LAPSUS eRUPSI OBAT

download LAPSUS eRUPSI OBAT

of 23

Transcript of LAPSUS eRUPSI OBAT

LAPORAN KASUS

ERUPSI OBAT KARENA KEMUNGKINAN ISONIAZID

Oleh : Nur Fairuz binti Effendy Dalila Diyana Ibrahim 0610710102 0610714008

Pembimbing : dr L.Kusbandono, SpKK

LABORATORIUM ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA RUMAH SAKIT UMUM DR.ISKAK TULUNGAGUNG 2012

0

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN...... BAB 2 LAPORAN KASUS.. BAB3 PEMBAHASAN. BAB 4 PENUTUP.. DAFTAR PUSTAKA........ 11 8 4 2

12

LAMPIRAN................................................................................................13

1

BAB I PENDAHULUAN

Obat

adalah

bahan

kimia

yang

digunakan

untuk

pemeriksaan,

pencegahan dan pengobatan suatu penyakit atau gejala. Selain manfaatnya obat dapat menimbulkan reaksi yang tidak diharapkan yang disebut reaksi simpang obat. Reaksi simpang obat dapat mengenai banyak organ antara lain paru, ginjal, hati, dan sumsum tulang tetapi reaksi kulit merupakan manifestasi yang tersering. Reaksi tersebut dapat berupa reaksi yang dapat diduga (predictable) dan yang tidak dapat diduga (unpredictable). Reaksi simpang obat yang dapat diduga (predictable) terjadi pada semua individu, biasanya berhubungan dengan dosis dan merupakan farmakologi obat yang telah diketahui. Reaksi ini meliputi 80% dari seluruh efek simpang obat termasuk diantaranya efek samping dan overdoses (kelebihan dosis). Reaksi simpang yang tidak dapat diduga

(unpredictable) hanya terjadi pada orang yang rentan, tidak tergantung pada dosis dan tidak berhubungan dengan efek farmakologis obat, termasuk diantaranya reaksi alergi obat. Reaksi alergi obat pada kulit disebut erupsi alergi obat. Erupsi obat berkisar antara erupsi ringan sampai erupsi berat yang mengancam jiwa manusia. Obat makin lama makin banyak digunakan oleh masyarakat, sehingga reaksi terhadap obat juga meningkat. Secara definisi, erupsi obat alergik adalah reaksi alergik pada kulit atau daerah mukokutan yang terjadi sebagai akibat pemberian obat yang biasanya sistemik. Yang dimaksud dengan obat, ialah zat yang dipakai untuk menegakkan diagnosis, profilaksis dan pengobatan. Reaksi kulit terhadap obat dapat terjadi melalui mekanisme immunologik atau non-imunologik. Yang dimaksud dengan erupsi obat alergik ialah alergi terhadap obat yang terjadi melalui mekanisme imunologik. Hal ini terjadi pada pemberian obat kepada penderita yang sudah mempunyai hipersensitivitas terhadap obat tersebut. Biasanya obat itu berperan pada mulanya sebagai antigen yang tidak lengkap atau hapten disebabkan oleh berat molekulnya rendah. Terjadinya hipersensitivitas karena obat harus dimetabolisme terlebih dahulu menjadi produk secara kimia sifatnya reaktif. Terdapat 2 langkah untuk terjadinya hal ini yaitu reaksi fase 1: reaksi oksidasi reduksi dan fase 2: reaksi konjugasi. Reaksi oksidasi reduksi umumnya melibatkan enzim sitokin P450,

2

prstaglandin sintetase dan macam peroksidase jaringan. Reaksi fase 2 diperantai oleh enzim, misalnya hidrolase, glutation-S-transferase (GST) dan N-asetyltransferase (NAT). Untuk dapat menimbulkan reaksi imunologik hapten harus bergabung dahulu dengan protein pembawa (carrier) yang ada dalam sirkulasi atau protein jaringan hospes. Carrier diperlukan oleh obat atau metabolitnya untuk meransang sel limfosit T agar meransang sel limfosit B membentuk antibodi terhadap obat atau metabolitnya. Pengobatan untuk erupsi obat terbagi kepada sistemik dan topikal. Obat sistemik antaranya adalah kortikosteroid dan antihistamin. Pemberian

kortikosteroid sangat penting pada alergik obat sistemik. Obat kortikosteroid yang sering digunakan adalah tablet prednison (1tablet = 5mg). Selain itu, anti histamin yang bersifat sedatif juga diberikan, jika terdapat rasa gatal Untuk prognosis, pada dasarnya erupsi kulit karena obat akan menyembuh bila obat penyebabnya dapat diketahui dan segera disingkirkan. Akan tetapi pada beberapa bentuk, misalnya eritroderma dan kelainan-kelainan berupa sindrom Lyell dan sindrom stevens johnson, prognosis dapat menjadi buruk bergantung pada luas kulit yang terkena.

3

BAB II LAPORAN KASUS

2.1

Identitas Pasien Nama Jenis Kelamin Usia Alamat Status Suku Bangsa : Ny,K : Perempuan : 25 tahun : Tulungagung : Menikah : Jawa

Tanggal pemeriksaan : 21 Januari 2012 2.2 Anamnesis : autoanamnesis Keluhan Utama : bercak kemerahan di seluruh tubuh Pasien mengeluh muncul bercak seluruh tubuh, timbul mendadak sejak 19jam SMRS. Awalnya pasien mengeluh muncul bercak kemerahan di wajah lalu menyebar ke seluruh tubuh. Keluhan disertai rasa gatal dan nyeri. Pasien juga mengeluh wajah terutama daerah mata dan bibir terasa bengkak. Panas (+). Mual (+) muntah (+). Pasien mengatakan keluhan tersebut timbul setelah minum obat

(brazidin,vasedin,omeprazole,fitochasil dan paracetamol) sejak 4hari yang lalu. Pasien juga telah didiagnosakan TB dan mendapat pengobatan TB sejak 2minggu yang lalu. Riwayat pengobatan: pasien mendapat pengobatan TB sejak 2minggu Riwayat pengobatan sendiri: Penggunaan salep, obat, minyak kayu putih dan minyak tawon disangkal. Riwayat atopi/alergi (-) Riwayat keluarga : Adik pasien mempunyai alergi obat. (namun pasien lupa nama obatnya) Riwayat minum jamu (+) jamu kunir bikin sendiri. Riwayat penyakit lain (+) gastritis. yang lalu.

4

2.3

Status Dermatologis Lokasi Distribusi Ruam : seluruh tubuh : tersebar : patch eritematous, bentuk tidak beraturan, batas tegas, bervariasi 2-3cm, multiple.

2.4

Status Generalis Keadaan umum : tampak sakit sedang, compos mentis, kesan gizi baik Berat badan Tanda- tanda vital : 50kg : Tekanan darah: 110/70 Nadi: 76x/menit Laju pernapasan: 24x/menit Kepala / leher : anemis (-), ikterus (-), kaku kuduk (-), pembesaran kelenjar getah bening (-) palpebra edema (+) Thoraks : Paru: vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-) Jantung: S1S2 single, murmur (-), gallop (-) Abdomen : flat, soefl, bising usus (+) normal, meteorismus (-)

5

Extremitas 2.5 Diagnosis Banding 1. Erupsi obat 2. Dermatitis atopik

: anemis (-), ikterik (-), edema (-)

3. Dermatitis kontak alergi

2.6

Pemeriksaan Penunjang Tidak dilakukan

2.7

Diagnosis Erupsi Obat

2.8

Terapi MRS Simptomatis Hydrocortison cream 2.5% Suportif obat sakit maG dan obat TB di hentikan Menjaga kebersihan badan dengan mandi dua kali sehari. Mengenakan pakaian dari bahan katun atau dari bahan yang menyerap keringat. Menjaga kulit agar tidak terlalu kering dengan memakai pelembap. Menggunakan sabun yang tidak menimbulkan iritasi pada kulit.

2.9

Follow Up Lihat di lampiran

2.10

KIE a) Menjelaskan tentang penyakit pasien. b) Menjelaskan tentang faktor penyebab dan faktor pencetus timbulnya penyakit. c) Menginformasikan kepada pasien cara membersihkan badan secara menyeluruh.

6

d) Pasien disarankan untuk mengenakan pakaian dari bahan katun atau bahan yang menyerap keringat. e) Menjelaskan tentang terapi, aturan penggunaannya dan prognosis penyakit.

7

BAB III PEMBAHASAN

Telah dilaporkan kasus Ny.K yang berusia 25 tahun dengan data-data yang mendukung bahwa pasien mengalami erupsi obat. Pada autoanamnesis, pasien mengeluh muncul bercak pada seluruh tubuh yang timbul mendadak sejak 19jam SMRS. Awalnya pasien mengeluh muncul bercak kemerahan di wajah lalu menyebar ke seluruh tubuh. Keluhan disertai rasa gatal dan nyeri. Pasien juga mengeluh wajah terutama daerah mata dan bibir terasa bengkak. Panas (+). Mual (+) muntah (+). Pasien mengatakan keluhan tersebut timbul setelah minum obat (brazidin,vasedin,omeprazole,fitochasil dan paracetamol) sejak 4hari yang lalu. Pasien juga telah didiagnosakan TB dan mendapat pengobatan TB sejak 2 minggu yang lalu. Riwayat pengobatan sendiri yaitu penggunaan salep, obat, minyak kayu putih dan minyak tawon disangkal. Riwayat atopi/alergi tidak didapatkan. Riwayat alergi di keluarga (+) yaitu adik pasien mempunyai alergi obat. (namun pasien lupa nama obatnya). Riwayat minum jamu (+) jamu kunir bikin sendiri. Riwayat penyakit lain (+) gastritis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan patch eritematous pada seluruh tubuh, bentuk tidak beraturan, batas tegas, ukuran bervariasi dengan 2-3cm, multiple dan tersebar. Dasar diagnosis erupsi obat alergik adalah: 1) Anamnesis yang teliti mengenai obat-obat yang diodapat termasuk jamu-jamu, kelainan yang timbul secara akut atau dapat juga beberapa hari sesudah masuknya obat dan rasa gatal yang dapat disertai demam yang biasanya subfebris dan 2) Kelainan kulit yang ditemukan yaitu distribusi menyebar dan simetris atau setempat serta bentuk kelainan yang timbul: eritema, urtikaria, purpura, eksantema, papul, eritroderma, eritema nodosum. Pada pasien ini didapatkan riwayat pemakaian obat-obat termasuk jamu, gatal-gatalnya timbul secara akut yaitu 19 jam SMRS dan juga rasa gatal disertai demam. Selain itu, ditemukan juga kelainan kulit yang menyebar yang awalnya bermula di bagian wajah, bentuk eritema. Maka , diagnosa pada pasien ini dapat ditegakkan karena memenuhi dasar diagnosis yang disebutkan sebelumnya. Erupsi obat alergik atau allergic drug eruption ialah reaksi alergik pada kulit atau daerah mukokutan yang terjadi sebagai akibat pemberian obat yang

8

biasanya sistemik. Yang dimaksud dengan obat ialah zat yang dipakai untuk menegakkan diagnosis, profilaksis dan pengobatan. Secara umum terdapat 4 tipe reaksi imunologik yang dikemukakan oleh Coomb dan Gell. Satu reaksi alergik dapat mengikuti salah satu dari ke 4 jalur ini. Tipe 1 (reaksi cepat, reaksi anafilatik) merupakan reaksi yang penting dan sering dijumpai. Pajanan pertama kali terhadap obat tidak menimbulkan reaksi yang merugikan, tetapi pajanan selanjutnya dapat menimbulkan reaksi. Antibodi yang terbentuk ialah antibodi IgE yang mempunyai afinitas yang tinggi terhadap mastosit dan basofil. Pada pemberian obat yang sama, antigen dapat menimbulkan perubahan berupa degranulasi sel mas dan basofil dengan dilepaskannya bermacam-macam mediator, antara lain histamin, serotonin, bradikinin, heparin dan SRSA. Pada tipe 2 (reaksi sitostatik) disebabkan oleh obat (antigen) yang memerlukan penggabungan antara IgG dan IgM di permukaan sel. Hal ini menyebabkan efek sitolitik atau sitotoksik oleh sel efektor yang diperantai komplemen. Gabungan obat-antibodi-komplemen terfiksasi pada sel sasaran. Sebagai sel sasaran ialah berbagai macam sel biasanya eritrosit, leukosit, trombosit yang mengakibatkan lisis sel sehingga reaksi tipe 2 tersebut disebut juga reaksi sitolisis atau sitotoksik. Contohnya ialah penisilin, sefalosprin, streptomisin, sulfonamida dan isionazid. Pada tipe 3, (reaksi kompleks imun) adalah reaksi yang ditandai oleh pembentukan kompleks antigen, antibodi (IgG dan IgM) dalam sirkulasi darah atau jaringan dan mengaktifkan komplemen. Komplemen yang diaktifkan kemudian melepaskan berbagai mediator diantaranya enzim-enzim yang dapat merusak jaringan. Kompleks imun akan beredar dalam sirkulasi dan kemudian dideposit pada sel sasaran. Contohnya ialah penisilin, eritromisin, sulfonamid, salisilat, dan isonazid. Tipe 4 (reaksi alergik seluler tipe lambat) ialah reaksi yang melibatkan limfosit, APC (antigen presenting cell) dan sel langerhans yang

mempresentasikan antigen kepada limfosit T. Limfosit T yang tersensitasi mengadakan reaksi dengan antigen. Reaksi ini disebut reaksi tipe lambat yaitu terjadi 12-48jam setelah pajanan terhadap antigen menyebabkan pelepasan serangkaian limfokin. Contoh reaksi tipe ini ialah dermatitis kontak alergik. (Djuanda, 2005).

9

Pengobatan kortikosteroid sangat penting pada alergi obat sistemik. Obat kortikosteroid yang sering digunakan adalah tablet prednison 5 mg. Pada kelainan urtikaria, eritema, dermatitis medikamentosa, purpura, eritema

nodosum, eksantema fikstum dan P.E.G.A karenaalergi obat, dosis standar untuk orang dewasa adalah 3 x 10 mg prenison sehari. Pada eritroderma dosisnya adalah 3 x 10 mg sampai 4 x 10 mg sehari. Antihistamin yang bersifat dapat juga digunakan, jika terdapat rasa gatal seperti CTM 3 x 4 mg. Pengobatan topikal bergantung pada keadaan kelainan kulit, apakah kering atau basah. Kalau keadaan kering, seperti pada keadaan eritema dan urtikaria, dapat diberikan bedak contohnya bedak salisilat 2% ditambah dengan obat antipruritus, misalnya mentol 1% untuk mengurangi rasa gatal. Kalau keadaan basah seperti dermatitis medikamentosa, perlu digunakan kompres misalnya kompres larutan asam salisilat 1%. Pada bentuk purpura dan eritema nodosum tidak diperlukan pengobatan topikal. Pada eksantema fikstum, jika kelainan membasah dapat diberikan kompres dan jika kering dapat diberi krim kortikosteroid misalnya krim kortikosterois 2%. Pada dasarnya erupsi kulit karena obat akan menyembuh bila obat penyebabnya dapat diketahui dan segera disingkirkan. Akan tetapi pada beberapa bentuk misalnya sindrom stevens-Johnson, prognosis dapat menjadi buruk bergantung pada luas kulit yang terkena.

10

BAB IV PENUTUP4.1 Kesimpulan Erupsi obat alergik adalah reaksi alergik pada kulit atau daerah mukokutan yang terjadi sebagai akibat pemberian obat yang biasanya sistemik. Yang dimaksud dengan obat, ialah zat yang dipakai untuk menegakkan diagnosis, profilaksis dan pengobatan. Obat dapat menimbulkan reaksi yang tidak diharapkan yang disebut reaksi simpang obat. Reaksi tersebut dapat berupa reaksi yang dapat diduga (predictable) dan yang tidak dapat diduga (unpredictable). Reaksi kulit terhadap obat dapat terjadi melalui mekanisme immunologik atau non-imunologik. Yang dimaksud dengan erupsi obat alergik ialah alergi terhadap obat yang terjadi melalui mekanisme imunologik Pengobatan untuk erupsi obat terbagi kepada sistemik dan topikal. Obat sistemik antaranya adalah kortikosteroid dan antihistamin Pengobatan pada pasien ini meliputi pengobatan simptomatis dan suportif. Diperlukan komunikasi, informasi dan edukasi yang tepat pada pasien ini mengenai penyakitnya agar kekambuhan penyakit dapat dikurangi. Untuk prognosis, pada dasarnya erupsi kulit karena obat akan menyembuh bila obat penyebabnya dapat diketahui dan segera disingkirkan.

11

DAFTAR PUSTAKA

Adhi Djuanda, 2007. Erupsi Obat Alergik. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi kedua. Halaman 154-158. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta.

Gruchala, R.S Beltrani,2000. Drug Induce cutaneous reactions dalam Leung D.Y.M, Greaves M.W: Allergic skin diseases. Page 307-335. Marcel Decker Inc, New York.

Jamie Alison Eldeistein, 2009. Drug Eruption. State University of New York, Kings County Hospital Center (online).

http://emedicine.medscape.com/article/overview. Diakses tanggal 28 Januari 2012.

Klaus Wolff, Richard Allen Johnson. 2009. Fixed Drug Eruption. Dalam: Fitzpatricks Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. 6th Edition. Page 566-569. United States of America: McGrawHill.

Kresno, D.B. Mekanisme respon Imun dalam Siti Budina: Imunologi Diagnosis dan Prosedur laboratorium. Edisi kwdua. Halaman 53-70. Balai Penerbit FKUI Jakarta 1991.

R.S. Siregar, 2004. Dermatitis Medikamentosa. Dalam: Atlas Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Halaman 138-140. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

12

Lampiran I Tanggal/Jam Subjektif 21 Jan 2012 Bercak 0730 WB kemerahan seluruh tubuh disertai gatal Mual (+) Muntah (+) Batuk (+) Lemas (+) Nafsu makan menurun (+) BAK & BAB (+) normal Objektif KU: tampak sakit sedang, gizi baik TD: 110/70 Nadi: 80x/menit, regular, pulsus magnus RR: 24x/menit, regular, spontan Tax: Pemeriksaan Fisik: K/L: anemis -/- ; cyanosis -/palpebra edema +/+ ; ikterik -/Thorax: Cor/ S1S2 tunggal, regular murmur (-), gallop (-) Pulmo/ vesikuler. Rhonki (-), wheezing (-) Abdomen: soefl, BU (+) normal, meteorismus, hepar/lien tidak dilakukan pemeriksaan Extremitas: akral hangat, CRT