LAPSUS Apendisitis
-
Upload
ai-niech-inoel -
Category
Documents
-
view
92 -
download
13
Transcript of LAPSUS Apendisitis
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis,
dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering1. Apendiks disebut
juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di
masyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usus buntu sebenarnya adalah
sekum. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa fungsi apendiks
sebenarnya. Namun demikian, organ ini sering sekali menimbulkan masalah
kesehatan.2
Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung panjang dan sempit.
Panjangnya kira-kira 10cm (kisaran 3-15cm) dan berpangkal di sekum.
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum. Adanya
hambatan dalam pengaliran tersebut, tampaknya merupakan salah satu
penyebab timbulnya appendisits. Di dalam apendiks juga terdapat
immunoglobulin sekretoal yang merupakan zat pelindung efektif terhadap
infeksi (berperan dalam sistem imun). Dan immunoglobulin yang banyak
terdapat di dalam apendiks adalah IgA. Namun demikian, adanya pengangkatan
terhadap apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh. Ini dikarenakan
jumlah jaringan limfe yang terdapat pada apendiks kecil sekali bila
dibandingkan dengan yang ada pada saluran cerna lain.2
Apendisitis dapat mengenai semua umur, baik laki-laki maupun
perempuan. Namun lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun.
1
I.2 RUMUSAN MASALAH
I.2.1 Bagaimana etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan
apendisitis?
I.3 TUJUAN
I.3.1 Mengetahui etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan
apendisitis.
I.4 MANFAAT
I.4.1 Menambah wawasan mengenai penyakit bedah khususnya apendisitis.
I.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti
kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit bedah.
2
BAB I
STATUS PENDERITA
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : ny. S
Umur : 40 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : kepanjen
Status perkawinan : Menikah
Suku : Jawa
Tanggal periksa : 11-10-2012
No. Reg : 302213
B. ANAMNESA
1. Keluhan utama : nyeri perut sebelah kanan
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan sakit perut sebelah
kanan bawah sejak ± 2 hari yang lalu. Sakit atau nyeri yang dirasa seperti
dipukul-dipukul disertai dengan demam. Kadang-kadang pasien merasa mual,
dan perut terasa sakit saat dibuat berjalan ataupun batuk. BAB pasien sering
keras, pasien mengaku masih bisa kentut dan BAK pasien dirasa lancar dan
tidak ada keluhan. Pasien mengaku jarang makan sayur belakangan ini karena
malas untuk membuatnya.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak pernah mengalami sakit yang sama sebelumnya
Riwayat hipertensi (-), DM (-), alergi (-)
4. Riwayat penyakit keluarga
riwayat keluarga dengan penyakit serupa (-)
hipertensi (-), DM (-, alergi (-)
3
5. Riwayat kebiasaan
Pasien jarang konsumsi sayuran
6. riwayat pengobatan
selama sakit ini pasien tidak pernah berobat kedokter, hanya minum
obat-obatan yang dibeli sendiri di warung.
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. keadaan umum : tampak lemah sedikit kesakitan dengan berjalan sedikit
bungkuk dan memegang perutnya yang sakit.
2. vital sign
tensi : 130/80 mmHg
nadi : 80x/mnt
RR : 23x/mnt
suhu : 370
3. status lokalis
Abdomen
Inspeksi : jaringan parut (-), umbilicus hernia (-), tumor (-), gelombang
peristaltic (-), pulsasi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal, bruit (-)
Palpasi : defans muskuler (+), nyeri tekan titik Mc Burney (+), nyeri
lepas titik Mc Burney (+), rovsing sign (+), Blumberg sign (+)
Perkusi : timpani di area umbilical
4
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Usulan USG abdomen
Pemeriksaan Laboratorium (16-11-12)
Darah Lengkap
HB 12,7 g/dl
Hematokrit 36,9 %
Eritrosit 4.15 juta/cmm
Leukosit 11.480 /cmm
Trombosit 277.000 sel/cmm
Kimia darah
GDS 113 mg/dl
SGOT 17/ul
SGPT 11/ul
Ureum 19 mg/dl
Kreatinin - mg/dl
Kesimpulan: leukositosi
F. DIAGNOSA
Suspect apendisitis akut
G. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Gastroenteritis
Urolitiasis pyelum/ureter kanan
H. PENATALAKSANAAN
Apendiktomi
Metronidasol
Perawatan pasca bedah
BAB III
5
PEMBAHASAN PENYAKIT
A. Anatomi
Appendix merupakan organ berbentuk cacing, panjangnya kira-kira 10 cm
(kisaran 3-15 cm) dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian
proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, appendix
berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya.
Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu.
Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan
apendiks bergerak dan geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks
penggantungnya.
Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang
sekum, dibelakang kolon asendens, atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala
klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n. Vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal
dari n.torakalis X. oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula di
sekitar umbilicus.
Perdarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri
kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi,
apendiks akan mengalami gangrene.
B. FISIOLOGI
6
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir kedalam sekum. Hambatan
aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis
apendisitis.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated
lymphoid tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk apendiks,
ialah IgA. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.
Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi system imun
tubuh karena jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan
jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.
C. EPIDEMIOLOGI
Insiden apendisitis akut di Negara maju lebih tinggi daripada di Negara
berkembang. Namun dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya turun
secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh oleh meningkatnya penggunaan
makanan berserat dalam menu sehari-hari.
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang
dari satu tahun jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30
tahun, setelah itu menurun. Insiden pada lelaki dan perempuan umumnya
sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insiden lelaki lebih tinggi.
D. ETIOLOGI
Apendisitis akut merupakan infeksi bacteria. Berbagai hal berperan
sebagai factor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan factor yang
diajukan sebagai factor pencetus disamping hyperplasia jaringan limf, fekalit
(feses keras), tumor apendiks, dan cacing askariasis dapat pula menyebabkan
sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi
mukosaapendiks karena parasit seperti E. hystolitica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi
7
akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan
fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa.
Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.
E. PATOFISIOLOGI
Patologi apendisitis dapat dimulai dimukosa dan kemudian melibatkan
seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Usaha
pertahanan tubuh adalah membatasi proses radang dengan menutup apendiks
dengan omentum, usus halus atau adneksa sehingga terbentuk masa
periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrate apendiks.
Didalamnya dapat terjadi proses nekrosis jaringan berupa abses yang dapat
mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan
massa periapendikuler akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri
secara lambat.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang akan menyebabkan perlengketan dengan jaringan
8
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan
bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan
sebagai mengalami eksaserbasi akut.
F. GAMBARAN KLINIS
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah
nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau
periumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual muntah, dan pada
umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan
beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih
tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Namun
terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat
konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini
dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Terkadang
apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5 -38,5 derajat
celcius.2,3,4
Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai
akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks
ketika meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut.2,4
1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum
(terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan
tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan
atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas
dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi
m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis
Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan
timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga
peristalsis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat
dan berulang-ulang (diare).
9
Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih,
dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya
dindingnya.
Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit
dilakukan diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya,
sehingga biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi. Berikut beberapa keadaan
dimana gejala apendisitis tidak jelas dan tidak khas.2,3
1. Pada anak-anak
Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan.
Seringkali anak tidak bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam
kemudian akan terjadi muntah- muntah dan anak menjadi lemah dan letargik.
Karena ketidak jelasan gejala ini, sering apendisitis diketahui setelah
perforasi. Begitupun pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah
terjadi perforasi.
2. Pada orang tua berusia lanjut
Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari
separuh penderita baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi.
3. Pada wanita
Gejala apendisitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang
gejalanya serupa dengan apendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses
ovulasi, menstruasi), radang panggul, atau penyakit kandungan lainnya. Pada
wanita hamil dengan usia kehamilan trimester, gejala apendisitis berupa nyeri
perut, mual, dan muntah, dikacaukan dengan gejala serupa yang biasa timbul
pada kehamilan usia ini. Sedangkan pada kehamilan lanjut, sekum dan
apendiks terdorong ke kraniolateral, sehingga keluhan tidak dirasakan di perut
kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.
Gambaran klinis apendisitis akut
Tanda awal nyeri mulai di epigastrium atau region umbilikalis
10
disertai mual dan anoreksia
Nyeri pindah ke kanan bawah menunjukkan tanda rangsangan
peritoneum local dititik McBurney
Nyeri tekan
Nyeri lepas
Defans muskuler
Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (rovsing sign)
Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan
(Blumberg sign)
Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti bernafas
dalam, berjalan, batuk, mengedan
G. PEMERIKSAAN
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,50C. bila suhu lebih
tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksiler dan
rectal sampai 10C. pada inspeksi perut tidak didapatkan gambaran spesifik.
Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan
perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses periapendikuler.
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada region iliakan dekstra,
bisa disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci
diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri diperut kanan
bawah yang disebut tanda Rovsing. Pada apendisitis retrosekal atau retroileal
diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri.
Karena terjadi pergeseran sekum ke kraniolatodorsal oleh uterus, keluhan
nyeri pada apendisitis sewaktu hamil trisemester II dan III akan bergeser ke kanan
sampai ke pinggang kanan. Tanda pada kehamilan trisemester I tidak berbeda
pada orang dengan tidak hamil Karena itu perlu dibedakan apakah keluhan nyeri
berasal dari uterus atau dari apendiks. Bila penderita miring ke kiri, nyeri akan
11
berpindah sesuai dengan pergeseran uterus, terbukti proses bukan berasal dari
apendiks.
Peristaltic usus sering normal; peristaltic dapat hilang akibat ileus paralitik
pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforate.
Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa
dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika.
Pada apendisitis pelvika tanda perut sering mmeragukan maka kunci
diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan coloh dubur. Pemeriksaan uji
psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk
mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas
lewat hiperekstensi sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila
apendiks yang meradang menempel di m.psoas mayor, tindakan tersebut akan
menyebabkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang
meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul
kecil. Gerakan fleksi dan endotorsi endi panggul pada posisi terlentang akan
menimbulkan nyeri pada apendiksitis pelvika.
12
H. DIAGNOSIS
Meskipun pemmeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti diagnosis
klinis apendisitis akut masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus.
Kesalahan diasgnosis lebih sering pada perempuan dibanding lelaki. Hal ini dapat
disadari mengingat perempuan terutama yang masih muda sering timbul
gangguan yang mirip apendisitis akut. Keluhan itu berasal dari genitalia interna
karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit ginekologikk lainnya.
Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis apendisitiis akut bila
diagnosis meragukan, sebaiknya dilakukan observasi penderita dirumah sakit
dengan pengamatan setiap 1-2 jam.
Foto barium kurang dapat dipercaya. USG bisa menigkatkan akurasi
diagnosis. Demikian pula laparoskopi pada kasus yang meragukan.
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan jumlah leukosit membantu menegakkan diagnosis apendisitis
akut. Pada kebanyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih pada kasus dengan
komplikasi.
Radiologi : terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada
pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang
terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan
bagian yang menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang
mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum.3,5
J. DIAGNOSIS BANDING
Gastroenteritis mual, muntah dan diare mendahuluii rasa sakit. Sakit perut
lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering ditemukan. Panas
dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan apendisitis akut.
Demam dengue dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Disini
didapatkan hasil tes positif untuk rumple leed, trombositopenis dan hematokrit
yang meningkat.
13
Limfadenitis mesenterika biasanya didahului oleh enteritis atau
gastroenteritis ditandai dengan nyeri perut, terutama kanan disertai dengan
mual, nyeri tekan perut samar terutama kanan.
Kelainan ovulasi folikel ovarium yang pecah mungki memberikan nyeri
perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri
yang sama pernah timbul lebih dahulu. Tidak ada tanda radang, dan nyeri
biasa hilang dalam waktu 24 jam, tetapi mungkin dapat mengganggu selam 2
hari.
Infeksi panggul salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan
apendisitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri
perut bagian bawah perut lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya
disertai keputihan dan infeksi urin.
Kehamilan di luarr kandungan hamper selalu ada riwayat terlambat haid
dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada rupture tuba atau abortus
kehamilan diluar rahim dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak
difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik.
Kista ovarium terpuntir timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang
tinggi dan teraba masa dalam rongga pelvis pada pemmeriksaan perut, colok
vaginal atau colok rectal. Tidak ada demam. USG untuk diagnosis.
Endometriosis eksterna nyeri ditempat endometrium berada.
Urolitiasis pielum/ ureter kanan batu ureter atau batu ginjal kanan. Riwayat
kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran
yang khas. Eritrosituria sering ditemukan. Foto polos perut atau urografi
intravena dapat memastikan penyakit tersebut. Pielonefritis sering disertai
demam tinggi, menggigil, nyeri kostovertebral di sebelah kanan dan piuria.
Penyakit saluran cerna lainnya.
K. PENATALAKSANAAN
Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah
apendiktomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang baik. Penundaan tindak
14
bedah sambil pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi.
Apendiktomi bisa dilakukan secara terbuka atau pun dengan cara laporoskopi.
Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotik,
kecuali pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforata.
Apendiktomi dapat dilakukan secara terbuka ataupun dengan cara
laparoskopi. Bila apendiktomi terbuka, incise McBurney paling banyak dipilih
oleh ahli bedah.
TEKNIK APENDIKTOMI McBurney
1. Pasien berbaring terlentang dalam anastesi umum ataupun regional. Kemudian
dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada daerah perut kanan bawah.
2. Dibuat sayatan menurut Mc Burney sepanjang kurang lebih 10 cm (gambar
40.1.a) dan otot-otot dinding perut dibelah secara tumpul menurut arah
serabutnya, berturut-turut m. oblikus abdominis eksternus, m. abdominis
internus, m. transverses abdominis, sampai akhirnya tampak peritoneum
(gambar 40.1.b).
3. Peritoneum disayat sehingga cukup lebar untuk eksplorasi (gambar 40.2.a)
4. Sekum beserta apendiks diluksasi keluar (gambar 40.2.b)
15
5. Mesoapendiks dibebaskan dann dipotong dari apendiks secara biasa, dari
puncak kea rah basis (gambar 40.3.a dan 40.3.b)
6. Semua perdarahan dirawat.
7. Disiapkan tabac sac mengelilingi basis apendiks dengan sutra, basis apendiks
kemudian dijahit dengan catgut (gambar 40.4.a)
8. Dilakukan pemotongan apendiks apical dari jahitan tersebut (gambar 40.4.b)
9. Puntung apendiks diolesi betadine
16
10. Jahitan tabac sac disimpulkan dan puntung dikuburkan dalam simpul tersebut.
Mesoapendiks diikat dengan sutra (gambar 40.5.a dan 40.5.b)
11. Dilakukan pemeriksaan terhadap rongga peritoneum dan alat-alat didalamnya,
semua perdarahan dirawat.
12. Sekum dikembalikan ke abdomen.
13. Sebelum ditutup, peritoneum dijepit dengan minimal 4 klem dan didekatkan
untuk memudahkan penutupannya. Peritoneum ini dijahit jelujur dengan
chromic catgut dan otot-otot dikembalikan (gambar 40.6)
L. KOMPLIKASI
Beberpa komplikasi yang dapat terjadi :
1. Perforasi
Keterlambatan penanganan merupakan alasan penting terjadinya perforasi.
Perforasi appendix akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai
dengan demam tinggi, nyeri makin hebat meliputi seluruh perut dan perut
menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh
perut, peristaltik usus menurun sampai menghilang karena ileus paralitik.
2. Peritonitis
17
Peradangan peritoneum merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat
penyebaran infeksi dari apendisitis. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas
pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata.
Dengan begitu, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik,
usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke
dalam lumen usus menyebabkan dehidrasi, gangguan sirkulasi, oligouria, dan
mungkin syok. Gejala : demam, lekositosis, nyeri abdomen, muntah,
Abdomen tegang, kaku, nyeri tekan, dan bunyi usus menghilang (Price dan
Wilson, 2006).
3. Massa Periapendikuler
Hal ini terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi
pendindingan oleh omentum. Umumnya massa apendix terbentuk pada hari
ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis generalisata.
Massa apendix dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan
keadaan umum masih terlihat sakit, suhu masih tinggi, terdapat tanda-tanda
peritonitis, lekositosis, dan pergeseran ke kiri. Massa apendix dengan proses
meradang telah mereda ditandai dengan keadaan umum telah membaik, suhu
tidak tinggi lagi, tidak ada tanda peritonitis, teraba massa berbatas tegas
dengan nyeri tekan ringan, lekosit dan netrofil normal.
M. PROGNOSIS
Apendiktomi yang dilakukan sebelum perforasi prognosisnya baik.
Kematian dapat terjadi pada beberapa kasus. Setelah operasi masih dapat terjadi
infeksi pada 30% kasus apendix perforasi atau apendix gangrenosa.
N. PENCEGAHAN
Sering makan makanan berserat dan menjaga kebersihan.
18
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesa didapatkan pasien nyeri perut kanan bawah sejak ±2
tahun, nyeri tumpul dan menjalar. Dari pemeriksaan abdomen didapatkan defans
muskuler (+), nyeri tekan titik Mc Burney (+), nyeri lepas titik Mc Burney (+),
rovsing sign (+), Blumberg sign (+), maka didapatkan diagnose Suspect
apendisitis akut. Diusulkan pemeriksaan leukosit dan USG abdomen.
Penatalaksanaan apendiktomi, antibiotic dan analgesic jika diangnosa apendisitis
sudah di tegakkan.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer, A., Suprohaita., Wardani, W.I., Setiowulan, W., editor., “Bedah
Digestif”, dalam Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, Cetakan
Kelima. Media Aesculapius, Jakarta, 2005, hlm. 307-313.
20
2. Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D., editor., “Usus Halus, Apendiks, Kolon, Dan
Anorektum”, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC, Jakarta,
2005,hlm.639-645.
3. Zeller, J.L., Burke, A.E., Glass, R.M., “Acute Appendicitis in Children”,
JAMA, http://jama.ama-assn.org/cgi/reprint/298/4/482, 15 Juli 2007, 298(4):
482.
4. Simpson, J., Humes, D. J., “Acute Appendicitis”, BMJ,
http://www.bmj.com/cgi/content/full/333/7567/530, 9 September 2006, 333:
530-536.
5. Mittal, V.K., Goliath, J., Sabir, M., Patel, R., Richards, B.F., Alkalay, I.,
ReMine, S., Edwards,M., “Advantages of Focused Helical Computed
Tomographic Scanning With Rectal Contrast Only vs Triple Contrast in
the Diagnosis of Clinically Uncertain Acute Appendicitis”, Archives of
Surgery, http://archsurg.ama-assn.org/cgi/content/full/139/5/495, Mei 2004,
139(5): 495-500
6. Grace, Pierce. A., Neil R. Borley., At a Glance, Edisi 3. Erlangga, Jakarta,
2007, hlm.106-107.
7. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Ed: Ke-6. Jakarta: EGC.
21