Lapsus Anestesi

46
BAGIAN ANESTESIOLOGI LAPORAN KASUS FAKULTAS KEDOKTERAN APRIL 2015 UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA LAPORAN KASUS OLEH : Fahri Dwi Permana 110 208 037 PEMBIMBING: dr. Haizah Nurdin Sp.An-KIC DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ANESTESIOLOGI

description

Lapsus Anestesi

Transcript of Lapsus Anestesi

BAGIAN ANESTESIOLOGILAPORAN KASUSFAKULTAS KEDOKTERANAPRIL 2015UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

LAPORAN KASUS

OLEH :Fahri Dwi Permana110 208 037PEMBIMBING:dr. Haizah Nurdin Sp.An-KIC

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIKPADA BAGIAN ANESTESIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUSLIM INDONESIAMAKASSARI. IDENTITAS PASIENNama Pasien: Ny. IUmur: 50 tahunBerat: 50 kgPekerjaan: Ibu rumah tanggaAgama: IslamAlamat: Buakana 8 No. 13 ANo. CM: 118964Tanggal Masuk RS: 16 April 2015 pukul 23.20Tanggal Operasi: 18 April 2015

II. KEADAAN UMUMKesadaran : Compos MentisTekanan Darah: 120/80 mmHgNadi: 96 x/ menitSuhu: 37,00 CRespirasi: 18 x/ menit

III. ANAMNESIS Keluhan UtamaPerut kembungRiwayat Penyakit SekarangPasien datang dengan mengeluhkan perut kembung yang disertai nyeri +/- 2 minggu SMRS. Awalnya pasien juga sempat buang air besar lendir yang disertai darah selama 4 hari. Pasien juga tidak dapat kentut serta mengeluhkan nyeri apabila perut ditekan. Pusing (-), Demam (-), mual (-), muntah (-), penurunan kesadaran (-), buang air kecil normal

Riwayat Penyakit DahuluRiwayat operasi disangkalRiwayat batuk lama disangkalRiwayat asma atau sesak nafas disangkalRiwayat alergi obat disangkalRiwayat Hipertensi disangkalRiwayat Diabetes Mellitus disangkalPasien tidak sedang dalam pengobatan suatu penyakit tertentu dan tidak mengkonsumsi obat-obatan apapun.Riwayat Penyakit KeluargaRiwayat anggota keluarga yang menderita keluhan serupa disangkalRiwayat penyakit diabetes melitus disangkal Riwayat penyakit hipertensi disangkalAnamnesis Sistem Sistem Cerebrospinal: Demam (-), Nyeri kepala (-), pingsan (-), diplopia (-), photophobia (-), epifora (-) Sistem Cardiovascular: Nyeri dada (-), berdebar-debar (-), keringat dingin (-), sesak (-) Sistem Respiratorius: Sesak nafas (-), batuk (-) Sistem Gastrointestinal: Mual (-), muntah (-), nafsu makan menurun (+) Sistem Urogenital: BAK lancar, nyeri (-), panas (-), hematuria (-), BAK tidak puas (-), nokturia (-) Sistem Integumentum: Akral hangat (+), sianotik (-), eritema (-), gatal (-), tangan basah dingin (-). Sistem Muskoloskeletal: Nyeri tulang (-), gangguan gerak (-), penurunan tonus otot (-), pruritus (-).Kebiasaan/Lingkungan :Riwayat merokok dan konsumsi alkohol disangkal.

IV. PEMERIKSAAN FISIKKepala Mata: Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+), pupil isokor 3 mm, Hidung: Bentuk normal, deviasi septum (-), sekret (-)Telinga: Bentuk daun telinga normal, pendengaran normal, sekret (-/-)Mulut: Bibir kering (+), pucat (-), pecah-pecah (-).Leher: Deformitas (-), tanda inflamasi (-), pembesaran kelenjar getah bening (-)Thorak: Inspeksi: dinding dada simetris (+), sikatrik (-)Palpasi: nyeri tekan (-), fremitus normal kanan kiri, krepitasi (-)Auskutasi: vesikuler +/+, ronki basah halus -/-, ronki basah kasar -/-, suara jantung S1 dan S2 normal. Perkusi : sonor, batas jantung normalAbdomen: Inspeksi: distensi abdomen (+), Darm contour (-), Darm steifung (-) Auskultasi: peristaltik (+) kesan meningkat Palpasi : Nyeri Tekan (+) Perkusi: Hipertimpani

Ekstremitas:Status Lokalis: deformitas -/-

PEMERIKSAAN LABORATORIUM HB: 11,1 g/dl WBC: 6,4 x103 RBC: 3,89 x103 HCT: 34,0 % PT: 14,9 detik INR: 1,25 APTT: 44,8 detik Gol. Darah: O HBsAg: non reaktif

V. KESIMPULANBerdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik serta laboratorium, maka:Diagnosa pre-operatif: Ileus ObstruktifStatus operatif: ASA PS II E

VI. TINDAKAN ANESTESIKeadaan pre-operarif: Pasien wanita, 50 tahun dengan diagnosa Ileus Obstruktif. Keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kooperatif, tensi 120/ 80 mmHg, nadi 96 x/ menit, pernapasan 18x/i, suhu 37,0CJenis Anestesi: anestesi umum, semi closed, general endotracheal anestesi dengan ET oral no: 6,5 respirasi kontrol.Persiapan praanestesi: -Persiapan khusus : pemasangan pipa nasogastrik sebagai upaya pengosongan lambung dan dihisap secara berkala.Premedikasi yang diberikan : 5 menit sebelum dilakukan induksi anestesi, diberikan premedikasi berupa fentanyl 100 mg. Anestesi yang diberikan: Induksi anestesi ( jam 14.00)Untuk induksi digunakan propofol 80 mg. Setelah itu pasien diberi O2 murni selama 1 menit, disusul pemberian atracurium 30 mg sdan lidocain 60 mg, etelah terjadi relaksasi kemudian dilakukan intubasi melalui oral dengan ET no. 6,5. Setelah di cek pengembangan paru dan suara nafas paru kanan dan kiri sama, ET di fiksasi dan dihubungkan dengan sistem apparatus anestesi. Pernafasan pasien dibantu sampai terjadi nafas spontan. MaintenanceUntuk mempertahankan status anestesi digunakan kombinasi O2 4 L/ menit, Isoflurance 1-1,5 vol %. Selama tindakan anestesi berlangsung, tekanan darah dan nadi senantiasa di kotrol setiap 5 menit. Tekanan darah sistolik berkisar antara 94-120 mmHg, dan 47-80 mmHg untuk diastolik, nadi berkisar antara 80-95 x/ menit. Infus RL dan koloid gelofusin 500 ml diberikan pada penderita sebagai cairan rumatan. Ekstubasi dilakukan bila pasien sudah sadar, bernafas spontan adekuat dan jalan nafas bersih. waspadai terhadap emungkinan terjadinya regurgitasi atau muntah pasca ekstubasi.

Keadaan post operasiOperasi selesai dalam waktu 100 menit, tetapi pemberian agent anestesi masih dipertahankan dengan tujuan agar tindakan ekstubasi dalam dilakukan pada keadaan tidak sadar penuh sehingga tidak menimbulkan batuk dan mencegah kejang otot yang dapat menyebabkan gangguan nafas, hipoksia dan sianosis.Ruang Rumatan Pasien dipindah ke ruang pemulihan dan diobsevasi-Airway : Clear-Breathing : Vesikuler, Rh -/-, Wh -/--Circulation : TD 110/70 mmHg HR 88 x/i-VAS : 2/10 Bila pasien tenang dan Aldrette Score 8 tanpa nilai nol, dapat dipindah ke bangsal. Namun, pada kasus ini, pasien langsung dipindahkan ke ruang ICU untuk mendapatkan pengawasan yang lebih intensif.

Post operasi perawatan ICU; monitoring vital sign analgetik : fentanyl intravena kontinue 15 mcg/jam/syringepump dynastat 40 mg/12 jam/iv maintenance Futrolit 20 tpm terapi lain sesuia TS Bedah Digestif cek Hb post op, darah rutin, Albumin, dan ElektrolitProgram post operasi Pasien dikirim ke bangsal dengan catatan: Setelah pasien sadar, pasien harus tiduran dengan kepala yang ditinggikan dengan bantal selama 24 jam, pasien belum boleh duduk dan berdiri. Kontrol tekanan darah, nadi dan pernafasan tiap 30 menit. Bila pasien kesakitan beri ketorolac 30 mg IV, boleh diulang tiap 8 jam. Bila pasien mual-muntah diberi ondansetron 4 mg IV. Bila pasien menggigil beri petidin 12,5 mg IV. Cairan infuse NaCl, beri O2 lewat nasal. Jika pasien sadar penuh dan peristaltik (+), coba makan dan minum

BAB IITINJAUAN PUSTAKAANESTESI UMUMKata anestesi diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian obat yang bertujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan. Analgesia adalah pemberian obat untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan kesadaran pasien. Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible).1 Komponen anestesi yang ideal terdiri dari :1. Hipnotik2. Analgesia3. Relaksasi ototIndikasi anestesi umum : Infant dan anak usia muda Dewasa yang memilih anestesi umum Pembedahannya luas/ekstensif Penderita sakit mental Pembedahan lama Pembedahan dimana anestesi lokal tidak praktis atau tidak memuaskan Riwayat penderita toksik atau alergi obat anestesi lokal

PENILAIAN DAN PERSIAPAN PRA ANESTESIPersiapan pra bedah yang kurang memadai merupakan faktor penyumbang sebab-sebab terjadinya kecelakaan anestesi. Dokter spesialis anestesiologi seyogyanya mengunjungi pasien sebelum pasien dibedah, agar dapat mempersiapkan pasien, sehingga pada waktu pasien dibedah dalam keadaan baik.Anamnesis Dapat diperoleh dari pasien sendiri (autoanamnesis) atau keluarga pasien (alloanamnesis). Yang harus diperhatikan pada anamnesis : Identitas pasien (nama, umur, alamat, pekerjaan, BB, TB, dll). Riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita yang mungkin dapat menjadi penyulit dalam anestesi.Tanyakan pada pasien riwayat operasi dan anestesi yang terdahulu, berapa kali dan selang waktunya (apakah pasien mengalami komplikasi saat itu seperti kesulitan pulih sadar, perawatan intensif pasca bedah), penyakit serius yang pernah dialami, juga mengenai malaria, gangguan hati, hemoglobinopati, penyakit kardiovaskuler atau sistem pernafasan. Sehubungan dengan keadaan pasien sekarang, perlu juga ditanyakan toleransi terhadap olahraga, batuk, sesak napas, wheezing, sakit dada, sakit kepala, dan pingsan. Riwayat obat-obat yang sedang atau telah digunakan dan mungkin menimbulkan interaksi (potensiasi, sinergis, antagonis, dll).Obat-obatan yang berhubungan secara nyata dengan anestesi adalah obat diabetik, anti koagulan, antibiotik, kortikosteroid dan anti hipertensi, dimana dua obat terakhir harus diteruskan selama anestesi dan operasi, tetapi obat-obat lainnya harus dimodifikasi seperlunya. Riwayat alergi.Catatlah bila ada keterangan mengenai reaksi alergi terhadap obat, juga apakah pasien atau keluarganya pernah mengalami reaksi penolakan terhadap obat anestesi pada masa yang lalu. Kebiasan buruk sehari-hari yang mungkin dapat mempengaruhi jalannya anestesi seperti : Merokok : perokok berat ( > 20 batang/hari ) dapat mempersulit induksi anestesi karena merangsang batuk-batuk, sekresi jalan nafas yang banyak atau memicu atelektasis dan pneumonia pasca bedah.. Alkohol : pencandu alkohol umunya resisten terhadap obat-obat anestesi khususnya golongan barbiturate. Meminum obat-obat penenang atau narkotikPemeriksaan FisikPemeriksaan fisik yang harus di lakukan adalah pemeriksaan tinggi, berat, suhu badan, keadaan umum, kesadaran, tanda-tanda anemia, ikterus, sianosis, dehidrasi, malnutrisi, edema, tekanan darah, frekuensi nadi, pola dan frekuensi pernafasan, apakah pasien sesak atau kesakitan. Breath (B1) : jalan nafas, pola nafas, suara nafas, dan suara nafas tambahan.Perhatikan jalan nafas bagian atas dan pikirkan bagaimana penatalaksanaannya selama anestesi. Apakah jalan nafas mudah tersumbat, apkah intubasi akan sulit atau mudah, apakah pasien ompong atau memakai gigi palsu atau mempunyai rahang yang kecil, yang akan mempersulit laringoskopi. Apakah ada gangguan membuka mulut atau kekakuan leher, apakah pembengkakan abnormal pada leher yang mendorong saluran nafas bagian atas. Blood (B2) : tekanan darah, perfusi, sara jantung, suara tambahan, kelainan anatomis dan fungsi jantung. Periksalah apakah pasien menderita penyakit jantung atau pernafasan, khususnya untuk penyakit katup jantung (selama operasi dibutuhkan antibiotik sebagai profilaksis), hipertensi (lihat fundus optik) dan kegagalan jantung kiri atau kanan dengan peningkatan tekanan vena, adanya edema pada sacral dan pergelangan kaki, pembesaran hepar atau krepitasi pada basal paru. Lihatlah bentuk dada dan aktifitas otot pernafasan untuk mencari adanya obstruksi jalan nafas akut atau kronis atau kegagalan pernafasan. Rabalah trakea apakah tertarik oleh karena fibrosis, kolaps sebagian atau seluruh paru, atau pneumotoraks. Lakukan perkusi pada dinding dada, bila terdengar redup kemungkinan kolaps paru atau efusi. Dengarkan apakah ada wheezing atau ronchi yang menandakan adanya obstruksi bronkus umum atau setempat. Brain (B3) : GCS, riwayat stroke, kelainan saraf pusat atau perifer, rangsang cahaya, pupil. Bladder (B4) : Produksi urin. Bowel (B5) : makan atau minum terakhir, bising usus, gangguan peristaltik, gangguan lambung, gangguan metabolik, massa, kehamilan. Bone (B6) : patah tulang, kelainan postur tubuh, kelainan neuromuskuler.

Pemeriksaan laboratoriumUji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan penyakit yang sedang dicurigai. Banyak fasilitas kesehatan yang mengharuskan uji laboratorium secara rutin walaupun pada pasien sehat untuk bedah minor, misalnya pemeriksaan darah kecil (Hb, leukosit, masa pendarahan dan masa pembekuan) dan urinalisis. Pada usia pasien di atas 50 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan foto thorax.

Klasifikasi Status FisikKlasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang ialah yang berasal dari The American Society of Anesthesiologist (ASA). Klasifikasi fisik ini bukan alat prakiraan resiko anestesi, karena dampak samping anestesi tidak dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan. Status fisik pasien digolongkan menjadi 6, yaitu :

ASA 1: Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik dan biokimia ASA 2: Pasien dengan riwayat penyakit sistemik ringan atau sedang ASA 3: Pasien dengan riwayat penyakit sistemik berat, aktivitas lebih terbatas ASA 4: Pasien dengan riwayat penyakit sistemik berat, tidak dapat melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupan setiap saat ASA 5: Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam ASA 6: Pasien dengan mati batang otak yang organnya akan digunakan untuk tujuan donorPada bedah cito atau emergensi biasanya dicantumkan E

Masukan OralRefleks laring mengalami penurunan selama anestesi. Regusgitasi isi lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan resiko utama pada pasien-pasien yang menjalani anestesi. Untuk meminimalkan resiko tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesi umum harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu selama induksi anestesi.Pada pasien dewasa umumnya puasa 6 8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesi. Minuman bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum obat air putih dalam jumlah tebatas diperbolehkan 1 jam sebelum induksi anestesi.

PremedikasiPremedikasi adalah pemberiaan obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan, dan bangun dari anestesi, diantaranya :1. Meredakan kecemasan dan ketakutan2. Memperlancar induksi anestesi3. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus4. Meminimalkan jumlah obat anestetik5. Mengurangi mual-muntah pasca bedah6. Menciptakan amnesia7. Mengurangi isi cairan lambung8. Mengurangi reflex yang membahayakan

Anestesi umum, menurut cara pemberian obatnya dapat dibagi menjadi : Intravena Inhalasi Perektal Kombinasi

Teknik anestesi umum dapat dibagi menjadi 2 : Nafas spontan Nafas Terkendali

Teknik-teknik tersebut dapat menggunakan alat berupa : Sungkup muka Intubasi LMA (laryngeral mask airway) COPA (cuffed oro pharyngeal airway) LSA (laryngeal seal airway)

TEKNIK ANESTESI UMUM DENGAN SUNGKUP MUKA1Indikasi untuk menggunakan teknik anestesi umum dengan sungkup muka :1. Untuk tindakan yang singkat (0,5 jam 1 jam) tanpa membuka rongga perut2. Keadaan umum pasien cukup baik (status fisik ASA I atau ASA II)

Kontraindikasi :1. Operasi di daerah kepala dan jalan napas 2. Operasi dengan posisi miring atau tertelungkup 3. Pasien kurang puasaTatalaksana :1.Pasien telah dipuasakan selama 6-8 jam, pasang infus RL 500ml dengan abocath no 18, premedikasi dengan midazolam 2-5mg, ondansetron 4-8mg, meperidin 50-100mg. 2. Pasang alat pantau yang diperlukan: Bedside monitor, EKG3. Siapkan alat-alat dan obat resusitasi 4. Siapkan mesin anestesi dengan sistem sirkuitnya dan gas anestesi yang digunakannya 5. Berikan O2 100% 8 L/menit selama 3-5 menit 6. Induksi dengan tiopental (4-6 mg/kg berat badan) atau propofol (2mg/kg berat badan)7. Setelah pasien tertidur (refleks bulu mata menghilang), sungkup wajah ditempelkan rapat- rapat menutupi mulut dan hidung pasien. 8. Buka jalan napas pasien ekstensikan leher. 9. Buka / putar dial agent inhalasi 10. Berikan salah satu kombinasi obat inhalasi.Halotan/enfluran/Isofluran/Sevofluran diberikan dengan konsenterasi sesuai MAC masing-masing, konsentrasinya dapat tingkatkan secara bertahap sampai diperoleh kedalaman anestesi yang diinginkan. Konsentrasi diturunkan jika anestesi terlalu dalam. Lakukan rumatan anestesi12. Awasi pola napas pasien, dan berikan napasbantuan berupa kontrol napas/axis napas secara sinkron sesuai dengan irama napas pasien. Pantau denyut nadi dan tekanan darah 13. Apabila operasi sudah selesai dan pasien bernapas spontan, hentikan aliran gas/obat anestesi inhalasi. Berikan O2 100% (4-8 liter/menit) selama 2-5 menit sampai pasien terbangun.14. berikan analgetik untuk meredakan nyeri bila diperlukan.

OBAT-OBATAN YANG DIPAKAI :

PREMEDIKASI

BenzodiazepineGolongan benzodiazepine yang sering digunakan oleh anestesiologi adalah Diazepam (valium), Lorazepam (Ativan) dan Midazolam (Versed), diazepam dan lorazepam tidak larut dalam air dan kandungannya berupa propylene glycol.Golongan benzodiazepine bekerja sebagai hipnotik, sedatif, ansiolitik, amnestik, antikonvulsan, pelumpuh otot yang bekerja di sentral.Obat golongan benzodiazepine dimetabolisme di hepar, efek puncak akan muncul setelah 4-8 menit setelah diazepam disuntikkan secara intravena dan waktu paruh dari benzodiazepine ini adalah 20 jam. Dosis ulangan akan menyebabkan terjadinya akumulasi dan pemanjangan efeknya sendiri. Midazolam dan diazepam didistribusikan secara cepat setelah injeksi bolus, metabolisme mungkin akan tampak lambat pada pasien tua. 3,4Efek Benzodiazepine : Efek pada sistem saraf pusat. Dapat menimbulkan amnesia, anti kejang, hipnotik, relaksasi otot dan mepunyai efek sedasi, efek analgesik tidak ada, menurunkan aliran darah otak dan laju metabolisme2,3 Efek pada sistem kardiovaskuler. Menyebabkan vasodilatasi sistemik yang ringan dan menurunkan cardiac output. Ttidak mempengaruhi frekuensi denyut jantung, perubahan hemodinamik mungkin terjadi pada dosis yang besar atau apabila dikombinasi dengan opioid2,3 Efek pada sistem pernafasan Mempengaruhi penurunan frekuensi nafas dan volume tidal, depresi pusat nafas mungkin dapat terjadi pada pasien dengan penyakit paru atau pasien dengan retardasi mental.2,3 Efek pada sistem saraf otot Menimbulkan penurunan tonus otot rangka yang bekerja di tingkat supraspinal dan spinal, sehingga sering digunakan pada pasien yang menderita kekakuan otot rangka.5,7DiazepamObat ini dapat menurunkan tekanan darah arteri. Karena itu, obat ini digunakan untuk induksi dan suplemen pada pasien dengan gangguan jantung berat.3Diazepam biasanya digunakan sebagai obat premedikasi, amnesia, sedative, obat induksi, relaksan otot rangka, antikonvulsan, dan serangan panik. 2,3Awitan aksi : IV < 2 menit, Rectal < 10 menit, Oral 15 menit-1 jamLama aksi: IV 15 menit- 1 jam, PO 2-6 jam 5

Dosis: Premedikasi : iv/im/po/rectal 2-10 mg Sedasi : 0,04-0,2 mg/kg BB Induksi : iv 0,3-0,6 mg/kg Antikonvulsan : iv 0,05-0,2 mg/kg BB setiap 5-10 menit dosis maksimal 30 mg, PO/rectal 2-10 mg 2-4 kali sehari 5

MidazolamObat ini mempunyai efek ansiolitik, sedatif, anti konvulsif, dan anteretrogad amnesia. Durasi kerjanya lebih pendek dan kekuatannya 1,5-3x diazepam. Obat ini menembus plasenta.3

Dosis : Premedikasi : IM 2,5-10 mg, PO 20-40 mg Sedasi : IV 0,02-0,05 mg Induksi : IV 50-350 g/kg5Efek samping obat : Takikardi, episode vasovagal, kompleks ventrikuler premature, hipotensi Bronkospasme, laringospasme, apnea, hipoventilasi Euphoria, agitasi, hiperaktivitas Salivasi, muntah, rasa asam Ruam, pruritus, hangat atau dingin pada tempat suntikan 5

OpioidMorphine, meperidine, fentanyl, sufentanyl, alfentanyl, and remifentanyl merupakan golongan opioid yang sering digunakan dalam general anestesi. efek utamanya adalah analgetik. Opioid berbeda dalam potensi, farmakokinetik dan efek samping.Absorbsi cepat dan komplit terjadi setelah injeksi morfin dan meperedin intramuskuler, dengan puncak level plasma setelah 20-60 menit. Fentanyl sitrat transmukosal oral merupakan metode efektif menghasilkan analgesia dan sedasi dengan onset cepat (10 menit) analgesia dan sedasi pada anak-anak (15-20 g/Kg) dan dewasa (200-800 g).Waktu paruh opioid umumnya cepat (5-20 menit). Kelarutan lemak yang rendah dan morfin memperlambat laju melewati sawar darah otak, sehingga onset kerja lambat dan durasi kerja juga lebih panjang. Sebaliknya fentanyl dan sufentanyl onsetnya cepat dan durasi singkat setelah injeksi bolus. 7Efek opioid : Efek pada sistem kardiovaskuler Sistem kardiovaskuler tidak mengalami perubahan baik kontraktilitas otot jantung maupun tonus otot pembuluh darah. Tahanan pembuluh darah biasanya akan menurun karena terjadi penurunan aliran simpatis medulla, tahanan sistemik juga menurun hebat pada pemberian meperidin atau morfin karena adanya pelepasan histamin. 2,3 Efek pada sistem pernafasan Dapat menyebabkan penekanan pusat nafas, ditandai dengan penurunan frekuensi nafas, dengan jumlah volume tidal yang menurun. PaCO2 meningkat dan respon terhadap CO2 tumpul sehingga kurva respon CO2 menurun dan bergeser ke kanan, selain itu juga mampu menimbulkan depresi pusat nafas akibat depresi pusat nafas atau kelenturan otot nafas, opioid juga bisa merangsang refleks batuk pada dosis tertentu.2,3 Efek pada sistem gastrointestinal Opioid menyebabkan penurunan peristaltik sehingga pengosongan lambung juga terhambat. 2,3 Efek pada endokrin Fentanyl mampu menekan respon sistem hormonal dan metabolik akibat stress anestesi dan pembedahan, sehingga kadar hormon katabolik dalam darah relatif stabil. 2,3

Hati-hati pada pasien dengan disfungsi hati & ginjal karena akan memperlama kerja dan efek akumulasi opiod, pasien usia lanjut, pada depresi sistem saraf pusat yg parah, anoreksia, hiperkapnia, depresi pernapasan, aritmia, kejang, cedera kepala, tumor otak, asma bronkial 2,3

MorfinPenggunaanya untuk premedikasi, analgesik, anastesi, pengobatan nyeri yang berjaitan dengan iskemia miokard, dan dipsnea yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri dan edema paru. Dosis : Analgesik : iv 2,5-15 mg, im 2,5-20 mg, Po 10-30 mg, rectal 10-20 mg setiap 4 jam Induksi : iv 1 mg/kgAwitan aksi : iv < 1 menit, im 1-5 menitLama aksi : 2-7 jam 5PetidinPetidin bekerja pada reseptor opioid di otak dan medulla spinalis. Di otak reseptor opioid terletak di batang otak, amygdala, corpus striatium dan hipotalamus. Petidin menghambat impuls dari susunan syaraf dan menghambat transmisi informasi nosiseptif dari perifer ke medulla spinalis. Kekuatan analgetiknya antara 1/7 hingga 1/10 morfin. Analgesi timbul 15-20 menit sesudah pemberian intramuskuler, kadar puncak plasma tercapai dalam waktu 15-60 menit. Lama kerja sekitar 2-4 jam. Pemberian pada dosis analgesi dapat menimbulkan efek sedasi. Penggunaannya untuk nyeri sedang sampai berat, sebagai suplemen sedasi sebelum pembedahan, nyeri pada infark miokardium walaupun tidak lebih efektif dibandingkan morfin sulfat, untuk menghilangkan ansietas pada pasien dengan dispnea karena acute pulmonary edema dan acute left ventricular failure. 6Dosis Oral/ IM/SK :Dewasa : Dosis lazim : 50150 mg setiap 3-4 jam jika perlu, Injeksi intravena lambat : dewasa 1535 mg/jam.Anak-anak oral Dosis : 1.11.8 mg/kg setiap 34 jam jika perlu. Untuk sebelum pembedahan Dosis dewasa : 50 100 mg IM/SKPetidin dimetabolisme terutama di hatiFentanylMerupakan opioid agonis turunan fenil piperidin. Potensi analgesinya antara 75-125 kali lebih kuat dibanding morfin. Fentanyl bekerja pada talamus, hipotalamus, sistem retikuler dan neuron-neuronnya. Dengan demikian rangsang sakit tidak dapat mencapai daerah kortikal. Blokade terhadap rangsang sakit, somatik, dan viseral berhubungan dengan blokade fentanyl pada mesencephalon. Pada pemberian intravena, mula kerja 30 detik dan mencapai puncak dalam waktu 5 menit, kemudian menurun dengan cepat dalam waktu 5 menit pertama kadarnya kurang sampai 20%, selanjutnya relatif menurun dengan lambat selama 10-20 menit. Kelarutannya dalam lemak tinggi sehingga mudah melewati sawar otak.Dosis : Analgesik : iv/im 25-100 g atau 1-3 g/kgbb Induksi : iv 5-40 g/ kg BB Suplemen anastesi : iv 2-20 g/kg BB Anastetik tunggal : iv 50-150 g/ kg BB Awitan aksi : iv dalam 30 detik, im < 8 menitLama aksi : iv 30-60 menit, im 1-2 jamEfek samping obat : Bradikardi, hipotensi Depresi saluran pernapasan, apnea Pusing, penglihatan kabur, kejang Mual, muntah, pengosongan lambung terlambat Miosis 5

INDUKSI DAN RUMATAN ANESTESI

Induksi anestesi adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Induksi dapat dikerjakan melalui intravena, inhalasi, intramuskuler dan rektal.

PropofolMerupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia intravena dan lebih dikenal dengan nama dagang Diprivan. Pertama kali digunakan dalam praktek anestesi pada tahun 1977 sebagai obat induksi.Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam anastesia umum, pada pasien dewasa dan pasien anak anak usia lebih dari 3 tahun. Mengandung lecitin, glycerol dan minyak soybean, sedangkan pertumbuhan kuman dihambat oleh adanya asam etilendiamintetraasetat atau sulfat, hal tersebut sangat tergantung pada pabrik pembuat obatnya. Obat ini dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg) dan pH 7-8. 2,3Propofol adalah 98% protein terikat dan mengalami metabolisme hati untuk metabolit glukuronat, yang akhirnya diekskresikan dalam urin. Efek Klinis: propofol menghasilkan hilangnya kesadaran dengan cepat, dengan waktu pemulihan yang cepat dan langsung kembali pada kondisi klinis sebelumnya (sebagai hasil waktu paruh distribusi yang pendek dan tingkat clearance tinggi). Propofol menekan refleks laring sehingga sangat cocok untuk digunakan dengan perangkat LMA agar dapat dimasukkan dengan lancar. Ada insiden rendah mual dan muntah pasca operasi dan reaksi alergi atau hipersensitivitas.

Efek propofol : Efek pada sistem kardiovaskuler. Induksi bolus 2-2,5 mg/kg dapat menyebabkan depresi pada jantung dan pembuluh darah dimana tekanan dapat turun sekali disertai dengan peningkatan denyut nadi. Ini diakibatkan Propofol mempunyai efek mengurangi pembebasan katekolamin dan menurunkan resistensi vaskularisasi sistemik sebanyak 30%. Pengaruh pada jantung tergantung dari : Pernafasan spontan mengurangi depresi jantung berbanding nafas kendali Pemberian drip lewat infus mengurangi depresi jantung berbanding pemberian secara bolus Umur makin tua usia pasien makin meningkat efek depresi jantung2,3 Efek pada sistem pernafasan Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam beberapa kasus dapat menyebabkan henti nafas kebanyakan muncul pada pemberian diprivan (propofol). Pada 25%-40% kasus Propofol dapat menimbulkan apnea setelah diberikan dosis induksi yang bisa berlangsung lebih dari 30 detik.2,3Dosis dan penggunaana. Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV.b. Sedasi : 25 to 75 g/kg/min IV.c. Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 - 150 g/kg/min IV (titrasi sampai efek yang diinginkan), bolus IV 25-50 mg.d. Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau apabila digabung penggunaanya dengan obat anastesi yang lain.e. Dapat dilarutkan dengan Dextrose 5% untuk mendapatkan konsentrasi yang minimal 0,2%.f. Propofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada dalam lingkungan yang steril dan hindari propofol dalam kondisi sudah terbuka lebih dari 6 jam untuk mencegah kontaminasi dari bakteri. 2,3

Efek SampingDapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75% kasus. Nyeri ini bisa muncul akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian propofol dapat dihilangkan dengan menggunakan lidokain (0,5 mg/kg) dan jika mungkin dapat diberikan 1 sampai 2 menit dengan pemasangan torniquet pada bagian proksimal tempat suntikan, berikan secara intravena melaui vena yang besar. Gejala mual dan muntah juga sering sekali ditemui pada pasien setelah operasi menggunakan propofol. Propofol merupakan emulsi lemak sehingga pemberiannya harus hati-hati pada pasien dengan gangguan metabolisme lemak seperti hiperlipidemia dan pankreatitis. Pada setengah kasus dapat menyebabkan kejang mioklonik (thiopental < propofol < etomidate atau methohexital). Phlebitis juga pernah dilaporkan terjadi setelah pemberian induksi propofol tapi kasusnya sangat jarang. Terdapat juga kasus terjadinya nekrosis jaringan pada ekstravasasi subkutan pada anak-anak akibat pemberian propofol.4Propofol tidak diizinkan untuk digunakan pada anak-anak berusia kurang dari 3 tahun. Ada laporan kematian tak terduga pada anak-anak karena asidosis metabolik dan kegagalan miokard setelah penggunaan jangka panjang di ICU.

TiopentonTiopental sekarang lebih dikenal dengan nama sodium Penthotal, Thiopenal, Thiopenton Sodium atau Trapanal yang merupakan obat anestesi umum barbiturat short acting, tiopentol dapat mencapai otak dengan cepat dan memiliki onset yang cepat (30-45 detik). Dalam waktu 1 menit tiopenton sudah mencapai puncak konsentrasi dan setelah 5 10 menit konsentrasi mulai menurun di otak dan kesadaran kembali seperti semula. Dosis yang banyak atau dengan menggunakan infus akan menghasilkan efek sedasi dan hilangnya kesadaran.2Dapat menyebabkan hilangnya kesadaran tetapi menimbulkan hiperalgesia pada dosis subhipnotik, menghasilkan penurunan metabolisme serebral dan aliran darah sedangkan pada dosis yang tinggi akan menghasilkan isoelektrik elektroensepalogram. Thiopental turut menurunkan tekanan intrakranial. Methohexital dapat menyebabkan kejang setelah pemberian dosis tinggi. 2Menurunkan tekanan darah dan cardiac output, dan dapat meningkatkan frekuensi jantung, penurunan tekanan darah sangat tergantung dari konsentrasi obat dalam plasma. Hal ini disebabkan karena efek depresinya pada otot jantung, sehingga curah jantung turun, dan dilatasi pembuluh darah. Iritabilitas otot jantung tidak terpengaruh, tetapi bisa menimbulkan disritmia bila terjadi retensi CO2 atau hipoksia. Penurunan tekanan darah yang bersifat ringan akan pulih normal dalam beberapa menit tetapi bila obat disuntik secara cepat atau dosisnya tinggi dapat terjadi hipotensi yang berat. Hal ini terutama akibat dilatasi pembuluh darah karena depresi pusat vasomotor. Dilain pihak turunnya tekanan darah juga dapat terjadi oleh karena efek depresi langsung obat pada miokard. 2Menyebabkan depresi pusat pernafasan dan sensitifitas terhadap CO2 menurun terjadi penurunan frekuensi nafas dan volume tidal bahkan dapat sampai menyebabkan terjadinya asidosis respiratorik. Dapat juga menyebabkan refleks laringeal yang lebih aktif dibanding propofol sehingga menyebabkan laringospasme. DosisDosis yang biasanya diberikan berkisar antara 3-5 mg/kg. Untuk menghindarkan efek negatif dari tiopental tadi sering diberikan dosis kecil dulu 50-75 mg sambil menunggu reaksi pasien. 2Efek sampingEfek samping yang dapat ditimbulkan seperti alergi, sehingga jangan memberikan obat ini kepada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap barbiturat, sebab hal ini dapat menyebabkan terjadinya reaksi anafilaksis yang jarang terjadi, barbiturat juga kontraindikasi pada pasien dengan porfiria akut, karena barbiturat akan menginduksi enzim d-aminoleuvulinic acid sintetase, dan dapat memicu terjadinya serangan akut. Iritasi vena dan kerusakan jaringan akan menyebakan nyeri pada saat pemberian melalui IV, hal ini dapat diatasi dengan pemberian heparin dan dilakukan blok regional simpatis.2,5 Suntikan arteri atau ekstravaskular (khususnya dengan konsentrasi di atas 5%) menimbulkan nekrosis, gangrene.

KetaminKetalar sebagai nama dagang yang pertama kali diperkenalkan oleh Domino dan Carson tahun 1965 yang digunakan sebagai anestesi umum.Ketamin kurang digemari untuk induksi anastesia, karena sering menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anasthesi dapat menimbulkan muntah-muntah, pandangan kabur dan mimpi buruk.Ketamin juga sering menebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan persepsi dan mimpi gembira yang mengikuti anestesi, dan sering disebut dengan emergence phenomena.Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan didistribusikan ke seluruh organ. Efek muncul dalam 30 60 detik setelah pemberian secara intravena dengan dosis induksi, dan akan kembali sadar setelah 15 20 menit. Jika diberikan secara I.M maka efek baru akan muncul setelah 15 menit. 2,3Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik pasien akan mengalami perubahan tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada mata berupa kelopak mata terbuka spontan dan nistagmus. Selain itu kadang-kadang dijumpai gerakan yang tidak disadari (cataleptic appearance), seperti gerakan mengunyah, menelan, tremor dan kejang. Itu merupakan efek anestesi disosiatif yang merupakan tanda khas setelah pemberian Ketamin. Apabila diberikan secara intramuskular, efeknya akan tampak dalam 5-8 menit, sering mengakibatkan mimpi buruk dan halusinasi pada periode pemulihan sehingga pasien mengalami agitasi. Aliran darah ke otak meningkat, menimbulkan peningkatan tekanan darah intrakranial. 2Ketamin adalah obat anestesi yang bersifat simpatomimetik, sehingga bisa meningkatkan tekanan darah dan jantung. Peningkatan tekanan darah akibat efek inotropik positif dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer.Pada dosis biasa, tidak mempunyai pengaruh terhadap sistem respirasi. dapat menimbulkan dilatasi bronkus karena sifat simpatomimetiknya, sehingga merupakan obat pilihan pada pasien asma. 2,5Dosis dan pemberianKetamin merupakan obat yang dapat diberikan secara intramuskular apabila akses pembuluh darah sulit didapat contohnya pada anak-anak. Ketamin bersifat larut air sehingga dapat diberikan secara IV atau IM. Dosis induksi adalah 1 2 mg/KgBB secara I.V atau 5 10 mg/Kgbb I.M , untuk dosis sedatif lebih rendah yaitu 0,2 mg/KgBB dan harus dititrasi untuk mendapatkan efek yang diinginkan.Untuk pemeliharaan dapat diberikan secara intermitten atau kontinyu. Pemberian secara intermitten diulang setiap 10 15 menit dengan dosis setengah dari dosis awal sampai operasi selesai. Dosis obat untuk menimbulkan efek sedasi atau analgesik adalah 0,2 0,8 mg/kg IV atau 2 4 mg/kg IM atau 5 10 g/kg/min IV drip infus.

Efek sampingDapat menyebabkan efek samping berupa peningkatan sekresi air liur pada mulut, selain itu dapat menimbulkan agitasi dan perasaan lelah, halusinasi dan mimpi buruk juga terjadi pasca operasi, pada otot dapat menimbulkan efek mioklonus pada otot rangka selain itu ketamin juga dapat meningkatkan tekanan intracranial. Pada mata dapat menyebabkan terjadinya nistagmus dan diplopia. 2,5

RUMATAN ANESTESI

Rumatan anestesi dapat dilakukan secara :1. Intravena (TIVA)2. Inhalasi3. Campuran intravena dan inhalasiRumatan anestesi biasanya mengacu trias anestesi yaitu tidur ringan (hypnosis) sekedar tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama bedah tidak menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang cukup. Anestesi inhalasi yang umum digunakan, yaitu : N2O Halotan Enfluran Isofluran SevofluranN2O N2O (gas gelak, laughing gas, nitrous oxide) dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tidak iritasi, tidak terbakar, beratnya 1,5 kali berat udara, berat molekulnya 44,01, koefisien kelarutan antara darah/gas 0,47, stabil, tidak bereaksi dengan sodalime, titik didih 88,4 derajat Celcius, dapat menembus karet tetapi tidak bereaksi dengan logam. Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. Gas ini bersifat anestetik lemah tetapi analgesia kuat, sehingga sering digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan sendiri, tetapi dikombinasikan dengan salah satu cairan anestetik lainnya seperti halotan dan sebagainya. Pada akhir anestesi setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi pengenceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk mengatasinya diberikan O2 100% selama 5-10 menit. 7

Waktu awitan : inhalasi 2-5 menitAbsorpsi: cepat melalui paruMetabolisme : tubuh 1% terhadap uterus hamil menyebabkan relaksasi dan kurang responsif jika diantisipasi dengan oksitosin, sehingga dapat menyebabkan perdarahan paska persalinan. Dosis pelumpuh otot dapat dikurangi sampai 1/3 dosis biasa jika menggunakan isofluran.7

Waktu Awitan : 7 10 menitDurasi: tergantung konsentrasi darah saat dihentikanMetabolisme : hepar minimalEkskresi: ekshalasi gas

ANALGETIKTramadolTramadol adalah analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat. Tramadol mengikat secara stereospesifik pada reseptor di sistem saraf pusat sehingga menghambat sensasi nyeri dan respon terhadap nyeri. Disamping itu tramadol menghambat pelepasan neurotransmiter dari saraf aferen yang sensitif terhadap rangsang, akibatnya impuls nyeri terhambat. Tramadol peroral diabsorpsi dengan baik dengan bioavailabilitas 75%. Tramadol dan metabolitnya diekskresikan terutama melalui urin dengan waktu 6,3 7,4 jam.Tramadol digunakan ntuk pengobatan nyeri akut dan kronik yang berat, nyeri pasca pembedahan.Dosis : Dewasa dan anak di atas 16 tahun : Dosis umum : dosis tunggal 50 mg. Dosis tersebut biasanya cukup untuk meredakan nyeri, apabila masih terasa nyeri dapat ditambahkan 50 mg setelah selang waktu 4 6 jam. Dosis maksimum 400 mg sehari. Dosis sangat tergantung pada intensitas rasa nyeri yang diderita. Penderita gangguan hati dan ginjal dengan bersihan klirens < 30 mL/menit : 50 100 mg setiap 12 jam, maksimum 200 mg sehari. Dosis yang dianjurkan untuk pasien dengan sirosis adalah 50 mg setiap 12 jam.Efek samping yang umum terjadi seperti pusing, sedasi, lelah, sakit kepala, pruritis, berkeringat, kulit kemerahan, mulut kering, mual, muntah, dispepsia dan konstipasi.5,7KetorolacKetorolac diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri akut sedang sampai berat setelah prosedur bedah. Durasi total ketorolac tidak boleh lebih dari 5 hari. Ketorolac secara parenteral dianjurkan diberikan segera setelah operasi. Dosis:Dosis awal ketorolac yang dianjurkan adalah 10 mg diikuti dengan 10-30mg tiap 4-6 jam bila diperlukan. Harus diberikan dosis efektif terendah. Dosis harian total tidak boleh lebih dari 90mg untuk orang dewasa dan 60 mg untuk orang lanjut usia.

DAFTAR PUSTAKA

1. Muhardi M, Roesli T, Sunatrio, Ruswan D. Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1989.2. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Departement Farmakologi dan Terapeutik Ed 5 farmakologi dan Terapi. Jakarta : Gaya Baru. 20073. Mangku G,dkk. Buku Ajar Ilmu Anasthesia dan Reanimasi. Cetakan pertama. Jakarta : Universitas Udayana Indeks. 20104. Jaideep J Pandit. Intravenous Anaesthetic Drug. 2007. Anaesthesia And Intensive Care Medicine 9:4. Diunduh dari : http://www.philippelefevre.com/downloads/basic_sciences_articles/iv-anaesthetic-agents/intravenous-anaesthetic-agents.pdf5. Omoigui, S. Obat-obatan Anastesia. EGC : Jakarta. 19976. Mansjoer A, Triyanti K, Wardhani WI. Et all (editor). Kapita Selekta Kedokteran. Cetakan keenam : Media Aesculapius FK UI. 20077. Latief SA. Suryadi KA. Dachlan MR, Petunjuk Praktis Anestesiologi dan Terapi Intensif Edisi 3. Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007