Lapsus Anestesi Hipertensi Gestational

41
LAPORAN ANESTESI Oleh: ILMAWATI 09 777 016 BAGIAN ANESTESIOLOGI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ALKHAIRAAT PALU

description

tags

Transcript of Lapsus Anestesi Hipertensi Gestational

LAPORAN ANESTESI

Oleh:ILMAWATI09 777 016

BAGIAN ANESTESIOLOGIPROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ALKHAIRAATPALU2015

KUMPULAN TUGASBAGIAN ANESTESIOLOGI

Oleh:ILMAWATI09 777 016

BAGIAN ANESTESIOLOGIPROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ALKHAIRAATPALU2015

Laporan Kasus April 2015

ANESTESI PADA PASIEN SECTIO CAESAREA DENGAN HIPERTENSI GESTATIONAL

Oleh:ILMAWATI09 777 016

Pembimbing:Dr. Sofyan B, Sp.An

Bagian AnestesiologiProgram Studi Pendidikan DokterFakultas Kedokteran Universitas AlkhairaatPalu2015

BAB IPENDAHULUAN

Hipertensi pada kehamilan, yang selalu kita pikirkan adalah preeklampsi atau eklampsi. Ternyata ada juga klasifikasi hipertensi lainnya pada kehamilan. Ada beberapa klasifikasi yang dikeluarkan di berbagai negara. Tetapiklasifikasi yang direkomendasikan adalah klasifikasi oleh National High Blood Pressure Education Program (NHBPEP) Working Group on Hypertension in Pregnancy karena dapat digunakan dengan mudah dan praktis . Tujuan penting dalam klasifikasi ini adalah dapat digunakan untuk membedakan antara preeklampsia dan eklampsia dari kelainan hipertensi pada kehamilan.Sampai saat ini belum ada protokol untuk penentuan TD berapa sebaiknya yang paling tinggi yang sudah tidak bisa ditoleransi untuk dilakukannya penundaan anestesia dan operasi. Namun banyak literatur yang menulis bahwa TDD 110 atau 115 adalah cut-off point untuk mengambil keputusan penundaan anestesia atau operasi kecuali operasi emergensi. Menunda operasi hanya untuk tujuan mengontrol TD mungkin tidak diperlukan lagi khususnya pada pasien dengan kasus hipertensi yang ringan sampai sedang. Namun pengawasan yang ketat perlu dilakukan untuk menjaga kestabilan hemodinamik, karena hemodinamik yang labil mempunyai efek samping yang lebih besar terhadap kardiovaskular dibandingkan dengan penyakit hipertensinya itu sendiri. Penundaan operasi dilakukan apabila ditemukan atau diduga adanya kerusakan target organ sehingga evaluasi lebih lanjut perlu dilakukan sebelum operasi. The American Heart Association / American College of Cardiology (AHA/ACC) mengeluarkan acuan bahwa TDS 180 mmHg dan/atau TDD 110 mmHg sebaiknya dikontrol sebelum dilakukan operasi, terkecuali operasi bersifat urgensi. Pada keadaan operasi yang sifatnya urgensi, TD dapat dikontrol dalam beberapa menit sampai beberapa jam dengan pemberian obat antihipertensi yang bersifat rapid acting.

BAB IILAPORAN KASUSI. IDENTITASNama: Ny. MYUmur: 38 tahunJenis Kelamin: PerempuanBerat Badan: 75 kgAlamat: Ds. Bariri, Kec. Lore TengahPekerjaan: PNSRuangan: MatahariTanggal masuk: 22 April 2015Tanggal Operasi: 24 April 2015Tanggal pengambilan data: 24 April 2015

II. ANEMNESIS Keluhan utama: nyeri perut bagian bawah Riwayat penyakit sekarang: pasien masuk ke IGD kebidanan RSUD Undata Palu dengan rujukan dari polik KIA dengan taksiran gravid 39-40 minggu. Keluhan nyeri perut bagian bawah sejak kurang lebih 1 minggu yang lalu. Keluhan ini dirasakan tembus sampai belakang dengan frekuensi jarang, muncul tidak menentu waktunya. Keluhan ini tidak disertai pengeluaran lendir dan darah. Tidak ada keluhan pada sistem lain.

Riwayat penyakit terdahulu:Riwayat Hipertensi pada Kehamilan sebelumnya (+)

Anamnesis terkait anestesi: Riwayat operasi: pasien pernah menjalani sectio cesaria (SC) pada kehamilan pertama dan kedua dengan indikasi CPD menggunakan anestesi regional teknik SAB. Riwayat alergi obat (-) Riwayat asma (-) Riwayat penyakit jantung (-) Riwayat Hipertensi saat tidak hamil (-) Riwayat Penyakit Hati (-) Penggunaan gigi palsu tidak ada.

Status maternal pasien: GIIIPIIA0

III. PEMERIKSAAN FISIS Status generalisKeadaan umum: Sakit ringanKesadaran: Kompos mentis (GCS E4 V5 M6)Status gizi: Baik Primary survey Airway: Patern, tidak ada obstruksi. Breathing: Respirasi 20 kali/menit. Circulation: Tekanan darah: 140/90 mmHg Nadi: 84 kali/menit, reguler, kuat angkat.

Secondary surveyKepala Bentuk: Normocephal Rambut : Ikal, warna hitam distribusi padat. Kulit kepala: lesi (-) Wajah: Simetris, paralisis fasial (-), afek serasi, deformitas (-). Kulit : Pucat (-), sianosis (-), massa (-), turgor 120 mmHg, disertai kerusakan berat dari organ sasaran yag disebabkan oleh satu atau lebih penyakit/kondisi akut. Keterlambatan pengobatan akanmenyebebabkan timbulnya sequele atau kematian. TD harus diturunkan sampai batas tertentu dalam satu sampai beberapa jam. Penderita perlu dirawat di ruangan intensive care unit atau (ICU). 2. Hipertensi urgensi (mendesak), TD diastolik > 120 mmHg dan dengan tanpa kerusakan/komplikasi minimum dari organ sasaran. TD harus diturunkan dalam 24 jam sampai batas yang aman memerlukan terapi parenteral.

3.4Hipertensi GestationalKLASIFIKASIBerdasarkan Report on the National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in pregnancy (AJOG Vol.183 : S1, July 2000)1. Hipertensi GestasionalDidapatkan tekanan darah 140/90 mmHg setelah umur kehamilan 20 minggu untuk pertama kalinya pada kehamilan, tidak disertai dengan proteinuria dan tekanan darah kembali normal < 12 minggu pasca persalinan.2. PreeklamsiKriteria minimumTekanan darah 140/ 90 mmHg setelah umur kehamilan 20 minggu, disertei dengan proteinuria 300 mg/24 jam atau dipstick 1+3. EklamsiKejang-kejang pada preeklamsi disertai koma4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsiTimbulnya proteinuria 300 mg/ 24 jam pada wanita hamil yang sudah mengalami hipertensi sebelumnya. Proteinuria hanya timbul setelah kehamilan 20 minggu.5. Hipertensi kronik Ditemukannya tekanan darah 140/ 90 mmHg, sebelum kehamilan atau sebelum kehamilan 20 minggu dan tidak menghilang setelah 12 minggu pasca persalinan.

Intinya adalah kapan hipertensi itu diketahui dan apakah terdapat proteinuri. Jika hipertensi diketahui sebelum usia kehamilan 20 minggu dan proteinuri negatif berarti hipertensi kronis. Jika hipertensi diketahui sebelum usia kehamilan 20 minggu dan proteinuri positif berarti hipertensi kronis superimposed preeklampsi. Jika hipertensi diketahui sesudah usia kehamilan 20 minggu dan proteinuri negatif berarti hipertensi gestasional. Jika hipertensi diketahui sesudah usia kehamilan 20 minggu dan proteinuri positif bisa berarti preeklampsi atau eklampsi.

BAB IVPEMBAHASANPasien usia 38 tahun masuk IGD Kebidanan dirujuk dari polik KIA dengan gravid 39-40 minggu, tidak disertai pelepasan lendir darah. Hipertensi (+). Riwayat maternal GIIIPIIA0 + Post SC 2x atas indikasi CPD.Tabel. Klasifikasi Phisical Status (PS) ASA Berdasarkan tabel di atas, maka pasien ini termasuk dalam PS ASA 2 atau pasien dengan kelainan sistemik ringan. Berdasarkan pemeriksaan mallampati, pasien masuk dalam kelas I, dimana pilar faring, uvula dan palatum molle terlihat jelas. Lihat gambar di bawah.

Keterangan gambar:Kelas 1: Pilar faring, uvula dan palatum molle terlihat jelas.Kelas 2: Tampak hanya palatum molle dan uvulaKelas 3: Tampak hanya palatum molleKelas 4: Palatum molle tidak tampakDalam anestesi, skor Mallampati digunakan untuk memprediksi kemudahan intubasi. Hal ini ditentukan dengan melihat anatomi rongga mulut, khusus, itu didasarkan pada visibilitas dasar uvula, pilar faring. Cara pemeriksaannya pada saat mulut terbuka maksimal dan lidah dijulurkan maksimal. Skor mallampati 3 dan 4 diperkirakan akan menyulitkan intubasi trakea.Pada pasien ini akan dilakukan operasi secsio secarea dengan menggunakan anestesi spinal. Anestesi spinal adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam cairan serebrospinal, di dalam ruang subarakhnoid. Anestesi spinal juga disebut sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal. Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus kutis subkutis ligamentum supraspinosum ligamentum interspinosum ligamentum flavum ruang epidural duramater ruang subarachnoid.Anestesi spinal dapat diberikan pada tindakan yang melibatkan tungkai bawah, panggul, dan perineum. Anestesi ini juga digunakan pada keadaan khusus seperti bedah endoskopi, urologi, bedah rectum, perbaikan fraktur tulang panggul, bedah obstetrik-ginekologi, dan bedah anak. Anestesi spinal pada bayi dan anak kecil dilakukan setelah bayi ditidurkan dengan anestesi umum.Kontraindikasi penggunaan anestesi spinal meliputi kontraindikasi mutlak dan relative. Kontraindikasi mutlak yakni pasien menolak, infeksi pada tempat suntikan, hypovolemia berat atau syok, koagulopati atau mendapat terapi koagulan, tekanan intrakranial meningkat. Sedangkan kontraindikasi relatif yakni kelainan neurologis, prediksi bedah yang berjalan lama, penyakit jantung, hypovolemia ringan, nyeri punggung kronik. Pada pasien ini tidak memiliki kontraindikasi untuk dilakukan anestesi spinal. Pasien mengalami hipertensi dalam kehamilam, berdasarkan klasifikasi the National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in pregnancy (AJOG Vol.183 : S1, July 2000), pasien tersebut masuk dalam klasifikasi Hipertensi Gestasional, karena berdasakan data tekanan darah 140/90 mmHg pada saat kehamilan pada waktu menjelang persalinan dan pada pemeriksaan urine tidak ditemukan proteinuria.Panduan lama puasa pre-operatif dari American Society of Anaesthesiologist (ASA) dan European Society of Anaesthesiology (ESA).

Makanan Yang DikonsumsiLama Puasa (dalam jam)

Minuman (tanpa ampas)2

Air susu ibu4

Susu bayi6

Susu sapi6

Makanan padat 6

Pasien dipuasakan sekitar 8 jam karena pasien yang sedang hamil proses pengosongan lambung lebih lambat dibanding tidak hamil. Maka defisit cairan yang dialami pasien saat puasa harus diperhitungan. Pada pasien ini selama perawatan mendapat cairan 28 tpm, sehingga selama 8 jam puasa input cairan melalui intravena pada pasien ini sebanyak 672 cc, ini apabila 1cc = 20 tetes.Rumus :Jumlah Tetes Per Menit= Jumlah kebutuhan cairan x 20 tetesWaktu (jam) x 60 menit 28 tetes per menit= Jumlah kebutuhan cairan x 20 8 x 60Jumlah kebutuhan cairan= 28 x 8 x 6020= 672 ccTerapi cairan dibagi menjadi 3 tahap yaitu:1. Penatalaksaan Pra BedahPada pasien ini tidak mengalami dehidrasi sehingga pasien hanya membutuhkan cairan maintenance sesuai dengan berat badannya yaitu sebanyak 115 cc/jam, ini berdasarkan perhitungan sebagai berikut:Cairan maintenance: 10 kg pertama: 10 kg x 4 cc = 40cc10 kg kedua : 10 kg x 2 cc = 20 ccSisa berat badan: 55 kg x 1 cc = 55 cc Total115 cc/jamPada pasien ini sebelum dilakukan pembedahan perlu dikoreksi cairan yang defisit akibat puasa, yaitu sebanyak 248 cc, yang didapatkan dari kebutuhan cairan sebanyak 920 cc dikurang dengan jumlah cairan yang masuk saat dipuasakan sebanyak 672 cc.2. Durante OperatifUntuk terapi cairan perioperatif dapat digunakan formula M O P, dengan keterangan sebagai berikut: M: Maintenance, dapat dihitung menggunakan rumus Holyday Zegar untuk anak-anak, dan rumus 421 untuk dewasa. O: Prediksi cairan yang hilang selama operasi dapat dihitung dari jenis operasi x BB. Operasi kecil: 4-6 ml x BB Operasi sedang: 6-8 ml x BB Operasi besar: 8-10 ml x BB P: Lamanya puasa dihitung dari jumlah jam puasa x Maintenance

Perhitungan cairan menggunakan rumus :Jam I: M + O + PJam II: M + O + PJam III: M + O

Berikut merupakan perhitungan pada saat operasi:a. Maintenance : 115 cc/jamb. Pengganti Puasa: lama jam puasa (8 jam) x Maintenance (115 cc) = 920 ccc. Stress operasi: Jenis operasi sedang/kgBB: 6% x 75 kg = 450 cc

Jadi kebutuhan cairan pada jam I:M + SO + 50% (PP) 115 + 450 + 460 = 1,025 ccKebutuhan cairan pada jam II:M + SO + 25% (PP) 115 + 450 + 230 = 795 ccKebutuhan cairan pada jam III:M + SO 115 + 450 = 565 ccOperasi berlangsung selama 55 menit, cairan yang masuk pada saat operasi sebanyak 1000 cc, sehingga sisa kebutuhan cairan yang dibutuhkan pada jam I ditambahkan dengan kebutuhan cairan yang dibutuhkan pada jam ke II dan ke III yaitu sebanyak 1385 ccPada operasi sesar menyebabkan perdarahan, namun pada laporan anestesi pasien ini tidak di tuliskan berapa banyak jumlah perdarahan yang dialami oleh pasien. Berdasarkan teori perdarahan intraoperatif sebanyak 15-20% dari EBV harus dilakukan tindakan transfusi darah. Untuk menghitung EBV dapat digunakan rumus di bawah ini:EBV perempuan dewasa: 70 cc/kgBB = 70 x 75 = 5250 ccSehingga didapatkan jumlah perdarahan (%EBV) :% EBV = Banyaknya perdarahan x 100% Hasil EBVDari perhitungan diatas didapatkan nilai EBV adalah 5250 cc, jumlah perdarahan (%EBV) tidak dapat diketahui karena data perdarahan intraoperatif tidak di cantumkan pada lembar laporan anestesi. Namun, dapat diperkirakan apabila pasien ini mengalami perdarahan intraoperatif sebanyak 788-1050 cc maka harus dilakukan transfusi darah karena sudah memenuhi syarat yaitu perdarahan sebanya 15-20% dari EBV. Perdarahan dapat di koreksi dengan cairan kristaloid (3-4:1), atau cairan koloid (1:1).

3. Terapi Cairan Pasca BedahPemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi. Kebutuhan cairan normal adalah 30-50 ml/kgBB/24 jam, sehingga kebutuhan cairan untuk pasien ini apabila di ambil di antara range tersebut adalah 40cc/kgBB/24jam = 3000cc/24 jam.

Kemudian melanjutkan pemberian cairan intraoperatif yaitu sebanyak 1385 cc, sehingga kebutuhan cairan untuk 24 jam kedepan ialah kebutuhan cairan pasca operasi + sisa cairan perioperatif, jadi didapatkan: 3000 cc + 1385 cc = 4385 cc atau 183 cc/jam. Untuk mengetahui jumlah tetesan yang diperlukan jika menggunakan infus 1 cc = 20 tetes adalah 183/60 x 20 tetes = 61 tetes/menit.Disamping pemberian terapi cairan harus di perhatikan pula outpun urine pasien, dimana output urine normal adalah 0,5 1 cc/kgBB/jam, berarti untuk pasien ini dalam 24 jam urine yang tertampung sekitar 900-1800cc.

BAB VPENUTUP5.1KesimpulanPada laporan kasus ini, disimpulakn bahwa pasien Ny. MY umur 38 tahun dengan diagnosis GIIIPIIA0 + Post SC 2x + CPD + Hipertensi Gestational, dilakukan operasi secsio secaria dengan anestesi spinal, berdasarkan pemeriksaan pre operasi pasien msuk dalam PS ASA 2, dan skor mallampati 1. Pasien dioperasi dengan dilakukan anestesi spinal dengan menggunakan bupivacaine. Pasien dioperasi selama 55 menit dan keadaan post operatif baik saat dikirim ke ruang perawatan pasca melahirkan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Syarif.A., dkk. Farmakologi dan Terapi. Ed 5. Jakarta: FKUI: 2009.2. http://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/32930981/hipertensi_kehamilan.docx?AWSAccessKeyId=AKIAJ56TQJRTWSMTNPEA&Expires=1429877650&Signature=DeIUsi%2BBzZRT4AJUYY6X4yEywVQ%3D3. ASA Physical Status Classification System. Available From URL: http://www.asahq.org/resources/clinical-information/asa-physical-status-classification-system 4. Boulton, T., Blogg, C., 2002. Anestesiologi. Edisi 10. EGC. Jakarta.5. Prawirohardjo S, 2010, Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo Edisi Keempat Cetakan Ketiga, PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta,6. Available From URL: http://imgarcade.com/1/mallampati-score/