Lapsus Anestesi

31
BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 PENDAHULUAN Penurunan tekanan darah yang mengancam nyawa biasa dikaitkan dengan kondisi syok yaitu suatu kondisi dimana perfusi jaringan tidak mampu melakukan metabolism aerob. Syok dapat terjadi akibat menurunnya output jantung, sepsis atau menurunnya volume intravaskular. Penyebab syok lainnya antara lain adalah dehidrasi akibat muntah dan diare, kehilangan cairan terlalu banyak atau kehilangan darah dalam jumlah yang banyak. Penyebab lain dari syok yang jarang ditemukan adalah ketika mitokondria tidak mampu menghasilkan energi yang dibutuhkan untuk fungsi sel. Perdarahan merupakan kondisi kegawatdaruratan yang sering dihadapi dokter di ruang gawat darurat, ruang operasi dan ruang ICU. Kehilangan darah dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan ketidakstabilan hemodinamik, perfusi jaringan menurun, hipoksia sel, kerusakan organ dan bahkan kematian. Keadaan ini lebih dikenal dengan syok hemoragik 1.2 DEFINISI Syok hemoragik adalah suatu kondisi penurunan perfusi organ-organ vital yang menyebabkan sirkulasi nutrisi dan 1

Transcript of Lapsus Anestesi

Page 1: Lapsus Anestesi

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 PENDAHULUAN

Penurunan tekanan darah yang mengancam nyawa biasa dikaitkan dengan kondisi

syok yaitu suatu kondisi dimana perfusi jaringan tidak mampu melakukan metabolism aerob.

Syok dapat terjadi akibat menurunnya output jantung, sepsis atau menurunnya volume

intravaskular. Penyebab syok lainnya antara lain adalah dehidrasi akibat muntah dan diare,

kehilangan cairan terlalu banyak atau kehilangan darah dalam jumlah yang banyak.

Penyebab lain dari syok yang jarang ditemukan adalah ketika mitokondria tidak mampu

menghasilkan energi yang dibutuhkan untuk fungsi sel. Perdarahan merupakan kondisi

kegawatdaruratan yang sering dihadapi dokter di ruang gawat darurat, ruang operasi dan

ruang ICU. Kehilangan darah dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan ketidakstabilan

hemodinamik, perfusi jaringan menurun, hipoksia sel, kerusakan organ dan bahkan

kematian. Keadaan ini lebih dikenal dengan syok hemoragik

1.2 DEFINISI

Syok hemoragik adalah suatu kondisi penurunan perfusi organ-organ vital yang

menyebabkan sirkulasi nutrisi dan oksigen untuk jaringan normal dan fungsi sel tidak

adekuat. Pada tahap awal syok hemoragik, tubuh dapat memberikan respon fisiologis yang

normal untuk mengatur output jantung tanpa obat atau perawatan apapun dan pasien terlihat

relatif normal. Semakin banyak darah yang hilang, maka tanda-tanda syok semakin jelas.

Oksigen yang ada tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan jaringan sehingga timbul

kondisi metabolisme anaerob. Pada kondisi ini pasien dapat ditangani dengan terapi cairan

saja, namun apabila masih berlanjut dapat mengakibatkan organ-organ vital seperti jantung,

otak dan ginjal mengalami kegagalan akibat hipoksia, yang kemudian mengakibatkan

disfungsi multi organ serta berhentinya kerja jantung dan paru.

1

Page 2: Lapsus Anestesi

Etiologi dari syok hemoragik adalah perdarahan internal maupun perdarahan

eksternal. Penyebab terjadinya perdarahan internal maupun eksternal ini bervariasi, antara

lain trauma tumpul maupun tajam, kerusakan jantung, pneumotoraks, serta perdarahan post-

partu.

Syok hemoragik (hipovolemik): disebabkan kehilangan akut dari darah atau cairan

tubuh. Jumlah darah yang hilang akibat trauma sulit diukur dengan tepat bahkan pada

trauma tumpul sering diperkirakan terlalu rendah. Ingat bahwa:

Sejumlah besar darah dapat terkumpul dalam rongga perut dan pleura.

Perdarahan patah tulang paha (femur shaft) dapat mencapai 2 (dua) liter.

Perdarahan patah tulang panggul (pelvis) dapat melebihi 2 liter

Gambar 1. Distribusi Cairan Tubuh

Tindakan utama dari syok hemoragik adalah mengontrol sumber perdarahan secepat

mungkin dan pengganti cairan. Pada syok hemoragik terkontrol dimana sumber perdarahan

telah dihentikan, maka penggantian cairan bertujuan untuk menormalkan parameter

hemodinamik. Pada syok hemoragik tak terkendali di mana perdarahan itu berhenti

sementara karena hipotensi, vasokonstriksi, dan pembentukan pembekuan, terapi cairan

bertujuan untuk pemulihan denyut nadi radial, atau pemulihan kesadaran

2

Page 3: Lapsus Anestesi

1.3 DIAGNOSIS

Mengenali syok hemoragik sangat bergantung pada rekam medis dan hasil

pemeriksaan klinis. Adanya kehilangan darah awal dapat ditandai dengan pucat dan lemas,

kemudian diikuti dengan takikardi akibatnya meningkatnya denyut jantung untuk

mempertahankan output jantung. Tekanan darah bisa ditemukan masih dalam keadaan

normal atau meningkat akibat stimulasi simpatik. Membran mukosa bisa tetap dalam

keadaan normal atau menjadi pucat. Kondisi denyut jantung cenderung hiperdinamik

sebagai kompensasi meningkatnya tekanan darah sistolik karena proses vasokonstriksi dan

meningkatnya kontraktibilitas.

Ketika pasien memasuki syok tahap berikutnya maka hipotensi mulai terjadi dan

denyut jantung melemah. Membran mukosa menjadi lebih pucat, sirkulasi pembuluh kapiler

menjadi lebih lambat dan kadang diikuti dengan dinginnya beberapa bagian ekstrimitas.

Temperatur tubuh dapat ditemukan dalam keadaan normal ataupun lebih rendah sebagai

akibat adanya perfusi jaringan. Timbulnya takikardi diikuti dengan takipnea dan dispnea.

Pada kondisi syok terminal maka timbul bradikardi, hipotermi, hipotensi, pucat, delirium

dan anuria. Pemeriksaan hematokrit tidak dapat digunakan untuk mengetahui mengenai

adanya perdarahan karena proses kehilangan darah tidak langsung mempengaruhi

hematokritnya. Karena seluruh darah yang hilang, maka rasio sel darah merah terhadap

plasma tetap sama. Biasanya menurunnya hasil pemeriksaan darah lengkap dapat menjadi

tanda awal dari kehilangan darah akut setelah beberapa jam. Tanda dari metabolisme

anaerob juga dapat digunakan untuk mengetahui adanya syok. Ketika sirkulasi oksigen ke

jaringan terganggu maka metabolisme anaerob glukosa meningkat menghasilkan laktat.

Durasi dan keparahan asidosis laktat menunjukkan seberapa parah syok yang terjadi. Pada

pasien perdarahan meningkatnya laktat menunjukkan dibutuhkan resusitasi cairan dan/atau

darah segera.

1.4 PENANGANAN SYOK

Tujuan utama dari resusitasi adalah menghentikan pusat perdarahan dan

mengembalikan jumlah darah sirkulasi normal. Pasien yang mengalami perdarahan harus

ditransfusi karena oksigenasi jaringan yang terganggu tidak dapat ditoleransi walaupun

3

Page 4: Lapsus Anestesi

dalam level rendah. Terapi yang dilakukan harus disesuaikan dengan tingkat perdarahan dan

parameter hemodinamik seperti tekanan darah, denyut jantung, output jantung, tekanan vena

pusat, tekanan arteri paru1. Pada syok hemoragik yang terkontrol (Control Haemorhagic

Shock/ CHS), sumber perdarahan telah dihentikan sehingga penggantian cairan bertujuan

untuk mengstabilkan parameter hemodinamik. Sedangkan pada syok hemoragik yang tidak

terkontrol (Uncontrolled Haemorhagic Shock/ UCHS), dimana perdarahan terhenti

sementara karena hipotensi, vasokonstriksi dan terbentuknya bekuan darah; terapi cairan

bertujuan untuk mengembalikan denyut radial dan mempertahankan tekanan darah 80 mmhg

dengan 250 ml larutan Ringer laktat (hypotensive resuscitation).

Penggunaan larutan koloid yang cenderung tetap berada dalam komponen

intravaskular menjadi pertimbangan penggunaannya dalam perawatan syok hemoragik.

Beberapa larutan koloid telah diteliti secara klinis termasuk albumin manusia, hydroxyl ethyl

starch (HES) dan dekstran. Larutan koloid tetap berada dalam komponen intravaskular, oleh

karena diperlukan sejumlah kecil volume dari cairan resusitasi untuk mencapai stabilitas

hemodinamik bila dibandingkan dengan menggunakan larutan kristaloid. Larutan koloid

lebih mahal, dapat melekat dan menurunkan serum kalsium ionisasi, menurunkan tingkat

sirkulasi immunoglobulin dan lebih lanjut dapat menurunkan volume cairan ekstraseluler

dibandingkan dengan menyimpannya. Beberapa penelitian eksperimental dan klinis

membandingkan pemakain larutan kristaloid dan koloid pada resusitasi. Tidak ditemukan

adanya bukti yang berhubungan dengan pengaruh yang dapat membahayakan fungsi paru.

Penggunaan larutan koloid dianjurkan pada petugas militer oleh karena memiliki

resiko besar mengalami perdarahan, dan bila resusitasi menggunakan larutan kristaloid tidak

efisien jika dibawah medan perang sehubungan dengan berat dan volume cairan kristaloid.

Hal ini menyebabkan jumlah cairan yang dapat dibawa tidak adekuat untuk melakukan

resusitasi. Selain itu pasien dengan syok hemoragik sering disertai dengan dehidrasi

sehingga mempengaruhi keberhasilan resusitasi.

4

Page 5: Lapsus Anestesi

JENIS CAIRAN INTRAVENA

1. Transfusi darah.

Ini adalah pilihan pokok apabila terdapat donor yang cocok. Hemodilusi dengan cairan tidak

bertujuan meniadakan transfusi, tetapi mempertahankan hemodinamik dan perfusi yang baik

sementara darah donor tetap perlu ditransfusikan dalam memberikan koreksi defisit cairan

ekstraselular (ECF). Bila darah golongan yang sesuai tidak tersedia, dapat digunakan

universal donor yaitu golongan O dengan titer anti A rendah (Rh negatif) atau Packed Red

Cell-O. Sebaiknya darah universal ini selalu tersedia di UGD.

2. Plasma Expander.

Cairan koloid ini mempunyai nilai onkotik yang tinggi (dextran, gelatin, hydroxy-ethyl

starch) sehingga mempunyai volume effect lebih baik dan tinggal lebih lama di

intravaskular. Namun, sayangnya defisit ECF tidak dapat dikoreksi oleh plasma expander.

Selain itu, dari segi harga, plasma expander jauh lebih mahal daripada Ringer Laktat (kira-

kira 10x lipat lebih mahal). Reaksi anaphylactoid dapat terjadi, baik karena dextran maupun

gelatin (0,03 - 0,08% pemberian). Reaksi ini dapat terjadi disertai dengan syok, yang

memerlukan adrenalin untuk mengatasinya. Apabila tidak segera ditangani dengan baik dan

tepat, reaksi ini dapat berakhir fatal. Dextran juga menyebabkan gangguan pada crossmatch

darah dan pada dosis lebih dari 10 - 15 ml/kgBB akan menyebabkan gangguan pembekuan

darah.

3. Albumin

Albumin 5% ataupun Plasma Protein Fraction adalah alternatif yang baik dari segi volume

effect. Tetapi harganya sangat mahal, sekitar 70x lipat dari harga Ringer Laktat untuk

mendapatkan volume effect yang sama.

4. Ringer Laktat atau NaCl 0,9%

Cairan ini paling mirip komposisinya dengan cairan ECF. Meskipun pemberian infus IVF

diikuti perembesan, namun akhirnya tercapai keseimbangan juga setelah cairan

interstitial/ISF jenuh. Cairan lain seperti Dextrose dan NaCl 0,45% tidak dapat digunakan.

Larutan kristaloid adalah larutan air dengan elektrolit dan atau dextrosa, tidak mengandung

molekul besar. Kristaloid dalam waktu singkat sebagian besar akan keluar dari intravaskular,

5

Page 6: Lapsus Anestesi

sehingga volume yang diberikan harus lebih banyak (2,5-4 kali) dari volume darah yang hilang.

Kristaloid mempunyai waktu paruh intravaskular 20-30 menit. Ekspansi cairan dari ruang

intravaskular ke interstisial berlangsung selama 30-60 menit sesudah infus dan akan keluar

dalam 24 - 48 jam sebagai urin. Secara umum kristaloid digunakan untuk meningkatkan volume

ekstrasel dengan atau tanpa peningkatan volume intrasel.

Tabel 8. Berbagai Cairan Kristaloid

Cairan Na+

(mEq/L)

K+

(mEq/L)

Cl-

(mEq/L)

Ca++

(mEq/L)

HCO3

(mEq/L)

Tekanan

Osmotik

(mOsm/L)

Ringer

Laktat

130 4 190 3 28* 273

Ringer

Asetat

130 4 109 3 28# 273

NaCl

0,9%

154 0 0 0 0 308

* sebagai laktat# sebagai asetat

Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik. Keuntungan cairan kristaloid

antara lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi alergi dan sedikit

efek samping. Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut dengan edema seluruh

tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah.

Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik dengan

hiponatremia, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah larutan isotonis yang

paling mirip dengan cairan ekstraselular. RL dapat diberikan dengan aman dalam jumlah besar

kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik, kombustio dan

sindroma syok. NaCl 0,45% dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai cairan sementara

untuk mengganti kehilangan cairan insensibel.

Ringer Asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat metabolisme laktat

terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan asetat dimetabolisme pada

6

Page 7: Lapsus Anestesi

hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat terpenting. Penggunaan Ringer Asetat

sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti

sirosis hati dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien

sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat.

Jenis cairan berdasarkan tujuan terapi:

1. Cairan rumatan (maintenance).

Bersifat hipotonis: konsentrasi partikel terlarut kurang dari konsentrasi cairan

intraselular/Intracellular Fluid (ICF); menyebabkan air berdifusi ke dalam sel. Tonisitas <

270 mOsm/kg; misal: Dekstrosa 5%, Dekstrosa 5% dalam Saline ¼ / NaCl 0,22%

2. Cairan pengganti (resusitasi, substitusi)

Bersifat isotonis: konsentrasi partikel terlarut = ICF; tidak ada perpindahan cairan

melalui membran sel semipermeabel. Tonisitas 275 – 295 mOsm/kg; misal : NaCl 0,9%,

Ringer Laktat, koloid

3. Cairan khusus

Bersifat hipertonis: konsentrasi partikel terlarut > ICF; menyebabkan air keluar dari

sel, menuju daerah dengan konsentrasi lebih tinggi. Tonisitas > 295 mOsm/kg; misal: NaCl

3 %, Manitol, Natrium-bikarbonat, Natrium laktat hipertonik.

PHYSICAL STATUS

Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan pra bedah, selanjutnya dapat dibuat penilaian

status fisis. ASA mengklasifikasikan pasien kedalam beberapa tingkatan pasien berdasarkan

kondisi pasien :

- ASA I : pasien tidak memiliki kelainan organic, fisiologik, biokimia atau gangguan

psikiatri.

- ASA II : Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang disebabkan oleh kondisi yang

akan diterapi dengan pembedahan atau oleh proses patofisiologi lainnya.

- ASA III: keterbatasan melakukan aktifitas, pasien dengan penyakit sistemik berat.

- ASA IV : pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam nyawa.

- ASA V : penderita yang diperkirakan tidak akan selamat dalam 24 jam, dengan atau

tanpa operasi.

- ASA VI : penedrita mati batang otak yang organ-organya dapat digunakan untuk donor.

7

Page 8: Lapsus Anestesi

ANESTESI PADA PASIEN SYOK HEMORAGIC

Terdapat perbedaan-perbedaan pokok dari anestesi untuk pembedahan elektif (terencana)

dengan anestesi untuk pembedahan darurat yakni adanya bahaya aspirasi dari lambung yang

berisi adanya gangguan-gangguan pernafasan,hemodinamik dan kesadaran yang tidak selalu

dapat diperbaiki sampai optimal dan terbatasnya waktu persiapan untuk mencari baseline data

dan perbaikan fungsi tubuh dimana penundaan pembedahan akan membahayakan jiwa pasien.

Masalah tersebut diatas harus dapat dihindari atau diminimalisasikan oleh ahli anestesi

agar dapat dicapai suatu keberhasilan dalam melakukan pembedahan darurat dan mengurangi

risiko akibat dari pemberian anestesi umum, syarat pemberian anestesi umum harus

memperhatikan masalah-masalah tersebut diatas, dan pasien harus sudah dalam keadaan stabil

hemodinamikanya

Pemilihan Teknik Anestesi

Pemilihan teknik anestesi berdasarkan pada faktor-faktor seperti usia (bayi, anak, dewasa

muda, geriatri), status fisik, jenis operasi, ketrampilan ahli bedah, ketrampilan ahli anestesi, dan

pendidikan. Pada pasien ini dilakukan anestesi umum karena akan dilakukan operasi

Hysterektomi. Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri / sakit secara sentral

disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversible).

Pada pasien ini dikhawatirkan adanya bahaya aspirasi dari lambung yang berisi.

Tindakan-tindakan aktif yang dapat digunakan untuk menghindarinya adalah :

1. Posisi head down selama trakea tidak diintubasi. Posisi head down juga setelah trakea

diintubasi, kecuali bila ada trauma kapitis atau kenaikan tekanan intrakranial.

2. Tube nasogastrik dipasang.

3. Siapkan suction yang kuat, dan bekerja baik

Selain itu, pada pasien HPP, sering mengalami gangguan hemodinamik berupa perdarahan

atau fluid loss. Stabilisasi hemodinamik yang dapat dilakukan pada kasus perdarahan adalah

menilai Estimated Blood Volume yang dapat ditolerir tanpa perubahan-perubahan yang serius

(EBV dewasa perempuan 65 cc/kg BB).

Kehilangan > 10% memerlukan penggantian berupa elektrolit. Batas penggantian elektrolit

dengan darah adalah sampai kehilangan 20%. EBV atau Hematokrit 28% atau Hemoglobin ± 8

8

Page 9: Lapsus Anestesi

gr%. Jumlah cairan masuk harus 2-4 x jumlah perdarahan. Cara hemodilusi ini bukan untuk

menggantikan tempat transfusi darah, tetapi untuk 3:

1. Tindakan sementara, sebelum darah datang.

2. Mengurangi jumlah transfusi darah sejauh transport oksigen masih memadai.

3. Menunda pemberian transfusi darah sampai saat yang lebih baik (misalnya pemberian

transfusi perlahan-lahan/postoperatif setelah penderita sadar, agar observasi lebih baik

jika terjadi reaksi transfusi).

4. Cairan elektrolit mengembalikan sequestrasi/third space loss yang terjadi pada waktu

perdarahan/shock. Jumlah darah yang hilang tidak selalu dapat diukur namun dengan

melihat akibatnya pada tubuh penderita, jumlah darah yang hilang dapat diperkirakan

sbb. :

a. preshock : kehilangan s/d 10%

b. shock ringan : kehilangan 10 - 20%. Tekanan darah turun, nadi naik, perfusi dingin,

basah, pucat.

c. shock sedang : kehilangan 20 - 30%. Tekanan darah turun sampai 70 mmHg. Nadi

naik sampai diatas 140. Perfusi buruk, urine berhenti.

d. shock berat : kehilangan lebih dari 35% : Tekanan darah sampai tak terukur, nadi

sampai tak teraba.

Untuk fluid lose pada kasus-kasus abdomen akut diberikan elektrolit dengan pedoman:

1. Berkurangnya volume cairan intersisial menyebabkan terjadinya tanda-tanda intersisial

yaitu : turgor kulit jelek, mata cekung, ubun-ubun cekung, selaput lendir kering.

2. Berkurangnya volume plasma menyebabkan terjadinya "tanda-tanda plasma" yaitu

takhikardia, oliguria, hipotensi, shock.

Berdasarkan tanda-tanda itu maka perkiraan besarnya defisit adalah sebagai berikut :

1. Tanda-tanda intersisial minimal : deficit 4% dari berat badan.

2. Tanda-tanda intersisial dan tanda plasma sedang : deficit 7% dari berat badan.

3. Tanda-tanda intersisial dan plasma berat : deficit 10% dari berat badan.

4. Shock : deficit 15% dari berat badan 1.

9

Page 10: Lapsus Anestesi

Pada pasien ini, terjadi perdarahan lebih dari 800 cc. Memperkirakan jumlah perdarahan dapat

dilakukan dengan mengukur jumlah darah dalam botol suction dan juga dari kain kassa dan kain

operasi yang terbasahi darah. Satu kassa steril yang basah kira-kira menampung 30 ml darah,

sedangkan kasa steril besar/handuk dapat menampung kira-kira 100-150 ml darah. Sebelum

operasi berlangsung, kain ditimbang. Perbedaan 1 gram kain operasi yang terdapat darah

dianggap sama dengan 1 ml darah.

10

Page 11: Lapsus Anestesi

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS

Nama : Ny. Nova

Umur : 28 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Tegal Rejo - Dringu

Tanggal MRS : 12 – 3 – 2013

No. RM : 473417

2.2 KRONOLOGI KEJADIAN

Pasien melahirkan secara spontan di Bidan pada pukul 17.00 wib. Berat bayi 3 gram.

Kemudian pasien mengalami perdarahan yang sangat banyak dan dirujuk ke RS Siti Aisyah.

Disana dilakukan hecting portio oleh dr. Hytriawan. Pasien mendapatkan transfuse 2

kantong. Kemudian dirujuk ke RSUD Moh. Saleh dan ditangani oleh dr, Hytriawan karena

harus di observasi 2x24 jam. Setelah 2 hari masih terjadi perdarahan, akhirnya dilakukan

pengangkatan rahim.

2.3 ANAMNESA

Keluhan Utama : HPP

Riwayat Penyakit Sekarang

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pada kelahiran anak pertama tidak mengalami perdarahan post partum.

Pasien tidak memiliki riwayat DM, hipertensi, Asma

Riwayat Penyakit Keluarga :

Orang tua tidak memiliki riwayat DM, Hipertensi, Asma

11

Page 12: Lapsus Anestesi

Riwayat Pengobatan :

Pasien melahirkan di Bidan secara normal, kemudian di rujuk ke RS Siti Aisyah karena

perdarahan, disana dilakukan hecting portio. Karena masih terjadi perdarahan, akhirnya

dirujuk ke RSUD Dr. Moh Saleh.

Riwayat Alergi :

Pasien tidak mempunyai riwayat alergi obat-obatan maupun makanan.

Riwayat Kebiasaan :

Merokok (-)

2.4 PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Lemah

Kesadaran : Compos Mentis

GCS : 4 5 6

Airway : clear, batuk (-)

Breathing : RR : 20 x/menit

Sesak : (-)

Asthma : (-)

Suara Napas Tambahan : (-)

Circulation : Tensi : 108/63

Nadi : 123 x/menit

Suhu : 38,4 o C

Grimace : (-)

Makan/Minum : (+)

Mual/muntah : (-)

Status Generalis

- Kepala – Leher :

Kepala : bentuk simetris

Mata : Konjunctiva Anemi (+) sclera Icterus (-)

12

Page 13: Lapsus Anestesi

Leher : Pembesaran KGB (-)

- Thorax :

Jantung

- Inspeksi : Bentuk dada simetris, retraksi (-), jejas (-), deformitas (-)

- Palpasi : iktus kordis (-)

- Perkusi : batas jantung kesan normal

- Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Paru

- Inspeksi : bentuk dada simetris, retraksi (-), jejas (-), deformitas (-)

- Palpasi : fremitus vocal simetris

- Perkusi : sonor

Auskultasi : suara napas vesikuler (+), wheezing (-), ronchi (-)

- Abdomen

Inspeksi - Distensi (-), asites (-), jejas (-)

Palpasi - Tfu: setinggi pusat

Perkusi - Timpani

Auskultasi - Bising usus (+) normal

13

Page 14: Lapsus Anestesi

- Extremitas : akral hangat + + Edema - -

+ + - -

2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium Darah ( Selasa, 26 Februari 2013 )

Pemeriksaan Hasil Harga Normal

Hb 5,8 L: 13-18 P: 12-16 g/dl

Lekosit 11.200 4.000-11.000/cm

Trombosit 177.000 150.000 – 450.000/cm

PCV (Hematokrit) 17 L: 40-50% P 35-47%

Diff Count -/-/7/78/14/1 0-2/0-1/1-3/45-70/35-50/0-

2%

Foto USG

14

Page 15: Lapsus Anestesi

15

Page 16: Lapsus Anestesi

2.6 ASSESTMENT

P2-2 dengan HPP

2.7 PLANNING

Histerektomy

2.8 PHYSICAL STATUS :

ASA 2E

2.9 ANESTESI YANG DIBERIKAN

Pada kasus ini digunakan teknik General Anestesi (GA) dengan menggunakan Anestesi

Intravena

- Premedikasi

Diberikan Midazolam, Sulfas Atropin dan Fentanil.

- Induksi operatif

Teknik General Anestesi (GA) dengan menggunakan Anestesi Intravena dengan

menggunakan Ketamin sebagai induksi. Setelah itu pasien diberikan O2 murni sebesar 5 liter

per menit melalui masker. Diberikan juga N2O sebesar 3 liter per menit. Isofluran 2 vol%.

Infus diberikan kepada pasien sebagai rumatan, RL sebanyak 1000cc dan NaCl 100cc.

WB juga diberikan sekitar 700cc.

Anestesi pada pasien ini dilakukan tindakan intubasi endotrakea, tujuannya adalah untuk

membersihkan saluran trakheobronchial, mempertahankan jalan nafas agar tetap paten,

mencegah aspirasi, serta memudahkan pemberian ventilasi dan oksigenasi bagi pasien

operasi. Diberika Endotrakeal Tube nomor 7. Dan diberikan Dexamethasone agar tidak

terjadi edema laring saat intubasi.

- Post Operasi

Operasi berlangsung kurang lebih 1 jam 30 menit. Setelah Operasi Selesai, pasien dibawa ke

ruangan pada pukul 09.00. Keadaan umum lemah, kesadaran somnolent karena pengaruh

anastesi, napas spontan, terpasang O2 10 liter per menit, Rhonki (-), weezing (-), batuk (-)

Mual/muntah (-), Tensi 134/75 mmHg, Nadi 80 x/menit, suhu36,8 derajat celcius, kateter

urine (+), sementara puasa.

- Monitoring Post Op

16

Page 17: Lapsus Anestesi

- Rabu, 13 Maret 2013 Pukul 14.15

Keadaan umum lemah, kesadaran somnolent (pengaruh anestesi), posisi berbaring, pasien

mengatakan nyeri pada daerah bekas operasi, mual/muntah (-), DC masih terpasang,

warna jernih kekuningan. Tensi 134/75 mmHg, Nadi 80 x/menit. Suhu 36,8 derajat

celcius.

- Kamis, 14 Maret 2013

Kesadaran Compos mentis, GCS 456, posisi nyeri pada bekas operasi, mual/muntah (-),

pasien masih berpuasa, DC masih terpasang, warna jenih kekuningan, tensi 123/57

mmHg, Nadi 95 x/menit, suhu 36,5 derajat celcius. Terpasang O2 8lpm. Diberikan Obat

Ondansentron, Ranitidin, Kalnex.

- Jumat, 15 Maret 2013

Kesadaran compos mentis, GCS 456, pasien sudah bisa bangun dari tempat tidur, nyeri

bekas operasi, mual/muntah (-), DC masih terpasang, warna jernih kekuningan, tensi

129/60 mmHg, nadi 97 x/menit, suhu 36,5 derajat celcius, perdarahan sudah berhenti.

- Sabtu, 16 Maret 2013

Kesadaran compos mentis, GCS 456, masih terasa pusing dan nyeri pada bekas operasi.

Mual/muntah (-), Tensi 129/62 mmHg, nadi 109 x/m, suhu 37,9 derajat celcius.

17

Page 18: Lapsus Anestesi

BAB III

PEMBAHASAN

Operasi yang dilakukan adalah Histerektomi atau pengangkatan rahim (uterus), yaitu

suatu prosedur operatif dimana seluruh organ dari uterus diangkat. Operasi ini dilakukan atas

indikasi perdarahan post partum dan rupture portio. Operasi ini termasuk operasi cito agar

perdarahan segera teratasi, sebelum membahayakan pasien

Teknik anestesi yang dilakukan dapat berupa General Anastesi, penderita dibuat tidak

sadar dengan obat-obatan namun dapat disadarkan kembali. Status fisik pada pasien ini adalah

ASA 2 E (pasien dengan penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik ringan sampai

sedang) karena penurunan nilai hasil laboratorium pada Hb.

Pada pasien dilakukan general anestesi, tidak dilakukan regional anestesi karena pada

pasien ini dilakukan operasi histerektomi dengan Hb yang rendah, bila menggunakan regional

anestesi akan terjadi vasodilatasi pembuluh darah sehingga perdarahan yang terjadi akan lebih

banyak dan akan memperparah kondisi pasien. Regional anestesi juga dapat menyebabkan

hipotensi padalah dengan Hb yang rendah tubuh membutuhkan oksigen lebih banyak untuk

dialirkan ke seluruh tubuh. Selain itu, bila menggunakan GA, anestesinya bias lebih

diperpanjang daripada teknik SAB sehingga bias digunakan pada operasi dengan durasi yang

lama.

Anestesi pada pasien tersebut dilakukan tindakan intubasi endotrakea, tujuannya adalah

untuk membersihkan saluran trakheobronchial, mempertahankan jalan nafas agar tetap paten,

mencegah aspirasi, serta memudahkan pemberian ventilasi dan oksigenasi bagi pasien operasi.

Obat-obatan yang dipakai yaitu:

Premedikasi:

1. Midazolam

Midazolam adalah obat induksi tidur jangka pendek untuk premedikasi, induksi, dan

pemeliharaan anestesi. Dibandingkan dengan diazepam, midazolam bekerja cepat karena

transformasi metabolitnya cepat dan lama kerjanya singkat.\

18

Page 19: Lapsus Anestesi

Dosis premedikasi dewasa 0,07-0,10 mg/kgBB, disesuaikan dengan umur dan keadaan

pasien. Dosis lazim adalah 5mg. pada pasien lemah dosisnya 0,025-0,05 mg/kgBB.

Efek samping yaitu perubahan tekanan darah arteri, denyut nadi dan pernafasan.

2. Fentanyl

Fentanyl adalah derivat fenilpiperidin (seperti petidin) dengan khasiat analgetik 80 kali

lebih kuat dari morfin. Mulai kerjanya cepat, dalam 2-3 menit (i.m. atau i.v.) tetapi 

pendek sekali, hanya sekitar 30 menit. Digunakan untuk mengurangi nyeri setelah 

operasi, biasanya dikombinasi dengan   neuroleptika droperidol.

Efek Samping :  lebih kurang sama dengan morfin.

Dosis        :  0,05 – 0,10 mg setiap  1-2 jam

3. Sulfas Atropin

Atropine dapat mengurangi sekresi dan merupakan obat pilihan utama untuk mengurangi

efek bronchial dan kardial yang berasal dari perangsangan parasimpatis, baik akibat obat

atau anestesikum maupun tindakan lain dalam operasi. Disamping itu efek lainnya adalah

melemaskan tonus otot polos organ-organ dan menurunkan spasme gastrointestinal.

Setelah penggunaan obat ini dalam dosis terapeutik ada perasaan kering di rongga dan

penglihatan jadi kabur. Oleh karena itu sebaiknya obat ini tidak digunakan untuk anestesi

regional. Atropine tersedia dalam bentuk sulfat atropine dalam ampul 0,25 mg dan 0,50

mg. diberikan secara intravena dengan dosis 0,5-1 mg untuk dewasa dan 0,015 mg/kgBB

untuk anak-anak.

Induksi

Pada paseien diberikan Ketamin. Ketamin, mempunyai efek analgesic yang kuat sekali

tapi efek hipnotiknya kurang. Dosis IV 1-4 mg/kgBB, dengan dosis rata-rata 1-2

mg/kgBB dengan lama kerja kurang lebih 15-20 menit, dosis tambahan 0,5 mg/kgBB

sesuai kebutuhan.

Medikasi:

1. Atracurium (relaksan), merupakan pelumpuh otot sintetik dengan masa kerja sedang.

Obat ini menghambat transmisi neuromuscular sehingga menimbulkan kelumpuhan pada

otot rangka. Kegunaannya dalam pembedahan adalah adjuvant dalam anestesi untuk

19

Page 20: Lapsus Anestesi

medapatkan relaksasi otot rangka terutama pada dinding andomen sehingga manipulasi

bedah lebih mudah dilakukan.

Dosis awal 0,5-0,6 mg/kgBB, dosis rumatan 0,1 mg/kgBB, durasinya selama 20-45 menit

dan dapat meningkat menjadi 2kali lipat pada suhu 25 derajat celcius, kecepatan efek

kerjanya 1-2 menit.

2. Ephedrin Hcl, sebagai bronkodilator yang mempengaruhi system saraf adrenergic.

3. Dexamethasone, obat anti inflamasi dan anti alergi yang sangant kuat. Dosis

5mg-40mg/kgBB.

4. Ondancetron

Suatu antagonis resetor serotonin 5 – HT 3 selektif. Baik untuk pencegahan dan

pengobatan mual, muntah pasca bedah. Efek samping berupa ipotensi, bronkospasme,

konstipasi dan sesak nafas. Dosis 2-4 mg.

5. Tramadol

Analog kodein sintetik yang merupakan agonis reseptor µ lemah. Bekerja sebagai

analgesik untuk nyeri sedang-berat. Efek analgesiknya timbul dalam waktu 1 jam setelah

penggunaan oral dan 2-3 jam mencapai waktu puncak. Efek sampingnya mual, muntah,

pusing, mulut kering, sedasi, konvulsi, dan sakit kepala.

Maintainance

- N2O 3lpm

Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. Gas ini bersifat

anestetik lemah, tetapi analgesiknya kuat, sehingga sering digunakan untuk mengurangi

nyeri. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tetapi dikombinasi dengan salah

satu anestesi lain seperti halotan dan sebagainya. Pada akhir anestesi setelah N2O

dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi pengenceran

O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindari terjadinya hipoksia difusi, berikan

O2 100% selama 5-10 menit.

- Isofluran 2 Vol %

Komponen darah pada pasien ini, diberikan Whole Blood, darah lengkap segar digunakan

pada perdarahan akut, syok hipovolemik, dan bedah mayor dengan perdarahan >1500 mL. darah

lengkap segar hanya untuk 48 jam, baru untuk 6 hari dan biasa untuk 35 hari.

20

Page 21: Lapsus Anestesi

KESIMPULAN

- Syok hemoragik adalah suatu kondisi penurunan perfusi organ-organ vital yang

menyebabkan sirkulasi nutrisi dan oksigen untuk jaringan normal dan fungsi sel tidak

adekuat. Pada tahap awal syok hemoragik, tubuh dapat memberikan respon fisiologis

yang normal untuk mengatur output jantung tanpa obat atau perawatan apapun dan pasien

terlihat relatif normal. Semakin banyak darah yang hilang, maka tanda-tanda syok

semakin jelas.

- Tindakan utama dari syok hemoragik adalah mengontrol sumber perdarahan secepat

mungkin dan pengganti cairan. Pada syok hemoragik terkontrol dimana sumber

perdarahan telah dihentikan, maka penggantian cairan bertujuan untuk menormalkan

parameter hemodinamik. Pada syok hemoragik tak terkendali di mana perdarahan itu

berhenti sementara karena hipotensi, vasokonstriksi, dan pembentukan pembekuan, terapi

cairan bertujuan untuk pemulihan denyut nadi radial, atau pemulihan kesadaran

- Pada kasus di atas dilakukan anestesi umum karena akan dilakukan operasi Hysterektomi.

Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri / sakit secara sentral disertai

hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversible).

- Pada pasien dilakukan general anestesi, tidak dilakukan regional anestesi karena pada

pasien ini dilakukan operasi histerektomi dengan Hb yang rendah, bila menggunakan

regional anestesi akan terjadi vasodilatasi pembuluh darah sehingga perdarahan yang

terjadi akan lebih banyak dan akan memperparah kondisi pasien.

21

Page 22: Lapsus Anestesi

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. Tanpa tahun. http://www.scribd.com/doc/11534339/Anestesi-umum diakses pada

tanggal 19 Maret 2013

2. Yogaswara, Dendy. 2013. Anestesi Intra Vena.

http://www.academia.edu/2245219/AnestesiIntraVena diakses pada tanggal 19 Maret 2013

3. Leksana, Ery; 2010; Terapi Cairan dan Darah; Semarang; SMF/Bagian Anestesiologi dan

Terapi Intensif, RSUP Dr. Kariadi / Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/27_177Terapicairandandarah.pdf/

27_177Terapicairandandarah.pdf diakses pada tanggal 20 Maret 2013

4.

22