Laporan_kasus_2_PeB_vonny

download Laporan_kasus_2_PeB_vonny

of 14

description

Unram

Transcript of Laporan_kasus_2_PeB_vonny

PREEKLAMSIA BERAT

A. Definisi

Preeklamsia merupakan salah satu klasifikasi dari hipertensi dalam kehamilan. Berdasarkan National High Blood Pressure Education Program (NHBPEP) Working Group, hipertensi dalam kehamilan diklasifikasikan sebagai berikut: (1)1. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum usia kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah usia kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu paska persalinan.

2. Preeclampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria.

3. Eklamsia adalah Preeclampsia yang disertai dengan kejang dan atau koma. Kejang dapat terjadi sebelum, selama dan postpartum. 4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia adalah hipertensi kronik disertai tanda-tanda preeklamsia atau atau hipertensi kronik disertai proteinuria.

5. Gestational hypertension/transient hypertension adalah hipertensi yang muncul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang 3 bulan pascapersalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklamsia tetapi tanpa proteinuria.(1)Preeklampsia adalah kelainan multisitem spesifik pada kehamilan yang ditandai oleh timbulnya hipertensi dan proteinuria setelah umur kehamilan 20 minggu. Preeklamsi merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante, intra dan postpartum. Dari gejala-gejala klinik preeklamsia dapat dibagi menjadi preeklamsia ringan dan preeklamsia berat. Kelainan ini dianggap berat jika tekanan darah dan proteinuria meningkat secara bermakna atau terdapat tanda-tanda kerusakan organ (termasuk gangguan pertumbuhan janin). Proteinuria adalah tanda penting preeklampsia dan didefinisikan sebagai terdapatnya 300 mg atau lebih protein dalam urin per 24 jam atau +1 pada dipstick secara menetap pada sampel urin secara acak. Kriteria minimum untuk mendiagnosis preeclampsia adalah hipertensi dan proteinuria.Preeklampsia berat dapat menjadi impending eklampsia. Impending eklampsia ditandai dengan adanya hiperfleksi. Impending eklampsia adalah gejala-gejala oedema, proteinuria, hipertensi disertai gejala subyektif dan objektif. Gejala subyektif antara lain nyeri kepala, gangguan visual, nyeri epigastrium. Sedangkan gejala obyektif adalah hiperfleksia, eksitasi motoric dan sianosis. Impending eklampsia dapat merupakan pertanda dapat terjadi komplikasi yang lebih berat yaitu eklampsia. Eklampsia yang terjadi dalam kehamilan menyebabkan kelainan pada susunan saraf. B. Etiologi dan PatofisiologiPenyebab terjadinya hipertensi dalam kehamilan masih belum diketahui dengan jelas. Beberapa faktor yang diduga terlibat dalam mekanisme terjadinya hipertensi pada kehamilan yaitu : 1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta

Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan aliran darah dari cabang cabang arteri uterina dan arteri ovarika yang menembus miometrium dan menjadi arteri arkuata, yang akan bercabang menjadi arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis memberi cabang arteri spiralis. Pada kehamilan terjadi invasi trofoblas kedalam lapisan otot arteri spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi distensi danvasodilatasiarteri spiralis, yang akan memberikan dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan remodellingarteri spiralis. Pada pre eklamsia terjadi kegagalan remodelling menyebabkan arteri spiralis menjadi kaku dan keras sehingga arteri spiralis tidak mengalami distensi dan vasodilatasi, sehingga aliran darah utero plasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.

Gambar 1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta2. TeoriIskemiaPlasenta,Radikal bebas, dan Disfungsi Endotel

a. Iskemia Plasenta dan pembentukan Radikal Bebas

Karena kegagalan Remodelling arteri spiralis akan berakibat plasenta mengalami iskemia, yang akan merangsang pembentukan radikal bebas, yaitu radikal hidroksil (-OH) yang dianggap sebagai toksin. Radiakl hidroksil akan merusak membran sel yang banyak mengandung asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Periksida lemak juga akan merusak nukleus dan protein sel endotel

b. Disfungsi Endotel

Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel keadaan ini disebut disfungsi endotel, yang akan menyebabkan terjadinya :

- Gangguan metabolisme prostalglandin, yaitu menurunnya produksiprostasiklin(PGE2) yang merupakan suatu vasodilator kuat.

- Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) yaitu suatu vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal kadar prostasiklin lebih banyak dari pada tromboksan. Sedangkan pada pre eklamsia kadar tromboksan lebih banyak dari pada prostasiklin, sehingga menyebabkan peningkatan tekanan darah.

- Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular endotheliosis) .

- Peningkatanpermeabilitas kapiler.

- Peningkatan produksi bahan bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO menurun sedangkan endotelin meningkat.

- Peningkatan faktorkoagulasi

Gambar 2. Teori iskemik plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel3. Teori intoleransi imunologik ibu dan janin

Pada perempuan normal respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya Human Leukocyte Antigen Protein G (HLA-G) yang dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel natural killer (NK) ibu. HLA-G juga akan mempermudah invasis el trofoblas kedalam jaringan desidua ibu. Pada plasenta ibu yang mengalami pre eklamsia terjadi ekspresi penurunan HLA-G yang akan mengakibatkan terhambatnya invasi trofoblas ke dalam desidua. Kemungkinan terjadi Immune-Maladaptationpada pre eklamsia.

Gambar 3. Teori intoleransi imunologik ibu dan janin4. Teori Adaptasi kardiovaskular

Pada kehamilan normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan vasopresor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan vasopresor atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon vasokonstriksi. Refrakter ini terjadi akibat adanya sintesisprostalglandinoleh sel endotel. Pada pre eklamsia terjadi kehilangan kemampuan refrakter terhadap bahan vasopresor sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahanvasopresorsehingga pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi dan mengakibatkan hipertensi dalam kehamilan.

5. Teori Genetik

Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal.Genotypeibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotype janin. Telah terbukti bahwa ibu yang mengalami pre eklamsia, 26% anak perempuannya akan mengalami pre eklamsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami pre eklamsia.

6. Teori Defisiensi Gizi

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwadefisiensi giziberperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan dapat mengurangi resiko pre eklamsia. Minyak ikan banyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegahvasokonstriksipembuluh darah.7. Teori Stimulasi Inflamasi

Teori ini berdasarkan bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya prosesinflamasi. Berbeda dengan proses apoptosis pada pre eklamsia, dimana pada pre eklamsia terjadi peningkatan stres oksidatif sehingga produksi debris trofoblas dan nekrorik trofoblas juga meningkat. Keadaan ini mengakibatkan respon inflamasi yang besar juga. Respon inflamasi akan mengaktifasi sel endotel dan sel makrofag/granulosit yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi inflamasi menimbulkan gejala gejala pre eklamsia pada ibu.C. Epidemiologi

Insiden preeklamsia dilaporkan antara 2%-7%. Preeklamsia lebih sering terjadi pada primigravida. Pada beberapa laporan menyebutkan kejadian preeklamsia bervariasi antara 6-7% pada primipara dan 3%-4% pada multipara. (2) Berdasarkan usia, kejadian preeklamsia bersifat bimodal, atau terjadi pada wanita nullipara berusia muda (35 tahun. (3)D. Faktor Risiko

Adapun faktor risiko kejadian preeklamsia adalah: (1) 1. UsiaInsidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua. Pada wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat. Pada wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi laten.2. ParitasAngka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua, primigravida tua risiko lebih tinggi untuk preeklampsia berat atau eklampsia.3. Faktor genetikJika ada riwayat preeklampsia/eklampsia pada ibu/nenek penderita, faktor risiko meningkat sampai 25%. Diduga adanya suatu sifat resesif (recessive trait), yang ditentukan genotip ibu dan janin. Terdapat bukti bahwa preeklampsia merupakan penyakit yang diturunkan, penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita preeklampsia atau mempunyai riwayat preeklampsia/eklampsia dalam keluarga.4. Riwayat kehamilan yang terganggu sebelumnya; termasuk perkembangan janin terhambat, solusio plasenta atau kematian janin.5. GemelliProteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar, dizigotik lebih tinggi daripada monozigotik. Hidrops fetalis dan mola hidatidosa. Pada mola hidatidosa diduga terjadi degenerasi trofoblas berlebihan yang berperan menyebabkan preeklampsia. Pada kasus mola, hipertensi dan proteinuria terjadi lebih dini/pada usia kehamilan muda, dan ternyata hasil pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai dengan preeklampsia.6. Diet/gizi.Di mana ada penelitian ibu hamil yang kekurangan kalsium berhubungan dengan angka kejadian preeklampsia yang tinggi. Angka kejadian juga lebih tinggi pada ibu hamil yang overweight.E. Diagnosis

Diagnosis preeklamsia berat apabila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut: (1) Tekanan darah sistolik 160 mmHg, diastolik 110 mmHg

Proteinuria 5 g/24 jam atau +4 dalam pemeriksaan kualitatif. Oliguria (< 500cc/24 jam) Kenaikan kadar kreatinin plasma

Gangguan visus dan serebral

Nyeri epigastrium atau pada kuadran kanan atas abdomen

Edema paru-paru dan sianosis

Hemolisis mikroangiopatik

Trombositopenia berat

Gangguan fungsi hepar

IUGR

Sindrom HELLP

Preeklamsia berat dibagi menjadi: o Preeklamsia berat tanpa impending eclampsia o Preeklamsia berat dengan impending eclampsia impending eclampsia apabila disertai dengan gejala nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah, nyeri epigastrik, dan tekanan darah yang progresif.

Gambar 4 Penilaian klinik hipertensi dalam kehamilan Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Bila peningkatan tekanan darah tercatat pada waktu kunjungan pertama kali dalam trimester pertama atau kedua awal, ini mungkin menunjukkan bahwa penderita menderita hipertensi kronik. Tetapi bila tekanan darah ini meninggi dan tercatat pada akhir trimester kedua dan ketiga, mungkin penderita menderita preeklampsia.

Peningkatan tekanan sistolik sekurang-kurangnya 30 mm Hg, atau peningkatan tekanan diastolik sekurang-kurangnya 15 mm Hg, atau adanya tekanan sistolik sekurang-kurangnya 140 mmHg, atau tekanan diastolik sekurang-kurangnya 90 mm Hg atau lebih atau dengan kenaikan 20 mm Hg atau lebih, ini sudah dapat dibuat sebagai diagnose. Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat. Tetapi bila diastolik sudah mencapai 100 mmHg atau lebih, ini sebuah indikasi terjadi preeklampsia berat.`MCCartney dkk. (1971) , dalam studi mereka yang ekstensif terhadap specimen biopsy ginjal yang diperoleh dari wanita hamil dengan hipertensi, umumnya mendapatkan bahwa proteinuria terjadi apabila dijumpai lesi glomerulus yang dianggap khas untuk preeklamsia. Baik proteinuria maupun perubahan histology glomerulus timbul pada tahap lanjut perjalanan gangguan hipertensi akibat kehamilan. Pada kenyataannya preeklamsia secara klinis mulai tampak hanya menjelang akhir suatu patofisiologi yang mungkin sudah dimulai 3-4 bulan sebelum timbulnya hipertensi.F. Penatalaksanaan1) Sikap terhadap penyakit: pengobatan medikamentosaPenderita preeclampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang penting pada preeclampsia berat ialah pengelolaan cairan karena penderita preeclampsia dan eklampsia mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan oligouria. Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut belum jelas, tetapi faktor yang sangat menentukan terjadinya edema paru dan oliguria ialah hypovolemia, vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradient tekanan onkotik koloid/pulmonary capillary wedge pressure. Oleh karena itu, monitoring input cairan (melalui oral ataupun infus) dan output cairan (melalui urin) menjadi sangat penting. Artinya harus dilakukan penguruan secara tepat berapa cumlah cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan melalui urin. Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang diberikan dapat berupa (a) 5% ringer-dekstrose atau cairan garam faali jumlah tetesan: < 125 cc/jam atau (b) infus Dekstrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan infus Ringer laktat (60 125 ccc/jam) 500cc. Dipasang foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria terjadi bila produksi urin < 30cc/jam dalan 2-3 jam atau < 500cc/24 jam. Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat menghindari risiko aspirasi lambung yang sangat asam. Diet yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam.Pemberian obat antikejang

Obat antikejang adalah MgSO4 dan obat obat lain seperti diazepam dan fenitoin.

Fenitoin

Difenihidantoin obat antikejang untuk epilepsy telah banyak dicoba pada penderita eklampsia. Beberapa peneliti telah memamakai bermacam-macam regimen. Fenitoin sodium mempunyai khasiat stabilisasi membran neuron, cepat masuk jaringan otak dan efek antikejang terjadi 3 menit setelah injeksi iv. Fenitoin sodium diberikan dalam dosis 15mgkg bb dengan pemberian iv 50 mg/menit. Hasilnya tidak lebih baik dari magnesium sulfat, pengalaman pemakaian Fenitoin di beberapa senter di dunia masih sedikit.Pemberian magnesium sulfat sebagai antikejang lebih efektif dibanding fenitoin, berdasar Cochrane Review terhadap enam uji klinik, yang melibatkan 897 penderita eklampsia. Obat antikejang yang banyak dipakai Indonesia adalah magnesium sulfat (MgSO47H2O). Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuscular. Transmisi neuromuscular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran rangsang tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition Antara ion kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi pilihan pertama untuk antikejang pada preeclampsia atau eklmapsia. Banyak cara pemberian Magnesium sulfat.

Cara pemberian:

Magnesium sulfat regimen:

Loading Dose: initial dose 4 gram MgSO4; iv, (40% dalam 10 cc) selama 15 menit.

Maintenance dose: diberikan infus 6 gram dalam larutan ringer/6 jam; atau diberikan 4 atau 5 gram i.m. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram im tiap 4-6 jam.

Syarat-syarat pemberian MgSO4: harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium glukonat 10% = 1g (10% dalam 10 cc) diberikan iv 3 menit ; reflex patella (+) kuat ; frekuensi pernafasan > 16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda distress nafas.

Magnesium sulfat dihentikan bila: ada tanda-tanda intoksikasi; setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir Dosis terapeutik dan toksis MgSO4:

Dosis terapeutik

4-7 mEq/liter

4,8 8,4 mg/dl

Hilangnya reflex tendon

10 mEq/liter

12 mg/dl

Terhentinya pernafasan

15 mEq/liter

18 mg/dl

Terhentinya jantung

>30 mEq/liter

>36 mg/dl

Pemberian magnesium sulfat dapat menurunkan risiko kematian ibu dan didapatkan 50% dari pemberiannya menimbulkan efek flushes (rasa panas). Bila terjadi refrakter terhadap pemberian MgSO4, maka diberikan salah satu obat berikut: thiopental sodium, sodium amobarbital, diazepam, atau fenitoin.Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali, kecuali bila ada edema paru-paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diuretikum yang dipakai ialah furosemide. Pemberian diuretikum dapat merugikan, yaitu memperberat hypovolemia, memperburuk perfusi utero-plasenta, meningkatkan hemokonsentrasi, menimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan berat janin.

Pemberian antihipertensi

Masih banyak pendapat dari beberapa Negara tentang penentuan batas (cut off) tekanan darah, untuk pemberian antihipertensi.

Misalnya Belfort mengusulkan cut off yang dipakai adalah 160/110 mmHg dan MAP 126 mmHg.

Di RSU Dr. soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian antihipertensi ialah apabila tekanan sistolik 180 mmHg dan atau/ tekanan darah diastolic 110 mmHg. Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu penurunan awal 25% dari tekanan sistolik dan tekanan darah diturunkan mencapai < 160/105 atau MAP < 125.

Jenis antihipertensi yang diberikan sangat bervariasi. Namun pemberian yang harus dihindari secara mutlak sebagai antihipertensi ialah pemberian diazokside, ketanserin, nimodipin, dan magnesium sulfat.Antihipertensi lini pertama

Nifedipin : dosis 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit; maksimum 120 mg dalam 24 jam.

Antihipertensi lini kedua

Soidum nitroprusside: 0.25 g i.v./kg/menit, infus; ditingkatkan 0.25 g i.v./kg/5 menit.

Diazokside: 30 60 mg iv/5 menit; atau iv infus 10 mg/menit/dititrasi.

Antihipertensi sedang dalam penelitian

Calcium channel blockers: isradipin, nimodipin

Serotonin reseptor antagonis: ketan serinJenis obat antihipertensi yang diberikan di Indonesia adalah:

Nifedipin: dosis awal 10 20 mg, diulangi 30 menit bila perlu. Dosis maksimum 120 mg per 24 jam

Nifedipin tidak boleh diberikan sublingual karena efek vasodilatasi sangat cepat, sehingga hanya diberikan per oral.

Obat-obat antihipertensi yang tersedia dalam bentuk suntikan di Indonesia ialah klonidine (Catapres). Satu ampul mengandung 0,15 mg/cc. klonidine 1 ampul dilaturkan dalam 10 cc larutan garam faali latau larutan air untuk suntikan.

Edema paru

Pada preeclampsia berat, dapat terjadi edema paru akibat kardiogenik (payah janung ventrikel kiri akibat peningkatan afterload) atau non-kardiogenik (akibat kerusakan sel endotel pembuluh darah kapiler paru). Prognosis preeclampsia berat menjadi buruk bila edema paru disertai oliguria.

Glukokortikoid

Pemberian glukokortiokoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu. Di berikan pada kehamilan 32 34 minggu, 2 x 24 jam. Obat ini juga diberikan pada sindrom HELLP.

2) Sikap terhadap kehamilannya

Penelitian Duley, berdasar Cochrane Review, terhadap dua uji klinik, terdiri atas 133 ibu dengan preeclampsia berat hamil preterm, menyimpulkan bahwa belum ada cukup data untuk memberi rekomendasi tentang sikap terhadap kehamilannya pada kehamilan preterm.

Berdasar wiliam obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeclampsia berat selama perawatan; maka sikap terhadap kehamilannya dibagi menjadi:

a. Aktif (aggressive management): berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan pemberian obat medikamentosa.

b. Konservatif (ekspektatif): berarti kehamilan tetap dipertahankan bersama dengan pemberian pengobatan medikamentosa.

a) Perawatan aktif (agresif): sambil memberi pengobatan, kehamilan diakhiri.

Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan satu/lebih keadaan di bawah ini:

Ibu:

umur kehamilan 37 minggu. Lockwood dan paidas mengambil batasan umur kehamilan > 37 minggu untuk preeclampsia ringan dan batasan umur kehamilan 37 minggu untuk preeclampsia berat.

Adanya tanda-tanda/ gejala-gejala Impending eclampsia

Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu: keadaan klinik dan laboratorik memburuk

Diduga terjadi solusio plasenta

Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau perdarahan

Janin:

adanya tanda-tanda fetal distress adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction (IUGR) NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal Terjadinya oligohidramnion

Laboratorik

Adanya tanda-tanda sindroma HELLP khususnya menurunnya trombosit dengan cepat.Cara mengakhiri kehamilan (terminasi kehamilan) dilakukan berdasar keadaan obstetric pada waktu itu, apakah sudah inpartu atau belum.

b) Perawatan Konservatif

Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik. Diberi pengobatan yang sama dengan pengobatan medikamentosa pada pengelolaan secara aktif. Di bagian kebidanan RSU Dr. soetomo Surabaya, pada perawatan konservatif preeclampsia, loading dose MgSO4 tidak diberikan secara iv, cukup im saja. Selama perawatan konservatif; sikap terhadap kehamilannya ialah hanya observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif, kehamilan tidak diakhiri.

Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda preeclampsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan, keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan medikamentosa dan harus diterminasi. Penderita boleh dipulangkan bila penderita kembali ke gejala-gejala atau tanda-tanda preeklampsia ringan.

G. Komplikasi

Komplikasi preeklamsia antara lain(4)

Gambar 5. Komplikasi preeklampsia15