LAPORANKAJIAN POLICY PAPER RANCANGAN PERATURAN...

30
LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 1 LAPORANKAJIAN POLICY PAPER RANCANGAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG KERJASAMA BIDANG KETAHANAN PANGAN I. Pendahuluan A. Latar Belakang Fluktuasi harga bahan pangan pokok dan strategis di kota-kota besar yang terjadi berulang setiap tahun tampaknya sulit untuk dihindarkan. Peningkatan penduduk dari kelahiran dan urbanisasi mengakibatkan jumlah permintaan bahan pangan terus meningkat dengan pertumbuhan relative tinggi, disisi lain pasokan dan distribusi dari wilayah sentra produksi cenderung konstan. Kondisi inilah yang menyebabkan harga bahan pangan berpotensi mengalami gejolak, terlebih saat Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN). Produksi atau ketersediaan pangan suatu wilayah ditentukan oleh daya dukung lingkungan, termasuk di dalamnya lahan pertanian. Wilayah yang sedikit atau bahkan tidak memiliki lahan pertanian tidak akan mampu memenuhi kebutuhan pangannya sendiri dan harus mendatangkan pangan dari luar wilayahnya. Hal ini dialami terutama oleh wilayah perkotaan, dimana lahan pertaniannya sangat terbatas dan kebutuhan pangannya sangat besar. Wilayah perkotaan dapat memenuhi kebutuhan pangannya dari wilayah penyangga di sekitarnya. Beckman (2004) menyatakan bahwa wilayah penyangga berfungsi untuk melindungi kawasan konservasi, dalam konteks pangan wilayah penyangga ini memiliki potensi produksi pangan untuk memasok ke wilayah-wilayah yang defisit pangan terdekat seperti Provinsi DKI Jakarta. Pada sebagian kota-kota besar, permintaan pangan pokok dan strategis (beras dan cabai) untuk konsumsi pangan rumah tangga dan non rumah tangga (industri, hotel, restoran, dan catering) tidak diimbangi dengan volume produksi bahan pangannya. Keterbatasan pasokan dan

Transcript of LAPORANKAJIAN POLICY PAPER RANCANGAN PERATURAN...

LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 1

LAPORANKAJIAN

POLICY PAPER RANCANGAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN

TENTANG KERJASAMA BIDANG KETAHANAN PANGAN

I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Fluktuasi harga bahan pangan pokok dan strategis di kota-kota besar

yang terjadi berulang setiap tahun tampaknya sulit untuk dihindarkan.

Peningkatan penduduk dari kelahiran dan urbanisasi mengakibatkan jumlah

permintaan bahan pangan terus meningkat dengan pertumbuhan relative

tinggi, disisi lain pasokan dan distribusi dari wilayah sentra produksi

cenderung konstan. Kondisi inilah yang menyebabkan harga bahan pangan

berpotensi mengalami gejolak, terlebih saat Hari Besar Keagamaan

Nasional (HBKN).

Produksi atau ketersediaan pangan suatu wilayah ditentukan oleh

daya dukung lingkungan, termasuk di dalamnya lahan pertanian. Wilayah

yang sedikit atau bahkan tidak memiliki lahan pertanian tidak akan mampu

memenuhi kebutuhan pangannya sendiri dan harus mendatangkan pangan

dari luar wilayahnya. Hal ini dialami terutama oleh wilayah perkotaan,

dimana lahan pertaniannya sangat terbatas dan kebutuhan pangannya

sangat besar. Wilayah perkotaan dapat memenuhi kebutuhan pangannya

dari wilayah penyangga di sekitarnya. Beckman (2004) menyatakan bahwa

wilayah penyangga berfungsi untuk melindungi kawasan konservasi, dalam

konteks pangan wilayah penyangga ini memiliki potensi produksi pangan

untuk memasok ke wilayah-wilayah yang defisit pangan terdekat seperti

Provinsi DKI Jakarta.

Pada sebagian kota-kota besar, permintaan pangan pokok dan

strategis (beras dan cabai) untuk konsumsi pangan rumah tangga dan non

rumah tangga (industri, hotel, restoran, dan catering) tidak diimbangi

dengan volume produksi bahan pangannya. Keterbatasan pasokan dan

LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 2

tingginya permintaan menyebabkan fluktuasi harga pangan di kota-kota

besar.

Untuk mencukupi kebutuhan pangan kota-kota besar dilakukan

melalui kerja sama perdagangan pangan antar wilayah, yaitu antara

wilayah perkotaan dengan wilayah penyangga pangan di sekitarnya. Kerja

sama pasokan dan distribusi beras dan cabai antara kota-kota besar

dengan provinsi dan/atau kabupaten-kabupaten penyangga pangan sampai

saat ini berjalan antara pelaku usaha secara alami.

Peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur

penyelenggaraan ketahanan pangan khususnya untuk penyediaan pangan

pokok dan strategis dalam dukungan wilayah penyangga pangan bagi

wilayah kota-kota besar hingga saat ini belum pernah ada. Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa

urusan pangan merupakan urusan konkuren yang bersifat wajib dan tidak

berkaitan dengan pelayanan dasar, sehingga dalam pelaksanaannya

diperlukan adanya norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK).

Pelaksanaan kebijakan pasokan dan distribusi pangan termasuk dalam sub

urusan penyelenggaraan ketahanan pangan, dimana pemerintah pusat

melaksanakan pengelolaan stabilisasi pasokan dan harga pangan pokok,

sedangkan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota melaksanakan

penyediaan dan penyaluran pangan pokok atau pangan lainnya sesuai

dengan kebutuhan daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka

stabilisasi pasokan dan harga pangan, serta pengelolaan cadangan pangan

provinsi dan kabupaten/kota dan menjaga keseimbangan cadangan pangan

provinsi. Terkait dengan pelaksanaan sub urusan penyelenggaraan

ketahanan pangan dalam menjaga stabilisasi pasokan dan harga pangan,

perlu disiapkan payung hukum mengenai dukungan wilayah penyangga

pangan bagi wilayah kota besar.

B. Maksud dan Tujuan

LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 3

Maksud dari policy paper ini memberikan gambaran kondisi pangan

pada kota-kota besar dengan tujuan untuk menyiapkan dan memberikan

arah pengaturan dalam penyediaan pangan pada kota-kota besar, meliputi:

1. Menyusun rumusan rekomendasi norma, standar, prosedur, dan kriteria

penyediaan pangan pokok dan strategis antara kota-kota besar dengan

daerah penyangga;

2. Menyusun regulasi kerja sama penyediaan pangan pokok dan strategis

antara kota-kota besar dengan daerah penyangga.

C. Sasaran

Sasaran yang ingin diwujudkan adalah:

1. Tersusunnya rekomendasi norma, standar, prosedur, dan kriteria

penyediaan pangan pokok dan strategis antara kota-kota besar dengan

daerah penyangga.

2. Tersusunnya regulasi kerja sama penyediaan pangan pokok dan

strategis antara kota-kota besar dengan daerah penyangga;

D. Metode Penyusunan

Penyusunan Policy Paper ini dilakukan melalui studi literatur, analisis

data sekunder, dan analisis data primer dari survey lapangan. Studi literatur

mencangkup materi wilayah penyangga, UU No 23/2014 tentang

Pemerintahan Daerah, PP No 50/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan

Kerja Sama Antar Daerah.

Analisis data sekunder mencakup produksi, ketersediaan, kebutuhan

konsumsi, surplus dan defisit padi dan cabai wilayah DKI Jakarta dan

sepuluh kabupaten penyangganya. Sedangkan analisis data primer

mencakup observasi dan wawancara mendalam kepada kelompok tani,

gabungan kelompok tani, pedagang dan perusahaan penggilingan,

pengurus asosiasi beras dan cabai di DKI Jakarta dan sepuluh kabupaten

penyangga. Selain itu, untuk memperkuat analisis juga dilakukan Focus

Group Discussion (FGD) kepada aparat provinsi dan kabupaten/kota dari

Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Perdagangan. Kegiatan lanjutan

untuk penyempurnaan Policy Paper ini dilakukan melalui pertemuan formal

LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 4

dalam bentuk FGD dengan melibatkan para pakar, akademisi, dan

pemangku kepentingan lainnya.

II. Tantangan dan Peluang Penyediaan Pangan Kota Besar

A. Tantangan

Dalam pelaksanaan penyelenggaraan pangan, hubungan wilayah

perkotaan dan wilayah penyangga di sekitarnya saling melengkapi,

membentuk satu sistem yang saling terkait dan memberikan manfaat bagi

kedua belah pihak. Sektor pertanian merupakan landasan bagi

terwujudnya ketahanan pangan berkelanjutan. Wilayah penyangga yang

sebagian besar merupakan sentra produksi pangan pokok dan strategis

sehingga menjadi pemasok utama untuk kebutuhan pangan kota-kota

besar.

Tantangan dan permasalahan yang dihadapi kota-kota besar dalam

hal penyediaan pangan dan pemenuhan kebutuhan pangan semakin

meningkat yang dikarenakan bertambahnya jumlah penduduk. Sementara

kota-kota besar tidak memiliki potensi sumber daya lahan yang memadai

untuk produksi pangan pokok dan strategis. Di samping itu, pemanfaatan

lahan pekarangan dan lahan sempit yang masih ada di wilayah perkotaan

juga belum optimal untuk produksi pangan.

Karena wilayah kota-kota besar pada umumnya tidak memiliki potensi

penyediaan pangan pokok dan strategis, maka kota-kota besar tersebut

sangat tergantung pasokan pangannya dari wilayah penyangga. Dengan

demikian, gejolak pasokan pangan pokok dan strategis dari wilayah

penyangga menentukan gejolak harga di kota-kota besar.

Beras sebagai komoditas pangan pokok dan cabai sebagai komoditas

pangan strategis memiliki pengaruh terhadap berbagai aktifitas ekonomi,

termasuk pengaruh terhadap inflasi. Kebutuhan dua komoditas tersebut

mulai dari tingkat rumahtangga, rumah makan/restoran, industri pangan

dan lainnya merupakan gambaran kontinyuitas pasokan beras dan cabai

yang dilakukan.

LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 5

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dalam

pasal 26 ayat (3) mengamanatkan, bahwa dalam menjamin pasokan dan

stabilisasi harga barang kebutuhan pokok dan barang penting, Pemerintah

dalam hal ini Menteri Perdagangan menetapkan kebijakan harga,

pengelolaan stok dan logistik serta pengelolaan ekspor dan impor.

Sebagai pelaksanaan dari undan-undang tersebut, Pemerintah

mengeluarkan kebijakan tentang stabilisasi harga dan pasokan bahan

pangan pokok dan strategis. jika harga komoditi pangan secara nasional

mengalami fluktuasi harga pada kisaran yang ditetapkan, maka Pemerintah

melakukan intervensi pasar.

B. Peluang

Wilayah penyangga pangan bagi kota-kota besar masih memiliki

potensi sumber daya lahan pertanian yang masih cukup besar untuk

memenuhi kebutuhan pangan, baik di wilayahnya sendiri maupun wilayah

di sekitarnya. Sedangkan kota-kota besar dengan jumlah penduduk yang

relatif tinggi merupakan pangsa pasar potensial bagi produk-produk

pertanian dari wilayah penyangga.

Permasalahan yang timbul adalah ketidakpastian dalam penyediaan

pangan dari wilayah penyangga ke kota besar karena adanya disparitas

harga antar wilayah. Dengan demikian, kerja sama antara kota besar

dengan wilayah penyangga diperlukan untuk menjamin kepastian pasokan

pangan pokok dan strategis. Kerja sama antar kota besar dengan wilayah

penyangga dimungkinkan karena wilayah kota besar memiliki infrastruktur

dan institusi yang sudah memadai dalam mendukung kegiatan kerja sama

penyelenggaraan pangan, serta memiliki sistem monitoring pasokan dan

harga pangan secara komprehensif.

III. Analisis Daya Dukung Kota Besar Dan Wilayah Penyangga

A. Neraca Beras DKI Jakarta dan Wilayah Penyangga

LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 6

Kebutuhan pangan DKI Jakarta saat ini cukup tinggi, selain karena

jumlah penduduk dan konsumsi perkapita, keberadaan hotel, restoran, dan

catering untuk perusahaan-perusahaan yang berlokasi di wilayah ini

menyumbang permintaan bahan pangan yang cukup besar. Sebagai

gambaran, produksi padi Provinsi DKI Jakarta tahun 2017 sebesar 5.996

ton, ketersediaan beras sebesar 3.099 ton dan kebutuhan beras sebesar

1.151.540 ton, sehingga terdapat defisit sebesar 1.148.441 ton (Tabel 1).

Defisit beras terjadi di seluruh kotamadya lingkup Provinsi DKI

Jakarta. Meningkatnya nilai defisit diakibatkan jumlah permintaan yang

meningkat sebagai implikasi dari bertambahnya jumlah penduduk (tetap

dan sementara) sehingga secara agregat konsumsi perkapita turut

mengalami kenaikan, disisi lain perkiraan kenaikan jumlah produksi beras

sebesar 760 ton tidak berpengaruh signifikan terhadap pengurangan nilai

defisit beras.

Tabel 1. Produksi, ketersediaan, dan kebutuhan beras DKI Jakarta tahun

2017

Kekurangan/defisit beras di DKI Jakarta masih mampu di topang dari

wilayah penyangga karena produksi padi secara umum mengalami surplus

dengan besaran yang bervariasi. Kabupaten Karawang, Subang,

LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 7

Sukabumi, dan Cianjur menghasilkan produksi padi terbesar di antara

kabupaten penyangga lainnya, seperti dilaporkan pada tebal 3.2. Surplus

beras terbesar berada di Kabupaten Subang dan Karawang dan terendah

di Kabupaten Purwakarta. Dari 10 kabupaten tersebut, dapat diperoleh

total surplus sebanyak 2.4 juta ton yang potensial memasok beras ke DKI

Jakarta. Jika dilihat kebutuhan beras total DKI Jakarta yang hanya 1,15 juta

ton, maka sebenarnya 10 kabupaten penyangga sudah lebih dari cukup

untuk menyuplai beras ke Jakarta, atau bahka tiga kabupaten (Karawang,

Subang, dan Pandeglang) saja.

Tabel 2. Produksi, ketersediaan, dan kebutuhan beras kabupaten

penyangga tahun 2017

B. Neraca Cabai DKI Jakarta dan Wilayah Penyangga

Tidak jauh berbeda dengan komoditas pangan pokok, kondisi

ketersediaan pangan penting seperti cabai di DKI Jakarta 100 persen

mengandalkan dari luar wilayah Jakarta. Faktor ketersediaan lahan menjadi

problem Jakarta sampai saat ini sehingga belum mampu memproduksi

cabai secara mandiri, dengan kebutuhan cabai untuk konsumsi rumah

tangga per kapita per tahun sebesar 4,77 kg/kap/tahun dan jumlah

LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 8

penduduk sebanyak 10,2 juta jiwa maka diperoleh kebutuhan total sebesar

49 ribu ton. Namun demikian angka kebutuhan ini masih belum

memperhitungkan konsumsi di luar rumah tangga, misalnya kebutuhan

industri dan hotel, restoran, katering. Produksi cabai total 10 kabupaten

penyangga DKI Jakarta Tahun 2017 sebesar 149 ribu ton, dengan produksi

tertinggi berada di Kabupaten Cianjur dan terendah di Kabupaten Karwang

(Tabel 3).

Tabel 3. Produksi, Ketersediaan dan Kebutuhan Cabai Kabupaten

Penyangga 2017

Berdasarkan data dari 10 kabupaten tersebut, enam kabupaten

mengalami surplus dan sisanya mengalami defisit cabai. Kabupaten-

kabupaten yang mengalami surplus cabai adalah Kabupaten Cianjur,

Sukabumi, Purwakarta, Subang, Pandeglang, dan Lampung Selatan.

Surplus cabai terbesar berada di Kabupaten Cianjur dan terendah di

Kabupaten Pandeglang, sedangkan kabupaten yang mengalami defisit

cabai adalah Kabupaten Karawang, Serang, Lebak, dan Lampung Timur.

Dengan demikian, kabupaten yang memiliki surplus tinggi seperi Cianjur,

Lampung Selatan, dan Sukabumi menjadi potensial sebagai wilayah

penyangga utama untuk komoditas cabai bagi DKI Jakarta.

LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 9

IV. Review Peraturan Perundang-Undangan

Peraturan perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan

pangan melalui wilayah penyangga pangan bagi kota besar secara khusus

hingga saat ini belum pernah diatur. Untuk mengetahui sejauhmana dan

bagaimana peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan dasar

hukum dalam menerbitkan suatu peraturan perundang-undangan dalam

pelaksanaan penyangga kota besar untuk komoditas pangan, dapat

dijelaskan sebagai berikut:

A. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

a. Pembagian Urusan Pemerintahan Konkuren

Pasal 9 UU No 23/2014 membagi urusan pemerintahan menjadi

tiga, yaitu urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan

umum,danurusan pemerintahan konkuren. Urusan pemerintahan

absolut adalah urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi

kewenangan pemerintah pusat. Urusan pemerintahan umum adalah

Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai

kepala pemerintahan.Urusan pemerintahan konkuren adalah Urusan

Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah

provinsi dan Daerah kabupaten/kota. Urusan pemerintahan konkuren

yang diserahkan ke Daerah menjadi dasar pelaksanaan Otonomi

Daerah.

Lebih lanjut, dalam Pasal 11 disebutkan bahwa Urusan

pemerintahan konkuren terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan

Urusan Pemerintahan Pilihan yang dikerjakan bersama Pemerintah

Pusat, Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota. Urusan

Pemerintahan Wajib dibagi menjadi dua yaitu Urusan Pemerintahan

Wajib yang terkait dengan Pelayanan Dasar, dan Urusan

Pemerintahan Wajib yang tidak terkait dengan Pelayanan Dasar.

LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 10

Untuk Urusan Pemerintahan Wajib yang terkait dengan Pelayanan

Dasar ditentukan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk menjamin

hak-hak konstitusional masyarakat.Sedangkan Urusan Pemerintahan

Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar pemerintah pusat

berwenang untuk menetapkan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria

(NSPK) dalam rangka penyelenggaraan Urusan Pemerintahan serta

melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan

Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.Norma,

standar, prosedur, dan kriteria sebagaimana dimaksud berupa

ketentuan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh

Pemerintah Pusat sebagai pedoman dalam penyelenggaraan urusan

pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat

dan yang menjadi kewenangan Daerah.

Pasal 11 ayat (2) menyebutkan bahwa terdapat urusan

pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar,

salah satunya adalah tentang Pangan.

b. Kerja Sama Daerah

Pasal 197 UU No 23/2014 menyebutkan bahwa dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan rakyat, Daerah dapat mengadakan kerja

sama yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas

pelayanan publik serta saling menguntungkan. Kerja sama dapat

dilakukan oleh Daerah dengan daerah lain, pihak ketiga, dan/atau

lembaga atau pemerintah daerah di luar negeri sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kerja sama dengan Daerah lain dapat dibagi menjadi dua, yaitu

kerja sama sukarela dan kerja sama wajib. Kerja sama sukarela adalah

kerja sama yang dilaksanakan oleh Daerah yang berbatasan atau tidak

berbatasan untuk penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang

menjadi kewenangan Daerah namun dipandang lebih efektif dan efisien

jika dilaksanakan dengan bekerja sama. Sedangkan yang dimaksud

dengan kerja sama wajib adalah kerja sama antar-daerah yang

berbatasan yang memiliki eksternalitas lintas Daerah dan dalam

LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 11

penyediaan layanan publik yang lebih efisien jika dikelola bersama,

yang mencakup: kerja sama antar-Daerah provinsi, kerja sama antara

Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota dalam wilayahnya, kerja

sama antara Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota dari provinsi

yang berbeda, kerja sama antar-Daerah kabupaten/kota dari Daerah

provinsi yang berbeda, dan kerja sama antar-Daerah kabupaten/kota

dalam satu Daerah provinsi. Kerja sama wajib yang tidak dilaksanakan

oleh Daerah, maka Pemerintah Pusat mengambil alih pelaksanaan

Urusan Pemerintahan yang dikerjasamakan. Kerja sama wajib yang

tidak dilaksanakan oleh Daerah kabupaten/kota, gubernur sebagai

wakil Pemerintah Pusat mengambil alih pelaksanaannya.

Biaya pelaksanaan kerja sama tersebut dari APBD masing-masing

Daerah yang bersangkutan. Dalam melaksanakan kerja sama wajib,

Daerah yang berbatasan dapat membentuk sekretariat kerja sama,

yang bertugas memfasilitasi Perangkat Daerah dalam melaksanakan

kegiatan kerja sama antar-Daerah.

Lebih lanjut, tata cara pelaksanaan kerja sama tersebut telah

ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) No 50 Tahun 2007

tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah. PP tersebut

diterbitkan sebagai tindak lanjut amanat Pasal 197 Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang telah

dicabut oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014.

Berdasarkan review peraturan perundang-undangan tersebut di

atas, untuk penyelenggaraan urusan pangan khususnya sub bidang

penyelenggaraan ketahanan pangan, dan sesuai dengan amanat dari

Undang-Undang No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah dan PP

No. 50/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah,

bahwa urusan Pangan merupakan urusan konkuren yang bersifat wajib

tidak berkaitan dengan pelayanan dasar, sehingga dalam

pelaksanaannya diperlukan adanya Norma, Standar, Prosedur, dan

Kriteria (NSPK). NSPK tersebut selanjutnya menjadi dasar bagi

pelaksanaan kerjasama antar pemerintah daerah dalam

LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 12

penyelenggaraan ketahanan pangan sub urusan penyediaan pangan

bagi kota besar melalui daerah penyangga.

c. Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pangan

Dalam hal urusan pemerintahan bidang pangan, terdapat empat

sub urusan yang meliputi: (1) Sub urusan penyelenggaraan pangan

berdasarkan kedaulatan dan kemandirian; (2) Sub urusan

penyelenggaraan ketahanan pangan; (3) Sub urusan penanganan

kerawanan pangan; dan (4) Sub urusan keamanan pangan.

Pelaksanaan kebijakan pasokan dan distribusi pangan termasuk

dalam sub urusan ke-2 yaitu sub urusan penyelenggaraan ketahanan

pangan, dimana pemerintah pusat melaksanakan pengelolaan

stabilisasi pasokan dan harga pangan pokok dan pengelolaan

cadangan pangan pokok pemerintah pusat. Sedangkan pemerintah

daerah provinsi dan kabupaten/kota melaksanakan penyediaan dan

penyaluran pangan pokok atau pangan lainnya sesuai dengan

kebutuhan daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka stabilisasi

pasokan dan harga pangan, serta pengelolaan cadangan pangan

provinsi dan kabupaten/kota dan menjaga keseimbangan cadangan

pangan provinsi.

B. Konsepsi Penyediaan Pangan Pada Kota-Kota Besar

Dalam berbagai peraturan perudang-undangan terkait kerja sama

daerah secara tegas belum ada yang mengatur kerja sama antara kota

besar dengan daerah penyangga dalam penyediaan pangan pokok dan

strategis. Didalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah dinyatakan bahwa urusan pangan menjadi urusan

konkuren bersifat wajib yang tidak terkait dengan pelayanan dasar. Urusan

dimaksud menjadi landasan penyelenggaraan pemerintahan daerah

otonomi yang berpedoman pada norma, standar, prosedur, dan kriteria

yang diterbitkan oleh pemerintah pusat.

LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 13

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 pada pasal 197

mengamanatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, daerah

dapat mengadakan kerja sama yang didasarkan pada efisiensi dan

efektifitas serta saling menguntungkan. Kerja sama dimaksud dapat

dilakukan antar pemerintahan daerah atau pemerintahan daerah dengan

swasta.

Untuk itu, menjadi tugas Kementerian Pertanian dalam rangka

penyelenggaraan urusan pangan berdasarkan urusan konkuren sebagai

landasan hukum menerbitkan pedoman penyediaan pangan pada kota-kota

besar melalui kerja sama dengan wilayah penyangga. Adapun substansi

materi muatan dalam pedoman penyediaan pangan pada kota-kota besar

dimaksud antara lain:

V. Ketentuan Umum

1. Pengertian

a. Kota besar adalah ibukota provinsi yang secara potensi tidak

memiliki kemampuan dalam memenuhi kebutuhan pangan pokok

dan strategis secara mandiri.

b. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta

segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan

berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.

c. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau

budi daya.

d. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan

utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai

tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan

jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi (UU No

26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang).

e. Kawasan metropolitan adalah kawasan perkotaan yang terdiri atas

sebuah kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan

perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling

LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 14

memiliki keterkaitan fungsional yang dihubungkan dengan sistem

jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi dengan jumlah

penduduk secara keseluruhan sekurang-kurangnya 1.000.000 (satu

juta) jiwa (UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang).

f. Wilayah penyangga pangan adalah wilayah di luar/sekitar kota yang

memiliki fungsi sebagai penyedia dan pemasok penyangga pangan

pokok dan/atau strategis dalam rangka menjaga stabilitas pasokan

dan harga di wilayah perkotaan.

g. Kabupaten penyangga pangan adalah kabupaten yang merupakan

wilayah penyangga pangan bagi wilayah perkotaan.

h. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan

pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas

otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-

luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

i. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota dan

perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan

daerah.

j. Yang dimaksud Menteri adalah Menteri yang menangani urusan

pangan dan pertanian.

k. Keputusan Bersama adalah: (a) Keputusan Bersama antara

Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Jawa

Barat, Pemerintah Provinsi Banten, Pemerintah Provinsi Lampung

yang telah memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah masing-masing; dan (b) Keputusan antar Pemerintah

Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, dan

Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan Pemerintah Kabupaten

Penyangganya.

2. Maksud dan Tujuan

Maksud Peraturan Menteri ini sebagai pedoman kota-kota besar dalam

memenuhi kebutuhan pangan pokok dan strategis, dengan tujuan untuk

LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 15

memenuhi pangan secara efisien dan efektif serta saling menguntungkan

dalam rangka meningkatkan kesejehteraan rakyatnya.

3. Ruang Lingkup

Ruang lingkup pengaturan meliputi:

a. Kota-Kota Besar dan Wilayah Penyangga;

Komoditas Pangan Pokok dan Strategis, Kota Besar, Wilayah

Penyangga (untuk beras dan cabai)

b. Kerja Sama Kota Besar dengan Wilayah Penyangga; dan

Model Kerja Sama, Syarat dan Tata Cara Kerja Sama, Hak dan

Kewajiban, Jangka Waktu Kerja Sama.

c. Penutup.

VI. KOTA BESAR DAN WILAYAH PENYANGGA

1. Komoditas Pangan Pokok dan Strategis yang dikerjasamakan meliputi

Beras dan Cabai;

2. Pemerintahan Provinsi meliputi Jawa Barat, Daerah Khusus Ibukota

Jakarta, Jawa Tengah, dan Provinsi Jawa Timur;

3. Kota besar meliputi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Bandung,

Semarang, dan Surabaya;

4. Kabupaten penyangga DKI Jakarta untuk komoditas beras meliputi

Kabupaten Lampung Selatan, Lampung Timur, Serang, Lebak,

Pandeglang, Purwakarta, Subang, Karawang, CIanjur dan Sukabumi;

5. Kabupaten penyangga DKI Jakarta untuk komoditas cabai meliputi

Kabupaten Cianjur, Sukabumi, dan Lampung Selatan;

6. Kabupaten penyangga Kota Bandung untuk komoditas beras meliputi

Kabupaten Majalengka, Ciamis, Tasikmalaya, dan Kuningan;

LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 16

7. Kabupaten penyangga Kota Bandung untuk komoditas cabai meliputi

Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Tasikmalaya, Garut, Ciamis, dan

Banjar;

8. Kabupaten penyangga Kota Semarang untuk komoditas beras meliputi

Kabupaten Sragen, Grobogan, Purworejo, Pati, Klaten, Pemalang, dan

Brebes;

9. Kabupaten penyangga Kota Semarang untuk komoditas cabai meliputi

Kabupaten Boyolali, Brebes, Temanggung, Rembang, Magelang, dan

Banjarnegara;

10. Kabupaten penyangga Kota Surabaya untuk komoditas beras meliputi

Kabupaten Ngawi, Lamongan, Ponorogo, Jember, Banyuwangi,

Pasuruan, Madiun, dan Tuban;

11. Kabupaten penyangga Surabaya untuk komoditas cabai meliputi

Kabupaten Malang, Blitar, Kediri, Jember, pamekasan, dan Sampang.

VII. KERJA SAMA KOTA BESAR DENGAN WILAYAH PENYANGGA

1. Model Kerja Sama Penyelenggaraan Penyediaan Pangan Bagi Kota

Besar

Model penyangga kota besar kedepan memberikan peran kepada

pemerintah daerah (antar provinsi atau provinsi-kabupaten atau

kabupaten-kabupaten) dalam penyelenggaraan kerjasama bidang

pangan antara wilah penyangga dengan kota besar yang disangga

dalam wadah Badan Kerjasama Pembangunan Ketahanan Pangan

(BKSPKP) melalui konsep Government to Government (G to G), tentu

dengan melibatkan sector swasta/corporate social responsibility (CSR)

dan stakeholder terkait.

Model ini juga lebih memfokuskan reformulasi fungsi TTIC sebagai

embiro/cikal bakal Distribution Center (DC) bagi kota-kota besar di

Indonesia. TTIC/DC berperan dalam penyediaan, pencadangan, dan

mendistribusikan komoditas pangan melalui pemanfaatan teknologi

LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 17

informasi (e-commerce) kepada pasar, TTI, RPK, toko kelontong, E-

Warung dan lainnya sehingga mempermudah alur distribusi dan

memperpendek jalur distribusi. Terdapat dua aspek dalam proses

distribusi yaitu suporting system dan keuangan serta aspek jasa

(pergudangan, pengemasan dan pengiriman). Dua hal tersebut

berperan penting dalam proses distribusi barang dari DC kepada

penyalur akhir dan konsumen.

Dalam model ini, alur distribusi bahan pangan yang berasal dari

petani/gapoktan dapat langsung ke TTIC /DC dan DC menyalurkan

kepada retailer dan langsung ke konsumen. Dengan system seperti ini

maka rantai pasok akan semakin efisien dan cost distribution dapat

ditekan sehingga tercipta stabilisasi harga pangan.

Beberapa kelebihan dan tantangan dalam reformulasi system

penyangga pangan. Kelebihannya: (a) Penguatan fungsi TTIC sebagai

embrio DC bagi Kota-Kota Besar (Kecuali kota DKI yang sudah

terbentuk DC lebih awal); (b) Perluasan kerjasama kabupaten

penyangga dengan kota besar dengan memperluas atau membentuk

lembaga baru (Badan Kerjasama Pembangunan Ketahanan Pangan);

(c) Penguatan supporting system bagi DC dari lembaga donor/CSR; (d)

Perluasan saluran distribusi melalui kerjasama dengan retailer (TTI,

RPK, dan E-Warong). Sedangkan tantangan yang perlu diperhatikan

adalah: (a) membutuhkan dana relative besar sebagai awal

pembentukan TTIC/DC; dan (b) perubahan jalur distribusi pangan

membutuhkan waktu yang lama.

Dalam alternatif model sistem penyangga pangan kota besar,

setidaknya ada 5 (lima) bidang yang menjadi fungsi utama TTIC/DC:

Pertama: Bidang Manajemen Penyediaan Pasokan, Kedua: Bidang

Manajemen Cadangan Pasokan, Ketiga: Bidang Manajemen Distribusi

Pasokan, Keempat: Bidang Manajemen Kelembagaan Kerjasama

Pangan, dan Kelima: Sistem Teknologi Infomrasi berbasis e-

commerce.

LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 18

Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi), masing-

masing instansi menjadi leading sector dalam menjalankan setiap

fungsi pengelolaan Distribution Center, dengan fungsi antara lain : 1)

Dinas Pertanian/Ketahanan Pangankabupaten berperan penting dalam

mendukung dan pembinaan terhadap para petani (poktan/gapoktan),

pengepul dan pedagang besar dalam upaya peningkatan produktivitas,

peningkatan kemampuan dalam penyediaan pemasokan pangan; 2)

Dinas Perdagangan provinsi bersama dengan Dinas Ketahanan

Pangan berperan penting dalam pembinaan dan pemberdayaan para

pelaku usaha khususnya perusahaan daerah pelaksana fungsi

Distribution Center, khususnya dalam pengelolaan pasokan,

peningkatan kapasitas dan pengembangan usaha, serta melaksanakan

fungsi kontrol dalam pengendalian harga pangan di pasaran; 3) Dinas

Ketahanan Pangan, BULOG dan Koperasi berperan penting dalam

pembinaan koperasi yang menjadi mitra kerjasama Distribution

Centersebagai penyalur akhir (TTI, RPK, retail/koperasi) untuk sampai

kepada konsumen. Ketiga unsur tersebut secara keseluruhan berperan

dalam hal penyediaan pasokan, pengelolaan pasokan dan distribusi

pasokan. Secara lebih rinci, peran kelembagaan/instansi terkait sebagai

berikut:

1. Peran Kelembagaan dalam Penyedia Pasokan

No Dinas/Instansi Peran

1 Kementerian

Pertanian

• Menentukan kebijakan dalam pengaturan

kegiatan produksi secara keseluruhan

• Memungkinkan memberikan insentif pada

wilayah penyangga pangan dalam

kegiatan produksi pangan

• Kementan (BKP) mengkoordinir semua

fungsi kelembagaan

LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 19

2 Dinas Pertanian

Kabupaten

• Merencanakan kegiatan produksi (waktu

tanam dan panen atau kalender tanam)

dan rencana pasokan hasil produksi

• Fasilitasi APBD untuk mendukung

kegiatan produksi berdasarkan rencana

produksi

3 Dinas Ketahanan

Pangan

Kabupaten

• Memfasilitasi gapoktan, asosiasi

gapoktan, pedagang besar menyalurkan

hasil produksi kepada Distribution Center

(DC)

4 Dinas

Perdagangan

Kabupaten

• Membina pedagang besar dalam

memasok hasil produksi pangan

5 BULOG • Berperan dalam penyediaan/penyerapan

pasokan pangan (beras)

• Menegakan kebijakan harga

pangan/beras ditingkat petani dan

pedagang

2. Peran Kelembagaan dalam Pengelola Pasokan

No Dinas/Instansi Peran

1 Kementerian

Pertanian

• Kementan (BKP) mengkoordinir semua

fungsi kelembagaan dalam

melaksanakan fungsi pengelolaan

pasokan

2 Dinas Pertanian

Provinsi

• Mendorong kabupaten penyangga untuk

memaksimalkan peran kerjasama antar

LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 20

No Dinas/Instansi Peran

wilayah dalam pengelolaan dan

pemenuhan pasokan pangan

• Mendorong kabupaten lain untuk turut

berperan, apabila terjadi hambatan pada

kabupaten penyangga dalam

pengelolaan dan pemenuhan pasokan

pangan

3 Dinas

Perdagangan

Provinsi

• Mendorong pedagang lain di kabupaten

non penyangga apabila terjadi hambatan

pasokan pangan dari pedagang

kabupaten penyangga

• Intervensi pada saat terjadi gejolak harga

4 Dinas

Ketahanan

Pangan Provinsi

• Berperan dalam pengelolaan stok

pangan di provinsi

• Melakukan intervensi apabila terjadi

gejolak harga pangan (operasi pasar)

5 BULOG • Berperan dalam pengelolaan pasokan

pangan ke kota besar (DKI Jakarta)

3. Peran Kelembagaan Distribusi Pasokan

No Dinas/Instansi Peran

1 Kementerian

Pertanian

• Kementan (BKP) mengkoordinir semua

fungsi kelembagaan dalam

melaksanakan fungsi distribusi pasokan

2 Dinas Ketahanan • Pembinaan kepada TTI dalam kegiatan

LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 21

Pangan distribusi pangan

3 Dinas Koperasi • Pembinaan kepada koperasi penyedia

pangan dalam melakukan distribusi

pangan ke konsumen

4 Dinas Sosial • Pembinaan kepada E-Warung dalam

melakukan distribusi pangan ke

konsumen

5 Dinas Perdagangan

Provinsi

• Pembinaan kepada pedagang dalam

kegiatan distribusi pangan kepada

konsumen

6 BULOG • Berperan dalam distribusi pasokan

pangan ke kota besar (DKI Jakarta)

2. Hak dan Kewajiban

a. Hak dan Kewajiban Kota Besar;

1. Wilayah kota besar memiliki hak untuk memperoleh pasokan

pangan pokok dan strategis, khususnya beras dan cabai dengan

harga wajar dan terjangkau untuk pemenuhan kebutuhan

masyarakat.

2. Kewajiban kota besar memberikan kompensasi harga wajar yang

disepakati oleh para pihak jika terjadi selisih harga yang

disepakati dengan harga pasar.

3. Kota Besar berkewajiban untuk menata sistem distribusi, serta

menyediakan fasilitas dan infrastruktur pendukungnya.

b. Hak dan Kewajiban Wilayah Penyangga;

1. Wilayah penyangga memiliki hak untuk memasarkan pangan

pokok dan strategis khususnya beras dan cabai dengan harga

wajar.

LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 22

2. Wilayah penyangga hak untuk memeperoleh kompensasi jika

terjadi selisih antara harga yang disepakati dengan harga pasar.

3. Wilayah penyangga berkwajiban untuk memasok pangan pokok

dan strategis khususnya beras dan cabai kepada Kota Besar

sesuai dengan jumlah, waktu, dan harga yang disepakati.

3. Syarat dan Tata Cara Kerja Sama

1. Kepala daerah atau salah satu pihak dapat memprakarsai atau

menawarkan rencana kerja sama kepada kepala daerah yang lain

dan pihak ketiga mengenai objek tertentu;

2. Apabila para pihak sebagaimana dimaksud menerima, rencana kerja

sama tersebut dapat ditingkatkan dengan membuat kesepakatan

bersama dan menyiapkan rancangan perjanjian kerja sama;

3. Kepala daerah dalam menyiapkan rancangan perjanjian kerja sama

melibatkan perangkat daerah terkait dan dapat meminta pendapat

dan saran dari para pakar, perangkat daerah provinsi, Menteri dan

Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen terkait;

4. Kepala daerah dapat menerbitkan Surat Kuasa untuk penyelesaian

rancangan bentuk kerja sama.

4. Jangka Waktu Kerja Sama

Dalam pelaksaan kerja sama harus memperhatikan rencana kerja yang

telah disepakati. Perjanjian kerja sama dilakukan paling singkat selama

3 tahun. Jika lebih dari 5 tahun dan atas persetujuan bersama, dapat

dibentuk badan kerja sama daerah.

5. Tata Cara Kerja Sama Kota Besar dengan Daerah Penyangga

Tata cara kerja sama yang dilakukan adalah tata cara kerja sama antar

daerah. Bentuk/model kerja sama daerah adalah bentuk/model kerja

sama antar daerah yaitu antara wilayah kota besar (DKI Jakarta)

dengan wilayah penyangga pangan, yaitu daerah (provinsi dan

kabupaten) yang menjadi sentra produksi pangan, dalam hal ini beras

dan cabai.

LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 23

Perencanaan Kerja Sama antara Kota Besar dengan Wilayah Penyangga

terdiri dari: (1) persiapan; (2) penawaran; (3) penyiapan kesepakatan; (4)

kesepakatan; (5) penyiapan perjanjian;

1. Persiapan

Pada tahap ini dibentuk Tim Koordinasi Kerja Sama Daerah (TKKSD)

yang akan melakukan inventarisasi obyek kerja sama yang akan

dikerjasamakan, dalam hal ini wilayah penyangga pangan bagi kota

besar untuk komoditas beras dan cabai. Kemudian dilakukan

penyusunan rencana kerja sama, menyiapkan informasi dan data yang

lengkap serta membuat analisis manfaat dan biaya kerja sama yang

terukur. Wilayah kota seperti DKI Jakarta sangat tergantung pada

wilayah lain sebagai penyangga untuk memenuhi kebutuhan pangan

DKI Jakarta.

2. Penawaran

a. Menentukan prioritas obyek yang akan dikerjasamakan

b. Memilih daerah dan obyek yang akan dikerjasamakan

c. Menawarkan objek yang akan dikerjasamakan melalui surat

penawaran:

d. Surat penawaran kerja sama Kepala Daerah sekurang-kurangnya

memuat:

1) Objek yang akan dikerjasamakan;

2) Manfaat kerja sama terhadap pembangunan daerah;

3) Bentuk kerja sama;

4) Tahun anggaran dimulainya kerja sama;

5) Jangka waktu kerja sama.

e. Dalam surat penawaran kerja sama dilampirkan informasi dan data

yang dapat berupa kerangka acuan/proposal objek yang akan

dikerjasamakan.

LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 24

f. Kepala Daerah setelah menerima jawaban tawaran rencana kerja

sama dari daerah lain dibahas dengan TKKSD, selanjutnya

memberikan jawaban tertulis atas rencana kerja sama.

3. Penyiapan Kesepakatan

a. Setelah menerima jawaban persetujuan, TKKSD masing-masing

segera membahas rencana KSAD dan menyiapkan Kesepakatan

Bersama.

b. Kesepakatan Bersama merupakan pokok-pokok kerja sama yang

memuat:

1) Identitas para pihak;

2) Maksud dan tujuan;

3) Objek dan ruang lingkup kerja sama;

4) Bentuk kerja sama;

5) Sumber biaya;

6) Tahun anggaran dimulainya pelaksanaan kerja sama;

7) Jangka waktu berlakunya kesepakatan bersama, paling lama 12

bulan; dan

8) Rencana kerja yang memuat:

a) Jangka waktu penyusunan rancangan perjanjian kerja sama

masing-masing TKKSD yang merupakan tindak lanjut dari

kesepakatan bersama.

b) Tanggal pembahasan bersama rancangan perjanjian kerja

sama oleh TKKSD masing-masing.

c) Jadwal penandatanganan perjanjian KSAD.

d) Rencana kerja tersebut dijadikan lampiran dalam

kesepakatan bersama dan ditandatangani oleh masing-

masing kepala daerah.

4. Penandatanganan Kesepakatan

a. Kesepakatan Bersama antar daerah ditandatangani oleh masing-

masing Kepala Daerah.

LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 25

b. Penandatanganan kesepakatan bersama dilaksanakan sesuai

dengan kesepakatan para pihak dan dapat disaksikan oleh Menteri

Dalam Negeri dan Menteri/Pimpinan LPND yang terkait dengan

objek kerja sama.

5. Penyiapan Perjanjian

TKKSD masing-masing daerah menyiapkan rancangan perjanjian kerja

sama yang memuat paling sedikit:

1) Prinsip kerja sama

Kerja sama daerah dilakukan dengan prinsip: a. efisiensi; b.

efektivitas; c. sinergi; d. saling menguntungkan; e. kesepakatan

bersama; f. itikad baik; g. mengutamakan kepentingan nasional

dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; h.

persamaan kedudukan; i. transparansi; j. keadilan; dan k.

kepastian hukum

2) Subjek kerja sama

Yang menjadi pelaksana atau subyek kerja sama adalah

Pemerintah daerah, dalam hal ini Gubernur DKI Jakarta, dengan

Pemerintah daerah wilayah penyangga pangan, yaitu Gubernur

Jawa Barat, Gubernur Banten dan Gubernur Lampung, serta

Bupati Serang, Lebak, Pandeglang, Sukabumi, Lampung Selatan,

Lampung Timur, Cianjur, Purwakarta, Subang, dan Karawang.

3) Objek kerja sama

Yang menjadi obyek kerja sama adalah dukungan wilayah

penyangga pangan bagi DKI Jakarta untuk komoditas pagan

pokok (beras) dan pangan strategis (cabai).

4) Bentuk kerja sama

Kerja sama antar daerah penyangga kota-kota besar dituangkan

dalam bentuk Perjanjian Kerja Sama (PKS).

5) Ruang lingkup kerja sama;

LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 26

Ruang lingkup kerja sama meliputi pasokan dan distribusi

komoditas beras dan cabai.

6) Persetujuan Anggaran

a) Dalam kerja sama daerah dapat bersama-sama menanggung

biaya secara proporsional dan tidak ada daerah yang terbebani

b) Rencana kerja sama daerah yang membebani daerah dan

masyarakat harus mendapat persetujuan dari Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah dengan ketentuan apabila biaya

kerja sama belum teranggarkan dalam Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah tahun anggaran berjalan dan/atau

menggunakan dan/atau memanfaatkan aset daerah;

c) Kerja sama daerah yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan

tugas dan fungsi dari satuan kerja perangkat daerah dan

biayanya sudah teranggarkan dalam Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah tahun anggaran berjalan tidak perlu

mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

7) Penyelesaian Perselisihan

a) Apabila kerja sama antardaerah dalam satu provinsi terjadi

perselisihan, dapat diselesaikan dengan cara: a. musyawarah;

atau b. Keputusan Gubernur;

b) Apabila kerja sama daerah provinsi dengan provinsi lain atau

antara provinsi dengan kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi

atau antara daerah kabupaten/kota dengan daerah kabupaten

atau daerah kota dari provinsi yang berbeda terjadi

perselisihan, dapat diselesaikan dengan cara: a. musyawarah;

atau b. Keputusan Menteri;

c) Apabila kerja sama daerah dengan pihak ketiga terjadi

perselisihan, diselesaikan sesuai kesepakatan penyelesaian

perselisihan yang diatur dalam perjanjian kerja sama.

8) Perubahan Kerja Sama Daerah

a) Para pihak dapat melakukan perubahan atas ketentuan kerja

sama daerah.

LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 27

b) Mekanisme perubahan atas ketentuan kerja sama daerah

diatur sesuai kesepakatan masing-masing pihak yang

melakukan kerja sama.

c) Perubahan ketentuan kerja sama daerah dituangkan dalam

perjanjian kerja sama setingkat dengan kerja sama daerah

induknya.

9) Berakhirnya Kerja Sama Daerah

a) Kerja sama daerah berakhir jika kedua belah pihak

menyepakati butir-butir berakhirnya perjanjian;

b) Kerja sama daerah tidak berakhir karena pergantian

pemerintahan di daerah

10) Penandatanganan perjanjian

a) Perjanjian kerjasama antar daerah ditandatangani oleh Kepala

Daerah.

b) Tempat dan waktu penandatanganan perjanjian kerja sama

ditetapkan sesuai kesepakatan dari para pihak.

11) Hasil Kerja Sama

a) Hasil kerja sama daerah dapat berupa uang, surat berharga

dan aset, atau nonmaterial berupa keuntungan;

b) Hasil kerja sama daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

yang menjadi hak daerah yang berupa uang, harus disetor ke

kas daerah sebagai pendapatan asli daerah sesuai dengan

peraturan perundangundangan;

c) Hasil kerja sama daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

yang menjadi hak daerah yang berupa barang, harus dicatat

sebagai aset pada pemerintah daerah yang terlibat secara

proporsional sesuai dengan peraturan perundang-undangan

12) Monitoring, Evaluasi, Pengawasan dan Pembinaan

a) Menteri melakukan monitoring, evaluasi, pengawasan dan

pembinaan atas kerja sama antar daerah provinsi atau antar

kabupaten/kota dari lain provinsi;

LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 28

b) Menteri dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen

terkait melakukan pembinaan dan pengawasan teknis atas

kerja sama antardaerah provinsi atau antarkabupaten/kota dari

lain provinsi;

c) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dimulai dari penjajakan, negosiasi, penandatanganan,

pelaksanaan sampai pengakhiran kerja sama

13) Badan Kerja Sama

Dalam pelaksanaan kerja sama harus memperhatikan rencana

kerja yang telah disepakati. Perjanjian KSAD yang jangka

waktunya lebih dari 5 tahun dan atas persetujuan bersama, dapat

dibentuk badan kerja sama daerah.

a) Badan kerja sama sesuai dengan tugasnya membantu Kepala

Daerah untuk:

1) melakukan pengelolaan, monitoring dan evaluasi atas

pelaksanaan KSAD; dan

2) memberikan masukan dan saran kepada Kepala Daerah

masing-masing mengenai langkah-langkah yang harus

dilakukan apabila ada permasalahan.

b) Biaya pelaksanaan KSAD dan/atau Badan Kerja Sama Daerah

menjadi tanggung jawab SKPD masing-masing.

c) Dalam pelaksanaan KSAD, dapat dilakukan perubahan materi

perjanjian/adendum atas persetujuan bersama Kepala Daerah.

Apabila materi perubahan/addendum menyebabkan atau

mengakibatkan penambahan pembebanan APBD atau

masyarakat, maka penambahan pembebanan harus dimintakan

persetujuan DPRD.

d) Dalam pelaksanaan perjanjian kerja sama terjadi keadaan

memaksa/force majeure yang mengakibatkan hak dari

Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota yang harusditerima

berkurang atau tidak ada, Kepala Daerah memberitahukan

secara tertulis kepada Ketua DPRD masing-masing disertai

dengan penjelasan mengenai:

LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 29

1) keadaan memaksa/force majeure yang terjadi; dan

2) hak dari Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota yang telah

diterima dan/atau yang tidak bisa diterima setiap tahun atau

pada saat berakhirnya KSAD.

e) 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya perjanjian KSAD, masing-

masing SKPD yang melakukan KSAD dibantu oleh badan kerja

sama dan dapat didampingi oleh tim penilai eksternal untuk

melakukan inventarisasi dan penilaian secara finansial

terhadap:

1) barang bergerak dan tidak bergerak yang terkait dengan

perjanjian KSAD;

2) kewajiban atau utang yang menjadi beban KSAD.

f) Hasil penilaian dilaporkan kepada Kepala Daerah melalui

SKPD masing-masing. Terhadap barang bergerak dan tidak

bergerak dimaksud pada huruf e point 1), pembagiannya dapat

dilaksanakan:

1) dijual kepada para pihak yang melakukan KSAD; dan

2) dijual melalui lelang terbuka.

Hasil penjualan barang bergerak dan tidak bergerak

sebagaimana dimaksud pada huruf f setelah dikurangi

kewajiban atau hutang yang menjadi beban KSAD, dibagi

berdasarkan perimbangan hak dan kewajiban dalam

perjanjian KSAD.

g) Hasil KSAD yang berupa barang dilaporkan oleh Kepala

Daerah kepada Ketua DPRD.

LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 30

VIII. Penutup

Policy Paper ini sebagai gambaran arah pengaturan dan sasaran

dalam rangka penyediaan pangan pokok dan strategis kota-kota besar oleh

wilayah penyangga.

Adapun substansi kebijakan kerja sama dalam rangka penyediaan pangan

pokok dan strategis kota-kota besar oleh wilayah penyangga meliputi: (1)

Penetapan Kota-Kota Besar dan Wilayah Penyangga; dan (2) Kerja Sama

Kota Besar dengan Wilayah Penyangga.

Kebijakan penyediaan pangan pokok dan strategis kota-kota besar oleh

wilayah penyangga sebagai pedoman untuk kota-kota besar oleh wilayah

penyangga dapat dilakukan secara efisien dan efektif serta saling

menguntungkan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan penduduk.