LAPRES - Timbal Balik Fenol Air - VII A
-
Upload
dicky-van-toell -
Category
Documents
-
view
101 -
download
23
description
Transcript of LAPRES - Timbal Balik Fenol Air - VII A
LABORATORIUM
KIMIA FISIKA
Percobaan : TIMBAL BALIK FENOL-AIR Kelompok : VII A
Nama : 1. May Saktianie Novitasari NRP. 2313 030 029 2. Evi Maya Odelia NRP. 2313 030 039 3. Bun Yan Marshush Al Wathon NRP. 2313 030 077 4. Brima Dewantoro NRP. 2313 030 085
Tanggal Percobaan : 9 Desember 2013
Tanggal Penyerahan : 16 Desember 2013
Dosen Pembimbing : Nurlaili Humaidah S.T., M.T.
Asisten Laboratorium : Dhaniar Rulandri W.
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2013
i
ABSTRAK
Tujuan dari percobaan timbal balik fenol-air adalah untuk menentukan temperatur kritis dari
kelarutan fenol dan air. Dengan variabel berat fenol 2 gram; 2,5 gram dan variabel volume air
sebanyak 2 ml.
Prosedur yang digunakan dalam percobaan ini adalah dengan menimbang padatan fenol
dengan variabel 2 gram dan memasukkan 2 gram padatan fenol kedalam tabung reaksi. Selanjutnya
menambahkan aquadest sebanyak 2 ml menggunakan pipet tetes kedalam tabung reaksi yang berisi
padatan fenol dan mengaduk padatan fenol hingga larut dalam air. Setelah itu memanaskan gelas
beaker yang berisi aquadest yang didalamnya terdapat tabung reaksi fenol-air hingga larutan fenol-
air menjadi jernih dan mendinginkan tabung reaksi fenol-air sampai larutan fenol-air keruh kembali,
serta mencatat temperatur ketika larutan fenol-air jernih dan keruh. Menambahkan kembali aquadest
sebanyak 1ml dan mencatat temperatur saat larutan fenol-air menjadi jernih dan keruh. Begitu
seterusnya hingga volume aquadest 20 ml. Mengulangi prosedur kerja dengan menggunakan variabel
berat fenol 2,5 gram. Selanjutnya, menimbang padatan fenol dengan variabel 2 gram dan
memasukkan 2 gram padatan fenol ke dalam tabung reaksi. Kemudian menambahkan aquadest
sebanyak 2 ml menggunakan pipet tetes ke dalam tabung reaksi yang berisi padatan fenol dan
mengaduk padatan fenol hingga larut dalam air. Menghitung persentase berat fenol dalam larutan
fenol-air dengan cara membagi massa fenol sebesar 2 gram dengan jumlah massa fenol 2 gram dan 2
gram air. Lalu menambahkan kembali aquadest 2 ml dan menghitung persentase berat fenol dengan
cara yang sama hingga volume aquadest 20 ml. Menghitung persentase berat fenol dengan variabel
fenol 2,5 gram.
Dari percobaan ini, terjadi perubahan jumlah dimana pada fase awal jumlah fenol lebih
dominan dibandingkan air diikuti dengan kenaikan suhu dan kemudian jumlah air lebih dominan
dibandingkan dengan jumlah fenol diikuti dengan penurunan suhu pada. Dari hasil percobaan pada
variabel berat fenol 2 gram yaitu percobaan 1 memiliki suhu rata-rata 53,5oC, percobaan 2 memiliki
suhu rata-rata 60,5oC, percobaan 3 memiliki suhu rata-rata 54
oC, percobaan 4 memiliki suhu rata-
rata 62,5oC, percobaan 5 memiliki suhu rata-rata 59,5
oC, percobaan 6 memiliki suhu rata-rata 56
oC,
percobaan 7 memiliki suhu rata-rata 59,5oC, percobaan 8 memiliki suhu rata-rata 49
oC, percobaan 9
memiliki suhu rata-rata 46oC, dan percobaan 10 memiliki suhu rata-rata 43,5
oC. Pada variabel berat
fenol 2,5 gram yaitu percobaan 1 memiliki suhu rata-rata 66oC, percobaan 2 memiliki suhu rata-rata
62,5oC, percobaan 3 memiliki suhu rata-rata 62
oC, percobaan 4 memiliki suhu rata-rata 57,5
oC,
percobaan 5 memiliki suhu rata-rata 58,5oC, percobaan 6 memiliki suhu rata-rata 52,5
oC, percobaan
7 memiliki suhu rata-rata 48,5oC, percobaan 8 memiliki suhu rata-rata 45
oC, percobaan 9 memiliki
suhu rata-rata 41,5oC, dan percobaan 10 memiliki suhu rata-rata 40
oC, sehingga membentuk kurva
menyerupai parabola. Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa temperatur akan semakin tinggi apabila
semakin banyak volume air yang ditambahkan tetapi akan turun kembali ketika larutan telah
mencapai titik kritis atau temperatur kritis.
Kata kunci : timbal balik fenol-air, fenol-air, kelarutan, temperatur
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .......................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................... iv
DAFTAR GRAFIK ............................................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang ................................................................................................ I-1
I.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... I-1
I.3 Tujuan Percobaan ............................................................................................ I-2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori .................................................................................................... II-1
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Variabel Percobaan ....................................................................................... III-1
III.2 Bahan yang Digunakan ................................................................................ III-1
III.3 Alat yang Digunakan .................................................................................... III-1
III.4 Prosedur Percobaan ...................................................................................... III-2
III.5 Diagram Alir Percobaan ............................................................................... III-3
III.6 Gambar Alat Percobaan ................................................................................ III-4
BAB IV HASIL PERCOBAAN, PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Percobaan ............................................................................................. IV-1
IV.2 Pembahasan .................................................................................................. IV-2
BAB V KESIMPULAN ..................................................................................................... V-1
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... vi
DAFTAR NOTASI ............................................................................................................ vii
APPENDIKS ....................................................................................................................... viii
LAMPIRAN
Laporan Sementara
Fotokopi Literatur
Lembar Revisi
iv
DAFTAR TABEL
Tabel II.1 Tabel Informasi dan Sifat-Sifat Air ........................................................... II-7
Tabel II.2 Tabel Sifat Fisika Air ................................................................................. II-10
Tabel IV.1.1 Pengaruh Penambahan Volume Terhadap Perubahan Suhu dan Persen Berat
Fenol dengan Massa Fenol 2 gram ........................................................... IV-1
Tabel IV.1.2 Pengaruh Penambahan Volume Terhadap Perubahan Suhu dan Persen Berat
Fenol dengan Massa Fenol 2,5 gram ........................................................... IV-1
v
DAFTAR GRAFIK
Grafik IV.2.1 Grafik Timbal Balik Fenol-Air pada Variabel 2 gram Fenol .................. IV-2
Grafik IV.2.2 Grafik Timbal Balik Fenol-Air pada Variabel 2,5 gram Fenol .............. IV-3
Grafik IV.2.3 Perbandingan Timbal Balik Fenol-Air pada Variabel 2 gram
dan 2,5 gram ............................................................................................ IV-4
I-1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut
(solute) untuk dapat larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan timbal balik fenol-air
adalah kelarutan dari larutan fenol dengan air yang bercampur sebagian bila
temperaturnya dibawah temperatur kritis. Temperatur kritis adalah kenaikan temperatur
tertentu dan akan diperoleh komposisi yang berada dalam kesetimbangan. Temperatur
kritis pada percobaan timbal balik fenol dapat diperoleh melalui suhu rata-rata maksimum
pada saat keadaan jernih dan keruh. Pada saat larutan tersebut mencapai temperatur kritis
maka larutan tersebut mencapai titik kritis.
Latar belakang atau alasan praktikum ini dilaksanakan adalah agar praktikan dapat
mengetahui kelarutan dua jenis zat yang tidak saling campur ketika dicampurkan pada saat
mencapai titik kritis maupun sebelum mencapai titik kritis. Selain itu percobaan timbal
balik fenol-air juga dapat diterapkan untuk mencari titik kritis dari 2 larutan yang tidak
saling bercampur.
Contoh aplikasi kelarutan timbal balik adalah pada proses pembuatan logam besi.
Ketika uap panas dimasukkan ke sebuah besi yang panas, uap panas ini akan bereaksi
dengan besi dan membentuk sebuah besi oksida magnetik berwarna hitam yang disebut
magnetit, Fe3O4. Hidrogen yang terbentuk oleh reaksi ini tersapu oleh aliran uap.
I.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana hubungan temperatur kritis dalam kelarutan timbal balik fenol-air dengan
variabel berat fenol sebesar 2 gram dan 2,5 gram beserta penambahan aquadest dengan
variabel 2 sampai 20 ml dengan kelipatan 2 ml?
2. Bagaimana hubungan temperatur kritis dalam kelarutan timbal balik fenol-air dengan
variabel berat fenol sebesar 2 gram dan 2,5 gram beserta penambahan aquadest dengan
variabel 2 sampai 20 ml dengan kelipatan 2 ml?
I-2
BAB I Pendahuluan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
I.3 Tujuan
1. Mengetahui hubungan temperatur kritis dalam kelarutan timbal balik fenol-air dengan
variabel berat fenol sebesar 2 gram dan 2,5 gram beserta penambahan aquadest dengan
variabel 2 sampai 20 ml dengan kelipatan 2 ml.
2. Mengetahui hubungan temperatur kritis dalam kelarutan timbal balik fenol-air dengan
variabel berat fenol sebesar 2 gram dan 2,5 gram beserta penambahan aquadest dengan
variabel 2 sampai 20 ml dengan kelipatan 2 ml.
II-1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori
Larutan adalah campuran homogen (komposisinya sama), serba sama (ukuran
partikelnya), tidak ada bidang batas antara zat pelarut dengan zat terlarut (tidak dapat
dibedakan secara langsung antara zat pelarut dengan zat terlarut), partikel-partikel
penyusunnya berukuran sama (baik ion, atom, maupun molekul) dari dua zat atau lebih.
Dalam larutan fase cair, pelarutnya (solvent) adalah cairan, dan zat yang terlarut di
dalamnya disebut zat terlarut (solute), bisa berwujud padat, cair, atau gas. Dengan
demikian, larutan = pelarut (solvent) + zat terlarut (solute). Khusus untuk larutan cair,
maka pelarutnya adalah volume terbesar (Kompasiania, 2009).
Ada dua reaksi dalam larutan, yaitu:
a) Eksoterm, yaitu proses melepaskan panas dari sistem ke lingkungan, temperatur dari
campuran reaksi akan naik dan energi potensial dari zat- zat kimia yang bersangkutan
akan turun.
b) Endoterm, yaitu menyerap panas dari lingkungan ke sistem, temperatur kdari
campuran reaksi akan turun dan energi potensial dari zat- zat kimia yang bersangkutan
akan naik.
(Kompasiania, 2009)
Larutan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
a) Larutan tak jenuh yaitu larutan yang mengandung solute (zat terlarut) kurang dari yang
diperlukan untuk membuat larutan jenuh. Atau dengan kata lain, larutan yang partikel-
partikelnya tidak tepat habis bereaksi dengan pereaksi (masih bisa melarutkan zat).
Larutan tak jenuh terjadi apabila bila hasil kali konsentrasi ion < Ksp berarti larutan
belum jenuh ( masih dapat larut ).
b) Larutan jenuh yaitu suatu larutan yang mengandung sejumlah solute yang larut dan
mengadakan kesetimbangan dengan solut padatnya. Atau dengan kata lain, larutan
yang partikel-partikelnya tepat habis bereaksi dengan pereaksi (zat dengan konsentrasi
maksimal). Larutan jenuh terjadi apabila bila hasil konsentrasi ion = Ksp berarti
larutan tepat jenuh.
c) Larutan sangat jenuh (kelewat jenuh) yaitu suatu larutan yang mengandung lebih
banyak solute daripada yang diperlukan untuk larutan jenuh. Atau dengan kata lain,
II-2
BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
larutan yang tidak dapat lagi melarutkan zat terlarut sehingga terjadi endapan. Larutan
sangat jenuh terjadi apabila bila hasil kali konsentrasi ion > Ksp berarti larutan lewat
jenuh (mengendap).
(Kompasiania, 2009)
Berdasarkan banyak sedikitnya zat terlarut, larutan dapat dibedakan menjadi 2,
yaitu:
a) Larutan pekat yaitu larutan yang mengandung relatif lebih banyak solute dibanding
solvent.
b) Larutan encer yaitu larutan yang relatif lebih sedikit solute dibanding solvent.
(Kompasiania, 2009)
Konsentrasi larutan dapat dibedakan secara kualitatif dan kuantitatif. Secara
kualitatif, larutan dapat dibedakan menjadi larutan pekat dan larutan encer. Dalam larutan
encer, massa larutan sama dengan massa pelarutnya karena massa jenis larutan sama
dengan massa jenis pelarutnya. Secara kuantitatif, larutan dibedakan berdasarkan satuan
konsentrasinya. Ada beberapa proses melarut (prinsip kelarutan), yaitu:
a) Cairan-cairan
Kelarutan zat cair dalam zat cair sering dinyatakan “Like dissolver like”
maknanya zat-zat cair yang memiliki struktur serupa akan saling melarutkan satu sama
lain dalam segala perbandingan. Contohnya: heksana dan pentana, air dan alkohol =>
H- OH dengan C2H5- OH. Perbedaan kepolaran antara zat terlarut dan zat pelarut
pengaruhnya tidak besar terhadap kelarutan. Contohnya: CH3Cl (polar) dengan
CCl4 (non- polar). Larutan ini terjadi karena terjadinya gaya antar aksi, melalui gaya
dispersi (peristiwa menyebarnya zat terlarut di dalam zat pelarut) yang kuat. Di sini
terjadi peristiwa soluasi, yaitu peristiwa partikel-partikel pelarut menyelimuti
(mengurung) partikel terlarut. Untuk kelarutan cairan-cairan dipengaruhi juga oleh
ikatan Hidrogen.
b) Padat-cair
Padatan umumnya memiliki kelarutan terbatas di cairan hal ini disebabkan gaya
tarik antar molekul zat padat dengan zat padat > zat padat dengan zat cair. Zat padat
non- polar (sedikit polar) besar kelarutannya dalam zat cair yang kepolarannya rendah.
Contohnya: DDT memiliki struktur mirip CCl4 sehingga DDT mudah larut di dalam
non- polar (contoh minyak kelapa), tidak mudah larut dalam air (polar).
II-3
BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
c) Gas-cairan
Ada 2 prinsip yang mempengaruhi kelarutan gas dalam cairan, yaitu:
Makin tinggi titik cair suatu gas, makin mendekati zat cair gaya tarik antar
molekulnya. Gas dengan titik cair lebih tinggi, kelarutannya lebih besar.
Pelarut terbaik untuk suatu gas ialah pelarut yang gaya tarik antar molekulnya
sangat mirip dengan yang dimiliki oleh suatu gas.
(Kompasiania, 2009)
Titik didih gas mulia dari atas ke bawah dalam suatu sistem periodik, makin
tinggi, dan kelarutannya makin besar. Pengaruh temperatur (T) dan tekanan (P)
terhadap kelarutan, yaitu peningkatan temperatur menguntungkan proses endotermis,
sebaliknya penurunan temperatur menguntungkan proses eksotermis. Proses kelarutan
zat padat dalam zat cair umumnya berlangsung endoterm akibatnya kenaikan
temperatur menaikkan kelarutan. Proses kelarutan gas dalam cair berlangsung
eksoterm akibatnya kenaikan temparatur menurunkan kelarutan. Proses melarut
dianggap proses kesetimbangan. Faktor tekanan sangat besar pengaruhnya pada
kelarutan gas dalam cair. Hubungan ini dijelaskan dengan Hukum Henry, Cg = k . Pg
(tekanan berbanding lurus dengan konsentrasi) (Kompasiania, 2009).
Panas pelarutan yaitu banyaknya energi/panas yang diserap atau dilepaskan jika
suatu zat terlarut dilarutkan dalam pelarut. Ada 3 tahap pada proses melarutkan suatu zat,
yaitu:
Tahap 1
Baik zat terlarut maupun zat pelarut masih tetap molekul-molekulnya berikatan
masing-masing.
Tahap 2
Molekul- molekul yang terdapat pada zat terlarut memisahkan diri sehingga hanya
terdiri dari 1 molekul tanpa adanya ikatan lagi dengan molekul-molekul yang terdapat
di dalamnya, begitu pula molekul-molekul yang terdapat pada zat pelarut.
Tahap 3
Antara molekul pada zat terlarut akan mengalami ikatan dengan molekul pada zat
pelarut
(Kompasiania, 2009)
II-4
BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
Campuran terdiri dari beberapa jenis. Di lihat dari fasenya, pada sistem biner fenol–
air, terdapat dua jenis campuran yang dapat berupa pada kondisi tertentu. Suatu fase
didefenisikan sebagai bagian sistem yang seragam atau homogen diantara keadaan
submakroskopiknya, tetapi benar–benar terpisah dari bagian sistem yang lain oleh
batasan yang jelas dan baik. Campuran padatan atau dua cairan yang tidak saling
bercampur dapat membentuk fase terpisah. Sedangkan campuran gas-gas adalah satu
fase karena sistemnya yang homogen (Dogra SK & Dogra S, 2008 ).
Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan bervariasi dari
selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air.
Istilah tak larut (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun
sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang
terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk
menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh yang metastabil atau mengendap
(Indah, 2011).
Sistem biner fenol–air merupakan sistem yang memperlihatkan sifat solubilitas
timbal balik antara fenol dan air pada suhu tertentu dan tekanan tetap. Solubilitas
(kelarutan) adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut
dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut
yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh.
Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut.
Contohnya adalah etanol di dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris lebih tepatnya
disebut miscible. Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni
ataupun campuran (Indah, 2011).
Kelarutan timbal balik adalah kelarutan dari suatu larutan yang bercampur sebagian
bila temperaturnya di bawah temperatur kritis. Jika mencapai temperatur kritis, maka
larutan tersebut dapat bercampur sempurna (homogen) dan jika temperaturnya telah
melewati temperatur kritis maka sistem larutan tersebut akan kembali dalam kondisi
bercampur sebagian lagi. Salah satu contoh dari temperatur timbal balik adalah kelarutan
fenol dalam air yang membentuk kurva parabola yang berdasarkan pada bertambahnya %
fenol dalam setiap perubahan temperatur baik di bawah temperatur kritis. Jika temperatur
dari dalam kelarutan fenol aquadest dinaikkan di atas 50°C maka komposisi larutan dari
sistem larutan tersebut akan berubah. Kandungan fenol dalam air untuk lapisan atas akan
II-5
BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
bertambah (lebih dari 11,8 %) dan kandungan fenol dari lapisan bawah akan berkurang
(kurang dari 62,6 %). Pada saat suhu kelarutan mencapai 66°C maka komposisi sistem
larutan tersebut menjadi seimbang dan keduanya dapat dicampur dengan sempurna
(Indah, 2011).
Fenol dan air memiliki sifat kelarutan timbal balik pada temperatur tertentu dan
tekanan tetap. Sistem yang memperlihatkan sifat kelarutan timbal balik ini disebut sistem
biner fenol-air (Wahyuni,2013).
Sistem ini disebut sistem biner karena komponen campurannya terdiri dari dua zat
yang berbeda. Kelarutan timbal balik fenol-air akan berubah bila kedalam sistem
ditambahkan salah satu komponen penyusunnya. Pada tekanan tetap, hubungan antara
komposisi campuran fenol-air terhadap temperatur dapat dilukiskan sebagai berikut:
Gambar II.1 Gambar Hubungan Komposisi Fenol-Air terhadap Temperatur
Keterangan:
L1 = fasa fenol dalam air
L2 = fasa air dalam fenol
xA = mol fraksi air mol
xF = mol fraksi fenol
xC = mol fraksi komponen pada titik kritis (TC)
(Khusnul, 2013)
Pada daerah di dalam kurva terdapat dua fasa. Titik-titik pasangan komposisi
temperatur di dalam kurva selalu menggambarkan dua fasa. Komposisi tiap fasa terletak
pada kurva. Diluar kurva hanya terdapat satu fasa. Titik maksimum kurva disebut titik
kritis maksimum atau temperatur konsulat atas. Diatas temperatur titik kritis tidak
mungkin terdapat dua fasa. Sistem ini mempunyai suhu kritis (TC) pada tekanan tetap
II-6
BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
yaitu suhu minimum pada saat dua zat bercampur secara homogen dengan komposisi CC.
Pada T1 dengan komposisi antara A2 dan B2, sistem berada pada dua fasa (keruh).
Sedangkan pada saat sistem berada pada satu fasa, campuran berubah dari keruh menjadi
jernih. Jika percobaan dilakukan pada suhu yang lebih tinggi akan diperoleh batas
kelarutan yang berbeda. Semakin tinggi suhu, kelarutan masing-masing komponen
komponen satu sama lain meningkat sehingga daerah dua fasa semakin menyempit
(Khusnul, 2013).
Temperatur kritis (TC) merupakan batas temperatur saat terjadi pemisahan fase.
Diatas temperatur kritis, komponen-komponen campuran benar-benar bercampur dan
membentuk campuran satu fasa. Pada temperatur ini terjadi gerakan termal yang lebih
besar sehingga kemampuan bercampur komponen-komponen campuran munjadi lebih
besar (Atkins,1999).
Temperatur kritis dapat pula diartikan sebagai temperatur minimal agar kedua zat
seluruhnya berada dalam satu fasa (Khusnul, 2013).
Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O, satu molekul air tersusun atas
dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen. Air bersifat tidak
berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu pada tekanan 100
kPa (1 bar) and temperatur 273,15 K (0 °C). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang
penting, yang memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti
garam-garam, gula, asam, beberapa jenis gas dan banyak macam molekul organik
(Wikipedia, 2013).
Keadaan air yang berbentuk cair merupakan suatu keadaan yang tidak umum dalam
kondisi normal, terlebih lagi dengan memperhatikan hubungan antara hidrida-hidrida lain
yang mirip dalam kolom oksigen pada tabel periodik, yang mengisyaratkan bahwa air
seharusnya berbentuk gas, sebagaimana hidrogen sulfida. Dengan memperhatikan tabel
periodik, terlihat bahwa unsur-unsur yang mengelilingi oksigen adalah nitrogen, flor,
dan fosfor, sulfur dan klor. Semua elemen-elemen ini apabila berikatan dengan hidrogen
akan menghasilkan gas pada temperatur dan tekanan normal. Alasan mengapa hidrogen
berikatan dengan oksigen membentuk fase berkeadaan cair, adalah karena oksigen lebih
bersifat elektronegatif ketimbang elemen-elemen lain tersebut (kecuali flor)
(Wikipedia, 2013).
II-7
BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
Tarikan atom oksigen pada elektron-elektron ikatan jauh lebih kuat dari pada yang
dilakukan oleh atom hidrogen, meninggalkan jumlah muatan positif pada kedua atom
hidrogen, dan jumlah muatan negatif pada atom oksigen. Adanya muatan pada tiap-tiap
atom tersebut membuat molekul air memiliki sejumlah momen dipol. Gaya tarik-menarik
listrik antar molekul-molekul air akibat adanya dipol ini membuat masing-masing
molekul saling berdekatan, membuatnya sulit untuk dipisahkan dan yang pada akhirnya
menaikkan titik didih air. Gaya tarik-menarik ini disebut sebagai ikatan hidrogen
(Wikipedia, 2013).
Gambar II.2 Gambar Molekul Air dan Sifat-sifatnya
Tabel II.1 Tabel Informasi dan Sifat-sifat Air
Informasi dan Sifat-sifat air
Nama sistematis Air
Nama alternative Aqua, dihidrogen monoksida, hidrogen hidroksida
Rumus molekul H2O
Massa molar 18,0153 g/mol
Densitas dan fase 0,998 g/cm3
(cairan pada suhu 20oC); 0,92 g/cm
3 (padatan)
Titik beku 0oC
Titik didh 100oC
Kalor jenis 4184 J/(kg.K) (cairan pada susu 20oC)
(Wikipedia, 2013)
Tarikan atom oksigen pada elektron-elektron ikatan jauh lebih kuat dari pada yang
dilakukan oleh atom hidrogen, meninggalkan jumlah muatan positif pada kedua atom
hidrogen, dan jumlah muatan negatif pada atom oksigen. Adanya muatan pada tiap-tiap
atom tersebut membuat molekul air memiliki sejumlah momen dipol. Gaya tarik-menarik
listrik antar molekul-molekul air akibat adanya dipol ini membuat masing-masing
molekul saling berdekatan, membuatnya sulit untuk dipisahkan dan yang pada akhirnya
menaikkan titik didih air. Gaya tarik-menarik ini disebut sebagai ikatan hidrogen
(Wikipedia, 2013).
II-8
BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
Air sering disebut sebagai pelarut universal karena air melarutkan banyak zat
kimia. Air berada dalam kesetimbangan dinamis antara fase cair dan padat di bawah
tekanan dan temperatur standar. Dalam bentuk ion, air dapat dideskripsikan sebagai
sebuah ion hidrogen (H+) yang berasosiasi (berikatan) dengan sebuah ion hidroksida
(Wikipedia, 2013).
Molekul air dapat diuraikan menjadi unsur-unsur asalnya dengan cara mengalirinya
menggunakan arus listrik. Proses ini disebut elektrolisis air. Pada katode, dua molekul air
bereaksi dengan menangkap dua elektron, tereduksi menjadi gas H2 dan ion hidroksida
(OH-). Sementara itu pada anode, dua molekul air lain terurai menjadi gas oksigen (O2),
melepaskan 4 ion H+ serta mengalirkan elektron ke katode. Ion H
+ dan OH
- mengalami
netralisasi sehingga terbentuk kembali beberapa molekul air (Wikipedia, 2013).
Gas hidrogen dan oksigen yang dihasilkan dari reaksi ini membentuk gelembung
pada elektrode dan dapat dikumpulkan. Prinsip ini kemudian dimanfaatkan untuk
menghasilkan hidrogen dan hidrogen peroksida (H2O2) yang dapat digunakan sebagai
bahan bakar kendaraan hidrogen (Wikipedia, 2013).
Air adalah pelarut yang kuat, melarutkan banyak jenis zat kimia. Zat-zat yang
bercampur dan larut dengan baik dalam air (misalnyagaram-garam) disebut sebagai zat-
zat hidrofilik (pencinta air), dan zat-zat yang tidak mudah tercampur dengan air
(misalnya lemak dan minyak), disebut sebagai zat-zat hidrofobik (takut-air). Kelarutan
suatu zat dalam air ditentukan oleh dapat tidaknya zat tersebut menandingi kekuatan gaya
tarik-menarik listrik (gaya intermolekul dipol-dipol) antara molekul-molekul air. Jika
suatu zat tidak mampu menandingi gaya tarik-menarik antar molekul air, molekul-
molekul zat tersebut tidak larut dan akan mengendap dalam air (Wikipedia, 2013).
Air menempel pada sesamanya (kohesi) karena air bersifat polar. Air memiliki
sejumlah muatan parsial negatif (σ-) dekat atom oksigen akibat pasangan elektron yang
(hampir) tidak digunakan bersama, dan sejumlah muatan parsial positif (σ+) dekat atom
oksigen yang ada di dalam air. Hal ini terjadi karena atom oksigen yang bersifat
lebih elektronegatif dibandingkan atom hidrogen yang berarti, ia (atom oksigen) memiliki
lebih kekuatan tarik pada elektron-elektron yang dimiliki bersama dalam molekul,
menarik elektron-elektron lebih dekat ke arahnya (juga berarti menarik muatan negatif
elektron-elektron tersebut) dan membuat daerah di sekitar atom oksigen bermuatan lebih
negatif ketimbang daerah-daerah di sekitar kedua atom hidrogen (Wikipedia, 2013).
II-9
BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
Air memiliki tegangan permukaan yang besar yang disebabkan oleh kuatnya sifat
kohesi antar molekul-molekul air. Hal ini dapat diamati saat sejumlah kecil air
ditempatkan dalam sebuah permukaan yang tak dapat terbasahi atau terlarutkan (non-
soluble), air tersebut akan berkumpul sebagai sebuah tetesan. Di atas sebuah permukaan
gelas yang amat bersih atau berpermukaan amat halus air dapat membentuk suatu lapisan
tipis (thin film) karena gaya tarik molekular antara gelas dan molekul air (gaya adhesi)
lebih kuat ketimbang gaya kohesi antar molekul air (Wikipedia, 2013).
Dalam sel-sel biologi dan organel-organel, air bersentuhan dengan membran dan
permukaan protein yang bersifat hidrofilik, yaitu permukaan-permukaan yang memiliki
ketertarikan kuat terhadap air. Irvin Langmuir mengamati suatu gaya tolak yang kuat
antar permukaan-permukaan hidrofilik. Untuk melakukan dehidrasi suatu permukaan
hidrofilik dalam arti melepaskan lapisan yang terikat dengan kuat dari hidrasi air perlu
dilakukan kerja sungguh-sungguh melawan gaya-gaya ini, yang disebut gaya-gaya
hidrasi. Gaya-gaya tersebut amat besar nilainya akan tetapi meluruh dengan cepat dalam
rentang nanometer atau lebih kecil. Pentingnya gaya-gaya ini dalam biologi telah
dipelajari secara ekstensif oleh V. Adrian Parsegian dari National Institute of Health.
Gaya-gaya ini penting terutama saat sel-sel terdehidrasi saat bersentuhan langsung
dengan ruang luar yang kering atau pendinginan di luar sel (extracellular freezing)
(Wikipedia, 2013).
Air merupakan cairan singular, oleh karena kapasitasnya untuk membentuk
jaringan molekul 3 dimensi dengan ikatan hidrogen yang mutual. Hal ini disebabkan
karena setiap molekul air mempunyai 4 muatan fraksional dengan arah tetrahedron, 2
muatan positif dari kedua atom hidrogen dan dua muatan negatif dari atom oksigen.
Akibatnya, setiap molekul air dapat membentuk 4 ikatan hidrogen dengan molekul
disekitarnya. Sebagai contoh, sebuah atom hidrogen yang terletak di antara dua atom
oksigen, akan membentuk satu ikatan kovalen dengan satu atom oksigen dan satu ikatan
hidrogen dengan atom oksigen lainnya, seperti yang terjadi pada es. Perubahan densitas
molekul air akan berpengaruh pada kemampuannya untuk melarutkan partikel. Oleh
karena sifat muatan fraksional molekul, pada umumnya, air merupakan zat pelarut yang
baik untuk partikel bermuatan atau ion, namun tidak bagi senyawa hidrokarbon
(Wikipedia, 2013).
II-10
BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
Tabel II.2 Tabel Sifat Fisika Air
0o 20
o 50
o 100
o
Massa jenis (g/cm3) 0.99987 0.99823 0.9981 0.9584
Panas jenis (kal/g•oC) 1.0074 0.9988 0.9985 1.0069
Kalor uap (kal/g) 597.3 586.0 569.0 539.0
Konduktivitas
termal (kal/cm•s•oC)
1.39 × 10-3
1.40 × 10-3
1.52 × 10-3
1.63 × 10-3
Tegangan
permukaan (dyne/cm) 75.64 72.75 67.91 58.80
Laju viskositas (g/cm•s) 178.34 × 10-4
100.9 × 10-4
54.9 × 10-4
28.4 × 10-4
Tetapan dielektrik 87.825 80.8 69.725 55.355
Air berikat dapat segera melarutkan ion, oleh karena tiap jenis ion akan segera
tertarik oleh masing-masing muatan fraksional molekul air, sehingga kation dan anion
dapat berada berdekatan tanpa harus membentuk garam. Ion lebih mudah terhidrasi oleh
air yang reaktif, padat dengan ikatan lemah, daripada air inert tidak padat dengan daya
ikat kuat. Hal ini menciptakan zona air, sebagai contoh, kation kecil yang sangat
terhidrasi akan cenderung terakumulasi pada fase air yang lebih padat, sedangkan kation
yang lebih besar akan cenderung terakumulasi pada fase air yang lebih renggang, dan
menciptakan partisi ion seperti serial Hofmeister (Wikipedia, 2013).
Energi pada molekul air menjadi tinggi ketika ikatan hidrogen yang dimiliki
menjadi tidak maksimal, seperti saat molekul air berada dekat dengan permukaan atau
gugus hidrokarbon. Senyawa hidrokarbon kemudian disebut bersifat hidrofobik sebab
II-11
BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
tidak membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air. Daya ikat hidrogen pada kondisi
ini akan menembus beberapa zona air dan partisi ion (Wikipedia, 2013).
Gambar II.3 Gambar Struktur Molekul Fenol
Kata fenol juga merujuk pada beberapa zat yang memiliki cincin aromatik yang
berikatan dengan gugus hidroksil. Fenol memiliki kelarutan terbatas dalam air, yakni 8,3
gram/100 ml. Fenol memiliki sifat yang cenderung asam, artinya ia dapat melepaskan ion
H+ dari gugus hidroksilnya. Pengeluaran ion tersebut menjadikan anion fenoksida
C6H5O− yang dapat dilarutkan dalam air (Wikipedia, 2013).
Dibandingkan dengan alkohol alifatik lainnya, fenol bersifat lebih asam. Hal ini
dibuktikan dengan mereaksikan fenol dengan NaOH, di mana fenol dapat melepaskan H+.
Pada keadaan yang sama, alkohol alifatik lainnya tidak dapat bereaksi seperti itu.
Pelepasan ini diakibatkan pelengkapan orbital antara satu-satunya pasangan oksigen dan
sistem aromatik, yang mendelokalisasi beban negatif melalui cincin tersebut dan
menstabilkan anionnya. Fenol didapatkan melalui oksidasi sebagian pada benzena atau
asam benzoat dengan proses Raschig, Fenol juga dapat diperoleh sebagai hasil dari
oksidasi batu bara (Wikipedia, 2013).
Fenol dapat digunakan sebagai antiseptik seperti yang digunakan Sir Joseph Lister
saat mempraktikkan pembedahan antiseptik. Fenol merupakan komponen utama pada
anstiseptik dagang, triklorofenol atau dikenal sebagai TCP (trichlorofenol). Fenol juga
merupakan bagian komposisi beberapa anestitika oral, misalnya semprotan klorseptik
(Wikipedia, 2013).
Fenol berfungsi dalam pembuatan obat-obatan (bagian dari produksi aspirin,
pembasmi rumput liar, dan lainnya). Selain itu fenol juga berfungsi dalam sintesis
senyawa aromatis yang terdapat dalam batu bara. Turunan senyawa fenol (fenolat)
banyak terjadi secara alami sebagai flavonoid alkaloid dan senyawa fenolat yang lain.
II-12
BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
Contoh dari senyawa fenol adalah eugenol yang merupakan minyak pada cengkeh
(Wikipedia, 2013).
Fenol yang terkonsentrasi dapat mengakibatkan pembakaran kimiawi pada kulit
yang terbuka. Penyuntikan fenol juga pernah digunakan pada eksekusi mati. Penyuntikan
ini sering digunakan pada masa Nazi, Perang Dunia II. Suntikan fenol diberikan pada
ribuan orang di kamp-kamp konsentrasi, terutama di Auschwitz-Birkenau. Penyuntikan
ini dilakukan oleh dokter ke vena (intravena) di lengan dan jantung. Penyuntikan ke
jantung dapat mengakibatkan kematian langsung (Wikipedia, 2013).
Senyawa fenol dibedakan atas dua jenis utama, yaitu :
A. Berdasarkan jalur pembuatannya :
1. Senyawa fenol yang berasal dari asam shikimat atau jalur shikimat
2. Senyawa fenol yang berasal dari aseta malonat
3. Ada juga senyawa fenol yang berasal dari kombinasi antara kedua jalur biosintesa
dari senyawa fenol yang berasal dari asam shikimat atau jalur shikimat dan Senyawa
fenol yang berasal dari aseta malonat yaitu senyawa-senyawa flavonoid.
B. Berdasarkan jumlah atom hidrogen yang dapat diganti oleh gugus hidroksil maka ada
tiga golongan senyawa fenol yaitu :
1. Fenol monovalen
Jika satu atom H dari inti aromatik diganti oleh satu gugusan OH.
2. Fenol divalen
Adalah senyawa yang diperoleh bila dua atom hidrogen pada inti aromatik diganti
dengan dua gugus hidroksil. Dan merupakan fenol bervalensi dua.
3. Fenol trivalen
Adalah senyawa yang diperoleh bila tiga atom hidrogen pada inti aromatik diganti
dengan tiga gugus hidroksil.
(Saputri, 2010)
Fenol atau asam karbolat atau benzenol adalah zat kristal tak berwarna yang
memiliki bau khas. Rumus kimianya adalah C6H5OH dan strukturnya memiliki gugus
hidroksil (-OH) yang berikatan dengan cincin fenil. Kata fenol juga merujuk pada
beberapa zat yang memiliki cincin aromatik yang berikatan dengan gugus hidroksil.
Fenol memiliki kelarutan terbatas dalam air, yakni 8,3 gram/100 ml. Fenol memiliki sifat
yang cenderung asam, artinya dapat melepaskan ion H+ dari gugus hidroksilnya.
II-13
BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
Pengeluaran ion tersebut menjadikan anion fenoksida C6H5O− yang dapat dilarutkan
dalam air (Adi, 2011).
Dibandingkan dengan alkohol alifatik lainnya, fenol bersifat lebih asam. Hal ini
dibuktikan dengan mereaksikan fenol dengan NaOH, di mana fenol dapat melepaskan H+.
Pada keadaan yang sama, alkohol alifatik lainnya tidak dapat bereaksi seperti itu.
Pelepasan ini diakibatkan pelengkapan orbital antara satu-satunya pasangan oksigen dan
sistem aromatik, yang mendelokalisasi beban negatif melalui cincin tersebut dan
menstabilkan anionnya (Adi, 2011).
Fenol didapatkan melalui oksidasi sebagian pada benzena atau asam benzoat
dengan proses Raschig. Fenol juga dapat diperoleh sebagai hasil dari oksidasi batu bara.
Fenol merupakan komponen utama pada antiseptik dagang, triklorofenol atau dikenal
sebagai TCP (trichlorophenol). Fenol juga merupakan bagian komposisi beberapa
anestitika oral, misalnya semprotan kloraseptik. Fenol berfungsi dalam pembuatan obat-
obatan (bagian dari produksi aspirin, pembasmi rumput liar, dan lainnya). Fenol yang
terkonsentrasi dapat mengakibatkan pembakaran kimiawi pada kulit yang terbuka
(Adi, 2011).
Fenol merupakan komponen utama pada anstiseptik dagang, triklorofenol atau
dikenal sebagai TCP (trichlorophenol). Fenol juga merupakan bagian komposisi beberapa
anestitika oral, misalnya semprotan kloraseptik. Fenol berfungsi dalam pembuatan obat-
obatan (bagian dari produksi aspirin) pembasmi rumput liar, dan lainnya. Fenol yang
terkonsentrasi dapat mengakibatkan pembakaran kimiawi pada kulit yang terbuka
(Adi, 2011).
Senyawa fenol dapat pula ditemukan di perairan. Keberadaanya dapat menjadi
sumber pencemar yang membahayakan kehidupan manusia maupun hewan air lainnya.
Batas maksimum yang diperbolehkan untuk air minum maupun air bersih adalah 0,0002
ppm. Berdasarkan beberapa percobaan, senyawa fenol dengan iodium monobromida,
reksinya dapat berlangsung dalam suasana asam maupun netral. Dalam suasana netral,
reaksinya berlansung lambat, yakni 85 menit pada suhu 45 oC dan 8-10 jam pada suhu
kamar. Namun dalam suasana asam kuat, reaksinya akan berlangsung cepat (hanya 10
menit). Mekanisme reaksi fenol dengan iodium monobromida adalah sebagai berikut:
II-14
BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
Gambar II.4 Gambar Mekanisme Reaksi Fenol dengan Iodium Monobromida
(Adi, 2011)
Ketertarikan akan fenol murni dalam tubuh hewan dimulai karena adanya
penemuan fenol dalam urin kuda, sapi dan manusia. Retensi fenol dalam jaringan hewan,
paling tidak telah dumulai penelitiannya sebelum tahun 1944 oleh deMeio dan Arnolt.
Dengan menggunakan media krebs’ solution dengan pH = 7.2, phosphate buffer, 0,2
gram glukosa per 100 ml., 0,5 mg fenol dalam 100 ml. Gas phase, oksigen; waktu
inkubasi, 2 jam. Volume larutan tiap, 15 ml (Adi, 2011).
Aktifitas fenol seringkali dimanfaatkan sebagai bahan untuk penelitian. Penelitian
tentang dampak asam-asam fenolic terhadap pertumbuhan dan kelangsungan
hidup Oenococcus oeni dan Lactobacillus hilgardii menunjukkan bahwa umumnya asam
fenolic tidak memiliki efek negatif terhadap pertumbuhan O. Oeni , sedangkan pada L.
hilgardii efeknya hanya dari jenis asam p-coumaric. Secara umum, O. Oeni lebih sensitif
dari L. hilgardii untuk asam fenolic inaktifasi (Adi, 2011).
Senyawa fenol seringkali digunakan untuk pengukuran konsentrasi karbohidrat dan
protein dalam metode asam sulfur 1, 10, percobaan uji sensitifitas biomarker pada ikan
medaka, Oryzias latipes untuk kemudian dilakukan pengukuran ekspresi gennya pada
level choriogenin, vitellogenin dan reseptor estrogen dengan reverse trancription-
polymerase chain reaction (RT-PCR), pencucian sel pada ikan atlantik salmon dalam
pengujian laboratorium, pencucian macrophage monolayer dalam uji chemiluminescence
(CL) pada ikan turbot (Scophthalmus maximus,L.) terhadap respon immun non spesifik
setelah diinfeksi dengan Vibrio pelagius, perendaman kelenjar pituitari ikan indian major
carp dalam larutan guanidium thiocyanate-phenolchloroform (GTC) untuk dalam tahapan
isolasi RNA, untuk mendapatkan ekstrak DNA dalam metode fenol-chloroform 4,11,19
atau pengujian ekspresi enzim metionin sulfoksid reduktase A (MsrA) yang terkandung
dalam bakteri (Adi, 2011).
II-15
BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
Penelitian lain adalah tentang uji toksisitas dari 11 bahan kimia sintetik dengan
menggunakan suspensi sel kultur. Kesebelas bahan kimia tersebut adalah benzentonium
klorid, sodium dodesilsulfat, captan, sodium linear-dodesilbenzen-supfonat, bentiocarb,
MEP, diazinon, asam asetat, fenol, anilin dan etanol. Berdasarkan hasil uji terhadap sel
CHSE-sp, senyawa fenol sebenarnya menduduki urutan ke-9 berdasarkan urutan
benzentonium klorid >sodium dodesilsulfat >captan >sodium linear-dodesilbenzen-
supfonat> bentiocarb> MEP> diazinon> asam asetat> fenol> anilin> etanol20
. Penelitian
tersebut memang belum berhasil mengungkap semua bahan kimia yang berbahaya bagi
sel ikan kultur yang disinyalir lebih dari 100 jenis bahan, namun paling tidak dapat
digunakan sebagai gambaran posisi toksisitas dari fenol terhadap sel ikan kultu
(Adi, 2011).
Senyawa fenol yang lain sebenarnya banyak terdapat dalam daun teh atau ekstrak
teh. Salah satu jenisnya adalah katesin (catechin). Keberadaannya sebagai antioksidan
telah banyak diteliti dampak fisiologisnya terhadap kesehatan manusia. Katesin juga
banyak dijumpai dalam anggur, cokelat, buah-buahan, sayuran dan rumput laut Jepang
21, 22. Penelitian di Indonesia dilakukan terhadap tanaman lada, nilam dan terung dalam
hal kandungan fenol dan hubungannya dengan ketahanan terhadap penyakit yang biasa
menyerang jenis tanaman tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman yang
tahan mempunyai kandungan fenol dan lignin yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan
tanaman yang rentan (Adi, 2011).
Dalam bentuknya sebagai betulinol yang biasa terdapat dalam kayu, telah
dicobakan untuk mengetahui dampaknya dalam reproduksi zebrafish, Danio
rerio (Hamilton). Pada dosis 5 μg/l selama 8 minggu pada ikan betina, mampu
meningkatkan intensitas pemijahan, sedangkan pada jantan mampu meningkatkan
munculnya perubahan struktur dalam testes. Namun demikian, setelah ikan-ikan tersebut
diinfeksi dengan bakteri maka dapat diketahui bahwa daya immunenya melemah. Studi
ini mengindikasikan bahwa betulinol diduga memiliki efek pengganguan-endokrin pada
zebrafish, namun meningkatnya kecendrungan terjadinya kelainan secara struktural
dalam testes diduga disebabkan oleh aksi sinergitik antara komponen dalam testes dan
adanya infeksi bakteri (Adi, 2011).
Sebagai senyawa dengan sifat toksisitas tertentu, Jepang telah melakukan penelitian
untuk mengetahui proses degradasi senyawa nonilfenol (NP) di beberapa perairannya
II-16
BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
dengan menggunakan mikroba consortia. Penelitian dilakukan di teluk Tokyo dan unit
pengolahan limbah. Senyawa NP didegradasi dalam waktu 45 hari pada suhu 25 oC
dalam medium mengandung NP (1000 ppm) sebagai sumber karbon. Penelitian dengan
sample mikroba lain, menunjukkan bahwa proses degradasinya selama 30 hari. Dengan
medium yang mengandung NP/glukosa dengan rasio 1, aktivitas degradasinya ternyata
tidak dipengaruhi oleh adanya glukosa (Adi, 2011).
Bagi Indonesia, industri yang berkembang cepat, limbah rumah tangga yang
semakin berlimpah ruah berakibat pada munculnya pencemaran dan dapat dipastikan
akan meningkat pula dari tahun ke tahun. Walaupun sejumlah usaha telah dilakukan
Pemerintah untuk mengatasi masalah ini, namun kesadaran masyarakat yang masih
rendah merupakan kendala utama, sehingga tidak berjalannya beberapa program
Pemerintah dalam penanggulangan limbah tersebut (Adi, 2011).
Fenol dan derivat-derivatnya merupakan polutan yang sangat berbahaya di
lingkungan karena bersifat racun dan sangat sulit didegradasi oleh organisme pengurai.
Fenol adalah senyawa kimia yang bersifat korosif yang dapat menyebabkan iritasi
jaringan, kulit, mata dan mengganggu pernapasan manusia. Nilai ambang batas senyawa
fenol untuk baku mutu air minum sebesar 0,001 ppm, mutu buangan air industri sebesar
0,3 ppm serta di lingkungan para pekerja gas fenol adalah 0,3 ppm. Fenol di alam
mengalami transformasi kimia, biokimia, dan fisika. Namun proses alami saja tidak
cukup untuk menuntaskan permasalahan yang timbul. Hal yang menimbulkan
permasalahan harus segera diatasi sehingga fenol dan derivat-derivatnya perlu ditiadakan
atau dikurangi sampai dengan nilai batas ambangnya. Manfaatnya adalah mencoba
mengurangi bahaya yang ditimbulkan oleh fenol, yaitu terbentuknya senyawa hasil
degradasi yang tidak membahayakan atau menimbulkan racun di alam (Adi, 2011).
Penelitian biodegradasi ini dilakukan pada skala laboratorium, yang difokuskan pada
pemecahan komponen tunggal dengan menggunakan kultur murni. Fenol merupakan
racun protoplasmik yang toksik terhadap segala jenis sel. Kadar fenol yang tinggi akan
mengendapkan protein, sedangkan kadar rendah akan mendenaturasi protein tanpa
koagulasi. Biodegradasi fenol adalah terjadinya pengrusakkan cincin aromatik oleh
mikroba pada proses anaerobik dan aerobik. Senyawa aromatik baik secara total maupun
sebagian dapat didegradasi oleh mikroorganisme tergantung pada jumlah cincin dan jenis
substituennya (Adi, 2011).
II-17
BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
Reaksi-reaksinya meliputi:
1. Infiltrasi kedalam sel, apabila tidak ada resistensi dalam terhadap transportasi massa
dan biomassa terdistribusi serba sama melalui medium.
2. Transformasi sisi rantai.
3. Modifikasi pensubstitusi dan perubahan senyawa-senyawa aromatik.
(Adi, 2011)
III-1
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Variabel Percobaan
a) Variabel Bebas : Penambahan aquadest sebanyak 2 sampai 20 ml dengan
kelipatan 2 ml.
b) Variabel Terikat : 2 gram dan 2,5 gram fenol.
c) Variabel Kontrol : Suhu, tekanan, jenis zat terlarut, dan zat pelarut.
III.2 Bahan Percobaan
1. Padatan fenol (C6H5OH )
2. Aquadest
III.3 Alat Percobaan
1. Beaker glass
2. Gelas ukur
3. Kaca arloji
4. Masker
5. Pemanas elektrik
6. Pengaduk
7. Pipet tetes
8. Sarung tangan
9. Tabung reaksi besar
10. Termometer
11. Timbangan elektrik
III.4 Prosedur Percobaan
III.4.1 Prosedur Mencari Temperatur Kritis
1. Menimbang 2 gram fenol dan memasukkan ke dalam tabung reaksi besar yang telah
dilengkapi dengan termometer dan pengaduk.
2. Menambahkan 2 ml aquadest.
3. Memanaskannya dalam beaker glass.
4. Mencatat suhu ketika larutan mulai jernih.
III-2
BAB III Metodologi Percobaan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
5. Mengangkatnya dari beaker glass.
6. Mencatat suhu ketika larutan mulai keruh.
7. Menambahkan aquadest sesuai variabel volume 2 ml.
8. Mengulangi tahap 2 sampai 6 hingga volume aquadest 20 ml.
9. Mengulangi tahap 1-8 dengan variabel berat fenol sebesar 2,5 gram.
III.4.2 Prosedur Menghitung Persentase Berat Fenol
1. Menimbang 2 gram fenol dan memasukkan ke dalam tabung reaksi besar yang telah
dilengkapi dengan termometer dan pengaduk.
2. Menambahkan 2 ml aquadest.
3. Menghitung persentase berat fenol dalam larutan fenol-air dengan cara membagi 2
gram fenol dengan 2 gram fenol ditambah 2 gram air.
4. Mengulangi tahap 2 sampai 3 hinggal volume aquadest 20 ml.
5. Mengulangi tahap 1 sampai 4 dengan variabel berat fenol sebesar 2,5 gram.
III.5 Diagram Alir Percobaan
III.5.1 Prosedur Mencari Temperatur Kritis
Mulai
Menimbang 2 gram fenol dan memasukkan ke dalam tabung reaksi
besar yang telah dilengkapi dengan termometer dan pengaduk.
Menambahkan 2 ml aquadest.
Memanaskan dalam beaker glass.
Mencatat suhu ketika larutan mulai jernih.
Mengangkat larutan dari beaker glass.
A
III-3
BAB III Metodologi Percobaan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
III.5.2 Prosedur Menghitung Persentase Berat Fenol
Mencatat suhu ketika larutan mulai keruh.
Mengulangi tahap 2 sampai 6 hingga volume aquadest 20 ml.
Mengulangi tahap 1-8 dengan variabel berat fenol sebesar 2,5 gram.
Menambahkan aquadest sesuai variabel volume 2 ml.
A
Mulai
Menimbang 2 gram fenol dan memasukkan ke dalam tabung reaksi
besar yang telah dilengkapi dengan termometer dan pengaduk.
Menambahkan 2 ml aquadest.
Menghitung % berat fenol dalam larutan fenol-air dengan cara
membagi 2 gram fenol dengan 2 gram fenol ditambah 2 gram air.
.
Mengulangi tahap 2 sampai 3 hingga volume aquadest 20 ml.
Mengulangi tahap 1 sampai 4 dengan variabel berat fenol sebesar
2,5 gram.
Selesai
Selesai
III-4
BAB III Metodologi Percobaan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
III.6 Gambar Alat Percobaan
Beaker glass Gelas ukur Kaca arloji
Masker Pemanas elektrik Pengaduk
Pipet tetes Sarung tangan Tabung reaksi
Termometer Timbangan elektrik
IV-1
BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Percobaan
Tabel IV.1.1 Pengaruh Penambahan Volume Terhadap Perubahan Suhu dan Persen Berat
Fenol dengan Massa Fenol 2 gram
Volume
Aquadest
(ml)
% Berat
Fenol
(%)
Suhu
(oC)
Jernih Keruh Rata – rata ( )
2 50 57 50 53,5
4 33,3 63 58 60,5
6 25 58 50 54
8 20 68 57 62,5
10 16,6 67 52 59,5
12 14,3 64 48 56
14 12,5 67 52 54,5
16 11,1 56 42 49
18 10 50 42 46
20 9,1 48 39 43,5
Tabel IV.1.2 Pengaruh Penambahan Volume Terhadap Perubahan Suhu dan Persen Berat
Fenol dengan Massa Fenol 2,5 gram
Volume
Aquadest
(ml)
% Berat
Fenol
(%)
Suhu
(oC)
Jernih Keruh Rata – rata ( )
2 55,5 68 64 66
4 38,4 64 61 62,5
6 29,4 63 61 62
8 23,8 62 53 57,5
10 20 63 54 58,5
12 17,2 58 47 52,5
14 15,1 53 44 48,5
16 13,5 49 41 45
18 12,1 46 37 41,5
20 11,1 44 36 50
IV.2 Pembahasan
Tujuan dari percobaan timbal balik fenol-air adalah untuk menentukan temperatur
kritis dari kelarutan timbal balik fenol-air merupakan percampuran antara air dan fenol yang
membentuk larutan biner tidak menyatu, air berada dilapisan atas dan fenol berada dilapisan
bawah. Hal ini dikarenakan massa jenis air lebih rendah dari massa jenis fenol. Jika larutan
IV-2
BAB IV Hasil Percobaan dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
fenol-air dipanaskan dan mencapai temperatur kritis, maka larutan akan menjadi satu fasa atau
dapat disebut homogen. Namun jika larutan fenol-air telah melewati temperatur kritis, maka
akan membentuk dua fasa atau dapat disebut heterogen, sama seperti sebelum dipanaskan.
Dalam percobaan ini, variabel yang digunakan adalah variabel massa fenol dan penambahan
aquadest. Massa fenol yang digunakan sebanyak 2 dan 2,5 gram, sedangkan untuk
penambahan aquadest dimulai dengan 2 ml dan kemudian kelipatannya hingga penambahan
mencapai 20 ml.
Dari hasil percobaan yang telah kami lakukan, telah didapatkan grafik sebagai berikut :
Grafik IV.2.1 Grafik Timbal Balik Fenol-Air Pada Variabel 2 gram Fenol
Pada Grafik IV.2.1, dapat dilihat bahwa pada saat persen berat fenol 9,1%
memiliki temperatur 43,5oC, 10% memiliki temperatur sebesar 46
oC, 11,1% memiliki
temperatur 49oC, 12,5% memiliki temperatur 59,5
oC, dan 14,3% memiliki temperatur
56oC. 16,6% memiiki temperatur 59,5
oC, 20% memiliki temperatur 62,5
oC, 25%
memiliki temperatur 54oC, 33,5% memiliki temperatur 6,5
oC, dan 50% memiliki
temperatur 53,5oC. Pada grafik IV.2.1 dapat dilihat bahwa puncak kurva tersebut berada
pada temperatur 62,5oC dengan persentase berat fenol 20%, titik puncak kurva
merupakan temperatur kritis. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa
penambahan air menyebabkan kenaikan suhu karena semakin luas zat permukaan yang
35
40
45
50
55
60
65
70
0 10 20 30 40 50 60
Su
hu
(oC
)
Presentase Berat Fenol (%)
IV-3
BAB IV Hasil Percobaan dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
dipanaskan semakin banyak kalor yang dapat diserap sehingga suhu larutan timbal balik
fenol-air meningkat (Yistika, 2012).
Selain itu grafik IV.2.1 membuktikan bahwa grafik timbal balik fenol-air pada
variabel 2 gram fenol tidak sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa grafik
timbal balik fenol air berbentuk parabola (Yistika, 2012).
Hal ini disebabkan karena beberapa faktor yaitu, kurangnya ketelitian pada saat
penimbangan berat fenol sehingga mempengaruhi berat fenol yang ditambahkan kepada
larutan air. Kemudian kurangnya variabel penambahan air sehingga kurva yang
dihasilkan semakin naik. Selain itu disebabkan oleh larutan fenol-air yang telah lewat
jenuh sehingga tidak dapat dilarutkan dengan air dan tanpa pemanasan larutan fenol-air
sudah jernih (Yistika, 2012).
Grafik IV.2.2 Grafik Timbal Balik Fenol-Air pada Variabel 2,5 gram Fenol
Pada Grafik IV.2.2, dapat dilihat bahwa pada saat persentase berat fenol 11,1%
memiliki temperatur 40oC, 12,1% memiliki temperatur sebesar 41,5
oC, 13,5% memiliki
temperatur 45oC, 15,1% memiliki temperatur 48,5
oC, 17,2% memiliki temperatur
52,5oC, 20% memiliki temperatur 58,5
oC, 23,8% memiliki temperatur 57,5
oC, 29,4%
memiliki temperatur 62oC, 38,4% memiliki temperatur 62,5
oC
oC, dan 55,5% memiliki
temperatur 66oC. Pada grafik IV.2.2 dapat dilihat bahwa puncak kurva tersebut berada
pada temperatur 66oC dengan persentase berat fenol 55,5%, titik puncak kurva
35
40
45
50
55
60
65
70
10 20 30 40 50 60
Su
hu
(oC
)
Presentase Berat Fenol (%)
IV-4
BAB IV Hasil Percobaan dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
merupakan temperatur kritis. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa
penambahan air menyebabkan kenaikan suhu karena semakin luas zat permukaan yang
dipanaskan semakin banyak kalor yang dapat diserap sehingga suhu larutan timbal balik
fenol-air meningkat (Yistika, 2012).
Selain itu grafik IV.2.2 membuktikan bahwa grafik timbal balik fenol-air pada
variabel 2,5 gram fenol tidak sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa grafik
timbal balik fenol air berbentuk parabola (Yistika, 2012).
Hal ini disebabkan karena beberapa faktor yaitu, kurangnya ketelitian pada saat
penimbangan berat fenol sehingga mempengaruhi berat fenol yang ditambahkan pada
larutan air. Kemudian kurangnya variabel penambahan air sehingga kurva yang
dihasilkan semakin naik. Selain itu disebabkan oleh larutan fenol-air yang telah lewat
jenuh sehingga tidak dapat dilarutkan dengan air dan tanpa pemanasan larutan fenol-air
sudah jernih (Yistika, 2012).
Grafik IV.2.3 Perbandingan Timbal Balik Fenol-Air Pada Variabel 2 gram dan 2,5 gram
Pada grafik IV.2.3 dapat dilihat bahwa kesamaan antara kurva timbal balik fenol-
air dengan variabel 2 gram dan kurva timbal balik fenol-air dengan variabel 2,5 gram,
pada kurva timbal balik fenol-air dengan variabel 2 gram dan 2,5 gram tidak membentuk
parabola. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa grafik timbal
balik fenol air berbentuk parabola (Yistika, 2012).
35
40
45
50
55
60
65
70
0 10 20 30 40 50 60
Su
hu
(0C
)
Persentase Berat Fenol (%)
2 gram
2,5 gram
IV-5
BAB IV Hasil Percobaan dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
Selain itu, temperatur fenol dengan variabel berat 2,5 gram lebih tinggi
dibandingkan dengan 2 gram, karena temperatur pada percobaan timbal balik fenol
dipengaruhi oleh zat terlarut dan pelarut. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa, semakin
banyak zat yang terlarut maka semakin lama larutan tersebut untuk mendidih sehingga
suhunya menjadi lebih besar. Zat terlarut dalam larutan timbal balik fenol-air 2,5 gram
lebih banyak daripada zat terlarut dalam larutan timbal balik fenol-air 2 gram. Sehingga,
semakin banyak zat terlarut maka semakin lama larutan tersebut untuk mendidih
sehingga suhunya menjadi lebih besar. Selain itu titik didih zat terlarut dan pelarut pun
mempengaruhi temperatur larutan (Yistika, 2012).
Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat dibuktikan bahwa kelarutan timbal
balik fenol-air kelarutanya akan berubah apabila ke dalam campuran itu ditambahkan
dengan salah satu komponen penyusunnya yaitu fenol dan air. Perubahan warna larutan
dari keruh menjadi jernih dan dari jernih menjadi keruh menandakan kalau zat
mengalami perubahan kelarutan yang dipengaruhi oleh perubahan suhu.
V-1
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Pada hasil percobaan larutan fenol-air berat fenol 2 gram diperoleh temperatur kritis
sebesar 62,5oC dengan persentase berat fenol 20,57%, sedangkan pada larutan fenol-air
diperoleh temperatur kritis berat fenol 2,5 gram temperatur 66oC dengan persentase berat
fenol 55,5%.
2. Temperatur fenol dengan variabel massa 2,5 gram lebih tinggi dibanding variabel massa
2 gram, karena temperatur pada percobaan timbal balik fenol-air dipengaruhi oleh zat
terlarut dan zat pelarut. Massa zat terlarut dalam timbal balik fenol-air 2,5 gram lebih
banyak daripada massa zat terlarut dalam timbal balik fenol-air 2 gram. Sehingga,
semakin besar massa zat terlarut, maka semakin lama larutan tersebut mendidih, sehingga
suhunya menjadi besar. Selain itu, titik didih zat terlarut dan pelarut pun mempengaruhi
temperatur larutan.
3. Faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan pada percobaan ini adalah kurangnya
ketelitian pada saat penimbangan berat fenol sehingga mempengaruhi berat fenol yang
ditambahkan kepada larutan air. Kemudian kurangnya variabel penambahan air sehingga
kurva yang dihasilkan semakin naik. Selain itu disebabkan oleh larutan fenol-air yang
telah lewat jenuh sehingga tidak dapat dilarutkan dan tanpa pemanasan larutan fenol-air.
.
vi
DAFTAR PUSTAKA
Adi. (2012, 2). http://www.adisucipto.com/2012/02/fenol-keberadaan-dan-pengaruhnya-
dalam-aktivitas-enzim/. Diakses pada 12 25, 2013, dari http://www.adisucipto.com.
Indah. (2011, 11). http://ezzamogy.blogspot.com/2011/11/laporanpraktikum-kimia-fisika.html.
Diakses pada 12 14, 2013, dari http://ezzamogy.blogspot.com.
Khusnul. (2013, 11). http://4301411010.blogspot.com/2013/11/laporan-praktikum-kelarutan-
timbal.html. Diakses pada 12 14, 2013, dari http://4301411010.blogspot.com.
Kompasiania. (2009, 12 18). http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/18/kimia-larutan-kimia-
dasar-39481.html. Diakses pada 12 14, 2013, dari http://edukasi.kompasiana.com.
Saputri. (2010, 10 8). http://fatmakyoshiuzumaki.wordpress.com/2010/10/18/15/. Diakses
pada 12 25, 2013, dari http://fatmakyoshiuzumaki.wordpress.com.
Wikipedia. (2013, september 22). wikipedia. Diakses pada 10 3, 2013, dari wikipedia website:
http://id.wikipedia.org/wiki/Air
Yistika. (2012, 12 27). Blogger. Diakses pada 11 10, 2013, dari http://yustikaforict.wordpress
.com
vii
DAFTAR NOTASI
No Simbol Satuan Keterangan
1. N Normal Normalitas
2. V ml Volume
3. e - Ekuivalen
4. m gram Massa
5. ρ gram/ml Massa jenis
6. M Molar Molaritas
7. T oC Suhu
viii
APPENDIKS
Menghitung massa air dengan volume 2 ml
m = 2 gram
Menghitung massa air dengan volume 4 ml
m = 4 gram
Menghitung massa air dengan volume 6 ml
m = 6 gram
Menghitung massa air dengan volume 8 ml
m = 8 gram
Menghitung massa air dengan volume 10 ml
m = 10 gram
Menghitung massa air dengan volume 12 ml
m = 12 gram
Menghitung massa air dengan volume 14 ml
m = 14 gram
Menghitung massa air dengan volume 16 ml
m = 16 gram
Menghitung massa air dengan volume 18 ml
m = 18 gram
Menghitung massa air dengan volume 20 ml
m = 20 gram
Menghitung % berat fenol dengan massa fenol 2 gram dan massa air 2 gram
Menghitung temperatur rata-rata fenol dengan massa fenol 2 gram dan massa air 2
gram
= 53,5
oC
Menghitung % berat fenol dengan massa fenol 2 gram dan massa air 4 gram
Menghitung temperatur rata-rata fenol dengan massa fenol 2 gram dan massa air 4
gram
= 60,5
oC
Menghitung % berat fenol dengan massa fenol 2 gram dan massa air 6 gram
Menghitung temperatur rata-rata fenol dengan massa fenol 2 gram dan massa air 6
gram
= 54
oC
Menghitung % berat fenol dengan massa fenol 2 gram dan massa air 8 gram
Menghitung temperatur rata-rata fenol dengan massa fenol 2 gram dan massa air 8
gram
= 62,5
oC
Menghitung % berat fenol dengan massa fenol 2 gram dan massa air 10 gram
Menghitung temperatur rata-rata fenol dengan massa fenol 2 gram dan massa air 10
gram
= 59,5
oC
Menghitung % berat fenol dengan massa fenol 2 gram dan massa air 12 gram
Menghitung temperatur rata-rata fenol dengan massa fenol 2 gram dan massa air 12
gram
= 56
oC
Menghitung % berat fenol dengan massa fenol 2 gram dan massa air 14 gram
Menghitung temperatur rata-rata fenol dengan massa fenol 2 gram dan massa air 14
gram
= 54,5
oC
Menghitung % berat fenol dengan massa fenol 2 gram dan massa air 16 gram
Menghitung temperatur rata-rata fenol dengan massa fenol 2 gram dan massa air 16
gram
= 49
oC
Menghitung % berat fenol dengan massa fenol 2 gram dan massa air 18 gram
Menghitung temperatur rata-rata fenol dengan massa fenol 2 gram dan massa air 18
gram
= 46
oC
Menghitung % berat fenol dengan massa fenol 2 gram dan massa air 20 gram
Menghitung temperatur rata-rata fenol dengan massa fenol 2 gram dan massa air 20
gram
= 43,5
oC
Menghitung % berat fenol dengan massa fenol 2,5 gram dan massa air 2 gram
Menghitung temperatur rata-rata fenol dengan massa fenol 2,5 gram dan massa air 2
gram
= 66
oC
Menghitung % berat fenol dengan massa fenol 2,5 gram dan massa air 4 gram
Menghitung temperatur rata-rata fenol dengan massa fenol 2,5 gram dan massa air 4
gram
= 62,5
oC
Menghitung % berat fenol dengan massa fenol 2,5 gram dan massa air 6 gram
Menghitung temperatur rata-rata fenol dengan massa fenol 2,5 gram dan massa air 6
gram
= 62
oC
Menghitung % berat fenol dengan massa fenol 2,5 gram dan massa air 8 gram
Menghitung temperatur rata-rata fenol dengan massa fenol 2,5 gram dan massa air 8
gram
= 57,5
oC
Menghitung % berat fenol dengan massa fenol 2,5 gram dan massa air 10 gram
Menghitung temperatur rata-rata fenol dengan massa fenol 2,5 gram dan massa air 10
gram
= 58,5
oC
Menghitung % berat fenol dengan massa fenol 2,5 gram dan massa air 12 gram
Menghitung temperatur rata-rata fenol dengan massa fenol 2,5 gram dan massa air 12
gram
= 52,5
oC
Menghitung % berat fenol dengan massa fenol 2,5 gram dan massa air 14 gram
Menghitung temperatur rata-rata fenol dengan massa fenol 2,5 gram dan massa air 14
gram
= 48,5
oC
Menghitung % berat fenol dengan massa fenol 2,5 gram dan massa air 16 gram
Menghitung temperatur rata-rata fenol dengan massa fenol 2,5 gram dan massa air 16
gram
= 45
oC
Menghitung % berat fenol dengan massa fenol 2,5 gram dan massa air 18 gram
Menghitung temperatur rata-rata fenol dengan massa fenol 2,5 gram dan massa air 18
gram
= 41,5
oC
Menghitung % berat fenol dengan massa fenol 2,5 gram dan massa air 20 gram
Menghitung temperatur rata-rata fenol dengan massa fenol 2,5 gram dan massa air 20
gram
= 40
oC
Menghitung % berat fenol dengan massa 2,5 gram
= 55,5 %
Menghitungtemperaturrata-rata fenoldenganmassa 2 gram
= 66oC