Lapsus CTEV Ir_1

58
LAPORAN KASUS CLUB FOOT/CONGENITAL TALIPES EQUINO VARUS (CTEV) Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya SMF Ilmu Penyakit Bedah RSD dr. Soebandi Oleh: Irwan Prasetyo, S. Ked 082011101078 SMF/LAB. BEDAH RSD DR. SOEBANDI JEMBER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER 2013

Transcript of Lapsus CTEV Ir_1

Page 1: Lapsus CTEV Ir_1

i

LAPORAN KASUS

CLUB FOOT/CONGENITAL TALIPES EQUINO VARUS (CTEV)

Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya

SMF Ilmu Penyakit Bedah RSD dr. Soebandi

Oleh:

Irwan Prasetyo, S. Ked

082011101078

SMF/LAB. BEDAH RSD DR. SOEBANDI JEMBER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER

2013

Page 2: Lapsus CTEV Ir_1

ii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ............................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 2

2.1. Definisi ......................................................................................... 2

2.2 Anatomi Kaki ................................................................................. 2

2.2.1 Struktur Tulang ..................................................................... 2

2.2.2 Struktur Persendian dan Ligamen .......................................... 4

2.3 Epidemiologi .................................................................................. 7

2.4 Klasifikasi ...................................................................................... 8

2.5 Etiologi .......................................................................................... 9

2.6 Patologi .......................................................................................... 11

2.7 Manifestasi ..................................................................................... 13

2.8 Pemeriksaan ................................................................................... 15

2.8.1 Fisik ...................................................................................... 15

2.8.2 Penunjang .............................................................................. 15

2.9 Diagnosis ....................................................................................... 27

2.10 Diagnosis Banding ....................................................................... 28

2.11 Penatalaksanaan ........................................................................... 31

2.11.1 Non-Operatif ....................................................................... 31

2.11.2 Operatif ............................................................................... 40

2.12 Prognosis ..................................................................................... 46

BAB III LAPORAN KASUS ................................................................... 48

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 53

DAFTAR GAMBAR................................................................................ iii

Page 3: Lapsus CTEV Ir_1

iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anantomi Kaki ...................................................................... 4

Gambar 2. Gambar Lateral Kaki Kanan ............................................... 7

Gambar 3. Perubahan Patologis CTEV .................................................. 13

Gambar 4a dan 4b. Gambar Foto Polos AP/L Kaki .............................. 16

Gambar 5. Gambar Lateral CTEV ......................................................... 17

Gambar 6. Gambar Lateral Normal ....................................................... 18

Gambar 7a dan 7b. Gambar Dorsoplantar ............................................ 19

Gambar 8. Gambar Dorsoplantar CTEV ............................................... 20

Gambar 9. Gambar Lateral Kaki Depan CTEV .................................... 21

Gambar 10. Gambar CTEV Setelah Mendapat Perbaikan ................... 22

Gambar 11. Gambar Foto Polos Pasien Usia 12 Tahun ......................... 23

Gambar 12. Hasil USG dari aspek medial kaki normal ......................... 25

Gambar 13. Jarak Normal Jarak antara malleolus medial

dan navicular ....................................................................... 26

Gambar 14. USG medial menunjukkan CTEV pada posisi normal ...... 27

Gambar 15. Persiapan Pemasangan Gips Ponseti dan Manipulasi ....... 33

Gambar 16. Pemasangan Gips ................................................................ 35

Gambar 17. Molding Gips ........................................................................ 36

Gambar 18. Gambar Brace ..................................................................... 38

Gambar 19. Gambar Jenis-jenis Brace ................................................... 40

Gambar 20. Gambar Tenotomi ............................................................... 44

Gambar 21. Laporan Operasi ................................................................. 51

Page 4: Lapsus CTEV Ir_1

1

BAB 1. PENDAHULUAN

Banyak kelainan kaki muncul sebagai deformitas yang mungkin akibat cacat

kongenital, ketidakseimbangan otot, kelemahan ligamen, atau ketidakstabilan sendi.

Deformitas yang ada ini dipertahankan dan diperburuk oleh beban abnormal dan

tekanan sepatu. Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) yang juga dikenal sebagai

‘club-foot’ bukan merupakan malformasi embrionik. Kaki yang pada mulanya normal

akan menjadi pengkor selama trimester kedua kehamilan. Suatu kelainan bawaan

yang sering ditemukan pada bayi yang baru lahir, dengan koreksi yang sebenarnya

sulit dilakukan. Sering ditemukan karena ketidaktahuan keluarga penderita, sehingga

kelainan menjadi terbengkalai. Gangguan terjadi pada perkembangan ekstremitas

inferior, terutama pada tulang calcaneus, talus, dan naviculare.

CTEV termasuk dalam “sindromik” bila kasus ini ditemukan bersamaan

dengan gambaran klinik lain sebagai suatu bagian dari sindrom genetik, dapat

ditemukan gangguan neurologis dan neuromuskular, seperti spina bifida. Akan tetapi

CTEV dapat timbul sendiri tanpa didampingi gambaran klinik lain, yaitu CTEV

“idiopatik”. Pada jenis idiopatik tidak ditemukan kelainan neuromuscular yang nyata,

tetapi kemungkinan kecacatan disebabkan oleh ketidakseimbangan otot pada janin

yang sedang berkembang. Tetapi bentuk yang paling sering ditemui adalah CTEV

“idiopatik”.

Perawatan dengan cara memanipulasi kaki dengan lembut untuk kemudian

dipasang perban merupakan metode yang digunakan hingga saat ini secara non

operatif. Intervensi operasi telah dilakukan sejak abad 18 dengan lorens Axhiles

tenotomy hingga ditemukannya teknik manipulasi dan casting serial pada 1930 yang

diperbaiki oleh Ignacio Ponseti pada 1950.

Page 5: Lapsus CTEV Ir_1

2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Clubfoot sering disebut juga CTEV (Congeintal Talipes Equino Varus) adalah

deformitas yang meliputi fleksi dari pergelangan kaki, inversi dari tungkai, adduksi

dari kaki depan, dan rotasi media dari tibia (Priciples of Surgery, Schwartz). Talipes

berasal dari kata talus (ankle) dan pes (foot), menunjukkan suatu kelainan pada kaki

(foot) yang menyebabkan penderitanya berjalan pada ankle-nya. Sedang equinovarus

berasal dari kata equino (berkuda) dan varus (bengkok ke arah dalam/medial).1,2

2.2 Anatomi5

Pada kehidupan sehari-hari, fungsi kaki digambarkan dengan bermacam-

macam pandangan, antara lain:

a. Sebagai basis tumpuan

b. Sebagai peredam guncangan

c. Sebagai penyesuai gerak

d. Sebagai pengungkit yang rigid untuk stabilisasi.

Kesemua itu berhubungandengan gait .

Pengenalan anatomi yang benar sangat penting dalam pengelolaan penderita

CTEV. Dasar pengetahuan yang kurang justru akan menambah kerusakan organ dan

memperberat deformitas yang ada. Oleh karena itu para fisiatris perlu menguasai

struktur dan fungsi kaki.

2.2.1 Struktur tulang

Kaki adalah suatu kesatuan unit yang kompleks dan terdiri dari 26 buah tulang

yang dapat menyangga berat badan secara penuh saat berdiri dan mampu

memindahkan tubuh pada semuakeadaan tempat berpijak. Ke-26 tulang itu terdiri

Page 6: Lapsus CTEV Ir_1

3

dari: 14 falang, 5 metatarsal dan 7 tarsal. Kaki dapat dibagi menjadi 3 segmen

fungsional, yaitu:

a. Hindfoot (segmen posterior)

Bagian ini terletak langsung dibawah os tibia dan berfungsi sebagai

penyangganya. Terdiri dari:

- Talus yang terletak di apeks kaki dan merupakan bagian dari sendi pergelangan

kaki

- Calcaneus yang terletak dibagian belakang dan kontak dengan tanah

b. Midfoot (segmen tengah)

Terdiri dari 5 tulang tarsal yaitu:

- 3 cuneiforme: medial, intermedium dan lateral

- Cuboid

- Naviculare

Ke-5 tulang tersebut membentuk persegi empat ireguler dengan dasar medial dan

apeks lateral. 3 cuneiforme dan bagian anterior cuboid serta naviculare dan bagian

belakang tulang cuboid membentuk suatu garis.

c. Forefoot (segmen anterior)

Bagian ini terdiri dari:

- 5 metatarsal: I, II, III, IV, V

- 14 falang, dimana ibu jari kaki mempunyai 2 falang sedangkan setiap jari

lainnya 3 falang

Page 7: Lapsus CTEV Ir_1

4

Gambar 1. Anatomi Kaki16

2.2.2 Struktur Persendian dan Ligamen

Tulang-tulang tersebut diatas membentuk persendian-persendian sebagai

berikut:

a. Artikulatio talocruralis merupakan sendi antara tibia dan fibula dengan trachlea

talus. Sendi ini distabilkan oleh ligamen-ligamen:

▪ Sisi medial: lig. Deltoid yang terdiri dari:

◦ Lig. tibionavikularis

◦ Lig. calcaneotibialis

◦ Lig. talotibialis anterior dan posterior

▪ Sisi lateral:

◦ Lig. talofibularis anterior dan posterior

◦ Lig. Calcaneofibularis

Page 8: Lapsus CTEV Ir_1

5

▪ Gerak sendi ini:

◦ Plantar fleksi

◦ Dorsofleksi

◦ Sedikit abduksi dan adduksi pergelangan kaki

b. Artikulatio talotarsalis terdiri dari 2 buah sendi yang terpisah akan tetapi secara

fisiologi keduanya merupakan satu-kesatuan, yaitu:

▪ Bagian belakang: artikulatio talocalcanearis/subtalar

Ligamen yang memperkuat adalah: ligg. talocalcanearis anterior, posterior,

medial dan lateral

▪ Bagian depan: artikulatio talocalcaneonavicularis

Ligamen yang memperkuat adalah:

◦ Lig. Tibionavikularis

◦ Lig. Calcaneonaviculare plantaris

◦ Lig. bifurcatum: pars calcaneonavicularis (medial) dan pars calcaneocuboid

(lateral) berbentuk huruf V

▪ Gerak sendi ini:

◦ Inversi pergelangan kaki

◦ Eversi pergelangan kaki

c. Articulatio tarsotransversa (CHOPART)

Disebut juga sendi midtarsal atau “surgeon’s tarsal joint” yang sering menjadi

tempat amputasi kaki. Terdiri dari 2 sendi, yaitu:

▪ Articulatio talonavicularis

▪ Articulatio calcaneocuboid, yang diperkuat oleh:

◦ Pars calcaneocuboid lig. bifurcati di medial

◦ Lig. calcaneocuboid dorsalis di sebelah dorsal

◦ Lig. calcaneocuboid di sebelah plantar

▪ Gerak sendi ini:

◦ Rotasi kaki sekeliling aksis

Page 9: Lapsus CTEV Ir_1

6

◦ Memperluas inversi dan eversi art. Talotarsalis

d. Artikulatio tarsometatarsal (LISFRANC)

Adalah sendi diantara basis os metatarsal I-V dengan permukaan sendi distal pada

oscuneiformis I-III. Rongga sendi ada 3 buah, yaitu:

◦ Diantara os metatarsal I dan cuneoformis I

◦ Diantara os metatarsal II dan III dengan cuneiformis II dan III

◦ Diantara os metatarsal IV dan V dengan cuboid

Ligamentum pengikatnya adalah:

◦ Ligg. Tarsi plantaris

◦ Ligg. Tarsi dorsalis

◦ Ligg. Basium os metatarsal dorsalis, interosea dan plantaris

e. Articulatio metacarpofalangeal

Ligamen pengikatnya adalah: lig. collateralia pada kedua sisi tiap sendi. Gerak

sendi ini:

◦ Fleksi-ekstensi sendi metacarpal

◦ Abduksi-adduksi sendi metacarpal

f. Artculatio interfalangeal

Ligamen pengikat: lig. colateral di sebelah plantar pedis. Gerak sendi ini:

◦ Fleksi-ekstensi interfalang

◦ Abduksi-adduksi interfalang

Page 10: Lapsus CTEV Ir_1

7

Gambar 2. Gambar lateral kaki kanan16

2.3 Epidemiologi6

Insidens CTEV bervariasi, bergantung dari ras dan jenis kelamin. Insidens

CTEV di Amerika Serikat sebesar 1-2 kasus dalam 1000 kelahiran hidup dikarenakan

kelainan genetika berupa 35% terjadi pada kembar monozigot dan hanya 3% pada

kembar dizigot. Perbandingan kasus laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Keterlibatan

bilateral didapatkan pada 30-50% kasus, dalam kasus unilateral sisi kanan lebih

sering terlibat.

Page 11: Lapsus CTEV Ir_1

8

2.4 Klasifikasi

Beberapa jenis klasifikasi yang dapat ditemukan antara lain :

1. Typical Clubfoot

Ini merupakan jenis Clubfoot yang klasik hanya menderita kaki pengkor saja

yang sering ditemukan. Umumnya dapat dikoreksi dengan lima casting dan

manajemen dari Ponseti mengatakan hasil jangka panjangnya baik dan sempurna.

Yang dimasukkan jenis clubfoot ini diantaranya:

a. Positional Clubfoot. Sangat jarang ditemukan, sangat fleksibel dan diduga

akibat jepitan intrauterin. Pada umumnya koreksi dapat dicapai dengan satu

atau dua kali pengegipan.

b. Delayed treated clubfoot ditemukan pada anak berusia 6 bulan atau lebih.

c. Recurrent typical clubfoot dapat terjadi baik pada kasus yang awalnya

ditangani dengan metode Ponseti maupun dengan metode lain. Relaps lebih

jarang terjadi dengan metode Ponseti dan umumnya diakibatkan pelepasan

brace yang terlalu dini. Rekurensi supinasi dan equinus paling sering terjadi.

Awalnya bersifat dinamik namun dengan berjalannya waktu menjadi fixed.

d. Alternatively treated typical clubfoot termasuk kaki pengkor yang ditangani

secara operatif atau pengegipan dengan metode non-Ponseti.

2. Atypical Clubfoot

Clubfoot jenis ini biasanya diartikan sebagai penyakit lain. Dengan ponsenti

manajemen maslah yang timbul biasanya sulit dikoreksi. Yang dimasukkan dalam

kategori ini antara lain:

a. Rigid atau Resistant atypical clubfoot dapat kurus atau gemuk. Kasus dengan

kaki yang gemuk lebih sulit ditangani. Kaki tersebut umumnya kaku, pendek,

gemuk dengan lekukan kulit yang dalam pada telapak kaki dan dibagian

belakang pergelangan kaki, terdapat pemendekan metatarsal pertama dengan

hiperekstensi sendi metatarsophalangeal. Deformitas ini terjadi pada bayi

yang menderita kaki pengkor saja tanpa disertai kelainan yang lain.

Page 12: Lapsus CTEV Ir_1

9

b. Syndromic clubfoot. Selain kaki pengkor ditemukan juga kelainan kongenital

lain. Jadi kaki pengkor merupakan bagian dari suatu sindroma. Metode

Ponseti tetap merupakan standar penanganan, tetapi mungkin lebih sulit

dengan hasil kurang dapat diramalkan. Hasil akhir penanganan lebih

ditentukan oleh kondisi yang mendasarinya daripada kaki pengkor nya

sendiri.

c. Tetralogic clubfoot, seperti pada congenital tarsal synchondrosis.

d. Neurogenic clubfoot, berhubungan dengan kelainan neurologi seperti

meningomyelocele.

e. Acquired clubfoot, seperti pada Streeter dysplasia.18

2.5 Etiologi

Etiologi sesungguhnya dari CTEV masih belum diketahui. Sebagian besar

anak yang menderita CTEV tidak memiliki kesamaan dalam hal genetik, sindrom,

atau kausa ekstrinsik. Pada beberapa kelainan didapatkan adanya kelainan

perkembangan defek fetal dimana terjadi ketidakseimbangan otot invertor dan

evertor.6

Faktor ekstrinsik yang diduga terkait dengan CTEV termasuk agen

teratogenik (misalnya sodium aminopterin), oligohidramnion, konstriksi cincin

kongenital. Asosiasi genetic meliputi pewarisan sifat menurut hukum mendel

(contohnya: diastrophic dwarfism¸ pewarisan sifat secara autosomal resesif dari

CTEV ).

Abnormalitas sitogenik seperti CTEV dapat terlihat pada sindrom yang

melibatkan delesi kromosom. Diduga bahwa CTEV idiopatik pada anak sehat

merupakan hasil dari system pewarisan sifat multifactorial. Bukti dari dugaan

tersebut adalah sebagai berikut:

◦ Prevalensi CTEV di populasi dunia adalah 1 per kelahiran hidup

Page 13: Lapsus CTEV Ir_1

10

◦ Prevalensi pada relasi derajat pertama (hubungan langsung di keluarga) kurang

lebih 2%

◦ Jika salah satu dari kembar monozigot menderita CTEV, kembar kedua hanya

memiliki kemungkinan menderita CTEV sebesar 32%.3

Berbagai macam teori tentang etiologi, antara lain:

a. Mekanik

Teori ini merupakan teori tertua yang dikemukakan oleh Hippocrates yang

menyatakan bahwa posisi equinovarus kaki fetus disebabkan oleh tekanan

mekanik eksternal. Teori ini diperkuat oleh observasi bahwa insiden CTEV tidak

meningkat pada kondisi lingkungan prenatal yang cenderung membuat uterus

terlalu penuh, seperti kembar, janin besar, primipara, hydramnion dan

oligohidramnion.

b. Environmental

◦ Browne (1936) menyatakan teori peningkatan tekanan intrauterin yang

menyebabkan imobilisasi ekstremitas sehingga menyebabkan deformitas.

Teorilain adalah perubahan ukuran uterus atau karena bentuk, seperti misalnya

terdapat lekukan pada konveksitas uterus dan oligohydramnion.

◦ Karena obat-obatan, seperti yang sering ditemukan pada ‘thalidomide baby’

c. Herediter

◦ Wynne-Davies (1964) meneliti lebih dari 100 penderita dan generasi

pertamanya. Didapatkan hasil bahwa deformitas tersebut terjadi pada 2,9%

saudara kandung. Sedangkan pada populasi umum terdapat 1 : 1000 kelahiran.

◦ Idelberger meneliti pada anak kembar dan mendapatkan angka 32,5% penderita

CTEV pada kembar monozygotik dan 2,9% pada dizygotik. Angka terakhir sama

seperti insiden pada saudara kandung bukan kembar.

d. Idiopatik

Böhm menyatakan teori terhambatnya perkembangan embrio. Kaki embrio

normal saat usia 5 minggu kehamilan dalam posisi equinovarus, jika terjadi

Page 14: Lapsus CTEV Ir_1

11

terhambatnya perkembangan kaki pada salah satu fase fisiologis dalam kehidupan

embrio, maka deformitas ini akan persisten hingga kelahiran.

Terdapat 4 fase dalam evolusi kaki manusia saat pertengahan kehidupan prenatal,

yaitu:

a) Fase I (Bulan ke-2): bentuk kaki dalam posisi equinus berat (plantarfleksi 90o).

Dan adduksi hind dan forefoot yang berat.

b) Fase II (Awal bulan ke-3): kaki berotasi ke posisi supinasi, tetapi tetap

plantarfleksi 90o, adduksi metatarsal.

c) Fase III (Pertengahan bulan ke-3): Inklinasi equinus berkurang menjadi derajat

ringan, posisi supinasi dan varus metatarsal tetap.

d) Fase IV (Awal bulan ke-4): Kaki dalam posisi midsupinasi dan varus

metatarsal yang ringan. Pada fase ini, secara bertahap, bidang kaki dan tungkai

bawah mulai tampak dalam posisi seperti kaki dewasa.

e. Defek neuromuskular dan tulang prenatal

◦ Gangguan anatomik intrisik pada sendi talocalcaneus dan pada inervasi m.

peroneus karena perubahan segmental medula spinalis.

◦ Displasia tulang primer dan defek kartilago pada embrio 5-6 minggu.

◦ Defek benih plasma primer

◦ Insersi tendon yang abnormal dan displasia m. peroneus.5

2.6 Patologi

Ditemukan adanya kaki dalam keadaan posisi adduksi dan inversi pada sendi

subtalar, midtarsal dan sendi-sendi tarsal depan. Terdapat ekuinus atau fleksi plantar

pada tumit. Juga pada kebanyakan kasus terlihat adanya pengecilan dari otot-otot

betis dan peroneal.

Deformitas bentuk kaki dikarakterisasi dengan komponen-komponen

anatomis sebagai berikut:7,8,9

◦ Adduksi midtarsal

Page 15: Lapsus CTEV Ir_1

12

◦ Inversi pada sendi subtalar (varus)

◦ Plantarfleksi sendi talocruralis (equinus)

◦ Kontraksi jaringan di sisi medial kaki

◦ Tendo Achilles memendek

◦ Gastrocnemius kontraktur dan kurang berkembang

◦ Otot-otot evertor sisi lateral tungkai bawah kurang berkembang

Kombinasi deformitas equinus pergelangan kaki dan sendi subtalar, inversi

hindfoot dan adduksi mid-forefoot disebabkan oleh displacement dari sisi medial dan

plantar serta rotasi medial sendi talocalcaneonavicular.

Talus dan calcaneus pada kaki deformitas berat sering lebih kecil daripada

normal, sehingga kakipun terlihat lebih kecil. Bentuk konveks pada sisi lateral kaki

disebabkan bukan saja oleh tarikan otot sisi medial kaki dan tungkai bawah yang

kontraktur, tetapi juga karena subluksasi sendi calcaneocuboid, ligamen dan kapsul

yang teregang.

Jaringan lunak juga ambil bagian dalam deformitas ini dan menyebabkan

posisi equines dan varus dipertahankan karena ketegangan pada jaringan ini. Posisi

equinus disebabkan oleh kontraktur dari otot-otot sebagai berikut:

◦ Gastrocnemius

◦ Soleus

◦ Tibialis posterior

◦ Fleksor hallucis longus

◦ Fleksor digitorum longus

Sedangkan posisi varus disebabkan oleh kontraktur pada otot-otot sebagai berikut:

◦ Tibialis anterior dan posterior

◦ Fleksor hallucis longus

◦ Fleksor digitorum longus

◦ Ligamentum deltoid

◦ Otot-otot kecil sisi medial kaki

Page 16: Lapsus CTEV Ir_1

13

Gambar 3. Perubahan patologis CTEV16

2.7 Manifestasi

Kelainan ini bisa bersifat bilateral atau unilateral. Kelainan yang ditemukan

berupa:

◦ Inversi pada kaki depan

◦ Adduksi atau deviasi interna dari kaki depan terhadap kaki belakang

◦ Ekuinus atau plantar fleksi

◦ Pengecilan dari otot-otot betis dan peroneal

Kaki tidak dapat digerakkan secara pasif pada batas eversi dan dorsofleksi normal.6

Deformitas biasanya terlihat nyata pada waktu lahir, kaki terputar dan terbelit

sehingga tapak kaki menghadap posteromedial. Lebih tepatnya pergelangan kaki

dalam equinus, tumit terinversi dan kaki depan mengalami adduksi dan supinasi;

Page 17: Lapsus CTEV Ir_1

14

kadang-kadang juga terdapat kavus. Talus dapat menonjol keluar pada permukaan

dorsolateral kaki. Tumit biasanya kecil dan tinggi, dan betis mungkin kurus.

Usaha koreksi pasif secara perlahan-lahan memperlihatkan bahwa deformitas

ini menetap; pada bayi yang normal dengan equinovarus postural, kaki dapat

mengalami dorsifleksi dan eversi hingga jari-jari kaki menyentuh bagian depan

tungkai.

Bayi harus selalu diperiksa untuk mencari ada tidaknya penyakit yang

menyertai, misalnya spina bifida artrogriposis. Pada anak yang lebih tua, deformitas

beragam dari equinus dan adduktus yang cukup ringan sampai penampilan gada yang

paling berat dengan berat tubuh disangga dengan punggung kaki.10

Pergelangan kaki dalam posisi equinus, kaki supinasi (varus) dan adduksi.

Bayi normal umumnya dapat di dorsifleksi-kan dan eversi, sehingga kaki dapat

menyentuh tibia anterior. Dorsifleksi lebih 90o tidak dapat dilakukan pada kaki

normal.3

Navikular tergeser secara medial, begitu juga dengan kuboid. Terdapat

kontraktur jaringan lunak plantar medial. Tidak hanya calcaneus yang berada pada

posisi equinus, tapi juga aspek anterior terotasi secara medial dan posterior aspek

terotasi secara lateral.

Tumit kecil dan kosong. Tumit terasa lunak ketika disentuh (seperti perabaan

pipi). Seiring dengan berjalannya pengobatan, tumit akan terasa makin berisi dan

makin terasa keras (seperti perabaan hidung dan dagu).

Leher talus dapat teraba dengan mudah pada sinus tarsal karena ia terbuka

secara lateral. Normalnya, ini tertutup oleh navicular, dan badan talus berada dalam

lubang. Malleolus medial sulit untuk diraba dan sering berkontak dengan navicular.

Interval malleolus-navicular normal tidak dapat diukur.

Kaki belakang supinasi, tetapi kaki sering berada pada posisi pronasi relatif

terhadap kaki belakang. Sinar pertama sering jatuh untuk menmberi kesan posisi

kavus.3

Page 18: Lapsus CTEV Ir_1

15

2.8 Pemeriksaan

2.8.1 Pemeriksaan Fisik

Berupa deformitas pada :

◦ Adduksi dan supinasi kaki depan pada sendi mid dorsal

◦ Subluksasi sendi talonavikulare

◦ Equinus kaki belakang pada sendi ankle

◦ Varus kaki belakang pada sendi subtalar

◦ Deviasi medial seluruh kaki terhadap lutut

◦ Inversi tumit

2.8.2 Pemeriksaan Penunjang

a. Foto Polos4,19

Metode evaluasi radiologis yang standar digunakan adalah foto polos.

Pemeriksaan harus mencakup gambaran tumpuan berat karena stress yang terlibat

dapat terjadi berulang-ulang. Pada infant, tumpuan berat dapat disimulasikan dengan

pemberian stress dorsal flexi. Gambaran radiologi normal kaki dan pergelangan kaki,

pada gambar berikut ini.

Page 19: Lapsus CTEV Ir_1

16

Gambar 4a. Gambar foto polos AP pergelangan kaki dan Gambar 4b. Gambar foto polos lateral

pergelangan kaki

Gambaran standar yang digunakan adalah gambaran dorsoplantar (DP) dan

lateral. Untuk gambaran dorsoplantar, sinar diarahkan dengan sudut 150 terhadap

tumit untuk mencegah overlap dengan struktur tungkai bawah. Gambaran lateral

harus mencakup pergelangan kaki, dan bukan kaki, untuk penggambaran yang lebih

tepat dari talus.

Foto polos mempunyai kerugian yaitu tereksposnya pasien terhadap radiasi.

Ditambah lagi, pengaturan posisi yang tepat juga akan sulit dilakukan. Pemosisian

yang tidak tepat dapat menghasilkan gambaran seperti deformitas. Lebih jauh lagi,

karena CTEV adalah kondisi kongenital, kurangnya osifikasi pada beberapa tulang

yang terlibat merupakan salah satu keterbatasan lainnya. Pada neonates, hanya talus

dan calcaneus yang terosifikasi. Navikular tidak terosifikasi sampai anak berusia 2-3

tahun.

Tiga komponen utama dari deformitas ini ditemukan pada radiograf dan dapat

diukur secara berulang. Dengan pemosisian dan eksposur yang tepat, pengukuran

Page 20: Lapsus CTEV Ir_1

17

abnormalitas kesejajaran pada foto polos dapat dipercaya. Tidak ada imaging

konfirmasi yang rutin dilakukan. Posisi oblique tumit pada gambaran dorsoplantar

(DP) dapat mensimulasikan varus kaki belakang. Bila gambaran lateral hanya

meliputi salah satu kaki dan tidak termasuk pergelangan kaki, maka akan terlihat

gambaran palsu dari lengkungan talus yang mendatar.

Equinus kaki belakang adalah plantar fleksi dari calcaneus anterior (mirip

kuku kuda) di mana sudut antara axis panjang tibia dan axis panjang calcaneus (sudut

tibiocalcaneal) lebih besar dari 900.

Gambar 5. Gambaran lateral talipes equinovarus menunjukkan elevasi sudut tibiocalcaneal yang

abnormal. Sudut yang normal adalah 60-900.

Pada varus kaki belakang, talus diperkirakan terfiksasi secara relatif terhadap

tibia. Calcaneus berputar mengitari talus menuju posisi varus (kearah garis tengah).

Pada gambaran lateral, sudut antara axis pajang talus dan axis panjang calcaneus

(sudut talocalcaneal) kurang dari 250, dan kedua tulang tersebut lebih paralel

dibandingkan kondisi normal.

Page 21: Lapsus CTEV Ir_1

18

Gambar 6. Gambaran lateral normal menunjukkan pengukuran sudut talocalcaneal. Axis panjang

calcaneal ditarik sepanjang permukaan plantar. Rentang normalnya adalah 25-450.

Perhatikan overlap normal metatarsal pada gambaran lateral.

Pada gambaran DP, sudut talocalcaneus kurang dari 15o, dan dua tulang

terlihat lebih tumpang tindih daripada pada kaki normal. Selain itu, aksis longitudinal

yang melalui pertengahan talus (garis midtalar) melintas secara lateral ke arah dasar

metatarsal pertama, karena garis depan terdeviasi secara medial.

Page 22: Lapsus CTEV Ir_1

19

Gambar 7a. Proyeksi dorsoplantar dari kaki normal menunjukkan bahwa garis yang melalui aksis

panjang talus melintasi secara medial ke arah dasar metatarsal pertama. Ukuran sudut

talokalkaneus dapat terlihat. Ukuran normalnya yaitu 15o-40o.

Gambar 7b. Gambaran Dorsoplantar dari pasien dengan CTEV unilateral menunjukkan bahwa talus

dan kalkaneus lebih tumpang tindih (overlapping) daripada kaki normal. Sudut

talocalcanues 15o atau kurang. Perhatikan bahwa garis yang melalui aksis panjang dari

talus melintas secara lateral ke metatarsal pertama karena posisi varus dari kaki depan.

Page 23: Lapsus CTEV Ir_1

20

Varus kaki depan dan supinasi meningkatkan konvergensi dari basis

metatarsal pada gambaran DP, jika dibandingkan dengan sedikit konvergensi pada

kaki normal (lihat gambar 8). Pada gambaran lateral, CTEV normal, tidak memiliki

gambaran tumpang tindih (lihat gambar 9).

Gambar 8. Gambaran Dorsoplantar dari talipes equinovarus menunjukkan bahwa konvergensi dari

basis metatarsal secara abnormal meningkat jika dibandingkan dengan konvergensi normal.

Page 24: Lapsus CTEV Ir_1

21

Gambar 9. Gambaran lateral menunjukkan konfigurasi seperti tangga (ladderlike) dari metatarsal pada

varus kaki depan pada CTEV.

Page 25: Lapsus CTEV Ir_1

22

Tabel 1. Ukuran dari kaki normal dan CTEV

Pada CTEV yang tidak dikoreksi hingga tuntas atau pada CTEV rekuren,

terdapat abnormalitas yang khas. Sudut kalkaneus normal pada gambaran DP (lihat

gambar 10) tapi kesejajaran (paralelisasi) menetap pada gambaran lateral.

Gambar 10. Gambaran CTEV yang didapat setelah perbaikan menunjukkan perubahan sudut

talokalkaneus normal pada gambaran dorsoplantar. Garis di sepanjang aksis panjang talus

sekarang melintas secara medial ke metatarsal pertama; temuan ini mengindikasikan

overkoreksi dari varus kaki depan.

Page 26: Lapsus CTEV Ir_1

23

Kavum lengkungan plantar mungkin terlihat, terutama jika tidak dilakukan

pemotongan plantar. Selain itu, reaksi periosteum, sclerosis atau fraktur lateral

metatarsal dapat terjadi sebagai hasil dari tumpuan berat yang abnormal pada sisi kaki

yang terkena dalam kasus koreksi yang tidak adekuat dari varus kaki depan (lihat

gambar 11).

Gambar 11. Gambaran foto polos lateral dari wanita usia 12 tahun setelah tindakan operatif CTEV

menunjukkan varus kaki depan yang menetap dan menghasilkan menghasilkan resultan

penekanan (penebalan kortikal) pada sebagian besar metatarsal lateral.

b. CT-Scan4

Pada penelitian pendahuluan mengenai CT dengan rekonstruksi 3 dimensi,

Johnston, menunjukkan bahwa kerangka kawat luar yang dapat memantau tulang

pada CTEV bias diterapkan dan aksis inersia dapat ditentukan di sekitar pusat massa

dengan 3 bidang perpendikuler untuk setiap tulang yang terlibat. Kawat ini dapat

dirotasi secara manual untuk mengurai deformitas dan kelainan susunan tulang yang

tidak jelas karena overlapping pada foto polos. Hubungan antara tulang kaki belakang

dan pergelangan kaki dapat dinilai dengan cara ini, karena gambaran dari kaki bagian

bawah tidak saling berhimpit (overlapping). Begitu pula halnya dengan aksis vertical

Page 27: Lapsus CTEV Ir_1

24

dari talus dan lubang kalkaneus dapat dibandingkan dengan garis acuan perpendicular

terhadap dasar pada rekonstruksi koronal dari tumit.

Kerugian dari CT scan termasuk risiko radiasi ionisasi, kurangnya osifikasi

pada tulang tarsal, suseptibilitas dari artifak gambar dan gerakan, dan dibutuhkannya

peralatan yang mahal dan aplikasi software untuk rekonstruksi multiplanar. Di sisi

lain, deformitas 3 dimensi yang kompleks ini dapat dinilai dengan lebih baik dengan

rekonstruksi 3 dimensi jika dibandingkan dengan radiografi 2 dimensi. Penggunaan

CT dalam evaluasi artikulasi talus pada trauma dan koalisi tarsal telah digunakan

secara luas.

c. MRI (Magnetic Resonance Imaging)4

Saat ini MRI tidak dilakukan untuk pemeriksaan radiologi CTEV, dan

terbatasnya pengalaman penggunaan MRI. Penggunaan MRI terbatas karena berbagai

kerugian, diantaranya:dibutuhkan alat khusus dan sedasi pasien, selain itu keuntungan

dari MRI jika dibandingkan dengan foto polos dan CT-scan adalah kapabilitas

imaging multiplanar dan penggambaran yang sangat baik untuk nucleus osifikasi,

kartilago anlage (primordium) serta struktur jaringan lunak disekitarnya.

d. USG (Ultrasonografi)4

Telah dilakukan beberapa penelitian mengenai temuan USG pada kaki normal

ataupun CTEV, meskipun kegunaan klinis dari modalitas ini tidak umum digunakan.

Kekurangan terbesar dari USG adalah ketidakmampuan gelombang suara untuk

menembus seluruh tulang, terutama jika terdapat bekas luka post operasi. Keuntungan

ultrasonografi termasuk tidak ada / kurangnya radiasi pengion, tidak membutuhkan

obat sedative, kemampuannya untuk menggambarkan bagian tulang yang tidak

terosifikasi, dan kapasitasnya dalam hal imaging dynamics.

Tendon Achilles dapat diukur dengan menggunakan gambaran posterior-

sagital. Umumnya tendon Achilles ini memendek pada CTEV dan deformitas spastik.

Pada gambaran posterior sagittal ini, tibia distal, talus, dan kalkaneus sejajar

sepenuhnya. Jarak antara tibia distal yang terosifikasi dan calcaneus superior yang

Page 28: Lapsus CTEV Ir_1

25

terosifikasi dapat diukur. Dalam keadaan plantar fleksi, pada kaki normal jarak ini

akan berkurang, tapi tidak pada CTEV. Gambaran ini memungkinkan evaluasi dari

hubungan talonavicular pada bidang DP, yang seringnya tetap abnormal bahkan

setelah pemotongan subtalar komplit. Pada gambaran anterior-medial, malleolus

medial, talus, navicular dan cuneiformis medial dapat dilihat pada gambar 12.

Gambar 12. CTEV. Hasil USG dari aspek medial kaki normal, menggambarkan hubungan antara

kartilago malleolus medial (M), talus terosifikasi (T), dan navicular yang tidak

terosifikasi (N). metatarsal pertama juga telah terosifikasi.

Hubungan talonavicular yang penting dan sukar ditangkap dapat dihitung

dengan mengukur jarak atau sudut. Jarak antara epifisis malleolus medial dan

kartilago navicular dapat diukur. Dengan adanya displacement medial dari navicular

pada CTEV, ukurannya akan menjadi lebih pendek dari pada kaki normal. Hal ini

terlihat pada gambar 13.

Page 29: Lapsus CTEV Ir_1

26

Gambar 13. Jarak antara malleolus medial (M) dan navicular (N) dapat diukur pada dengan

menggerakkan transduser secara dinamis. Disini ditunjukkan posisi normal dari kaki

normal.

Gambaran dinamis / dynamic imaging yang bisa dilakukan dengan USG dapat

melengkapi pemeriksaan fisik untuk menilai rigiditas dari kaki. Sehingga, USG ini

dapat membantu memilah pasien yang harus dilakukan operasi dan tidak bisa dengan

terapi konservatif saja.

Kesimpulannya, pemeriksaan USG dapat digunakan untuk menentukan

kepentingan, bidang, dan jumlah jaringan lunak yang harus dipotong atau dilepaskan

dan untuk mengevaluasi keberhasilan terapi konservatif.

Page 30: Lapsus CTEV Ir_1

27

Gambar 14. USG medial menunjukkan CTEV pada posisi normal

e. Angiografi4

Angiogram dapat menunjukkan abnormalitas ukuran dan distribusi pembuluh

darah kecil pada CTEV, tapi temuan ini masih terbatas dalam kegunaannya secara

klinis.

2.9 Diagnosis18

Untuk menegakkan diagnosis dini perlu dilakukan skrining motivasi semua

tenaga kesehatan:

a. untuk melakukan skrining terhadap semua bayi baru lahir dan balita terhadap

adanya kelainan pada kaki dan kelainan lainnya.

b. Bayi-bayi dengan kelainan dapat dirujuk untuk dirawat di klinik kaki pengkor.

C. Memastikan kasus yang ditemukan pada tahap skrining tersebut, kemudian

dipastikan diagnosanya oleh tenaga kesehatan yang berpengalaman mengenai

Page 31: Lapsus CTEV Ir_1

28

kelainan muskuloskeletal. Ciri-ciri penting kaki pengkor adalah cavus, varus,

adductus dan equines.

Dalam evaluasi ini dapat disingkirkan kelainan lain seperti metatarsus

adductus dan sindroma lain yang mendasarinya. Kaki pengkor diklasifikasikan

menjadi beberapa kategori untuk menentukan prognosis dan merencanakan terapi.

Alat bantu diagnosis yang bias membantu adalah Sinar-X. Sinar X terutama

digunakan untuk menilai kemajuan setelah terapi. Film anteroposterior diambil

dengan kaki plantarfleksi 300 dan tabung sinar X bersudut 30

0 terhadap garis tegak

lurus. Ditarik garis melalui poros panjang talus yang sejajar perbatasan medial dan

poros panjang kalkaneus yang sejajar perbatasan lateralnya; garis-garis itu biasanya

menyilang dengan sudut sebesar 20-400. Tetapi pada kaki gada, kedua garis itu

mungkin hampir sejajar.

Film lateral diambil dengan kaki dalam keadaan dipaksa dorsifleksi. Garis

yang ditarik melalui poros longitudinal tengah talus dan perbatasan bawah dari

kalkaneus harus bertemu dengan sudut sekitar 400. Sudut yang kurang dari 20

0

menunjukkan bahwa kalkaneus tidak dapat ditekuk ke atas ke dalam dorsifleksi

sempurna; kaki mungkin tampak dorsifleksi tetapi sebenarnya mungkin ‘patah’ pada

tingkat tarsal pertengahan, sehingga menghasilkan apa yang disebut deformitas kaki

kursi goyang.10

2.10 Diagnosis Banding5

Diagnosa CTEV sangat mudah karena bentuknya yang khas. Akan tetapi ada

beberapa kelainan yang secara anatomis menyerupainya. Sedangkan untuk memberi

penanganan yang sesuai dengan kelainan ini, perlu mengetahui kelainan-kelainan lain

yang serupa untuk membedakannya. Beberapa diantaranya adalah:

a. Absensi atau hipoplasia tibia kongenital

b. Dislokasi pergelangan kaki congenital

Page 32: Lapsus CTEV Ir_1

29

Pada keduanya, kaki tampak seperti clubfoot. Pemeriksaan yang perlu

dilakukan untuk menegakkan diagnosa adalah:

◦ Palpasi secara teliti hubungan anatomik hindfoot dengan maleolus lateral dan

medial

◦ Pemeriksaan radiografi.

c. Acquired type of clubfoot

Pada bayi baru lahir biasanya tipe ini mudah dibedakan dengan tipe

kongenital, tetapi pada anak yang lebih besar lebih sulit. Biasanya sering terjadi

karena penyakit paralitik karena itu disebut juga paralytic clubfoot, antara lain:

myelomeningocele, tumor intraspinal, diasmatomyelia, poliomyelitis, atrofi muskular

progresif tipe distal, cerebral palsy dan penyakit Guillain-Barre. Pemeriksaan:

◦ Periksa vertebra secara teliti untuk mencari abnormalitas

◦ Muscle testing

◦ Radiogram seluruh kolum vertebra

◦ Nilai sistem neuromuskular dengan teliti untuk menyingkirkan penyalit paralitik

◦ Pada poliomyelitis kaki teraba dingin dan biru, bukti paralisa (+)

◦ Pada spina bifida terdapat gangguan sensasi dan perubahan trofi.

Ada pula beberapa anomali lain yang ditemukan bersamaan dengan CTEV, antara

lain:

1) Arthroghyposis multipleks kongenital

Anomali ini sering disertai CTEV, oleh karena itu untuk mendiagnosanya

perlu pemeriksaan:

◦ Sendi panggul, lutut, siku dan bahu perlu diperiksa dengan teliti untuk mencari

adanya subluksasi atau dislokasi.

◦ Periksa LGS sendi-sendi perifer

◦ kontraktur yang menyebabkan fleksi atau ekstensi abnormal

Yang khas pada arthroghyposis multipleks kongenital adalah penurunan

massa otot dan fibrosis.

Page 33: Lapsus CTEV Ir_1

30

2) Konstriksi pita annular kongenital (Streeter’s dysplasia)

Cowell dan Hensinger meneliti 25 kasus konstriksi pita annular kongenital

pada ektremitas dan menemukan clubfeet pada 56% diantaranya.

3) Diasthrophic dwarfism

Bentuk tubuh kecil, masa kistik lunak pada daun telinga, palatum terbelah,

pemendekan metacarpal V dengan ibu jari yang hipermobil, kontraktur fleksi dan

berbagai derajat webbing pada sendi lutut, panggul, siku, bahu dan interfalangeal.

Deformitas equinovarus kaki derajat berat dan bilateral.

4) Displasia craniocarpotarsal (Freeman-Sheldon syndrome)

Wajah anak sangat khas. Dahi penuh, mata cekung kedalam, wajah bagian

tengah datar, mulut kecil dengan bibir maju seperti ‘bersiul’. Lipatan kulit

berbentuk huruf H pada dagu. Palatum tinggi dan suara sengau karena pergerakan

palatum terbatas. Jari-jari tanfan berdeviasi keatas. Deformitas equinus

disebabkan karena kontraktur fleksi jari-jari kaki.

5) Larsen’s syndrome

Ditandai dengan dislokasi sendi multipel (terutama lutut, sendi panggul dan

siku), wajah datar, tulang hidung terdorong kedalam, dahi menonjol, jarak antar

mata lebar, metacarpal pendek dengan ibu jari tangan berbentuk sendok.

6) Mobius syndrome

Yang khas adalah wajah seperti topeng dengan abduksi kedua mata dan

paralisis nercus fasialis parsial atau komplit. Anomali lain adalah syndactyly

dengan ankilosis tulang sendi interfalangeal proksimal, absensi pektoralis mayor,

microdactylia dan kegagalan pembentukan semua falang.

Page 34: Lapsus CTEV Ir_1

31

2.11 Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan CTEV adalah5:

a. Mencapai reduksi konsentrik dislukasi atau subluksasi sendi talocalcaneonavikular.

b. Mempertahankan reduksi.

c. Mengembalikan alignment persendian tarsal dan pergelangan kaki yang normal.

d. Mewujudkan keseimbangan otot antara evertor dan invertor; dan otot dorsofleksor

dan plantarfleksor.

e. Mendapatkan kaki yang mobile dengan fungsi dan weight bearing yang normal.

Penatalaksanaan harus dimulai sedini mungkin, lebih baik segera sesudah

lahir. Tiga minggu pertama setelah lahir merupakan periode emas/golden period,

sebab jaringan ligamentosa bayi baru lahir masih kendor karena pengaruh hormon

maternal. Fase ini adalah fase kritis dimana jaringan lunak yang kontraktur dapat

dielongasi dengan manipulasi berulang setiap hari.5

2.11.1 Terapi non-operatif

1) Gips Ponseti18

◦ Persiapan

Termasuk didalamnya adalah upaya menenangkan anak dengan

memberikan botol susu atau dengan menyusuinya (Gambar 15.1). Jika

memungkinkan didampingi oleh asisten terlatih. Kadang-kadang dibutuhkan

bantuan dari orang tua penderita. Persiapan sangatlah pentingg (Gambar 15.2).

Asisten (titik biru) memegang kaki, sementara manipulator (titik merah)

melakukan koreksi.

◦ Manipulasi dan Pengegipan

Mulailah sedapat mungkin segera setelah lahir. Buat penderita dan keluarga

nyaman. Biarkan anak minum selama manipulasi dan proses pengegipan.

Page 35: Lapsus CTEV Ir_1

32

◦ Menentukan letak kaput talus dengan tepat

Tahap ini sangat penting (Gambar 15.3), pertama, palpasi kedua malleoli

(garis biru) dengan ibu jari dan jari telunjuk dari tangan A sementara jari-jari dan

metatarsal dipegang dengan tangan B. Kemudian (Gambar 15.4), geser ibu jari

dan jari telunjuk tangan A ke depan untuk dapat meraba caput talus (garis merah)

di depan pergelangan kaki. Karena navicular bergeser ke medial dan

tuberositasnya hampir menyentuh malleolus medialis, kita dapat meraba

penonjolanbagian lateral dari caput talus (merah) yang hanya tertutup kulit di

depan malleolus lateralis. Bagian anterior calcaneus dapat diraba dibawah caput

talus. Dengan menggerakkan forefoot dalam posisi supinasi kearah lateral, kita

dapat meraba navicular bergeser (meskipun sedikit) didepan caput talus

sedangkan tulang calcaneus akan bergerak ke lateral di bawah caput talus.

Page 36: Lapsus CTEV Ir_1

33

Gambar 15. Persiapan Pemasangan Gips Ponseti dan Manipulasi

◦ Manipulasi

Tindakan manipulasi adalah melakukan abduksi dari kaki dibawah caput

talus yang telah distabilkan. Tentukan letak talus. Seluruh deformitas kaki

pengkor, kecuali equinus ankle, terkoreksi secara bersamaan. Agar dapat

mengoreksi kelainan ini, kita harus dapat menentukan letak caput talus, yang

menjadi titik tumpu koreksi.

◦ Mengoreksi (memperbaiki) cavus

Bagian pertama metode Ponseti adalah mengoreksi cavus dengan

memposisikan kaki depan (forefoot) dalam alignment yang tepat dengan kaki

belakang (hindfoot). Cavus, yang merupakan lengkungan tinggi di bagian tengah

kaki (Gambar 16.1 pada garis lengkung kuning), disebabkan oleh pronasi forefoot

terhadap hindfoot. Cavus ini hampir selalu supel pada bayi baru lahir dan dengan

mengelevasikan jari pertama dan metatarsal pertama maka arcus longitudinal kaki

kembali normal (Gambar 16.2 dan 16.3). Forefoot disupinasikan sampai secara

visual kita dapat melihat arcus plantar pedis yang normal (tidak terlalu tinggi

Page 37: Lapsus CTEV Ir_1

34

ataupun terlalu datar). Alignment (kesegarisan) forefoot dan hindfoot untuk

mencapai arcus plantaris yang normal sangat penting agar abduksi (yang

dilakukan untuk mengoreksi adduksi dan varus) dapat efektif.

◦ Langkah-langkah Pemasangan Gips

Dr. Ponseti merekomendasikan penggunaan bahan gips karena lebih murah

dan molding lebih presisi dibanding dengan fiberglass. Manipulasi Awal.

Sebelum gips dipasang, kaki dimanipulasi lebih dahulu. Tumit tidak disentuh

sedikitpun agar calcaneus bisa abduksi bersama-sama dengan kaki (Gambar

16.4). Memasang padding yang tipis saja (Gambar 16.5) untuk memudahkan

molding. Pertahankan kaki dalam posisi koreksi yang maksimal dengan cara

memegang jari-jari dan counter pressure pada caput talus selama pemasangan

gips.

Pemasangan Gips di bawah lutut lebih dulu kemudian lanjutkan gips sampai

paha atas. Mulai dengan tiga atau empat putaran disekeliling jari-jari kaki

(Gambar 16.6) kemudian ke proksimal sampai lutut (Gambar 16.7). Pasang gips

dengan cermat, terutama saat memasang gips diatas tumit, gips dikencangkan

sedikit. Kaki harus dipegang pada jari-jari, gips ”dilingkarkan” di atas jari-jari

pemegang agar tersedia ruang yang cukup untuk pergerakan jari-jari.

Page 38: Lapsus CTEV Ir_1

35

Gambar 16. Pemasangan Gips

◦ Molding gips.

Koreksi tidak boleh dilakukan secara paksa dengan menggunakan gips.

Gunakanlah penekanan yang ringan saja. Jangan menekan caput talus dengan ibu

jari terus menerus, tapi ”tekan-lepas-tekan” berulangkali untuk mencegah

pressure sore. Molding gips di atas caput talus sambil mempertahankan kaki pada

posisi koreksi (Gambar 17.1). Perhatikan ibu jari tangan kiri melakukan molding

gips di atas caput talus sedangkan tangan kanan molding forefoot (dalam posisi

supinasi). Arcus plantaris dimolding dengan baik untuk mencegah terjadinya

flatfoot atau rocker-bottom deformity. Tumit di molding dengan baik dengan

”membentuk” gips di atas tuberositas posterior calcaneus. Malleolus di molding

dengan baik. Proses molding ini hendaknya merupakan proses yang dinamik,

sehingga jari-jari harus sering digerakkan untuk menghindari tekanan yang

berlebihan pada satu tempat. Molding dilanjutkan sambil menunggu gips keras.

Lanjutankan gips sampai paha. Gunakan padding yang tebal pada proksimal

paha untuk mencegah iritasi kulit (Gambar 17.2). Gips dapat dipasang berulang

bolak-balik pada sisi anterior lutut untuk memperkuat gips disisi anterior (Gambar

Page 39: Lapsus CTEV Ir_1

36

17.3) dan untuk mencegah terlalu tebalnya gips di fossa poplitea, yang akan

mempersulit pelepasan gips.

◦ Potong gips.

Biarkan gips pada sisi plantar pedis untuk menahan jari-jari (Gambar 17.4)

dan potong gips dibagian dorsal sampai mencapai sendi metatarsophalangeal.

Potong gips dibagian tengah dulu kemudian dilan jutkan kemedial dan lateral

dengan menggunakan pisau gips. Biarkan bagian dorsal semua jari-jari bebas

sehingga dapat ekstensi penuh. Perhatikan bentuk gips yang pertama (Gambar

17.5). Kaki equinus, dan forefoot dalam keadaan supinasi.

Gambar 17. Molding Gips

Page 40: Lapsus CTEV Ir_1

37

◦ Hasil akhir

Setelah pemasangan gips selesai, kaki akan tampak over-koreksi dalam

posisi abduksi dibandingkan kaki normal saat berjalan. Hal ini bukan suatu over-

koreksi. Namun merupakan koreksi penuh kaki dalam posisi abduksi maksimal.

Koreksi kaki hingga mencapai abduksi yang penuh, lengkap dan dalam batas

normal ini, membantu mencegah rekurensi dan tidak menciptakan over-koreksi

atau kaki pronasi (Stahell, 2008).

2) Bracing18

Pada akhir pengegipan, kaki dalam posisi sangat abduksi (sekitar 60-70

derajat/tight-foot axis). Setelah tenotomi, gips terakhir dipakai selama 3 minggu.

Protokol Ponseti selanjutnya adalah memakai brace (bracing) untuk mempertahankan

kaki dalam posisi abduksi dan dorsofleksi. Brace berupa bar (batang) logam

direkatkan pada sepatu yang bertelapak kaki lurus dengan ujung terbuka (straight-last

open-toe shoes). Abduksi kaki dengan sudut 60-70 derajat ini diperlukan untuk

mempertahankan abduksi calcaneus dan forefoot serta mencegah kekambuhan

(relaps). Jaringan lunak pada sisi medial akan tetap teregang hanya jika dilakukan

bracing setelah pengegipan. Dengan brace, lutut tetap bebas, sehingga anak dapat

”menendangkan” kaki kedepan sehingga meregangkan otot gastrosoleus. Abduksi

kaki dalam brace, ditambah dengan bar yang sedikit melengkung, akan membuat

kaki dorsofleksi. Hal ini membantu mempertahankan regangan pada otot

gastrocnemius dan tendo Achilles. Ankle-foot orthose (AFO) tidak berguna sebab

hanya menahan kaki lurus dengan dorsofleksi netral.

◦ Aturan pemakaian brace

Tiga minggu setelah tenotomi, gips dilepas, dan brace segera dipakai. Alat

ini terdiri dari sepatu open-toe high-top/straight-last shoes yang terpasang pada

sebuah batang logam (Gambar 18.1). Pada kasus unilateral, brace dipasang pada

60-70 derajat eksternal rotasi pada sisi sakit dan 30-40 derajat eksternal rotasi

pada sisi yang sehat (Gambar 18.2). Pada kasus bilateral, brace diatur 70 derajat

Page 41: Lapsus CTEV Ir_1

38

eksternal rotasi pada kedua sisi. Bar harus cukup panjang sehingga jarak antar

tumit sepatu selebar bahu (Gambar 18.2). Kesalahan yang sering terjadi adalah

bar yang terlalu pendek yang membuat anak merasa tidak nyaman. Bar harus

dilengkungkan 5-10 derajat kearah bawah (menjauhi badan) agar kaki tetap

dorsofleksi. Brace harus dipakai sepanjang hari selama 3 bulan pertama semenjak

gips terakhir dilepas. Setelah itu anak harus memakai brace ini selama 12 jam

pada malam hari dan 2-4 jam pada siang. Sehingga total pemakaian 14-16 jam

dalam sehari sampai anak berusia 3-4 tahun.

Gambar 18. Brace

◦ Jenis-jenis brace

Modifikasi terhadap Ponseti brace yang orisinil memberi banyak keuntungan.

Untuk mencegah kaki merosot keluar dari sepatu, maka suatu pada ditempatkan

dibagian belakang sepatu (Gambar 19.1). Berbagai desain yang baru mebuat bracing

lebih aman, lebih mudah dikenakan pada bayi dan memungkinkan bayi bergerak.

Kemudahan-kemudahan ini akan meningkatkan ketaatan. Berbagai pilihan brace

adalah sebagai berikut:

H.M. Steenbeek bekerja untuk Christoffel Blinden Mission, di Katalemwa

Chesire Home di Kampala, Uganda telah mengembangkan bracing yang dapat

dibuat dari bahan yang sederhana dan mudah didapatkan (Gambar 19.2).

Brace tersebut efektif mempertahankan koreksi, mudah dipakai, mudah

dibuat, tidak mahal, dan cocok dipakai untuk pemakaian luas.

John Mitchell telah mendesain sebuah brace dibawah pengawasan Dr.

Ponseti. Brace terdiri dari sepatu terbuat dari kulit lembut dan sol plastik yang

Page 42: Lapsus CTEV Ir_1

39

dibentuk sesuai bentuk kaki anak, membuat sepatu ini sangat nyaman dan

mudah dipakai (Gambar 19.3).

Dr. Matthew Dobbs dari Washington University School of Medicine di St

Louis, AS membuat dynamic brace yang memungkinkan kaki anak bergerak

sambil tetap mempertahankan rotasi kaki yang diperlukan (Gambar 19.4).

Diperlukan AFO pada alat ini untuk mencegah plantar fleksi ankle.

M.J. Markel telah mengembangkan bracing yang memungkinkan orang tua

penderita memasang sepatu pada anak terlebih dahulu dan kemudian baru

dikaitkan pada alat bar nya (Gambar 19.5).

Dr. Jeffrey Kessler dari Kaiser Hospital, Los Angeles, AS telah membuat

brace yang fleksibel dan tidak mahal. Bar dibuat dari polypropylene setebal

1/8 inchi (Gambar 19.6). Brace ini sangat disukai bayi sehingga meningkatkan

ketaatan pemakaiannya.

Dr. Romanus mengembangkan brace ini di Swedia (Gambar 19.7). Sepatunya

terbuat dari plastik yang mudah dibentuk sesuai kaki anak. Bagian dalam

sepatu dilapisi kulit yang lembut sehingga membuatnya sangat nyaman.

Sepatu ini di tempelkan pada batang dengan sekrup.

Page 43: Lapsus CTEV Ir_1

40

Gambar 19. Jenis-jenis Brace

2.11.2 Terapi Operatif

Indikasi pemilihan pelaksanaan terapi operatif adalah adanya komplikasi yang

terjadi setelah terapi konservatif. Pada kasus resisten, terapi operatif paling baik

dilakukan pada usia 3-6 minggu, ketika tidak tampak adanya perbaikan yang

signifikan setelah menjalani terapi konservatif yang teratur.

1) Insisi

Beberapa pilihan insisi, antara lain :

a) Cincinnati: berupa insisi transversal, mulai dari sisi anteromedial (persendian

navikular-kuneiformis) kaki sampai ke sisi anterolateral (bagian distal dan medial

sinus tarsal), dilanjutkan ke bagian belakang pergelangan kaki setinggi sendi

tibiotalus.

b) Posteromedial: insisi ini dapat menyebabkan luka terbuka, khususnya di sudut

vertikal dan medial kaki. Untuk menghindari hal ini, beberapa operator memilih

beberapa jalan, antara lain:

◦ Tiga insisi terpisah – insisi posterior arah vertikal, medial, dan lateral

◦ Dua insisi terpisah – curvilinear medial dan posterolateral.

Page 44: Lapsus CTEV Ir_1

41

Banyak pendekatan bisa dilakukan untuk terapi operatif di semua kuadran, antara

lain:

• Plantar: fasia plantaris, abduktor halucis, fleksor digitorum brevis, ligamen

plantaris panjang dan pendek

• Medial: struktur-struktur medial, selubung tendon, pelepasan talonavikular dan

subtalar, tibialis posterior, FHL (fleksor halucis longus), dan pemanjangan FDL

(fleksor digitorum longus)

• Posterior: kapsulotomi persendian kaki dan subtalar, terutama pelepasan

ligament talofibular posterior dan tibiofibular, serta ligament kalkaneofibular

• Lateral: struktur-struktur lateral, selubung peroneal, pesendian kalkaneokuboid,

serta pelepasan ligamen talonavikular dan subtalar

Pendekatan mana pun harus bisa menghasilkan pajanan yang adekuat. Struktur-

struktur yang harus dilepaskan atau diregangkan adalah:

• Tendon Achilles

• Pelapis tendon dari otot-otot yang melewati sendi subtalar

• Kapsul pergelangan kaki posterior dan ligamen Deltoid

• Ligamen tibiofi bular inferior

• Ligamen fi bulokalkaneal

• Kapsul dari sendi talonavikular dan subtalar

• Fasia plantar pedis dan otot-otot intrinsik.

Aksis longitudinal talus dan kalkaneus harus dipisahkan sekitar 20° dari

proyeksi lateral. Koreksi yang dilakukan kemudian dipertahankan dengan

pemasangan kawat di persendian talokalkaneus, atau talonavikular atau keduanya.

Hal ini juga dapat dilakukan menggunakan gips. Luka paska operasi tidakboleh

ditutup paksa. Luka dapat dibiarkan terbuka agar membentuk jaringan granulasi atau

nantinya dapat dilakukan cangkok (graft) kulit.

Page 45: Lapsus CTEV Ir_1

42

Penatalaksanaan dengan operasi harus mempertimbangkan usia pasien :

a) Pada anak kurang dari 5 tahun, koreksi dapat dilakukan hanya melalui prosedur

jaringan lunak.

b) Untuk anak lebih dari 5 tahun, membutuhkan pembentukan ulang tulang/bony

reshaping (misal, eksisi dorsolateral dari persendian kalkaneokuboid (prosedur

Dillwyn Evans) atau osteotomi tulang kalkaneus (untuk mengoreksi varus).

c) Apabila anak berusia lebih dari 10 tahun, dapat dilakukan tarsektomi lateralis

atau arthrodesis.

Harus diperhatikan keadaan luka pascaoperasi. Jika penutupan kulit sulit

dilakukan, lebih baik dibiarkan terbuka agar dapat terjadi reaksi granulasi, untuk

kemudian memungkinkan terjadinya penyembuhan primer atau sekunder. Dapat juga

dilakukan pencangkokan kulit untuk menutupi defek luka operasi. Perban hanya

boleh dipasang longgar dan harus diperiksa secara reguler.

2) Koreksi jaringan lunak

Koreksi jaringan lunak dilakukan pada bayi dan anak dibawah 5 tahun. Pada

usia ini, biasanya belum ada deformitas pada tulang-tulang kaki, bila dilakukan

operasi pada tulang dikhawatirkan malah merusak tulang dan sendi kartilago anak

yang masih rentan. Koreksi dilakukan pada:

Otot dan tendon

◦ Achilles : tehnik pemanjangan tendo (Z-lengthening)

◦ Tibia posterior: tehnik pemanjangan tendo atau transfer

◦ Abduktor hallucis longus: tehnik reseksi atai eksisi

◦ Fleksor hallucis longus dan fleksor digitorum longus: tehnik pemanjangan atau

reseksi muskulotendineus

◦ Fleksor digitorum brevis

◦ Tenotomi

Page 46: Lapsus CTEV Ir_1

43

Indikasi tenotomi

Tenotomi dilakukan untuk mengoreksi equinus setelah cavus,

adduksi, dan varus sudah terkoreksi baik akan tetapi dorsofleksi ankle

masih kurang dari 10 derajat. Pastikan abduksi sudah adekuat sebelum

melakukan tenotomi.

Tahap Persiapan

Mempersiapkan keluarga. Jelaskan kepada keluarga mengenai

tindakan yang akan dilakukan, jelaskan bahwa tenotomi merupakan

operasi minor, dengan anestesi lokal, dan dilakukan di klinik rawat jalan.

Peralatan. Siapkan semua alat yang dibutuhkan, pilih pisau

tenotomy no 11 atau 15, atau pisau kecil lainnya seperti pisau

untuk operasi mata.

Skin preparation. Desinfeksi kulit mulai dari pertengahan betis

sampai pertengahan kaki dengan asisten memegang ujung jari

dengan satu tangan dan paha dengan tangan lainnya (Gambar

20.1).

Anestesi. Sejumlah kecil obat anestesi disuntikkan disekitar

tendo Achilles (Gambar 20.2). Hati-hati terlalu banyak obat

anestesi membuat tendo sulit diraba dan tindakan menjadi lebih

sulit.

Persiapan untuk tenotomi

Dengan asisten mempertahankan ankle dalam posisi dorsoflesi

maksimal, tentukan letak tenotomi, kurang lebih 1,5 cm diatas calcaneus.

Suntikkan sedikit anestesi lokal disebelah medial tendo, pada tempat akan

dilakukan tenotomi. Ingatlah anatomi, neurovaskular bundle berada di

anteromedial tendo Achilles. Tendo ini berada didalam tendon sheath.

Page 47: Lapsus CTEV Ir_1

44

Tenotomi

Tusukkan ujung pisau dari sisi medial, sedikit disebelah anterior

tendo (Gambar 20.3). Sisi datar pisau dijaga tetap sejajar dengan tendo.

Tempat tusukan ini menimbulkan sayatan kecil. Tendon sheath tidak diiris

dan dibiarkan utuh. Pisau kemudian diputar, sehingga bagian tajam pisau

mengarah ke tendo. Pisau kemudian digerakkan sedikit ke posterior.

Dirasakan sebagai ”pop” saat pisau memotong tendo. Tendo belum dianggap

terpotong seluruhnya, sampai sensasi ”pop” sudah dirasakan. Setelah

tenotomi, dorsofleksi ankle akan bertambah 15-20 derajat (Gambar 20.4).

Gips paskatenotomi

Setelah equinus terkoreksi dengan tenotomi, pasang gips ke 5

(Gambar 20.5) dengan kaki abduksi 60-70 derajat dan dorsofleksi 15 derajat.

Kaki tampak overkoreksi. Gips dipertahankan selama 3 minggu setelah

koreksi komplet. Gips dapat diganti jika rusak atau kotor sebelum 3 minggu.

Pasien dapat pulang, analgesik jarang diperlukan.

Page 48: Lapsus CTEV Ir_1

45

Gambar 20. Tenotomi

Kapsul dan ligamen

◦ Talonavicular

◦ Subtalar

◦ Sendi calcaneocuboid

◦ Kapsul pergelangan kaki, antara lain bagian dari lig. deltoid

◦ Ligamen yang kontraktur pada sisi posterolateral pergelangan kaki dan sendi

subtalar:

- Lig. calcaneofibular

- Lig. Talofibular posterior

- Retinakulum peroneal superior

◦ Ligamen interoseus talocalcaneal

3) Koreksi Jaringan Keras

Operasi pada tulang atau osteotomi dilakukan setelah usia anak 5-10 tahun.

Karena pada usia ini biasanya telah terjadi deformitas struktur tulang dan koreksi

yang diharapkan tidak mungkin berhasil tanpa pembenahan tulang. Tindakan berupa:

a) Osteotomi calcaneus untuk koreksi inversi

b) Wedge reseksi sendi calcaneocuboid

c) Osteotomi cuboid

d) Osteotomi cuneiformis untuk koreksi adduksi yang berlebihan

e) Osteotomi tibia dan fibula, jika torsi tibia berlebihan (jarang terjadi)

Page 49: Lapsus CTEV Ir_1

46

Tindakan pada anak dengan usia lebih tua, lebih dari 10 tahun, biasanya:

a) Rekonstuksi tarsal, termasuk triple arthrodesis. Dilakukan pada kaki yang rigid

dan seringkali diserta nyeri serta tidak berespon pada gips serial atau prosedur

operasi yang lain.

b) Osteotomi femur

4) Follow Up

Pin untuk fi ksator biasanya dilepas setelah 3-6 minggu. Satelah itu, tetap diperlukan

perban yang dipasangkan dengan sepatu Dennis Brown selama 6-12 bulan.

2.12 Prognosis

Rata-rata 50% CTEV pada neonatus dapat diperbaiki secara non-operatif.

Ponseti melaporkan 89% tingkat kesuksesan dengan menggunakan tekhniknya

(termasuk tenotomi Achilles). Sebuah penelitian menganalisis proses perbaikan pada

pasien dengan CTEV idiopatik setelah dilakukan tekhnik Ponseti. Data melaporkan

bahwa gips yang baik akan menghasilkan pengurangan cavus dan lipatan medial

dengan perbaikan bertahap dari rotasi kaki tengah, adduksi, dan varus tumit.

Menarikanya, terjadi perbaikan pada equinus tumit bersamaan dengan variable kaki

tengah dan dengan gips yang paling akhir.

Kebanyakan penelitian melaporkan 75-90% kepuasan dari tatalaksana operatif

(tampilan dan fungsi kaki). Kemampuan pergerakan sendi-sendi kaki dan

pergelangan kaki berhubungan dengan derajat kepuasan pasien.3

Kepuasan pasien didapatkan pada 81% kasus, dan rentang pergerakan dari

pergelangan kaki merupakan factor utama dalam menentukan hasil fungsional, yang

dipengaruhi oleh tingkat pendataran lengkung talus. Pada 40% pasien tidak terjadi

dorsofleksi yang melebihi keadaan normal, dan 38% pasien membutuhkan operasi

lanjutan (hampir dua pertiga diantaranya adalah operasi tulang). 3

Tingkat rekurensi dari deformitas ini dilaporkan sekitar 25%, dengan rentang

10-50%. Menelaus melaporkan tingkat rekurensi 38%. Asalkan terapi dimulai sejak

Page 50: Lapsus CTEV Ir_1

47

lahir, deformitas sebagian besar selalu dapat diperbaiki; walau demikian, keadaan ini

tidak dapat sembuh sempurna dan sering kambuh, terutama pada bayi dengan

kelumpuhan otot yang nyata atau disertai penyakit neuromuskuler.18

Page 51: Lapsus CTEV Ir_1

48

BAB 3. LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien

Nama : By. Tri Bintang Pamungkas

Umur : 7 bulan

Alamat : Krajan RT. 01/RW. 05 Pakusari Jember

Status : Belum Menikah

Agama : Islam

Suku : Jawa

No. RM : 41.77.50

Tgl MRS : 09-01-2013

Tgl pemeriksaan : 11-01-2013

2. Anamnesa

Keluhan Utama : Kedua kaki bengkok

RPS : Ibu pasien mengeluhkan kedua kaki anaknya bengkok sejak sejak lahir. Ibu

pasien mengira kaki anaknya akan sembuh dengan sendirinya sehingga

tidak pernah dibawa ke dokter. Anaknya tidak rewel, berat badan normal.

RPD : - RPO : - RPK : -

3. Pemeriksaan Fisik

a. Pemeriksaan Umum

Keadaan umum: cukup

Kesadaran : komposmentis

b. Vital Sign

Tensi : - mmHg

Nadi : 40 x/menit

RR : 32 x/menit

Page 52: Lapsus CTEV Ir_1

49

Suhu : 36,5 0 C

c. Pemeriksaan Khusus

1) Kulit : cyanosis (-), ikterik (-), anemis (-)

2) Kepala

Mata : ikterik (-), anemis (-)

Telinga : sekret (-), darah (-)

Hidung : sekret (-), darah (-), deformity (-)

Mulut : dbn

Leher : pembesaran KGB (-)

3) Thorax

o Cor: I: ictus cordis tidak tampak

P: ictus cordis tidak teraba

P: redup di ICS IV PSL dextra – ICS V MCL sinistra

A: S1S2 tunggal

o Pulmo:

Ventral Dorsal

I: Simetris, retraksi -/-

P: Fremitus raba +/+

P: Sonor +/+

A: Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-

I: Simetris, retraksi -/-

P: Fremitus raba +/+

P: Sonor +/+

A:Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-

4) Abdomen: I: Flat

A: BU(+) normal

P: Timpani

P: Soepel

5) Extrimitas

Akral hangat + +

+ +

Page 53: Lapsus CTEV Ir_1

50

Edema - -

- -

Diagnosis Kerja : Negleted Congenital Talipe Equino Varus (CTEV) bilateral

d. Follow Up

S/ Keluhan utama : kedua kaki bengkok

O/ Keadaan umum : cukup

Kesadaran : komposmentis

TTV : TD : - mmHg RR : 30 x/menit

N : 45 x/menit Tax : 36,5 oC

Kepala/Leher : a/i/c/d = -/-/-/-

Thoraks : Cardio : S1S2 tunggal

Pulmonal : Ves +/+; Rh -/-; Wh -/-

Abdomen : flat; BU (+); timpani; soepel

Ekstrimitas : atas : AH +/+; OE-/-

bawah : AH +/+; OE-/-

Status lokalis

R. Engkel : Look : deformity (+)

Feel : nyeri tekan (-)

Movement : ROM terbatas

A/ Negleted Congenital Talipe Equino Varus (CTEV) bilateral

P/ Pro OP

Cek Laboratorium Hematologi

Kamis, 10 Januari 2013/H1 MRS

Kamis, 11 Januari 2013/H2 MRS/ H1 Post OP

Page 54: Lapsus CTEV Ir_1

51

S/ Keluhan utama : -

O/ Keadaan umum : cukup

Kesadaran : komposmentis

TTV : TD : - mmHg RR : 28 x/menit

N : 40 x/menit Tax : 37,5 oC

Kepala/Leher : a/i/c/d = -/-/-/-

Thoraks : Cardio : S1S2 tunggal

Pulmonal : Ves +/+; Rh -/-; Wh -/-

Abdomen : flat; BU (+); timpani; soepel

Ekstrimitas : atas : AH +/+; OE-/-

bawah : AH +/+; OE-/-

Status lokalis

R. Engkel : Look : deformity (+); gips (+)

Feel : nyeri tekan (-)

Movement : ROM terbatas

A/ Negleted Congenital Talipe Equino Varus (CTEV) bilateral post OP H1 (Gambar

21)

P/ Infus D5 ¼ flash

Ibuprofen syr 1 x ½ cth

Amoxilin syr 3 x ½ cth

Hasil Lab : Hb = 10.0; leu = 21.0; Hemato = 30.8; Trombosit = 540

Page 55: Lapsus CTEV Ir_1

52

Gambar 21. Laporan Operasi

Kamis, 12 Januari 2013/H3 MRS

Page 56: Lapsus CTEV Ir_1

53

S/ Keluhan utama : -

O/ Keadaan umum : baik

Kesadaran : komposmentis

TTV : TD : - mmHg RR : 30x/menit

N : 41 x/menit Tax : 36,6 oC

Kepala/Leher : a/i/c/d = -/-/-/-

Thoraks : Cardio : S1S2 tunggal

Pulmonal : Ves +/+; Rh -/-; Wh -/-

Abdomen : flat; BU (+); timpani; soepel

Ekstrimitas : atas : AH +/+; OE-/-

bawah : AH +/+; OE-/-

Status lokalis

R. Engkel : Look : deformity (+); gips (+)

Feel : nyeri tekan (-)

Movement : ROM terbatas

A/ Negleted Congenital Talipe Equino Varus (CTEV) bilateral post OP H2

P/ Ibuprofen syr 1 x ½ cth

Amoxilin syr 3 x ½ cth

Pro KRS

DAFTAR PUSTAKA

Page 57: Lapsus CTEV Ir_1

54

1. Cailliet Rene. 1980. Foot and Ankle Pain. 12th ed. Philadelphia: F.A. Davis

Company.

2. Crenshaw AH. 1987. Campbell‘s Operative Orthopaedics. 7th ed. Missouri:

Mosby Co.

3. Clubfoot. Taken from http://emedicine.medscape.com/article/1237077-overview

on January 1, 2012.

4. Clubfoot Imaging. Taken from http://emedicine.medscape.com/article/407294-

overview#showall on January 1, 2012.

5.Orto-CTEV. Taken from www.staff.undip.ac.id/FK/tantiajoe/files/2010/07/orto-

ctev.doc

6. Rasjad Chairuddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Ed 2. Makassar:

Bintang Lamumpatue.

7. Campbell Suzanna K. 1995. Physical Therapy in Children. Philadelphia: W.B.

Saunders Company.

8. Lovell Wood W, Winter Robert B. 1986. Pediatric Orthopaedics. 2nd ed.

Philadelphia: J.B. Lippincott company.

Page 58: Lapsus CTEV Ir_1

55

9. Ferner H, J. Staubesand. 1985. The Sobotta Atlas of Human Anatomy, Vol II, Ed.

Bahasa Indonesia. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran.

10. Apley Graham A. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Ed 7.

Jakarta: Penerbit Widya Medika.

11. Ribes Ramon. 2008. Learning Diagnostic Imaging. Heidelberg: Springer.

12. Misra, Rakesh R. 2002. Radiology for Surgeons. London: Greenwich Medical

Media.

13. Chen, Michael Y M. 2004. Basic Radiology. New York: McGraw-Hill.

14. Mettler, Fred A. 2005. Essentials of Radiology. 2nd ed. Pennsylvania: Elsevier.

15. Lisle, David A. 2001. Imaging for Students. London: Arnold.

16. Thompson, Jon C. 2002. Netter’s Concise Atlas of Orthopaedic Anatomy.

Philadelphia: Elsevier.

17. Moeller, Torsten B. 2000. Pocket Atlas Of Radiographic Anatomy. 2nd ed. New

York: Thieme.

18. Stahell, Lynn. 2008. Kaki Pengkor: Penanganan Dengan Metode Ponseti Ed. 3.

Global Help Organization.

19. Shelter, B. 1998. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal

System: Deformities of the foot, 473-476.