Laporan Uji Sensitivitas Dias

20
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada ilmu mikrobiologi ini kita mempelajari banyak tentang jasad-jasad renik yangg disebut juga dengan microbe atau protista, di mana adanya, ciri-cirinya, kekerabatan antara sesamanya seperti juga dengan kelompok organisme lainnya, pengaruh dan peranannya dalam kesehatan serta kesejahteraan kita. Mikroorganisme sangat erat kaitannya dengan kehidupan kita, beberapa di antaranya bermanfaat dan yang lain merugikan. Banyak di antaranya menjadi penghuni dalam tubuh manusia. Beberapa mikroorganisme menyebabkan penyakit dan yang lain terlibat dalam kegiatan manusia sehari-hari seperti misalnya pembuatan anggur, keju, yogurt, produksi penicillin, serta proses-proses perlakuan yang berkaitan dengan pembuangan limbah. Sensitifitas menyatakan bahwa uji sentifitas bakteri merupakan suatu metode untuk menentukan tingkat kerentanan bakteri terhadap zat antibakteri dan untuk mengetahui senyawa murni yang memiliki aktivitas antibakteri. Metode Uji sensitivitas bakteri adalah metode cara bagaimana mengetahui dan mendapatkan produk alam yang berpotensi sebagai bahan anti bakteri serta mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan bakteri pada konsentrasi yang rendah. Oleh sebab itu praktikum mengenai uji sensitivitas perlu dilakukan agar dapat mengetahui zona hambat dari setiap antibiotik dan seberapa besar resistensi, intermediet, dan sensitive suatu bakteri Staphylococcus aureus terhadap beberapa antibiotik.

Transcript of Laporan Uji Sensitivitas Dias

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Pada ilmu mikrobiologi ini kita mempelajari banyak tentang jasad-jasad renik

    yangg disebut juga dengan microbe atau protista, di mana adanya, ciri-cirinya,

    kekerabatan antara sesamanya seperti juga dengan kelompok organisme lainnya,

    pengaruh dan peranannya dalam kesehatan serta kesejahteraan kita.

    Mikroorganisme sangat erat kaitannya dengan kehidupan kita, beberapa di

    antaranya bermanfaat dan yang lain merugikan. Banyak di antaranya menjadi

    penghuni dalam tubuh manusia. Beberapa mikroorganisme menyebabkan penyakit

    dan yang lain terlibat dalam kegiatan manusia sehari-hari seperti misalnya

    pembuatan anggur, keju, yogurt, produksi penicillin, serta proses-proses perlakuan

    yang berkaitan dengan pembuangan limbah.

    Sensitifitas menyatakan bahwa uji sentifitas bakteri merupakan suatu metode

    untuk menentukan tingkat kerentanan bakteri terhadap zat antibakteri dan untuk

    mengetahui senyawa murni yang memiliki aktivitas antibakteri. Metode Uji

    sensitivitas bakteri adalah metode cara bagaimana mengetahui dan mendapatkan

    produk alam yang berpotensi sebagai bahan anti bakteri serta mempunyai

    kemampuan untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan bakteri pada

    konsentrasi yang rendah.

    Oleh sebab itu praktikum mengenai uji sensitivitas perlu dilakukan agar dapat

    mengetahui zona hambat dari setiap antibiotik dan seberapa besar resistensi,

    intermediet, dan sensitive suatu bakteri Staphylococcus aureus terhadap beberapa

    antibiotik.

  • B. Tujuan

    Adapun tujuan dari percobaan tersebut yaitu:

    1. Praktikan mengetahui zona hambat dari setiap antibiotik

    2. Praktikan memahami tingkat resistensi, intermediet, dan sensitive bakteri

    terhadap beberapa antibiotik

    C. Manfaat

    Adapun manfaat dari pratikum ini yaitu:

    1. Setelah melaksanakan praktikum ini, maka diharapkan praktikan dapat

    mengetahui zona hambat dari setiap antibiotik

    2. Praktikan dapat mengetahui tingkat resistensi suatu bakteri terhadap

    antibiotic. Dengan mengetahui tingkat resistensi, intermediet, dan sensitive

    suatu bakteri terhadap antibiotic, hal ini dapat bermanfaat dalam bidang

    kesehatan atau kedokteran contohnya mengetahui antibiotik yang baik

    digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.

    .

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    Bakteri S. aureus merupakan bakteri kokus Gram positif, tidak bergerak, tidak

    berspora. Diameter antara 0,8-1,0 m. Pada sediaan langsung yang berasal dari nanah

    dapat terlihat sendiri, berpasangan, menggerombol bahkan tersusun seperti rantai

    pendek. Susunan gerombolan yang tidak teratur biasanya ditemukan pada sediaan

    yang dibuat dari perbenihan padat, sedangkan dari perbenihan kaldu biasanya

    ditemukan tersendiri atau tersusun sebagai rantai pendek. Staphylococcus mudah

    tumbuh pada berbagai media bakteriologik dibawah suasana aerobik atau

    mikroaerobik. Staphylococcus tumbuh paling cepat pada suhu kamar 370C, akan

    tetapi untuk pembentukan pigmen yang terbaik pada suhu kamar (20-350C) dan pada

    media dengan pH 7,2-7,4. Pada media padat, koloni berbentuk bulat, lembut dan

    mengkilat. Dalam keadaan kering pada benang, kertas, kain dan dalam nanah,

    staphylococcus dapat hidup selama 6-14 minggu. S. aureus merupakan bakteri Gram

    positif yang mempunyai struktur dinding sel terdiri dari lapisan peptidoglikan dan

    asam teikoat. Dinding sel bakteri merupakan struktur kompleks dan berfungsi sebagai

    selubung untuk melindungi protoplasma dan memberi bentuk karakteristik bakteri.

    Setiap jaringan tubuh dapat diinfeksi oleh S. aureus dan menyebabkan timbulnya

    penyakit dengan tanda-tanda khas, yaitu peradangan nekrosis dan pembentukan

    abses. S. aureus dapat menyebabkan pneumonia, meningitis, endokarditis, dan infeksi

    kulit. Staphylococcus dapat menyebabkan penyakit melalui kemampuannya

    memperbanyak diri dan menyebar secara luas di dalam jaringan.

    Toxic shock syndrome adalah penyakit yang disebabkan oleh racun-racun

    yang dikeluarkan bakteri-bakteri S.aureus yang tumbuh dibawah kondisi-kondisi

    dimana ada sedikit atau tidak ada oksigen. Toxic shock syndrome dikarakteristikan

    oleh penimbulan tiba-tiba dari demam yang tinggi, muntah, diare, dan nyeri-nyeri

  • otot, diikuti okeh tekanan darah rendah (hipotensi), yang dapat menjurus pada

    guncangan (shock) dan kematian.

    Pangan harus didinginkan sampai dikonsumsi dan dibiarkan pada suhu kamar

    selama lebih dari dua jam. Selain memproduksi koagulase, S. aureus juga dapat

    memproduksi berbagai toksin, diantaranya :

    1. Eksotoksin-a yang sangat beracun

    2. Eksotoksin-b yang terdiri dari hemosilin, yaitu suatu komponen yang dapat

    menyebabkan lisis pada sel darah merah.

    3. Toksin F dan S, yang merupakan protein eksoseluler dan bersifat leukistik.

    4. Hialuronidase, yaitu suatu enzim yang dapat memecah asam hyaluronat di dalam

    tenunan sehingga mempermudah penyebaran bakteri ke seluruh tubuh.

    5. Grup enterotoksin yang terdiri dari protein sederhana

    Staphylococcus aureus hidup sebagai saprofit di dalam saluran-saluran

    pengeluaran lendir dari tubuh manusia dan hewan-hewan seperti hidung, mulut dan

    tenggorokan dan dapat dikeluarkan pada waktu batuk atau bersin (Anonim, 2009).

    Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri yang

    memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman-kuman

    sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Para peneliti diseluruh dunia

    memperoleh banyak zat lain dengan khasiat antibiotik namun berhubung dengan

    adanya sifat toksis bagi manusia, hanya sebagian kecil saja yang dapat digunakan

    sebagai obat diantaranya adalah streptomycin

    vial injeksi, Tetrasiklin kapsul,

    Kanamicin kapsul, Erytromicin kapsul, Colistin

    tablet, Cefadroxil tablet dan

    Rifampisin kapsul (Djide, 2003).

    Antibiotika digunakan untuk mengobati berbagai jenis infeksi akibat kuman

    atau juga untuk prevensis infeksi, msalnya pada pembedahan besar. Secara

    provilaktis juga diberikan pada pasien dengan sendi dan klep jantung buatan, juga

    sebelum cabut gigi. Jumlah antibiotika yang beredar dipasaran sekarang ini semakin

    banyak macamnya dan melonjak tinggi baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya.

    Antibiotika dalam penggunaannya membutuhkan waktu yang lama baik dalam

  • penyimpanan dan peredarannya. Hal ini dapat menyebabkan potensi dari antibiotika

    menurun dan bahkan bisa hilang (Jawelz, 1995).

    Uji sensitivitas bakteri terhadap beberapa antibiotika di luar negeri sudah

    lazim dilakukan sebagai pemeriksaan rutin terhadap isolat bakteri berasal dari

    material klinis. Disamping itu telah banyak dilakukan penelitian tentang sensitivitas

    dan resistensi bakteri terhadap bermacam-macam antibiotika telah banyak dilakukan

    (Corcoran dan Shulman, 1994).

    Bakteri dapat menjadi resisten terhadap antibiotika karena bakteri dapat

    menghasilkan suatu enzim yang dapat menghancurkan antibiotika itu. Beberapa

    enzim yang dihasilkan adalah -laktamase dan asetilase. Bakteri mutan yang

    menghasilkan enzim ini dapat hidup tanpa gangguan. Selain enzim yang dihasilkan

    oleh bakteri yang mutasi, dapat juga timbul enzim yang sama akibat kontak sel

    dengan obat, yang dikenal sebagai adaptif (induksi) (Sartono dan Mubarak, 1984).

    Resistensi terhadap antibiotika dapat juga dipindahkan dari organisme yang

    resisten kepada organisme yang sensitif. Jika organisme yang resisten obat dicampur

    dengan organisme yang rentan, maka semua organisme akan menjadi resistensi

    terhadap obat yang sama. Resistensi obat biasanya ditransfer secara bebas dari

    kromosom bakteri inang. Faktor ini disebut faktor pemindah resisten. Banyak

    bakteri Gram negatif mengandung faktor resisten ini dan memindahkannya kebakteri

    Gram negatif lain (Volk dan Wheeler, 1988).

    Faktor pemindah resisten mencakup semua gen yang bertanggung jawab

    terhadap pemindahan faktor resisten dari satu sel ke sel lain yang pada umumnya

    berlangsung secara konjugasi. Faktor R ini bersifat infektif, faktor ini juga dapat

    dipindahkan antara beberapa spesies bakteri yang berbeda, pemindahan faktor R

    disertai dengan pemindahan gen kromosom yang mobilisasi oleh faktor R (Schelegel

    dan Schmidt, 1994).

  • Menurut Gan (1981) mekanisme resistensi timbul terhadap antimikroba dapat

    terjadi berdasarkan mekanisme sebagai berikut;

    1). Mikroba mensistensi suatu enzim penghancur antimikroba.

    2). Mikroba meningkatkan sintesis metabolit yang bersifat antagonis-kompetitif

    terhadap antimikroba, sehingga dapat mempertahankan metabolisme untuk

    keperluan hidupnya, misalnya pada peningkatkan sintensi PABA (para

    aminobenzoid acid);

    3). Mikroba membentuk jalan metabolisme yang baru dengan menghindari reaksi

    metabolisme yang dihambat oleh antimikroba;

    4). Permeabilitas dinding atau membran sel mikroba menurun untuk antimikroba.

    Akibat peristiwa ini, antimikroba sulit untuk menembus masuk kedalam

    mikroba, karena terjadinya perubahan struktur kimia dinding/membran sel dari

    mikroba; dan

    5). Perubahan struktur atau komposisi ribosom sel mikroba dengan akibat ribosom

    kurang dapat mengikat antimikroba.

  • BAB III

    METODOLOGI

    A. Waktu dan Tempat

    Praktikum ini dilaksanakan pada:

    Hari/ tanggal : Sabtu, 14 April 2012

    Waktu : 13.00 WITA Selesai

    Tempat : Laboratorium Biodiversity Fakultas Matematika dan Ilmu

    Pengetahuan Alam Universitas Tadulako

    B. Alat dan Bahan

    Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan tersebut

    1. Alat

    a. Tabung reaksi

    b. Cawan petri

    c. Swab

    d. Rak tabung

    e. Korek api

    2. Bahan

    a. Alkohol 70%

    b. Lilin

    c. Media MHA

    d. Media BHIB

    e. Sampel bakteri Staphylococcus aureus

    f. Antibiotik Chloromphenicol (C), Cephalexin (CL), Sulphamethoxazole

    trimethoprim (SXT), Cloxacillin (OB), Novobiocin (NV), Tetraciline

    (TE), Fosfonycin (FOS), Ampicillin (AMP), Cefadroxil (CFR),

    Ofloxacin (OFX), Norfloxacin (NOR), dan Amikacin (AK).

  • C. Prosedur kerja

    Adapun prosedur kerja untuk percobaan tersebut yaitu:

    1. Mengambil 1 jarum ose koloni bakteri dari media BHIB sampai batas

    kekeruhannya standard

    2. Mensterilkan media MHA dan swab menggunakan api lilin sebelum dan

    sesudah digunakan

    3. Kedalam suspensi bakteri yang sudah distandarisasi kekeruhannya

    dicelupkan swab steril, tunggu sebentar saat agar cairan dapat meresap ke

    dalam swab kemudian swab diangkat dan diperas dengan menekankan

    pada dinding tabung bagian dalam sambil diputar-putar

    4. Menggoreskan swab secara zig-zag kedalam media MHA

    5. Menempelkan disc obat pada permukaan media MHA

    6. Membungkus media tersebut kemudian mengingkubasi selama 24 jam

    pada suhu 37%

    7. Mengukur zona daya hambat yang ada pada medium MHA tersebut

    8. Hasil pengukuran zona daya hambat tersebut dicocokan dengan table disc

    (R/I/S)

    .

  • BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Hasil Pengamatan

    No Jenis Antibiotik Gambar

    Zona hambat

    diameter (mm) Sebelum Sesudah

    1.

    1. Ampicillin (AMP)

    2. Cloxacillin (DB)

    1. 10 (sensitiv)

    2. 5 (sensitiv)

    2.

    1. Novabiocin (NV)

    2. Amikacin (AK)

    1. 30 (resisten)

    2. 40 (resisten)

    3. 1. Cefadroxil (CFR)

    2. Ofloxacin (OFX)

    3. Norfloxacin (NOR)

    1.35 (resisten)

    2. 35 (resisten)

    3. 40 (resisten)

    4. 1. Cephalexin (CL)

    2. Tetracyline (TE)

    3. Fosfonycin (FOS)

    1. 25 (resisten)

    2. 20 (resisten)

    3. 35 (resisten)

    5. 1. Cloramphenicol (C)

    2. Sulphamethoxazole

    trimetropim (SXT)

    1. 45 (resisten)

    2. 30 (resisten)

  • B. Pembahasan

    Metode uji sensitivitas bakteri adalah metode cara bagaimana mengetahui

    dan mendapatkan produk alam yang berpotensi sebagai bahan anti bakteri serta

    mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan bakteri

    pada konsentrasi yang rendah.

    Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri yang

    memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman-kuman

    sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil.

    Zona hambat adalah zona dimana menunjukan aktif dan resisten tidaknya

    suatu bakteri terhadap suatu senyawa atau zat. Dimana zona hambat merupakan

    senyawa metabolisme sekunder yang dikeluarkan oleh bakteri untuk bertahan hidup.

    Resistensi adalah suatu sifat tidak terganggunya kehidupan sel mikribo oleh anti

    mikroba.

    Uji sensitivitas tersebut dilakukan agar praktikan dapat mengetahui tingkat

    resistensi , intermediet, dan sensitive dari bakteri Staphylococcus aureus terhadap

    antibiotic dan pratikan bisa mengetahui zona hambat dari setiap antibiotik. Pada

    praktikum kali ini antibiotik yang digunakan berjumlah 12 buah yaitu:

    Chloromphenicol (C), Cephalexin (CL), Sulphamethoxazole trimethoprim (SXT),

    Cloxacillin (OB), Novobiocin (NV), Tetraciline (TE), Fosfonycin (FOS),

    Ampicillin (AMP), Cefadroxil (CFR), Ofloxacin (OFX), Norfloxacin (NOR), dan

    Amikacin (AK).

    Dalam percobaan tersebut menggunakan media MHA untuk penanaman

    bakteri yang berfungsi sebagai nutrisi untuk pertumbuhan bakteri serta digunakan

    khusus untuk sensitivitas dan media BHIB yang berfungsi sebagai media

    pemupukan pada bakteri yang akan diujikan yaitu Staphylococcsc aureus. Pada

    pengamatan yang dilakukan, terlebih dahulu melakukan fiksasi alat-alat yang akan

    digunakan pada praktikum. Fiksasi berfungsi agar tidak terdapat mikroba yang

    menempel. Bakteri Staphylococcus aureus dimasukkan dalam media BHIB (Brain

    Heart Infusion Broth) yang berfungsi membantu pertumbuhan bakteri tersebut.

  • Selanjutnya menggoreskan swap secara zig zag pada cawan petri yang

    berisikan medium MHA (Mueller Hinton Agar) yang juga merupakan tempat hidup

    dan berkembangbiakanya suatu bakteri. Langkah selanjutnya, memasukkan

    antibiotik pada masing-masing cawan petri dengan jarak yang tidak terlalu dekat,

    agar nantinya dapat diketahui mana antibiotik yang resisten dan sensitif terhadap

    bakteri. Menginkubasi media tersebut selama 24 jam. Dalam masa inkubasi yang

    lebih lama, dapat terjadi perubahan dalam kondisi tersebut, yaitu bisa menunjukan

    terbentuknya zona hambat secara penuh, atau tidak terbentuknya zona hambat dan

    namun pada umumnya bekas zona hambat terlihat. Hal tersebut tergantung dengan

    daya tahan bakteri terhadap antibiotik.

    Apabila diameter zona hambat antibiotik < 11 mm ini artinya bakteri

    tersebut resisten terhadap antibiotik yang digunakan dan apabila diameter zona

    hambat antibiotik 11-12 mm maka dikatakan intermediet. Sedangkan jika zona

    hambat antibiotik memiliki diameter > 19 mm artinya bakteri tersebut sensitive

    terhadap antibiotik yang digunakan.

    Dari hasil pengamatan diperoleh antiboitik Ampicillin (AMP) memiliki

    daerah hambat dengan diameter 10 mm terhadap bakteri Staphylococcus aureus,

    artinya bakteri tersebut resisten terhadap antibiotik tersebut. Bakteri dapat resisten

    bisa dikarenakan antibiotik gagal menghambat sintesis dinding sel dan kurang peka

    terhadap enzim b-laktamase yang diproduksi oleh beberapa bakteri seperti Staph.

    Aureus.

    Untuk antibiotik Cloxacillin (DB) memiliki zona hambat dengan diameter 5

    mm. Artinya bakteri Staphylococcus aureus resisten terhadap antibiotik tersebut.

    Bakteri tersebut dapat resisten karena penururnan permeabilitas selaput sel mikroba

    yang menyebabkan Cloxacillin tidak dapt menembus dinding sel bakteri.

    Pada jenis antibiotik Novobiocin (NV) memiliki zona hambat dengan

    diameter 30 mm, ini artinya bakteri sensitive terhadap antibiotik tersebut ini

    dikarenakan antibiotik Novobiocin bekerja melalui penghambatan sintesis asam

    nukleat yaitu mengganggu sintesa DNA.

  • Kemudian antibiotic Amikacin (AK) memiliki daerah hambat dengan

    diameter 40 mm. Amikacin adalah golongan Aminoglikosida merupakan

    penghambat sintesis protein irreversible, namun mekanisme pasti bakteriosidnya

    tidak jelas. Begitu memasuki sel, ia akan mengikat protein subunit-30S yang

    spesifik (untuk streptomycin S12). Menghambat sintesis protein dengan 3 cara,

    pertama agen-agen ini mengganggu kompleks awal pembentukan peptide, kedua

    gen-agen ini menginduksi salah baca mRNA, yang mengakibatkan penggabungan

    asam amino yang salah ke dalam peptide, sehingga menyebabkan suatu keadaan

    nonfungsi atau toksik protein, dan terakhir gen-agen ini menyebabkan terjadinya

    pemecahan polisom menjadi monosom non-fungsional. Mekanisme Resistensi

    Amikacin yaitu mikroorganisme memproduksi suatu enzim transferase atau enzim-

    enzim yang menyebabkan inaktivitas aminoglikosid, melalui adenilasi, asetilasi,

    atau fosforilasi, kemudian menghalangi masuknya aminoglikosida ke dalam sel

    protein reseptor sub unit ribosom 30S kemungkinan hilang atau berubah sebagai

    akibat dari mutasi.

    Sedangkan pada jenis antibiotik Cefadroxil (CFR) memiliki daerah hambat

    dengan diameter 35 mm, ini menandakan bahwa bakteri sensitive terhadap

    antibiotic. Hal tersebut dikarenakan Cefadroxil adalah antibiotika semisintetik

    golongan sefalosforin bersifat bakterisid dengan jalan menghambat sintesa dinding

    sel bakteri. Cefadroxil aktif terhadap Streptococcus beta-hemolytic, Staphylococcus

    aureus (termasuk penghasil enzim penisilinase), Streptococcus pneumoniae,

    Escherichia coli, Proteus mirabilis, Klebsiella sp, Moraxella catarrhalis.

    Pada antibiotik Ofloxacin (OFX) memiliki daerah hambat dengan diameter 35

    mm, ini artinya bakteri Staphylococcus aureus sensitive terhadap antibiotic ini. Hal

    ini dapat disebabkan karena Ofloxacin merupakan senyawa antibakteri sintetik dari

    golongan kuinolon dan bersifat bakterisida. Ofloxacin aktif terhadap bakteri aerobik

    gram positif termasuk penghasil penisilinase dan bukan penghasil penisilinase,

    terhadap sebagian besar bakteri aerobik gram negatif termasuk Staphylococcus yang

    resisten terhadap metisilina. Aktivitas antibakteri Ofloxacin dengan jalan

  • menghambat DNA girase, suatu enzim essensial yang merupakan katalis penting

    dalam duplikasi dan transkripsi DNA bakteri.

    Untuk antibiotik Norfloxacin (NOR) memiliki daerah hambat dengan diameter

    40 mm. Ini menunjukkan bahwa bakteri Staphylococcus aureus sensitive terhadap

    antibiotic Norfloxacin ini dikarenakan Norfloxacin merupakan generasi pertama dari

    fluoroquinolones yang mekanisme kerjanya adalah memblok sintesis DNA bakteri

    dengan menghambat topoisomerase II (DNA gyrase) topoisomerase IV.

    Penghambatan DNA gyrase mencegah relaksasi supercoiled DNA yang diperlukan

    dalam transkripsi dan replikasi normal.

    Untuk antibiotic jenis Cephalexin (CL) zona hambat yang diketahui yaitu 25

    mm, ini berarti bakteri Staphylococcus aureus sensitive terhadap antibiotic ini, hal ini

    dikarenakan Sefaleksina merupakan antibiotik semi sintetik yang merupakan generasi

    pertama antibiotika golongan sefalosporin. Aktivitas antibakteri Sefaleksina dengan

    jalan menghambat pembentukan dinding sel bakteri, terutama dengan asilasi enzim

    transpeptidase. Reaksi ini mencegah cross-linkage rantai peptidoglikan yang

    diperlukan untuk kekuatan dan rigiditas dinding sel bakteri. Sefaleksina efektif

    terhadap bakteri gram-positif termasuk Staphylococcus yang memproduksi enzim

    penisilinase serta beberapa bakteri anaerob.

    Pada antibiotic Tetraciline (TE) memiliki daerah hambat dengan diameter 20

    mm, Tetracycline merupakan antibiotik bakteriostatis yang berikatan dengan subunit

    ribosomal 16S-30S dan mencegah pengikatan aminoasil-tRNA dari situs A pada

    ribosom, sehingga dengan demikian akan menghambat translasi protein.

    Untuk antibiotic Fosfonycin (FOS) memiliki zona hambat dengan diameter 35

    mm, yang berarti bakteri Staphylococcus aureus sensitive terhadap antibiotic ini. Hal

    ini dikarenakan Fosfomycin merupakan antibiotic bakterisidal dengan spektrum yang

    agak luas. Efek bacterisidal ini melalui penghambatan enzim enolpyruviltransferase

    yang terlibat dalam sintesis dinding sel bakteri. Fosfomycin aktif melawan mikro-

    organisme gram-positif dan gram-negatif .

  • Dan untuk jenis antibiotik Chloromphenicol (C) dengan zona hambat yang

    dimilikinya yaitu 45 mmri . Ini menandakan bakteri Staphylococcus aureus sensitive

    terhadap antibiotic jenis ini, Hal ini terjadi karena Chloramphenicol merupakan

    antibiotik yang melkat pada sub limit 50 S ribosom bakteri sehingga meghalangi

    enzim peptidiltransferase. Enzim inilah yang melaksanakan tiga langkah dengan

    membentuk ikatan petida antara asam amino baru yang masih melekat pada tRNA-

    nya, dan asam amino terakhir peptida yang sedang berkembang. Hal iru

    menyebabkan sintesis protein terhenti seketika.

    Serta antibiotik jenis Sulphamethoxazole trimethoprim (SXT) yang memiliki

    zona hambat 30 mm, juga menandakan bahwa bakteri Staphylococcus aureus

    sensitive terhadap antibiotic jenis ini, Hal ini dapat terjadi karena Sulphamethoxazole

    menghambat masuknya molekul PABA (p-amibobenzoic acid) ke dalam molekul

    asam folat dan juga menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis

    asam dihidrofolat, mencegah resistensi serta bekerja sinergis.

  • BAB V

    PENUTUP

    A. Kesimpulan

    Dari percobaan uji sensitivitas tersebut dapat ditarik kesimpulan:

    1. Antiboitik Ampicillin (AMP) dan antibiotik Cloxacillin (DB) memiliki zona

    hambat < 11. Apabila diameter zona hambat antibiotik < 11 mm ini artinya

    bakteri tersebut resisten terhadap antibiotik yang digunakan.

    2. Pada jenis antibiotik Novobiocin (NV), Amikacin (AK), Cefadroxil (CFR),

    Ofloxacin (OFX), Norfloxacin (NOR, Cephalexin (CL), Tetraciline (TE),

    Fosfonycin (FOS), Chloromphenicol (C), dan Sulphamethoxazole

    trimethoprim (SXT) memiliki zona hambat > 19 mm. Jika zona hambat

    antibiotik memiliki diameter > 19 mm artinya bakteri tersebut sensitive

    terhadap antibiotik yang digunakan.

    3. Emakin besar zona daya hambat maka semakin besar pula tingkat resistensi

    dari antibiotik.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Anonim, 2009, http://wwwmicrobiologyonline.blogspot.com/ , diakses pada 17 April

    2012, Pukul 19.00 Wita.

    Anonim, 2009, http://id.shvoong.com/tags/faktor-antibiotik-resisten-terhadap-

    bakteri, diakses pada 17 April 2012, Pukul 19.00 Wita.

    Anonim, 2009, http://mawarmawar.wordpress.com/, diakses pada 17 April 2012,

    Pukul 19.00 Wita.

    Anonim, 2012, http://id.wikipedia.org/wiki/, diakses pada 17 April 2012, Pukul

    19.00 Wita.

    Anonim, 2009, http://translate.google, diakses pada 17 April 2012, Pukul 19.00

    Wita.

    Anonim, 2009, http://etd.eprints.ums.ac.id/15360/2/bab_1.pdf, diakses pada 17 April

    2012, Pukul 19.00 Wita.

    Corcoran, J.W. and S.T. Shulman, (1994), Biologi Molekuler Sensitivitas dan

    Resistensi Terhadap Agen Antimikroba. Dalam: Dasar Biologis dan Klinis

    Penyakit Infeksi. Edisi keempat, Shuman, Phair dan Sommers, Diterjemahkan

    oleh Wahab, A.S. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

    Djide, M. N. 2003, Mikrobiologi Farmasi, Jurusan Farmasi UNHAS, Makassar.

    Jawelz, M. A. 1995, Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology) Edisi 20,

    EGC, Jakarta.

    Sartono, K.R. dan Z. Mubarak, (1984), Mikrobiologi Umum, Fakultas Kedokteran

    Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh.

    Volk, W.A. and M.F. Wheeler, (1988), Mikrobiologi Dasar, Edisi kelima.

    Diterjemahkan oleh Adisoemarto, S, Universitas Airlangga, Surabaya.

  • LEMBAR ASISTENSI

    Nama : Dias Tuti

    Stambuk : G 601 11 046

    Kelompok : IV

    Asisten : Mochammad Syahrir S. Si.

    No Hari / Tanggal Perbaikan Paraf

  • LAPORAN SEMENTARA

    Percobaan 5

    A. Judul Percobaan : Uji Sensitivitas

    B. Tujuan Percobaan : Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu :

    3. Praktikan mengetahui zona hambat dari setiap

    antibiotik

    4. Praktikan memahami tingkat resistensi,

    intermediet, dan sensitive bakteri terhadap

    beberapa antibiotik

    C. Alat dan Bahan

    Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu :

    3. Alat

    f. Tabung reaksi

    g. Cawan petri

    h. Swab

    i. Rak tabung

    j. Korek api

    4. Bahan

    g. Alkohol 70%

    h. Lilin

    i. Media MHA

    j. Media BHIB

    k. Sampel bakteri Staphylococcus aureus

    l. Antibiotik Chloromphenicol (C), Cephalexin (CL), Sulphamethoxazole

    trimethoprim (SXT), Cloxacillin (OB), Novobiocin (NV), Tetraciline

    (TE), Fosfonycin (FOS), Ampicillin (AMP), Cefadroxil (CFR),

    Ofloxacin (OFX), Norfloxacin (NOR), dan Amikacin (AK).

  • D. Hasil Pengamatan

    No Jenis Antibiotik Gambar

    Zona hambat

    diameter (mm) Sebelum Sesudah

    1.

    3. Ampicillin (AMP)

    4. Cloxacillin (DB)

    3. 10 (sensitiv)

    4. 5 (sensitiv)

    2.

    3. Novabiocin (NV)

    4. Amikacin (AK)

    3. 30 (resisten)

    4. 40 (resisten)

    3. 4. Cefadroxil (CFR)

    5. Ofloxacin (OFX)

    6. Norfloxacin (NOR)

    1.35 (resisten)

    2. 35 (resisten)

    3. 40 (resisten)

    4. 4. Cephalexin (CL)

    5. Tetracyline (TE)

    6. Fosfonycin (FOS)

    4. 25 (resisten)

    5. 20 (resisten)

    6. 35 (resisten)

    5. 3. Cloramphenicol (C)

    4. Sulphamethoxazole

    trimetropim (SXT)

    3. 45 (resisten)

    4. 30 (resisten)

  • Kelompok IV

    Dias Tuti (G 601 11 046)

    Melvina Manita F. (G 601 11 049)

    Yuditha Apriliana W(G 601 11 053)

    Moh.Fachrin (G 601 11 056)

    Magfirah (G 601 11 067)

    Masrida (G 601 11 068)

    Pertiwi (G 601 11 078)

    Moh.Ardiyansyah (G 601 11 079)

    Asisten

    Pembimbing

    Mochammad Syahrir S.Si.