lapstragkurev

110
Bab i PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berbagai upaya dan kebijakan untuk pengentasan kemiskinan telah dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah di Indonesia, akan tetapi tetap saja masih ada rumah tangga di Indonesia yang berada dalam kemiskinan dari waktu kewaktu. Kemiskinan yang bersifat kronis di Indonesia saat ini berkisar antara 5-7%. Sementara itu, 10-15% penduduk lainnya mengalami kemiskinan transien, yaitu keluar-masuk dari status miskin. (Jossy Moeis,2008) Jika dilihat dari tingkat dan jumlah orang miskin dari tahun ke tahun terlihat bahwa usaha mengatasi kemiskinan di Indonesia sepertinya telah mengalami kejenuhan. Tingkat head count poverty sepertinya tidak dapat dikurangi lagi dari kisaran 15-17% dan jumlah

Transcript of lapstragkurev

Page 1: lapstragkurev

Bab i

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berbagai upaya dan kebijakan untuk pengentasan kemiskinan telah dilakukan

oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah di Indonesia, akan tetapi tetap saja

masih ada rumah tangga di Indonesia yang berada dalam kemiskinan dari waktu

kewaktu. Kemiskinan yang bersifat kronis di Indonesia saat ini berkisar antara 5-

7%. Sementara itu, 10-15% penduduk lainnya mengalami kemiskinan transien,

yaitu keluar-masuk dari status miskin. (Jossy Moeis,2008)

Jika dilihat dari tingkat dan jumlah orang miskin dari tahun ke tahun

terlihat bahwa usaha mengatasi kemiskinan di Indonesia sepertinya telah

mengalami kejenuhan. Tingkat head count poverty sepertinya tidak dapat

dikurangi lagi dari kisaran 15-17% dan jumlah orang miskin masih akan berkisar

antara 35-38 juta jiwa. Kondisi ini diantaranya disebabkan oleh kecenderungan

program atau kebijakan yang diterapkan seragam atau homogen, dan kurang

memperhatikan karakteristik dan potensi individu miskin itu sendiri.

Disisi lain, Usaha Mikro dan Kecil (UMK), yang menjadi lahan berusaha

para penduduk miskin ternyata masih tergolong pada usaha marginal, hal ini

ditandai dengan penggunaan teknologi yang relatif sederhana, tingkat modal dan

akses terhadap kredit yang rendah, serta cenderung berorientasi pada pasar lokal.

Page 2: lapstragkurev

Namun demikian, sejumlah kajian yang telah dilakukan di beberapa negara

menunjukkan bahwa usaha ini merupakan komponen utama pengembangan

ekonomi lokal dan berpotensi untuk dapat meningkatkan posisi tawar (bargaining

position) perempuan dalam keluarga. (ADB Report dalam Semeru, 2003)

Jumlah penduduk miskin Indonesia hingga tahun 2007 tercatat 37,2 juta

jiwa dan pada tahun 2009 jumlah penduduk miskin diharapkan akan dapat ditekan

hingga 18,8 juta. Suatu target penurunan yang fantastis dan tentunya perlu upaya

yang tepat untuk dapat mencapainya.

1.2. Urgensi Penelitian

Partisipasi kaum perempuan dalam aktivitas ekonomi khususnya dan

pembangunan ekonomi pada umumnya mempunyai peran yang sangat penting,

karena lebih dari separuh penduduk Indonesia adalah perempuan. Jika kuantitas

dan kualitas partisipasi kaum perempuan dapat ditingkatkan maka tujuan

pembangunan nasional untuk meningkatkan kesejateraan masyarakat juga akan

dapat diwujudkan dengan lebih baik.

Di sisi lain, ternyata sebahagian besar penduduk miskin di Indonesia

adalah perempuan, dan tidak kurang dari 6 juta diantaranya adalah sebagai kepala

rumah tangga miskin dengan pendapatan rata-rata di bawah Rp 10.000,- perhari.

Untuk menjaga kelansungan hidup diri dan keluarga mereka, pada umumnya

mereka bekerja di sektor informal (terutama perdagangan dan jasa), sektor

pertanian sebagai buruh tani dan buruh pabrik. Mereka menghadapi kesulitan

untuk mendapatkan akses sumber daya ekonomi, terutama sumberdaya keuangan.

2

Page 3: lapstragkurev

Hal ini diantaranya disebakan oleh alasan bahwa mereka dianggap tidak layak

untuk mendapatkan pembiayaan, ketiadaan jaminan, lokasi yang terpencil, dan

tidak jarang pula kondisi ini terkait dengan issu gender. (Nani, 2004).

Persoalan kemiskinan perempuan menjadi semakin rumit, karena ternyata

kemiskinan perempuan bukan hanya disebabkan oleh keterbatasan akses pada

sumber daya ekonomi, akan tetapi juga merupakan persoalan struktural dengan

faktor penyebab dan kendala yang tidak tunggal, cenderung beragam sesuai

kondisi sosial, ekonomi dan politik di lingkungan mereka. Adanya ketimpangan

gender dalam berb agai asspek kehidupan juga semakin memperburuk kondisi

kemiskinan pada kaum perempuan.

Fakta bahwa beban perempuan miskin lebih besar ditemukan oleh

Birdshall & McGreevey, 1983 (dalam Rasita, 2007). Hal ini disebabkan karena

peran ganda yang harus mereka jalankan, di satu sisi sebagai pengurus rumah

tangga dan sisi lain sebagai pencari nafkah keluarga. Sebagai pengurus rumah

tangga perempuan mempunyai kewajiban untuk mengurus anak-anak,

menyiapkan makanan untuk semua anggota keluarga, mengambil air, mencari

kayu bakar, membersihkan rumah, dan mengatur keuangan rumah tangga, dimana

semua aktivitas ini dianggap bukanlah sebuah ”pekerjaan”, sehingga tidak pernah

diperhitungkan sebagai hasil ”produksi” dalam suatu rumah tangga. Sebagai

pekerja yang mencari nafkah untuk keluarganya, seringkali pendapatan yang

diperoleh kaum perempuan dianggap hanya sebagai ”tambahan” bagi pendapatan

suami.

3

Page 4: lapstragkurev

Kaum perempuan dihadapkan pada kendala ”triple burden women” dalam

kehidupannya, yakni tuntutan untuk mampu melaksanakan fungsi reproduksi,

fungsi produksi dan fungsi sosial kemasyarakatan dalam waktu yang bersamaan.

Oleh sebab itu, upaya pengembangan usaha kaum perempuan menjadi semakin

penting artinya untuk tidak hanya membantu kaum perempuan melepaskan diri

dari perangkap kemiskinan tetapi juga mendorong tercapainya kesejahteraan

keluarga yang pada muaranya akan menjadi mesin bagi tercapainya kesejahteraan

masyarakat.

Selanjutnya, jika dilihat dari tingkat dan jumlah orang miskin dari tahun

ke tahun di Indonesia ternayta semenjak tahun 1998, pasca krisis ekonomi jumlah

penduduk miskin Indonesia cenderung tidak berkurang, hal ini menunjukkan

indikasi gagalnya berbagai kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk

mengentaskan kemiskinan. Untuk itu, studi ini diharapkan akan dapat melahirkan

model yang tepat untuk pengentasan kemiskinan khususnya bagi kaum

perempuan, terutama perempuan muda yang nantinya diharapkan tidak akan

melahirkan generasi baru dalam kemiskinan, dan kemiskinan struktural.

1.3. Perumusan Masalah

Masalah yang akan dikaji dalam studi ini adalah:

a) Bagaimanakah karakteristik perempuan muda dalam rumah tangga miskin

yang ada di Sumatera Barat ?

b) Bagaimana potensi enterprneur perempuan muda dalam rumah tangga miskin

yang ada di Sumatera Barat ?

4

Page 5: lapstragkurev

c) Bagaimanakah model pengembangan enterprneur untuk perempuan muda

dalam rumah tangga miskin di Sumatera Barat?

1.4. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

Penelitian ini merupakan tahap awal dari penelitian yang direncanakan

akan dilakukan selama tiga tahun untuk dapat menemukan model yang sudah

teruji untuk dapat diterapkan. Pada tahap awal ini, penelitian terfokus pada kajian

identifikasi untuk melakukan pengembangan potensi entrepreneur perempuan

muda pada rumah tangga miskin, yaitu kaum perempuan yang berumur antara 15

tahun sampai dengan 30 tahun dan berasal dari rumah tangga miskin.

Rumah tangga miskin adalah rumah tangga yang masuk dalam kategori

miskin sesuai defenisi dan indikator kemiskinan dan certatat dalam database BPS

Sumatera Barat, tahun 2006. Adapun wilayah penelitian adalah Provinsi

Sumatera Barat, dengan memilih satu kota dan satu kabupaten termiskin

berdasarkan data BPS Sumatera Barat, tahun 2008, sebagai daerah yang

mewakili kondisi Sumatera Barat, yakni Kota Pariaman dan Kabupaten Pasaman.

Identifikasi pada tahap awal ini meliputi identifikasi karakteristik dan

potensi entreprneur perampuan muda dari RT miskin di Sumatera Barat, dan

karakteristik daerah tempat tinggal responden yang bersangkutan.

5

Page 6: lapstragkurev

Bab iI

KERANGKA TEORI

2.1. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1. Ciri-ciri Entrepeneur

Enterprneur adalah orang yang memiliki keberanian untuk ” berdiri di

atas kaki sendiri”, dengan keyakinan dan kemampuan sendiri melahirkan suatu

karya dan usaha untuk kemajuan diri sendir dan lingkungannya dengan tetap

berlandaskan pada kebenaran dan kebajikan. (Sumahamijaya, 1971)

Adapun ciri-ciri enterprneur menurut Anggadireja dan Djajamiharja

(1991) adalah:

1) Mempunyai emosi untuk membayangkan keberhasilan atau takut

akan kegagagalan dalam mencapai tujuannya

2) Berani menanggung resiko

3) Gigih dan bekerja keras

4) Semangat dan gesit

5) Membutuhkan umpan balik untuk mengetahui keberhasilan usaha

6) Bertanggung jawab

7) Percaya diri

8) Memiliki pengetahuan luas

9) Memiliki kemampuan menghimbau dn komunikatif

10) Memiliki kecakapan memimpin

11) Kreatif dan inovatif

6

Page 7: lapstragkurev

12) Pemburu keberhasilan atau kesuksesan

Meskipun pada dasarnya enterprenurship adalah karakter yang melekat

pada diri sesorang, akan tetapi karakter ini dapat dibina dan

ditumbuhkembangkan baik secara individu maupun oleh orang lain melalui

proses pendidikan dan pelatihan ataupun melalui pemahaman dan

pembelajaran dari pengalaman dan keberhasilan orang lain.

Tom Byres, dkk (1997), menjelaskan bahwa penumbuhan karakter

enterprenuer bukanlah bersifat individual akan tetapi merupakan social

creatures yang dibangun oleh kondisi dan sistem sosial dimana individu

tersebut berada. Adapun ciri umum seorang enterpreneur adalah:

1) Memiliki komitment dan ketetapan hati untuk maju

2) Memiliki kemampuan memimpin

3) Berusaha meraih kesempatan

4) Berani menghadapi resiko dan ketidakpastian

5) Kreatif, percaya diri dan mampu beradaptasi

6) Memiliki motivasi untuk maju

Steve, J. Lichter, dkk (1983) mengidentifikasikan karakteristik

entrepreneur berdasarkan hasil eksperimen yang mereka lakukan, yaitu:

1) Memiliki energi atau semangat yang tinggi

2) Memiliki rasa percaya diri yang tinggi

3) Memiliki pandangan bahwa uang adalah jalan atau alat untuk mencapai

tujuan

4) Memiliki keinginan besar atas umpan balik yang positif

7

Page 8: lapstragkurev

5) Mampu memanfaat kegagalan masa lalu sebagai suatu benefit

6) Memiliki komitmen dan kemampuan untuk mencapai tujuan

7) Tidak pernah merasa puas dengan prestasi yang telah diraih

8) Memiliki keyakinan diri untuk mampu mengontrol takdir

9) Memiliki inisiatif dan bertanggung jawab

10) Memiliki kemampuan memperhitungkan resiko

11) Memiliki kemampuan mengatasi masalah

12) Memiliki ketetapan hati dalam menyelesaikan pekerjaan

13) Mengetahui kapan, dimana dan bagaimana untuk mencari atau memberi

pertolongan/dukungan

2.1.2.Kemiskinan dan Peran Kaum Perempuan;Konsep dan Studi Terdahulu

Ada banyak defenisi dan konsep tentang kemiskinan, hal ini

dikarenakan masalah kemiskinan merupakan masalah yang bersifat

multidimensi sehingga dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang. World

Bank selaku lembaga internasional yang sangat memperhatikan masalah

kemiskinan di dunia membagi dimensi kemiskinan menjadi empat hal pokok;

yaitu: lack of opportunity, lack of capabelities, loe leve security, dan low

capacity. Lebih jauh lagi, kemiskinan juga dikaitkan dengan keterbatasan

hak-hak sosial, ekonomi, dan politik yang dapat menyebabkan kerentanan,

keterpurukan dan ketidakberdayaan masyarakat.

Kemiskinan tidak dapat didefenisikan dengan sederhana, karena

masalah kemiskinan tidak hanya terkait dengan kemampuan memenuhi

8

Page 9: lapstragkurev

kebutuhan material, akan tetapi juga sangat terkait dengan dimensi kehidupan

yang lain, yakni: (Dewi M.S , 2005)

1) Terbatasnya kecukupan dan mutu pangan

2) Terbatasnya akses dan mutu layananan kesehatan

3) Terbatasnya akses dan mutu layananan pendidikan

4) Terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha serta lemahnya perlindungan

terhadap aset usaha

5) Terbatasnya akses layanan perumahan dan sanitasi

6) Terbatasnya akses terhadap air bersih

7) Lemahnya kepastian hak kepemilikan dan penguasaan tanah

8) Lemahnya jaminan rasa aman

9) Lemahnya partisipasi

10) Nesarnya beban kependudukan

Tampak bahwa masalah kemiskinan tidak hanya berkaitan dengan

dimensi ekonomi, akan tetapi sampai saat ini masalah kemiskinan masih lebih

sering dikonsepsikan dalam konteks ekonomi, yakni terkait dengan

ketidakmampuan pendapatan dan harta yang dimiliki untuk memenuhi

kebutuhan dasar (lack of income and asset), seperti; pangan, pakaian,

perumahan, pendidikan dan kesehatan.

Pengukuran tingkat kemiskinan di Indonesai telah dilakukan semenjak

tahun 1984, dimana pada saat itu BPS telah mempublikasikan data

kemiskinan Indonesia selama kurun waktu tahun 1976- 1981, dan sejak saat

itu pula BPS melakukan perhitungan terhadap persentase penduduk miskin di

9

Page 10: lapstragkurev

Indonesia. Penduduk miskin adalah penduduk yang berada di bawah garis

kemiskinan, dimana berdasarkan hasil Widyakarya Pangan dan Gizi tahun

1978, seseorang dapat dikatakan hidup sehat jika mampu memenuhi

kebutuhan energi minimal sebesar 2100 kalori perhari, mengacu pada ukuran

ini maka seseorang akan dapat terlepas dari batas kemiskinan jika

pendapatannya sudah mampu memenuhi kebutuhan kalori minimal perhari,

dan sebaliknya jika pendapatan individu belum mampu memenuhi kebutuhan

kalori minimum ini, maka orang tersebut akan berada di bawah garis

kemiskinan. Indikator kemiskinan menurut BPS dapat dilihat pada tabel di

bawah ini;

Tabel 2.1.Indikator Kemiskinan menurut BPS

No Indikator Keterangan

1. Luas Lantai Luas < 8 m2

2. Jenis Lantai Tanah atau semen

3. Jenis Dinding Rumbia/Bambu atau tembok

4. Fasilitas Buang Air Besar Bersama atau sendiri

5. Sumber air minum Sumur, atau ledeng, pompa, sumur

terlindung

6. Sumber Penerangan Bukan Listrik atau Listrik

7. Jenis Bahan Bakar Kayu, atau minyak tanah, atau gas

8. Berapa kali makan daging// ayam/ susu dalam satu minggu

Tidak pernah, atau satu kali atau dua kali

9. Erapa kali makan sehari Satu, dua, atau tiga kali

10. Berapa kali beli pakaian baru selama satu tahun

Tidak pernah, satu atau dua kali

11. Apakah mampu berobat ke puskesmas/poliklinik?

Ya atau Tidak

12. Lapangan Pekerjaan Kepala Banyak Pilihan

10

Page 11: lapstragkurev

RT

13. Pendidikan Kepala RT SD, SMP atau SMA

14. Apakah memiliki harta yang bernilai > Rp 500.000,- ( minimal punya satu)

Tabungan, emas, TV warna, Ternak, Sepeda Motor.

Sumber: TKPK Sumbar, 2009

Berikut ini adalah kriteria kemiskinan menurut berbagai lembaga yang

digunakan sebagai indikator kemiskinan di Sumatera Barat (TKPK Sumbar, 2009):

1. Bank Dunia: Penghasilan < $ 1 perhari

2. BPS s/d 2004:

a. Sangat Miskin : < 1900 kal/org/hari + Rp 120.000/bulan

b. Miskin : 1900-2100 kal/org/hari + Rp 120.000/bulan

c. Hampir Miskin : 2100-2300 kal/org/hari + Rp 175.000/bulan

3. BKKN

a. Pra Sejahtera:

i. Ekonomi : makan < 2x perhari: tidak ada pakaian ganti,

sebahagian besar berlantai tanah

ii. Non ekonomi : berobat tidak ke sarana kesehatan.

b. Pra-Sejatera I:

i. Ekonomi : Tidak Makan daging > 1 minggu; luas

lantai < 8 m2 per jiwa

ii. Non Ekonomi : sakit 3 bulan terakhir dan tidak ke sarana

kesehatan

Selanjutnya, ketidak adilan gender juga dapat memicu munculnya

masalah kemiskinan bagi kaum perempuan, adapun bentuk-bentuk ketidak adilan

11

Page 12: lapstragkurev

gender yang mendorong terjadi kemiskinan pada kaum perempuan adalah (Rasita,

2007) :

1) Marginalisasi ekonomi, diantaranya lemah dan terbatasnya akses

perempuan terhadap sumberdaya ekonomi, seperti tanah, permodalan

danpemasaran

2) Suborninasi terhadap perempuan, bermakna pada keterbatasan akses kaum

perempuan dalam pengambilan keputusan bahkan untuk keputusan yang

menyangkut dirinya sendiri.

3) Kelebihan beban kerja, dimana perempuan dituntut untuk menjalankan

peran produksi, reproduksi dan sosial kemasyarakatan yang lebih dikenal

dengan istilah “triple burden women”.

4) Nilai negatif (Streotipe) terhadap perempuan, dimana perempuan seringkali

digambarkan sebagai individu yang emosional, lemah, tidak mampu

memimpin dan tidak rasional, akibatnya menutup kesempatan kaum

perempuan untuk berpartisipasi dalam berbagai bidang aktivitas ekonomi,

sosial dan politik.

5) Tindak kekerasan terhadap kaum perempuan, baik fisik maupun mental

psikologis.

Diakui atau tidak, kiprah perempuan dalam perekonomian keluarga dan

nasional merupakan bagian yang penting dalam proses dan upaya pembangunan

ekonomi khususnya dan pembangunan nasional pada umumnya. Seiring dengan

12

Page 13: lapstragkurev

adanya peningkatan pendapatan perempuan dan akses terhadap sumber daya

ekonomi lainnya, maka kemampuan dan kesempatan kaum perempuan untuk

bernegosiasi dalam rumah tangga juga akan meningkat, karena dengan

peningkatan pendapatan ini gagasan dan pendapat kaum perempuan akan

diperhitungkan pula dalam proses pengambilan keputusan di dalam rumah tangga.

Lebih jauh lagi, keberadaan perempuan pengusaha dalam aktivitas

ekonomi dewasa ini telah menampakan peran dan spektrum yang luas di tengah-

tengah masyarakat, karena ternyata tidak hanya mampu memberikan kontribusi

bagi peningkatan pendapatan keluarga tetapi juga bagi peningkatan terhadap

aktivitas ekonomi dan pendapatan nasional. Hal ini dapat dilihat dari proporsi

kaum perempuan dalam UMKM adalah sebesar 40%.(Tamim S, 2008):

Ada 3 alasan utama yang menjadi latar belakang kaum perempuan

memasuki dunia kerja maupun dunis bisnis , yaitu:

1) Menurunnya pendapatan keluarga, hal ini dapat disebabkan oleh berbagai

masalah diantaranya adalah karena suami terkena PHK, , pendapatan

suami rendah, suami meninggal dunia, suami merantau, suami menikah

lagi, suami tidak mampu bekerja karena sakit dan lain sebagainya.

2) Terjadinya peningkatan pengeluaran keluarga, hal ini dapat disebabkan

oleh; anak-anak memasuki usia sekolah, bertambahnya jumlah anak atau

tanggungan keluarga, adanya anggota keluarga yang sakit, dll.

3) Keinginan untuk memiliki uang atau pendapatan sendiri, sehingga

memiliki kebebasan untuk menggunakan uang, karena jika tergantung

13

Page 14: lapstragkurev

pada pendapatan suami seringkali kaumperempuan merasa kurang

memiliki kebebasan untuk dapat memenuhi kebutuhan, terutama

kebutuhan ”pribadi”.

Sehubungan dengan usaha kaum perempuan dalam meningkatkan

pendapatan keluarga, ada beberapa kendala umum yang dihadapi ketika mereka

mengelola usahanya, yakni masalah kualitas SDM, keterbatasan permodalan,

kemampuan teknologi, bahan baku, distribusi dan pemasaran serta kelemahan

pengetahuan dan kemampuan dalam manajemen usaha.

Disisi lain, dengan adanya kemajuan teknologi ternyata juga memberikan

dampak positif bagi perempuan pekerja dimana dengan adanya kemajuan

teknologi ini telah terjadi perubahan karakteristik pada bidang pekerjaan tertentu

yang biasanya hanya bisa dilakukan oleh kaum pria saat ini telah bisa dimasuki

dan dikerjakan oleh kaum perempauan. Dengan demikian kaum perempuan

memiliki kesempatan yang semakin besar untuk memasuki dunia kerja dan

berpartisipasi dalam berbagai aspek perekonomian, tentunya dengan tetap

memperhatikan karakteristik perempuan sebagai makhluk Tuhan yang diberi

tanggungjawab lebih besar untuk mendukung kesejahteraan dan keberhasilan

keluarga. Hal ini memperlihatkan posisi strategis kaum perempuan dalam

meningkatkan kesejahteraan keluarganya.

Salah satu karakteristik kaum perempuan yang sekaligus merupakan

keunggulannya yang perlu terus ditumbuh kembangkan terutama bagi upaya

peningkatan pendapatan masyarakat miskin dan UMK adalah kesabaran dan

ketelitian dalam melakukan pekerjaan. Karakter ini mendorong untuk semakin

14

Page 15: lapstragkurev

luasnya cakupan aktivitas ekonomi yang dapat dilakukan oleh kaum perempuan

dan mungkin kurang diminati oleh kaum pria. Dan bagi UKM sendiri, ketelitian

dalam pengelolaan keuangan merupakan hal yang sangat penting untuk dapat

mendorong keberhasilan usaha ini mengingat masalah permodalan merupakan

kendala yang cukup besar dalam mengembangkan usaha ini. (Teuku Syarif, 2007).

Wamuyu, dkk (2005), melakukan studi terhadap perempuan muda dengan

kasus perempuan di wilayah pedesaan Malaysia, dan menggunakan pendekatan

ekonomi, sosial, psikologi, manajemen bisnis dan gender menemukan bahwa

scaling-up model dapat digunakan untuk mendorong peningkatan ekonomi

perempuan pedesaan. Hal ini didorong oleh kenyataan dimana secara tradisonal

kaum perempuan telah terlibat di dalam bisnis berskal mikro yang dilakukan

secara individu maupun bersama suami. Sehingga sangatlah beralasan jika

menjadikan usaha mikro ini sebagai basis bagi pengembangan entrepreneur

perempuan dalam rangka kesinambungan ekonomi keluarga.

Micro entreprise (usaha mikro) dapat dikategorikan menjadi; usaha baru,

usaha lama yang tidak berkembang, usaha lama yang bertumbuh lamban, dengan

kata lain secara umum dapat diklasifikasikan menjadi usaha untuk bertahan hidup

dan usaha yang berkembang.

Selanjutnya, ada lima aspek penting yang harus mendapat perhatian serius

dalam melakukan upaya pemberdayaan kaum perempuan yaitu aspek-aspek

kesejahteraan, akses sumber daya, partisipasi, kesadaran kritis dan kontrol.

Dalam bidang apapun bentuk upaya pemberdayaan kaum perempuan yang akan

dilakukan harus memperhatikan kelima aspek penting ini, dengan demikian kelima

15

Page 16: lapstragkurev

aspek ini dapat dijadikan indikator keberhasilan upaya pemberdayaan perempuan.

(Nani, 2004)

Di dalam agenda MDGs ( Millenium Development Goals), ada tiga

dimensi yang harus diperhatikan dalam pemberdayaan perempuan untuk

pengentasan kemiskinan ”berwajah” perempuan yaitu:

1) Human capability; yaitu kemampuan dalam hal pendidikan, kesehatan dan

gizi dengan menghilangkan gap antara kaum perempuan dengan kaum pria

hingga tingkat pendidikan menengah

2) Acces to resources and opportunity,yaitu keterbukaan akses terhadap

sumberdaya ekonomi dan partisipasi politik baik kaum perempuan

3) Security, yakni jaminan keamanan bagi kaumperempuan terhadap tindak

kekerasan secara phisik maupun psikologis.

Empat langkah penting yang perlu diperhatikan dalam upaya

pengembangan kemampuan berwirausaha dan kegiatan ekonomi kaum perempuan

adalah (IMF, 2002):

a) Membantu dan mendorong kaum perempaun untuk membangun dan

mengembangkan pengetahuan serta kompetensi diri mereka, melalui

berbagai program pelatihan..

b) Membantu kaum perempuan dalam strategi usaha dan pemasaran

produk

c) Memberikan pemahaman terhadap regulasi dan peraturan pemerintah

terkait dengan legalitas dunia usaha

16

Page 17: lapstragkurev

d) Mendorong dan membantu kaum perempuan untuk mampu

menggunakan teknologi informasi dan komunikasi secara optimal.

e) Membuat Usaha Mikro/Jaringan Usaha Mikro Perempuan/Forum

Pelatihan Usaha

2.2. Kerangka Teoritis dan Pengembangan Model Penelitian

Secara teoritis, studi ini akan menggunakan tiga pendekatan sebagai

landasan teori dalam mencapai tujuan penelitian, pendekatan pertama adalah teori

dasar yang melandasi konsep dasar penelitian, yang terdiri dari teori ekonomi

pembangunan, dimana dari dasar teori digunakan untuk mendasari teori tentang

kemiskinan, yang mencakup defenisi dan penyebab kemiskinan. Sedangkan pada

bagian kedua digunakan aplikasikasi teori yang akan menjadi panduan bagi upaya

menjawab masalah penelitian dan pada bagian ketiga yang merupakan bagian

terakhir merupakan implementasi model sebagai dasar bagi pengembangan model

pengembangan entrepreneur perempuan muda dari rumah tangga miskin di

Sumatera Barat, yaitu merupakan implikasi model scaling up di Sumatera Barat,

seperti yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.1. Kerangka Teoritis Pengembangan Model

17

Page 18: lapstragkurev

Penyebab KemiskinanKarakteristik EntrepreneurStudi empiris terhadap perempuan

Scaling-up Model sesuai Karakteristik Individu, Ekonomi, Sosial dan Budaya Masyarakat Sumatera Barat

Aplikasi Teori Aplikasi Model

Adapun gambaran dari model scaling up yang akan digunakan untuk

mengembangkan entreprenuer perempuan dari RT miskin di Sumatera Barat

diadopsi dari model yang dikembangkan oleh Wamuyu, dkk, (2005) di Malaysia,

dimana proses peningkatan skala usaha tersebut dapat dilihat di bawah ini;

Gambar 2. 2. Scaling Up Model untuk Pengembangan Entrepreneur Perempuan

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa model pengembangan

entrepreneur bagi perempuan muda dalam rumah tangga miskin ini diawali dengan

upaya mendorong kemampuan mereka untuk mempunyai pendapatan sendiri agar

Konsep Dasar

Ekonomi Pembangunan

Teori Kemiskinan

Entrepreneur

IncomeGenerating Program

SelfEmploymentProgram

Women/FamilyEntrepreneurProgram

CommunityEnterprise

survival

Micro Entreprise

Small Entreparise

Poor

Low IncomeGroup

Midle Income Group

High Midle Income

18

Page 19: lapstragkurev

mereka dapat keluar dari kemiskinan dan membantu keluarga untuk keluar dari

kemiskinan dan secara bertahap mereka akan tumbuh menjadi pekerja mandiri,

pengusaha wanita dan terus dikembangkan untuk memasuki komunitas bisnis yang

lebih besar dan kompetetif.

BAB III

19

Page 20: lapstragkurev

TUJUAN DAN MANFAAT

PENELITIAN

3.1. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menemukan model

pengembangan entrepreneur yang sesuai dengan karakteristik inidvidu, kondisi

dan potensi ekonomi, sosial dan budaya perempuan muda dari rumah tangga

miskin di Sumatera Barat.

Secara keseluruhan , dengan tiga tahun kegiatan maka penelitian ini

bertujuan untuk:

1. Mengetahui dan mendapatkan peta tentang karakteristik perempuan muda dari

rumah tangga miskin di Sumatera Barat.

2. Mengidentifikasikan potensi enterprneur perempuan muda dalam rumah

tangga miskin yang ada di Sumatera Barat.

3. Membangun model pengembangan enterprneur yang sesuai denganj

karakteristik dan kondisi potensi sosial ekonomi serta budaya perempuan

muda dari rumah tangga miskin di Sumatera Barat.

Pada tahun pertama ini, sebagai penelitian awal maka tujuan yang akan

dicapai adalah:

1. Pendataan perempuan muda dari RT Miskin di Sumatera Barat yang akan

diwakili oleh sampel terpilih

20

Page 21: lapstragkurev

2. Identifikasi karakterisitk & potensi perempuan muda dari RT miskin di

Sumatera Barat.

3. Penyusunan profil & peta potensi perempuan RT miskin di Sumatera Barat.

4. Menyusun persiapan model pengembangan entrepreneur untuk perempuan

muda dari RT miskin di Sumatera Barat.

3.2. Manfaat Penelitian

Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian yang merupakan penelitian awal

dari rangkaian tiga tahun penelitian adalah:

1. Mengetahui karakterisitk sosial dan ekonomi perempuan muda dari RT

miskin di Sumatera Barat.

2. Mendapatkan peta potensi perempuan muda dari RT miskin di Sumatera

Barat yang nantinya akan dikembangkan untuk mendorong upaya

peningkatan pendapatan dan pengentasan kemiskinan di daerah ini.

3. Mendapatkan informasi dan gambaran untuk kegiatan pengembangan pada

tahun kedua yang merupakan kelanjutan dari kegiatan penelitian ini.

21

Page 22: lapstragkurev

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Sifat dan Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif, yaitu penelitian yang

memberikan penggambaran tentang objek penelitian dengan mennggunakan data

primer maupun sekunder untuk menjelaskan tentang hasil kajian yang ditemukan

dalam studi ini.

Penelitian pada tahun pertama ini merupakan tahap pemetaan profil dan

potensi entrepreneur , untuk mendapatkan peta profil, potensi dan karakterisitk

perempuan dari rumah tangga miskin di Sumatera Barat akan dilakukan studi

lapangan guna mendapatkan data primer, dengan memilih sampel wilayah yang

akan mewakili karakteristik geografis dan ekonomi, sedangkan responden akan

dipilih dari wilayah sampel. Jadi penelitian ini adalah penelitian lapangan yang

menggali informasi dari kondisi yang ada di daerah penelitian.

4.2. Data dan Sumber Data

Data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang

diperoleh dari penelitian lapangan dengan menggunaan kuisioner atau daftar

pertanyaan yang diajukan kepada responden terpilih dari RT miskin di daerah

penelitian. Data primer yang dikumpulkan mencakup: karakterisitk RT Miskin,

karakteristik individu perempuan muda dari RT miskin, karakterisitk lingkungan

22

Page 23: lapstragkurev

tempat tinggal RT miskin, karakteristik potensi entrepreneur perempuan muda

dari RT miskin di Sumatera Barat.

Untuk mendukung kajian, diperlukan data sekunder sebagai data awal

yang diperoleh dari lembaga terkait, seperti BPS, Pemda Provinsi, Pemda

Kabupaten/Kota dan publikasi lainnya.

4.3. Pemilihan Daerah dan Sampel Penelitian.

Untuk mewakili provinsi Sumatera Barat dipilih dua daerah yang terdiri

dari satu daerah kota dan satu daerah kabupaten. Daerah yang dipilih adalah

daerah yang memiliki penduduk miskin paling banyak yang dinyatakan dalam

bentuk persentase dari jumlah penduduk.

Adapun daerah yang dipilih untuk mewakili dari perkotaan adalah kota

Pariaman sebagai daerah yang mewakili dataran rendah dan pesisir pantai

dengan jumlah penduduk miskin 7,86% dari jumlah penduduk, merupakan

kawasan perkotaan dengan jumlah penduduk miskin terbesar. Sedangkan untuk

daerah kabupaten yang juga mewakili kawasan dataran tinggi dipilih kabupaten

Pasaman yang memiliki jumlah penduduk miskin 18,34% dari penduduknya

yang merupakan daerah dengan persentase penduduk miskin terbesar di

Sumatera Barat.

Untuk penentuan jumlah sampel penelitian digunakan formula yang

dikekmukakan oleh Rao (1996), dimana formula ini digunakan karena jumlah

perempuan muda yaitu perempuan berumur 15 tahun sampai dengan 30 tahun dari

RT miskin di Sumatera Barat tidak diketahui, dengan formula sebagai berikut:

23

Page 24: lapstragkurev

Z2

N = 4(MOE)2

Dimana:

N = jumlah sampel

Z = tingkat kepercayaan

MOE = Margin of Error

Dengan tingkat kepercayaan 90%, maka MOE adalah 10%, nilai Z tabel

adalah 1,96, sehingga diperoleh nilai N sebagai berikut:

1,962

N = = 96,045 4(0,1)2

Berdasarkan perhitungan ini maka sampel ditentukan sebanyak 100 orang

untuk masing-masing daerah penelitian, sehingga total sampel adalah 200 orang

peremuan muda dari RT miskin di Sumatera Barat.

4.4. Variabel Penelitian dan Pengukurannya

Variabel utama yang akan diamati dalam penelitian ini adalah:

1) Karakterisitk individu dan rumah tangga mencakup: umur, status

perkawinan, status kepala keluarga, status ekonomi, pendidikan, dan

jumlah anggota dalam rumah tangga.

2) Karakterisitk geografis; kawasan perkotaan atau pedesaan, daerah dataran

tinggi atau dataran rendah, infrasturktur ekonomi dan sosial yang tersedia

di daerah, seperti adanya pasar, listrik, air bersih, telepon, kondisi jalan,

daerah wisata, sekolah, dan fasilitas kesehatan.

24

Page 25: lapstragkurev

3) Karakteristik potensi ekonomi dan entrepeneur di lihat dari minat dan

keberanian untuk melakukan usaha sesuai dengan menyusun daftar

pertanyaan untuk menditeksi potensi karakteristik entrepeneur sesuai

dengan konsep teoritis.

4.5. Teknik Analisa Data

Sebagaimana telah diungkapkan, bahwa studi ini merupakan penelitian

deskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk mengidentifikasi profil dan potensi

responden untuk pengembangan model entrepreneur bagi perempuan muda dari

RT miskin di Sumatera Barat, mekanismenya dapat lilihat pada gambar 3 berikut:

25

Page 26: lapstragkurev

Gambar 4.1. Kerangka Model Identifikasi Entreprenurhip Perempuan Muda dalam RT Miskin

.

Identifikasi Karakteristik dan Potensi Entreprneur Perampuan muda dari RT miskin di Sumatera Barat

Karakteristik Daerah Kota/desa Dataran tinggi/dataran

rendah

Karakterisitk/Kriteria Dasar Entrepeneur:

Individu Keluarga Lingkungan

/Masyarakat

Tidak MemilikiPotensi

MemilikiPotensi

Implementasi Model Scalling –Up

Belum ada usaha

Sudah ada usaha

26

Page 27: lapstragkurev

Untuk mendapatkan profil dan peta potensi perempuan muda dari rumah

tangga miskin yang terpilih sebagai responden dalam penelitian ini akan

digunakan teknis analisa statistik deskriptif kuantitatif dimana dari hasil data

lapangan yang menggunakan kuiseioner akan diidentifikasikan karakteristik

responden, individu maupun rumah tangga dari mana responden berada,

selanjutnya berdasarkan tingkat entrepreneurship dan minat usaha yang mereka

miliki, responden dibagi menjadi dua kelompok yaitu mereka yang memiliki

potensi untuk pengembangan usaha dan kelompok yang tidak memiliki potensi

untuk dikembangkan

Dari kelompok responden yang memiliki entrepreneurship dan minat

usaha atau kelompok yang berpotensi untuk dikembangkan selanjutnya akan

dibagi lagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang sudah memiliki usaha

dan kelompok yang belum memiliki usaha. Pengamatan lebih mendalam akan

dilakukan kepada mereka yang memiliki jiwa entrepreneur dan minat untuk

melakukan usaha. Kegiatan ini akan dilakukan pada tahun kedua dari penelitian ini

Adapun peralatan statistik yang digunakan untuk mendeskripsikan hasil

studi lapangan ini adalah distribusi frekuensi dan cross tabulasi. Dari pengolahan

data ini akan terlihat karakteristik individu, daerah maupun potensi entrepreneur

perempuan muda dari RT miskin di Sumatera Barat.

27

Page 28: lapstragkurev

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian.

Gambaran umum daerah penelitian dalam hal ini adalah provinsi

Sumatera Barat, gambaran umum akan dilihat dari kondisi ekonomi dan penduduk.

5.1.1. Gambaran Umum Kondisi Ekonomi

Gambaran umum kondisi ekonomi provinsi Sumatera Barat dilihat dari

perkembangan PDRB, pertumbuhan ekonomi dan struktur perekonomian.

a) Perkembangan PDRB Sumatera Barat

PDRB Sumatera Barat selama lima tahun terakhir yakni tahun 2003-

2007 menunjukkan perkembangan yang positif, baik dilihat berdasarkan harga

berlaku maupun berdasarkan harga konstan. Hal ini menunjukkan bahwa

perkembangan ekonomi di wilayah ini juga berkembang dengan baik. Tabel 5.1.

berikut ini memperlihatkan perkembangan PDRB Sumatera Barat selama lima

tahun terakhir, yang disajikan berdasarkan harga berlaku dan harga konstan

tahun 2000.

Tabel 5.1.PDRB Provinsi Sumatera Barat Tahun 2003-2007

28

Page 29: lapstragkurev

Keterangan 2003 2004 2005 2006 2007PDRB ADHB(Rp. Juta)

33.130.682,95 37.358.645,93

44.674.569,24 53.029.588,10 59.799.045,30

PDRB ADHK 2000(Rp. Juta)

26.146.781,64 27.578.136,56

29.159.480,53 30.949.945,10 32.912.298,59

PDRB PERKAPITA ADHB (Rp)

7.486.417,27 8.237.013,65 9.783.910,75 11.448.153,71 12.729.267,84

PDRB PERKAPITA ADHK 2000 (Rp)

5.908.291,05 6.080.559,98 6.386.043.,78 6.681.547,82 7.006.098,35

Sumber: Sumatera Barat Dalam Angka 2007/2008

Pada dasarnya kondisi dan perkembangan ekonomi suatu provinsi

tidak dapat dilepaskan dari kondisi dan perkembangan ekonomi daerah kota dan

kabupaten di wilayah tersebut, demikian juga halnya dengan provinsi Sumatera

Barat. Peran perekonomi daerah terhadap perekonomian provinsi dapat dilihat

dari kontribusi PDRB daerah kota dan Kabupaten terhadap PDRB Provinsi.

Untuk Sumatera Barat, kota Padang sebagai ibu kota Provinsi dan pusat

perdagangan memperlihatkan peran yang dominan dalam perkembangan

perekonomian Sumatera Barat dibandingkan dengan 18 kota dan kabupaten

lainnya di Sumatera Barat.

Tabel. 5.2.Kontribusi PDRB Kabupaten Kota Menurut Harga Berlaku

di Sumatera Barat Tahun 2006-2007 (%)Peringka

t

Kabupaten/Kota 2006 2007

1. Kota Padang 29,78 29,57

2. Kabupaten Agam 7,64 7,60

3. Kabupaten Padang Pariaman 7,58 7,46

4. Kabupaten 50 Kota 7,11 7,15

5. Kabupaten Pasaman Barat 6,83 7,01

29

Page 30: lapstragkurev

6. Kabupaten Tanah Datar 6,61 6,49

7. Kabupaten Solok 5,63 5,82

8. Kabupaten Pesisir Selatan 5,17 5,25

9. Kabupaten Pasaman 3,66 3,80

10. Kabupaten Sijunjung 3,54 3,51

11. Kabupaten Damasraya 2,95 3,04

12. Kota Bukittinggi 2,47 2,44

13. Kota Payakumbuh 2,21 2,18

14. Kota Pariaman 1,99 1,92

15. Kabupaten Solok Selatan 1,59 1,57

16. Kabupaten Kepulauan Mentawai 1,55 1,55

17. Kota Solok 1,32 1,29

18. Kota Sawah Lunto 1,32 1,27

19. Kota Padang Panjang 1,07 1,06

Sumber: PDRB Sumatera Barat, BPS, 2003-2007

Dari tabel di atas dapat lihat bahwa kabupaten dan kota yang mampu

meningkatkan perannya terhadap perekonomian provinsi pada tahun 2007

dibandingkan tahun 2006 adalah Kabupaten Solok, Kabupaten Pesisir Selatan,

Kabupaten Pasaman dan Kabupaten Damasraya.

b) Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat

Secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat selama

lima tahun terakhir menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu, dimana

pertumbuhan ekonomi pada tahun 2003 adalah 5,26% dan pada tahun 2007

adalah 6,34%.

Tabel 5.3.

30

Page 31: lapstragkurev

Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota dan PDRB Perkapita Kabupaten/Kota ADHB Tahun 2007

Kabupaten/Kota Laju Pertummbuhan Ekonomi

(%)

PRDB Perkapita ADHB(Rp juta)

Kabupaten1. Kepulauan Mentawai2. Pesisir Selatan3. Solok 4. Sijunjung5. Tanah Datar6. Padang Pariaman7. Agam8. 50 Kota9. Pasaman10. Solok Selatan11. Dharmasraya12. Pasaman Barat

4,415,316,245,616,056,116,376,365,926,086,476,41

13,587,079,7310,4311,3811,4010,4212,748,837,0710,1812,56

Kota1. Padang2. Solok3. Sawah Lunto4. Padang Panjang5. Bukittinggi6. Payakumbuh7. Pariaman

6,146,352,016,386,496,375,36

20,7213,2513,8911,9713,7712,1915,97

Provinsi Sumatera Barat 6,34 12,73Sumber: PDRB Sumatera Barat, BPS, 2003-2007

Pada tahun 2007 daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi paling

tinggi adalah kota Bukittinggi dengan angka pertumbuhan 6,47% sedangkan

daerah dengan pertumbuhan ekonomi paling rendah adalah kota Sawah Lunto

yaitu sebesar 2,01%. Kondisi ini memperlihatkan adanya perbedaan potensi

ekonomi yang dimiliki oleh setiap daerah.

Selanjutnya jika dilihat dari angka PDRB perkapita berdasarkan harga

berlaku pada tahun 2007, maka daerah yang memiliki PDRB perkapita paling

31

Page 32: lapstragkurev

tinggi adalah kota Pariaman yakni Rp 15,97 juta dan yang paling rendah

adalah kabupaten Pesisir Selatan dan kabupaten Solok Selatan yang memiliki

angka PDRB perkapita sama yaitu Rp 7,07 juta, sedangkan PDRB perkapita

Provinsi pada tahun yang sama adalah Rp 12,73 juta. Disini tampak suatu

kondisi yang kontradiktif, di satu sisi kota Pariaman yang mempunyai PDRB

perkapita paling tinggi dan si sisi lain kota Pariaman juga mempunyai

persentase penduduk miskin terbesar di kawasan perkotaan di wilayah

propinsi Sumatera Barat.

Tabel 5.4.Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB Perkapita ADHB

Kabupaten/Kota terhadap Provinsi Sumatera Barat Tahun 2007Indikator

PerbandinganLaju Pertumbuhan Ekonomi

Lebih Tinggi Laju Pertumbuhan

Ekonomi Lebih RendahPDRB Perkapita

Lebih Tinggi Kab. Lima Puluh KotaKab. Pasaman BaratKota SolokKota Bukittinggi

Kab. Kepulauan MentawaiKota PadangKota Sawah LuntoKota Pariaman

PDRB Perkapita Lebih Rendah

Kab AgamKab DharmasrayaKota Padang PanjangKota Payakumbuh

Kab Pesisir SelatanKab SolokKab SijunjungKab Tanah DatarKab Padang PariamanKab PasamanKab Solok Selatan

Sumber: PDRB Sumatera Barat, BPS, 2003-2007

Laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB perkapita merupakan indikator

pembangunan ekonomi suatu daerah, dimana kedua indikator ini memberikan

gambaran peningkatan kapasitas produksi daerah dan kondisi rata-rata

ekonomi masyarakat setempat. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ada

daerah yang mampu mencapai pertumbuhan ekonomi diatas pertumbuhan

32

Page 33: lapstragkurev

ekonomi Provinsi tetapi PDRB perkapitanya ternyata lebih rendah dari pada

PDRB perkapita propinsi, hal ini menginsyaratkan besarnya jumlah penduduk

daerah yang bersangkutan, dengan produktivitas yang masih relatif rendah.

Sebaliknya ada daerah yang memiliki PDRB perkapita lebih rendah dari pada

provinsi tapi mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari pada

provinsi, hal ini menggambarkan peningkatan kapasitas ekonomi daerah yang

bersangkutan.

c) Struktur Perekonomian Sumatera Barat

Struktur perekonomian Sumatera Barat sampai dengan tahun 2007

masih didominasi oleh lapangan usaha pertanian, dengan kontribusi sebesar

24,67%, di urutan kedua adalah lapangan usaha perdagangan, hotel dan

restoran dengan nilai konbtribusi sebesar 17,43% yang diikuti oleh lapangan

usaha Jasa-jasa dan Pengangkutan & komunikasi dimana nilai kontribusi

masing-masing adalah 15,64% dan 15,07%.

Lapangan usaha industry pengolahan menempati urutan ke lima

dengan nilai kontribusi adalah 12,01%. Sedangkan lapangan usaha ekonomi

yang yang memiliki kontribusi paling rendah adalah pertambangan &

penggalian dan Bank & lembaga Keuangan Lain dimana nilai kontribusi

masing-masing adalah 3,44% dan 4,96%.

Tabel 5.5.Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat menurut Kelompok Kontribusi

Lapangan Usaha Pertanian Tahun 2007

33

Page 34: lapstragkurev

Nilai Kontribusi

(%)Kabupaten/Kota Jumlah

0,00-9,99 Kota Padang, Kota Solok, Kota Sawah Lunto, Kota Bukittinggi

4

10,00-29,99 Kab Sijunjung, Kab Padang Pariaman, Kota Padang Panjang, Kota Payakumbuh, dan Kota Pariaman

5

30,00-39,99 Kab Pesisir Selatan, Kab Tanah Datar, Kab 50 Kota, Kab Solok Selatan, Kab Dharmasraya dan Kab Pasaman Barat

6

> 40 Kab Kepulauan Mentawai, Kab Solok, Kab Agam, dan Kab Pasaman

4

Jumlah Daerah Kab/Kota 19Sumber: PDRB Sumatera Barat, BPS, 2003-2007.

Jika dilihat dari PDRB Kabupaten/Kota, tampak dengan jelas bahwa

ketergantungan pada lapangan usaha pertanian mendominasi perekonomian di

seluruh kabupaten dengan kontribusi berkisar antara 25%-55%. Sedangkan

untuk daerah Kota, peran sektor pertanian sangat bervariasi, antara 2% -

28,51%. Ada 3 daerah kota yang mempunyai kontribusi pertanian di atas 10%

yakni; Kota Padang Panjang sebesar 10,45%, kota Payakumbuh 10,64% dan

kota Pariaman sebesar 28,51%. Sedangkan kota-kota lainnya memiliki

kontribusi lapangan usaha pertanian kurang dari 10%.

5.1.2. Gambaran Umum Kondisi Penduduk

a) Jumlah dan Penyebaran Penduduk.

Jumlah penduduk Sumatera Barat pada tahun 2007 berdasarkan data

BPS adalah 4,69 juta jiwa, dengan rasio jenis kelamin 96,9, nilai ini

memperlihatkan bahwa jumlah penduduk perempuan lebih besar dari pada

penduduk laki-laki. Jumlah penduduk terbanyak ada di kota Padang yaitu

sebesar 838.190 jiwa sedangkan daerah yang memiliki tingkat kepadatan

34

Page 35: lapstragkurev

penduduk tertinggi adalah kota Bukittinggi dengan tingkat kepadatan 4.132,33

jiwa/km2. Tabel di bawah ini memperlihatkan jumlah penduduk, tingkat

kepadatan dan rasio jenis kelamin di seluruh kabupaten/kota di Provinsi

Sumatera Barat pada tahun 2007.

Tabel 5.6.Jumlah Penduduk, Kepadatan Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2007

Kabupaten/KotaJumlah

Penduduk(000 orang)

Kepadatan Penduduk (Org/Km2)

Rasio Jenis Kelamin

Kabupaten1. Kepulauan Mentawai2. Pesisir Selatan3. Solok 4. Sijunjung5. Tanah Datar6. Padang Pariaman7. Agam8. 50 Kota9. Pasaman10. Solok Selatan11. Dharmasraya12. Pasaman Barat

67,22435,96351,52197,61335,54384,54428,35329,52253,15130,36175,57327,79

117594632512891929857395997

111,497,0100,997,691,986,899,499,296,698,6103,5102,7

Kota1. Padang2. Solok3. Sawah Lunto4. Padang Panjang5. Bukittinggi6. Payakumbuh7. Pariaman

838,1957,1253,9152,02104,28105,0570,50

1206991197

2.2624.1311.306961

94,1104,196,190,897,0107,990,7

Total/Provinsi 4.697,76 111 96,9Sumber: Sumbar Dalam Angka 2007/2008.

b) Kondisi Angkatan Kerja dan Lapangan Usaha

35

Page 36: lapstragkurev

Jumlah angkatan kerja Sumatera Barat pada tahun 2007 adalah 2,11

juta jiwa, mencapai 44,84% dari seluruh penduduk, dimana 1,89 juta atau

58,57% diantaranya adalah bekerja, sedangkan sisanya merupakan

pengangguran, yakni sebesar 6,74%.

Tabel 5.7Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Jenis Kegiatan

Dan Jenis Kelamin Tahun 2007

Jenis Kegiatan Seminggu yang Lalu

Jenis Kelamin

Jumlah %Laki-Laki Perempuan

Jumlah % Jumlah %

1. Angkatan Kerja a. Bekerjab. Pengang-

guran

1.277.3091.161.310115.999

81,6674,257,42

829.402728.096101.306

49,9243,826,10

2.106.7111.889.406217.305

65,3158,576,74

2. Bukan Angkatan Kerja a. Sekolahb. Mengurus RTc. Lainnya

268.823

160.88022.164103.779

18,34

10,291,426,63

832,222

199.746544.96687.510

50,08

12,0232,805,27

1.119.045

360.626567.130191.289

34,69

11,1817,585,93

3. Jumlah 1.564.132 100,00 1.661.624 100,00 3.225.756 100,00Sumber: Sumbar Dalam Angka 2007/2008.

Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, maka tampak bahwa angkatan

kerja laki-laki yang bekerja jumlahnya lebih besar dari pada angkatan kerja

perempuan yang bekerja, dengan jumlah masing-masingnya adalah 1.161.310

jiwa (74,25%) dan 728.095 jiwa (43,82%). Hal ini memperlihatkan bahwa

tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan juga lebih rendah dari pada

penduduk laki-laki, dimana TPAK penduduk laki-laki adalah 90,92%

sedangkan penduduk perempuan adalah 87,79%. nilai TPAK total untuk

provinsi pada tahun 2007 ini adalah 89,69%.

36

Page 37: lapstragkurev

Selanjutnya, dari penduduk yang tergolong bukan angkatan kerja

karena masih sekolah dapat dilihat bahwa jumlah penduduk laki-laki yang

bersekolah lebih kecil dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan

yang bersekolah dimana jumlah penduduk laki-laki bersekolah adalah 160.880

orang (10,29%), sedangkan penduduk perempuan yang bersekolah adalah

199.746 orang (12,02%). Kondisi ini menggambarkan bahwa pemerintah

perlu mempertimbangkan peningkatan lapangan usaha dan kesempatan usaha

bagi kaum perempuan Sumatera Barat karena jumlahnya yang lebih besar dan

angka partisipasi sekolah yang juga tinggi.

Tabel 5.8Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Tingkat

Pendidikan yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin Tahun 2007Tingkat

PendidikanLaki-Laki Perempuan Jumlah %

Jumlah % Jumlah %1. Tidak/Belum

Pernah Sekolah10.801 0,93 17.272 2,37 28.073 1,49

2. Tidak/Belum Tamat SD

203.852 17,56 150.204 20,63 354.056 18,74

3. Sekolah Dasar 326.619 28,13 195.391 26,84 522.010 27,634. SMTP Umum 261.164 22,47 139.996 19,23 401.160 21,235. SMTP

Kejuruan24.982 2,15 8.957 1,23 33.939 1,80

6. SMTA Umum 188.806 16,26 102.172 14,03 290.978 15,407. SMTA

Kejuruan83.050 7,15 43.274 5,94 126.324 6,69

8. Diploma I/II 8.955 0,77 18.641 2,56 27.596 1,469. Diploma III 16.361 1,41 19.535 2,68 35.896 1,9010. Universitas

(S1)36.720 3,16 32.654 4,48 69.374 3,67

Jumlah 1.161.310 100,00 728.096 100,00 1.889.406 100,00Sumber: Sumbar Dalam Angka 2007/2008.

Dari tabel 5.8 dapat dilihat bahwa jumlah penduduk perempuan yang

tidak sekolah lebih besar dari pada penduduk laki-laki tetapi di sisi lain

37

Page 38: lapstragkurev

ternyata penduduk perempuan yang memiliki pendidikan diploma jumlahnya

lebih besar dari pada jumlah penduduk laki-laki, sedangkan untuk tingkat

pendidikan Universitas perbedaan jumlah berdasarkan jenis kelamin ini tidak

terlalu besar

Jika dilihat berdasarkan lapangan usaha yang ditekuni dalam bekerja

maka tampak bahwa lapangan usaha pertanian masih mendominasi

penyerapan tenaga kerja di Sumatera Barat, dengan angka 47,93% dari jumlah

penduduk bekerja.

Tabel 5.9Jumlah dan Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja

Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Tahun 2007Lapangan Usaha Jumlah %

1. Pertanian, Kehutanan, Perburuan, Perikanan

905.575 47,92908

2. Pertambangan 15.303 0,8099373. Industri Pengolahan 139.972 7,4082544. Listrik, Gas dan Air 564 0,0298515. Bangunan 78.358 4,1472296. Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan 384.094 20,328827. Angkutan, Pergudangan, Komunikasi 122.053 6,4598618. Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan,

Bangunan, Tanah dan Jasa Perusahaan18.895 1,00005

9. Jasa Kemasyarakatan 224.592 11,88691Jumlah 1.889.406 100

Sumber: Sumbar Dalam Angka 2007/2008.

Lapangan usaha lain yang menyerap tenaga kerja cukup tinggi di

Sumatera Barat adalah lapangan usaha perdagangan besar, eceran, rumah

makan, dan hotel yakni sebesar 20,33% dan diikuti oleh lapangan usaha jasa

kemasyarakatan dengantingkat penyerapan 11,89%. Informasi selengkapnya

38

Page 39: lapstragkurev

tentang jumlah dan persentase penduduk yang bekerja berdasarkan lapangan

usaha utamanya, dapat dilihat pada tabel 5.9.

5.1.3. Kondisi Kemiskinan Penduduk

Kondisi umum kemiskinan penduduk Sumatera Barat dapat dilihat

pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.10Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Propinsi Sumatera Barat

Tahun 2005-2007

TahunJumlah Penduduk

Miskin (000 jiwa)

Persentase Penduduk Miskin

(%)

Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln)

2005 482,8 10,89 140.9622006 578,7 12,51 184.2662007 529,2 11,90 180.669

Sumber: SBDA, 2007.

Secara umum, jumlah dan persentase penduduk miskin di Sumatera

Barat telah mengalami peningkatan dari tahun 2006 dibandingkan dengan

tahun 2005, dan mengalami penurunan pada tahun 2007 dibandingkan dengan

tahun 2006, tetapi dengan garis kemiskinan yang juga menurun. Hal ini berarti

bahwa penurunan kemiskinan lebih disebabkan oleh adanya penurunan garis

kemiskinan, bukan karena adanya peningkatan pendapatan penduduk miskin.

Data kemiskinan terakhir menurut “Berita Resmi Statistik” tahun 2008

dapat dilihat pada tabel 5.11 di bawah ini.

39

Page 40: lapstragkurev

Tabel 5.11Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin

pada Maret 2007- Maret 2008

Menurut Daerah

Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln)Jumlah

penduduk miskin

%

penduduk miskinMakanan Non Makanan Total

Daerah Perkotaan

Maret 2007 154 574 59 369 213 942 149 200 9,78

Maret 2008 164 181 62 161 226 343 127 300 8,30

Daerah Pedesaan

Maret 2007 133 893 29 408 163 301 380 100 13,01

Maret 2008 146 484 33 271 179 755 349 900 11,91

Daerah Kota + Desa

Maret 2007 140 986 39 683 180 669 529 300 11,90

Maret 2008 152 554 43 179 195 733 477 200 10,67

Sumber : Diolah dari data Susenas, BRS 2008.

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa telah terjadi penurunan dalam

jumlah dan persentase penduduk miskin di Sumatera Barat dalam kurun

waktu Maret 2007-Maret 2008, dimana jumlah penduduk miskin lebih banyak

di daerah pedesaan dari pada perkotaan.

Selama periode Maret 2007 ke Maret 2008 garis kemiskinan naik

sebesar 8,34 % yaitu dari Rp. 180 669,- per kapita per bulan menjadi Rp. 195

733,- per kapita per bulan. Jika dilihat menurut komponen pembentuk Garis

Kemiskinan (GK) maka tampak bahwa garis kemiskinan makanan (GKM)

memiliki kontribusi yang jauh lebih besar dibandingkan garis kemiskinan non

makanan (GKNM). Pada Maret 2007 kontribusi GKM untuk membentuk GK

sebesar 78% dan angka tersebut relatif stabil pada kondisi Maret 2008.

40

Page 41: lapstragkurev

Jika dilihat menurut daerah perkotaan dan pedesaan maka GK daerah

perkotaan lebih tinggi dibandingkan daerah pedesaan. GK daerah perkotaan

pada Maret 2008 sebesar Rp. 226 343,- per kapita per bulan sedangkan GK

pedesaan sebesar Rp. 179 755,- per kapita per bulan. Namun jika diperhatikan

persentase peningkatannya maka GK pedesaan meningkat lebih besar

dibandingkan perkotaan. Selama satu tahun pada periode Maret 2007 – Maret

2008 GK daerah pedesaan meningkat sekitar 10 persen sedangkan GK

perkotaan hanya meningkat 5,80 persen.

Untuk jumlah penduduk miskin berdasarkan Kabupaten/Kota dapat

dilihat pada tabel 5.12 di bawah ini. Jumlah penduduk miskin terbanyak untuk

daerah kabupaten adalah di daerah Padang Pariaman yaitu sebanyak 181.897

orang, sedangkan jika dilihat dari persentase penduduk miskin maka daerah

yang memiliki persentase penduduk miskin paling tinggi adalah kabupaten

Pasaman. Sedangkan untuk kawasan perkotaan daerah yang mempunyai

jumlah penduduk miskin terbanyak adalah Padang yaitu sebanyak 289.273

jiwa. Adapun daerah yang memiliki persentase penduduk miskin tertinggi

adalah kota Pariaman dengan nilai 7,86%.

41

Page 42: lapstragkurev

Tabel 5.12.Jumlah Penduduk Miskin Sumatera Barat Menurut Kabupaten/Kota

Tahun 2006

Kabupaten/Kota

Jumlah Penduduk

Miskin (000)

% Penduduk Miskin

P1 P2 Garis Kemiskinan

(Rp/Kap/Bln)

KABUPATEN

1. MENTAWAI11,1 16,87

2,68

0,56 117995

2. PESISIR SELATAN63,3 14,76

1,86

0,88 163190

3. SOLOK62,3 17,98

3,01

0,75 168466

4. SAWAH LUNTO SJJG30,7 15,96

2,61

0,71 169586

5. TANAH DATAR25,4 7,61

1,16

0,29 172040

6. PADANG PARIAMAN66,5 17,45

2,80

0,75 181897

7. AGAM59,4 13,98

2,62

0,74 179987

8. LIMA PULUH KOTA52,9 16,19

2,63

0,72 181008

9. PASAMAN45,6 18,34

2,94

0,87 178484

10. SOLOK SELATAN22,7 17,69

2,61

0,60 168465

11. DAMASRAYA25,4 14,95

2,67

0,74 169588

12. PASAMAN BARAT45,5 14,12

1,99

0,45 178484

KOTA

1. PADANG43,1 5,15

0,69

0,16 289273

2. SOLOK2,7 4,85

0,81

0,22 168735

42

Page 43: lapstragkurev

3. SAWAH LUNTO2,5 2,86

0,40

0,11 146858

4. PADANG PANJANG2,9 4,94

0,68

0,15 213032

5. BUKITTINGGI5,9 5,12

0,81

0,21 208161

6. PAYAKUMBUH5,3 7,83

1,08

0,22 229508

7. PARIAMAN5,5 7,86

1,42

0,26 164263

SUMATERA BARAT578,7 12,91

2,04

0,54 184266

Sumber: BRS, BPS, 2008.

Selanjutnya, pada tabel 5.13. dapat dilihat Indeks Kedalaman Kemiskinan

(P1), dimana ternyata telah terjadi penurunan dari 1,84 pada tahun 2007

menjadi 1,60 pada tahun 2008. Penurunan P1 berarti terjadi perbaikan secara

rata-rata pada kesenjangan antara standar hidup penduduk miskin dibandingkan

dengan garis kemiskinan. Dilihat secara wilayah, maka penurunan Indeks

Kedalaman Kemiskinan tersebut hanya terjadi pada wilayah pedesaan,

sedangkan pada wilayah perkotaan Indeks Kedalaman Kemiskinan lebih besar

dibandingkan tahun 2007.

Tabel 5.13.Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

Maret 2007 – Maret 2008

Tahun Kota Desa Kota + Desa

P1 Maret 2007 1.35 2.10 1.84 Maret 2008 1.46 1.68 1.60 P2 Maret 2007 0.30 0.52 0.44 Maret 2008 0.32 0.43 0.39

43

Page 44: lapstragkurev

Sumber: BRS, BPS, 2008.

Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) pada tahun 2008 adalah 0,39, turun

sebesar 0,05 dari tahun 2007 yakni sebesar 0,44. Hal ini berarti secara umum

terjadi penurunan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin. Sedangkan jika

dilihat menurut wilayah perkotaan / pedesaan, ketimpangan tersebut hanya turun

di daerah pedesaan, sedangkan pada daerah perkotaan ketimpangan tersebut lebih

besar pada tahun 2008.

Penurunan baik pada P1 maupun P2 pada tingkat provinsi adalah hasil dari

penurunan P1 dan P2 di wilayah pedesaan, sedangkan di perkotaan P1 dan P2

mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa upaya penanggulangan

kemiskinan memberikan hasil yang lebih baik seraca relatif di kawasan pedesaan

dibandingkan dengan kawasan perkotaan.

Selanjutnya, jika dilihat dari kondisi masalah kesejahteraan sosial

masyarakat, tampak bahwa potensi terjadinya kemiskinan masih cukup besar di

provinsi Sumatera Barat, sebagaimana terlihat pada tabel 5.14 berikut;

Tabel 5.14Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial di Sumatera Barat Tahun 2005-2007

(orang)

TahunAnak

Terlantar

Wanita Rawan Sosial

Penyandang Cacat

Lanjut Usia

Keluarga Fakir Miskin

Total

2005(%)

55.848(16,74)

30.359(9,10)

13.716(4,11)

22.859(6,85)

210.808(63,19)

333.590(100)

2006(%)

44.311(11,91)

28.995(7,79)

16.322(4,39)

74.304(19,96)

208.250(55,95)

372.182(100)

2007 80.765 29.386 17.687 45.408 181.359 354.605

44

Page 45: lapstragkurev

(%) (22,77) (8,29) (4,99) (12,81) (51,14) (100)Sumber: SBDA 2007, diolah.

Wanita rawan sosial menenpati urutan ketiga penyandang masalah

kesejahteraan sosial masyarakat, hal ini memperlihatkan bahwa kaum

perempuan rentan untuk menderita masalah sosial kemasyarakatan, oleh sebab

itu perlu diupayakan agar kaum perempuan ini memiliki kemampuan untuk

mandiri baik secara ekonomi maupun sosial. Masalah jumlah keluarga fakir

miskin dan anak terlantar merupakan penyandang masalah kesejahteraan

sosial masyarakat yang berada pada peringkat pertama dan kedua, dimana

keduanya juga tidak bisa terlepas dari kondisi kaum perempuan sebagai ibu

dan anggota keluarga miskin yang bersangkutan.

5.2. Profil Kepala RT Miskin

Profil Kepala RT Miskin dilihat dari dimensi umur, jenis kelamin,

pendidikan dan pendapatan serta jumlah anggota rumah tangga yang menjadi

tanggungjawabnya.

Tabel 5.15Profil Kepala RT Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin

Umur Kepala RT

Jenis Kelamin Kepala RTTotal %

Pria % Wanita %

< 30 Tahun34 17,00 1 0,50 35 17,50

30 - 39 Tahun 39 19,50 7 3,50 46 23,0040 - 49 Tahun 36 18,00 10 5,00 46 23,0050 - 59 Tahun 38 19,00 15 7,50 53 26,50

> 60 Tahun 18 9,00 2 1,0 20 10,00Total 165 82,50 35 17,50 200 100,00

Sumber: Data Lapangan, diolah, 2009

45

Page 46: lapstragkurev

Dari tabel di atas tampak bahwa 82,50% kepala RT miskin adalah pria

dan 17,50% kepala RT miskin adalah wanita. Jika dilihat dari umur maka

tampak bahwa mayoritas umur kepala RT miskin adalah dibawah 60 tahun,

yaitu sebanyak 90%. Hal ini memperlihatkan bahwa secara ekonomi kepala RT

miskin masih tergolong usia produktif yang memiliki potensi untuk

memperoleh pendapatan.

Tabel 5.16 memperlihatkan kondisi kepala RT miskin berdasarkan

kelaompok umur dan tingkat pendapatan/bulan yang diperoleh dari pekerjaan

yang mereka tekuni. Dari tabel tersebut tampak bahwa 83,50% kepala RT

miskin hanya mempunyai pendapatan kurang dari Rp 1.000.000,-/bulan. Hanya

2% saja yang memiliki pendapatan lebih dari Rp2.000.000,-/bulan. Kondisi ini

jelas sangat menyulitkan mereka untuk mampu memenuhi kebutuhan keluarga,

hal ini dapat dilihat pada jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan

mereka.

Tabel 5.16Profil Kepala RT Berdasarkan Kelompok Umur dan Pendapatan (%)

Umur Kepala RT

Pendapatan/bulan Kepala RT (Rp)

Total < 500.000

500.000 - . 1.000.000

1.000.000- 1.500.000

1. 500.000 -. 2.000.000 > 2. 000.000

< 30 Tahun 7,00 8,50 0,50 1,00 0,50 17,5030 - 39 Tahun 11,50 6,50 2,50 2,50 0,00 23,0040 - 49 Tahun 9,00 10,00 1,50 2,00 0,50 23,0050 - 59 Tahun 12,00 11,00 2,00 1,50 0,00 26,50

> 60 Tahun 5,00 3,00 0,50 0,50 1,00 10,00Total (%) 44,50 39,00 7,00 7,50 2,00 100,00

Sumber: Data Lapangan, diolah, 2009

Jika diperhatikan umur kepala RT miskin yang berusia kurang dari 60

tahun maka tampak bahwa 39,50% mempunyai pendapatan kurang dari Rp

46

Page 47: lapstragkurev

500.000,- kondisi ini menunjukan bahwa meskipun usia produktif tetapi mereka

tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup secara baik.

Tabel 5.17Profil Kepala RT Berdasarkan Pekerjaan Utama dan Pendapatan (%)Jenis

Pekerjaan Utama Kepala

RT

Pendapatan/bulan Kepala RT

Total

<. 500.000

. 500.000 -. 1.000.000

1.000.000 - 1.500.000

1.500.000 - 2.000.000 > 2. 000.000

Pertanian 33,00 18,50 1,00 1,50 0,50 54,50Peternakan 2,00 0,50 0,00 0,00 0,00 2,50Perikanan 1,00 0,50 0,00 0,00 0,00 1,50Kerajinan 1,50 1,00 0,50 0,00 0,00 3,00Industri Kecil 1,50 3,00 0,50 0,50 0,00 5,50Perdagangan 1,50 7,00 1,50 1,50 1,50 13,00Lainnya 4,00 8,50 3,50 4,00 0,00 20,00Total (%) 44,50 39,00 7,00 7,50 2,00 100,00

Sumber: Data Lapangan, diolah, 2009

Jika dilihat dari lapangan usaha atau jenis pekerjaan kepala RT miskin,

terlihat bahwa 58,50% RTM miskin menggantungkan hidup pada lapangan

usaha pertanian (pertanian, peternakan, perikanan). Kondisi ini memperlihatkan

bahwa kemiskinan lebih banyak terjadi di kawasan pedesaan, hal ini sesuai

dengan data awal tentang kemiskinan Sumatera Barat yang telah disajikan pada

bagaian terdahulu.

Berdasarkan jumlah anggota Rumah Tangga Miskin (RTM), tampak

bahwa 52% memili jumlah anggota keluarga kurang dari 5 (lima) orang, dan

47% mempunyai anggota keluarga 5-10 orang, hanya 1% yang memiliki

anggota keluarga lebih dari 10 orang. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum

tanggungan keluarga kepala RTM masih besar, karena dengan konsep KB

(Keluarga Berencana), jumlah keluarga ideal adalah 4 orang.

Tabel 5.18

47

Page 48: lapstragkurev

Profil Kepala RT Berdasarkan Jenis Kelamin dan Jumlah Anggota RT (%)

Jenis Kelamin Kepala RT

Jumlah Anggota RT (Orang)Total

%

< 5 % 5 - 10 % > 10 %

Pria 80 40 83 41,5 2 1 165 82,5Wanita 24 12 11 5,5 0 0 35 17,5Total 104 52 94 47 2 1 200 100

Sumber: Data Lapangan, diolah, 2009

Dari tabel 5.18 tampak bahwa 26,5% kepala RTM yang berpendapatan

kurang dari Rp 500.00,- mempunyai jumlah anggota keluarga kurang dari lima

orang dan 18% mempunyai tanggungan keluarga 5-10 orang. Hal ini

memperlihatkan beratnya beban ekonomi yang harus ditanggung oleh kepala

RTM miskin. Selanjutnya, ada 1% yang memiliki pendapatan lebih besar dari

Rp 2 juta, hal ini memperlihatkan disamping masalah kemiskinan juga ada

masalah ketimpangan dalam distribusi pendapatan dikalangan RT miskin di

wilayah Sumatera Barat.

Tabel 5.19Profil Kepala RT Berdasarkan Pendapatan dan Jumlah Anggota RT (%)

Pendapatan/bulan Kepala RT (Rp) Jumlah Anggota RT (Orang) Total < 5 5 - 10 > 10

< Rp. 500.000 26,50 18,00 0,00 44,50Rp. 500.000 - Rp. 1.000.000 18,00 21,00 0,00 39,00Rp. 1.000.000 - Rp. 1.500.000 2,50 4,50 0,00 7,0Rp. 1. 500.000 - Rp. 2.000.000 4,00 2,50 1,00 7,50> Rp. 2. 000.000 1,00 1,00 0,00 2,00Total (%) 52,00 47,00 1,00 100,00

Sumber: Data Lapangan, diolah, 2009

Besarnya tanggungan anggota keluarga yang dihadapi oleh kepala

RTM akan dapat diatasi dengan memberdayakan anggota keluarga untuk

melakukan aktivitas ekonomi produktif, terutama bagi anggota keluarga yang

tergolong perempuan muda, hal ini akan sangat membantu dalam upaya

48

Page 49: lapstragkurev

pengentasan kemiskinan RTM yang bersangkutan, yang pada gilirannya akan

memdorong upaya pengentasan kemiskinan di Sumatera Barat.

5.3. Profil Individu Perempuan Muda dari RT Miskin

Bagian ini merupakan bagian terpenting dari studi ini, karena pada

bagian inilah profil dan potensi perempuan muda dari RTM akan diketahui.

a) Status Keluarga dan Perkawinan

Dari hasil studi diperoleh bahwa ada 39% perempuan muda yang

berstatus istri, bahkan 1 % telah menjadi kepala RT, hal ini memperlihatkan

bahwa masih adanya perempuan yang kawin dalam usia muda di wilayah

Sumatera Barat. Selanjutnya 57% dari perempuan muda merupakan anak dari

RTM dan sisanya adalah menantu dan family.

Tabel 5.20Profil Perempuan Muda Berdasarkan Status Dalam Keluarga

dan Kelompok Umur (%)Status Dalam

Keluarga

Umur Responden (Tahun)Total

15 - 20 21 - 25 26 - 30 Kepala rumah tangga 0 0 1,0 1,0Istri 1,5 12 25,5 39Anak 30,5 18 8,5 57Menantu 0 0,5 0 0,5Famili 1,5 0,5 0 2,0Lainnya 0,5 0 0 0,5Total (%) 34 31 35 100

Sumber: Data Lapangan, diolah, 2009

Berdasarkan status perkawinan tampak bahwa 53% belum kawin, 44%

sudah kawin sedangkan 3% berstatus janda, kondisi ini mendukung fakta

bahwa masih terjadi perkawinan dalam usia muda di Sumatera Barat. Fakta ini

49

Page 50: lapstragkurev

didukung juga oleh data dimana hanya 5,5% perempuan muda dari RTM yang

belum menikah pada usia 26-30 tahun.

Tabel 5.21Profil Perempuan Muda Berdasarkan Status Perkawinan

dan Kelompok Umur (%)Kelompok Umur

Responden(Tahun)

Status PerkawinanTotal

Kawin Belum Kawin Janda

15 - 20 2,0 31,5 0,5 3421 - 25 14,5 16,0 0,5 3126 - 30 27,5 5,5 2,0 35

Total (%) 44 53 3 100Sumber: Data Lapangan, diolah, 2009

b) Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan variabel sosial yang sangat erat kaitannya

dengan aktivitas ekonomi. Dari sisi pandang ekonomi pendidikan adalah

investasi sumber daya manusia yang hasilnya sangat beragam, sangat

tergantung kepada individu yang bersangkkutan dan dipengaruhi pula oleh

lingkungan dimana individu berada.

Tabel 5.22Profil Perempuan Muda Berdasarkan Status Perkawinan

dan Tingkat Pendidikan (%)

Tingkat Pendidikan Status Perkawinan Total Kawin Belum Kawin Janda

Tdk pernah sekolah 0 0,5 0,5 1Tdk tamat SD 1,0 4,0 0 5Tamat SD 12,0 7,5 1,0 20,5Tamat SLTP 17,5 16,5 0,5 34,5Tamat SLTA 13,0 23,5 1,0 37,5Tamat Akd/Diploma 0,5 0,5 0 1Tamat S1 0 0,5 0 0,5Total (%) 44 53 3 100

Sumber: Data Lapangan, diolah, 2009

50

Page 51: lapstragkurev

Dari tabel 5.20 dapat dilihat bahwa 6% perempuan muda dari RTM

tidak tamat SD, 55% berpendidikan SLTP ke bawah, 37,5% berpendidikan

SLTA, dan hanya 1,5% yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi. Hal

ini menunjukkan bahwa secara umum pendidikan perempuan muda dari RTM

masih relatif rendah. Hal ini dapat dipahami karena mereka memiliki

keterbatasan untuk membiayai pendidikan terutama ke perguruan tinggi.

Tetapi wajib belajar 9 tahun sudah mencapai 55% pada kalangan RTM

Sumatera Barat.

Jika dilihat dari kelompok umur, tampak bahwa 3% perempuan muda

dari RTM yang tidak tamat SD berumur 15-20 tahun. Usia ini masih tergolong

usia untuk bersekolah di tingkat SMU dan Perguruan Tinggi, tapi karena

kondisi ekonomi mereka tidak mampu bersekolah, bahkan di tingkat SD

sekalipun.

Tabel 5.23Profil Perempuan Muda Berdasarkan Kelompok Umur

dan Tingkat Pendidikan (%)

Tingkat Pendidikan Kelompok Umur (Tahun) Total 15 – 20 21 – 25 26 - 30

Tdk pernah sekolah 0,5 0 0,5 1,0Tdk tamat SD 2,5 1,5 1,0 5,0Tamat SD 6,0 6,5 8,0 20,5Tamat SLTP 12,5 8,5 13,5 34,5Tamat SLTA 12,5 14 11,0 37,5Tamat Akd/Diploma 0 0,5 0,5 1,0Tamat S1 0 0 0,5 0,5Total (%) 34 31 35 100

Sumber: Data Lapangan, diolah, 2009

Selanjutnya, 1,5% perempuan muda yang mencapai pendidikan

sampai Perguruan tinggi adalah mereka yang berumur 21-30 tahun. Dari

51

Page 52: lapstragkurev

kelompok umur 15-20 tahun, mayoritas perempuan muda dari RTM

berpendidikan SLTP dan SLTA, untuk kelompok umur 21-25 tahun paling

banyak berpendidikan SLTA, sedangkan dari kelompok umur 26-30 tahun

paling banyak berpendidikan SLTP

c) Status Pekerjaan dan Pendapatan

Berdasarkan status pekerjaan dapat dilihat bahwa hanya 26% yang

bekerja dan 74% tidak bekerja, hal ini dapat dilihat pada tabel 5.22 berikut.

Tabel 5.24Profil Perempuan Muda Berdasarkan Kelompok Umur

dan Status Pekerjaan (%)Kelompok Umur

Responden(Tahun)

Status PekerjaanTotal

Bekerja Tidak Bekerja15 - 20 6,5 27,5 3421 - 25 6,5 24,5 3126 - 30 13,0 22,0 35

Total (%) 26 74 100Sumber: Data Lapangan, diolah, 2009

Perempuan muda dari RTM yang bekerja paling besar berpendidikan

SLTA , sedangkan yang berpendidikan tinggi hanya 0,5% yang bekerja.

Kondisi ini menggambarkan bahwa perempuan muda dari RTM yang bekerja

adalah pendidikan menengah.

Tabel 5.25Profil Perempuan Muda Berdasarkan Tingkat Pendidikan

dan Status Pekerjaan (%)Tingkat

PendidikanStatus Pekerjaan Total

Bekerja Tidak Bekerja

Tdk pernah sekolah 0,00 1,00 1,00Tdk tamat SD 2,00 3,00 5,00Tamat SD 5,00 15,50 20,50Tamat SLTP 8,00 26,50 34,50Tamat SLTA 10,50 27,00 37,50Tamat Akd/Diploma 0,50 0,50 1,00

52

Page 53: lapstragkurev

Tamat S1 0,00 0,50 0,50Total (%) 26,00 74,00 100,00

Sumber: Data Lapangan, diolah, 2009

Jika dilihat berdasarkan kelompok umur tampak bahwa 25% berada

pada kelompok umur 15-20 tahun, 25% pada kelompok umur 21-26 tahun dan

50% berada di kelompok umur 26-30 tahun. Hal ini memperlihatkan bahwa

jumlah yang bekerja paling banyak pada usia 26-30 tahun, dan ini sejalan

dengan data bahwa mereka yang bekerja 10,5% dari total responden adalah

berpendidikan SLTA.

Berdasarkan lapangan pekerjaan, tampak bahwa perempuan muda dari

RTM paling banyak bekerja di lapangan usaha perdagangan, yaitu sebanyak

32,6% dari jumlah yang bekerja. Hal ini menunjukkan bahwa dengan tingkat

pendidikan menengah dan keterbatasan keterampilan dan keahlian, maka

lapangan usaha ini merupakan pilihan yang terbaik yang bias mereka lakukan.

Tabel 5.26Profil Perempuan Muda Berdasarkan Jenis Pekerjaan

dan Kelompok Umur (%)Jenis

PekerjaanKelompok Umur (Tahun)

Total 15 – 20 21 – 25 26 – 30

Pertanian 1,92 1,92 5,77 9,62Peternakan 0,00 1,92 0,00 1,92Kerajinan 7,69 5,77 5,77 19,23Industri Kecil 3,85 0,00 9,62 13,46Perdagangan 0,00 9,62 23,08 32,69Lainnya 11,54 5,77 5,77 23,08Total (%) 25,00 25,00 50,00 100,00

Sumber: Data Lapangan, diolah, 2009

Pada kelompok umur 15-20 tahun, lebih bayak bekerja dibidang

kerajinan dan bekerja sebagai pekerja/buruh, pada kelompok umur 21-25 dan

53

Page 54: lapstragkurev

kelompok 26-30 tahun lebih banyak di bidang perdagangan. Bidang pekerjaan

ini relatif mudah dikerjakan secara mandiri.

Tabel 5.27Profil Perempuan Muda Berdasarkan Jenis Pekerjaan

dan Tingkat Pendidikan (%)

Jenis Pekerjaan

Tingkat Pendidikan TerakhirTotal

Tdk tamat SD

Tamat SD

Tamat SLTP

Tamat SLTA

Tamat PT

Pertanian 0,00 1,92 7,69 0,00 0,00 9,62Peternakan 0,00 0,00 0,00 1,92 0,00 1,92Kerajinan 0,00 7,69 1,92 9,62 0,00 19,23Industri Kecil 1,92 0,00 3,85 7,69 0,00 13,46Perdagangan 0,00 5,77 15,38 11,54 0,00 32,69Lainnya 5,77 3,85 1,92 9,62 1,92 23,08Total (%) 7,69 19,23 30,77 40,38 1,92 100,00

Sumber: Data Lapangan, diolah, 2009

Berdasarkan tingkat pendidikan, mereka yang tidak tamat SD lebih

banyak bekerja sebagai buruh/pekerja dengan orang lain, sedangkan yang

berpendidikan SD paling banyak bekerja di bidang kerajinan, dan tamata SLTP dan

SLTA bekerja di bidang perdagangan. Hal ini menggambarkan bahwa tingkat

pendidikan mempengaruhi kemampuan individu untuk memilih dan melakukan

pekerjaan. Dari data di atas tampak bahwa perempuan muda dengan tingkat

pendidikan menengah cenderung untuk memilih bekerja mandiri dengan pilihan

usaha perdagangan yang memang sudah menjadi cirri khas penduduk Sumatera Barat

yang memiki jiwa berdagang.

Tabel 5.28Profil Perempuan Muda Berdasarkan Tingkat Pendapatan

dan Tingkat Pendidikan (%)

Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendapatan (Rp)Total

< 500.000

500.000–

1.000.000

1.000.000 –

1.500.000

1. 500.000 –

2.000.000> 2. 000.000

54

Page 55: lapstragkurev

Tdk pernah sekolah 0,00 2,86 0,00 0,00 0,00 2,86Tamat SD 14,29 2,86 0,00 2,86 2,86 22,86Tamat SLTP 14,29 8,57 2,86 2,86 2,86 31,43Tamat SLTA 5,71 20,00 11,43 0,00 2,86 40,00Tamat PT 0,00 0,00 0,00 0,00 2,86 2,86Total (%) 34,29 34,29 14,29 5,71 11,43 100,00

Sumber: Data Lapangan, diolah, 2009

Dari segi pendapatan yang diperoleh , tampak bahwa mayoritas

memiliki pendapatan kurang dari Rp1.500.000,- perbulan, yaitu sebanyak 82,86%.

Berdasarkan tingkat pendidikan, mereka yang tamata SD dan SLTP lebih banyak

berada pada tingkat pendapatan kurang dari Rp 500.000,-/bulan, sedangkan tamat

SLTA memiliki pendapatan Rp 500.000-Rp 1.500.000,-/bulan dan yang

berpendidikan tinggi mampu memiliki pendapatan lebih dari Rp 2.000.000,-/bulan.

Secara umum dapat dilihat bahwa pendidikan memiliki pengaruh positif terhadap

kemampuan individu untuk mendapatkan pekerjaan dan income yang lebih baik.

Tabel 5.29Profil Perempuan Muda Berdasarkan Tingkat Pendapatan

dan Jenis Pekerjaan (%)

Jenis Pekerjaan

Tingkat Pendapatan (Rp)Total

< 500.000

500.000–

1.000.000

1.000.000 –

1.500.000

1. 500.000 –

2.000.000> 2. 000.000

Pertanian 11,43 17,14 2,86 0,00 0,00 31,43Peternakan 2,86 5,71 2,86 0,00 0,00 11,43Kerajinan 2,86 2,86 2,86 2,86 2,86 14,29Industri Kecil 0,00 2,86 2,86 2,86 2,86 11,43Perdagangan 8,57 5,71 2,86 0,00 5,71 22,86Lainnya 8,57 0,00 0,00 0,00 0,00 8,57Total (%) 34,29 34,29 14,29 5,71 11,43 100,00

Sumber: Data Lapangan, diolah, 2009

Berdasarkan jenis pekerjaan, pendapatan paling kecil yakni kurang

dari Rp 1.000.000,- berasal dari mereka yang bekerja di bidang pertanian, untuk

55

Page 56: lapstragkurev

bidang kerajinan dan industry kecil pendapatan yang diterima terdistribusi dengan

persentase yang sama untuk setiap kelompok pendapatan, sedangkan pada bidang

usaha perdagangan terjadi ketimpangan, dimana terdapat 8,57% berpendapatan

kurang dari Rp 500.000,0/bulan dan 5,71% berpendapatan di atas Rp 2.000.000,-

perbulan.

d) Keinginan Bekerja

Dari kelompok perempuan muda yang tidak bekerja yaitu 74% dari

total responden, mayoritas memiliki keinginan untuk bekerja yakni 96,10%

dari mereka menyatakan keinginan untuk bekerja, hanya 3,9% saja yang tidak

berkeinginan untuk bekerja. Hal ini memperlihatkan bahwa perempuan muda

dari RTM ini memiliki keinginan untuk keluar dari linngkaran kemiskinan.

Salah satu upaya mereka adalah dengan mencari pekerjaan.

Tabel 5.30Profil Perempuan Muda Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan

Keinginan Bekerja TotalYa Tidak

Tdk pernah sekolah 1,30 0,00 1,30Tdk tamat SD 3,90 0,00 3,90Tamat SD 20,78 0,65 21,43Tamat SLTP 33,12 3,25 36,36Tamat SLTA 35,71 0,00 35,71Tamat Akd/Diploma 0,65 0,00 0,65Tamat S1 0,65 0,00 0,65

Total (%) 96,10 3,90 100,00 Sumber: Data Lapangan, diolah, 2009

Berdasarkan tingkat pendidikan, mereka yang ingin bekerja mayoritas

berpendidikan menengah yaitu SLTP dan SLTA, kemudian diikuti oleh

tingkat pendidikan SD. Tampak bahwa perempuan muda yang belum bekerja

ini cukup berpendidikan, sehingga ada potensi untuk dikembangkan agar

56

Page 57: lapstragkurev

mampu bekerja mandiri agar mereka memiliki pendapatan dan membantu

keluarga mereka keluar dari garis kemiskinan.

Tabel 5.31Profil Perempuan Muda Berdasarkan Tingkat Pendidikan

dan Bidang Pekerjaan yang Diinginkan (%)

Tingkat Pendidikan

Bidang Pekerjaan Yang DinginkanTotal

Pertanian Peternakan KerajinanIndustri

Kecil Perdagangan Lainnya

Tdk pernah sekolah 0,00 0,00 0,63 0,00 0,63 0,00 1,25Tdk tamat SD 0,00 0,63 1,25 0,63 1,25 0,00 3,75Tamat SD 0,00 1,88 4,38 0,00 14,38 0,00 20,63Tamat SLTP 0,63 0,63 10,00 1,25 22,50 0,63 35,63Tamat SLTA 0,00 2,50 6,88 6,25 20,00 1,25 36,88Tamat Akd/Diploma 0,00 0,00 0,00 0,00 1,25 0,00 1,25Tamat S1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,63 0,63Total (%) 0,63 5,63 23,13 8,13 60,00 2,50 100,00

Sumber: Data Lapangan, diolah, 2009

Jika dilihat dari bidang pekerjaan yang diinginkan tampak bahwa 60%

perempuan muda dari RTM ini memilih untuk bekerja di bidang perdagangan.

Hal ini dapat dipahami karena mereka hanya berpendidikan menengah ke

bawah, bidang pekerjaan ini lebih mudah memperhitungkan kemungkinan

pendapatan yang akan diterima dan dapat dilakukan secara mandiri.

Tabel 5.32Profil Perempuan Muda Berdasarkan Tingkat Pendidikan

dan Kepemilikan Modal Untuk Usaha (%)Tingkat

PendidikanKepemilikan Modal Usaha TotalAda Tidak ada

Tdk pernah sekolah 0,52 0,52 1,04Tdk tamat SD 0,00 5,21 5,21TamatSD 2,08 19,27 21,35Tamat SLTP 4,69 28,65 33,33Tamat SLTA 7,29 30,73 38,02Tamat PT 0,00 1,04 1,04

Total (%) 14,58 85,42 100,00

57

Page 58: lapstragkurev

Sumber: Data Lapangan, diolah, 2009

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, perempuan muda dari RTM

cenderung untuk bekerja mandiri dengan bidang usaha yang paling diminati

adalah bidang perdagangan. Berdasarkan kepemilikan modal, hanya 14,58%

yang memiliki modal untuk berusaha itupun belum mencukupi, dan asset yang

dimilikipun sangat terbatas untuk dapat dijadikan modal usaha. 85,42% dari

perempuan muda ini menyatakan tidak mempunyai modal untuk memulai

usahanya.

Diantara para perempuan muda ini ternyata ada yang pernah menerima

bantuan dana untuk modal yaitu sebanyak 6,35% dari mereka yang saat ini

tidak bekerja. Sedangkan 93,65% menyatakan belum pernah mendapat bantuan

untuk modal usaha.

Tabel 5.33Profil Perempuan Muda Berdasarkan Tingkat Pendidikan

dan Bantuan Modal Untuk Usaha (%)Tingkat

PendidikanMenerima Bantuan Modal Usaha Total

Sudah Pernah Belum Pernah

Tdk pernah sekolah 0,00 1,06 1,06Tdk tamat SD 0,00 5,29 5,29Tamat SD 1,06 20,11 21,16Tamat SLTP 2,12 31,75 33,86Tamat SLTA 3,17 34,39 37,57Tamat PT 0,00 1,06 1,06

Total (%) 6,35 93,65 100,00Sumber: Data Lapangan, diolah, 2009

Berdasarkan kelompok umur tampak bahwa perempuan muda yang

belum bekerja terdistrbusi merata untuk semua kelompok umur dan jika dilihat

dari kebutuhan mereka terhadap besarnya modal untuk usaha, 62,63%

58

Page 59: lapstragkurev

membutuhkan modal sebesar Rp 2.500.000,- Rp 5.000.000,-. Besaran modal

yang cukup untuk memulai usaha perdagangan kecil dimana 60% dari para

perempuan muda ini berkeinginan bekerja di bidang perdagangan. Hanya 7,9%

yang memmbutuhkan modal lebih dari Rp 5.000.000,-.

Tabel 5.34Profil Perempuan Muda Berdasarkan Kelompok Umur

dan Kebutuhan Modal Untuk Usaha (%)Kelompok Umur

Responden(Tahun)

Kebutuhan Modal Usaha (Rp Juta)Total

<2,5 2,5-5,0 5,0-10,0 10,0-50,0

15 - 20 7,37 23,68 1,58 1,58 34,2121 - 25 7,37 21,05 1,58 1,58 31,5826 - 30 14,74 17,89 1,58 0,00 34,21

Total (%) 29,47 62,63 4,74 3,16 100,00Sumber: Data Lapangan, diolah, 2009

e) Bantuan yang Dibutuhkan dan Sumbernya

Untuk dapat memulai suatu usaha, perempuan moda dari RTM di

Sumatera Barat sangat membutuhkan bantuan permodalan hal ini dapat dilihat

dari tabel di bawah ini, dimana 91,71% menyatakan membutuhkan bantuan

permodalan, 4,66% membutuhkan bantuan teknis untuk meningkatkan

keterampilan dan 3,11% membutuhkan bantuan manajerial. Kondisi ini

sejalan dengan bidang usaha yang diminati yakni bidang usaha perdagangan,

dimana untuk bidang usaha ini tidak banyak membutuhkan aspek teknis

dalam hal keterampilan.

Tabel 5.35Profil Perempuan Muda Berdasarkan Kelompok Umur

dan Bantuan yang Dibutuhkan Untuk Usaha (%)Kelompok Umur

Responden(Tahun)

Bantuan yang Paling DibutuhkanTotal

Permodalan Manajerial Teknis Lainnya15 – 20 31,09 1,04 1,55 0,00 33,68

59

Page 60: lapstragkurev

21 – 25 28,50 1,04 1,55 0,00 31,0926 – 30 32,12 1,04 1,55 0,52 35,23

Total (%) 91,71 3,11 4,66 0,52 100,00Sumber: Data Lapangan, diolah, 2009

Selanjutnya, jika dilihat dari sumber bantuan maka tampak bahwa

mayoritas mereka (80%) mengharapkan bantuan dari pemerintah.

Tabel 5.36Profil Perempuan Muda Berdasarkan Kelompok Umur

dan Sumber Bantuan Untuk Usaha (%)Kelompok Umur

Responden(Tahun)

Bantuan yang Paling Dibutuhkan

TotalLembaga pemerintah

Lembaga swasta Keluarga Lainnya

15 - 20 29,00 3,00 3,00 0,00 35,0021 - 25 26,50 2,50 1,50 0,00 30,5026 - 30 26,50 4,50 3,00 0,50 34,50

Total (%) 82,00 10,00 7,50 0,50 100,00Sumber: Data Lapangan, diolah, 2009

Peran lembaga swasta diharapkan oleh 10% dari perempuan muda ini,

terutama perusahaan yang beroperasi di wilayah meraka, hal ini sejalan

dengan diterapkannya program CSR ( Corporation Social Responsibility) di

Indonesia. Disamping itu mereka juga mengharapakan dukungan dan bantuan

dari keluarga atau sanak family yang memiliki kemampuan lebih secara

ekonomi dan sosial.

Kondisi di atas menggambarkan bahwa untuk upaya mendorong

pengentasan kemiskinan di wilayah Sumatera Barat, bantuan dan dukungan

pemerintah masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat, khususnya oleh RT

miskin di wilayah ini, tetapi dukungan pihak swasta dan masyarakat yang

memiliki kemampuan ekonomi juga dibuthkan agar upaya pengentasan

kemiskinan ini dapat berhasil dengan baik.

60

Page 61: lapstragkurev

5.4. Profil Daerah

Gambaran umum daerah Sumatera Barat telah dibahas pada bagian

terdahulu, pada bagian ini profil daerah lebih difokuskan pada kondisi dan

ketersediaan infrastruktur serta fasilitas pendukung di daerah tempat tinggal

Rumah Tangga Miskin (RTM).

a) Kondisi Tanah dan Mata Pencaharian Utama

Dari mata pencaharian utama masyarakat tampak bahwa mayoritas

RTM memiliki mata pencaharian di bidang pertanian dalam arti luas (pertanian,

peternakan dan perikanan), yaitu 50,50%. RTM yang berusaha pada lapangan

usaha jasa hanya 0,50%, sehingga tidaklah mengherankan jika pilihan

perempuan muda untuk berusaha mandiri adalah di bidang perdagangan.

Tabel 5.37Profil Daerah Berdasarkan Mata Pencaharian Utama

dan Kondisi Umum Tanah (%)Mata

Pencaharian Utama

Masyarakat

Kondisi Tanah

TotalSangat subur Subur Gersang

Pertanian 13,50 37,00 0,00 50,50Industri 7,00 36,00 6,00 49,00Jasa 0,00 0,50 0,00 0,50

Total (%) 20,50 73,50 6,00 100,00Sumber: Data Lapangan, diolah, 2009

Dilihat dari kondisi tanah secara umum, tanah di wilayah Sumatera Barat

menurut RTM adalah tanah yang bagus, dimana 20,50% menyatakan lahan

sangat subur dan 73,50% menyatakan tanah subur. Hal ini mencerminkan

bahwa kondisi tanah di Sumatera Barat memang sangat mendukung untuk

61

Page 62: lapstragkurev

usaha pertanian dalam arti luas, sehingga mata pencaharian penduduk masih

paling panyak di sektor pertanian ini.

b) Keberadaan Infrasturktur

Aktivitas sosial dan ekonomi suatu daerah tidak dapat terlepas dari

kondisi infrastruktur yang ada di daerah tersebut. Pada tabel di bawah ini dapat

dilihat bahwa mayoritas daerah tempat tinggal RTM di wilayah Sumatera Barat

berjarak kurang dari 5 (lima) Km dari ibukota nagari/kecamatan. Hal ini

memperlihatkan bahwa pemerintah khususnya di level nagari dan kecamatan

dapat memantau secara lansung kondisi RTM, sehingga upaya pengentasan

kemiskinan berbasis nagari yang dilaksanakan sejak tahun 2007 di Sumatera

Barat merupakan kebijakan yang cukup potensial untuk menanggulangi

masalah kemiskinan di wilayah ini.

Tabel 5.38Profil Daerah Berdasarkan Mata Pencaharian Utama

dan Jarak dari Ibu Kota Nagari/Kecamatan (%)Mata

Pencaharian Utama

Masyarakat

Jarak ke Ibu Kota Nagari/Kec

Total< 1 km 1 - 5 km > 5 Km

Pertanian 11,50 23,50 15,50 50,50Industri 21,50 23,00 4,50 49,00Jasa 0,00 0,50 0,00 0,50

Total (%) 33,00 47,00 20,00 100,00Sumber: Data Lapangan, diolah, 2009

Berdasarkan lapangan usaha dan jarak ke aparat pemerintah terdekat,

tampak bahwa masyarakat yang berbasis pertanian yang paling banyak

berdomisili jauh dari ibukota nagari/kecamatan, hal ini dapat dipahami karena

lokasi ibukota nagari/kecamatan biasanya berada di pusat keramain sedangkan

62

Page 63: lapstragkurev

lahan pertanian berada di kawasan perbukitan atau dataran tinggi, bahkan di

pinggiran hutan.

Pasar mempunyai peran penting dalam aktivitas ekonomi, keberadaan

pasar akan sangat menentukan pergerakan ekonomi masyarakat di suatu daerah.

Jika dilihat dari lokasi pasar terdekat, ternyata 56% RTM berdomisili dekat

dengan pasar dimana jaraknya kurang dari 1 (satu) Km, akan tetapi pasar ini

belum beroperasi setiap hari, melainkan hanya pada hari tertentu yang di

wilayah Sumatera Barat lebih dikenal dengan istilah hari “Pakan” , 80% dari

pasar yang ada hanya beroperasi 1- 2 kali dalam satu minggu, hanya 20% yang

sudah beroperasi setiap hari, yakni pasar yang berada di perkotaan.

Tabel 5.39Profil Daerah Berdasarkan Mata Pencaharian Utama

dan Jarak dari Rumah ke Pasar Terdekat (%)Mata

Pencaharian Utama

Masyarakat

Jarak dari Rumah ke Pasar Terdekat

Total< 1 km 1 - 5 km > 5 Km

Pertanian 22,00 26,50 2,00 50,50Industri 34,00 14,50 0,50 49,00Jasa 0,00 0,50 0,00 0,50

Total (%) 56,00 41,50 2,50 100,00Sumber: Data Lapangan, diolah, 2009

Selanjutnya dari ketersediaan infrastruktur tampak bahwa secara

umum wilayah domisili RTM sudah relative baik, dimana 88% sudah ada aliran

listrik, 83% ada fasilitas kesehatan masyarakat, dan 70% sudah ada alat

komunikasi telepon baik telepon jalur maupun seluler. Sedangkan untuk air

bersih terutama dari PDAM baru menjangkau 40%, sehingga masyarakat masih

63

Page 64: lapstragkurev

banyak yang memanfaatkan air sumur atau mata air bahkan sungai untuk

kebutuhan air bersih dan MCK mereka.

Tabel 5.40Profil Daerah Berdasarkan Ketersediaan Infrasturktur (%)

Ket Listrik PDAM Telepon SekolahKawasan

wisataLembaga keuangan

Pelayanan Kesehatan Masyarakat

Ada 88 40 70 50 35 47 83Tidak ada

12 60 30 50 65 53 17

Sumber: Data Lapangan, diolah, 2009

Dari sisi ekonomi peran lembaga keuangan juga sangat penting untuk

dapat mendorong aktivitas ekonomi di suatu wilayah, dimana salah satu

fungsi lembaga keuangan dalam perekonomian adalah melakukan

intermediasi keuangan dari masyarakat surplus dana ke masyarakat yang

mengalami defisit dana, dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lembaga

keuangan telah ada di wilayah domisili RTM, walaupun yang menjadi

nasabah baru 6,02%.

Keberadaan sekolah sangat penting untuk meningkatkan keterampilan

dan kemampuan daya pikir masyarakat, di wilayah domisili RTM sudah

tersedai fasilitas sekolah terutama tingkat dasar dan SLTP. Sehingga untuk

melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi mereka harus keluar dari daerah

mereka.

Keberadaaan kawasan wisata akan dapat mendorong tumbuh dan

berkembangnya usaha kecil di sekitar kawasan, sehingga akan dapat

mendorong aktivitas ekonomi masyarakat sekitar kawasan wisata.

c) Fasilitas Pendukung

64

Page 65: lapstragkurev

Keberadaan jalan menjadi urat nadi dalam perkonomian, tanpa adanya

jalan penghubung antar daerah sangat sulit untuk melakukan mobilitas dan

distribusi komoditas, baik barang maupun jasa. Sedangkan kondisi jalan

merupakan fasilitas pendukung aktivitas ekonomi, semakin baik kondisi jalan

akan semakin dinamis pula aktivitas dan mobilitas ekonomi yang dapat

dilakukan oleh masyarakat di kawasan berangkutan.

Tabel 5.41Profil Daerah Berdasarkan Mata Pencaharian Utama

dan Kondisi Jalan (%)Mata

Pencaharian Utama

Masyarakat

Kondisi Jalan

TotalTanah Aspal Semen/cor

Pertanian 13,50 29,00 8,00 50,50Industri 10,50 36,00 2,50 49,00Jasa 0,50 0,00 0,00 0,50

Total (%) 24,50 65,00 10,50 100,00Sumber: Data Lapangan, diolah, 2009

Jika dilihat dari kondisi jalan tampak bhawa 75,5% kondisi jalan di

wilayah domisili RTM sudah baik, terbukti dengan data yang memperlihatkan

jalan sudah diaspal dan dicor/semen, masih ada 24,5% dalam kondisi jalan

tanah yang jelas masih akan sangat bermasalah terutama ketika musim hujan

datang. Jalan ini berada di kawasan pedesaan teruatama daerah dataran tinggi.

Selanjutnya jika dilihat dari keberadaan alat transportasi tampak bahwa

82% wilayah sudah ada alat transportasi baik yang resmi maupun yang belum

seperti ojek, becak, dan mobil angkutan pedesaan tanpa izin. Sedangkan jika

dilihat dari biaya transportasi satu kali perjalanan berkisar antara Rp 1000,- s/d

Rp 8.000,-, dengan rata-rata biaya satu kali perjalanan adalah Rp 2,700,-

65

Page 66: lapstragkurev

Untuk waktu tempuh yang dibutuhkan menuju pasar terdekat secara rata-rata

adalah 8,5 menit.

Sebagaimana telah dijelaskan di depan, hanya 6,02% dari RTM yang

menjadi nasabah lembaga keuangan, sisanya sebesar 93,98% masih belum

menjadi nasabah lembaga keungan. Secara ekonomi faktor penentu menabung

adalah pendapatan, semakin tinggi tingkat pendapatan akan semakin tinggi pula

kemampuan masyarakat untuk menabung dan akan semakin besar pula

kebutuhan mereka terhadap lembaga keuangan untuk menitipkan dana.

Sebaliknya semakin rendah pendapatan masayarakat kebutuhan akan lembaga

keuangan adalah untuk peminjaman dana kan tetapi faktanya akses masyarakat

miskin ke lembaga keuangan masih sangat terbatas.

Disamping alasan ekonomi, yaitu pendapatan yang rendah, alasan lain

masyarakat khususnya RTM tidak menjadi nasabah lembaga keuangan dapat

dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.42Faktor Penyebab Tidak Menjadi Nasabah Lembaga Keuangan

Berdasarkan Kelompok Umur(%)Kelompok

UmurResponden

(Tahun)

Faktor Penyebab Tidak Menjadi Nasabah Lembaga Keuangan

TotalTdk tahu caranya

Lokasiterlalujauh

Tidakberminat

TakutTidak

membu-tuhkan

Lainnya

15 – 20 10,65 14,79 2,37 2,37 1,78 0,59 32,5421 – 25 7,10 14,20 1,18 3,55 2,96 1,78 30,7726 – 30 5,92 18,93 2,37 3,55 2,96 2,96 36,69

Total (%) 23,67 47,93 5,92 9,47 7,69 5,33 100,00Sumber: Data Lapangan, diolah, 2009

Lokasi yang terlalu jauh merupakan penyebab utama masyarakat RTM

tidak menjadi nasabah lembaga keuangan di wilayah mereka, selanjutnya

66

Page 67: lapstragkurev

diikuti oleh masalah masih belum tahunya mereka bagaimana cara berhubungan

dengan lembaga keuangan baik sebagai penyimpan maupun peminjam. Masih

ada ada RTM yang merasa takut untuk berhubungan dengan lembaga keuangan

terutana bank. Hal ini mencerminkan bahwa masyarakat miskin masih sangat

terbatas kemampuan dan pengetahuan mereka terhadap apa dan bagaimana

memanfaatkan lembaga keuangan.

Selanjutnya, faktor pendukung lain adalah tingkat keterampilan yang

dimiliki, dari semua responden yang mewakili perempuan muda dari RTM

hanya 8,5% yang pernah mengikuti pelatihan dan kursus secara formal, dengan

jangka waktu kurang dari 1(satu) tahun dan biaya sendiri, dan mereka yang

mengikuti pelatihan ini di luar daerah dari tempat domisili mereka. Adapun

bidang keterampilan yang dimiliki adalah bahasa asing khususnya Inggeris dan

komputer.

Secara umum fasiltas dan infrastuktur daerah sudah cukup memadai

untuk mendorong aktivitas ekonomi masyarakat di wilayah Sumateraa Barat,

khususnya bagi kelompok RTM. Untuk dapat memafaatkan fasilitas ini secara

optimal diperlukan pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik dari

masyarakat agar fasilitas ini dapat memberikan hasil yang optimal.

5.5. Profil Potensi Entrepreneur (Herry)

5.6. Potensi Pengembangan Entrepreneur (Herry)

5.7. Peta Kondisi dan Potensi Perempuan Muda dari RTM

Tabel 5.43

67

Page 68: lapstragkurev

Peta Kondisi dan Potensi Perempuan Muda dari RTM di Sumatera BaratIndikator Potensi

Kelompok UmurKeterangan15 – 20 21 – 25 26 – 30

Pendidikan menengah

menengah menengah

SLTP , SLTA

Keterampilan rendah rendah rendah Mayoritas belum pernah mengikuti pelatihan keterampilan formal

Keinginan Berusaha tinggi tinggi tinggi

Mayoritas ingin bekerja mandiri di bidang perdagangan berskala kecil

Kemampuan permodalan rendah rendah rendah

Mayoritas membutuhkan bantuan permodalan kurang dari Rp 5 juta

Entrepreneur ?????

Pak Herry

Sumber: Data Lapangan, diolah, 2009

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari studi lapangan yang merupakan tahap awal dari rangkaian penelitian

“Implementasi Model Pengembangan Entrepreneur Perempuan Muda Pada Rumah

Tangga Miskin (RTM) di Sumatera Barat”, dapat disimpulkan bahwa:

a. Kepala RTM mayoritas adalah pria dengan jumlah tanggungan keluargga

antara 0-10 orang, dan memiliki lapangan usaha utama di sektor pertanian.

68

Page 69: lapstragkurev

b. Terdapat 44% perempuan muda berstatus kawin, dimana 16,5% berumur

antara 15-25 tahun, hal ini memperlihatkan masih adanya perkawinan

pada usia muda di Sumateraa Barat, terutama di kawasan pedesaan.

c. Perempuan muda dari RTM memiliki pendidikan cukup baik, dimana

mayoritas sudah berpendidikan SLTP dan SLTA.

d. Perempuan muda dari RTM memiliki keterampilan yang rendah tampak

dari belum adanya pendidikan keterampilan formal yang pernah diikuiti.

e. Perempuan muda dari RTM memiliki keinginan untuk berusaha masndiri

terutama di bidang perdagangan

f. Perempuan muda dari RTM sangat membutuhkan bantuan permodalan

dari pemerintah untuk dapat memulai usaha

g. Kondisi daerah dan infrasturktur yang ada sudah cukup memadai untuk

mendorong aktivitas ekonomi masyarakat, khususnya kaum perempuan

muda dari RTS.

h. Perempuan muda dari RTM memiliki potensi untuk mengentaskan diri

dari kemiskinan jika diberi bantuan untuk berusaha.

6.2. Saran

Untuk dapat mengembangkan potensi perempuan muda RTM agar dapat

mengentaskan diri mereka dan bahkan keluarganya dari kemiskinan maka sangat

dibutuhkan dukungan dari pemerintah, lembaga swasta dan masyarakat. Untuk itu

diharapkan kepada semua pihak untuk peduli pada masalah kemiskinan ini dan

membantu dalam upaya pengentasannya.

69

Page 70: lapstragkurev

a. Pada pemerintah daerah diharapkan agar dapat mensingkronisasikan

berbagai program pengentasan kemiskinan baik dari tingkat pusat maupun

provinsi dengan program daerah, sehingga tidak terjadi tumpang tindih

dan penumpukkan yang berakibat pada semakin “manjanya” masyarakat

miskin.

b. Program KMN yang saat ini dikembangkan oleh pemerintah daerah di

Sumatera Barat, sebaiknya difokuskan pada perempuan muda yang

potensial untuk berusaha sehingga dapat memberikan hasil yang optimal

bagi pengentasan kemiskinan di wilayah ini.

c. Parisipasi perusahaan milik daerah dan swasta sangat dibutuhkan untuk

membantu penanggulangan masalah kemiskinan, untuk itu diharapkan

progra CSR juga diberikan kepada perempuan muda dari RTM ini.

d. Masyarakat yang memiliki kemampuan ekonomi, baik yang berada di

wilayah Sumatera Barat maupun yang merantau diharapkan partisipasinya

untuk turut membantu perempuan muda dari RTM ini keluar dari

lingkaran kemiskinan.

e. Perlu dikembangkan penyaluran zakat produktif bagi perempuan muda

dari RTM ini agar mereka dapat berusaha dan keluar dari kemiskinan.

70

Page 71: lapstragkurev

DAFTAR PUSTAKA

Amidi, 2005, Mengeliminir Kemiskinan Melalui Pemberdayaan Desa dan Peningkatan Kualitas SDM, Jurnal Pembangunan Manusia, 2005.

BAPPEDA & BPS Sumbar, 2008, Sumatera Barat Dalam Angka, Padang.

BPS PROVINSI SUBAR, 2007, Produk Domestik Regional Bruto Sumatera Barat Menurut Kabupaten/Kota, Padang.

Criswardani Suryati, 2005, Memahami Kemiskinan Secara Multi Dimensional”, JMPK Vol 8/No. 03/September 2005.

Chinese Taipei, 2002, Women Entrepreneur, IMF Country Report No.01/51.IMF.

Dewi Mayavanie S, (2005), Peranan Perempuan Dalam Upaya Penanggulangan

71

Page 72: lapstragkurev

Kemiskinan), Work Paper.

Jhon, C, Allan, (2007), Morphing Rural Community Development Models: the Nexsus Between The pass and The Next”, Comunity Investment, Spring Edition.

Jossy Moeis, 2008, Perubahan Cara Pandang Terhadap Kemiskinan sebagai Basis Penanggulangan Kemiskinan, Makalah Seminar Sehari: “ Menaggulangi Kemiskinan dengan Meningkatkan Daya Saing Ekonomi Daerah di Era Krisis Global”, FEUA, 6 November 2008, Padang.

Khofifah Indar Parawansa, 2003, Pemberdayaan Perempuan Dalam Pembangunan Berkelan jutan; Makalah Semiloka, 15 Juli 2003, Denpasar Bali.

Pacific Women’s Resource Bureau , 1999, Gender and Entrepreneurial Development for Women: A Sitution Analysis Fiji, Papua New Guinea, Samoa, Tonga, Vanuatu), New Caledonia.Lembaga Penelitian SMERU & Kementrian Pemberdayaan Perempuan, 2003, Upaya Penguatan Usaha Mikro Dalam Rangka Peningkatan Ekonomi Perempuan, Laporan Penelitian.

Nani Zulminanrni, 2004, Lembaga Keuangan Mikro Dalam Kerangka Pemberdayaan Perempuan Miskin, Makalah Workshop “ Berbagi Pengetahuan dan Sumberdaya Keuangan Mikro di Indoensia, 27 Agustus 2004, Jakarta.

Noer Sutrisno, 2001, Pengembangan UKM, Ekonomi Rakyat dan Penanggulangan Kemiskinan, Makalah.

Rasita Ekawati P, 2007, Pentingnya GPI (Gender and Poverty Inclusive), Senior Project Officer Monev , ACCESS.

Saikou. E. Sanyang & Wen Chi Huang, 2008, Green Cooperative: A Strategic Aproach Women’s Entrepreneurship in Asian and Pasific Region, World Jornal of Agricultural Sciences 4, page 674-683

Steve, J, Liscter, dkk, (1983), Entrepeneur Potensial: An experimental Exercise in Self Analysis and Group Assesment, Journal of Developments in Bussiness Simulation& Experiential Exercises, Vol 10.

Syahyuti, 2002, Berbagai Pola Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia, Makalah Sarasehan Nasional “ Microfinance dan Upaya Penanggulangan Kemiskinan, 27 Agustus 2002, IPB Bogor.

Tamim Saefuddin, 2008, Program. Perempuan Keluarga Sehat & Sejahtera (PERKASSA) Melalui Perkuatan Permodalan Koperasi Wanita, makalah.

72

Page 73: lapstragkurev

Teuku Syarif, 2007, Koperasi Sebagai Bankeer Kaum Perempuan, Makalah.

TKPK Provinsi Sumatera Barat, 2009, Petunjuk Teknis KMN Sumatera Barat, Padang.

Todaro, Michael dan Stephen Smith, 2008. Economic Development, Longman: New York, USA.

Tom Byers, dkk, 1997, Characteristics of Entrepreneur: Social Creatures, Not Solo Heroes”, Work paper.

Uma Sakaran, 2000, Research Methode for Business, Third edition, John Wilwy & Son, USA.

Wamuyu Gikonyo, dkk, 2005, Empowering Young Women through Micro-Enterprise Scaling-Up: A Case of Malaysian Rural Women (A concept paper).

73