laporanTPT komoditas Padi

77
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi (Oryza sativa) merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban. Meskipun mengacu pada jenis tanaman budidaya, padi juga digunakan untuk mengacu pada beberapa jenis dari marga (genus) yang sama, yang biasa disebut sebagai padi liar. Padi diduga berasal dari India atau Indocina dan masuk ke Indonesia dibawa oleh nenek moyang yang migrasi dari daratan Asia sekitar 1500 SM. Produksi padi dunia menempati urutan ketiga dari semua serealia, setelah jagung dan gandum. Namun, padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia. saat ini hampir seluruh daerah di Indonesia menanam padi di sawah. Sistem penanaman padi di sawah biasanya didahului oleh pengolahan tanah bersamaan dengan persemaian. Dalam dunia pertanian sistem tanam komoditas padi yang biasa dikenal ada beberapa macam yaitu Konvensional, SRI. (Shadily, Hassan. 1984) Tanaman padi dapat bertahan hidup dengan kondisi air yang tergenang, tetapi tidak tumbuh dengan subur dibawah kondisi hypoxia (kekurangan oksigen). Penggunaan varietas unggul padi sawah berumur genjah juga sangat penting kaitannya dengan efisiensi air. Semakin genjah umur padi semakin sedikit penggunaan air dibandingkan dengan padi berumur panjang. Kebiasaan 1

description

perlakuan SRI

Transcript of laporanTPT komoditas Padi

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPadi (Oryza sativa) merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban. Meskipun mengacu pada jenis tanaman budidaya, padi juga digunakan untuk mengacu pada beberapa jenis dari marga (genus) yang sama, yang biasa disebut sebagai padi liar. Padi diduga berasal dari India atau Indocina dan masuk ke Indonesia dibawa oleh nenek moyang yang migrasi dari daratan Asia sekitar 1500 SM. Produksi padi dunia menempati urutan ketiga dari semua serealia, setelah jagung dan gandum. Namun, padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia. saat ini hampir seluruh daerah di Indonesia menanam padi di sawah. Sistem penanaman padi di sawah biasanya didahului oleh pengolahan tanah bersamaan dengan persemaian. Dalam dunia pertanian sistem tanam komoditas padi yang biasa dikenal ada beberapa macam yaitu Konvensional, SRI. (Shadily, Hassan. 1984)Tanaman padi dapat bertahan hidup dengan kondisi air yang tergenang, tetapi tidak tumbuh dengan subur dibawah kondisi hypoxia (kekurangan oksigen). Penggunaan varietas unggul padi sawah berumur genjah juga sangat penting kaitannya dengan efisiensi air. Semakin genjah umur padi semakin sedikit penggunaan air dibandingkan dengan padi berumur panjang. Kebiasaan petani menanam padi dengan sistem tegel, jarak tanam yang rapat dan tidak beraturan sehingga berpengaruh terhadap jumlah anakan perumpun dan produksi gabah per hektar. Jarak tanam berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman karena berhubungan dengan persaingan sistem perakaran tanaman dalam konteks pemanfaatan pupuk. (Garris, A.J, 2004) Untuk memecahkan masalah tersebut, perlu adanya perbaikan teknologi dalam budidaya padi sawah di tingkat petani untuk meningkatkan produktivitas padi yang efisien dalam penggunaan air antara lain dengan sistem pengelolaan air, pemakaian benih unggul spesifik lokasi dan sistem pengaturan jarak tanam. Oleh karena itu, untuk mengetahui sistem tanam yang dapat menghasilkan produktivitas paling tinggi, praktikum budidaya tanaman padi dengan berbagai perlakuan sistem tanam perlu dilaksanakan.

1.2 TujuanLaporan praktikum ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada mahasiswa bagaimana cara budidaya mulai dari pengolahan lahan, penanaman, persemaian, perawatan dari hama dan penyakit hingga memanen hasilnya. Serta aplikasi dan perbandingan hasil teknologi produksi pertanian pada padi, baik melalui teknologi SRI atau konvensional.

1.3 ManfaatDiharapkan dengan adanya laporan praktikum ini mahasiswa dapat mengetahui bagaimana cara teknis budidaya tanaman secara langsung khususnya padi dengan metode SRI. Juga mahasiswa mampu memberikan perlakuan yang baik pada tanaman yang dibudidaya dengan pengalaman di lapang yang diperoleh

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkembangan Produksi dan Teknologi Produksi PadiPada perkembangan budidaya padi ada beberapa teknologi dalam pembudidayaan padi yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil. Teknologi-teknologi tersebut antara lain menurut (Joko Pramono, 2005) dan (Abdul Karim Makarim, 2013):2.1.1 Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah. Penerapan PTT didasarkan pada empat prinsip, yaitu: 1. Terpadu : PTT merupakan suatu pendekatan agar sumber daya tanaman, tanah dan air dapat dikelola dengan sebaik-baiknya secara terpadu.2. Sinergis: PTT memanfaatkan teknologi pertanian terbaik, dengan memperhatikan keterkaitan yang saling mendukung antar komponen teknologi.3. Spesifik lokasi: PTT memperhatikan kesesuaian teknologi dengan lingkungan fisik maupun sosial budaya dan ekonomi petani setempat.4. Partisipatif: berarti petani turut berperan serta dalam memilih dan menguji teknologi yang sesuai dengan kondisi setempat dan kemampuan petani melalui proses pembelajaran dalam bentuk laboratorium lapangan. (Joko Pramono, 2005)Agar komponen teknologi yang dipilih sesuai dengan kebutuhan setempat, maka proses perakitannya didasarkan pada hasil Kajian Kebutuhan dan Peluang (KKP). Dari hasil KKP dapat diketahui masalah yang dihadapi petani dan cara cara mengatasi masalah tersebut dalam upaya meningkatkan produksi padi. Untuk memecahkan masalah tersebut, PTT menyediakan beberapa pilihan komponen teknologi, yang dibedakan menjadi komponen teknologi dasar dan komponen teknologi pilihan. (Joko Pramono, 2005)Komponen teknologi dasar dalam PTT yaitu:1. Penggunaan varietas padi unggul atau varietas padi berdaya hasil tinggi dan atau bernilai ekonomi tinggi.2. Benih bermutu dan berlabel.3. Pemupukan berimbang berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah (spesifik lokasi). (Joko Pramono, 2005)4. Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu (PHT).Komponen teknologi pilihan dalam PTT yaitu :1. Penanaman bibit umur muda dengan jumlah bibit terbatas yaitu antara 1-3 bibit per lubang.2. Peningkatan populasi tanaman.3. Penggunaan kompos bahan organik dan atau pupuk kandang sebagai pupuk dan pembenah tanah.4. Pengaturan pengairan dan pengeringan berselang,5. Pengendalian gulma6. Panen tepat waktu,7. Perontokan gabah sesegera mungkin. (Joko Pramono, 2005)2.1.2 Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Gogo Secara umum komponen utama pendekatan model PTT padi gogo adalah: (1) penggunaan varietas unggul (disarankan lebih dari satu varietas), (2) penambahan bahan organik tanah dan tindakan konservasi tanah, (3) pemupukan berimbang sesuai rekomendasi setempat dan waktu pemupukan yang tepat, dan (4) sistim tanam seperti jajar legowo dan memupuk dalam larikan untuk efisiensi pupuk. (Joko Pramono, 2005)2.1.3 Metode SRI. Prinsip dasar metode SRI adalah bertani secara ramah lingkungan, rendah asupan luar (low external input), menerapkan kearifan lokal (indigenous knowledge), membatasi penggunaan bahan kimia baik pestisida maupun pupuk. Metode SRI merupakan paket budidaya padi yang komponen-komponen utamanya telah mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut: (a) penghematan input, seperti benih cukup 7 - 10 kg/ha per sekali tanam, karena jarak tanam yang diterapkan lebar yaitu 30cm x 30 cm dan hanya 1 bibit per lubang, (b) bersih lingkungan, karena tidak menggunakan pestisida kimia dan diganti dengan pestisida nabati dalam perkembangannya; dan (c) pemanfaatan sumber lokal, seperti pupuk kandang, kompos dari sisa-sisa tanaman dan pemanfaatan mikroorganisme lokal (MOL). Metode SRI sebenarnya mirip dengan cara budi daya petani di Indonesia sebelum Revolusi Hijau dahulu. Hanya saja pada masa lampau kondisi alam, ekonomi dan budayanya seperti itu, yaitu (1) belum ada tuntutan untuk berproduksi tinggi, karena memang jumlah penduduk masih terbatas dan beras cukup untuk dikonsumsi; (2) pupuk kimia belum tersedia termasuk pestisida; (3) keragaman hayati, musuh alami tinggi sehingga ledakan hama tidak pernah terjadi; (4) kesuburan tanah dan kandungan bahan organik tinggi secara alami; (5) ketersediaan air berlimpah namun juga tidak banjir, atau tidak kekeringan karena cadangan air tersimpan baik dalam tanah yang terkonservasi, dengan daya dukung lahan masih kuat; (6) varietas padi yang ditanam bertipe tumbuh lambat berumur panjang (4-6 bulan) sehingga kebutuhan hara per harinya rendah. Metode SRI ini di luar negeri dilaporkan dapat mencapai hasil di atas 10 ton GKG th-1. Hasil padi di Bhairawa, Nepal cara petani menghasilkan 5,26 - 6,76 th-1, dan cara SRI pada jarak tanam 30 cm x 30 cm 6,32 - 8,86 th-1 dan SRI dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm menghasilkan 7,71-9,68 th-1 kesemuanya kurang dari 10 th-1 dan jarak tanam 20 cm x 20 cm lebih baik dibandingkan 30 cm x 30 cm. (Abdul Karim Makarim, 2013)2.2 Klasifikasi dan Morfologi 2.2.1 Klasifikasi Tanaman Padi Padi Adalah tanaman yang paling penting di negeri kita Indonesia ini. Betapa tidak karena makanan pokok di Indonesia adalah nasi dari beras yang tentunya dihasilkan oleh tanaman padi. Selain di Indonesia padi juga menjadi makanan pokok negara-negara di benua Asia lainnya seperti China, India, Thailand, Vietnam dan lain-lain. Padi merupakan tanaman berupa rumput berumpun. Tanaman pertanian ini berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Bukti sejarah memperlihatkan bahwa penanaman padi di Zhejiang (Cina) sudah dimulai pada 3.000 tahun SM. Fosil butir padi dan gabah ditemukan di Hastinapur Uttar Pradesh India sekitar 100-800 SM. Selain Cina dan India, beberapa wilayah asal padi adalah Bangladesh Utara, Burma, Thailand, Laos, Vietnam. Hama yang banyak menyerang tanaman ini adalah tikus, orong-orong, kepinding tanah (lembing batu), walang sangit dan wereng coklat. Hama-hama itulah yang sering menyebabkan padi gagal panen dan tentunya membuat petani merugi. (Grist 1960)Negara produsen padi terkemuka adalah Republik Rakyat Cina (31% dari total produksi dunia), India (20%), dan Indonesia (9%). Namun hanya sebagian kecil produksi padi dunia yang diperdagangkan antar negara (hanya 5%-6% dari total produksi dunia). Thailand merupakan pengekspor padi utama (26% dari total padi yang diperdagangkan di dunia) diikuti Vietnam (15%) dan Amerika Serikat (11%). Indonesia merupakan pengimpor padi terbesar dunia (14% dari padi yang diperdagangkan di dunia) diikuti Bangladesh (4%), dan Brazil (3%). (Grist 1960)Berdasarkan literatur Grist (1960), padi dalam sistematika tumbuhan diklasifikasikan kedalam: Divisi: Spermatophyta Sub divisi: Angiospermae Kelas: Monocotyledoneae Ordo: Poales Famili: Graminae Genus: Oryza Linn Species: Oryza sativa L.2.2.2 Morfologi Tanaman Padi2.2.2.1 Akar Berdasarkan literatur Aak (1992) akar adalah bagian tanaman yang berfungsi menyerap air dan zat makanan dari dalam tanah, kemudian diangkut ke bagian atas tanaman. Akar tanaman padi dapat dibedakan atas: Radikula akar yang tumbuh pada saat benih berkecambah. Pada benih yang sedang berkecambah timbul calon akar dan batang. Calon akar mengalami pertumbuhan ke arah bawah sehingga terbentuk akar tunggang, sedangkan calon batang akan tumbuh ke atas sehingga terbentuk batang dan daun. (Aak, 1992)Akar serabut (akaradventif); setelah 5-6 hari terbentuk akar tunggang, akar serabut akan tumbuh. (Aak, 1992)Akar rambut merupakan bagian akar yang keluar dari akar tunggang dan akar serabut. Akar ini merupakan saluran pada kulit akar yang berada diluar, dan ini penting dalam pengisapan air maupun zat-zat makanan. Akar rambut biasanya berumur pendek sedangkan bentuk dan panjangnya sama dengan akar serabut. (Aak, 1992)Akar tajuk (crown roots) ;adalah akar yang tumbuh dari ruas batang terendah. Akar tajuk ini dibedakan lagi berdasarkan letak kedalaman akar di tanah yaitu akar yang dangkal dan akar yang dalam. Apabila kandungan udara di dalam tanah rendah,maka akar-akar dangkal mudah berkembang. Bagian akar yang telah dewasa (lebih tua) dan telah mengalami perkembangan akan berwarna coklat, sedangkan akar yangbaru atau bagian akar yangmasih muda berwarna putih. (Aak, 1992)2.2.2.2 BatangBerdasarkan literatur Aak (1992) padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Ruas-ruas itu merupakan bubung kosong. Pada kedua ujung bubung kosong itu bubungnya ditutup oleh buku. Panjangnya ruas tidak sama. Ruas yang terpendek terdapat pada pangkal batang. Ruas yang kedua, ruas yang ketiga, dan seterusnya adalah lebih panjang daripada ruas yang didahuluinya. Pada buku bagian bawah dari ruas tumbuh daun pelepah yangmembalut ruas sampai buku bagian atas. Tepat pada buku bagian atas ujumg dari daun pelepah memperlihatkan percabangan dimana cabang yang terpendek menjadi ligula (lidah) daun, dan bagian yamg terpanjang dan terbesar menjadi daun kelopak yang memiliki bagian auricle pada sebelah kiri dan kanan. Daun kelopak yang terpanjang dan membalut ruas yang paling atas dari batang disebut daunbendera. Tepat dimana daun pelepah teratas menjadi ligula dan daun bendera, di situlah timbul ruas yang menjadi bulir padi. Pertumbuhan batang tanaman padi adalah merumpun, dimana terdapat satu batang tunggal/batang utama yang mempunyai 6 mata atau sukma, yaitu sukma 1, 3, 5 sebelah kanan dan sukma 2, 4, 6 sebelah kiri. Dari tiap-tiap sukma ini timbul tunas yang disebut tunasorde pertama. (Aak, 1992)Tunas orde pertama tumbuhnya didahului oleh tunas yang tumbuh dari sukma pertama, kemudian diikuti oleh sukma kedua, disusul oleh tunas yang timbul dari sukma ketiga dan seterusnya sampai kepad apembentukan tunas terakhir yang keenam pada batang tunggal. Tunas-tunas yang timbul dari tunas orde pertama disebu tunas orde kedua. Biasanya dari tunas-tunas orde pertama ini yang menghasilkan tunas-tunas orde kedua ialah tunas orde pertama yang terbawah sekali pada batang tunggal/ utama. Pembentukan tunas dari orde ketiga pada umunya tidak terjadi,oleh karena tunas-tunas dari orde ketiga tidak mempunyai ruang hidup dalam kesesakan dengan tunas-tunas dari orde pertama dan kedua. (Aak, 1992)

2.2.2.3 DaunBerdasarkan literatur Aak (1992) padi termasuk tanaman jenis rumput-rumputan mempunyai daun yang berbeda-beda, baik bentuk, susunan, atau bagian bagiannya. Ciri khas daun padi adalah adanya sisik dan telinga daun. Hal inilah yang menyebabkan daun padi dapat dibedakan dari jenis rumput yang lain. Adapun bagian-bagian daun padi adalah: Helaian daun terletak pada batang padi dan selalu ada. Bentuknya memanjang seperti pita. Panjang dan lebar helaian daun tergantung varietas padi yang bersangkutan. (Aak, 1992)Pelepah daun (upih) merupakan bagian daun yang menyelubungi batang, pelepah daun ini berfungsi memberi dukungan pada bagian ruas yang jaringannya lunak, dan hal ini selalu terjadi. Lidah daun lidah daun terletak pada perbatasan antara helai daun dan upih. Panjang lidah daun berbeda-beda, tergantung pada varietas padi. Lidah daun duduknya melekat pada batang. Fungsi lidah daun adalah mencegah masuknya air hujan diantara batang dan pelepah daun (upih). Disamping itu lidah daun juga mencegah infeksi penyakit, sebab media air memudahkan penyebaran penyakit. (Aak, 1992)Daun yang muncul pada saat terjadi perkecambahan dinamakan coleoptile. Koleopti lkeluar dari benih yang disebar dan akan memanjang terus sampai permukaan air. koleoptil baru membuka, kemudian diikuti keluarnya daun pertama, daun kedua dan seterusnya hingga mencapai puncak yang disebut daun bendera, sedangkan daun terpanjang biasanya pada daun ketiga. Daun bendera merupakan daun yang lebih pendek daripada daun-daun di bawahnya, namun lebih lebar dari pada daun sebelumnya. Daun bendera ini terletak di bawah malai padi. Daun padi mula-mula berupa tunas yang kemudian berkembang menjadi daun. Daun pertama pada batang keluar bersamaan dengan timbulnya tunas (calon daun) berikutnya. Pertumbuhan daun yang satu dengan daun berikutnya (daun baru) mempunyai selang waktu 7 hari, dan 7 hari berikutnya akan muncul daun baru lainnya. (Aak, 1992)2.2.2.4 BungaSekumpulan bunga padi (spikelet) yang keluar dari buku paling atas dinamakan malai. Bulir-bulir padi terletak pada cabang pertama dan cabang kedua, sedangkan sumbu utama malai adalah ruas buku yang terakhir pada batang. Panjang malai tergantung pada varietas padi yang ditanam dancara bercocok tanam. Dari sumbu utama pada ruas buku yang terakhir inilah biasanya panjang malai (rangkaian bunga) diukur. Panjang malai dapat dibedakan menjadi 3 ukuran yaitu malai pendek (kurang dari 20 cm), malai sedang (antara 20-30 cm), dan malai panjang (lebih dari 30cm). Jumlah cabang pada setiap malai berkisar antara 15-20 buah, yang paling rendah 7 buah cabang, dan yang terbanyak dapat mencapai 30 buah cabang. Jumlah cabang ini akan mempengaruhi besarnya rendemen tanaman padi varietas baru, setiap malai bisa mencapai 100-120 bunga. (Departemen Pertanian, 1983)Bunga padi adalah bunga telanjang artinya mempunyai perhiasan bunga. Berkelamin dua jenis dengan bakal buah yang diatas. Jumlah benang sari ada 6 buah, tangkai sarinya pendek dan tipis, kepala sari besar serta mempunyai dua kandung serbuk. Putik mempunyai dua tangkai putik, dengan dua buah kepala putik yang berbentuk malai dengan warna pada umumnya putih atau ungu. (Departemen Pertanian, 1983)Komponen-komponen (bagian) bunga padi adalah: kepala sari, tangkai sari, palea (belahan yang besar), lemma (belahan yang kecil), kepala putik, tangkai bunga. (Departemen Pertanian, 1983)

2.2.2.5 BuahBuah padi yang sehari-hari kita sebut biji padi atau butir/gabah, sebenarnya bukan biji melainkan buah padi yang tertutup oleh lemma dan palea. Buah ini terjadi setelah selesai penyerbukkan dan pembuahan. Lemma dan palea serta bagian lain yang membentuk sekam atau kulit gabah (Departemen Pertanian, 1983).2.3 Syarat TumbuhTanaman padi dapat tumbuh baik di daerah yang mempunyai suhu panas dan banyak mengandung uap air, yaitu daerah yang mempuyai iklim panas dan lembab serta curah hujan 1500 2000 mm \ tahun dengan suhu udara lebih dari 23oC . tanaman padi dapat tumbuh mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi tempat 1500 meter dpl. tanaman padi dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, tetapi untuk padi yang ditanam dilahan persawahan memerlukan syarat syarat tertentu , karena tidak semua jenis tanah dapat dijadikan lahan tergenang air. sistim tanah sawah, lahan harus tetap tergenang air agar kebutuhan air tanaman padi tercukupi sepanjang musim tanam. oleh karena itu jenis tanah yang sulit menahan air kurang cocok dijadikan lahan persawahan. sebaiknya tanah yang sulit dilewati air sangat cocok dibuat lahan persawahan. ketebalan lapisan oleh tanah berkisar antara 18-22 dengan dengan derajat keasaman. (Manurung, S.O. dan Ismunadji. 1988).Padi dapat tumbuh dan memberikan hasil tinggi bila persyaratan iklim dan tanah sesuai selama pertumbuhannya.dapat dijelaskan sebagai berikut:a) Iklim Temperatur 15-30 C Kelembaban 60% Curah hujan 600-1200 ml selama pase pertumbuhan Kebutuhan sinar matahari antara 10-11 jam per hari Tinggi tempat antara 0-1300 m diatas permukaan laut (dpl).b) Tanah Derajat kemasaman (pH) tanah antara 5-7 Jenis tanah Grumosol, Latosol, Andosol, dan Podsolik Merah Kuning Tanah subur, gembur, dan tidak ternaungi. (Manurung, S.O. dan Ismunadji. 1988)

2.4 Fase Pertumbuhan TanamanFase-fase pertumbuhan tanaman padi berikut disajikan berdasarkan informasi/data dan karakteristik IR64, varietas unggul berdaya hasil tinggi, semidwarf (tinggi sedang), namun secara umum berlaku juga untuk varietas lainnya. Secara garis besar, fase pertumbuhan tanaman padi dibagi menjadi 2 (dua) bagian yakni fase vegetatif dan fase generatif, namun ada yang membagi lagi fase generatifnya menjadi fase reproduktif dan pematangan. (Aak, 1992)Di daerah tropis, fase reproduktif berlangsung lebih kurang 35 hari , sedangkan fase pematangannya sekitar 30 hari. Perbedaan umur tanaman ditentukan oleh perbedaan panjang fase vegetatif. Sebagai contoh, IR64 yang matang dalam 120 hari mempunyai fase vegetatif 55 hari, sedangkan varietas berumur dalam yang matang dalam 150 hari fase vegetatifnya 85 hari. (Aak, 1992)2.4.1 Fase VegetatifFase vegetatif adalah awal pertumbuhan tanaman, mulai dari perkecambahan benih sampai primordia bunga (pembentukan malai).2.4.1.1 Tahap Perkecambahan benih (germination) Pada fase ini benih akan menyerap air dari lingkungan (karena perbedaan kadar air antara benih dan lingkungan), masa dormansi akan pecah ditandai dengan kemunculan radicula dan plumule. Faktor yang mempengaruhi perkecambahan benih adalah kelembaban, cahaya dan suhu. Petani biasanya melakukan perendaman benih selama 24 jam kemudian diperam 24 jam lagi. Tahan perkecambahan benih berakhir sampai daun pertama muncul dan ini berlangsung 3-5 hari. (Aak, 1992)2.4.1.2 Tahapan pertunasan (seedling stage)Tahap pertunasan mulai begitu benih berkecambah hingga menjelang anakan pertama muncul. Umumnya petani melewatkan tahap pertumbuhan ini di persemaian. Pada awal di persemaian, mulai muncul akar seminal hingga kemunculan akar sekunder (adventitious) membentuk sistem perakaran serabut permanen dengan cepat menggantikan radikula dan akar seminal sementara. Di sisi lain tunas terus tumbuh, dua daun lagi terbentuk. Daun terus berkembang pada kecepatan 1 daun setiap 3-4 hari selama tahap awal pertumbuhan sampai terbentuknya 5 daun sempurna yang menandai akhir fase ini. (Aak, 1992)Dengan demikian pada umur 15 20 hari setelah sebar, bibit telah mempunyai 5 daun dan sistem perakaran yang berkembang dengan cepat. Pada kondisi ini, bibit siap dipindahtanamkan. (Aak, 1992)2.4.1.3 Tahapan pembentukan anakan (tillering stage)Setelah kemunculan daun kelima, tanaman mulai membentuk anakan bersamaan dengan berkembangnya tunas baru. Anakan muncul dari tunas aksial (axillary) pada buku batang dan menggantikan tempat daun serta tumbuh dan berkembang. Bibit ini menunjukkan posisi dari dua anakan pertama yang mengapit batang utama dan daunnya. Setelah tumbuh (emerging), anakan pertama memunculkan anakan sekunder, demikian seterusnya hingga anakan maksimal. (Aak, 1992)Pada fase ini, ada dua tahapan penting yaitu pembentukan anakan aktif kemudian disusul dengan perpanjangan batang (stem elongation). Kedua tahapan ini bisa tumpang tindih, tanaman yang sudah tidak membentuk anakan akan mengalami perpanjangan batang, buku kelima dari batang di bawah kedudukan malai, memanjang hanya 2-4 cm sebelum pembentukan malai. Sementara tanaman muda (tepi) terkadang masih membentuk anakan baru, sehingga terlihat perkembangan kanopi sangat cepat. Secara umum, fase pembentukan anakan berlangsung selama kurang lebih 30 hari. (Aak, 1992)Pada tanaman yang menggunakan sistem tabela (tanam benih langsung) periode fase ini mungkin tidak sampai 30 hari karena bibit tidak mengalami stagnasi seperti halnya tanaman sistem tapin yang beradaptasi dulu dengan lingkungan barunya sesaat setelah pindah tanam. Penggunaan pupuk nitrogen (urea) berlebihan atau waktu aplikasi pemupukan susulan yang terlambat memicu pembentukan anakan lebih lama (lewat 30 hst), namun biasanya anakan yang terbentuk tidak produktif. (Aak, 1992)2.4.2 Fase Generatif2.4.2.1 Fase Reproduktif Tahapan inisiasi bunga / primordia (panicle initiation)Perkembangan tanaman pada tahapan ini diawali dengan inisiasi bunga (panicle initiation). Bakal malai terlihat berupa kerucut berbulu putih (white feathery cone) panjang 1,0-1,5 mm. Pertama kali muncul pada ruas buku utama (main culm) kemudian pada anakan dengan pola tidak teratur. Ini akan berkembang hingga bentuk malai terllihat jelas sehingga bulir (spikelets) terlihat dan dapat dibedakan. (Aak, 1992)Malai muda meningkat dalam ukuran dan berkembang ke atas di dalam pelepah daun bendera menyebabkan pelepah daun menggembung (bulge). Penggembungan daun bendera ini disebut bunting sebagi tahap kedua dari fase ini (booting stage). (Aak, 1992) Tahap bunting (booting stage)Bunting terlihat pertama kali pada ruas batang utama. Pada tahap bunting, ujung daun layu (menjadi tua dan mati) dan anakan non-produktif terlihat pada bagian dasar tanaman. (Aak, 1992) Tahap keluar malai (heading stage)Tahap selanjutnya dari fase ini adalah tahap keluar malai. Heading ditandai dengan kemunculan ujung malai dari pelepah daun bendera. Malai terus berkembang sampai keluar seutuhnya dari pelepah daun. Akhir fase ini adalah tahap pembungaan yang dimulai ketika serbuk sari menonjol keluar dari bulir dan terjadi proses pembuahan. (Aak, 1992) Tahap pembungaan (flowering stage)Pada pembungaan, kelopak bunga terbuka, antera menyembul keluar dari kelopak bunga (flower glumes) karena pemanjangan stamen dan serbuksari tumpah (shed). Kelopak bunga kemudian menutup. Serbuk sari atau tepung sari (pollen) jatuh ke putik, sehingga terjadi pembuahan. Struktur pistil berbulu dimana tube tepung sari dari serbuk sari yang muncul (bulat, struktur gelap dalam ilustrasi ini) akan mengembang ke ovary. (Aak, 1992)Proses pembungaan berlanjut sampai hampir semua spikelet pada malai mekar. Pembungaan terjadi sehari setelah heading. Pada umumnya, floret (kelopak bunga) membuka pada pagi hari. Semua spikelet pada malai membuka dalam 7 hari. Pada pembungaan, 3-5 daun masih aktif. Anakan pada tanaman padi ini telah dipisahkan pada saat dimulainya pembungaan dan dikelompokkan ke dalam anakan produktif dan nonproduktif. (Aak, 1992)Fase reproduktif yang diawali dari inisiasi bunga sampai pembungaan (setelah putik dibuahi oleh serbuk sari) berlangsung sekitar 35 hari. Pemberian zat pengatur tumbuh atau penambahan hormon tanaman (pythohormon) berupa gibberlin (GA3) dan pemeliharaan tanaman dari serangan penyakit sangat diperlukan pada fase ini. Perbedaan lama periode fase reproduktif antara padi varietas genjah maupun yang berumur panjan tidak berbeda nyata. Ketersediaan air pada fase ini sangat diperlukan, terutama pada tahap terakhir diharapkan bisa tergenang 5 7 cm (Aak, 1992).Gambar 1. Fase Pertumbuhan Padi2.5 Teknik BudidayaPadi (Oryza sativa) adalah bahan baku pangan pokok yang vital bagi rakyat Indonesia. Menanam padi sawah sudah mendarah daging bagi sebagian besar petani di Indonesia. Mulanya kegiatan ini banyak diusahakan di pulau Jawa. Namun, saat ini hampir seluruh daerah di Indonesia sudah tidak asing lagi dengan kegiatan menanam padi di sawah. (Gardner et al., 1991)Sistem penanaman padi di sawah biasanya didahului oleh pengolahan tanah secara sempurna seraya petani melakukan persemaian. Mula-mula sawah dibajak, pembajakan dapat dilakukan dengan mesin, kerbau atau melalui pencangkulan oleh manusia. Setelah dibajak, tanah dibiarkan selama 2-3 hari. Namun di beberapa tempat, tanah dapat dibiarkan sampai 15 hari. Selanjutnya tanah dilumpurkan dengan cara dibajak lagi untuk kedua kalinya atau bahkan ketiga kalinya 3-5 hari menjelang tanam. Setelah itu bibit hasil semaian ditanam dengan cara pengolahan sawah seperti di atas (yang sering disebut pengolahan tanah sempurna, intensif atau konvensional) banyak kelemahan yang timbul penggunaan air di sawah amatlah boros. Padahal ketersediaan air semakin terbatas. Selain itu pembajakan dan pelumpuran tanah yang biasa dilakukan oleh petani ternyata menyebabkan banyak butir-butir tanah halus dan unsur hara terbawa air irigasi. Hal ini kurang baik dari segi konservasi lingkungan. Padi merupakan tanaman yang membutuhkan air cukup banyak untuk hidupnya. Memang tanaman ini tergolong semi aquatis yang cocok ditanam di lokasi tergenang. Biasanya padi ditanam di sawah yang menyediakan kebutuhan air cukup untuk pertumbuhannya. Meskipun demikian, padi juga dapat diusahakan di lahan kering atau ladang. Istilahnya adalah padi gogo. Namun kebutuhan airnya harus terpenuhi. Oleh karena itu ada beberapa sistem budidaya yang dikenal di Indonesia, di antaranya menurut Gardner et al., (1991):2.5.1 Bertanam Padi di sawah tadah hujanDalam mengusahakan padi di sawah, soal yang terpenting adalah bidang tanah yang ditanami harus dapat:-Menanam air sehingga tanah itu dapat digenangi air.-Mudah memperoleh dan melepaskan air.Pematang atau galengan memegang peranan yang sangat penting, karena dalam sistem bertanam padi di sawah tadah hujan ini, pematang atau galengan ini harus kuat dan dirawat, karena bertanam padi di sawah tadah hujan memerlukan air, sehingga dengan galengan-galengan sawah ini air dapat bertanam di petakan sawah. Dan padi dengan sistem penanaman tadah hujan ini tidak dapat ditanam pada tanah yang datar.Penggarapan bertanam padi di sawah tadah hujan ini digarap secara basahan yaitu menunggu sampai musim hujan tiba dan dalam proses penanaman padi ini memakai bibit persemaian. (Gardner et al., 1991) Tetapi seringkali bibit sudah terlalu tua baru dapat ditanam karena jatuhnya hujan terlambat. Dalam penanaman padi sawah tadah hujan ini untuk menanam dan selama hidupnya membutuhkan air hujan cukup. Hal ini membawa resiko yang besar sekali karena musim hujan kadang datang terlambat, sementara padi sawah tadah hujan membutuhkan air hujan yang cukup. Maka seringkali terjadi puluhan ribu hektar tidak menghasilkan sama sekali atau hasilnya rendah akibat air hujan yang tidak mencukupi. (Gardner et al., 1991)2.5.2Bertanam padi gogo rancah (lahan kering)Dalam mengusahakan padi di lahan kering atau ladang atau biasa disebut padi gogo ini, relatif lebih mudah dibandingkan dengan padi sawah tadah hujan. Dalam sistem penggarapan padi di lahan kering atau ladang ini biasa dikerjakan sebelum musim penghujan tiba. Sementara dalam proses pembibitan atau penanamannya, padi gogo rancah ini tidak memerlukan persemaian, sehingga benih dapat langsung ditanam di sawah sebelum atau pada permulaan musim hujan sehingga tidak ada resiko bibit menjadi terlalu tua. (Gardner et al., 1991)Padi gogo rancah ini tidak banyak memerlukan air hujan, pada permulaan selama 30 atau 40 hari. Hidup padi ini keringan bahkan bila kebanyakan air hujan, maka air tersebut harus dibuang. Sesudah itu bilamana air hujan cukup, maka padi gogo rancah ini dapat dijadikan padi sawah biasa. Tetapi kalau tidak ada hujan, dapat hidup kekeringan, maka resiko mati sangat kecil. (Gardner et al., 1991)2.5.3 Bertanam padi sawah tanpa olah tanah (TOT)Meskipun disebut bertanam padi sawah ini tanpa olah tanah tetapi tidak berarti bahwa tak ada persiapan sama sekali. Sistem ini masih merupakan bagian pengolahan tanah konservasi yang melibatkan perbedaan mendasar dengan penanaman padi biasa. Pembajakan dan pencangkulan di dalam sistem TOT ini tidak ada dan dalam sistem TOT ini dilakukan penyemprotan herbisida terhadap sisa tanaman padi (singgang) atau gulma yang tumbuh. (Gardner et al., 1991)Secara umum kegiatan bertanam padi sawah tanpa olah tanah ini dapat diartikan sebagai penanaman padi di lahan sawah yang persiapan lahannya tanpa pengolahan tanah dan pelumpuran, tetapi cukup dengan bantuan herbisida dalam mengendalikan gulma dan singgangnya. Tanaman padi ini dapat tumbuh seperti pada lahan yang diolah biasa. Hal ini disebabkan karena singgang dan gulma yang membusuk akan melonggarkan tanah sehingga akar padi dapat berkembang dengan mudah dan tanaman padi dapat tumbuh seperti biasa. Bibit padi dari persemaian dapat langsung ditanam pada tanah tanpa olah yang sudah lunak karena digenang terlebih dahulu. Dapat juga benih ditebarkan langsung (tabela) atau ditabur dalam air yang sudah disediakan. (Gardner et al., 1991)Keuntungan menanam padi dengan sistem Tanpa Olah Tanam (TOT) adalah kualitas pertumbuhan tanaman dan hasil panen tidak berbeda dengan penanaman padi biasa, menghemat biaya persiapan lahan 40% yang juga mengurangi biaya produksi. Menghemat waktu musim tanam sampai 1 bulan, artinya jumlah penanaman dalam satu tahun air ditingkatkan, mengurangi pemakaian air lebih dari 20%, mempermudah kemungkinan penanaman secara serempak sehingga konsep pengendalian hama terpadu (PHT) padi sawah dapat diterapkan dan baik, melestarikan kesuburan tanah, mengurani pencucian unsur hara dan jumlah sendimen terangkut, mengurangi pencemaran perairan dan pendangkalan saluran air atau sungai, mengurangi emisi metan sampai 40%, memungkinkan peningkatan luas sawah garapan, memberikan keuntungan bagi petani yang berarti membantu meningkatkan kualitas hidupnya. (Gardner et al., 1991)2.6 Pengaruh SRI (System of Rice Intensification) Pada Produksi Tanaman PadiSystem of rice intensification (SRI) adalah teknik budidaya dengan memanfaatkan teknik pengelolaan tanaman, tanah dan air. Metode ini pertama kali dikenalkan oleh seorang biarawan asal prancis, F.R. Henri de Laulanie, S.J di Madagaskar pada tahun 1983. Pada sistem tanaman SRI digunakan jarak tanam yang lebar, yaitu 25 x 25 cm atau 30 x 30 cm bahkan 40 x 40 cm dengan bibit berumur muda, yaitu 7 hari dan jumlah bibit 1 tanam per lubang tanam. Penggunaan jarak tanam lebar bertujuan untuk meningkatkan jumlah anakan produktif sedangkan penggunaan bibit muda untuk mengurangi stress tanaman waktu dipindahtanam (Suryanto, 2010). Terdapat beberapa hal yang menjadi perbedaan antara metode SRI dan konvensional. Perbedaan tersebut antara lain yaitu tanah pertanian konvensional menganggap tanah sebagai mesin sedangkan SRI organik sebagai aset, serangga dianggap sebagai musuh oleh pertanian kovensional dan dianggap sebagai teman oleh pertanian SRI organik, pertanian konvensional menggunakan pupuk dan obat-obatan kimia sedangkan pertanian SRI organik menggunakan pupuk alami seperti kompos dan mol, pertanian SRI organik lebih menyarankan untuk membuat benih sendiri, penggunaan jarak tanam yang sempit pada metode konvensional, pemupukan dilakukan setelah tanam, penyiangan hanya dilakukan 1-2 kali, serta bentuk penjualan hasil panen berupa gabah untuk pertanian konvensional dan beras untuk pertanian SRI organik. (Siti Fatimah Vieta Prasetya Ningtyas,2011)Dengan penerapan teknik SRI ini, umumnya diperoleh hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan konvensional. Bahkan, pada lahan yang dilakukan teknik SRI secara kontinyu selama 8 tahun di madagaskar, dilaporkan seorang petani memperoleh hasil gabah 2,74 ton pada sawah 13 area, yang berarti 21 th-1 ; sementara dengan konvensional rata-rata hanya 2,6 th-1. (Uphoof, 2002)Sementara pada analisis usaha tani yang dilakukan Siti Fatimah Vieta Prasetya Ningtyas (2011) didapat data produktivitas dari pertanian SRI organik sebesar 4,8 th-1, lebih tinggi dibandingkan dengan pertanian konvensional sebesar 4,5 th-1, sehingga berdampak pada penerimaan yang semakin besar. Karena bentuk output yang diperbandingkan adalah beras, sehingga beras organik memiliki nilai jual lebih tingggi pula, maka pendapatan yang diterima oleh petani SRI organik lebih tinggi sebesar Rp 10.559.276 dan petani konvensional sebesar Rp 3.341.159. Dengan demikian, dilihat dari tingkat efisiensi nilai efisiensi atas biaya total pertanian SRI organik lebih besar yaitu 2,55 dan pertanian konvensional sebesar 1,65.

3. BAHAN DAN METODE

3.1Waktu dan TempatPraktikum Teknologi Produksi Tanaman ini dilakukan mulai tanggal 4 november 2014 dan diperkirakan selesai pada 16 Desember 2014. Tempat praktikum teknologi produksi tanaman di lakukan di Kebun Praktikum Universitas Brawijaya yaitu di Desa Kepuharjo Kepuharjo Kecamatan Karangploso Malang. Dan kelompok kami melakukan praktikum setiap hari selasa dari jam 13.20 sampai dengan selesai.3.2Alat dan Bahan -Tali rafia: untuk membantu membuat petakan lahan sebelum tanam-Meteran : untuk mengukur jarak tanam padi dan tinggi tanaman-Plastik : sebagai wadah sampel- Garu: untuk meratakan dan membuat alur tanam pada lahan-Alat tulis: untuk mencatat hasil tanaman- Kamera: untuk dokumentasiBahan yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:- Pupuk Urea, KCl, SP 36: sebagai bahan penambah unsur hara dalam tanah.- Pupuk kandang : untuk di berikan sebelum tanam pada petakan lahan-Bibit tanaman padi: sebagai bahan pengamatan3.3 Cara Kerja3.3.1Persiapan Lahan padi SRITeknik bercocok tanam yang baik sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan harapan. Hal ini harus dimulai dari awal, yaitu sejak dilakukan persemaian sampai tanaman itu bisa dipanen. Dalam proses pertumbuhan tanaman hingga berbuah ini harus dipelihara yang baik, terutama harus diusahakan agar tanaman terhindar dari serangan hama dan penyakit yang sering kali menurunkan produksi.3.3.1.1 Kondisi Lahan yang IdealDalam hal persiapan lahan tanaman padi, pertama-tama diperlukan kondisi lahan yang ideal yaitu:a. Tanah gembur, subur, tidak mudah tergenang air / drainase yang baik.b. Memiliki cukup bahan organik.c. pH netral sampai agak asam (5,5 7).d. Kemiringan tanah tidak lebih dari 8%.e. Ketinggian 0 700 meter dpl.f. Jenis tanah liat berlempung, tanah lempung atau tanah lempung berpasir.g. Areal yang memiliki persediaan air (sumber air) yang cukuph. Sinar Matahari penuh (tidak ternaungi pohon atau bangunan yang tinggi)i. Lakukan pengolahan lahan dengan baik, agar tanah menjadi gembur dan tanaman bisa tumbuh dengan baik.3.3.1.2 Pengolahan LahanPengolahan bertujuan untuk mengubah sifat fisik tanah agar lapisan yang semula keras menjadi datar dan melumpur. Dengan begitu gulma akan mati dan membusuk menjadi humus, aerasi tanah menjadi lebih baik, lapisan bawah tanah menjadi jenuh air sehingga dapat menghemat air. Pada pengolahan tanah sawah ini, dilakukan juga perbaikan dan pengaturan pematang sawah serta selokan. Pematang (galengan) sawah diupayakan agar tetap baik untuk mempermudah pengaturan irigasi sehingga tidak boros air dan mempermudah perawatan tanaman. Tahapan pengolahan tanah sawah pada prinsipnya mencakup kegiatankegiatan sebagai berikut:3.3.1.2.1 PembersihanPematang sawah dibersihkan dari rerumputan, diperbaiki, dan dibuat agak tinggi. Fungsi utama Pematangdisaat awal untuk menahan air selama pengolahan tanah agar tidak mengalir keluar petakan. Fungsi selanjutnya berkaitan erat dengan pengaturan kebutuhan air selama ada tanaman padi.Saluran atau parit diperbaiki dan dibersihkan dari rerumputan. Kegiatan tersebut bertujuan agar dapat memperlancar arus air serta menekan jumlah biji gulma yang terbawa masuk ke dalam petakan. Sisa jerami dan sisa tanaman pada bidang olah dibersihkan sebelum tanah diolah. Jerami tersebut dapat diangkut ke tempat lain untuk pakan ternak, kompos, atau bahan bakar. Pembersihan sisasisa tanaman dapat dikerjakan dengan tangan dan cangkul.

3.3.1.2.2 PencangkulanSetelah dilakukan perbaikan Pematangdan saluran, tahap berikutnya adalah pencangkulan. Sudutsudut petakan dicangkul untuk memperlancar pekerjaan bajak atau traktor. Pekerjaan tersebut dilaksanakan bersamaan dengan saat pengolahan tanah.3.3.1.2.3 PembajakanPembajakan dan penggaruan merupakan kegiatan yang berkaitan. Kedua kegiatan tersebut bertujuan agar tanah sawah melumpur dan siap ditanami padi. Pengolahan tanah dilakukan dengan dengan menggunakan mesin traktor. Sebelum dibajak, tanah sawah digenangi air agar gembur. Lama penggenangan sawah dipengaruhi oleh kondisi tanah dan persiapan tanam. Pembajakan biasanya dilakukan dua kali. Dengan pembajakan ini diharapkan gumpalangumpalan tanah terpecah menjadi kecilkecil. Gumpalan tanah tersebut kemudian dihancurkan dengan garu sehingga menjadi lumpur halus yang rata. Keuntungan tanah yang telah diolah tersebut yaitu air irigasi dapat merata. Pada petakan sawah yang lebar, perlu dibuatkan bedenganbedengan. Antara bedengan satu dengan bedenglainnya berupa saluran kecil. Ujung saluran bertemu dengan parit kecil di tepi galengan yang berguna untuk memperlancar air irigasi.Secara UmumPengolahan tanah meliputi 3 tahapan:1.Penggenangan tanah sawah sampai tanah jenuh air.2.Membajak sebagai awal pemecahan bongkah dan membalik tanah.3.Menggaru untuk menghancurkan dan melumpurkan tanah.Untuk 3 fase pengolahan tanah tersebut menggunakan 1/3 kebutuhan air dari total kebutuhan air selama pertumbuhan tanaman. Pengolahan tanah dengan cara basah yaitu tanah sawah dibajak dalam keadaan basah dan digaru memanjang dan menyilang sampai tanah melumpur dengan baik. Pengolahan tanah paling lambat 15 hari sebelum pemindahan bibit.Ciri-ciri tanah yang telah selesai olah dan siap untuk ditanami:1.Tanah terolah sampai berlumpur2.Air tidak lagi banyak merembes ke dalam tanah3.Permukaan tanah rata4.Pupuk tercampur rata5.Bersih dari sisa gulma dan tanaman3.3.2Penanaman Pada saat penanaman yang pertama dilakukan adalah membuat petakan dengan ukuran 10 m x 2,5 m. Lalu beri jarak antara tepi petakan pdengan tanaman pertama yakni 12,5 cm yang bertujuan agar tanaman tidak terlalu berdempetan dengan pematang sawah. Ambil bibit yang telah disiapkan sebelumnya dari tempat persemaian benih. Penanaman padi SRI menggunakan jarak 30 cm x 30 cm dengan 1 bibit pada tiap tiap lubang. Dan terakhir siapkan pupuk SP36, KCL, dan Urea yang akan digunakan pada fase pemupukan.3.3.3Perawatan Tanaman3.3.3.1 PemupukanPada fase pemupukan, yang pertama dilakukan adalah menimbang pupuk sesuai kebutuhan dari tanaman, kemudian diaplikasikan dengan cara disebar.3.3.3.2 PenyiramanPada komoditas Padi SRI ini tidak dilakukan penyiraman dikarenakan pengairan awal di sawah telah dilakukan oleh petani yang berada di sawah tersebut.3.3.3.3 PembumbunanPembumbunan juga tidak dilakukan pada komoditas padi ini.3.3.3.4 Penyiangan GulmaPenyiangan gulma di lakukan satu kali seminggu. Di mana penyiangan gulma masih menggunakan cara mekanik yaitu dengan mencabut gulma yang ada di sekitar tanaman padi SRI dengan menggunakan tangan.3.4 Parameter pengamatan3.4.1 Panjang tanaman Pengukuran panjang pada tanaman dilakukan dengan mengukur panjangnya dari pangkal atau bantang utama hingga ujungnya.3.4.2 Jumlah anakanPengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah anakan yang telah tumbuh dengan cara menghitung tiap-tiap anakan.3.4.3 Jumlah daunPengamatan jumlah daun digunakan untuk mengetahui pertumbuhan vegetatif padi dengan cara menghitung tiap-tiap helai daun.3.4.4 Keragaman arthropodaPengamatan digunakan untuk mengetahui keragaman arthropoda baik yang berperan sebagai musuh alami ataupun hama.3.4.5 Intensitas penyakitPengamatan digunakan untuk mengetahui skala serangan penyakit yang menjangkiti tanaman budidaya dengan cara melihat satu per satu daun dan memasukannya dalam skala yang telah ditentukan.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil4.1.1 Aspek Budidaya Pertanian4.1.1.1 Jumlah daun padi Data Hasil Pengamatan Jumlah Daun

Kelompok AF Perlakuan SRI

TanamanPengamatan 1(49 hst)Pengamatan 2(56 hst)Pengamatan 3(63 hst)Pengamatan 4(70 hst)

1104134142162

297128136156

397130148164

4116142154167

597126137152

6132153162172

793118137158

887115131152

996125146164

1097127147163

Rata-rata101,6129,8144,0161,0

Tabel 1. Jumlah Daun Padi Perlakuan SRITabel 2. Jumlah Daun Padi Perlakuan KonvensionalData Hasil Pengamatan Jumlah Daun

Kelompok Z Perlakuan Konvensional

Tanaman SampelPengamatan pertama (42 hst)Pengamatan kedua (49 hst)Pengamatan ketiga (56 hst)Pengamatan keempat (63 hst)

1104108112114

292959899

384879194

4108114116116

584909395

688929495

792949597

896102104104

996979799

10120122123123

Rata-rata96,4100,1102,3103,6

Grafik 1. Rata-rata Jumlah daun4.1.1.2 Panjang Tanaman PadiTabel 3. Panjang Tanaman Padi Perlakuan SRIData Hasil Pengamatan Panjang Padi

Kelompok AF Perlakuan SRI

Tanaman/PengamatanPengamatan 1(49 hst)Pengamatan 2(56 hst)Pengamatan 3(63 hst)Pengamatan 4(70 hst)

146576974

242546468

348617174

446576975

548587279

660738286

753647376

847597175

949607278

1050637379

Rata-rata48,960,671,676,4

Tabel 4. Panjang Tanaman Padi Perlakuan KonvensionalData Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman

Kelompok Z Perlakuan Konvensional

Tanaman SampelPengamatan pertama (42 hst)Pengamatan kedua (49 hst)Pengamatan ketiga (56 hst)Pengamatan keempat (63 hst)

170778285

275767878

3899498101

463859092

570858893

675798386

771758082

868737778

966707579

1068727677

Rata-rata71.578.682.785.1

Grafik 2. Rata-rata Panjang Tanaman Padi

4.1.1.3 Jumlah Anakan PadiTabel 5. Jumlah Anakan Padi Perlakuan SRIData Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman

Kelompok AF Perlakuan SRI

TanamanPengamatan 1(49 hst)Pengamatan 2(56 hst)Pengamatan 3(63 hst)Pengamatan 4(70 hst)

137525874

240596378

330474958

448666985

545636783

661758187

740646883

839566479

943717984

1041587079

Rata-rata42,461,166,879,0

Tabel 6. Jumlah Anakan Padi Perlakuan KonvensionalData Hasil Pengamatan Jumlah Anakan

Kelompok Z Perlakuan Konvensional

Tanaman SampelPengamatan pertama (42 hst)Pengamatan kedua (49 hst)Pengamatan ketiga (56 hst)Pengamatan keempat (63 hst)

123232629

220212528

318182124

424283031

518242728

619202530

720222628

821232425

921212326

1027303133

Rata-rata21,12325,828,2

Grafik 3. Rata-rata Jumlah Anakan Padi

4.1.2 Aspek Hama dan Penyakit 4.1.2.1 Keragaman ArthropodaKeragaman Arthropoda Padi Metode SRINo.GambarNamaPopulasiOrdoPeran

1.Dokumentasi :

Gambar 2. Walang Sangit

Literatur :

Gambar 3. Walang Sangit(Anonymous, 2014) Umum : Walang Sangit Ilmiah : Leptocorisa oratoriusLMuncul pada minggu ke enam sebanyak 2 ekor Hemiptera

Hama

2.Dokumentasi :

Gambar 4. Penggerek Batang PadiLiteratur :

Gambar 5. Penggerek Batang Padi(Anonymous, 2014) Umum : Penggerek batang padi

Ilmiah: Scirpophaga innotataMulai muncul pada minggu keenam sebanyak 3 ekorLepidopteraHama

3.Dokumentasi :

Gambar 6. Kumbang Kubah SpotLiteratur :

Gambar 7. Kumbang Kubah Spot(Anonymous, 2014) Umum : Kumbang Kubah Spot M

Ilmiah : Menochillus sexmaculatusMulai muncul pada minggu kelima sebanyak 2 ekorColeopteraPredator

4.Dokumentasi :

Gambar 8. Laba-LabaLiteratur :

Gambar 9. Laba-Laba(Anonymous, 2014) Umum : Laba - laba Ilmiah : - Mulai muncul pada minggu kelima sebanyak 1 ekorAraneaePredator

Keragaman Arthropoda pada Padi Metode Konvensional Data identifikasi arthropoda yang ditemukan pada padi SRINoGambarNamaPopulasiOrdoPeran

1Dokumentasi :

Gambar 10. Walang SangitLiteratur :

Gambar 11. Walang Sangit(Anonymous, 2014)Walang Sangit(Leptocorisa acuta)SedangHemipteraHama

2Dokumentasi :

Gambar 12. Kumbang Kubah spotLiteratur :Gambar 13. Kumbang Kubah spot (Anonymous, 2014)Kumbang Kubah Spot(Epilachna sparsa)SedikitColeopteraHama

3Dokumentasi :

Gambar 14. Penggerek Batang PadiLiteratur :

Gambar 15. Penggerek Batang Padi(Anonymous, 2014)Penggerek Batang Padi(Scirpophaga innotata)SedikitLepidopteraHama

4Dokumentasi :

Gambar 16. BelalangLiteratur :

Gambar 17. Belalang(Anonymous, 2014)Belalang(Oxyachinensis)SedangOrthopteraHama

5Dokumentasi :

Gambar 18. Laba-labaLiteratur :(Anonymous, 2014)Gambar 19. Laba- labaLaba-laba(Lycosa sp)SedangAraidaMusuhAlami

6Dokumentasi :

Gambar 20. CapungLiteratur :(Anonymous, 2014)Gambar 21. CapungCapung(Anax juinus)SedangOdonataMusuh Alami

Skala Kerusakan Daun Terserang

12345678910

0951011021091011239398112107

13222202521261717714

23265435-36

34-23-12-2-

4---1------

Total Daun134128130142126153118115125127

Intensitas Penyakit (%)9,35,17,38,45,85,77,83,73,45,1

Tabel 7. Data Serangan Hama Padi Metode SRI (Kel. AF)4.1.2.2 Intensitas Serangan Penyakit Data Serangan Penyakit pada Padi Metode SRINama penyakitKeterangan Gambar

-Blas (Pyricularia oryzae)Gejala :a. Gejala pada daun yaitu bercak berbentuk bulat, belah ketupat, melebar, ditempel, dan meruncing di kedua ujungnya. Ukuran bercak berkisar 1 - 1,5 x 0,3-0,5 Cm. Bercak yang berkembang bagian tengahnya menjadi warna abu-abu.b. Gejala khas pada malai yang sering ditemukan yaitu adanya bercak kehitaman dengan malai yang patah, atau bulir yang mengering dan hampa, menyebabkan persentase gabah berisi sangat rendah.Literatur :

(Anonymous,2014)Gambar 22. Blas PadiDokumentasi :

Gambar 23. Blas Padi

Data Serangan Penyakit pada Padi Metode KonvensionalNoNama PenyakitKeteranganGambar Penyakit

1Karat daun (Blast)Penyakit karat daun disebabkan oleh adanya jamur Cercospora oryzaeDokumentasi :

Gambar 24. BlastGambar literature:

Gambar 25. Blast (Anonymous,2014)

Tabel 8. Intensitas Penyakit Data Intensitas Penyakit Pengamatan Pertama Perlakuan SRI (Kel. AF)Tanaman ke-Skala Kerusakan

01234

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Total64000

Data Intensitas Penyakit Pengamatan Pertama Perlakuan Konvensional (Kel. K)Tanaman ke-Skala Kerusakan

01234

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Total27100

Data Intensitas Penyakit Pengamatan Kedua Metode SRI (Kel. AF)Skalavn x v

0290

144

224

3--

4--

Jumlah358

Data Intensitas Penyakit Pengamatan Kedua Metode Konvensional (Kel. K)Tanaman ke-Skala Kerusakan

01234

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

31

32

33

34

35

36

37

38

39

40

Total526630

Data Intensitas Penyakit Pengamatan Ketiga Metode SRI (Kel. AF)Skalavn x v

0290

133

236

3--

4--

Jumlah359

Data Intensitas Penyakit Pengamatan Ketiga Metode Konvensional (Kel. K)Tanaman ke-Skala Kerusakan

01234

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

31

32

33

34

35

36

37

38

39

40

Total0241240

Grafik Intensitas Penyakit Padi

4.2 Pembahasan4.2.1 Aspek Budidaya Pertanian4.2.1.1 Jumlah Daun PadiPada komoditas padi, baik perlakuan SRI maupun konvensional mengalami peningkatan dari minggu ke minggu yakni pada metode SRI Rata-rata 49 hst: 101,6; 56 hst: 129,8; 63 hst: 144,0; 70 hst: 161,0 dan pada lahan konvensional Rata-rata 42 hst: 96,4; 49 hst: 100,1; 56 hst: 102,3; 63 hst: 103,6. Namun, peningkatan lahan SRI terlihat lebih signifikan daripada perlakuan konvensional. Hal ini bertentangan dengan literatur dari Yanti Kurniadiningsih (2012) dimana banyak lorong yang terdapat pada sistem tanam legowo mengakibat intensitas sinar surya yang sampai kepermukaan daun lebih banyak, terutama pada bagian pinggir lorong. Secara fisiologis laju serapan hara oleh akar tanaman cendrung meningkat dengan meningkatnya intensitas sinar surya yang diterima tanaman.Pertumbuhan angka jumlah daun pada lahan SRI juga dapat terjadi karena hal yang sama dengan konvensional yakni jarak antar tanaman yang jauh sehingga sinar matahari dapat masuk ke bagian bawah tanaman. Juga oleh Wayan Wangiyana (2006) dijelaskan bahwa Jumlah daun per rumpun juga akan mengikuti sesuai dengan pertambahan jumlah anakan per rumpun. Kurang signifikannya pertambahan jumlah daun padi konvensional juga dapat disebabkan oleh terjadi persaingan, baik ruang maupun nutrisi dan air antar tanaman atau anakan dalam satu rumpun (Wayan Wangiyana, 2006)Jumlah daun padi dengan perlakuan SRI seharusnya dapat lebih banyak, namun terjadi defisiensi unsur hara dimana tanaman padi yang dibudidayakan kekurangan unsur N dan ditandai dengan daun yang menguning dan makin lama mati mengering, hal tersebut sejalan dengan pernyataan Abdul Wahid Rouf (2000) bahwa ciri-ciri tanaman padi yang kekurangan unsur N adalah Daun tampak kekuning-kuningan. Namun bisa juga terjadi kekurangan phospor dikarenakan beberapa daun terdapat bercak merah keunguan.4.2.1.2 Panjang Tanaman PadiPada panjang tanaman padi, perlakuan konvensional menghasilkan panjang tanaman yang lebih tinggi dengan rata-rata 42 hst: 71,5; 49 hst: 78,6; 56 hst: 82,7; 63 hst: 85,1 . Hal ini dapat disebabkan karena penanaman padi dengan metode konvensional dilakukan 1 minggu lebih dulu dibandingkan dengan metode SRI. Hal ini tentu menyebabkan umur padi konvensional lebih tua sehingga lebih tinggi. Namun seperti terlihat pada grafik pada minggu-minggu selanjutnya metode SRI mulai mampu mengimbangi pertumbuhan padi konvensional. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Tifani Nova Lita (2013) yang memberikan hasil bahwa pada 42-55 hst metode konvensional memang lebih panjang dibanding metode SRI namun pada 30 hst metode SRI mampu mengimbangi metode konvensional. 4.2.1.2 Jumlah Anakan PadiJumlah anakan SRI lebih banyak hampir dua kali lipat dibandingkan metode konvensional (Rata-rata 49 hst: 42,4; 56 hst:61,1; 63 hst: 66,8; 70 hst: 79,0 sedangkan konvensional hanya 42 hst: 21,1; 49 hst: 23; 56 hst: 25,8; 63 hst: 28,2 dalam rata-rata). Hal ini bertentangan dengan pernyataan Wayan Wangiyana (2006) bahwa ada peluang terjadinya pertambahan jumlah anakan (juga jumlah daun) dengan bertambahnya bibit per lubang tanam. Hal ini juga berbanding terbalik dengan penelitian Tifani Nova Lita (2013) dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem tanam konvensional menghasilkan jumlah anakan tertinggi diantara semua perlakuan. Namun perkembangan jumlah anakan yang lebih banyak pada perlakuan SRI juga dapat terjadi karena metode ini memanfaatkan sifat fisiologis dari padi. Hal ini didukung oleh penelitian Zulhendi (2005) yang menunjukkan hasil Penggunaan 1 bibit per titik tanam pada awalnya memang menunjukan pertumbuhan yang lamban akan tetapi pada minggu-minggu selanjutnya mulai berkembang dengan pesat dan bahkan dapat melampaui 2 dan 3 bibit per titik tanam. Pemakaian bibit 2 atau 3 per titik tanam sudah mulai terjadi persaingan antar tanaman, sedangkan dengan 1 bibit per titik tanam persaingan ini dapat dikurangi, sehingga perkembangan anakan tetap berjalan dengan baik. Peningkatan pertumbuhan dengan jumlah 1 bibit per titik tanam berkembang cepat dengan semakin pesatnya pertambahan jumlah anakan per rumpun.4.2.1.3 Jumlah MalaiMalai lebih dulu muncul pada lahan konvensional namun tidak teramati karena pada masa pengamatan malai belum muncul. Pada lahan SRI malai memang belum muncul dikarenakan umur padi yang lebih muda. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Puji Agustine Andreani (2012) bahwa malai akan keluar pada stadia 5 yang terjadi pada umur antara 60-75 hss. 4.2.2 Aspek Hama dan Penyakit4.2.2.1 Keragaman ArthropodaHama pertama yang ditemui di lahan padi SRI dan konvensional adalah walang sangit. Populasi walang sangit di lahan konvensional lebih banyak dari pada lahan SRI yang diamati pada 350 tanaman dalam 1 petakan di lapang ditemukan spesies walang sangit sebanyak dua ekor. Hal ini terhitung sedikit karena ada kemungkinan banyak walang sangit yang tidak terlihat saat pengamatan dikarenakan waktu pengamatan saat gerimis ataupun walang sangit berada pada sisi lahan lain. sedangkan di lahan konvensional menurut data yang didapat berada pada skala sedang. Walang sangit sendiri menurut (Sudarmo, 2000) morfologinya tersusun dari antena, caput, toraks, abdomen, tungkai depan, tungkai belakang, sayap depan dan sayap belakang. Serangga ini memiliki sayap depan yang keras, tebal dan tanpa vena. Sayap belakang bertipe membranus dan terlipat dibawah sayap dengan saat serangga istirahat. Tipe alat mulut yaitu penggigit-pengunyah dengan kemampuan mandibular berkembang dengan baik. Pada beberapa jenis, khususnya dari suku Curculionadae alat mulutnya tebentuk moncong yang terbentuk di depan kepala.Walang Sangit pada lahan padi menurut Sudarmo (2000) mempunyai peran sebagai hama yang dapat merusak tanaman karna mereka memakan daun tanaman yang dapat menurunkan produksi tanaman. Hal tersebut terjadi pada lahan yang diamati dimana terlihat beberapa lembar daun mengalami keropos. Klasifikasi dari walang sangit termasuk dalam Kingdom : Animalia; Phylum: Arthropoda; Kelas : Insecta; Ordo: Hemiptera; Famili : Alydidae; Genus :Leptocorisa; Spesies: Leptocorisa oratorius (Sudarmo, 2000).Hama kedua yang ditemui saat pengamatan adalah Penggerek Batang Padi baik di lahan konvensional ataupun SRI berada pada skala sedikit. Jumlah spesies Penggerek Batang Padi yang ditemukan berdasarkan hasil pengamatan terhadap 350 tanaman dalam 1 petakan di lapang ditemukan spesies hama Penggerek Batang Padi sebanyak tiga ekor. Tidak terlalu banyak melihat kerusakan yang ditimbulkan di lahan juga belum begitu terlihat. Pengamatan saat gerimis yang menjadi hambatan. Selain itu lebih banyaknya populasi penggerek batang padi juga dimungkinkan karena padi konvensional berumur lebih tua dibanding padi SRI. Penggerek batang padi mempunyai ciri-ciri menurut Pracaya (2010) adalah ngengatnya berwarna putih, sayap bila dibentangkan panjangnya 25 30 mm, panjang badannya kurang lebih 11 15 mm. Telurnya berbentuk bulat panjang dengan ukuran kurang lebih 0,6 x 0,5 mm dan diletakkan berjejer jejer seperti letak genting, jumlahnya 150 200 butir ditutupi bahan seperti beledu berwarna coklat muda dan ulat yang baru menetas warnanya abu abu, kemudian berubah menjadi krem muda, kepalanya berwarna lebih tua, kuning coklat, panjang 20 25 mm, kepompong (pupa) berwarna krem muda diselubungi kokon putih, panjangnya 12 17 mm.Peran sebagai hama menurut Pracaya, (2010) dapat merusak tanaman karna mereka menggulung daun tanaman yang dapat menurunkan produksi tanaman. Hal ini terlihat dari tanda yang terlihat di daun-daun padi. Klasifikasi dari Penggerek Batang Padi adalah Kingdom: Animalia; phylum: Arthropoda; Kelas : Insecta; Ordo: Lepidoptera; Famili: Crambidae; Genus: Scirpophaga; Spesies : Scirpophaga innotata (Pracaya. 2010)Kumbang Kubah Spot M juga ditemukan di lahan padi metode SRI dan konvensional. Pada lahan SRI Jumlah spesies Berdasarkan hasil pengamatan terhadap 350 tanaman dalam 1 petakan di lapang ditemukan spesies kubang kubah spot M sebanyak dua ekor di lahan yang kami amati namun banyak ditemukan di lahan kelompok lain. Sedangkan pada lahan konvensional populasinya berada dalam skala sedikit. Ciri ciri dari kumbang kubah spot antara lain tubuh lebar, oval hingga mendekati bulat. Kepala atau seluruhnya tersembunyi dibawah pronotum. Antena pendek dengan arsi 4-4-4. Pada kumbang dewasa umumnya berwarna merah, kuning, orange atau merah dengan spot spot hitam atau hitam kuning sampai merah. (Dheput. 1997)Peran kumbang ini menurut Dheput (1997) sebagai musuh alami karna memakan serangga yang telah menjadi hama, sehingga membantu dalam pengendalian hama secara biologis. Namun tidak ditemui saat pengamatan bagaimana kumbang kubah spot M ini memangsa hama.Klasifikasi dari kumbang kubah spot adalah: Kingdom: Animalia;Phylum: Arthropoda; Kelas: Insecta; Ordo: Coleoptera; Famili: Carabidae; Genus: Menochillus; Spesies: Menochillus sexmaculatus (Dheput. 1997)Terdapat juga laba laba pada lahan SRI dan konvensional yang mempunyai namun pada lahan konvensional populasinya lebih banyak dibanding SRI karena pada lahan konvensional populasinya berada pada skala sedang namun pada SRI hanya ditemukan satu ekor laba- laba.Ciri-ciri menurut Dheput. (1997) laba-laba tidak seperti serangga yang memiliki tiga bagian tubuh, laba laba hanya memiliki dua. Segmen bagian depan disebut cephalothorax atau prosoma yang sebetulnya merupakan gabungan dari kepala dan dada (thorax). Sedangkan segmen bagian belakang disebut abdomen (perut). Antara cephalothorax dan abdomn terdapat penghubung tipis yang dinamai pedicle atau pedicellus. Pada cephalothorax melekat empat pasang kaki, dan satu sampai empat pasang mata. Selain sepasang rahang bertaring besa, terdapat pula sepasang atau beberapa alat bantu mulut serupa tangan yang disebut pedipalpus. Laba laba tidak memiliki mulut atau gigi untuk mengunyah. Sebagai gantinya, mulut laba laba berupa alat pengisap untuk menyedot cairan tubuh mangsanya. (Dheput. 1997)Laba-laba sendiri mempunyai peran Sebagai musuh alami karna memakan serangga yang telah menjadi hama, sehingga membantu dalam pengendalian hama secara biologis. (Dheput. 1997) namun dalam pengamatan yang dilakukan di sarang laba-laba tidak ditemukan mangsa yang terjebak disana. Berikut klasifikasi dari laba-laba: Kingdom: Animalia; Filum: Arthropoda; Kelas: Arachnida; Ordo: Araneae (Dheput. 1997)Selain keragaman arthropoda yang sama-sama ada di kedua lahan baik lahan SRI maupun konvensional, terdapat juga beberapa arthropoda yang hanya ada di lahan konvensional antara lain Belalang (Oxya chinensis) yang berperan sebagai hama dan berada pada populasi skala sedang. Kemunculan belalang ini dapat terjadi karena perubahan musim. Hal ini sejalan dengan pernyataan Stephanus Sahala bahwa kemunculan belalang terjadi akibat dari perubahan iklim dengan curah hujan dengan hari hujan 11,3 kali/bulan. Gejala yang ditimbulkan belalang dapat dilihat dengan adanya keropos pada daun. Capung juga ditemukan di lahan konvensional dengan populasi sedang. Arthropoda yang mempunya nama latin (Anax junius) ini menurut berperan sebagai musuh alami. Hal ini sesuai dengan pernyataan William dan Feltmate (1992) bahwa semua jenis capung merupakan predator. Kebanyakan capung memakan invertebrata akuatikyang berukuran sangat kecil, khususnya jenis serangga dan ikan.Dari keragaman arthropoda dapat disimpulkan bahwa populasi musuh alami lebih banyak daripada hama, namun selisih populasi ini masih belum mampu mengurangi kerusakan dari lahan SRI dan konvensional meskipun kerusakan yang ada masih belum parah.4.2.2.2 Intensitas Serangan Penyakit Penyakit yang ditemukan menjangkiti padi di lahan konvensional dan SRI adalah penyakit blas (Pyricularia grisea) yang disebabkan oleh cendawan Pyricularia grisea Sacc (Johanis Tandiabang, 2007). Penyakit ini lebih merusak di lahan konvensional dengan kerusakan pada pengamatan pertama 22,5 % dan pada pengamatan terakhir melonjak menjadi 37,5%. Sedangkan pada lahan SRI cenderung turun dimana pada pengamatan pertama kerusakannya 10% dan pengamatan ketiga turun menjadi 6,48%. Hal tersebut menurut Johanis Tandiabang, (2007) dikarenakan dilakukan pemupukan. Selain itu tanaman sendiri juga memiliki ketahanan yang secara alami dapat menurunkan tingkat serangan penyakit tersebut. Penyakit ini mempunyai beberapa gejala antara lain bercak berbentuk bulat, belah ketupat, melebar, ditempel, dan meruncing di kedua ujungnya. Ukuran bercak berkisar 1-1,5x 0,3-0,5 cm. Bercak yang berkembang bagian tengahnya menjadi warna abu-abu. Infeksi apat juga terjadi pada ruas batang dan leher malai yang disebut blas leher (neck blast). Leher malai yang terinfeksi berubah menjadi hitam dan patah serta menghasilkan gabah hampa. (Johanis Tandiabang, 2007)Penanganan penyakit ini menurut Amir (1981), penggunaan pupuk nitrogen yang tinggi menyebabkan peningkatan penularan blas. Selanjutnya ditemukan bahwa pegunaan Nitrogen 90 kg/ ha dapat mengurangi penyebaran penyakit blas (Amir,2001). Keadaan ini memberigambaran bahwa pemupukan nitrogen yang berlebihan tanpa pemupukan kalium dapat menjadi faktor pemicu meningkatnya serangan di lapang. Sehingga dianjurkan petani selalu mengikuti penggunaan pupuk sesuaianjuran terutama pada daerah-daerah endemi penyakit blas. Pemupukanberimbang dengan penggunaan kaliumdan phosfat, dianjurkan agar dapat mengurangi infeksi blas di lapangan. Penggunaan kalium mempertebal lapisan epidermis pada daun sehingga penetrasi spora akan terhambat dan tidak akan berkembang di lapangan. Namun di lahan yang diamati tidak dilakukan penanganan penyakit dikarenakan tiap minggu diagendakan hanya dilakukan pengamatan.

5. PENUTUP

5.1 KesimpulanDalam praktikum Teknologi Produksi Tanaman ini telah dilakukan pengamatan terhadap komoditas padi SRI (System Rice of Intenfication). Pengamatan dilakukan melalui dua aspek yaitu aspek Budidaya Pertanian (BP) dan aspek Hama Penyakit Tanaman (HPT). Dari aspek BP pengamatan yang dilakukan yaitu jumlah daun, panjang daun dan jumlah anakan tanaman padi SRI. Dan dari aspek HPT pengamatan yang dilakukan yaitu keragaman arthropoda dan intensitas serangan penyakit.Dari data yang diperoleh selama praktikum, dilakukan dua tipe perlakuan antara lain Konvensional dan SRI. Dilihat pada grafik rata rata pengamatan pertumbuhan dari seluruh sistem budidaya terdapat perbedaa hasil. Pada hasil pengamatan seluruh sistem tanam budidaya padi varietas ciherang (varietas sama) yakni sistem konvensional 20 x 10 cm dan sistem SRI 30 x 30 cm mengalami kenaikan setiap minggunya. Namun pada hasil pengamatan pada 25 november 2014 diperoleh hasil bahwa panjang tanaman yang paling panjang adalah konvensional dengan panjang 101 cm dan SRI yang paling pendek yakni 68 cm, hal ini terjadi pada setiap minggunya bahwa tinggi tanaman sistem Konvensional selalu paling panjang dan SRI paling pendek. Sedangkan pada jumlah anakan yang paling banyak adalah 87 anakan dan paling sedikit adalah konvensional yakni 24 anakan. Bagitu juga dengan jumlah daun paling banyak terdapat pada SRI mencapai 172 daun sedangkan konvensional hanya 104 daun.Berdasarkan literatur yang kami dapatkan pada pembahasan, dapat disimpulkan bahwa perlakuan yang berbeda beda pada tanaman padi akan menghasilkan pertumbuhan yang berbeda pula. Baik pertumbuhan panjang tanaman, jumlah anakan maupun jumlah daun tanaman. Hal ini dikarenakan adanya beberapa faktor yang memengaruhi pertumbuhan masing masing perlakuan yang telah dilakukan dalam budidaya tanaman padi ini. Sehingga memiliki hasil akhir rata rata tinggi tanaman, jumlah anakan dan jumlah daun yang berbeda pada perlakuan perlakuan tersebut.

5.2 SaranSemoga kedepannya pada praktikum Teknologi Produksi Tanaman ini, mahasiswa mampu menguasi semua teknik teknik budidaya tanaman padi dengan baik dengan hasil yang akan diperoleh selama praktikum. Kami berharap kedepannya juga pada praktikum Teknologi Produksi Tanaman praktikan juga diajarkan tahapan budidaya yang tidak kami terima selama praktikum seperti pengolahan lahan, irigasi, penyemaian benih dan pengendalian hama penyakit secara kimiawi seperti penggunaan pestisida.

DAFTAR PUSTAKA

Aak, Norman. 1992. Teknologi sistem tanam legowo (bershaf) pada budidaya padi sawah. Makalah disampaikan pada pembahasan rekomendasi Paket Teknologi Pertanian pada tanggal 18 November 2000,di Moseum Adytiawarman Padang

Amir, M. 2001. Strategi penyelamatan padi gogo dari ancaman penyakit blas. Puslitbang tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian.

Amir, M. 1981. Masalah Penyakit blas (Pirycularia grisea) dan pengendaliannya Kongres Nasional Perhimpunan Fitopatology Indonesia ke VI. Bukittinggi.

Andraeni, Puji Agustine. 2012. Stadia pertumbuhan tetua padi hibrida untuk sinkronisasi pembungaan dan dalam rangka memaksimumkan produksi benih hibrida. Universitas Kristen Satya Wacana.

Anonymous, 2014. Google.com/images diakses pada 10-12-2014

Departemen Pertanian. 1983 Kajian alternatif paket teknologiproduksi padi sawah.hlm. 667-683. Dalam A.K Makarim, I.N.Widiarta, A.Setyono, H. Pane,Hermanto, dan A.S. Yahya (eds). Kebijakan Peberasan dan InovasiTeknologi padi. Puslitbangtan Bogor.

Dheput. 1997. Ekosistem Alam . Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Garris, A.J.; Tai, T.H., Coburn J., Kresovich S., McCouch S. (2004). "Genetic structure and diversity in Oryza sativa L.". Genetics 169: 163116

Grist. 1960. Sumatera Barat Dalam Angka tahun 2007. Kerjasama BadanPerencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) dengan Badan PusatStatistik Propinsi Sumatera Barat.

Lita, Tifani Nova. Sardjono Soekartomo, Bambang Guritno. 2013. PENGARUH PERBEDAAN SISTEM TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DANHASIL TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) DI LAHAN SAWAH. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Malang.

Makarim, Abdul Makarim. 2013. System of Rice Intensification (SRI) dan Peluang Peningkatan Produksi Padi Nasional. Puslitbang Tanaman Pangan Bogor.

Ningtyas, Siti Fatimah Vieta Prasetya. 2011. Analisis usahatani padi konvensional dan padi system of rice intensification (sri) organik (Studi Kasus di Desa Ringgit, Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah). DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Pracaya. 2010. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta

Pramono, Joko. 2005 Upaya Peningkatan Produktivitas Padi Sawah Melalui Pendekatan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Jawa Tengah

Rouf, Abdul Wahid. 2000. PERANAN PUPUK NPK PADA TANAMAN PADI. DEPARTEMEN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Koya Barat. Irian Jaya

Sahala, Stephanus. Ringkasan PENGENDALIAN HAMA BELALANG KEMBARA (Locusta migratoria) DENGAN MENGGUNAKAN GELOMBANG ULTRASONIK DI KALIMANTAN BARAT

Shadily, Hassan. Ensiklopedi Indonesia. Ichtiar Baru-Van Hoeve dan Elsevier Publishing Projects. Jakarta, 1984. Hal. 2503

Sudarmo, S. 2000. Tembakau Pengendalian Hama dan Penyakit. Kanisius. Yogyakarta

Taniabang, Johanis. dan Syahrir Pakki. 2007. PENYAKIT BLAS (Pyricularia grisea) DAN STRATEGI PENGENDALIANNYA PADA TANAMAN PADI. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.

Wayan Wangiyana, 2006. PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PADI VAR. CIHERANG DENGAN TEKNIK BUDIDAYA SRI (SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION) PADA BERBAGAI UMUR DAN JUMLAH BIBIT PER LUBANG TANAM. Fakultas Pertanian Universitas Mataram. NTB

William DD, Feltmate BW. 1992. Aquatic Insects. UK: Cab Internation Wallingford.

Yanti Kurniadiningsih, 2012. EVALUASI UNTUNG RUGI PENERAPAN METODE SRI (System of Rice Intensification) DI D.I. CIHEA KABUPATEN CIANJUR JAWA BARAT. Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung. Jawa Barat.

Zulhendi. 2005. Pengaruh Jumlah Bibit per Titik Tanam dan Umur Bibit Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah Dalam Sistem Intensifikasi Padi (SRI). Universitas Andalas, Limau Manis Padang, Sumatera Barat

LAMPIRANIntensitas Penyakit Padi SRI Kelompok AFPertama : Perhitungan Intensitas Penyakit :IP = IP = IP = 10 %Kedua : Perhitungan Intensitas Penyakit :IP = IP = IP = 5,71 %Ketiga :Perhitungan Intensitas Penyakit :IP = IP = IP = 6,42 %Intensitas Penyakit Padi Konvensional Kelompok KPertama :I = ( n x v) x 100%(z x N) I = 9 x 100 % 40I = 22,5 %Kedua : I = ( n x v) x 100% (z x N) I = 47 x 100 % 160I = 29,375 %Ketiga : I = ( n x v) x 100% (z x N) I = 60 x 100 % 160I = 37, 5 %

Foto-Foto Kegiatan di Lahan

27