangguan somatisasi); 2. Predominan keluhan kecemasan (sebelumnya, hypochondriasis).Jika pasien datang semata-mata dengan keluhan kecemasanterkait dengan gejala somatik minimal, pasien mungkin lebih tepat didiagnosis penyakit gangguan anxietas ; 3.Predominan keluhan nyeri (sebelumnya, gangguan nyeri). Klasifikasi ini ditujukan untuk individu yang memberikan sebagian besar keluhan nyeri yang juga memiliki banyak hal yang diuraikan di dalam kriteria.B. Pasien dengan presentasi lain dari nyeri mungkin lebih sesuai dengan diagnosis psikiatri lain seperti penyesuaian gangguan atau faktor psikologis yang mempengaruhi kondisi medis.Diagnosis pasti gangguan somatisasi berdasarkan PPDGJ III:(6)1) Ada banyak dan berbagai gejala fisik yang tidak dapat dijelaskan adanya kelainan fisik yang sudah berlangsung sekitar 2 tahun.2) Selalu tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya.3) Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampaak daari perilakunya.

2.6 Diagnosis Banding(7) Kondisi medis umum. Dokter harus mengesampingkan kondisi medis umum seperti sistemik lupus eritematosus, multiple sclerosis, sarkoidosis, dan beberapa gangguan kesehatan lainnya bahwa semua dapat menghasilkan banyak gejala fisik. Dengan demikian, pemeriksaan medis menyeluruh dengan janji jadwal tindak lanjut selalu ditunjukkan dalam menegakkan differensial diagnosis dalam gangguan somatisasi. Diantara gangguan somatoform lainnya, hipokondriasis, gangguan konversi, dan gangguan nyeri perlu dibedakan dari gangguan somatisasi. Penyakit kejiwaan. Penyakit kejiwaan yang termasuk dalam diagnosis diferensial untuk gangguan somatisasi adalah skizofrenia, gangguan panik, gangguan kecemasan menyeluruh, dan gangguan depresi.

2.7 Penatalaksanaan(2,12) Psikoterapi1. Pasien dengan gangguan somatisasi paling baik diobati jika mereka memiliki seorang dokter tunggal sebagai perawat kesehatan. Klinisi primer harus memeriksa pasien selama kunjungan terjadwal yang teratur, biasanya dengan interval satu bulan.2. Jika gangguan somatisasi telah didiagnosis, dokter yang mengobati pasien harus mendengarkan keluhan somatik sebagai ekspresi emosional, bukannya sebagai keluhan medis. Tetapi, pasien dengan gangguan somatisasi dapat juga memiliki penyakit fisik, karena itu dokter harus mempertimbangkan gejala mana yang perlu diperiksa dan sampai sejauh mana.3. Strategi luas yang baik bagi dokter perawatan primer adalah meningkatkan kesadaran pasien tentang kemungkinan bahwa faktor psikologis terlibat dalam gejala penyakit. Psikoterapi dilakukan baik individual dan kelompok. Dalam lingkungan psikoterapi, pasien dibantu untuk mengatasi gejalanya, untuk mengekspresikan emosi yang mendasari dan untuk mengembangkan strategi alternatif untuk mengekspresikan perasaan mereka. PsikofarmakologisPengobatan Psikofarmakologi diindikasikan bila gangguan somatisasi disertai dengan gangguan penyerta (misalnya: gangguan mood, gangguan depresi yang nyata, gangguan anxietas. Medikasi harus dimonitor karena pasien dengan gangguan somatisasi cenderung menggunakan obat secara berlebihan dan tidak dapat dipercaya.Salah satu pengobatannya antara lain dengan pemberian obat benzodiazepine dimana merupakan suatu jenis obat yang memiliki lima efek farmakologis utama yakni anixiolitik, sedasi, antikonvulsan, merelaksasi otot rangka, melalui mediasi sumsum tulang belakang (spinal cord). Dimana benzodiazepine terdiri dari diazepam, chlordiazepoxide, lorazepam, clobazam, bromazepam, oxazolam, clorazepate, alprasolam, prazepam.2.8 PrognosisGangguan somatisasi merupakan gangguan yang berlangsung kronik, berfluktuasi, menyebabkan ketidakmampuan dan sering kali disertai dengan ketidakserasian dari perilaku sosial, interpersonal dan keluarga yang berkepanjangan. Episode peningkatan keparahan gejala dan perkembangan gejala yang baru diperkirakan berlangsung 6 9 bulan dan dapat dipisahkan dari periode yang kurang simptomatik yang berlangsung 9 12 bulan. Tetapi jarang seorang pasien dengan gangguan somatisasi berjalan lebih dari satu tahun tanpa mencari suatu perhatian medis. Seringkali terdapat hubungan antara periode peningkatan stress atau stress baru dan eksaserbasi gejala somatik.(2)Gangguan ini bersifat menahun dan seringkali melemahkan. Orang-orang terus mencari perhatian medis untuk gejala mereka, biasanya setidaknya setiap tahun, dan cenderung sering rawat inap. Jika pasien terlibat dalam psikoterapi, perilaku mencari bantuan medis dan jumlah rawat inap bisa menurun sebanyak 50%. Namun, mereka cenderung menolak gagasan bahwa gejala mereka berakar pada konflik-konflik psikologis daripada gangguan fisik.(8)

BAB IIIKESIMPULANGangguan somatisasi adalah salah satu gangguan somatoform spesifik yang ditandai oleh banyak keluhan fisik/gejala somatik yang banyak mengenai sistem organ yang tidak dapat dijelaskan secara adekuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium. Ciri-ciri darigangguan somatisasi adalah adanya gejala-gejala fisik yang bermacam-macam (multiple), berulang dan sering berubah-ubah, biasanya sudah berlangsung sedikitnya 2 tahun, dan menyebabkan disabilitas individu tersebut di masyarakat dan keluarga.Penyebab ganggguan somatisasi tidak diketahui secara pasti tetapi diduga terdapat faktor-faktor yang berperan terhadap timbulnya gangguan somatisasi yakni faktor psikososial, biologis, dan genetik. Gangguan somatisasi merupakan gangguan yang bersifat kronik dan progresif umumnya sedang sampai buruk. Periode Episode peningkatan keparahan gejala dan perkembangan gejala yang baru diperkirakan berlangsung 6 9 bulan dan dapat dipisahkan dari periode yang kurang simptomatik yang berlangsung 9 12 bulan. Tetapi jarang seorang pasien dengan gangguan somatisasi berjalan lebih dari satu tahun tanpa mencari suatu perhatian medis.Terapi gangguan somatisasi adalah dengan psikoterapi dan terapi psikofarmakologis bila gangguan somatisasi tersebut disertai dengan gangguan penyerta (seperti: depresi, anxietas, gangguan mood).

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock BJ, Sadock VA (ed). Kaplan & Saddocks synopsis of psychiatry: behavioral sciences/clinical psychiatry. 10th ed. United States: Lippincott Williams and Wilkins; 2007. p. 635-512. Hani Raoul Khouzam.MD.MPHet. al. Somatization Disorder: Clinical Presentation and Treatment in Primary care: Turner White Communication Inc; 1999. p.20-243. Kay J, Tasman A. Essential of Psychiatry. United States: John Wiley and Sons; 2006.p.654-774. Christoper Bass et. al. Somatiform disorder: severe psychiactry illness neglected by psychiatrists. The British Journal of Psychiatry: The Royal College of Psychiatrists; 2001. 179;11-145. First MB, Tasman A. Clinical guide to the diagnosis and treatment of mental disorders. United States: John Wiley and Sons; 206.p.346-676. Michael H. Ebert et. al Large Current Diagnosis & Treatment in Psychiatry: The McGraw-Hill Companies; 2007.chapter 257. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya; 2001. Hal. 84-6.