Lapsus Mata 1

71
BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA LAPORAN KASUS FAKULTAS KEDOKTERAN MEI 2016 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR KELAIANAN REFRAKSI SIMPLE MIOP-ASTIGMAT OLEH : NUR INDAH PRATIWI S.Ked 105 42 0169 10 PEMBIMBING : dr. Rahasia Taufik, Sp. M(K) 1

description

m, m,

Transcript of Lapsus Mata 1

Page 1: Lapsus Mata 1

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA LAPORAN KASUSFAKULTAS KEDOKTERAN MEI 2016UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

KELAIANAN REFRAKSISIMPLE MIOP-ASTIGMAT

OLEH :NUR INDAH PRATIWI S.Ked

105 42 0169 10

PEMBIMBING :

dr. Rahasia Taufik, Sp. M(K)

TUGAS KEPANITERAAN KLINIKBAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2016

1

Page 2: Lapsus Mata 1

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas

segala Rahmat, Berkat dan Karunia-Nya. Shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad

SAW beserta sahabat dan keluarganya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus

ini dengan judul “Kelainan Refraksi (simple miop-astigmat) ” sebagai salah satu syarat dalam

menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Mata.

Selama persiapan dan penyusunan referat ini rampung, penulis mengalami kesulitan

dalam mencari referensi. Namun berkat bantuan, saran, dan kritik dari berbagai pihak akhirnya

Refarat ini dapat terselesaikan.

Secara Khusus penulis sampaikan rasa hormat dan terimakasih yang mendalam kepada

dr. Rahasia Taufik, Sp. M(K). selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dengan

tekun dan sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan koreksi selama penyusunan tugas

ini hingga selesai.

Semoga amal dan budi baik dari semua pihak mendapatkan pahala dan rahmat yang

melimpah dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan refarat ini terdapat

banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan

kritik dan saran untuk menyempurnakan penulisan yang serupa dimasa yang akan datang. Saya

berharap sekiranya laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin

Makassar, Mei 2016

Hormat Kami

Penulis

2

Page 3: Lapsus Mata 1

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman sampul ……………………………..................................................................... i

Kata pengantar …………………………………………………..………………………… ii

Daftar isi ……………………………………………………………………………………iii

Lembar Pengesahan ……………………………………………………………………….. iv

LAPSUS

LAPORAN KASUS ……..……………………………………………………………….. 1

TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................ 8

A. PENDAHULUAN ...................................................................................... 8

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA ...................................................... 9

C. DEFINISI KELAINAN REFRAKSI ......................................................... 17

D. KLASIFIKASI KELAINAN REFRAKSI ................................................. 18

E. PATOFISIOLOGI KELAINAN REFRAKSI ............................................ 27

F. ETIOLOGI KELAINAN REFRAKSI ....................................................... 30

G. GEJALA KLINIS ....................................................................................... 34

H. PENATALAKSANAAN ........................................................................... 37

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 44

3

Page 4: Lapsus Mata 1

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Nur Indah Pratiwi

Judul Laporan Kasus : Kelainan Refraksi (simple miop-astigmat)

Telah menyelesaikan tugas tersebut dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu

Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Mei 2016

Pembimbing,

(dr. Rahasia Taufik, Sp. M(K))

4

Page 5: Lapsus Mata 1

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Muh. Sofyan

Umur : 27 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Majene

Agama : Islam

Pekerjaan : Wiraswasta

Tanggal masuk RS : 11 Mei 2016

B. ANAMNESIS

Tipe Anamnesis : Autoanamnesis

Keluhan Utama : Pengelihatan kabur dan berbayang

Anamnesis :

Pasien datang ke poli klinik mata dengan keluhan pengelihatan kabur saat

melihat jauh sejak ± 6 bulan yang lalu. Pasien mengeluh sering melihat benda atau objek

menjadi berbayang (double) dan tidak jelas. Pasien juga mengeluh sulit memfokuskan

pandangannya ke suatu objek. Dan selalu merasa pusing.

Pasien bekerja di sebuah perusahaan yang di mana pasien bekerja selama 9 jam

di depan komputer. Saat di depan komputer atau saat membaca pasien merasa normal

seperti biasa, namum ketika tiba-tiba pasien melihat objek jauh, pengelihatan pasien

menjadi kabur dan berbayang.

5

Page 6: Lapsus Mata 1

Pasien baru mengalami hal ini pertama kali. Dan di keluarga pasien tidak ada

yang menderita hal yang sama dengan pasien. Riwayat penyakit lain tidak ada.

C. STATUS PRESENT

Sakit sedang/ Composmentis

Berat Badan : tidak diukur

Tinggi badan : tidak diukur

IMT : tidak diukur

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 68x/i

Pernapasan : 20x/i

Suhu badan : 36,1ºC

D. STATUS GENERAL

Kepala : bentuk bulat, simetris, Rambut ikal warna hitam

Mata : lihat status oftalmologis

Leher : tidak ada pembesaran kelenjer getah bening, nyeri tekan (-)

Thoraks :

Pulmo : simetris kiri dan kanan, Rh -/-, Wh -/-

Jantung : dalam batas normal

Abdomen : dalam batas normal

Ekstremitas : dalam batas normal

6

Page 7: Lapsus Mata 1

E. STATUS LOKALISASI OFTALMOLOGIS

OD OS

20/30 Visus 20/30

Sentral Kedudukan Sentral

Ke Segala Arah

Pergerakan

Bola Mata Ke Segala Arah

Lunak perpalpasi TIO Lunak perpalpasi

Bentuk normal, edema (-) Palpebra Bentuk normal, edema (-)

Normal, tumbuh teratur Cilia Normal, tumbuh teratur

Hiperemi (-) Konjungtiva Hiperemi (-)

Jernih Kornea Jernih

Hiperemi (-) Sklera Hiperemi (-)

Normal COA Normal

Reguler Iris Reguler

7

Page 8: Lapsus Mata 1

Sentral, regular, 3 mm,

reflek cahaya (+)Pupil

Sentral, regular, 3 mm,

reflek cahaya (+)

Jernih Lensa Jerih

Pengukuran dengan alat refraktometri:

VOD: S - / C - 1.00 X 18º

VOS: S - / C – 1,00 X 170º

F. RESUME

Pasien datang ke poli klinik mata dengan keluhan pengelihatan kabur saat

melihat jauh sejak ± 6 bulan yang lalu. Pasien mengeluh sering melihat benda atau objek

menjadi berbayang (double) dan tidak jelas. Pasien juga mengeluh sulit memfokuskan

pandangannya ke suatu objek. Dan selalu merasa pusing.

Pasien bekerja di sebuah perusahaan yang di mana pasien bekerja selama 9 jam

di depan komputer. Saat di depan komputer atau saat membaca pasien merasa normal

seperti biasa, namum ketika tiba-tiba pasien melihat objek jauh, pengelihatan pasien

menjadi kabur dan berbayang.

Pasien baru mengalami hal ini pertama kali. Dan di keluarga pasien tidak ada

yang menderita hal yang sama dengan pasien. Riwayat penyakit lain tidak ada.Dari hasil

pemeriksaan visus didapatkan:

VOD: 20/30 VOD: 20/20

VOS: 20/30 Ph: VOS: 20/20

Pengukuran dengan alat refraktometri:

8

Page 9: Lapsus Mata 1

VOD: S - / C - 1.00 X 18º

VOS: S - / C - 1,00 X 170º

G. DIAGNOSA KLINIS

Simple Miop-Astigmat

H. PENATALAKSANAAN

Dilakukan koreksi menggunakan lensa silindris negatif dimulai dari yang paling

rendah yaitu 0,25 kamudian dinaikkan bertahap sampai penglihatan pasien menjadi jelas

dan terfokus. Sampai di batas penglihatan jelas, yang diambil adalah lensa terendahnya.

Pada pasien ini diberikan kacamata dengan:

OD: S - / C - 0,50 X 10º

OS: S - / C – 0,50 X 170º

Dan diberikan obat untuk mengatasi mata kering dampak dari pekerjaan pasien

dan juga vitamin mata:

R/ Cendo protagenta. ed. mds

ʃ 4 dd 1 gtt ODS

R/ TGF cendo. tab. No. X

ʃ 1 dd 2

I. DISKUSI

Pada pasien tersebut terdapat keluhan pengelihatan kabur saat melihat jauh sejak

± 6 bulan yang lalu. Sehingga kita bisa mengambil kesimpulan bahwa pasien menderita

9

Page 10: Lapsus Mata 1

rabun jauh. Selain itu, pasien mengeluh sering melihat benda atau objek menjadi

berbayang (double) dan tidak jelas. Pasien juga mengeluh sulit memfokuskan

pandangannya ke suatu objek. Dan selalu merasa pusing. Dari hal-hal yang dikeluhkan

tersebut maka dapat dicurigai pasien selain mengalami rabun jauh, juga mengalami

astigmatisma yang membuat objek terlihat tidak jelas dan berbayang (double). Sejalan

dengan hasil pemeriksaan visus yaitu:

VOD: 20/30 VOD: 20/20

VOS: 20/30 Ph: VOS: 20/20

Sehingga dapat dilihat bahwa pada pasien ini terdapat kelainan refraksi yang

dimana kelainan refraksinya berupa gangguan melihat jauh (miopia). Kemudian dari

hasil pemeriksaan pengukuran dengan alat refraktometri:

VOD: S - / C - 1.00 X 18º

VOS: S - / C - 1,00 X 170º

Dari hasil pemeriksaan menggunakan alat refraktometri. Tidak didapatkan

kelainan pada sferisnya. Namun pada cylinder didapatkan kelainan berupa miop-

astigmat pada kedua mata.

Sejalan dengan riwayat kebiasaan dan keluhan pasien yang dimana pasien

bekerja di sebuah perusahaan yang di mana pasien bekerja selama 9 jam di depan

komputer. Sehingga menyebabkan mata pasien bekerja lebih keras dan menjadi cepat

lelah. Dalam kasus ini, hal inilah yang bisa menjadi penyebab terjadinya kelainan

refraksi pada pasien.

Dan juga, saat di depan komputer atau saat membaca pasien merasa normal

seperti biasa, namum ketika tiba-tiba pasien melihat objek jauh, pengelihatan pasien

10

Page 11: Lapsus Mata 1

menjadi kabur dan berbayang. Hal ini juga yang mendasari dsn mendukung diagnosis

pasien sebagai simple miop-astigmat.

Setelah hasil diagnosis diketahui. Maka dilakukan koreksi pada kadua mata

pasien untuk mendapatkan visus normal 20/20 sesuai dengan tatalaksana dari diagnosis

simple miop-astigmat itu sendiri.

11

Page 12: Lapsus Mata 1

TINJAUAN PUSTAKA

KELAINAN REFRAKSI

(Simple Miop-Astigmat)

A. PENDAHULUAN

Gangguan penglihatan adalah salah satu keluhan utama yang menyebabkan

seorang pasien datang ke dokter mata. Gangguan penglihatan tersebut sebagian sangat

erat kaitannya dengan refraksi. Mata dapat dianggap sebagai kamera, yang terdiri dari

media refrakta dengan retina sebagai filmnya. Media refrakta pada mata dari depan ke

belakang terdiri atas kornea, humor aqueos, lensa dan vitreus. Semua media refrakta ini

bersifat jernih, memiliki permukaannya sendiri, kurvatura dan indeks bias berlainan,

serta melekat satu sama lain sehingga merupakan satu kesatuan yang jumlah kekuatan

refraksi totalnya merupakan jumlah masing-masing komponennya.

Sifat bayangan yang terbentuk di retina bersifat nyata, terbalik, diperkecil, hitam

dan dua dimensi. Tetapi setelah impuls dibawa oleh nervus optikus, bayangan yang

dipersepsi di pusat penglihatan di otak tetap tegak, ukurannya sama, berwarna dan tiga

dimensi.

Pada orang normal sususnan pembiasan dimulai oleh media refrakta dan

panjangnya bola mata. Yang demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah

melalui media refrakta dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut

sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepa di retinanya pada

keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.

12

Page 13: Lapsus Mata 1

Dikenal bebrapa titik dalam bidang refraksi, seperti Punktum Proksimum

merupakan titik terdekat dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas. Punktum

Rometum adalah titik terjauh dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas, titik

ini merupakan titik dalam ruang yang berhubungan dengan retina dan fovea bila mata

istirahat.

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA

Anatomi dan fisiologi media refraksi pada mata1,2:

Gambar 1. Anatomi mata

1. Kornea

Kornea merupakan dinding depan bola mata, berupa jaringan transparan

dan avaskuler, dengan bentuk seperti kaca arloji. Bentuk kornea agak elips

dengan diameter horizontal 12,6 mm dan diameter vertikal 11,7 mm. Jari-jari

kelengkungan depan 7,84 mm dan jaro-jair kelengkungan belakang 7 mm.

sepertiga radius tengah disebut zona optik dan lebih cembung., sedangkan

tepiannya lebih datar. Tebal kornea bagian pusat 0,6 mm dan tebal bagian tepi 1

13

Page 14: Lapsus Mata 1

mm. kornea melanjutkan diri sebagai sklera ke arah belakang, dan perbatasan

antara kornea dan sklera ini disebut limbus1.

Kornea merupakan suatu lensa cembung dengan kekuatan refraksi (bias)

sebesar +43 dioptri. Kalau kornea mengalami sembab karena satu dan lain hal,

maka kornea berubah sifat menjadi seperti prisma yang dapat menguraikan

cahaya sehingga penderita akan melihat halo1.

Berbeda dengan sklera yang berwarna putih, kornea ini jernih. Faktor-

faktor yang mempengaruhi kejernihan kornea adalah: letak epitel kornea yang

tertata sangat rapi, letak serabut kolagen yang tertata rapi dan padat, kadar airnya

yang konstan, dan tidak adanya pembuluh darah1. Kornea terdiri dari lima

lapisan antara lain2:

a. Epitel

Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang

saling tumpang tindih. Satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel

gepeng.

Pada sel basal sering terlihat motosis sel, dan sel muda ini terdorong ke

depan menjadi lapis sel sayap dan emakin maju ke depan menjadi sel

gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel

poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden. Ikatan

ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan

barrier.

Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya.

Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.

14

Page 15: Lapsus Mata 1

Epitel berasal dari ektoderm permukaan.

b. Membran Bowman

Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan

kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari

bagian depan stroma.

Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.

c. Stroma

Terdiri atas lamel yang merupakan susuna kolagen yang sejajar satu

dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang

dibagian perifer serat kolagen ini bercabang. Terbentuknya kembali

serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15

bulan. Keratosit merupakan sel stroma yame merupakan fibroblas

terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk

bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau

sesudah trauma.

d. Membran Descement

Merupakan membran aseluler dan merupakan batas belakang stroma

kornea dihasilkan sen endotel dan merupakan membran basalnya.

Bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai

tebal 40 μm.

e. Endotel

15

Page 16: Lapsus Mata 1

Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40

μm. Endotel melekat pada membran descement melalui hemidesmosom

dan zonula okluden.

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari sraf

siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid,

masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran bowman melepaskan

selubung schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis

terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus krause untuk sensasi dingin ditemukan

didaerah limbus. Daya regenarasi saraf sesudah dipotong didaerah limbus terjadi

dalam waktu 3 bulan2.

2. Humor Aquous

Cairan aquous diproduksi oleh badan silier, yaitu pada prosesus siliaris

yang berjumlah 70 hingga 80 buah. Humor aquous berjalan dari kamera okuli

posterior (KOP) ke kamera okuli anterior (KOA), kemudian melewati

trabekulum untuk selanjutnya menuju kanal Schlemm, kemudian ke kanal

kolektor, akhirnya ke sistem vena episklera untuk kembali ke jantung. Dengan

demikian harus terdapat keseimbangan antara produksi cairan aquous dan

pembuangannya agar tekanan bola mata normal1.

Cairan aquous sanga menentukan tekanan bola mata (tekanan

intraokuler, TIO). Tekanan intraokuler normal adalah 10-20 mmHg, dan TIO ini

meningkat pada peningkatan produksi, penurunan drainase, maupun gabungan

keduanya. Kenaikan TIO secara umum disebut sebagai glaukoma. TIO yang naik

secara mendadak, maka air dalam KOA akan banyak masuk ke dalam kornea

16

Page 17: Lapsus Mata 1

sehingga terjadi edema kornea. Kornea yang edema ini kecuali bersifat sebagai

lensa positif juga akan bertindak sebagai prisma sehingga dapat menguraikan

sinar putih menjadi berbagai warna tunggal. Keadaan demikian oleh penderita

dirasakan sebagai melihat pelang (halo) yang mengelilingi lampu atau sumber

cahaya lainnya1.

3. Lensa

Pembentukan lensa manusia dimulai pada masa sangat awal

embryogenesis, kurang lebih pada umur kehamilan 25 hari. Awalnya terbentuk

suatu vesikel optik dari otak deoan atau diensefalon yang kemudian membesar

dan merapat ke ektoderm permukaan, yaitu sel-sel kuboid selapis. Pada umur 27

hari kehamilan, sel-sel koboid tersebut menebal dan berubah menjadi sel-sel

kolumnar yang disebut lens plate. Setelah itu, pada umur 29 hari kehamilan,

terbentuk fovea lentis (lens pit), cekungan kecil disebelah inferior center lens

plate. Fovea lentis ini semakin cekung karena adanya proses multiplikasi sel.

Semakin cekung fovea lentis, akhirnya sel-sel yang menghubungkan fovea lentis

dengan ektoderm permukaan semakin menegang dan menghilang, dan pada

umur 33 hari kehamilan terbentuk selapis sel-sel kuboid dibatasi oleh membran

basement sebagai kapsula lensa disebut lens vesicle. Pada umur kehamilan 35

hari, sel-sel posterior vesikel lensa memanjang, menjadi lebih kolumner yang

selanjutnya disebut serabut primer lensa, dan mendesak lumen vesikel hingga

seluruhnya terdesak pada umur 40 hari. Kemudian nukleus dari serabut primer

lensa akan bergeser dari posterior ke anterior, dan akhirnya menghilang. Pada

17

Page 18: Lapsus Mata 1

proses ini, sel-sel anterior vesikel lensa tidak mengalami perubahan. Sel-sel

kuboid selapis ini dikenal sebagai epitel lensa1.

Kurang lebih pada umur 7 minggu kehamilan, terbentuk serabut lensa

sekunder dari epitel lensa di daerah ekuator yang mengalami multiplikasi dan

memanjang secara cepat. Bagian anterior berkembang ke arah kutub anterior

lensa, dan bagian posterior juga mengalami perkembangan ke arah posterior

kutub lensa, namun masih di dalam kapsula lensa. Pada proses ini, serabut baru

terus menerus terbentuk selapis demi selapis. Serabut lensa sekunder yang

terbentuk antara umur kehamilan 2 minggu hingga 8 bulan membentuk nukleus

fetalis1.

Sejalan dengan pembentukan lensa, tunika vaskulosa lentis, suatu

bangunan yang berfungsi memberi nutrisi, terbentuk mengelilingi lensa. Pada

umur kehamilan 1 bulan, arteri hyaloid membentuk cabang-cabang kecil yang

kemudian menjadi jejaring anastomosis melingkupi bagian posterior lensa.

Kapsul vaskuler posterior ini kemudian bercabang menjadi kapiler-kapiler kecil

yang tumbuh ke arah kutub lensa dan beranastomosis dengan vena-vena koroid

membentuk kapsulopupiler tunika vaskulosa lentis. Cabang dari arteri-arteri

siliaris beranastomosis dengan cabang-cabang kapsulopupiler membentuk kapsul

vaskuler anterior, kadang-kadang disebut membran pupiler, yang melingkupi

bagian anterior lensa. Kapsul vaskuler anterior sepenuhnya terbentuk pada umur

9 minggu kehamilan dan menghilang sesaat sebelum bayi lahir1.

Lensa merupakan bagian bikonveks, tersusun oleh epitel yang mengalami

diferensiasi yang tinggi. Lensa terdiri dari 3 bagian yaitu1:

18

Page 19: Lapsus Mata 1

a) Kapsul, yang bersifat elastis

b) Epitel, yang merupakan asal serabut lensa

c) Substansi lensa yang lentur dan pada orang muda dapat berubah,

tergantung tegangan kapsul lensa

Diameter bagian ekuator lensa mata adalah 9 mm. permukaan posterior

memiliki radius kurvatura lebih besar daripada permukaan anterior. Secara klinis

lensa terdiri dari kapsul, korteks, nukleus embryonal, dan nukleus dewasa. Lensa

tergantung di badan silier oleh ligamentum suspensorium lentis (zonula Zinnii)1.

Lensa berfungsi sebagai media refrakta (alat dioptri). Lensa mata normal

memiliki indeks refraksi sebesar 1,4 di bagian sentral dan 1,36 di bagian tepi.

Kekeuatan bias lensa kira-kira +20 D. namun bila lensa ini diambil (misalnya

pada ekstraksi katarak) kemudian diberi kacamata, maka penggantian kacamata

ini tidak sebesar +20 D, tetapi hanya +10 D, karena adanya perubahan letak atau

jarak lensa ke retina. Pada anak dan orang muda lensa bisa berubah kekuatan

dioptrinya saat melihat dekat agar mampu menempatkan bayangan tepat pada

retina. Makin tua seseorang maka makin berkurang kekuatan penambahan

dioptrinya dan kekuatan penambahan dioptri ini akan hilang setelah 60 tahun.

Kemampuan lensa untuk menambah kekuatan refraksinya (kekuatan positifnya)

disebut dengan daya akomodasi1.

Lensa terus menerus mengalami perkembangan sejak individu dilahirkan.

Panjang lensa manusia pada saat lahir kira-kira 6,4 mm antar ekuator, 3,5 mm

anteroposterior, dan memiliki berat kurang lebih 90 mg. saat dewasa, bentuk

lensa berubah menjadi lebih kurva, ketebalan korteks lensa bertambah, dan

19

Page 20: Lapsus Mata 1

ukuran lensa berubah menjadi 9 mm antar ekuator, 5 mm anteroposterior, dan

berat 255 mg. Oleh karena itu, kekuatan refraksi lensa juga semakin bertambah

seiring dengan bertambahnya usia, namun indeks refraksi justru menurun yang

mungkin disebabkan oleh munculnya partikel protein yang tak terlarut1.

Lensa mengandung 65% air dan 35% protein (jaringan tubuh dengan

kadar protein paling tinggi), serta sejumlah kecil mineral terutama kalium.

Komposisi tersebut hampir tidak berubah dengan pertambahan usia. Aspek yang

mungkin memegang peranan terpenting dalam fisiologi lensa adalah mekanisme

kontrol keseimbangan cairan dan elektrolit, yang juga sangat penting terhadap

kejernihan lensa. Gangguan dalam hidrasi seluler dapat dengan cepat

menimbulkan kekeruhan pada lensa karena kejernihan lensa sangat tergantung

pada komponen struktural dan makromolekul1.

4. Vitreus (badan kaca)

Badan kaca merupakan bagian yang terbesar dari isi bola mata yaitu

sebesar 4/5 dari isi bola mata. Badan kaca merupakan massa gelatin dengan

volume 4,3 cc. badan kaca bersifat transparan , tidak berwarna, dengan

konsistensi seperti gelatin (agar-agar) dan avaskuler. Badan kaca terdiri dari 99%

air dan 1% kombinasi kolagen dan asam hialuronat. Serabut kolagennya dapat

mengikat air hingga sebanyak 200 kali beratnya, sedangkan asam lialuronatnya

dapat mengikat air hingga 60 kali beratnya sendiri1.

Badan kaca dikelilingi oleh membran hyaloid. Membran hyaloidea

melekat pada kapsul posterior lensa, zonula, pars plana, retina, dan papil nervus

II. Badan kaca berfungsi memberi bentuk bola mata dan merupakan salah satu

20

Page 21: Lapsus Mata 1

media refrakta. Pada bagian tengah badan kaca terdapat kanal hyaloid Cloquet

yang berjalan dari depan papil N II menuju tepi belakang lensa. Ukuran kanal ini

adalah 1-2 mm. badan kaca berhubungan dengan retina dan hanya terdapat

perlekatan yang lemah. Namun demikian badan kaca ini mempunyai perkelatan

erat dengan diskus optikus dan ora serrata. Basis vitreus adalah suatu area pada

vitreus (3-4 mm) yang melekat pada retina tepat di belakang ora serrata1.

C. DEFINISI

Kelainan refraksi merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga

pembiasan sinar tidak difokuskan pada retina (bintik kuning). Untuk memasukkan sinar

atau bayangan benda ke mata diperlukan suatu sistem optik. Diketahui bahwa bola mata

mempunyai panjang kira-kira 2,0 cm. untuk memfokuskan sinar ke retina diperlukan

kekuatan 50,0 dioptri. Lensa berkekuatan 50,0 dioptri mempunyai titik api pada titik 2,0

cm3.

Pada mata yang tidak memerlukan alat bantu penglihatan (mata normal) terdapat

dua sistem yang membiaskan sinar yang menghasilkan kekuatan 50,0 dioptri. Kornea

mata mempunyai kekuatan 80% atau 40 dioptri dan lensa mata berkekuatan 20% atau 10

dioptri3.

Kelainan refraksi sendiri adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk

pada retina. Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada mata

sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Pada mata normal, kornea dan lensa

membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina. Pada kelainan

refraksi, sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, akan tetapi dapat di depan atau di

21

Page 22: Lapsus Mata 1

belakang retina dan mungkin tidak terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan refraksi

dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia dan astigmat3.

Gambar 2. Gambar mata normal/ tanpa kelainan refraksi

D. KLASIFIKASI

1. Emetropia

Emetropia (mata normal) berasal dari bahasa Yunani, emetros, yang berarti

ukuran normal atau pembiasan sinar dalam mata dalam keseimbangan wajar. Dan

opsis, yang berarti pengelihatan. Maka emetropia merupakan mata tanpa adanya

kelainan refraksi pembiasan sinar mata dan berfungsi normal2,3.

Pada mata ini daya bias mata adalah normal, dimana sinar jatuh difokuskan

sempurna di daerah makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Mata emetropia akan

mempunyai penglihatan normal atau 6/6 atau 100%. Bila media refraksi keruh maka

sinar tidak dapat diteruskan ke makula lutea. Pada keadaan penglihatan keruh maka

penglihatan tidak akan 100% atau 6/62.

2. Ametropia

Amatropia (mata dengan kelainan refraksi) berasal dari bahasa Yunani,

ametros,yang berarti tidak seimbang/ sebanding, dan opsis, adalah penglihatan. Jadi

ametropia adalah suatu keadaan mata dengan kelainan refraksi dimana mata yang

22

Page 23: Lapsus Mata 1

dalam tanpa akomodasi atau istirahat memberikan bayangan sinar sejajar pada fokus

yang tidak terletak pada retina3.

Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan

dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya

pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan

membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda

yang dekat. Panjang bola mata seseorang dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan

pembiasan sina roleh kornea (medatar, mencembung) atau adanya perubahan

panjang bola mata maka sinar normal tidak dapat terfokus pada makula. Keadaan

inilah yang disebut kelainan refraksi2.

a) Miopia

Miopia merupakan kelainan refraksi mata dimana sinar sejajar yang datang

dari jarak tak terhingga difokuskan di depan retina oleh mata dalam keadaan

tanpa akomodasi, sehingga pada retina didapatkan lingkaran difus dan bayangan

kabur. Cahaya yang datang dari jarak yang lebih dekat, mungkin difokuskan

tepat di retina, tanpa akomodasi. Menurut sebabnya, miopia dibedakan menjadi

kelompok berikut1,4:

i. Miopia aksialis

Disebabkan oleh karena jarak anterior-posterior terlalu panjang. Hal

ini dapat terjadi kongenital pada makroftalmus. Miopia aksial dapatan bisa

terjadi bila anak membaca terlalu dekat, sehingga ia harus berkonvergensi

berlebihan. Muskulus rektus medial berkontraksi berlebihan sehingga bola

mata terjepit oleh otot-otot ekstraokular. Ini menyebabkan polus posterior

23

Page 24: Lapsus Mata 1

mata, tempat yang paling lemah dari bola mata, memanjang. Wajah yang

lebar juga menyebabkan konvergensi berlebihan bila hendak melakukan

pekerjaan dekat sehingga menimbulkan hal yang sama seperti yang di atas.

Bendungan, peradangan, atau kelemahan dari lapisan yang mengelilingi

bola mata, disertai dengan tekanan yang tinggi karena penuhnya vena dari

kepala dapat pula menyebabkan tekanan pada bola mata sehingga polus

posterior mata menjadi memanjang1.

Miopia dalam bentuk ini dijumpai pada proptosis sebagai hasil dari

tidak normalnya besar segmen anterior, peripapillary myopic crescent dan

exaggerated cincin skleral, serta stafiloma posterior4.

ii. Miopia kurvatura

Terjadi bilamana ada kelainan kornea, baik kongenital (keratokonus,

keratoglobus) maupun akuisita (keratektasia) dan lensa, misalnya lensa

terlepas dari zonula Zinnii (pada luksasi lensa atau subluksasi lensa,

sehingga oleh karena kekenyalannya sendiri lensa menjadi lebih cembung)

bisa menyebabkan miopia kurvatura. Pada katarak imatur lensa menjadi

cembung akibat masuknya humor aquous. Juga pada hiperglikemia sedsng

maupun berat yang menyebabkan lensa membesar1,4.

iii. Miopia karena peningkatan indeks bias

Peningkatan indeks refraksi dari lensa berhubungan dengan

permulaan dini atau moderate dari katarak nuklear sklerotik. Merupakan

penyebab umum terjadinya miopia pada usia tua. Perubahan kekerasan

lensa meningkatkan indeks refraksi, dengan demikian membuat mata

24

Page 25: Lapsus Mata 1

menjadi miopia. Dapat pula terjadi pada penderita diabetes mellitus yang

tidak ditanganni, kadar gula dalam humor aquous meningkat menyebabkan

daya biasnya meningkat pula1,4.

iv. Miopia karena pergerakan lensa ke anterior

Muncul bila posisi lensa yang terlalu ke depan menyebabkan fokus

lebih maju. Sering terlihat setelah operasi glaukoma dan akan

meningkatkan miopia pada mata1,4.

Gambar 3. Gambar mata miopia

b) Hipermetropia

Merupakan kelainan refraksi dimana sinar-sinar yang berjalan sejajar

dengan sumbu mata tanpa akomodasi dibiaskan dibelakang retina dan sinar

divergen yang datang dari benda-benda pada jarak dekat difokuskan (secara

imajiner) lebih jauh di belakang retina. Oleh karena itu bayangan yang dihasilkan

kabur1,4.

Pada hipermetropia, untuk dapat melihat benda yang terletak pada jarak ak

terhingga (>6 m) dengan baik, penderita harus berakomodasi supaya bayangan

dari benda tersebut yang difokuskan di belakang retina dapat dipindahkan tepat

di retina. Untuk melihat benda yang lebih dekat dengan jelas, akomodasi lebih

25

Page 26: Lapsus Mata 1

banyak dibutuhkan karena bayangannya terletak lebih jauh lagi di belakang

retina. Akibatnya mata jadi cepat lelah (astenopia)1.

Akibat akomodasi terus menerus, timbul hipertrofi otot siliar yang disertai

dengan terdorongnya iris ke depan, sehingga KOA menjadi dangkal. Trias

melihat dekat terdiri atas akomodasi, miosis, dan konvergensi. Maka pada orang

hipermetropia , karena selalu berakomodasi, pupilnya menjadi miosis. Fundus

okuli akibat akomodasi ini menjadi hiperemis, juga terdapat hyperemia dari papil

N.II, seolah-olah meradang yang disebut pseudopapilitis atau pseudineuritis1.

Glaukoma merupakan salah satu komplikasi hipermetropia. Sudut COA

yang dangkal pada hipermetropia merupakan predisposisi anatomis untuk

glaukoma sudut sempit. Bila disertai dengan adanya faktor pencetus seperti

membaca terlalu lama, dan penetesan midriatika, serangan glaukoma akut dapat

terjadi. Hipermetropia juga dapat menyebabkan timbulnya strabismus

konvergens akibat akomodasi yang terus menerus disertai dengan konvergensi

yang terus menerus pula. Pada anak kecil hipermetropia yang besar dan

dibiarkan, juga dapat menyebabkan strabismus konvergens1. Ada 3 macam

hipermetropia berdasarkan penyebab, yaitu:

i. Hipermetropia aksial

Disebabkan karena aksis mata yang terlalu pendek (diameter antero-

posterior), meskipun media refraksi normal. Dan ini merupakan penyebab

utama hipermetropia. Contoh penyebab kongenital adalah mikroftalmus.

Pada hipermetropia dapatan jarak lensa ke retina pendek seperti pada

retinitis sentralis (ada edema makula) dan ablasio retina1,4.

26

Page 27: Lapsus Mata 1

ii. Hipermetropia kurvatura

Memilika aksis normal, tetapi daya biasnya berkurang. Sebabnya

terletak pada lengkung kornea yang kurang dari normal, aplanatio corneae

(korpus plana), dan lensa tidak secembung semula karena sklerotik (>40

th), atau tidak mempunyai lensa/ afakia. Sekitar setiap 1 mm penurunan

dari radius kelengkungan tersebut menghasilkan hipermetropia 6 D1,4.

iii. Hipermetropia indeks refraksi

Terjadi penuruna indeks bias akibat penuruna dari densitas beberapa

atau seluruh bagian dari system optik mata, juga penurunan daya refraksi

mata. Biasanya timbul pada usia tua dan penderita diabetes mellitus.

Dengan pengibatan yang berlebihan sehingga homur aquous mengandung

kadar gula yang rendah menyebabkan daya biasnya berkurang1,4.

Gambar 4. Gambar mata hipermetropia

c) Astigmat

Astigmat merupakan kelainan refraksi mata, yang ditandai dengan berbagai

derajat refraksi pada berbagai meridian, sehingga sinar sejajar yang datang pada

mata itu akan difokuskan pada macam-macam fokus pula. Hal ini terjadi karena

kelainan kelengkungan permukaan kornea (kornea, permukaaan anterior atau

posterior dari lensa mata). Akibatnya pantulan cahaya dari suatu sumber atau

27

Page 28: Lapsus Mata 1

titik cahaya tidak terfokus pada satu titik di retina. Karena adanya variasi dari

lengkungan kornea atau lensa pada meridian yang berbeda-beda ini sehingga

mencegah berkas sinar itu memfokuskan diri ke satu titik1,2,4. Jenis-jenis

astigmat:

i. Astigmat reguler

Pada astigmat reguler, setiap meridian mata mempunyai titik fokus

tersendiri yang letaknya teratur. Meskipun memiliki daya biar tersendiri,

tetapi perbedaannya teratur. Secara teori, ada dua meridian utama yaitu

meridian dengan kekuatan refraksi tertinggi dan terendah. Pada setiap titik

pada permukaan yang lengkung, arah dari kelengkungan yang terbesar dan

yang terkecil selalu terpisah 90 derajat. Tetapi arah ini bisa berubah saat

melewati satu titik ke titik yang lain. Bila meridian utama dari astigmat

mempunyai orientasi yang konstan pada setiap titik yang melewati pupil

dan apabila ukuran astigmat ini sama pada setiap titik. Kondisi refraksi

inilah sehingga disebut astigmat reguler. Dimana ini bisa dikoreksi dengan

kacamata lensa silindris1,4.

Berdasarkan aksis dan sudut antara 2 meriduan utama, astigmatisma

reguler dibagu atas:

Horizonto-vertikal astigmatisma

Pada bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang

bulat atau sferis yang di dalam perkembangannya terjadi

keadaan yang disebut sebagai astigmatisma with the rule

yang dimana kelengkungan kornea (meridian) vertikal lebih

28

Page 29: Lapsus Mata 1

kuat atau jari-jarinya lebih pendek dibanding jari-jari

kelengkungan kornea (meridian) horizontalnya. Dikoreksi

dengan lensa silindris positif dengan aksis 90º±20º atau lensa

silindris negatif dengan aksis 180º±20º 2,4.

Pada usia pertengahankornea menjadi lebih sferis kembali

sehingga astigmat menjadi astigmatisma agains the rule yang

dimana meridian horizontalnya lebih curam daripada meridian

vertikal. Koreksi dengan lensa silindris positif dengan aksis

180 º±20 º atau lensa silindris negatif dengan aksis 90º±20º 2,4.

Astigmatisma oblique

Suatu bentuk reguler astigmatisma dimana garis meridian

utamanya tidak tegak lurus tapi miring dengan aksis 45º dan 135º

4.

Bergantung pada posisi dari 2 garis fokus yang berhubungan dengan

retina, astigmatisma diklasifikasikan menjadi 3 tipe4:

Simple astigmatisma

Berkas cahaya pada satu meridian terfokus tepat di retina, dan

cahaya pada meridian yang lain terfokus pada titik di depan

retina, disebut simple myopic asticmatisma.

Berkas cahaya pada satu meridian terfokus tepat di retina, dan

cahaya pada meridian yang lain terfokus pada titik di belakang

retina, disebut simple hypermetropic asticmatisma.

Contoh: C – 2 x 90º atau C + 2 x 90 º

29

Page 30: Lapsus Mata 1

Compound astigmatisma

Berkas cahaya pada kedua meridian terfokus di depan retina

disebut compound myopic astigmatisma.

Berkas cahaya pada kedua meridian terfokus di depan retina

disebut compound hypermetropic astigmatisma.

Contoh: S – 4, C – 2 x 90 º atau S + 4, C + 2 x 90 º

Mixed astigmatisma

Pada jenis ini berkas cahaya pada satu meridian terfokus pada titik

di depan retina dan cahaya pada meridian yang lain terfokus di

belakang retina.

Contoh: S – 4, C + 2 x 90 º atau S + 4, C – 2 x 90 º

ii. Astigmat irreguler

Suatu astigmat dimana sinar-sinar sejajar dengan garis pandang dibias

tidak teratur.bisa terjadi akibat kelainan kelengkungan kornea pada

meridian yang sama sehingga bayangan menjadi irreguler. Astigmat

irreguler ini bersifat/ mempunyai perubahan-perubahan irreguler dari

tenaga refraksinya pada meridian-meridian yang berbeda. Terdapat multi

meridian yang tidak dapat dianalisa secara geometris. Lensa silindris hanya

sedikit memperbaiki penglihatan, tetapi dapat diterapi dengan lensa kontak

rigid. Misalnya pada pasien dengan kerateksia1,2,4.

Penyebab astigmatisma adalah poligenetik atau polifaktorial. Kelainan

kornea (90%), perubahan lengkung kornea dengan atau tanpa pemendekan atau

30

Page 31: Lapsus Mata 1

pemanjangan diameter anteroposterior. Kelainan lensa, kekeruhan lensa,

biasanya katarak insipien atau imatur bisa juga menyebabkan astigmatisma1.

Gambar 5. Gambar mata astigmat

E. PATOFISIOLOGI

Teori Akomodasi

Adalah kesanggupan mata untuk memperbesar daya pembiasannya dengan cara

menambah kecembungan lensa pada saat melihat lebih dekat1. Pada keadaan normal

cahaya tidak terhingga akan terfokus pada retina, demikian pula bila benda jauh

didekatkan, maka dengan adanya daya akomodasi benda dapat difokuskan pada retina

atau makula lutea. Dengan berakomodasi, maka benda pada jarak yang berbeda-beda

akan terfokus pada retina. Akomodasi adalah kemampuan lensa untuk mencembung

yang terjadi akibat kontraksi otot siliar. Akibat akomodasi, daya pembiasan lensa

bertambah kuat. Kekuatan akomadasi akan meningkat sesuai dengan kebutuhan, makin

dekat benda makin kuat mata harus berakomodasi (mencembung). Kekuatan akomodasi

diatur oleh refleks akomodasi. Refleks akomodasi akan bangkit bila mata melihat kabur

dan pada waktu konvergensi atau melihat dekat2.

Mekanisme akomodasi ada 2 teori yaitu teori Helmholtz dan teori Tschernig.

Teori Helmholtz mengatakan bahwa jika muskulus siliaris berkontraksi, maka iris dan

korpus siliaris digerakkan ke depan bawah, sehingga zonula Zinnii menjadi kendor, dan

31

Page 32: Lapsus Mata 1

lensa menjadi lebih cembung karena elastisitasnya sendiri. Sebaliknya, teori Tschernig

mengatakan bahwa apabila mm. siliaris berkontraksi, maka iris dan korpus siliaris

digerakkan ke belakang atas, sehingga zonula Zinnii menjadi tegang, bagian perifer

lensa juga menjadi tegang sedangkan bagian tenganhya didorong ke sentral dan menjadi

cembung1.

Mata akan berokomodasi bila bayangan benda difokuskan di belakang retina.

Bila sinar jauh tidak difokuskan pada retina seperti pada mata dengan kelainan refraksi

hipermetropia maka mata tersebut akan berakomodasi terus-menerus walaupun letak

bendanya jauh, dan pada keadaan ini diperlukan fungsi akomodasi yang baik2.

Berkaitan dengan akomodasi, penting bagi kita memahami apa yang dimaksud

dengan punctum romentum dan punctum proksimum. Punctum romentum (PR): titik

terjauh yang dapat dilihat dengan nyata tanpa akomodasi. Pada emetrop letaknya dititik

tak terhingga. Punctum romentum tergantung pada status refraksi. Punctum proksimum

(PP): titik terdekat yang dapat dilihat dengan nyata tanpa akomodasi maksimal. Punctum

proksismum tergantung pada status refraksi dan daya akomodasi. Daerah akomodasi

adalah jarak antara PP – PR.

A = 1/PP – 1/PR

Lebar akomodasi (A) adalah tenaga yang dibuthkan untuk melihat daerah

akomodasi. Dinyatakan dalam dioptri, besarnya sama dengan kekuatan lensa konvex

yang harus diletakkan di depan mata, yang menggantikan akomodasi untuk punctum

proksimum.

1. Emetropia

PR = ~, PP + 20cm. A = 1/PP 1/PR = 1/0,2 – 1/~ = 5D

32

Page 33: Lapsus Mata 1

2. Miopia

Misalnya pada mata – 2 D, PR = 1/2D = 0,5 m = 50 cm, sehingga kalau mata

minus mau membaca dengan mata istirahat atau tana akomodasi, bukunya

dijarakkan 50 cm dari mata.

PP = 20 cm A = 100/20 2D = 3D

Jika A = 5D 5D = 1/PP – 1/0,5 m 1/PP = 7D PP = 14,3 cm

Jadi, jika PP miop = PP emetrop, maka A miop < A emetrop

Jika A miop = A emetrop PP miop < PP emetrop

3. Hipermetropia

Misalnya mata + 2 D PR = 50 cm di belakang mata. PP = 20 cm A = 100/20 +

2D = 7D.

Jika A = 5D 1/PP = 5D 2D =3D PP = 33 cm

Jadi, jika PP hipermetropik = PP emetrop A hipermetropik > A emetrop

Jika A hipermetropik = A emetrop PP hipermetropik > PP emetrop

Perhitungan demikian berdasarkan pada kenyataan-kenyataan berikut ini. Sinar

di alam ini (dianggap) berjalan sejajar bila sumber sinar jauh dari mata, dan bersifat

menyebar apabila sumber sinar dekat dengan mata. Tidak ada sinar yang mengumpul

dengan sendirinya. Mata adalah alat pengumpul sinar sehingga sinar terfokus di depan

retina, di retina, atau di belakang retina1.

Sinar sejajar yang masuk ke dalam mata emetrop akan dipantulkan lagi oleh

mata dan sinar pantul akan berjalan sejajar sehingga bertemu di tempat yang sangat jauh.

Inilah mengapa punctum romentum mata emetrop jauh tak terhingga di depan mata.

Sianr sejajar yang jatuh pada mata miopia akan dipantulkan mengumpul di depan mata.

33

Page 34: Lapsus Mata 1

Inilah mengapa punctum romentum mata miopia adalah pada jarak tertentu di depan

mata. Sinar sejajar yang memasuki mata hipermetropia akan dipantulkan menyebar

sihingga titik potongnya berada di belakang retina. Dengan demikian punctum

romentum-nya berada di belakang retina. Inilah mengapa orang hipermetropia perlu

akomodasi baik saat melihat jauh, apalagi saat melihat dekat1.

Kekuatan akomodasi makin berkurang dengan bertambahnya umur dan punctum

proksimum-nya pun semakin jauh, hal ini disebabkan karena berkurangnya elastisitas

dari lensa, juga berkurangnya kekuatan otot siliar. Hal ini disebut presbiopia1.

F. ETIOLOGI

Faktor-faktor yang mempengaruhi progresifitas miopia antara lain5:

1. Usia, makin muda usia anak semakin besar pertumbuhan anatomis bola

matanya.

2. Penyakit pada mata.

3. Kerja dekat.

4. Intensitas cahaya.

5. Posisi tubuh.

Etiologi Miopia

Etiologi miopia belum diketahui secara pasti. Ada beberapa keadaan yang dapat

menyebabkan timbulnya miopia seperti alergi, gangguan endokrin, kekurangan

makanan, herediter, kerja dekat yang berlebihan dan kekurangan zat kimia

(kekurangan kalsium, kekurangan vitamin)5.

34

Page 35: Lapsus Mata 1

Pada mata miopia fokus sistem optik mata terletak di depan retina, sinar sejajar

yang masuk ke dalam mata difokuskan di dalam badan kaca. Jika penderita miopia

tanpa koreksi melihat ke objek yang jauh, sinar divergenlah yang akan mencapai retina

sehingga bayangan menjadi kabur. Ada dua penyebab yaitu : daya refraksi terlalu kuat

atau sumbu mata terlalu panjang5.

Miopia yang sering dijumpai adalah miopia aksial. Miopia aksial adalah

bayangan jatuh di depan retina dapat terjadi jika bola mata terlalu panjang. Penyebab

dari miopia aksial adalah perkembangan yang menyimpang dari normal yang di dapat

secara kongenital pada waktu awal kelahiran, yang dinamakan tipe herediter. Bila

karena peningkatan kurvatura kornea atau lensa, kelainan ini disebut miopia

kurvatura5.

Penyebab panjangnya bola mata dapat diakibatkan beberapa keadaan5:

1. Tekanan dari otot ekstra okuler selama konvergensi yang berlebihan.

2. Radang, pelunakan lapisan bola mata bersama-sama dengan peningkatan

tekanan yang dihasilkan oleh pembuluh darah dari kepala sebagai akibat dari

posisi tubuh yang membungkuk.

3. Bentuk dari lingkaran wajah yang lebar yang menyebabkan konvergensi yang

berlebihan.

Peningkatan kurvatura kornea dapat ditemukan pada keratokonus yaitu

kelainan pada bentuk kornea. Pada penderita katarak (kekeruhan lensa) terjadi miopia

karena lensa bertambah cembung atau akibat bertambah padatnya inti lensa5.

35

Page 36: Lapsus Mata 1

Miopia dapat ditimbulkan oleh karena indeks bias yang tidak normal, misalnya

akibat kadar gula yang tinggi dalam cairan mata (diabetes mellitus) atau kadar protein

yang meninggi pada peradangan mata. Miopia bisa juga terjadi akibat spasme

berkepanjangan dari otot siliaris (spasme akomodatif), misalnya akibat terlalu lama

melihat objek yang dekat. Keadaan ini menimbulkan kelainan yang disebut pseudo

miopia5.

Etiologi Hipermetropia

Pada penderita hipermetropia terjadi gejala sebagai berikut5:

1. Kabur waktu melihat dekat tetapi jelas saat melihat jauh.

2. Keluhan astenopia antara lain sakit kepala.

3. Kecenderungan penderita untuk menyempitkan mata saat melihat dekat.

4. Esotropia ( juling kedalam yaitu ke arah nasal ), ini akibat dari bolamata yang

selalu melakukan konvergensi.

5. Eksotropia ( juling keluar yaitu kearah temporal ), ini akibabt perbedaan de-rajat

hypermetropia pada satu mata lebih tinggi daripada lainnya, dan mata yang

pertama tidak dipergunakan sehingga mata menggulir kearah temporal.

6. Pupil menjadi myosis ( keadaan pupil mengecil ).

Etiologi Astigmatismus

Dari definisi astigmatismus, dapat diketahui bahwa kekuatan pembiasan yang

tidak sama yang terjadi pada kornea dan lensa kristalin menyebabkan bayangan yang

kabur yang terjadi pada penderita astigmatismus6.

36

Page 37: Lapsus Mata 1

Pada umumnya salah satu meredian adalah meredian yang terkuat, dan meredian

yang satunya adalah meredian yang terlemah. Sedangkan pada astigmatismus myopicus

compositus merupakan salah satu dari beberapa macam kelainan astigmatismus dimana

hasil pembiasan dari bidang meredian terkuat dan bidang meredian terlemahnya berada

didepan retina, adapun penyebab terjadinya astigmatismus adalah6:

1. Kornea.

Media refrakta yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar

adalah kornea, yaitu mencapai 80% s/d 90% dari astigmatismus, sedangkan

media lainnya adalah lensa kristalin. Kesalahan pembiasan pada kornea ini

terjadi karena perubahan lengkung kornea dengan tanpa pemendekan atau

pemanjangan diameter anterior posterior bolamata. Perubahan lengkung

permukaan kornea ini terjadi karena kelainan konginetal, kecelakaan, luka atau

parut di kornea, peradangan kornea serta akibat pembedahan kornea6.

2. Lensa Kristalina.

Semakin bertambah umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa

kristalin juga semakain berkurang dan lama kelamaan lensa kristalin akan

mengalami kekeruhan yang dapat menyebabkan astigmatismus. Astigmatismus

yang terjadi karena kelainan pada lensa kristalin ini disebut juga astigmatismus

lentikuler6.

Supaya dapat diketahui apakah penyebab astigmatismus disebabkan oleh

karena adanya kelainan pada lensa kristalin atau kornea, salah satunya adalah dapat

melihat dari hasil pemeriksaan refraksi subyektif yaitu dengan menggunakan alat test

yang disebut cakram placido6.

37

Page 38: Lapsus Mata 1

G. GEJALA KLINIS

Gejala myopia menurut para ahli5,6:

a. Menurut Albert E. Sloane dalam buku Manual of Refraction, bahwa gejala myopia

adalah sebagai berikut:

Gejala tunggal paling penting myopia adalah penglihatan jauh yang buram.

Sakit kepala jarang dialami meskipun ditunjukkan bahwa koreksi kesa-lahan

myopia yang rendah membantu mengurangi sakit kepala akibat asthenopia (mata

cepat lelah).

Ada kecenderungan pasien untuk memicingkan mata jika ia ingin melihat jauh,

efek pinhole dari celah palpebra membuat ia melihat lebih jelas.

Penderita rabuin jauh biasanya suka membaca karena mudah bagi mereka

sebagai spekulasi yang menarik.

b. Menurut Prof. Dr. Sidharta Ilyas dalam bukunya Kelainan Refraksi dan Kacamata,

bahwa gejala myopia adalah:

Bahwa penderita myopia yang dikatakan sebagai rabun jauh akan mengatakan

penglihatannya kabur juka melihat jauh dan hanya akan jelas jika pada jarak

dekat.

Gejala myopia secara umum5,6:

Dari definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa tanda dan gejala myopia antara lain

adalah:

38

Page 39: Lapsus Mata 1

Pada saat membaca selalu mendekatkan benda yang dilihatnya dan saat melihat

jauh selalu menyipitkan matanya.

Saat dilakukan test dengan uji bikromatik unit pasien akan melihat obyek dengan

warna dasar merah lebih terang.

Bola mata agak menonjol

Biasanya penderita akan melihat titik-titik hitam atau benang-benang hitam

(disebut floter) di lapang pandangnya .

Mata cepat lelah, berair, pusing, cepat mengantuk, atau biasanya disebut dengan

asthenopia (mata cepat lelah).

COA ( Camera oculi anterior ) dalam, karena jarang dipakainya otot-otot

akomodasi.

Pupil relatif lebih lebar akibat kurangnya akomodasi ( medriasis ).

Corpus vitreum cenderung keruh.

Kekeruhan di polus posterior lensa.

Menjulingkan mata.

Stafiloma posterior fundus tigroid di polus posterior retina

Pendarahan pada corpus vitreum.

Predisposisi untuk ablasi retina.

Atropi berupa kresen myopia.

Ekspresi melotot.

Gejala hypermetropia

Gejala yang ditemukan pada penderita hypermetropia adalah5,6:

39

Page 40: Lapsus Mata 1

Penglihatan dekat dan jauh kabur.

Astenopia akomodasi ( mata cepat lelah terutama untuk melihat dekat

Sakit disekitar mata dan merasa pusing

Pengaruh aberasi kromatik pada penderita hypermetropia adalah daerah retina

didominasi warna hijau, akibatnya akan melihat warna hijau lebih terang

daripada warna merah

Esotropia ( juling kedalam yaitu ke arah nasal ), ini akibat dari bolamata yang

selalu melakukan konvergensi.

Eksotropia ( juling keluar yaitu kearah temporal ), ini akibabt perbedaan de-rajat

hypermetropia pada satu mata lebih tinggi daripada lainnya, dan mata yang

pertama tidak dipergunakan sehingga mata menggulir kearah temporal.

Tanda-tanda hypermetropia

Bilik mata depan menjadi dangkal, karena iris terdorong kedepan akibat

akomodasi yang terus menerus.

Pupil menjadi myosis ( keadaan pupil mengecil ).

Mata kelihatan lebih merah daripada mata normal.

Gejala Astigmatismus

Pada umunya, seseorang yang menderita astigmatismus tinggi menyebabkan gejala-

gejala sebagai berikut5,6:

Memiringkan kepala atau disebut dengan “titling his head”, pada umunya

keluhan ini sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang tinggi.

40

Page 41: Lapsus Mata 1

Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.

Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan untuk

mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita astigmatismus juga

menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti membaca.

Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan mendekati

mata, seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk memperbesar

bayangan, meskipun bayangan di retina tampak buram.

Sedang pada penderita astigmatismus rendah, biasa ditandai dengan gejala-gejala

sebagai berikut5,6:

Sakit kepala pada bagian frontal.

Ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan dekat, biasanya penderita

akan mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau mengucek-ucek mata.

H. PENATALAKSANAAN

Terdapat berbagai alat dan cara untuk memperbaiki kelainan refraksi. Seperti

menggunakan kacamata, lensa kontak maupun bedah refraksi3,4.

1. Kacamata dan lensa

Seperti yang diketahui kacamata merupakan alat bantu penglihatan yang paling

banyak dipergunakan oleh karena perawatan yang lebih mudah dan relatif lebih

murah. Tetapi menggunakan kacamata juga terdapat keluhan-keluhan seperti3,4:

Kacamata tidak selalu bersih

Coating kacamata mengurangi kecerahan warna benda yang dilihat

Mengubah wajah

41

Page 42: Lapsus Mata 1

Jika ukuran dioptri/ spheres tinggi lensa tebal

Sering pegal pada pangkal hidung dan telinga

Pada kacamata, lensa merupakan bagian yang paling penting sebab lensa itulan

yang memberikan koreksi penglihatan. Lensa bekerja membelokkan jalan sinar yang

disebut pembiasan atau refraksi. Lensa bersifat menyebarkan atau memusatkan sinar

yang melaluinya3,4.

Untuk membantu koreksi kelainan refraksi, terdapat beberapa jenis lensa.

Yaitu3,4:

a. Lensa negatif (lensa divergen / konkaf)

Lensa negatif dapat dengan permukaan plano konkaf, konkaf gand dan

konkaf konveks. Lensa ini tebal pada bagian perifer/tepi lensa dan pada

bagian sentral lensa tipis. Lensa ini digunakan untuk koreksi miopia3,4.

Gambar 6. Koreksi Miopia dengan Lensa Konkaf

b. Lensa positif (lensa konvergen / konveks)

Lensa positif dipergunakan untuk koreksi hipermetropia. Lensa ini kebalikan

dari lensa negatif, dimana bagian perifer lebih tipis dibandingkan bagian

sentral3,4.

42

Page 43: Lapsus Mata 1

Gambar 7. Koreksi Hipermetropia dengan Lensa Konveks

c. Lensa Cylinder (silinder)

Lensa ini diperlukan untuk memperbaiki kelainan refraksi astigmatisma.

Lensa silinder mempunyai kekuatan maksimal pada satu sumbu. Sumbu dari

bagian yang melengkung disebut sebagai sumbu silinder atau disebut axis.

Letak sumbu pada mata berkisar antara 0 hingga 180 derajat3,4.

Gambar 8. Koreksi Astigmatisma dengan Lensa Silinder

Berdasarkan fokusnya lensa dibagi menjadi tiga, yaitu3,4:

a. Lensa Single Vision (SV), atau lensa single focus yaitu lensa untuk koreksi

satu jenis kelainan refraksi saja3,4.

b. Lensa Bifocal/Bifocus, yaitu lensa yang dibuat sedemikian rupa sehingga

dapat digunakan untuk koreksi dua masalah penglihatan. Dimana lensa yang

bagian atasnya untuk koreksi penglihatan jauh dan bagian bawah untuk

koreksi penglihatan dekat3,4.

c. Lensa Multifocus, biasa disebut juga jenis progressive, yaitu lensa yang

seperti bifocus akan tetapi tanpa batas garis dengan kekuatan spheresnya

43

Page 44: Lapsus Mata 1

brtambah perlahan dari atas hingga bawah. Kelebihannya selain dapat

digunakan untuk melihat jauh dan dekat dapat pula untuk jarak

menengah/sedang3,4.

2. Bedah Refraktif

a. Keratektomi Fotofraksi (Photorefraktive Keratectomy/ PRK)

Laser Excimer merupakan temuan Dr. Dave Muller PhD yang dibuat di

Cornell’s University di tahun 1976. Efek-efek fotokimia dan fototermal laser

excimer timbul sebagai akibat absorbsinya oleh elemen-elemen padat, dalam hal

ini stroma kornea. Excimer ini tidak “memotong” stroma seperti pisau, namun

menguapkan material stroma yang diablasi. PRK sendiri sebenarnya suatu

“istilah singkat” yang kurang tepat karena tidak spesifik dari suatu istilah yang

lebih tepat bagi prosedur ini, yaitu keratomileusis anterior laser. Prosedur ini

bertujuan menipiskan kornea, dengan penipisan maksimal dilakukan di sentral

dan makin ke perifer makin kurang progresif. Laser yang kita gunakan saat ini

memiliki berkas dengan ukuran titik 1-2 mm, dengan frekuensi pulsasi 50-200

Hz. Tiap pulsasinya excimer mengablasi jaringan kornea sebanyak 0,22 – 0,25

μm1.

Prosedur PRK dikerjakan dengan mengupas lapisan epitel kornea baik

secara manual dengan keratom, dengan alat surpass separator, Amadeus II (epi-

free), maupun dengan sikat kornea (Amoilsbrush dan alkohol) dan selanjutnya

ditembakkan sinar laser excimer. Setelah debris pasca ablasi dibersihkan pada

akhir prosedur pasien dipasang lensa kontak bandage selama lima hari. Epitel

kornea akan tumbuh sempurna dalam waktu 2-3 hari1.

44

Page 45: Lapsus Mata 1

Untuk ablasi yang tidak terlalu dalam, zona ablasi dibuat kecil dengan

diameter biasanya 4 mm. dengan diameter ini, pasien mengeluhkan adanya glare

dan Halo. Untuk menghindarinya, diameter ablasi dibuat setidaknya 6 mm,

karena retina mampu menyesuaikan diri terhadap zona ablasi dengan ukuran

tersebut. Apabila tidak diinginkan ablasi yang terlalu dalam, kita bisa melakukan

ablasi zona multipel. Hal ini biasanya dilakukan pada mata dengan miopia

tinggi1.

Jika dilakukan PRK, menghadapi tantangan untuk menangani

astigmatisma karena ablasi yang dilakukan harus mampu membentuk kontur

torus (silindris) kornea. Masalah ini sekarang teratasi dengan teknologi pindai

laser. Namun PRK dengan tengan teknologi pemindaian laser (scanning laser)

masih belum mampu memberikan solusi yang memuaskan untuk astigmatisma

besar1.

Dari uji klinis yang dilakukan di bawah naungan FDA terhadap lebih dari

500 pasien menunjukkan bahwa tajam penglihatan tanpa koreksi 6 bulan sesudah

PRK adalah 6/12 atau lebih baik pada sekitar 93% pasien. Akurasi dalam kisaran

1,00 D pada 6 bulan dicapai oleh 75% pasien dengan miopia praoperasi berkisar

antara -1,50 s.d. -6,00 D1.

Penyulit terburuk yang bisa terjadi adalah luluhnya (melting) kornea.

Risiko timbulnya kabut (haze) sebagai respon penyembuhan meningkat dengan

makin dalamnya ablasi dan makin kasarnya permukaan setelah ablasi. Penyulit

haze ini makin jarang dijumpai dengan penggunaan Mitomicin 0,02%

intraoperatif, dengan meletakkan spons merosel yang sudah ditetesi Mitomicin

45

Page 46: Lapsus Mata 1

0,02% tersebut selama 60 detik pada stroma pasca ablasi. Rasa sakit pasca

operasi diatasi dengan memberikan NSAID (Na-diklofenak) dan pemakaian BSS

separuh beku untuk membilas Mitomicin1.

b. Keratomileusis dengan Laser In Situ (Laser-assisted In Situ Keratomileusis/

LASIK)

Dikembangkan oleh universitas Kreta dan Vardinoyannion Eye Institute

of Crete (VEIC). Teknik ini merupakan kombinasi pembedahan kornea refraktif

lamelar dan fotoablasi kornea laser excimer dibawak flap kornea. Dalam teknik

ini pembuatan flap kornea dilakukan dengan mikrokeratom automatik.

Pemotongan kedua refraksi untuk mengangkat jaringan stroma dilakukan dengan

laser excimer yang memiliki ketepatan hingga tingkat submikron. Dengan

LASIK, membran Bowman dengan integritas anyaman saraf di lapisan

superfisial kornea bisa dipertahankan. Keuntungan LASIK adalah kurangnya

nyeri pasca bedah, kembalinya fungsi visual dengan cepat, kurangnya efek

samping penyembuhan luka semisal kekabutan kornea, dan efikasi yang lebih

baik dibandingkan keratektomi fotofraksi (PRK) pada semua jenis kelainan

refraksi1.

Lasik dikerjakan dengan pertama-tama membuat flap kornea dengan

mikrokeratom yang mampu berhenti sesaat sebelum flap terputus. Selanjutnya

laser akan melakukan keratomileusis. Setelah proses keratomileusis selesai, flap

dipasang kembali ke kornea. Karena sifat dehidrasi relatif kornea, maka flap

seperti ‘tersedot’ dan menempel ke stroma di bawahnya. Reposisi flap secara

tepat ke tempat semula menjadi syarat untuk mencegah distorsi dan mengurangi

46

Page 47: Lapsus Mata 1

astigmatisma irreguler. Bila dibandingkan dengan PRK yang hanya bisa

diterapkan pada penderita miopia kurang dari S – 6,00 D, prosedur bedah LASIK

menjadi sangat popular dan dapat diterima secara luas. Hal ini karena LASIK

dapat mengatasi miopia tinggi lebih dari S – 10,00 D sehingga menjadi normal

(visus 6/6 tanpa kacamata), hipermetropia hingga S + 4,00 D dan astigmatisma

hingga S- 6,00 D. LASIK juga dapat memperbaiki segi kosmetik, telah terbukti

aman, stabil dan efektif. Selain itu pemulihan fungsi penglihatannya cepat, serta

tidak menimbulkan rasa sakit1.

Beberapa penyulit LASIK yang perlu diwaspadai antara lain lepasnya

flap, flap inkomplit, flap terlalu tipis, buttonholes, flap dengan pemotongan tidak

rata, defek epitel, perdarahan kornea, perforasi kornea, ablasi tak terpusat,

central islands, lipatan dan kerutan flap, flap hilang, antarmuka debris, sindrom

Sahara, pertumbuhan epitel ke arah dalam, infeksi, mata kering, regresi,

keratektasia, dan komplikasi retina1.

47

Page 48: Lapsus Mata 1

DAFTAR PUSTAKA

1. Suhardjo SU, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata, BAB 7 Refraksi. Edisi pertama. Bagian

ilmu penyakit mata. Fakultas Kedokteran Universitas Gadja Mada. Yogyakarta,

2007. h.169-96.

2. Ilyas Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, Tajam Penglihatan dan Kelainan Refraksi

Penglihatan Warna. Edisi ke-3. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Jakarta, 2004. h. 64-88.

3. www.http//.thesis.binus.ac.idDocBab32007-2-00539%20BAB%20III.pdf . 2007-2-

00539 BAB III. (diakses tanggal 11 Mei 2016).

4. www.http//.prepository.usu.ac.idbitstream123456789261913Chapter%20II.pdf .

klasifikasi Chapter II(1). (diakses tanggal 11 Mei 2016).

5. www.https//.academia.edu6944160Kelainan_refraksi_mataauto=download .

Kelainan_refraksi_mata. (diakses tanggal 11 Mei 2016).

6. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26191/3/Chapter%20II.pdf .

Kelainan_refraksi_mata. (diakses tanggal 11 Mei 2016).

48