Lapsus Dev

42
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebanyak 90 % kanker mulut berupa karsinoma sel skuamosa berasal dari mukosa oral. 10 % sisanya berupa keganasan yang terdiri dari melanoma maligna, karsinoma kelenjar saliva intraoral, sarkoma jaringan lunak dan tulang, tumor odontogenik maligna, limfoma Non Hodgkin’s, dan metastase dari tumor primer yang berlokasi dibagian manapun ditubuh. Tumor kelenjar saliva merupakan bagian yang penting dari patologi oral dan maksilofasial dengan presentasi 3-5 % dari seluruh neoplasma pada kepala dan leher. 1 Karsinoma mukoepidermoid sentral (CMC) sangatlah langka, terjadi sekitar 2-3 % dari seluruh karsinoma mukoepidermoid yang tercatat. Asal dari CMC masih kontroversial dan dipertimbangkan terjadi beberapa kemungkinan, meliputi metaplasia dari kista epitel odontogenik, terperangkapnya jaringan kelenjar saliva 1

Transcript of Lapsus Dev

Page 1: Lapsus Dev

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebanyak 90 % kanker mulut berupa karsinoma sel skuamosa berasal dari

mukosa oral. 10 % sisanya berupa keganasan yang terdiri dari melanoma maligna,

karsinoma kelenjar saliva intraoral, sarkoma jaringan lunak dan tulang, tumor

odontogenik maligna, limfoma Non Hodgkin’s, dan metastase dari tumor primer

yang berlokasi dibagian manapun ditubuh. Tumor kelenjar saliva merupakan

bagian yang penting dari patologi oral dan maksilofasial dengan presentasi 3-5 %

dari seluruh neoplasma pada kepala dan leher.1

Karsinoma mukoepidermoid sentral (CMC) sangatlah langka, terjadi

sekitar 2-3 % dari seluruh karsinoma mukoepidermoid yang tercatat. Asal dari

CMC masih kontroversial dan dipertimbangkan terjadi beberapa kemungkinan,

meliputi metaplasia dari kista epitel odontogenik, terperangkapnya jaringan

kelenjar saliva submandibular, sublingual atau minor dari area retromolar,

epitelium sinus maksila, terperangkapnya kelenjar saliva minor secara iatrogenik

(contoh osteomielitis kornis dan sinusitis) dan sisa odontogenik dari lamina

dental.1

Berikut akan dilaporkan kasus CMC daerah mandibula pada seorang

wanita berumur 41 tahun.

1

Page 2: Lapsus Dev

1.2.Rumusan masalah

Rumusan masalah pada laporan kasus ini adalah bagaimana cara

mendiagosis dan penanganan kasus karsinoma mukoepidermoid?

1.3 Tujuan

Laporan kasus ini bertujuan menjelaskan dasar teori karsinoma

mukoepidermoid yang terdiri atas definisi, patofisiologi, diagnosis,

penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis serta melakukan telaah atas kasus

karsinoma mukoepidermoid.

2

Page 3: Lapsus Dev

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Regional Kelenjar Saliva

Kelenjar liur atau kelenjar saliva adalah kelenjar yang menyekresikan

cairan saliva, terbagi menjadi dua golongan, yaitu mayor dan minor. Kelenjar

saliva mayor terdapat tiga pasang, yaitu kelenjar parotis, kelenjar submandibular,

dan kelenjar sublingual. Kelenjar saliva minor terutama tersebar dalam rongga

mulut, sinus paranasal, submukosa, trakea, dan lain lain.2

Gambar 1. Anatomi Kelenjar Liur2

Kelenjar Parotis

Terletak di lateral wajah, berbadan kelenjar tunggal tetapi sering kali

dengan batas nervus fasialis dibagi menjadi dua lobus, yaitu lobus profunda dan

superficial. Lobus superficial lebih besar, bentuk tak beraturan, terletak di

3

Page 4: Lapsus Dev

superficial dari bagian posterior otot masseter, ke atas, hingga ke arkus zigomatik,

ke bawah mencapai margo inferior os mandibular. Lobus profunda lebih kecil, ke

atas berbatasan dengan kartilago meatus akustikus eksternal, mengitari posterior

ramus asendens os mandibular menjulur ke dalam, bersebelahan dengan celah

parafaring. Duktus primer kelenjar parotis terletak di superficial fasia otot maseter

hampir tegak lurus menuju ke dalam membentuk otot businator dan bermuara di

mukosa bukal, dekat gigi Molar 2 atas dan disebut Stensen’s Duct.2

Traktus nervus fasialis keluar dari foramen stilomastoideus, di antara

kartilago meatus akustikus eksternal dan venter posterior otot digastrikus, fasies

profunda arteri aurikularis posterior, 1 cm superior prosesus mastoideus, melintasi

bagian superficial radiks prosesus stiloideus, dari bagian posterior kelenjar parotis

memasuki kelenjar parotis. Di dalam parenkim kelenjar tersebut nervus fasialis

bercabang dua menjadi trukus temporofasialis dan trunkus servikofasialis; trunkus

temporofasialis lebih besar, berjalan ke superior; trunkus servikofasialis lebih

halus, berjalan kurang lebih sejajar margo posterior ramus asendens os

mandibular, di posterior, vena fasialis posterior berjalan ke inferior. Dari trunkus

tersebut timbul lima percabangan, yaitu cabang temporal, cabang zigomatik,

cabang bukal, cabang mandibular marginal, dan cabang servikal.2

4

Page 5: Lapsus Dev

Gambar 2. Kelenjar liur dan n. fasialis

Kelenjar Submandibular

Terletak di tengah trigonum mandibular, terbagi menjadi dua bagian,

profunda dan superficial. Bagian superficial lebih besar, bagian profunda timbul

dari sisi internal bagian superficial, melalui celah antara otot mylohioid dan

hioglosus sampai ke bagian bawah lidah, berhubungan dengan ujung posterior

kelenjar sublingual. Duktus kelenjar submandibular muncul dari bagian internal

kelenjar, bermuara di papilla di bawah lidah. Arteri maksilaris eksternal melalui

venter posterior otot digastrik dan fasies profunda kelenjar submandibular menuju

ke superior, mengitari margo inferior korpus mandibular, di margo anterior otot

maseter mencapai daerah muka. Nervus linguialis dari lateral menuju medial

melintasi bagian inferior duktus kelenjar submandibular memasuki lidah. Nervus

sublingualis melintasi fasies profunda venter posterior otot digastrik, bagian

superficial otot hioglosus, ke arah anterosuperior masuk lidah. Cabang mandibular

nervus fasialis sejak muncul dari trunkus servikofasialis, di inferior kelenjar

parotis, fasies profunda otot platisma melintasi vena fasialis posterior, di sekitar 1

5

Page 6: Lapsus Dev

cm dari angulus mandibular menuju anterior, melintasi vena fasialis anterior dan

arteri maksilaris eksternal dan menyebar di bibir bawah.2

Kelenjar Sublingual

Kelenjar sublingual berbentuk pipih panjang, terbentuk dari banyak

kelenjar kecil, terletak di area sublingual, ujung posteriornya berhubungan dengan

perpanjangan kelenjar submandibular. Duktus sublingual ada dua jenis, besar dan

kecil. Kebanyakan adalah duktus kecil, bermuara di mukosa bawah lidah, duktus

besar mengikuti sisi medial badan kelenjar mengikuti duktus submandibular,

keduanya kebanyakan bersatu bermuara di papilla di bawah lidah.2

2.2 Fisiologi Kelenjar Saliva

Saliva mengandung dua tipe sekresi protein yang utama : 3

1. Sekresi serous yang mengandung ptyalin (suatu α-amilase), yang merupakan

enzim untuk mencernakan serat, dan

2. Sekresi mucus yang mengandung musin untuk tujuan pelumasan dan

perlindungan permukaan.

Kelenjar parotis seluruhnya menyekresi tipe serous, dan kelenjar

sublingualis dan submandibularis menyekresi tipe mucus maupun serous.

Kelenjar bukalis hanya menyekresi mucus. Saliva mempunyai pH antara 6,0 dan

7,4, suatu kisaran yang menguntungkan untuk kerja pencernaan dan ptyalin.3

Pada kondisi basal, sekitar 0,5 mililiter saliva, hampir seluruhnya dari tipe

mucus, disekresikan setiap detik sepanjang waktu kecuali selama tidur, saat

sekresi menjadi sangat sedikit. Sekresi ini sangat berperan penting dalam

mempertahankan kesehatan jaringan rongga mulut. Saliva membantu mencegah

6

Page 7: Lapsus Dev

proses kerusakan jaringan mulut yang dapat disebabkan oleh bakteri dengan cara

membantu membuang bakteri pathogen juga partikel-partikel makanan yang

memberi dukungan metabolic bagi bakteri dan saliva juga mengandung beberapa

factor yang menghancurkan bakteri, salah satunya adalah ion tiosianat dan lainnya

adalah enzim proteolitik terutama lizozim. Terakhir, saliva juga mengandung

sejumlah besar antibodi protein yang dapat menghancurkan bakteri rongga mulut,

termasuk yang menyebabkan karies gigi.3

Setiap hari satu sampai dua liter air liur diproduksi dan hampir semuanya

ditelan dan direabsorbsi. Proses sekresi dibawah kendali saraf otonom. Makanan

dalam mulut merangsang serabut saraf yang berakhir pada nukleus pada traktus

solitaries dan pada akhirnya merangsang nukleus saliva pada otak tengah.

Pengeluaran air liur juga dirangsang oleh penglihatan, penciuman melalui impuls

dari kerja korteks pada nukleus saliva batang otak. Aktivitas simpatis yang terus

menerus menghambat produksi air liur seperti pada kecemasan yang

menyebabkan mulut kering. Obat-obatan yang menghambat aktivitas parasimpatis

juga menghambat produksi air liur seperti obat antidepresan, tranquillizers, dan

obat analgesik opiate dapat menyebabkan mulut kering (Xerostomia).4

Saluran air liur relatif impermeabel terhadap air dan mensekresi kalium,

bikarbonat, kalsium, magnesium, ion fosfat dan air. Jadi produk akhir dari

kelenjar air liur adalah hipotonik, cairan yang bersifat basa yang kaya akan

kalsium dan fosfat. Komposisi ini penting untuk mencegah demineralisasi enamel

gigi.4

2.3 Definisi

7

Page 8: Lapsus Dev

Karsinoma mukoepidermoid adalah salah satu jenis histopatologi tumor

ganas kelenjar liur. Jenis ini paling sering berasal dari kelenjar liur mayor diikuti

kelenjar liur minor. Karsinoma mucoepidermoid dapat terjadi di payudara, rahang

mandibula, dan timus.5

2.4 Epidemiologi

Tumor pada kelenjar liur relatif jarang terjadi, presentasinya kurang dari

3% dari seluruh keganasan pada kepala dan leher.6

Dari tumor kelenjar saliva, insidens tumor parotis paling tinggi, yaitu sekitar

80%, tumor submandibular 10%, tumor sublingual 1%, tumor kelenjar saliva kecil

dalam mulut 1%.2

Neoplasma yang timbul pada kelenjar ludah relatif jarang, namun mereka

mewakili berbagai subtipe histologis baik jinak maupun ganas. Walaupun peneliti

telah belajar banyak dari berbagai kelompok studi tumor selama bertahun-tahun,

diagnosis dan pengobatan neoplasma kelenjar ludah tetap masalah yang kompleks

dan menantang untuk ahli bedah kepala dan leher.7

8

Page 9: Lapsus Dev

Neoplasma kelenjar ludah mewakili 6% dari semua tumor kepala dan

leher. Insiden neoplasma kelenjar ludah secara keseluruhan adalah sekitar 1,5

kasus per 100.000 orang di Amerika Serikat. Diperkirakan 700 kematian (0,4 per

100.000 untuk laki-laki dan 0,2 per 100.000 untuk perempuan) yang berkaitan

dengan tumor kelenjar ludah terjadi setiap tahun.8

Neoplasma kelenjar ludah paling sering muncul dalam dekade keenam

dari kehidupan. Pasien dengan lesi ganas biasanya muncul setelah berusia 60

tahun, sedangkan mereka dengan lesi jinak biasanya muncul ketika lebih dari 40

tahun. Neoplasma jinak terjadi lebih sering pada wanita dibandingkan pria, namun

tumor ganas didistribusikan secara merata antara kedua jenis kelamin.8

9

Page 10: Lapsus Dev

Kelenjar ludah dibagi menjadi 2 kelompok : kelenjar ludah mayor dan

kelenjar ludah minor. Kelenjar ludah mayor terdiri dari 3 pasang kelenjar berikut:

kelenjar parotis, kelenjar submandibula, dan kelenjar sublingual. Kelenjar ludah

minor terdiri 600-1000 kelenjar kecil yang didistribusikan ke seluruh saluran

pencernaan bagian atas. Di antara neoplasma kelenjar ludah, 80% muncul dalam

kelenjar parotis, 10-15% muncul dalam kelenjar submandibula, dan sisanya

muncul dalam kelenjar ludah sublingual dan minor. Hampir setengah dari semua

neoplasma kelenjar submandibular dan sebagian besar tumor sublingual dan

kelenjar ludah minor adalah ganas.8

10

Page 11: Lapsus Dev

Karsinoma mukoepidermoid merupakan tipe yang berbeda dari tumor lain.

Tumor jenis ini mengandung tiga unsur seluler dalam proporsi yang berbeda-beda

: sel skuamosa, mukus-sel penghasil sekret, dan sel "intermediate". Karsinoma

mukoepidermoid pertama kali dijelaskan oleh Masson dan Berger pada tahun

1924.9

Telah dilaporkan terjadi pada semua usia dengan kejadian puncak pada

dekade ke- 4 dan ke-5, dengan perempuan terkena lebih sering daripada laki-laki

dengan rasio 3 : 1. Ini juga merupakan neoplasma ganas kelenjar ludah yang

paling sering terjadi pada anak-anak. Pada kelenjar ludah mayor, 89,6% kasus

terjadi di parotid. Karsinoma mukoepidermoid menunjukkan spektrum yang luas

dari agresivitas, yang dapat diprediksi dengan penilaian mikroskopis.5

2.5 Etiologi

Penyebab pasti tumor kelenjar liur belum diketahui secara pasti, dicurigai

adanya keterlibatan faktor lingkungan dan faktor genetik. Paparan radiasi

dikaitkan dengan tumor ganas karsinoma mukoepidermid. Eipstein Barr virus

mungkin merupakan salah satu faktor pemicu timbulnya tumor limfoepitelial

kelenjar liur. Kelainan genetik, misalnya monosomi dan polisomi sedang diteliti

sebagai faktor timbulnya tumor kelenjar air liur.8

Resiko terjadinya neoplasma berhubungan dengan ekspos radiasi

sebelumnya. Akan tetapi ada faktor resiko lain yang mempengaruhi terjadinya

karsinoma kelenjar air liur seperti pekerjaan, nutrisi, dan genetik. Kemungkinan

terkena pada laki-laki sama dengan perempuan.

11

Page 12: Lapsus Dev

Etiologi neoplasma kelenjar ludah tidak sepenuhnya dipahami. Dua teori

mendominasi adalah teori biseluler dan teori multiseluler sel induk.8

Teori multiseluler : teori ini menyatakan bahwa tumor kelenjar liur berasal

dari diferensiasi sel-sel matur dari unit-unit kelenjar liur. Seperti tumor asinus

berasal dari sel-sel asinar, onkotik tumor berasal dari sel-sel duktus striated,

mixed tumor berasal dari sel-sel duktus interkalated dan mioepitelial,

squamous dan mukoepidermoid karsinoma berasal dari sel-sel duktus

ekskretori.

Teori biseluler : teori ini menerangkan bahwa sel basal dari glandula

ekskretorius dan duktus interkalated bertindak sebagai stem sel. Stem sel dari

duktus interkalated dapat menimbulkan terjadinya karsinoma asinus,

karsinoma adenoid kistik, mixed tumor, onkotik tumor dan Warthin's tumor.

Sedangkan stem sel dari duktus ekskretorius menimbulkan terbentuknya

skuamous dan mukoepidermoid karsinoma.

Bukti terbaru menunjukkan bahwa teori biseluler adalah etiologi lebih

memungkinklan untuk neoplasma kelenjar ludah. Teori ini lebih logis

menjelaskan neoplasma yang berisi beberapa jenis sel diskrit, seperti adenoma

pleomorfik dan tumor Warthin.8

2.6 Patofisiologi

Seperti kebanyakan kanker, mekanisme molekuler yang tepat dimana

tumorigenesis terjadi pada neoplasma kelenjar ludah yang tidak sepenuhnya

dipahami. Beberapa jalur dan onkogen juga berperan, termasuk onkogen yang

12

Page 13: Lapsus Dev

diketahui terkait dengan berbagai kanker pada manusia. Ini termasuk p53, Bcl-2,

PI3K/Akt, MDM2, dan ras.8

Mutasi pada p53 telah ditemukan di kedua neoplasma jinak dan ganas

kelenjar ludah dan beberapa bukti menunjukkan bahwa adanya mutasi p53

berkorelasi dengan tingkat lebih tinggi dari kekambuhan tumor. RAS adalah

protein G yang terlibat dalam transduksi sinyal pertumbuhan, dan kekacauan di

sinyal ras yang terlibat dalam berbagai tumor solid. Mutasi H-Ras telah

ditunjukkan dalam proporsi yang signifikan dari adenoma pleomorfik,

adenocarcinoma, dan karsinoma mucoepidermoid.8

Pada karsinoma mucoepidermoid, translokasi kromosom t (11; 19) (Q21,

p13) telah diidentifikasi pada sampai dengan 70% dari kasus. Translokasi ini

menciptakan protein MECT1-MAML2 fusi yang mengganggu sinyal jalur Notch.

Protein fusi ini diungkapkan oleh semua jenis sel mukoepidermoid saat

translokasi hadir. Menariknya, tumor fusi-positif tampaknya tidak lebih agresif

dari tumor fusi-negatif. Pasien fusi-positif memiliki median kelangsungan hidup

secara signifikan lebih lama dan tingkat yang lebih rendah dari kekambuhan lokal

dan metastasis jauh.8

Hilangnya kromosom telah ditemukan menjadi penyebab penting dari

mutasi dan tumorigenesis pada tumor kelenjar ludah. Hilangnya lengan alelik

kromosom 19q telah dilaporkan terjadi umumnya pada karsinoma kistik adenoid.

Karsinoma Mucoepidermoid juga menunjukkan hilangnya lengan kromosom 2q,

5p, 12p, dan 16q lebih dari 50% kasus.8

13

Page 14: Lapsus Dev

Beberapa gen lain sedang diselidiki dalam tumorigenesis neoplasma

kelenjar ludah. Hepatocyte growth factor (HGF), sebuah protein yang

menyebabkan morfogenesis dan penyebaran sel-sel epitel, telah ditemukan

meningkatkan penyebaran dan mungkin invasif adenoid cystic carcinoma.

Ekspresi proliferating cell nuclear antigen (PCNA) ditemukan dalam 2 tumor

ganas yang paling umum saliva, karsinoma adenoid kistik dan karsinoma

mukoepidermoid, dengan ekspresi yang lebih tinggi di kelenjar submandibula.

Ekspresi dari fibroblast growth factor 8b telah terbukti menyebabkan tumor

kelenjar ludah pada tikus transgenik.8

2.7 Gejala Klinis

Kebanyakan tumor kelenjar ludah ditandai oleh gejala massa yang tidak

nyeri, meskipun pertumbuhannya cepat dan nyeri kadang-kadang dapat terjadi,

namun hal tersebut tidak selalu berarti keganasan. Karena penyakit inflamasi atau

infeksi bisa mempunyai gejala yang sama (seperti parotitis atau penyakit kolagen

vaskuler seperti sindrom Sjorgen atau granulomatosis Wegner). Paralisis saraf

fasialis, metastasis pada nodus limfatikus, dan invasi jaringan lunak merupakan

indikasi dari penyakit yang agresif. Sebagai catatan, Bell’s palsy (paralisis saraf

fasialis idiopatik) adalah diagnosis ekslusi, dan pasien yang mengalami

kelumpuhan saraf fasialis tiba-tiba yang kemungkinan besar disebabkan oleh

keganasan parotis (baik itu bersifat primer atau metastasis dari lesi primer di kulit)

tidak boleh didiagnosis sebagai Bell’s palsy.8,9,10

Pertumbuhan yang cepat dari massa dan rasa sakit pada lesi itu berkaitan

dengan perubahan ke arah keganasan, tetapi bukan sebagai alat diagnostik.

14

Page 15: Lapsus Dev

Keterlibatan saraf fasialis (N.VII) umumnya sebagai indikator dari

keganasan,walaupun gejala ini hanya nampak pada 3% dari seluruh tumor parotis

dan prognosisnya buruk. Tumor ganas pada kelenjar parotis dapat meluas ke area

retromandibular dari parotis dan dapat menginvasi lobus bagian dalam, melewati

ruangan parapharyngeal. Akibatnya, keterlibatan dari saraf kranial bagian bawah

dapat terjadi berupa disfagia, sakit dan gejala pada telinga. Lebih lanjut lagi dapat

melibatkan struktur disekitarnya seperti tulang petrosus, kanal auditorius

eksternal, dan sendi temporomandibular. Tumor ganas dapat bermetastasis ke

kelenjar limfe melalui ruangan parapharyngeal dan ke rangkaian jugular bagian

dalam, dan ke pre-post facial nodes.2,8

Tampilan klinis pada karsinoma mukoepidermoid dapat berupa lesi jinak.

Keluhan yang sering adalah adanya massa aimptomatis. Gejala nyeri, fiksasi

jaringan sekitar dan paralisis wajah adalah tidak sering meningkatkan kecurigaan

tumor grading tinggi.2

2.8 Diagnosis

Kriteria dalam mendiagnosis karsinoma mukoepidermoid meliputi : (a)

adanya lesi osteolitik yang jelas pada radiografi, (b) pengecatan mucicarmine

yang positif, (c) tidak ada atau rupturnya lapisan – lapisan kortikal, (d) eksklusi

klinis dan histologis dari metastasis atau lesi odontogenik, (e) eksklusi dari

jaringan lunak kelenjar saliva, konfirmasi histologis.1

15

Page 16: Lapsus Dev

Gambar 3. Histopatologi massa tumor menunjukkan gambaran karsinoma

mukoepidermoid

Ditemukan kelompok sel-sel solid yang menyerupai sel epidermoid, terdiri

atas sel yang besar-besar, pleomorfik, inti vesikuler, sebagian hiperkromatik dan

mitosis, nukleoli nyata, tampak juga sel-sel membentuk rongga-rongga atau

lumen kistik yang berisi massa amorf eosinofilik pucat.12

16

Page 17: Lapsus Dev

Dari kebanyakan kasus, secara histologis CMC merupakan tumor grade

rendah dengan prognosis yang baik. Meskipun termasuk tumor grade rendah,

CMC harus di terapi dengan reseksi lokal yang luas. CMC dipertimbangkan

berpotensi rendah menjadi karsinoma maligna dalam evolusi jangka panjang,

dapat menjadi agresif dan akhirnya memerlukan reseksi blok yang luas.1

17

Page 18: Lapsus Dev

Secara makroskopik terlihat batas tegas dan mungkin parsial encapsulated.

Terkadang infiltrative dan deferensiasi buruk. Pada mikroskopik ditandai oleh

adanya 2 populasi sel, yakni sel mucous dan sel epidermoid.1

FNA sangat membantu dalam penegakkan diagnosis namun hal ini

tergantung pada pengalaman dan kemampuan dari dokter sitopatologisnya

(tingkat akurasi mencapai 60% - 90%). Jika FNA tidak dapat menegakkan

diagnosis, maka kita perlu melakukan biopsi eksisional terbuka. Pada kasus tumor

parotis, biopsi eksisi memerlukan tindakan parotidektomi superfisialis untuk

mengidentifikasi dan mempertahankan saraf fasialis. Biopsi insisional harus

dihindari untuk mencegah kerusakan pada tumor, tumpahan tumor, dan pada

kasus tumor parotis, cedera saraf fasialis. CT dan MRI dapat membantu dalam

menentukan rincian perluasan penyakit (seperti perluasan pada ruangan

parafaringeal atau perluasan ke tulang tengkorak).2

2.9 Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan karsinoma mukoepidermoid adalah

multimodalitas dengan pembedahan sebagai pilihan utama dilanjutkan dengan

radioterapi dan atau kemoterapi. Pemilihan modalitas ini berdasarkan kepada

banyak faktor antara lain lokasi, stadium, kondisi pasien, penyakit penyerta,

fasilitas (kamar operasi, alat, obturator), pengalaman operator, dan lainnya.12

Pembedahan merupakan terapi pilihan untuk semua jenis tumor parotis.

Untuk tumor jinak, paratidektomi dan eksisi kelenjar submandibula dapat berguna

sebagai tindakan diagnostik sekaligus kuratif. Karena adanya hubungan yang

sangat dekat antara kelenjar parotis dan submandibula dengan cabang persarafan

18

Page 19: Lapsus Dev

saraf fasialis, maka morbiditas terapi ini berkaitan dengan paralisis saraf fasialis,

dan apabila tumor menjalar hingga ke saraf, maka itu adalah indikasi untuk

melakukan pengorbanan pada saraf. Adenoma pleomorfik meruapakan tumor

jinak yang paling sering ditemukan pada kelenjar saliva. Kita harus berhati-hati

saat melepaskan jaringan normal di sekitar tumor untuk mencegah ruptur pada

pseudokapsul dan tumpahan tumor, sehingga dapat mengurangi angka

rekurensi.8,11

Tumor ganas pada kelenjar ludah biasanya membutuhkan terapi

pembedahan dan radiasi. Kecuali pada neoplasma stadium awal (seperti

karsinoma mukuepidermoid dan adenokarsinoma polimorfik), yang dapat diterapi

dengan pembedahan saja. Parotidektomi superfisial diindikasikan untuk lesi kecil.

Untuk tumor parotis dengan perluasan hingga ke lobus dalam, parotidektomi total

dengan mempertahankan saraf fasialis merupakan penatalaksanaan pilihan.

Keterlibatan saraf fasialis pada perluasan tumor menjadi indikasi untuk

mengorbankan saraf untuk mencegah perluasan tumor.Pada kasus seperti ini,

Saraf harus diperiksa hingga ke arah proksimal (bahkan kalau perlu hingga batang

otak) untuk memastikan tidak lagi ada tumor. Terutama hal ini dilakukan pada

karsinoma adenoid kistik sejati karena tumor ini bersifat neurotropik.

Pengorbanan yang dilakukan pada saraf fasialis harus segera diperbaiki dengan

menggunakan grafting interpersonal (menggunakan saraf suralis dari kaki atau

saraf cutaneus media antebrakhial) atau grafiting saraf kranialis dari saraf XII ke

saraf VII. Tumor parotis yang mengalami ekstensi lokal (menajalr hingga ke

kanalis eksternal atau kulit) membutuhkan mastoidektomi (untuk memeriksa saraf

19

Page 20: Lapsus Dev

secara proksimal) dan pengangkatan bagian lateral dari tulang temporal. Eksisi

kelenjar submadibular merupakan terapi untuk tumor submadibular. Begitu juga

pada kelenjar parotis, hanya perluasan tumor yang mencapai saraf yang

mengindikasikan perngorbanan saraf (seperti contoh saraf lingualis dan saraf

hipoglosus), dan perluasan lokal hingga ke jaringan sekitar (seperti pada lantai

lidah, dan otot mulut). Diseksi selektif biasanya disimpan untuk penyakit yang

tampak secara klinis.8

High-grade tumor biasanya diobati dengan cara yang lebih agresif, dengan

operasi sebagai modalitas utama, seperti halnya dengan tumor high grade kelenjar

ludah mayor dan minor. Adanya keraguan tentang manajemen yang tepat pada

tumor low grade. Beberapa merekomendasikan reseksi laryngectomy parsial

untuk tumor supraglottic low grade dan laryngectomy total untuk tumor subglotis.

Lainnya telah merekomendasikan pendekatan yang dapat mempertahankan fungsi

laring.9

Radiasi merupakan terapi cadangan yang diberikan pada pasien yang

menderita tumor ganas namun tidak memungkinkan untuk dilakukan operasi atau

pasien menolak dilakukan operasi, begitu juga untuk pasien yang mendapat terapi

pasca-pembedahan pada pasien resiko tinggi dan penyakit rekuren. Penyakit -

penyakit keganasan yang biasanya mendapat terapi radiasi, antara lain : karsinoma

kistik adenoid, karsinoma mukoepidermoid, adenokarsinoma tahap lanjut, SCC,

dan penyakit metastatis.8

2.7 Prognosis

20

Page 21: Lapsus Dev

Tipe karsinoma sel mukoepidermoid diklasifikasikan secara histologis

sebagai tipe low-grade, intermediet, dan high-grade. Tumor high-grade

berdiferensiasi buruk, dan terutama terdiri dari sel epitel skuamosa dan sel

intermediet. Low-grade tumor dapat dibedakan dengan mudah dan terutama

terdiri dari mukus dan sel epitel skuamosa. Grade histologis tumor merupakan

indikator prognostik yang berguna untuk karsinoma mucoepidermoid dari kelenjar

ludah mayor dan minor. Prognosis tergantung pada stadium klinis, grading dan

operasi yang adekuat. Pires et Al melaporkan bahwa tingkat kelangsungan hidup

5-tahun berkisar antara 0 sampai 43% untuk pasien kanker mucoepidermoid high

grade pada kelenjar ludah, 62 sampai 92% untuk pasien dengan grade intermediet,

dan 92 sampai 100% pada pasien dengan tumor low grade.9

BAB III

LAPORAN KASUS

21

Page 22: Lapsus Dev

3.1. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. NY

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 41 tahun

Bangsa : Indonesia

Suku : Banjar

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Status : Sudah Menikah

Alamat : Jl. Tanjung V No. 16 Kayu Tangi

MRS : 10 Desember 2012

Ruang : Nusa Indah

3.2. ANAMNESIS

Sejak 1 tahun lalu, pasien mengeluh terdapat benjolan pada rahang kiri

bawah. Benjolan berbentuk bulat, dengan diameter awal berukuran ± 0,5 cm,

teraba keras, berwarna kemerahan, namun tidak nyeri. Awalnya pasien mengira

benjolan tersebut seperti sariawan biasa, namun meski diberi obat, benjolan

tersebut tidak berkurang. Benjolan semakin membesar, kira – kira 6 bulan

kemudian benjolan berukuran ± 3 cm. Karena benjolan tersebut, pasien menjadi

sulit mengunyah terutama makanan keras, gigi terasa goyang bila mengunyah,

sehingga pasien hanya mengonsumsi makanan lunak. Pasien mengaku selama

setahun ini mengalami penurunan berat badan sebanyak 8 kg. Demam (-), mual

22

Page 23: Lapsus Dev

(-), muntah (-), sesak (-), sulit menelan (-), gangguan pendengaan (-), tidak ada

gangguan BAK dan BAB.

3.3 STATUS GENERALIS

Keadaan Umum : Keadaan sakit : Tampak baik

GCS : 4-5-6

Tensi : 110/70 mmHg

Nadi : 86 kali /menit

Respirasi : 20 kali/menit

Suhu : 36, 6oC

Karnofsky score : 90%

Kepala/Leher

- Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

- Mulut : Mukosa bibir kering, sariawan (-)

- Leher : JVP tidak meningkat, KGB tidak membesar

Thoraks

- Pulmo : Bentuk dan pergerakan simetris, suara napas vesikuler,

wheezing dan ronkhi tidak ada.

- Cor : BJ I/II tunggal dan tidak ditemukan bising

Abdomen

- Tampak datar, hepar dan lien tidak teraba, perkusi timpani dan bising

usus normal

Ekstremitas :

23

Page 24: Lapsus Dev

Atrofi (-), edema(-), parese (-) dan akral hangat

3.4 STATUS LOKALIS

Regio mandibula sinistra :

Terdapat massa :

Bentuk tidak teratur

Permukaan tidak rata

Batas tidak tegas

Warna kemerahan (lebih merah daripada jaringan sekitar)

Ukuran ± 4 x 7 cm

Konsistensi keras

Imobile

Nyeri (-)

3.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Laboratorium Darah

Pemeriksaan 23-10-12 8/11/12 Nilai Rujukan

Hemoglobin 12.5` 11.7 11.00 – 16.00

Lekosit 12.1 11.4 4.0 – 10.5

Eritrosit 5.24 5. 07 4.00 – 5.50

Hematokrit 42.0 38.6 32.00 – 44.00

Trombosit 466 434 150 – 450

MCV, MCH, MCHC

MCV 80.2 76.3 80.0 – 97.0

MCH 23.9 23.0 27.0 – 32.0

MCHC 29.8 30.3 32.0 - 38.0

24

Page 25: Lapsus Dev

Hitung Jenis

Gran % 71.0 69.8 50.0 – 70.0

Limfosit % 23.2 23.4 25.0 – 40.0

MID % 5.4 6.8 4.0 – 11.0

Gran # 8.61 8.00 2.50 – 7.00

Limfosit # 2.8 2.7 1.25 – 4.0

ESR 69 0.0 – 20.0

Protrombin Time

Hasil PT 10.0 8.3 9.9 – 13.5

INR 0.98 0.74

Control Normal PT 11.4 11.4

Hasil APTT 26.1 25,5 22.2 – 37.0

Control Normal APTT 26.1 26.1

Gula Darah

Glukosa Darah Puasa 93 80 70 – 105

Hati

SGOT 20 11 0 – 46

SGPT 13 11 0 – 45

Ginjal

Ureum 28 23 10 – 50

Creatinin 0.5 0.5 0.6 – 1.2

Elektrolit

Na 142.1 135 – 146

K 4.1 3.4 – 5.4

Cl 112.1 95 – 100

Evaluasi Hapusan Darah Tepi

25

Page 26: Lapsus Dev

Eritrosit : normokrom anisositosis, polikromasi (+)

Lekosit : kesan jumlah meningkat, netrofilia, sel muda (-)

Trombosit : kesan jumlah meningkat, morfologi dalam batas normal

Kesan : Lekositosis

Saran : Kultur, CRP

b. Pemeriksaan Thorax PA ( 23 Oktober 2012) : Foto Thorax Normal

c. Foto Panoramik (7 Juli 2012)

- Gangren Radix

- Lesi kistik (luscent) regio ramus mandibula kiri, curiga kista dentigenous

d. Elektrokardiografi (10 November 2012) : dalam batas normal

3.6 DIAGNOSIS

Karsinoma Mukoepidermoid

3.7 PENATALAKSANAAN

Pro eksisi luas + rekonstruksi

BAB IV

DISKUSI KASUS

26

Page 27: Lapsus Dev

Diagnosis pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesa merupakan seorang wanita

berumur 41 tahun, dengan benjolan pada rahang bawah kiri yang telah dialami

sejak 1 tahun lalu, yang semakin lama semakin membesar.

Neoplasma kelenjar ludah paling sering muncul dalam dekade keenam

dari kehidupan. Pasien dengan lesi ganas biasanya hadir setelah usia 60 tahun,

sedangkan mereka dengan lesi jinak biasanya hadir ketika lebih tua dari 40 tahun.

Neoplasma jinak terjadi lebih sering pada wanita dibandingkan pria, namun tumor

ganas didistribusikan secara merata antara kedua jenis kelamin.

Berdasarkan anamnesis pada pasien didapatkan faktor risiko untuk

terjadinya tumor pada kelenjar liur adalah usia pasien yang lebih dari 40 tahun.

Sedangkan jenis kelamin pasien berpengaruh terhadap angka kejadian tumor

jinak, namun tidak berpengaruh terhadap angka kejadian tumor ganas.

Dari pemeriksaan status generalis dalam batas normal. Begitu pula dengan

pemeriksan extra oral tidak menunjukkan adanya kelainan Pada status lokalis

diketahui bentuk benjolan yang tidak teratur dan tidak tegas, warna kemerahan,

berukuran 4 x 7 cm, dengan permukaan tidak rata, tidak ada nyeri. Kulit disekitar

benjolan normal. Pada palpasi konsistensi keras, imobile, namun tidak ada nyeri.

Tidak didapatkan kelainan pada pemeriksaan fungsi nervus fasialis.

Kebanyakan tumor kelenjar ludah ditandai oleh gejala massa yang tidak

nyeri, meskipun pertumbuhannya cepat dan nyeri kadang-kadang dapat terjadi,

namun hal tersebut tidak selalu berarti keganasan.

27

Page 28: Lapsus Dev

Dari pemeriksaan radiografik panoramik menunjukkan adanya lesi kistik

(luscent) regio ramus mandibula kiri, curiga kista dentigenous dan gangren radik.

Pada pasien ini juga dilakukan pemeriksaan foto rontgen thorak, untuk mencari

kemungkinan adanya metastasis, namun tidak ditemukan adanya kelainan.

Pada tanggal 26 Desember 2012 dilakukan eksisi luas dan rekonstruksi

pada tumor ginggiva karsinoma mukoepidermoid. Dimana pada operasi

didapatkan massa padat lunak, dengan osteolitik, melilit ke jaringan sekitar dan

kemudian dilakukan eksisi serta rekonstruksi.

Pembedahan merupakan terapi pilihan untuk semua jenis tumor parotis.

Untuk tumor jinak, paratidektomi dan eksisi kelenjar submandibula dapat berguna

sebagai tindakan diagnostik sekaligus kuratif. Karena adanya hubungan yang

sangat dekat antara kelenjar parotis dan submandibula dengan cabang persarafan

saraf fasialis, maka morbiditas terapi ini berkaitan dengan paralisis saraf fasialis.

Pasca operasi pasien dirawat di ruang Nusa Indah dengan diagnosis post

eksisi tumor + reseksi atas indikasi tumor ginggiva. Pada follow up tiap harinya,

keadaan umum baik, keluhan nyeri post operasi semakin berkurang, pasien bisa

makan - makanan lunak, dan tanda vital dalam batas normal. Terapi selama post

operatif diberikan antibiotik, analgetik, dan obat kumur, serta dilakukan dressing

2-3 hari sekali. Setelah 4 hari post operatif pasien kemudian diperbolehkan

pulang, dan dianjurkan untuk kontrol ke poliklinik.

BAB V

PENUTUP

28

Page 29: Lapsus Dev

Telah dilaporkan sebuah kasus wanita 41 tahun, dengan keluhan utama

benjolan pada rahang kiri bawah yang muncul dan membesar sejak 1 tahun lalu.

Dari pemeriksaan fisik dan penunjang pasien pada didiagnosis sebagai karsinoma

mukoepidermoid. Terapi yang dilakukan pada pasien ini adalah reseksi tumor dan

rekonstruksi.

29