LAPSUS Pneumonia

43
LAPORAN KASUS PNEUMONIA OLEH : ELISABETH Y. S. TAPOWOLO 1108011004 PEMBIMBING : dr.PRIJANDER FUNAY, Sp.PD

description

Pneumonia

Transcript of LAPSUS Pneumonia

LAPORAN KASUS

PNEUMONIA

OLEH :

ELISABETH Y. S. TAPOWOLO

1108011004

PEMBIMBING : dr.PRIJANDER FUNAY, Sp.PD

SMF ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA

RSUD PROF. DR. W.Z. JOHANNES KUPANG

2015

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Definisi

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari

bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta

menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat yang

disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, protozoa).(1)

Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang

disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Sedangkan

peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi,

aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.(2)

1.2 Epidemiologi

Di Indonesia, prevalensi pneumonia tahun 2013 sebesar 1,8% dan 4,5%. Lima

provinsi yang mempunyai insiden dan prevalensi pneumonia tertinggi untuk semua

umur adalah Nusa Tenggara Timur (4,6% dan 10,3%), Papua (2,6% dan 8,2%),

Sulawesi Tengah (2,3% dan 5,7%), Sulawesi Barat (3,1% dan 6,1%), dan Sulawesi

Selatan (2,4% dan 4,8%). Berdasarkan kelompok umur penduduk, Period prevalence

pneumonia yang tinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun, kemudian mulai

meningkat pada umur 45-54 tahun dan terus meninggi pada kelompok umur

berikutnya.(3)

1.3 Etiologi Pneumonia

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu

bakteri, virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri.

Penyebab tersering pneumonia adalah bakteri gram positif, Streptococcus pneumonia.

Kuman penyebab pneumonia biasanya berbeda sesuai dengan distribusi umur pasien,

dan keadaan klinis terjadinya infeksi.(2)

Virus penyebab tersering pneumonia adalah respiratory syncytial virus (RSV),

parainfluenza virus, influenza virus dan adenovirus. Secara umum bakteri yang

berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumonia, Haemophillus

influenza, Staphylococcus aureus, Streptococcus group B, serta kuman atipik

klamidia dan mikoplasma. Communityy-acquired acute pneumonia sering disebabkan

oleh streptokokkus pneumonia atau pneumokokkus, sedangkan pada Community-

acquired atypical pneumonia penyebab umumnya adalah Mycoplasma pneumonia.

Staphylokokkus aureus dan batang gram negatif seperti Enterobacteriaceae dan

Pseudomonas, adalah isolat yang tersering ditemukan pada Hospital-acquired

pneumonia.(2)

Tabel 2. Mikroorganisme penyebab pneumonia menurut keadaan klinis terjadinya infeksi. (2)

Communityy-acquired acute pneumonia

Streptococcus pneumoniaHaemophilus influenzaeMoraxella catarrhalisStaphylococcus aureusLegionella pneumophilaEnterobacteriaceae (Klebsiella pneumoniae) and Pseudomonas spp.

Community-acquired atypical pneumonia

Mycoplasma pneumoniaChlamydia spp. (C. pneumoniae, C. psittaci, C. trachomatis)Coxiella burnetii (Q fever)Viruses: respiratory syncytial virus, parainfluenza virus (children); influenza A and B (adults); adenovirus(military recruits); SARS virusHospital-acquired pneumonia

Gram-negative rods, Enterobacteriaceae (Klebsiella spp., Serratia marcescens, Escherichia coli) andPseudomonas spp.Staphylococcus aureus (usually penicillin resistant)Pneumonia kronis

NocardiaActinomycesGranulomatous: Mycobacterium tuberculosis and atypical mycobacteria, Histoplasma capsulatum,Coccidioides immitis, Blastomyces dermatitidis

1.4 Klasifikasi Pneumonia

1. Menurut sifatnya

a. Pneumonia primer, yaitu radang paru yang terserang pada orang yang tidak

mempunya faktor resiko tertentu. Kuman penyebab utama yaitu

Staphylococcus pneumoniae ( pneumokokus), Hemophilus influenzae, juga

Virus penyebab infeksi pernapasan( Influenza, Parainfluenza, RSV). Selain itu

juga bakteri pneumonia yang tidak khas( “atypical”) yaitu mykoplasma,

chlamydia, dan legionella.

b. Pneumonia sekunder, yaitu terjadi pada orang dengan faktor predisposisi,

selain penderita penyakit paru lainnnya seperti COPD, terutama juga bagi

mereka yang mempunyai penyakit menahun seperti diabetes mellitus, HIV,

dan kanker,dll.(4)

2. Berdasarkan Kuman penyebab

a. Pneumonia bakterial / tipikal, disebabkan oleh Klebsiella pada penderita

alkoholik,Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.

b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia

c. Pneumonia virus, disebabkan oleh virus RSV, Influenza virus

d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada

penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised).(5)

3. Berdasarkan klinis dan epidemiologi

a. Pneumonia komuniti (Community-acquired pneumonia= CAP) pneumonia

yang terjadi di lingkungan rumah atau masyarakat, juga termasuk pneumonia

yang terjadi di rumah sakit dengan masa inap kurang dari 48 jam.(5)

b. Penumonia nosokomial (Hospital-acquired Pneumonia= HAP) merupakan

pneumonia yang terjadi di “rumah sakit”, infeksi terjadi setelah 48 jam berada

di rumah sakit. Kuman penyebab sangat beragam, yang sering di temukan

yaitu Staphylococcus aureus atau bakteri dengan gramm negatif lainnya

seperti E.coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeroginosa, Proteus, dll.

(6)

4. Berdasarkan lokasi infeksi

a. Pneumonia lobaris

Pneumonia focal yang melibatkan satu / beberapa lobus paru. Penyebab

terbanyak pneumonia lobaris adalah Streptococcus pneumoniae.

Kemungkinan sekunder disebabkan oleh adanya obstruksi bronkus seperti

aspirasi benda asing, atau adanya proses keganasan.(5)

b. Bronko pneumonia (Pneumonia lobularis)

Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus

terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk

bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Ditandai dengan

adanya bercak-bercak infiltrate multifocal pada lapangan paru. Dapat

disebabkan oleh bakteri maupun virus. (5)

c. Pneumonia interstisial

Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan

peribronkil. Peradangan dapat ditemukan pada infeksi virus dan mycoplasma.

Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi

perselubungan yang tidak merata. (5)

1.5 Patofisiologi

Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi

sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan

gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan

tubuhnya , adalah yang paling berisiko.

Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan

yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia

lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan

merusak organ paru-paru.

Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru

banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu.

Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis

dapat secara langsung merusak sel-sel system pernapasan bawah. Ada beberapa cara

mikroorganisme mencapai permukaan, yaitu inokulasi langsung, penyebaran melalui

pembuluh darah, inhalasi bahan aerosol dan kolonisasi dipermukaan mukosa.

Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara kolonisasi.

Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria

atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 – 2,0 nm melalui udara dapat

mencapai bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila

terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi

aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini

merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian

kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga pada keadaan

penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse).

Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan

reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan

diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya

antibodi.

Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling

mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun

seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru

kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru,

infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri

pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia. (5)

Terdapat empat stadium anatomik dari pneumonia, yaitu: (4)

1. Stadium Kongesti (4 – 12 jam pertama)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung

pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah

dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan

mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan

cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan

prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.

Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan

otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini

mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga

terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di

antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen

dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan

sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

2. Stadium Hepatisasi Merah (48 jam selanjutnya)

Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang

dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang

terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan

cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada

stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan

bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

3. Stadium Hepatisasi Kelabu (Konsolidasi)

Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi.

Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi

fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus

masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat

kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

4. Stadium Akhir (Resolusi)

Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna secara

enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim paru

kembali menjadi penuh dengan cairan dan basah sampai pulih mencapai keadaan

normal.

1.6 Diagnosis

1. Gambaran Klinis dan Pemeriksaan Fisik

Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejalanya

meliputi gejala mayor (batuk, sputum produktif, demam (suhu>38 0c) dan gejala

minor (sesak napas, nyeri dada, konsolidasi paru pada pemeriksaan fisik, jumlah

leukosit >12.000/L)

Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian

atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu

tubuh kadang-kadang melebihi 40º C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga

disertai batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah.

Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu

bernafas, pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada

auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronchial yang kadang-

kadang melemah. Mungkin disertai ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi

basah kasar pada stadium resolusi. (5)

2. Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,

biasanya >10.000/ul, kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis

leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk

menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan

serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati.

Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium lanjut

dapat terjadi asidosis respiratorik. (6)

3. Gambaran Radiologis

Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain:

Perselubungan/konsolidasi homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau

segment paru secara anantomis.

Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas.

Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil.

Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada atelektasis.

Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ; batas lesi

dengan jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau

di lobus medius kanan.

Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura.

Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang paling

akhir terkena.

Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler.

Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign (terperangkapnya

udara pada bronkus karena tidanya pertukaran udara pada alveolus).

Foto thoraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya

merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya penyebab pneumonia

lobaris tersering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Pseudomonas

aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran

bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukan konsolidasi

yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus. (6)

4. Pemeriksaan Bakteriologis

Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal,

torakosintesis, bronkoskopi, atau biopsi. Pengambilan dahak dilakukan pagi hari.

Pasien mula-mula kumur-kumur dengan akuades biasa, setelah itu pasien diminta

inspirasi dalam kemudian membatukkan dahaknya. Dahak ditampung dalam botol

steril dan ditutup rapat. Dahak segera dikirim ke labolatorium (tidak boleh lebih dari

4 jam). Jika terjadi kesulitan mengeluarkan dahak, dapat dibantu nebulisasi dengan

NaCl 3%. Kriteria dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan langsung

dan biarkan yaitu bila ditemukan sel PMN > 25/lpk dan sel epitel < 10/lpk. (5)

1.7 Difrensial Diagnosis(1)

- Tuberculosis Paru (TB)

- Atelektasis

- Efusi Pleura

1.8 Penatalaksanaan

Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian

antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan

hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu penyakit yang berat

dapat mengancam jiwa, bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai

penyebab pneumonia serta hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu, maka pada

penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris.(7)(5)

Tabel 1. Rekomendasi Terapi Empiris (ATS 2001)(8) Kategori Keterangan Kuman Penyebab Obat Pilihan I Obat Pilihan II

Kategori I

Usia penderita < 65 tahun-Penyakit Penyerta (-)-Dapat berobat jalan

-S.pneumonia-M.pneumonia-C.pneumonia-H.influenzae-Legionale sp-S.aureus-M,tuberculosis-Batang Gram (-)

Klaritromisin 2x250 mg

- Azitromisin 1x500mg

- Rositromisin 2x150 mg atau 1x300 mg

- Siprofloksasin 2x500mg atau Ofloksasin 2x400mg

- Levofloksasin 1x500mg atau Moxifloxacin 1x400mg

- Doksisiklin 2x100mg

Kategori II

-Usia penderita > 65 tahun- Peny. Penyerta (+)-Dapat berobat jalan

-S.pneumonia H.influenzae Batang gram(-) Aerob S.aures M.catarrhalis Legionalle sp

-Sepalospporin generasi 2-Trimetroprim +Kotrimoksazol-Betalaktam

-Makrolid-Levofloksasin-Gatifloksasin-Moxyfloksasin

Kategori III

-Pneumonia berat.- Perlu dirawat di RS,tapi tidak perlu di ICU

-S.pneumoniae-H.influenzae-Polimikroba termasuk Aerob-Batang Gram (-)-Legionalla sp-S.aureusM.pneumoniae

- Sefalosporin Generasi 2 atau 3- Betalaktam +Penghambat Betalaktamase +makrolid

-Piperasilin + tazobaktam-Sulferason

Kategori IV

-Pneumonia berat-Perlu dirawat di ICU

-S.pneumonia-Legionella sp-Batang Gram (-) aerob-M.pneumonia-Virus-H.influenzae-M.tuberculosis-Jamur endemic

- Sefalosporin generasi 3 (anti pseudomonas) + makrolid

- Sefalosporin generasi 4

- Sefalosporin generasi 3 + kuinolon

-Carbapenem/ meropenem -Vankomicin-Linesolid-Teikoplanin

1.9 Komplikasi

Efusi pleura dan empiema. Terjadi pada sekitar 45% kasus, terutama pada infeksi

bakterial akut berupa efusi parapneumonik gram negative sebesar 60%,

Staphylococcus aureus 50%. S. pneumoniae 40-60%, kuman anaerob 35%.

Sedangkan pada Mycoplasmapneumoniae sebesar 20%. Cairannya transudat dan

steril. Terkadang pada infeksi bakterial terjadi empiema dengan cairan eksudat.

2. Komplikasi sistemik. Dapat terjadi akibat invasi kuman atau bakteriemia berupa

meningitis. Dapat juga terjadi dehidrasi dan hiponatremia, anemia pada infeksi

kronik, peningguan ureum dan enzim hati. Kadang-kadang terjadi peninggian

fostase alkali dan bilirubin akibat adanya kolestasis intrahepatik.

3. Hipoksemia akibat gangguan difusi.

4. Abses Paru terbentuk akibat eksudat di alveolus paru sehingga terjadi infeksi

oleh kuman anaerob dan bakteri gram negative.

5. Pneumonia kronik yang dapat terjadi bila pneumonia berlangsung lebih dari 4-6

minggu akibat kuman anaerob S. aureus, dan kuman Gram (-) seperti

Pseudomonas aeruginosa.

6. Bronkiektasis. Biasanya terjadi karena pneunomia pada masa anak-anak tetapi

dapat juga oleh infeksi berulang di lokasi bronkus distal pada cystic fibrosis atau

hipogamaglobulinemia, tuberkulosis, atau pneumonia nekrotikans.(1)

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. YFM

Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 17 tahun

Alamat : Alak

Agama : Kristen Protestan

Pekerjaan : Pelajar

Status pernikahan : Belum menikah

Tanggal MRS : 18 September 2015 (22:23)

No Rekam Medik : 0424483

2.2 ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan pada tanggal 19 September 2015, bertempat di bangsal kelas II

Wanita RSUD Prof.Dr.W.Z.Johannes, pada pukul 16.00 WITA. Anamnesis dengan

menggunakan teknik Autoanamnesis dan Alloanamnesis kepada ibu pasien.

KELUHAN UTAMA : Demam dan batuk berdahak sejak 1 minggu SMRS

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :

Demam dan batuk berdahak dialami oleh pasien sejak 1 minggu SMRS. Demam

dirasakan terus menerus, tidak dipengaruhi waktu dan tidak pernah turun. Ketika

demam, biasanya pasien minum obat penurun panas tetapi beberapa saat kemudian

demamnya akan muncul lagi. Demam ini disertai dengan menggigil dan berkeringat.

Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak dengan dahak berwarna kekuningan. Batuk

paling sering pada saat menjelang pagi dan akan membaik dengan sendirinya. Pasien

mengakui sudah sejak lama mengalami keluhan batuk, terutama ketika pasien

mengkonsumsi makanan atau minuman yang dingin dan berminyak, serta ketika

pasien terpapar udara dingin. Biasanya batuk hingga pasien sesak napas, kemudian

pasien akan dibawa ke rumah sakit, diberi uap dan akan membaik..

Selain itu pasien juga mengalami sakit kepala, mual dan muntah tiap kali makan.

Sakit kepala dirasakan seperti tertikam, hilang timbul, membaik jika pasien

beristirahat tetapi akan muncul kembali ketika pasien bangun tidur. Muntah terjadi

setiap kali makan, diawali dengan rasa mual, muntah berisi makanan, terasa agak

asam dan pahit, muntah tidak menyemprot, sehari bisa mencapai 10 kali sebanyak

sekitar setengah gelas aqua. Pasien sudah berobat ke Puskesmas tetapi keluhan tidak

membaik.

Nafsu makan diakui menurun karena mual dan muntah tiap kali makan, BAB dan

BAK diakui baik.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :

Tiga minggu SMRS pasien sempat mengalami keluhan batuk dan demam

kemudian berobat ke puskesmas. Demam membaik tetapi batuk tetap ada hingga

sekarang. Pasien juga mengatakan saat usia sekitar 10 tahun pasien pernah

mengalami batuk yang lama kemudian didiagnosa dengan TB paru dan menjalani

pengobatan selama 6 bulan di puskesmas. Diakui pengobatan secara teratur dan

ketika diperiksa lagi setelah pengobatan, pasien dinyatakan sudah sembuh. Sejak itu

keluhan batuk masih sesekali dialami oleh pasien hingga sekarang. Batuk dipicu oleh

cuaca dingin, makanan dingin dan berminyak, kelelahan, terpapar debu dan asap,

kadang disetai sesak napas, kemudian akan membaik ketika diberi uap di IGD.

RIWAYAT KEBIASAAN :

Merokok (-), alkohol (-), makan tidak teratur

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA :

Nenek pasien juga menderita TB, ada riwayat asma di dalam keluarga dari ayah

pasien.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

(Tanggal : 19 September 2015)

Keadaan Umum: Pasien tampak sakit sedang, lemah, terpasang infuse RL 500cc 20

tpm

Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)

Berat Badan : 45 kg

Tinggi Badan : 150 cm

IMT : 20 kg/m2

Status gizi : Normal

Tanda Vital : TD=120/70 mmHg; N = 90x/menit, kuat angkat isi cukup; S=36.80C

(Suhu aksiler); RR=20x/menit, regular, thorakoabdominal

Kepala : Bentuk normal, rambut tidak mudah rontok, warna hitam

Kulit : Sianosis (-), Ikterik (-), scar (-), lembab, turgor kulit baik

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), perdarahan konjungtiva

(-/-), pupil isokor, refleks cahaya langsung dan tidak langsung (+/+)

Telinga : Deformitas daun telinga (-/-), nyeri tekan mastoid(-/-), discharge(-/-)

Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-/-), epistaksis (-/-)

Mulut : Bibir tampak lembab, sianosis (-), pucat (-), perdarahan gusi (-), plak

putih (-), mukosa mulut tampak lembab, lidah bersih,

Leher : Pembesaran KGB dan pembesaran kelenjar tiroid (-), trakea letak

tengah, JVP 5-2 cm H2O, penggunaan otot bantu nafas (-)

Thoraks

Bentuk : Normal, pelebaran vena (-), luka ataupun scar (-)

Pulmo

Pulmo ant : I : Simetris saat statis dan dinamis, penggunaan otot bantu nafas (-),

sesak (-), sela iga tidak melebar (-), bentuk dada normo chest.

P : vocal dan taktil fremitus simetris d=s, nyeri tekan (-), massa (-)

P : sonor pada kedua lapangan paru

A : Rhonki - - Wheezing -/- - - + +

Pulmo post : I : Simetris saat statis dan dinamis,

P : vocal dan taktil fremitus simetris d=s, nyeri tekan (-), massa (-)

P : sonor pada kedua lapangan paru

A : Rhonki - - Wheezing -/- - -

+ +

Cor : I : Iktus cordis tidak terlihat

P : Iktus cordis teraba pada ICS 5 midclavicula line, kuat angkat

P : Batas jantung kanan ICS 4 parasternal (d)

Batas jantung kiri ICS 5 midclavicula (s)

Batas atas jantung : ICS 2 sternal (s)

Pinggang jantung : ICS 3 parasternal (s)

A : S1-S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : I : Perut tampak datar

A: Bising usus (+) 9x/menit

P : Timpani

P : supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (+) regio epigastrium

Ekstremitas: CRT < 2 detik

Superior InferiorEdema -/- -/-Sianosis -/- -/-Akral Hangat HangatTonus Normal NormalRefleks fisiologisBisep Trisep LututAchiles

+/++/+

+/++/+

Refleks patologisBabinskiChaddockOppenheimHoffman tromner -/-

-/--/--/-

Sensorik Normal Normal

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium tanggal : 19 September 2015

Laboratorium 19 September 20 Juli

Urin Lengkap:

Warna

Kejernihan

Berat Jenis

pH

Leukosit

Nitrit

Protein

Glukosa

Keton

Urobilinogen

Bilirubin

Sedimen :

RBC

WBC

CAST

BACT

kuning

keruh

1.005

6

-

-

-

-

-

-

-

23.8/uL

232.3/uL

31.68/uL

609.9/uL

Darah Rutin :

Hemoglobin

Jumlah eritrosit

Hematokrit

MCV

MCH

MCHC

RDW-CV

RDW-SD

Jumlah leukosit

Eosinofil

Basofil

Neutrofil

Limfosit

Monosit

Jumlah Eosinofil

Jumlah Basofil

12.1 g/dl

5.20 10^6/uL

37.9 %

72.9 fL

23.3 pg

31.9 g/L

14.3 %

37.1 fL

22.22 10^3/uL

0.2 %

0.1 %

87.6%

4,8%

7.3%

0.05 10^3/uL

0.02 10^3/uL

Jumlah Neutrofil

Jumlah Limfosit

Jumlah Monosit

Jumlah Trombosit

PDW

MPV

P-LCR

PCT

19.46 10^3/uL

1.06 10^3/uL

1.63 10^3/uL

161 10^3/uL

14.8 fL

10.4 fL

27.6 %

0.17%

Pemeriksaan sputum BTA (21 September 2015)

Sewaktu : negatif

Pagi : negatif

Sewaktu : negatif

Foto Thoraks (22 September 2015)

Kesimpulan : Pneumonia

2.5 DAFTAR MASALAH

- Clue and Cue

o Perempuan 17 tahun

o Demam

o Batuk lendir kekuningan

o Riwayat TB saat usia 10 tahun

o Batu tidak membaik dengan pemnberian obat batuk dari Puskesmas

o Batuk hingga sesak yang membaik dengan pemberian uap

o Nyeri ulu hati, mual, muntah

o Tanda-tanda vital : TD=120/70 mmHg, N = 90x/menit, S=36.80C,

RR=20x/menit, regular, thorakoabdominal

o Pemfis : rhonki pada bagian basal kedua paru

o Lab : Jumlah leukosit 22.22 10^3/uL, Neutrofil 87.6%, Limfosit

(4.8%), Jumlah Neutrofil (19.46 10^3/uL), Jumlah Monosit (1.63

10^3/uL)

o Foto thoraks : Pneumonia

o Sutum BTA : Negatif

- Problem list : febris + batuk kronik

- DD : Pneumonia + gastritis akut

- Planning therapy : IVFD RL 500cc 20 tpm

Inj. Cefotaxime 2x1 gram iv

Inj. Ranitidin 2x1 gr iv

GG 3x1 tab

Azitromisin 1x500 mg

- Rencana monitoring : Keluhan pasien, TTV

2.7 FOLLOW UP

Tgl Subjektif Objektif Assesment Planning treatment

20/09/15

Demam (+), batuk berlendir kekuningan (+), nyeri ulu hati (+), mual (+), muntah (+)

TD 110/80; N 84 x/menit; RR 20 x/menit; T 37,8o CMata: konjungtiva anemis-/- sklera ikterik-/-,pupil bulat isokor,refleks cahaya +/+ Pulmo : Rh - - wh -/- - - + +Cor : S1S2 tunggal regular m (-), g(-)Abd : datar, supel, BU (+), NT (+) regio

epigastriumEks : udem (-), akral hangat

Susp.pneumoniaGastritis akut

IVFD RL 500cc 20 tpmInj.Cefotaxime 2x1 gram ivInj.Ranitidin 2x1 gram iv

21/9/15 batuk (+), nyeri ulu hati (+), mual (+), muntah (+)

TD 120/80; N 76 x/menit; RR 20 x/menit; T 37,0o CPulmo : Rh - - wh -/- - - + +Abd : datar, supel, BU (+), NT (+) regio

epigastrium

Susp. PneumoniaGastritis akut

IVFD RL 500cc 20 tpmInj.Cefotaxime 2x1 gram ivInj.Ranitidin 2x1 gram ivGG 3x1 tab

22/9/15 batuk (+) berkurang, nyeri ulu hati (+) berkurang, mual (+), muntah (-)

TD 120/80; N 80 x/menit; RR 20 x/menit; T 36,8o CPulmo : Rh - - wh -/- - - + +Abd : datar, supel, BU (+), NT (+) regio

epigastrium

PneumoniaGastritis akut

IVFD RL 500cc 20 tpmInj.Cefotaxime 2x1 gram ivInj.Ranitidin 2x1 gram ivGG 3x1 tabAzitromisin 1x500 mg

23/9/15 batuk (+) sesekali, nyeri

TD 120/80; N 84 x/menit; Pneumonia IVFD RL 500cc 20 tpm

ulu hati (-) RR 20 x/menit; T 36,8o CPulmo : Rh - - wh -/- - - + +Abd : datar, supel, BU (+), NT (-)

Gastritis akut Inj.Cefotaxime 2x1 gram ivInj.Ranitidin 2x1 gram ivGG 3x1 tabAzitromisin 1x500 mg

batuk (+) sesekali, nyeri ulu hati (-)

TD 120/80; N 84 x/menit; RR 20 x/menit; T 36,8o CPulmo : Rh -/- wh -/-Abd : datar, supel, BU (+), NT (-)

PneumoniaGastritis akut

IVFD RL 500cc 20 tpmInj.Cefotaxime 2x1 gram ivInj.Ranitidin 2x1 gram ivGG 3x1 tabAzitromisin 1x500 mg

BAB III

PEMBAHASAN

Dari hasil anamesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, maka

pasien an. Nn YFM (17 tahun) dapat didiagnosa sebagai Pneumonia.

Diagnosa pneumonia dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari hasil anamnesis yang dilakukan

pada pasien ini dapat diketahui bahwa pasien mengeluhkan adanya demam dan batuk

berdahak sejak 1 minggu SMRS. Demam dirasakan terus menerus, disertai dengan

menggigil dan berkeringat. Batuk berdahak dengan dahak berwarna kekuningan.

Batuk paling sering pada saat menjelang pagi dan akan membaik dengan sendirinya.

Selain itu pasien juga mengalami sakit kepala, mual dan muntah tiap kali makan. Hal

ini sesuai dengan teori bahwa gambaran klinis pneumonia biasanya didahului oleh

infeksi saluran napas akut bagian atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan

demam, menggigil, suhu tubuh kadang-kadang melebihi 40º C, sakit tenggorokan,

nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau purulen,

kadang-kadang berdarah.

Pada pemeriksaan fisik dada, terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu

bernafas, pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi

terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronchial yang kadang-kadang

melemah, mungkin disertai ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar

pada stadium resolusi. Pada pasien ini didapatkan adanya bunyi rhonki basah halus di

bagian basal kedua paru.

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,

biasanya >10.000/ul, kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis

leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Pada pasien ini

ditemukan hasil pemeriksaan laboratorium dengan gambaran peningkatan leukosit,

neutrofil dan limfosit. Keluhan pasien dengan adanya batuk berlendir warna

kekuningan dapat memberikan gambaran adanya infeksi.

Pengobatan pneumonia terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif.

Pemberian antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data

mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu

penyakit yang berat dapat mengancam jiwa, bakteri patogen yang berhasil diisolasi

belum tentu sebagai penyebab pneumonia serta hasil pembiakan bakteri memerlukan

waktu, maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Pada

pasien ini diterapi dengan menggunakan IVFD RL 500 cc 20 tpm, inj. Cefotaxime

2x1 gram (IV), inj. Ranitidin 2x1 gr (IV), GG 3x1 tab dan Azitromisin 1x500 mg.

Hal ini sesuai dengan rekomendasi terapi empiris (ITS 2001) yaitu usia penderita <

65 tahun, penyakit penyerta (-), diberikan pengobatan lini pertama salah satunya

dengan azitromisin 1x500 mg.

BAB IV

KESIMPULAN

Pada pasien ditegakkan diagnosis pneumonia berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan keluhan

demam dan batuk berdahak warna kekuningan, pada pemeriksaan fisik didapatkan

adanya bunyi rhonki pada bagian basal kedua paru, pada pemeriksaan penunjang

didapatkan peningkatan leukosit, neutrofil dan limfosit serta pada foto thoraks

didapatkan gambaran pneumonia. Penatalaksaan pneumonia pada pasien ini dengan

menggunakan IVFD RL 500 cc 20 tpm, inj. Cefotaxime 2x1 gram (IV), inj. Ranitidin

2x1 gr (IV), GG 3x1 tab dan Azitromisin 1x500 mg.

DAFTAR PUSTAKA

1. Soedarsono. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR. Surabaya.2004.

2. Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD RSCM.2007.

3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riskesdas. 2013.

4. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6, Volume 2: Penerbit EGC. Jakarta. 2005.

5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan Pneumonia Komuniti.2003

6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial.2003

7. Barlett JG, Dowell SF, Mondell LA, File TM, Mushor DM, Fine MJ. Practice guidelines for management community-acquiredd pneumonia in adults. Clin infect Dis 2000; 31: 347-82

8. Mandell LA, IDSA/ATS consensus guidelines on the management of community-acquired pneumonia in adults, CID 2007;44:S27