Lapsus Gangguan Bipolar

42
LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKIATRI I. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny M Usia : 39 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Jl Jafri zam-zam Gg karya RT 79 No 30 E Pendidikan : SMA Tamat Agama : Islam Suku : Banjar/Indonesia Status : Janda RMK : 68 48 67 II. RIWAYAT PSIKIATRIK Autoanamnesa tanggal 27 Juni 2011 dengan pasien jam 12.00 WITA A. KELUHAN UTAMA Nyeri pada leher KELUHAN TAMBAHAN 1

description

jiwa

Transcript of Lapsus Gangguan Bipolar

Page 1: Lapsus Gangguan Bipolar

LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKIATRI

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny M

Usia : 39 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl Jafri zam-zam Gg karya RT 79 No 30 E

Pendidikan : SMA Tamat

Agama : Islam

Suku : Banjar/Indonesia

Status : Janda

RMK : 68 48 67

II. RIWAYAT PSIKIATRIK

Autoanamnesa tanggal 27 Juni 2011 dengan pasien jam 12.00 WITA

A. KELUHAN UTAMA

Nyeri pada leher

KELUHAN TAMBAHAN

Sakit kepala,sulit tidur, tangan terasa dingin dan sering mengeluarkan

air mata.

1

Page 2: Lapsus Gangguan Bipolar

B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Awal bulan februari 2011 pasien mengalami perseteruan dengan kaka

ipar karena kaka ipar sudah menghina ibu kandung pasien. Pada saat

perseteruan emosi pasien makin meningkat dan tidak terkendali

sehingga pasien memukul kaka ipar. Kejadian tersebut membuat pasien

sangat membenci dan dendam terhadap kaka ipar. Kemudian pasien

dengan kakak ipar saling memaafkan. Pasien sudah bisa memaafkan

tetapi masih merasa dendam dengan kaka ipar. Pada saat bertemu

dengan kaka ipar, pasien cuma bertegur sapa seperti biasa dan berusaha

untuk menjauh, karena pasien sangat membenci dan kecewa karena

sudah menghina ibu pasien. Kemarahan pasien tidak bisa diungkapkan

sebab pasien memiliki sifat pendiam. Pada awal bulan maret pasien

sering mengalami cemas dan susah tidur karena masih selalu

memikirkan masalah perseteruannya dengan kakak ipar. Awal bulan Mei

2011 pasien mengalami muntah, sakit kepala, kepala terasa berputar,

nyeri dibagian leher dan keluar darah dihidung (mimisan). Pada tanggal

3 mei 2011 pasien dibawa ke puskesmas karena terlihat pucat dan kaku

pada tangan dan kaki, kemudian di puskesmas TD pasien 80/60 mmHg

dan pasien hanya rawat jalan saja. Sorenya pasien merasa penyakitnya

tambah parah dan tanggal 4 Mei 2011 pasien di rawat inap di RSUD ulin

selama 11 hari. Selama di rawat inap pasien mengeluh nyeri tengkuk,

jantung berdebar, nafsu makan penurun dan susah tidur. Setelah 11 hari

dirawat pasien dibolehkan pulang dan rawat jalan. Selama rawat jalan

2

Page 3: Lapsus Gangguan Bipolar

dibagian poli penyakit dalam pasien masih mengeluhkan nyeri dan

terasa kaku dileher, sulit untuk digerakkan, mimisan masih ada

walaupun sudah berkurang. Dari penyakit dalam menyarankan ke poli

saraf. Di poli saraf pasien dikatakan nyeri kepala dan diberi obat

penahan nyeri (asam mefenamat dan obat vitamin B complek),

kemudian pasien kontrol lagi ke poli saraf karena tidak sembuh-sembuh

nyeri dileher dan mengeluarkan air mata dengan sendirinya. Nyeri

dilehernya membuat pasien menjadi susah tidur, pasien sering terbangun

tengah malam sehingga dipagi hari membuat badan pasien menjadi

lemas, lesu dan tidak ada gairah untuk bekerja. Rekan kerja pasien

menyarankan untuk mengambil cuti buat beristirahat. Akhirnya pasien

cuti selama seminggu, selama cuti kondisi pasien masih sama dan tidak

ada perubahan. Pekerjaan pasien selain honor disekolah, pasien juga

mengajar mengaji disore hari. Pasien sering kecewa, cemas, dan marah

dengan anak muridnya karena anak didiknya tidak bisa terus dengan apa

yang pasien ajarkan. Pasien juga sering kesal kepada anak muridnya

kalau anak muridnya menanyakan kenapa pasien tidak kawin lagi.

Pasien tidak bisa mengungkapkan kemarahannya, pasien hanya

mendiamkan diri. Pasien mengatasi masalah ditempat yang sunyi dengan

cara sholat dan menangis seorang diri, setelah pasien menangis pasien

merasa nyaman sebab beban yang diterimanya sudah mulai berkurang

dan rasa sakit dileher menjadi berkurang. Awal Juni 2011 pasien

mengaku kalau perasaannya senang dan pasien sering dimintai air yang

3

Page 4: Lapsus Gangguan Bipolar

berisi doakan oleh para muridnya dan pasien mengaku kalau dirinya bisa

meramalkan nasib seseorang dan ramlannya tersebut selalu terbukti.

Tanggal 20 juni pasien datang ke poliklinik jiwa dengan keluhan nyeri

pada leher dan bahu dan mendapat terapi sandepril, clobazam,

alprazolam, aasam mefenamat dan vitamin B komplek. Tanggal 27 juni

2011 pasien datang ke kembali ke poliklinik jiwa dengan keluhan nyeri

tengkuk yang tidak hilang.

C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Pada awal Mei tahun 2006 sewaktu pasien mengurus sidang

perceraiannya dengan suaminya, pasien sempat pingsan di pengadilan

tidak sadarkan diri dan langsung dibawa ke RSUD ulin. Menurut pasien

dirinya pingsan karena sangat sedih terhadap perkawinannya yang gagal.

Di RSUD ulin dirawat selama 20 hari pada bulan Mei. Setelah keluar

dari RS pasien tidak bisa berjalan dan pelor tidak bisa berbicara dan

kemudian menjalani terapi reahabilitasi medik selama 8 bulan dari akhir

bulan mei sampai januari 2007 dan akhirnya pasien dapat berjalan

kembali. Setelah bercerai tahun 2007 pasien menjadi sering diam,

murung dan sering mengeluh sakit kepala tiap bulan. Pada pertengahan

2007 pasien mulai bekerja mengajar di bagian laboratorium SMP 2

Banjarmasin sebagai pegawai honor. Pasien Tidak ada riwayat adanya

gangguan jiwa sebelumnya, tidak ada riwayat kejang,tidak ada riwayat

mengalami penurunan kesadaran dan tidak ada riwayat kecelakaan yang

menyebabkan trauma kepala.

4

Page 5: Lapsus Gangguan Bipolar

D. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI

1. Riwayat Perinatal

Tidak didapatkan data yang cukup mendukung

2. Riwayat Masa Bayi ( 0 – 1,5 tahun ) = Trus vs Mistrust

Tidak didapatkan data yang cukup mendukung

3. Riwayat Masa Kanak-Kanak (1,5-3 tahun ) = Autonomy vs Shame,

Doubt

Tidak didapatkan data yang cukup mendukung

4. Riwayat Masa Prasekolah ( 3 – 6 tahun ) = Initiative Vs Guilt

Tidak didapatkan data yang cukup mendukung

5. Riwayat Masa Sekolah (6 – 12 tahun) = Industry vs Inferiority

Tidak didapatkan data yang cukup mendukung

6. Riwayat Masa Remaja (12-20 tahun) = Identity vs Identity Confusion

Pasien mengaku memiliki cukup teman dan cukup mudah bergaul.

Pasien memiliki beberapa teman akrab dan tidak ada musuh. Pasien

mengaku cukup tertutup pada orang lain dan sukar untuk mempercayai

orang lain, pasien lebih suka menyendiri dan tidak suka berisik, namun

tidak pendendam, tidak mudah tersinggung, tidak suka melawan,

perasaanya tidak cepat berubah antara gembira dan sedih dan selera

humornya baik. Pasien mampu mengekspresikan kehangatan maupun

kelembutan. Pasien bukan orang yang suka mencari perhatian dan

mengutamakan penampilan fisik dan bukan oang yang ragu-ragu dan

kaku. Pasien orang yang mandiri tidak bergantung pada orang lain dan

5

Page 6: Lapsus Gangguan Bipolar

tidak memiliki perhatian yang berlebihan terhadap dirinya. Pasien bukan

orang yang mudah tegang dan takut atau menghindari aktivitas sosial.

Pasien bisa bergaul dengan lingkungan social dan emosi cukup stabil

dan tidak mudah marah.

7. Riwayat Masa Dewasa (21-40 tahun) = intimacy vs isolation

Pasien mengaku memiliki banyak teman, nampaknya pasien telah cukup

baik mengalami fase intimacy karena cukup terjalin persahabatan yang

sehat dan memiliki relasi.

8. Riwayat pendidikan

Pasien lancar mengikuti pendidikan di sekolah dari SD hingga SMA

dan tidak pernah tinggal kelas. Setelah tamat SMA pasien bekerja di

bank, kemudian setelah bekerja 3 tahun di bank pasien menikah

sehingga pasien tidak melanjutkan lagi ke jenjang pendidikan yang lebih

tinggi.

9. Riwayat pekerjaan

Setelah tamat SMA pasien bekerja di bank, kemudian setelah menikah

pasien berhenti bekerja. Pada pertengahan tahun 2007, pada usia 35

tahun pasien mulai bekerja lagi. Pasien bekerja di bagian laboratorium

SMP Negeri 2 Banjarmasin. Pasien nampak menikmati pekerjaannya

dan tidak ada masalah serta pasien mengajar mengaji di Tk Al-Quran

sejak pertengahan tahun 2007

6

Page 7: Lapsus Gangguan Bipolar

10. Riwayat perkawinan

Pasien menikah pada umur 25 tahun, dengan sebelumnya didahului

dengan pacaran. Awal rumah tangga hubungan pasien dengan suami

harmonis kemudian setelah lahir anak pertama pasien sering bertengkar

kecil dengan suaminya. Tahun 2007 pasien mengalami masalah dengan

suami karena suami mempunyai istri muda. Pasien merasa marah karena

sudah dikhianati oleh suami. Pasien tidak bisa mengeluarkan

kemarahannya dan hanya berdiam dengan menangis sendiri. Pasien

memikirkan kalau keadaan ini semakin bertambah rumit, pasien

membicarakan dengan suami kalau pasien tidak ingin diduakan dan

suami harus memilih salah satu dari mereka, apapun keputusan dari

suami pasien akan menerima. Suami memutuskan kalau dia memilih

istri mudanya, akhirnya mereka bercerai dengan cara baik-baik. Pasien

berusaha dengan ikhlas atas cobaan yang diberikan, rasa dendam dan

benci baik pada suami maupun istri muda tidak ada. Suami bertanggung

jawab dan masih membiayai anak-anak mereka. Hubungan sosial antara

suami dan istri muda baik.

7

Page 8: Lapsus Gangguan Bipolar

E. RIWAYAT KELUARGA

Genogram :

Keterangan :

: Penderita

: Laki-laki

: Perempuan

Pasien adalah anak ke-5 dari 5 orang bersaudara. Tidak terdapat riwayat

gangguan jiwa dalam keluarga pasien.

F. RIWAYAT SITUASI SEKARANG

Saat ini pasien tinggal dengan kedua anaknya. Dan ibu kandung pasien.

Keluarga pasien memahami keadaan pasien dan selalu berusaha

menolong pasien.

G. PERSEPSI PASIEN TENTANG DIRI DAN LINGKUNGANNYA

Pasien tidak merasa dirinya mengalami kelainan jiwa

8

+ + +

Page 9: Lapsus Gangguan Bipolar

III. STATUS MENTAL

A. DESKRIPSI UMUM

1. Penampilan

Seorang perempuan berperawakan sedang, kurus, kulit cokelat dan

roman muka sesuai dengan umur. Pasien mengenakan pakaian terusan

warna hijau motif bunga, kerudung warna biru serta pasien tampak

berdandan dengan memakai lipstik merah. Pasien tampak rapi dan

terawat. Saat ditanya oleh pemeriksa maka pasien segera menjawab

dengan spontan, bersikap kooperatif dan selalu tersenyum.

Petikan wawancara dengan pasien tanggal 27 Juni 2011 pukul 12.00

WITA :

Sepanjang autoanamnesis pasien tampak senang dan selalu tersenyum.

Pasien selalu menjawab pertanyaan pemeriksa dengan berbicara lancar

dan suara yang jelas dan tidak ragu-ragu. Sepanjang autoanamnesis

pasien memandang pemeriksa dan selalu tersenyum kepada pemeiksa,

Pasien mampu menjelaskan identitas diri dan mengenali orang lain yaitu

pasien lain yang sedang menunggu untuk pemeriksaan. Pasien mampu

mengenali tempat pasien berada yaitu di poliklinik jiwa di lantai dua dan

pasien mampu mengenali apakah sekarang siang atau malam. Pasien

mengetahui hari serta tanggal saat dilakukan wawancara serta pasien

mampu menjawab dengan benar ketika pemeriksa menanyakan hari

sebelum dan sesudah hari senin. Pasien mengetahui kenapa pasien

9

Page 10: Lapsus Gangguan Bipolar

sekarang berada di poliklinik jiwa karena pasien sakit. Pasien mampu

mengenali pemeriksa sebagai dokter yang akan memeriksa pasien.

Pasien mampu menjawab pertanyaan dengan siapa dia diantar ke

poliklinik jiwa serta menggunakan apa ke poliklinik jiwa dan pasien

menjawab dengan temannya menggunakan sepeda motor. Pasien mampu

menjawab alamat pasien tinggal dan bersama siapa pasien tinggal.

Pasien juga mampu menjawab dengan benar nama SD, SMP serta SMA

tempat pasien dulu bersekolah dan mampu mengingat nama wali kelas

tiga sewaktu SMA. Pasien mampu mengingat nama saudara-saudara

pasien. Pasien mampu mengulang nama tiga benda yang disebutkan

pemeriksa. Pasien dapat berkosentrasi dengan baik ketika menghitung

100 – 7 sebanyak 5x kemudian disuruh menyebutkan nama bulan dari

januari sampai desember kemudian diurut secara terbalik tetapi agak

lambat. Pasien mampu menjawab nama presiden RI saat ini serta apa ibu

kota Belanda. Saat ditanya pemeriksa apakah pasien ada mendengar

bisikan atau melihat sesuatu pasien menjawab tidak ada. Saat pasien

ditanya apa yang ada dipikiran pasien, pasien menjawab sedang senang

dan pasien mengaku kalau merasa dirinya dapat memperkirakan nasib

seseorang. Pasien menjawab akan mengembalikan dompet yang berisi

alamat pemilik ketika pemeriksa menanyakan sikap pasien apabila

pasien menemukan dompet ditengah jalan.

10

Page 11: Lapsus Gangguan Bipolar

2. Kesadaran

Komposmentis

3. Perilaku dan aktivitas motorik

Normoaktif

4. Pembicaraan

Pasien berbicara lancar dengan suara yang jelas dan tidak ragu-ragu.

5. Sikap terhadap pemeriksa

Kooperatif

6. Kontak Psikis

Kontak (+) wajar (+) dapat dipertahankan.

B. KEADAAN AFEKTIF, PERASAAN, EKSPRESI AFEKTIF,

KESERASIAN DAN EMPATI

1. Afek(mood) : Hipertim

2. Ekspresi afektif : Senang, gembira, senyum

3. Keserasian : Appropriate

4. Empati : Dapat dirabarasakan

C. FUNGSI KOGNITIF

1. Kesadaran : komposmentis

2. Orientasi : Waktu : Baik

Tempat : Baik

Orang : Baik

Situasi : Baik

3. Konsentrasi: Baik

11

Page 12: Lapsus Gangguan Bipolar

4. Daya ingat : Jangka pendek : Baik

Jangka panjang : Baik

Segera : Baik

5. Intelegensia dan Pengetahuan Umum : Sesuai dengan tingkat

pendidikan formal pasien

D. GANGGUAN PERSEPSI

1. Halusinasi : (-)

2. Depersonalisasi/ Derealisasi : (-)

E. PROSES PIKIR

1. Arus pikir : a. Produktivitas : Pasien menjawab bila ditanya

b. Kontinuitas : Koheren dan berkesinambungan

c. Hendaya berbahasa : Tidak ada

2. Isi Pikir : a. Preocupasi : ide-ide kebesaran

b. Waham : waham kebesaran (merasa dirinya

dapat memperkirakan nasib seseorang)

F. PENGENDALIAN IMPULS

Tidak terganggu

G. DAYA NILAI

a. Daya norma sosial : baik

b. Uji daya nilai : baik

c. Penilaian realita : terganggu

12

Page 13: Lapsus Gangguan Bipolar

H. TILIKAN

T4 : Menyadari keadaan sakitnya disebabkan karena sesuatu yang

tidak diketahui dalam diri pasien.

I. TARAF DAPAT DIPERCAYA

Tidak dapat dipercaya

IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS LANJUT

1. STATUS INTERNUS

Keadaan Umum : Baik

Tanda vital : TD : 120/90 mmHg

N : 88 x/menit

RR : 20 x/menit

T : 36,5 C

Kepala Mata : palpebra tidak edema, konjungtiva tidak anemis,

sklera tidak ikterik, refleks cahaya +/+

Telinga : sekret -/-

Hidung : sekret -/- epistaksis (-)

Mulut : mukosa bibir kering, pucat (-), lidah tidak tremor

Leher : KGB tidak membesar, JVP tidak meningkat

Thoraks I : bentuk simetris

P : fremitus raba simetris

P : Pulmo : sonor

Cor : batas jantung normal

A : Pulmo : vesikuler, Ronki/wheezing -/-

13

Page 14: Lapsus Gangguan Bipolar

Cor : S1S2 tunggal

Abdomen I : simetris

P : hepar/lien/massa tidak teraba

P : timpani

A : BU (+) normal

Ekstremitas Superior : edema -/- parese -/- tremor -/-

Inferior : edema -/- parese -/- tremor -/-

2. STATUS NEUROLOGIS

N I-XII : normal

Gejala rangsang meningeal : tidak ada

Gejala TIK meningkat : tidak ada

Refleks patologis : tidak ada

Refleks fisiologis : normal

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

Autoanamnesis

Pada awal Mei tahun 2006 sewaktu pasien mengurus sidang

perceraiannya, pasien sempat pingsan di pengadilan tidak sadarkan diri

dan langsung dibawa ke RSUD ulin.

Pada tahun 2007 setelah pasien bercerai (stressor), pasien menjadi

sering diam, murung dan sering mengeluh sakit kepala tiap bulan.

Awal bulan februari 2011 pasien mengalami perseteruan dengan kaka

ipar karena kaka ipar sudah menghina ibu kandung pasien (stressor).

14

Page 15: Lapsus Gangguan Bipolar

Pada awal bulan april pasien sering mengalami cemas dan masih selalu

memikirkan masalah perseteruannya dengan kakak ipar

4 Mei 2011 pasien di rawat inap di RSUD ulin selama 11 hari. Selama

di rawat inap pasien mengeluh nyeri tengkuk, jantung berdebar,

anoreksia dan insomnia.

Pasien sering kecewa, cemas, dan marah dengan anak muridnya karena

anak didiknya tidak bisa terus dengan apa yang pasien ajarkan. Pasien

kesal kepada anak muridnya kalau anak muridnya menanyakan kenapa

pasien tidak kawin lagi.

Awal Juni 2011 pasien mengaku kalau dia sering dimintai air yang

diberi doa oleh para muridnya dan pasien mengaku kalau dirinya bisa

meramalkan nasib seseorang dan ramlannya tersebut selalu terbukti.

Autoanamnesis

Afek(mood) : Hipertim

Ekspresi afektif : Senang,gembira senyum

Preocupasi : ide-ide kebesaran

Waham :waham kebesaran (merasa dirinya dapat

memperkirakan nasib seseorang)

Penilaian realita : terganggu

VI. EVALUASI MULTIAKSIAL

1. Aksis I : Gangguan afektif bipolar, episode kini hipomanik

(F.31.0)

2. Aksis II : Kepribadian paranoid (F.60.0)

15

Page 16: Lapsus Gangguan Bipolar

3. Aksis III : None

4. Aksis IV : Masalah keluarga dan pekerjaan

5. Aksis V : GAF scale 70-61

VII. DAFTAR MASALAH

1. Organobiologik

Status internus dan kelainan neurologi tidak ada kelainan

2. Psikologik

Afek(mood) hipertim, ekspresi afektif senang,gembira senyum,

preocupasi adanya ide-ide kebesaran, terdapat waham kebesaran

(merasa dirinya dapat memperkirakan nasib seseorang) dan penilaian

realita terganggu

3. Sosial Keluarga

Adanya masalah perceraian dan masalah pekerjaan yang menjadi

stressor pada pasien.

VIII.PROGNOSIS

Diagnosis penyakit : dubia ad bonam (gangguan afektif bipolar

episode kini hipomanik)

Perjalanan penyakit : dubia ad malam (kronis)

Ciri kepribadian : dubia ad malam (kepribadian paranoid)

Stressor psikososial : dubia ad bonam (bercerai dengan suami)

Riwayat herediter : dubia ad bonam

Usia saat menderita : dubia ad bonam

Pendidikan : dubia ad bonam (SMA)

16

Page 17: Lapsus Gangguan Bipolar

Perkawinan : dubia ad malam (cerai)

Ekonomi : dubia ad bonam

Lingkungan sosial : dubia ad bonam

Organobiologi : dubia ad bonam (tidak ada penyakit fisik)

Pengobatan psikiatrik : dubia ad bonam (rutin kontrol)

Ketaatan berobat : dubia ad bonam (rutin minum obat)

Kesimpulan : dubia ad bonam

IX. RENCANA TERAPI

Psikofarmaka : Kalxetin 2 x 10 mg

Clobazam 2 x 10 mg

Halopeidol 2 x 1,5 mg

Psikoterapi : Support terhadap penderita dan keluarga

Mencoba lebih percaya dan terbuka dengan keluarga

Religius : Bimbingan /ceramah agama, shalat berjamaah, pengajian

Rehabilitasi : sesuai bakat dan minat (tes psikotes)

Laboratorium : Darah rutin dan kimia darah

Terapi kejang listrik (ECT)

X. DISKUSI

Gangguan afektif bipolar adalah kondisi umum yang dijumpai, dan

diantara gangguan mental menempati posisi kedua terbanyak sebagai

penyebab ketidak mampuan atau disabilitas. Gangguan bipolar dikenal juga

dengan gangguan manik depresi, yaitu gangguan pada fungsi otak yang

menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan, dan proses

17

Page 18: Lapsus Gangguan Bipolar

berfikir. Disebut bipolar karena penyakit kejiwaan ini didominasi adanya

fluktuasi periodik dua kutub, yakni kondisi manik (bergairah tinggi yang

tidak terkendali) dan depresi.

Penyebab gangguan bipolar multifaktor. Mencakup aspek bio-

psikososial. Secara biologis dikaitkan dengan faktor genetik dan gangguan

neurotransmitter di otak. Secara psikososial dikaitkan dengan pola asuh

masa kana-kanak, stres yang menyakitkan, stres kehidupan yang berat dan

berkepanjangan, dan banyak lagi factor lainnya. Didapatkan fakta bahwa

gangguan alam perasaan (mood) tipe bipolar (adanya episode manik dan

depresi) memiliki kecenderungan menurun kepada generasinya, berdasar

etiologi biologik. 50% pasien bipolar mimiliki satu orangtua dengan

gangguan alam perasaan/gangguan afektif, yang tersering unipolar (depresi

saja). Jika seorang orang tua mengidap gangguan bipolar maka 27%

anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam perasaan. Bila kedua

orangtua mengidap gangguan bipolar maka 75% anaknya memiliki resiko

mengidap gangguan alam perasaan. Keturunan pertama dari seseorang yang

menderita gangguan bipolar berisiko menderita gangguan serupa sebesar 7

kali. Bahkan risiko pada anak kembar sangat tinggi terutama pada kembar

monozigot (40-80%), sedangkan kembar dizigot lebih rendah, yakni 10-

20%.

Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan

bipolar dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Perbedaannya

adalah pada gangguan bipolar I memiliki episode manik sedangkan pada

18

Page 19: Lapsus Gangguan Bipolar

gangguan bipolar II mempunyai episode hipomanik. Beberapa ahli

menambahkan adanya bipolar III dan bipolar IV namun sementara ini yang

2 terakhir belum dijelaskan. Gangguan bipolar I dibagi lagi menjadi

beberapa bagian menurut perjalanan longitudinal gangguannya. Namun hal

yang pokok adalah paling tidak terdapat 1 episode manik di sana. Walaupun

hanya terdapat 1 episode manik tanpa episode depresi lengkap maka tetap

dikatakan gangguan bipolar I. Adapun episode-episode yang lain dapat

berupa episode depresi lengkap maupun episode campuran, dan episode

tersebut bisa mendahului ataupun didahului oleh episode manik. Gangguan

bipolar II mempunyai ciri adanya episode hipomanik. Gangguan bipolar II

dibagi menjadi 2 yaitu tipe hipomanik, bila sebelumnya didahului oleh

episode depresi mayor dan disebut tipe depresi bila sebelum episode depresi

tersebut didahului oleh episode hipomanik.

Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa

(PPDGJ) III, gangguan ini bersifat episode berulang yang menunjukkan

suasana perasaan pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, dan

gangguan ini pada waktu tertentu terdiri dari peninggian suasana perasaan

serta peningkatan energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada

waktu lain berupa penurunan suasana perasaan serta pengurangan energi

dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah terdapat penyembuhan sempurna

antar episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan

berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, sedangkan depresi

cenderung berlangsung lebih lama. Episode pertama bisa timbul pada setiap

19

Page 20: Lapsus Gangguan Bipolar

usia dari masa kanak-kanak sampai tua. Kebanyakan kasus terjadi pada

dewasa muda berusia 20-30 tahun. Semakin dini seseorang menderita

bipolar maka risiko penyakit akan lebih berat, kronik bahkan refrakter.

Episode manik dibagi menjadi 3 menurut derajat keparahannya yaitu

hipomanik, manik tanpa gejala psikotik, dan manik dengan gejala psikotik.

Hipomanik dapat diidentikkan dengan seorang perempuan yang sedang

dalam masa ovulasi (’estrus’) atau seorang laki-laki yang dimabuk cinta.

Perasaan senang, sangat bersemangat untuk beraktivitas, dan dorongan

seksual yang meningkat adalah beberapa contoh gejala hipomanik. Derajat

hipomanik lebih ringan daripada manik karena gejala-gejala tersebut tidak

mengakibatkan disfungsi sosial. Pada manik, gejala-gejalanya sudah cukup

berat hingga mengacaukan hamper seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial.

Harga diri membumbung tinggi dan terlalu optimis. Perasaan mudah

tersinggung dan curiga lebih banyak daripada elasi. Tanda manik lainnya

dapat berupa hiperaktifitas motorik berupa kerja yang tak kenal lelah

melebihi batas wajar dan cenderung non-produktif, euphoria hingga

logorrhea (banyak berbicara, dari yang isi bicara wajar hingga menceracau),

dan biasanya disertai dengan waham kebesaran, waham kebesaran ini bisa

sistematik dalam artian berperilaku sesuai wahamnya, atau tidak sistematik,

berperilaku tidak sesuai dengan wahamnya. Bila gejala tersebut sudah

berkembang menjadi waham maka diagnosis mania dengan gejala psikotik

perlu ditegakkan.

20

Page 21: Lapsus Gangguan Bipolar

Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (yaitu sekurang-

kurangnya dua) yang menunjukkan suasana perasaan (mood) pasien dan

tingkat aktivitasnya jelas terganggu, dan gangguan ini pada waktu tertentu

terdiri dari peninggian suasana perasaan (mood) serta peningkatan energi

dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa

penurunan suasana perasaan (mood) serta pengurangan enersi dan aktivitas

depresi). Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna

antar episode, dan insidensi pada kedua jenis kelamin kurang lebih sama

disbanding dengan gangguan suasana perasaan (mood) lainnya.

Pada pasien ini didiagnosis gangguan afektif bipolar, episode kini

hipomanik (F.31.0) karena dari anamnesis didapatkan tanda-tanda yaitu

terdapat gangguan alam perasaan dan proses pikir. Pada pasien didapatkan

tingkat peninggian suasana perasaan serta peningkatan energi dan aktivitas

(atau hipomania), dimana pada pasien mengaku kalau 2 minggu terakhir

perasaannya senang dan pasien sering dimintai air yang didoakan oleh para

muridnya dan pasien mengaku kalau dirinya bisa meramalkan nasib

seseorang dan ramlannya tersebut selalu terbukti dimana hal ini menjurus

pada waham kebesaran. Di lain waktu pada pasien juga terjadi penurunan

suasana perasaan serta pengurangan energi dan aktivitas (depresi) seperti

yang dialami pasien pada tahun 2007 sewaktu pasien mengurus sidang

perceraiannya dengan suaminya, pasien sempat pingsan di pengadilan tidak

sadarkan diri dan langsung dibawa ke RSUD ulin. Pada saat itu pasien

pingsan karena sangat sedih dan kecewa terhadap perkawinannya yang

21

Page 22: Lapsus Gangguan Bipolar

gagal hingga akhirnya pasien mengalami stroke serta awal bulan februari

2011 pasien mengalami perseteruan dengan kaka ipar karena kaka ipar

sudah menghina ibu kandung pasien. Kejadian tersebut membuat pasien

sangat membenci dan dendam terhadap kaka ipar. Akibat perseteruan pasien

dirawat di di RSUD ulin dengan keluhan nyeri dilehernya. Pasien sering

kecewa, cemas, dan marah dengan anak muridnya karena anak didiknya

tidak bisa terus dengan apa yang pasien ajarkan. Pasien juga sering kesal

kepada anak muridnya kalau anak muridnya menanyakan kenapa pasien

tidak kawin lagi hal ini membuat keluhan nyeri dilehernya semakin

bertambah, pasien menjadi susah tidur, pasien sering terbangun tengah

malam sehingga dipagi hari membuat badan pasien menjadi lemas, lesu dan

tidak ada gairah untuk bekerja. Tingkah laku masih dalam batas normal,

sekarang ini pasien menunjukkan perilaku normal dan afek hipertim, dan

tidak ada riwayat perubahan perilaku.

Berdasarkan pemeriksaan psikiatrik didapatkan penampilan pasien

rapi.dan terawatt Perilaku dan aktifitas psikomotor normal dengan ekspresi

senang dan gembira, pembicaraan koheren, empati dapat dirabarasakan.

Dari fungsi kognitif didapatkan daya konsentrasi dan daya ingat baik. Pasien

menjawab sesuai dengan pertanyaan pemeriksa dan relevan terhadap

pertanyaan pemeriksa.

Pada pasien ini memiliki kepribadian paranoid ditandai sifat

pencuriga, dan tidak terbuka pada orang lain. Pada pasien ini tidak terdapat

riwayat herediter.

22

Page 23: Lapsus Gangguan Bipolar

Terdapat beberapa stressor psikososial yaitu setiap keadaan atau

peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang,

sehingga orang itu terpaksa mengadakan penyesuaian diri (adaptasi) untuk

menanggulangi stressor (tekanan mental) yang timbul. Namun, tidak semua

orang mampu melakukan adaptasi dan mampu menanggulanginya sehingga

memunculkan keluhan-keluhan kejiwaan. Pada umumnya jenis stressor

psikososial dapat digolongkan menjadi masalah perkawinan, problem orang

tua, hubungan interpersonal, pekerjaan, lingkungan hidup, keuangan,

hukum, perkembangan, penyakit fisik atau cidera, faktor keluarga dan lain-

lain.

Stressor psikososial pada pasien ini adalah faktor keluarga dimana

pasien bercerai dengan suami pasien tahun 2008. Namun pasien mengaku

hal ini tidak terlalu mempengaruhi keluhannya.selain itu ada adanya

perseteruan pasien dengan kaka ipar serta stresor pekerjaan dimana pasien

kesal dengan anak muridnya.

Prognosis untuk penderita ini adalah dubia ad bonam, karena dilihat

dari perjalanan penyakit, stressor psikososial, usia saat menderita,

pendidikan, ekonomi, lingkungan sosial, organobiologi, pengobatan

psikiatrik, ketaatan berobat.

Psikofarmaka yang diberikan Kalxetin 2 x 10 mg, Clobazam 2 x 10

mg, Halopeidol 2 x 1,5 mg. Kalxetin merupakan antidepresan golongan baru

yang secara kimiawi tidak berhubungan dengan golongan trisiklik,

tetrasiklik, atau antidepresan lainnya. Mekanisme kerja antidepresi ini

23

Page 24: Lapsus Gangguan Bipolar

diduga berhubungan dengan efek inhibisinya terhadap reuptake serotonin

oleh sel neuron. Penelitian pada dosis klinis menunjukkan bahwa obat ini

menghambat reuptake serotonin, tetapi tidak untuk norepinefrin, ke dalam

platelet. Sehingga efek samping antikolinergik yang biasanya muncul pada

penggunaan antidepresan golongan siklik tidak terjadi pada golongan ini.

Sebagai golongan obat antidepresan serotoninergik, juga efektif untuk

pengobatan gangguan obsessive-compulsive dan bulimia nervosa. Indication

Depresi, gangguan obsessive-compulsive, bulimia nervosa.

Clobazam merupakan anti anxietas golongan benzodiazepine,obat ini

digunakan untuk mengurangi sindrom anxietas. Pemakaian preparat

benzodiazepine dalam dosis tinggi dan jangka waktu lama dapat

menimbulkan toleransi, ketergantungan dan efek sindroma putus zat.

Terutama bila mempergunakan benzodiazepine dengan waktu paruh yang

singkat.

Haloperidol diberikan untuk mengatasi gejala mania pada pasien ini.

Adapun efek samping dari pemberian obat anti psikotik yaitu:

1. Sedasi dan inhibisi psikomotor

2. Gangguan otonomik (hipotensi ortostatik, antikolenergik berupa mulut

kering, kesulitan miksi dan defekasi, hidung tersumbat, dan mata

kabur).

3. Gangguan endokrin

4. Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia dan sindrom

Parkinson berupa : tremor, bradikinesia, rigiditas)

24

Page 25: Lapsus Gangguan Bipolar

5. Hepatotoksik

Efek samping gangguan ekstrapiramidal haloperidol lebih besar

dibandingkan chlorpromazine karena haloperidol lebih cenderung ke

blokade reseptor dopamine di sistem ekstrapiramidal daripada di sistem

limbik (sebaliknya untuk chlorpromazine).

Apabila terjadi sindrom Parkinson maka penatalaksanaannya adalah

menghentikan obat anti psikosis atau bila obat anti psikosis masih

diperlukan diberikan trihexilphenidyl atau sulfas atrofin. Jika sindrom

Parkinson sudah terkendali diusahakan penurunan dosis secara bertahap

untuk menentukan apakah masih dibutuhkan penggunaan obat anti

Parkinson.

Psikoterapi, rehabilitasi, terapi religius dan perilaku juga perlu

diberikan pada pasien ini. Perlu pemeriksaan psikologi terlebih dahulu

untuk memilih metode yang cocok dengan minat dan bakat pasien. Semua

terapi diatas sangat menunjang kesembuhan pasien. Sedangkan pemeriksaan

laboratorium darah dimaksudkan untuk mengetahui fungsi hepar dan ginjal

karena efek samping dari terapi psikofarmaka adalah hepatotoksik dan

nefrotoksik.

Pada pasien dengan gangguan bipolar dapat dilakukan terapi dengan

terapi kejang listrik (ECT). Terapi kejang listrik (ECT) merupakan

perawatan untuk psikiatri dengan menggunakan arus listrik singkat

melewati otak pasien yang berada dalam pengaruh anestesi dengan

25

Page 26: Lapsus Gangguan Bipolar

menggunakan alat khusus. Frekuensi penggunaan biasanya 2 sampai 5 kali

per minggu dan terapi segera dihentikan sesudah tampak kemajuan klinis

Adapun indikasi penggunaan ECT antara lain : depresi berat,

gangguan bipolar, schizophrenia terutama pada tipe katatonik, tipe

schizoafektif dan akut. SEdangkan kontra indikasi penggunaan ECT :

1. Mutlak : SOL (Space Occupying Lesion), infark myocard

2. Relatif

a. Penyakit jantung: dekompensasio kordis, angina pektoris, A-V

Block, aneurisma aorta, dll

b. Kelainan tulang à skoliosis, kiphosis, dll

c. Kehamilan

d. Hipertensi berat

e. Hiperpireksia

f. Diatesa Haemoragic

g. Epilepsi

h. Ansietas berat

Pada penggunaan ECT juga terdapat komplikasi antara lain :

1. Kematian sangat jarang

2. Dislokasi atau fraktur

3. Apneu (berhenti bernafas)

4. Cardiac arrest

5. Reaktivasi proses tambah lama

6. Pneumonia

26

Page 27: Lapsus Gangguan Bipolar

7. Amnesia

8. Delirium

27

Page 28: Lapsus Gangguan Bipolar

DAFTAR PUSTAKA

1 Yayan AS.Ganggan afektif bipolar. ; (online), (http://www.google.com) diakses 30 juni 2011.

2 Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Rujukan Ringkasan dari PPDGJ – III. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, 2002.

3 Sungkar AS. Pedoman diagnosis dan terapi lab/upf ilmu kedokteran jiwa.Surabaya: RSUD Dr. Soetomo, 1994.

4 Maslim R. Panduan praktis penggunaan klinis obat psikotropik edisi ketiga. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, 2007.

5 Safyuni Naswati, dr,Sp.KJ.Psikoterapi dan rehabilitasi psikiatrik.; (online), (http://www.google.com) diakses 7 juli 2011.

28