Laporan Tutorial Skenario a Blok 5
-
Upload
rizkia-retno-d -
Category
Documents
-
view
414 -
download
58
description
Transcript of Laporan Tutorial Skenario a Blok 5
LAPORAN TUTORIAL
SKENARIO A BLOK 5
Kelompok :L9
Tutor : dr. Erial Bahar
PENDIDIKAN DOKTER UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG
2013
0 | T u t o r i a l b l o k 5
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat ridho dan karunia-Nya laporan
tutorial Skenario B Blok 5 ini dapat diselesaikan dengan baik.
Laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian dari
sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Laporan ini berisi hasil seluruh kegiatan tutorial blok 4 dengan membahas skenario B.
Di sini kami membahas sebuah kasus yang kemudian dipecahkan secara kelompok
berdasarkan sistematikanya mulai dari klarifikasi istilah, identifikasi masalah, menganalisis,
meninjau ulang dan menyusun keterkaitan antar masalah, serta mengidentifikasi topik
pembelajaran. Dalam dinamika kelompok ini pula ditunjuk moderator serta notulis.
Bahan laporan ini kami dapatkan dari hasil diskusi antar anggota kelompok, teks
book, media internet, dan bahan ajar dari dosen-dosen pembimbing.
Terima kasih kami ucapkan kepada dr. Erial bahar selaku tutor kelompok 9 yang telah
membimbing kami semua dalam pelaksanaan tutorial kali ini. Selain itu, kami mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang membantu tersusunnya laporan tutorial ini.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih memiliki banyak kekurangan dan
kelemahan, untuk itu sumbangan pemikiran dan masukan dari semua pihak sangat kami
harapkan agar di lain kesempatan laporan tutorial ini akan menjadi lebih baik. Semoga
laporan tutorial ini bermanfaat bagi semua pihak. Terima kasih.
Palembang, 9 Januari 2013
Tim Penyusun
1 | T u t o r i a l b l o k 5
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ………………………………………………………………………… 1
Daftar Isi ………………………………………………………………………………. 2
BAB I : Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………. 3
1.2 Maksud dan Tujuan ………………………………………………. 3
BAB II : Pembahasan
2.1 Data Tutorial......…………………………………………………… 4
2.2 Skenario ….....……………………………………………………… 4
2.3 Paparan .....................…………………………………………….... 5
I. Klarifikasi Istilah. ............…………………………………. 5
II. Identifikasi Masalah...........………………………………… 5
III. Analisis Masalah ...............................……………………... 6
IV. Keterkaitan Antar Masalah......................................……..... 25
V. Learning Issue ...................................................................... 25
VI. Sintesis Masalah.................................................................... 26
VII. Kerangka Konsep ................................................................. 44
VIII. Daftar Pustaka........................................................................45
2 | T u t o r i a l b l o k 5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Blok Anatomi dan histologi adalah blok kelima pada semester 1 dari Kurikulum
Bebasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya Palembang.
Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus yang memaparkan kasus
mengenai Aston yang mengalami dislokasi sendi dan berkaitan dengan posisi anatomis bahu
dan selanjutnya akan dijelaskan pada laporan ini.
1.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu:
1. Untuk memenuhi salah satu unsur dari penilaian Tutorial.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan
pembelajaran diskusi kelompok.
3. Mampu memahami suatu kasus dan dapat membuat keputusan secara cepat dan tepat.
2.2 Skenario Blok 5
Aston, pemuda 25 tahun, mengalmi cedera saat bermain sepak bola. Ia terdorong dan
terpukul pada daerah bahu kanan dengan kuat. Ia mengeluhkan nyeri bahu yang hebat, dan
lenfgn atas kanan meggatung ke bawah tubuhnya dengan posisi eksorotasi. Tidak nampak
adanya fraktur, dan caput humerus tampak tumpang tindih dengan collum scapula. Dokter
menyatakan bahwa Aston mengalami dislokasi pada sendi bahu.
3 | T u t o r i a l b l o k 5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Data Tutorial
Tutorial Skenario A Blok 5
PDU Reguler 2012
Tutor : dr. Erial Bahar
Moderator : Devuandre Naziat (04121001061)
Sekretaris papan : Rizkia Retno Dwi N. (04121001120)
Sekretaris meja : Muhamad Arief RH (04121001090)
Anggota : Alek Febrianka (04121001039)
Citra Indah Sari (04121001089)
Dhita Amanda (04121001046)
Dina Fitria (04121001081)
Febri Rahman (04121001057)
Intan Chairrany (04121001078)
Libna Shabrina (04121001080)
M. Salman A. (04121001060)
Suci Indah Sari (04121001065)
Trikaya Cuddhi (04121001146)
Zahro Badria (04121001111)
Waktu : Senin, 7 Januari 2013
Rabu, 9 Januari 2013
4 | T u t o r i a l b l o k 5
2.3 Paparan
I. Klarifikasi Istilah
1. Bahu : Pundak antara leher dan pangkal lengan
2. Eksorotasi : Perputaran ke arah lateral
3. Nyeri : Rasa yang menimbulkan penderitaan, disebabkan rangsangan
pada ujung syaraf tertentu.
4. Fraktur : Pemecahan suatu bagian terutama bagian tulang
5. Dislokasi : Perpindahan/ pergeseran suatu tempat perenggangan
persendian pada patah tulang
6. Caput humerus : Ujung yang membesar/ kutub utama pada humerus (tulang
lengan atas)
7. Collum scapula : leher/bagian seperti leher pada scapula
8. Tumpang tindih : Bersusun-susun / tindih menindih
9. Sendi : Tempat penyatuan / sambungan diantara tulang yang
memungkinkan pergerakan pada tulang.
II. Identifikasi Masalah
No Masalah Konsen
1 Aston, Laki-laki, 25 tahun mengalmi cedera saat
bermain sepak bola
V
2 Ia terdorong dan terpukul pada daerah bahu
kanan dengan kuat.
V
3 Ia mengeluhkan nyeri bahu yang hebat, dan
lenagn atas kanan meggatung ke bawah tubuhnya
dengan posisi eksorotasi
VV
4 a. Tidak nampak adanya fraktur, dan caput
humerus tampak tumpang tindih dengan collum
scapula
VV
5 Diagnosis : Aston mengalami dislokasi pada VVV
5 | T u t o r i a l b l o k 5
sendi bahu.
III. Analisis Masalah
A. Aston didiagnosis mengalami dislokasi pada sendi bahu.
1. Apa yang menyebabkan dislokasi sendi bahu ?
Dari segi Etiologi, Dislokasi disebabkan oleh:
a. Cedera dalam olahraga yang biasanya menyebabkan dislokasi, seperti sepak bola
dan hoki, serta olahraga yang beresiko jatuh, misalnya : terperosok
akibat bermain ski, senam, voli. Pemain basket dan pemain sepak bola paling
sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja
menangkap bola dari pemain lain.
b. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga seperti benturan keras pada
sendi saat kecelakaan motor.
c. Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin
d. Patologis : terjadinya ‘tear’ligament dan kapsul articuler yang merupakan
kompenen vital penghubung tulang
Dari segi Patofisiologi, dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada posisi abduksi
atau eksorotasi tangan secara kuat menumbuk tanah atau tempat keras. Biasanya
sering pada olahraga yang melempar atau mengayunkan lengan. Humerus terdorong
kedepan, merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi. Kadang-kadang
bagian posterolateral kaput hancur. Mesti jarang prosesus akromium dapat
mengungkit kaput ke bawah dan menimbulkan luksasio erekta dengan tangan
mengarah ke posisi melipat keatas ; lengan ini hampir selalu jatuh membawa kaput
ke posisi di bawah karakoid.
90% dari kejadian dislokasi bahu merupakan dislokasi anterior, termasuk pula
pada kasus ini, karena caput humerus akan lebih mudah mengarah ke depan daripada
ke belakang. Pada ketika membahas suatu sendi jangan hanya terpaku pada range of
movement. Contohnya pada sendi bahu yang ruang geraknya paling luas dibanding
artikulasi lain pada tubuh dan juga merupakan sendi yang paling rentan terjadi
dislokasi.
6 | T u t o r i a l b l o k 5
Pada skenario dinyatakan bahwa penyebab dislokasi sendi bahu pada Aston
adalah sebagai seorang pemain sepak bola ia mengalami cedera karena terdorong dan
terpukul dengan kuat pada bagian bahunya. Hal ini menyatakan bahwa penyebab
terjadinya dislokasi sendi bahu pada Aston adalah karena external violence.
2. Apa jenis sendi di bahu ?
Bahu (regio deltoidea) adalah bagian yang meliputi lateral cranial dari
ekstremitas superior. Disini terdapat caput humeris yang merupakan bagian os
humeris (tulang lengan atas), yang menempel dengan scapula (bagian clavicula) dan
juga ada tulang clavicula.
Sendi yang terdapat di bahu antara lain :
a. sendi acromioclavicularis, terdapat antara acromion pada scapicula dengan
ekstremitas acromilaris pada clavicula.
b. Sendi sternoclavicularis, terdapat antara
c. Sendi humeri, atau sendi bahu antara caput humeris dengan cavitas glenoidalis.
3. Bagaimana posisi anatomi normal pada sendi bahu ?
Dalam anatomi manusia, tulang belikat (bahasa Inggris: scapula, shoulder
blade, bahasa Latin: omo) adalah tulang yang menghubungkan tulang lengan
atas dan tulang selangka. Scapula membentuk bagian posterior dari gelang bahu.
Berbentuk pipih dan seperti segitiga. Secara anatomis, memiliki dua permukaan
(fascia), 3 pinggir (margo), dan 3 sudut (angulus).
Scapula dorsal view (left):
7 | T u t o r i a l b l o k 5
Gambar 1
ANATOMY OF SCAPULA
1. Angulus superior
2. Angulus inferior
3. Angulus lateralis
4. Margo superior
5. Margo medialis
6. Margo lateralis
7. Spina scapulae
8. Fossa supraspinata
9. Incisura scapulae
10. Proc. Coracoideus
11. Acromion
12. Angulus acromialis
13. Cavitas glenoidalis
14. Colum scapulae
15. Tuberculum infraglenoidale
16. Fossa infraspinata
Scapula lateral view (left):
8 | T u t o r i a l b l o k 5
1.Facies posterior
2. Facies costalis
3.. Acromion
4. Tuberculum supraglenoidale
5. Proc. Coracoideus
6. Cavitas glenoidalis
7. Tuberculum infraglenoidale
8. Margo lateralis
—Scapula ventral view (left):
9 | T u t o r i a l b l o k 5
Gambar 2
1. Angulus lateralis
2. Angulus inferior
3. Angulus superior
4. Cavitas glenoidalis
5. Facies articularis acromii
6. Acromion
7. Proc. Coracoideus
8. Incisura scapulae
9. Fossa subscapularis
10. Facies costais
11. Collum scapulae
12. Margo superior
13. Margo medialis
14. Margo lateralis
Humeri
Kepala bonggol humerus (caput humeri) bersendi dengan cavitas glenoidales dari
scapula. Penyambungan ini dikenal dengan sendi bahu yang memiliki jangkauan
gerak yang luas. Pada persendian ini terdapat dua bursa yaitu pada bursa
subacromialis dan bursa subscapularis. Bursa subacromialis membatasi otot
10 | T u t o r i a l b l o k 5
Gambar 3
supraspinatus dan otot deltoideus. Bursa subscapularis memisahkan fossa
subscapularis dari tendon otot subscapularis. Otot rotator cuff membantu
menstabilkan persendian ini.
4. Bagaimana penaganan dislokasi sendi bahu ?
Dislokasi merupakan keluarnya bonggol sendi (kepala) dari mangkok sendi .
Bila hanya bergeser sedikit disebut subluksasi, namun apabila bergeser seluruhnya
disebut dislokasi atau luksasio. Apabila seseorang menderita luksasio, pasien akan
merasakan nyeri yang amat sangat, sehingga biasanya pasien tidak mau
menggerakan anggota badan tempat terjadinya luksasio tersebut.
11 | T u t o r i a l b l o k 5
Gambar 4
Penanganan luksasio dilakukan agar memperbaiki posisi sendi atau tulang ke tempat
awalnya, ini disebut reposisi. Reposisi harus dilakukan dengan cepat dan hati-hati. Apabiila
tindakan reposisi tidak berhasil dilakukan jangan diulangi, karena dapat merusak jaringan lain
yang berada disekitarnya. Selain itu, sebelumnya yang perlu diperhatikan ada atau tidak
adanya fraktur.
1. Metode Stimson
Metode ini sangat baik. Caranya penderita dibaringkan tertelungkup sambil bagian
lengannya yang mengalami dislokasi, keluar dari tepi tempat tidur, menggantung ke
bawah. Kemudian diberikan beban yang diikatkan pada lengan bawah dan pergelangan
tangan, biasanya dengan dumbbell dengan berat tergantung dari kekuatan otot si penderita.
Si penderita disuruh rileks untuk beberapa jam, kemudian bonggol sendi akan masuk
dengan sendirinya.
2. Ketiak yang cedera ditekan dengan telapak kaki (tanpa sepatu). Setelah itu, lengan yang
cedera ditarik sesuai dengan arah kedudukannya ketika itu. Cara menariknya pelan, namun
semakin lama semaki kuat. Hal ini bertujuan untuk menghindari nyeri yang dapat
mengakibatkan syok. Setelah ditarik secara hati-hati, kemudian lengan atas diputar ke luar
menjauhi tubuh, hal ini sebaiknya dilakukan dengan posisi siku terlipat.
12 | T u t o r i a l b l o k 5
Pada dislokasi bahu ini perlu dilakukan pemeriksaan neurovaskular untuk meilhat
cedera pada saraf ataupun vaskular. Pada luksasio glenohumerar, sering terjadi cedera pada
cabang pleksus brakialis.
- Fungsi sensorik dari saraf aksilaris dapat diuji dengan menilai menususkan jarum di
wilayah yang cedera.
- Fungsi saraf motorik radial lengan yang terkena dapat dinilai dengan memeriksa kekuatan ekstensi pergelangan tangan.
Suksesnya reposisi dilihat dari berkurangnya rasa nyeri, dan otot tidak mengalami
spasme. Dalam melakukan reposisi ini operator dapat menggunakan kombinasi analgesik
sistemik / relaksan otot / sedatif dan teknik atraumatic untuk membantu operator mencapai
tujuan tersebut dan menghindari komplikasi.
Sebagian besar cedera neurovaskular disebabkan oleh dislokasi sendiri, tetapi dapat
pula disebabkan atau diperburuk oleh percobaan reposisi. Pemeriksaan neurovaskular harus
13 | T u t o r i a l b l o k 5
teliti, baik sebelum dan setelah reposisi penting untuk mendokumentasikan keberadaan dan
perubahan dari cedera.
Untuk mengurangi rasa nyeri dilakukan cara berikut ini :
Istirahat, tidak boleh ada pergerakan di daerah yang cedera.
Pemberian es, bertujuan untuk mengurangi inflamasi..
Kurangi pembengkakan
Elevasi, menempatkan di daerah yang lebih tinggi untuk mengurangi peradangan dan
inflamasi.
5. Ciri-ciri penderita dislokasi sendi bahu ?
Dislokasi sendi bahu sering ditemukan pada orang dewasa, jarang ditemukan
pada anak-anak. Cedera pada bahu sering disebabkan karena lelah, tetapi sering juga
terjadi pada pemain tenis, bulu tangkis, olahraga lempar dan berenang (internal
violence/sebab-sebab yang berasal dari dalam). Cedera ini juga bisa disebabkan oleh
external violence (sebab-sebab yang berasal dari luar), akibat body contact sports,
misalnya : sepak bola, rugby dan lain-lain. Secara terperinci, penyebab dislokasi
sendi bahu dibagi dalam dua jenis yaitu menurut etiologis dan patofisiologis.
6. Bagaimana kondisi bahu seseorang pasca mengalami dislokasi ?
Dapat terjadi beberapa komplikasi saat dislokasi yang turut memengaruhi kondisi
bahu yang terbagi menjadi komplikasi dini dan komplikasi belakangan. Komplikasi
dini, yaitu :
1. Kerusakan nervus axillaris, Jika nervus axillaris cedera, dalam kasus ini
terhimpit oleh caput humerus, maka pasien tidak dapat mengerutkan otot
deltoid dan mungkin ada daerah kecil yang mati rasa pada kulit. Biasanya
sembuh spontan setelah beberapa minggu atau beberapa bulan.
2. Kerusakan pembuluh darah. Dapat terjadi saat trauma/saat traksi waktu
reposisi/karena tekanan humerus.
3. Fraktur-dislokasi. Tuberositas mayor bisa terlepas saat dislokasi. Nantinya
akan masuk lagi ke tempatnya, sehingga tidak perlu terapi khusus, kalau tetap
bergeser bisa ditempel dengan operasi.
14 | T u t o r i a l b l o k 5
Komplikasi belakangan, yaitu :
1. Kaku sendi ( Frozen shoulder ). Sendi yang terluka biasanya akan membuat
penderita kesakitan saat menggerakkan bagian tubuhnya yang terluka tersebut,
sehingga sendi akan mengalami imobilisasi. Imobilisasi yang lama akan
menyebabkan persendian kaku. Dapat dilonggarkan lagi dengan beberapa
exercise.
2. Diskokasi yang tak direduksi. Dapat terjadi jika pasien tidak sadar telah terjadi
dislokasi / pasien sudah sangat tua. Waktu penyembuhan diusahakan tidak
melewati 6 minggu, sebab apabila sudah lewat, dapat menyebabkan fraktur
pada tulang / robeknya pembuluh darah/saraf.
3. Dislokasi rekuren. Dapat terjadi jika pengobatan awal tidak adekuat sehingga
tetap terjadi dislokasi. Jika dislokasi anterior merobek kapsul bahu,
perbaikannya spontan dan tidak berulang, namun apabila labrum glenoid ikut
robek / kapsul lepas dari bagian depan leher glenoid, perbaikan tidak terjadi
dan dislokasi sering berulang. Dislokasi rekuren dengan frekuensi yang tinggi
memerlukan tindakan operasi.
B. Tidak nampak adanya fraktur, dan caput humerus tampak tumpang tindih
dengan collum scapula
1. Bagaimana posisi normal Caput humeri dan Collum Scapulae ?
Posisi normal caput humeri dan collum scapulae yaitu caput humeri berada pada
cavitas glenoidea .
2. Bagaimana kondisi tulang yg dikategorikan mengalami fraktur ?
Tulang yang mengalami fraktur adalah tulang yang mengalami patah karena
benturan dan tegangan. Fraktur juga bisa disebabkan karena kondisi medis seperti
osteoporosis, dan kanker tulang.
Secara umum, fraktur dapat dibagi menjadi 2, berdasarkan ada tidaknya
hubungan antara tulang yang fraktur dengan dunia luar, yaitu fraktur tertutup dan
fraktur terbuka. Disebut fraktur tertutup apabila kulit di atas tulang yang fraktur masih
utuh. Tetapi apabila kulit di atasnya tertembus maka disebut fraktur terbuka, yang
15 | T u t o r i a l b l o k 5
memungkinkan kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang
patah.
Beberapa gejala terjadi fraktur adalah adanya nyeri lokal dan semakin
bertambah bersamaan dengan gerakan, hilangnya fungsi anggota gerak dan
persendian yang terdekat, terdapat perubahan bentuk (deformitas), nyeri tekan, nyeri
ketok dan nyeri sumbu, krepitasi (tidak perlu selalu dibuktikan), gerakan-gerakan
abnormal.
3. Penyebab terjadi tumpang tindih Caput Humeri & Collum Scapulae ?
Adanya kekuatan yang kuat dari luar yang menghantam tepat dipersendian
antara os.humerus dan os.scapula.
4. Bagaimana posisi tumpang tindih Caput Humeri dan Collum Scapulae ?
Pada dislokasi ini, Kaput humerus terdorong kearah anterior dan menimbulkan
avulsi kapsul sendi dan kartilago beserta periosteum labrum glenoidalis bagian
anterior. Kaput humeri yang tergeser ke anterior dan agak kebawah sedikit tampak
seperti tumpang tindih pada bagian collum scapula. Apabila diraba di bagian
aksila, Kaput humeri akan terasa jelas.
Berikut ini adalah gambar rontgen dari tulang yang mengalami dislokasi
dalam keadaan caput humerus tumpang tindih dengan collum scapulae
16 | T u t o r i a l b l o k 5
C. Ia mengeluhkan nyeri bahu yang hebat, dan lenagn atas kanan meggatung ke
bawah tubuhnya dengan posisi eksorotasi.
1. Bagaimana kondisi persyarafan pada bahu ? sebutkan syaraf yang mensyarafkannya!
Bahu dipersyarafi oleh cabang dan daerah persarafan plexus brachialis. Saraf tersebut
yaitu:
- Nervus dorsalis scapulae fungsi motoriknya pada M. Levator scapulae dan Mn.
Rhomboidei.
- Nervus suprascapularis, fungsi motoriknya pada M. Supraspinatus, dan M.
Infraspinatus. M.Supra spinatus berfungsi untuk abduksi lengan.
- Nn. Subscapulares, fungsi motoriknya M. Subscapularis (M. Teres Major).
M.Subscapularis berfungsi untuk rotasi interna lengan atas.
- N. Subclavius, fungsi motoriknya pada M. Subclavius
- N. Axillaris, fungsi motoriknya pada M. Deltoideus dan M. Teres Minor. Fungsi
sensoriknya pada kulit bahu. Fungsi dari M.Teres minor adalah rotasi eksternal
lengan atas.
2. Apa penyebab nyeri bahu ?
Secara umum, nyeri bahu disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
- Stres/ tegang
- Posisi kepala yang tidak sejajar dengan postur tubuh pada saat duduk.
- Memegang telepon antara telinga dan bahu
- Membawa tas berat/ransel
- Tidur dengan punggung atau perut dan kepala yang berpaling ke satu sisi
- Kepala berpaling ke satu sisi untuk waktu yang lama
- Membungkuk ke depan saat bekerja
- Mengetik dengan keyboard komputer yang terlalu tinggi.
- Bekerja tanpa sandaran lengan dan berat lengan menggantung dari bahu
- Pada orang yg harus mengangkat beban berat,lengan harus diangkat sebatas atau
melebihi tinggi akronion
- Pertambahan usia,mempengaruhi luas gerak sendi, yang disebabkan oleh perubahan
posisi scapula.
17 | T u t o r i a l b l o k 5
- Sedang ada masalah serius dengan bahu, seperti : Osteoarthritis, Rheumatoid
Arthritis (RA), Post-Traumatic Arthritis, Tendinitis dan Bursitis, Frozen
Shoulder (Adhesive Capsulitis).
- Kegiatan setiap harinya yang melibatkan otot trapezius, seperti bermain biola,
piano, backpacking, bersepeda,dan lain-lain.
3. Apa saja otot pada lengan bahu ?
Epicondylus lateralis
Otot extensor carpi radialis brevis
Otot extensor carpi ulnaris
Otot extensor digiti minimi
Otot extensor digitorum
Otot supinator
Epicondylus medialis
Otot flexor carpi radialis
Otot flexor carpi ulnaris
Otot flexor digitorum superficialis
Otot palmaris longus
Otot pronator teres
Sulcus intertubercularis
Otot latissimus dorsi
Otot pectoralis major
Otot teres major
Tuberculum mayus dan tuberculum minus (Otot rotator cuff)
Otot infraspinatus
Otot supraspinatus
Otot teres minor
Otot subscapularis
18 | T u t o r i a l b l o k 5
Lainnya
Otot anconeus
Otot brachioradialis
Otot coracobrachialis
Otot extensor carpi radialis longus
Otot deltoideus
Otot-otot yang melekat pada scapula:
Otot pectoralis minor
Otot coracobrachialis
Otot serratus anterior
Otot triceps brachii (caput longus)
Otot biceps brachii
Otot subscapularis
Otot rhomboideus major
Otot rhomboideus minor
Otot levator scapulae
Otot trapezius
Otot deltoideus
Otot supraspinatus
Otot infraspinatus
Otot teres minor
Otot teres major
Otot latissimus dorsi (sedikit)
Otot omohyoideus
4. Otot yg menderita nyeri?
Kemungkinan otot yang menderita nyeri adalah otot-otot yang berada di sepanjang
caput humeris yang melakukan gerakan eksorotasi, yaitu m. infraspinatus, teres mayor
dan deltoid posterior. Beberapa otot tersebut termasuk dalam otot rotator cuff. Rotator
Cuff. Otot-otot utama yang digunakan dalam hubungannya dengan sendi
glenohumeral adalah kelompok yang dikenal sebagai otot manset rotator.
19 | T u t o r i a l b l o k 5
5. Bagaimana keadaan lengan pada posisi eksorotasi ?
Gerakan eksorotasi pada sendi bahu merupakan salah satu kemampuan dari
Articulatio Humeri. Pada posisi Eksorotasi, lengan atas berputar ke arah luar
sekililing sumbu panjang tulang yang bersendi. Otot-otot yang berperan pada gerakan
ini dilakukan oleh musculus infra spinatus, musculus teres minor dan serabut posterior
musculus deltoideus.
Posisi lengan sama dengan posisi anatomi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
di gambar berikut.
6. Bagaimana patofisiologi nyeri?
Rasa nyeri timbul bila ada kerusakan jaringan, dan hal ini akan menyebabkan individu
bereksi dengan cara memindahkan stimulus nyeri.
a. Klasifikasi Nyeri
Penggolongan nyeri yang sering digunakan adalah klasifikasi berdasarkan
patofisiologi (nosiseptif vs neuropatik) ataupun berdasarkan durasinya (nyeri akut
vs kronik).
1. Nosiseptik vs Neuropatik
Berdasarkan patofisiologinya nyeri dibagi menjadi nyeri nosiseptik dan nyeri
neuropatik. Nyeri nosiseptif adalah nyeri yang disebabkan oleh adanya stimuli
noksius (trauma, penyakit atau proses radang). Diklasifikasikan menjadi nyeri viseral
(berasal dari rangsangan pada organ viseral), nyeri somatik (berasal dari jaringan
seperti kulit, otot, tulang atau sendi). Pada nyeri nosiseptik, system saraf nyeri
20 | T u t o r i a l b l o k 5
berfungsi secara normal, secara umum ada hubungan yang jelas antara persepsi dan
intensitas stimuli dan nyerinya mengindikasikan kerusakan jaringan. Nyeri somatik
superfisial digambarkan sebagai sensasi tajam dengan lokasi yang jelas, atau rasa
terbakar. Nyeri somatik dalam digambarkan sebagai sensasi tumpul yang difus. Nyeri
viseral digambarkan sebagai sensasi cramping dalam yang sering disertai nyeri alih
(nyerinya pada daerah lain).
Nyeri neuropatik adalah nyeri dengan impuls yang berasal dari adanya
kerusakan atau disfungsi dari sistim saraf baik perifer atau pusat. Penyebabnya adalah
trauma, radang, penyakit metabolik (diabetes mellitus, DM), infeksi (herpes zooster),
tumor, toksin, dan penyakit neurologis primer. Dikategorikan berdasarkan sumber
atau letak terjadinya gangguan utama yaitu sentral dan perifer. Dapat juga dibagi
menjadi peripheral mononeuropathy dan polyneuropathy, deafferentation pain,
sympathetically maintained pain, dan central pain.
Nyeri neuropatik sering dikatakan nyeri yang patologis karena tidak jelas
kerusakan organnya. Kondisi kronik dapat terjadi bila terjadi perubahan patofisiologis
yang menetap setelah penyebab utama nyeri hilang. Nyeri neuropatik dapat bersifat
terus menerus atau episodik dan digambarkan dalam banyak gambaran seperti rasa
terbakar, tertusuk, shooting, seperti kejutan listrik, pukulan, remasan, spasme atau
dingin. Beberapa hal yang mungkin berpengaruh pada terjadinya nyeri neuropatik
yaitu sensitisasi perifer, timbulnya aktifitas listrik ektopik secara spontan, sensitisasi
sentral, reorganisasi struktur, adanya proses disinhibisi sentral, dimana mekanisme
inhibisi dari sentral yang normal menghilang, serta terjadinya gangguan pada koneksi
neural, dimana serabut saraf membuat koneksi yang lebih luas dari yang normal.
2. Akut vs Kronik
Nyeri akut diartikan sebagai pengalaman tidak menyenangkan yang kompleks
berkaitan dengan sensorik, kognitif dan emosional yang berkaitan dengan trauma
jaringan, proses penyakit, atau fungsi abnormal dari otot atau organ visera. Nyeri akut
berperan sebagai alarm protektif terhadap cedera jaringan. Reflek protektif (reflek
menjauhi sumber stimuli, spasme otot, dan respon autonom) sering mengikuti nyeri
akut. Secara patofisiologi yang mendasari dapat berupa nyeri nosiseptif ataupun nyeri
neuropatik. Nyeri kronik diartikan sebagai nyeri yang menetap melebihi proses yang
terjadi akibat penyakitnya atau melebihi waktu yang dibutuhkan untuk penyembuhan,
biasanya 1 atau 6 bulan setelah onset, dengan kesulitan ditemukannya patologi yang
21 | T u t o r i a l b l o k 5
dapat menjelaskan tentang adanya nyeri atau tentang mengapa nyeri tersebut masih
dirasakan setelah proses penyembuhan selesai. Nyeri kronik juga diartikan sebagai
nyeri yang menetap yang mengganggu tidur dan kehidupan sehari-hari, tidak memiliki
fungsi protektif, serta menurunkan kesehatan dan fungsional seseorang. Penyebabnya
bermacam-macam dan dipengaruhi oleh factor multidimensi, bahkan pada beberapa
kasus dapat timbul secara de novo tanpa penyebab yang jelas. Nyeri kronik dapat
berupa nyeri nosiseptif atau nyeri neuropatik ataupun keduanya.
B. Mekanisme Dasar Nyeri
Mekanisme dasar terjadinya nyeri adalah proses nosisepsi. Nosisepsi adalah
proses penyampaian informasi adanya stimuli noksius, di perifer, ke sistim saraf
pusat. Rangsangan noksius adalah rangsangan yang berpotensi atau merupakan akibat
terjadinya cedera jaringan, yang dapat berupa rangsangan mekanik, suhu dan kimia.
Bagaimana informasi ini di terjemahkan sebagai nyeri melibatkan proses yang
kompleks dan masih banyak yang belum dapat dijelaskan.
Deskripsi makasnisme dasar terjadinya nyeri secara klasik dijelaskan dengan
empat proses yaitu transduksi, transmisi, persepsi, dan modulasi.
Pengertian transduksi adalah proses konversi energi dari rangsangan noksius (suhu,
mekanik, atau kimia) menjadi energi listrik (impuls saraf) oleh reseptor sensorik
untuk nyeri (nosiseptor). Sedangkan transmisi yaitu proses penyampaian impuls saraf
yang terjadi akibat adanya rangsangan di perifer ke pusat. Persepsi merupakan proses
apresiasi atau pemahaman dari impuls saraf yang sampai ke SSP sebagai
nyeri. Modulasi adalah proses pengaturan impuls yang dihantarkan, dapat terjadi di
setiap tingkat, namun biasanya diartikan sebagai pengaturan yang dilakukan oleh otak
terhadap proses di kornu dorsalis medulla spinalis.
D. Aston, Laki-laki, 25 tahun mengalmi cedera saat bermain sepak bola. Ia terdorong
dan terpukul pada daerah bahu kanan dengan kuat.
1. Hubungan perkembangan tulang dengan usia dan jenis kelamin ?
Proses pembentukan tulang telah bermula sejak umur embrio 6 – 7 minggu
dan berlangsung sampai dewasa sekitar umur 30-35 tahun. Berikut adalah gambaran
pembentukan tulang: Dari grafik, massa tulang mulai tumbuh sejak usia 0. Sampai
usia 30-35 tahun (tergantung indvidu) pertembuhan tulang berhenti, dan tercapai
22 | T u t o r i a l b l o k 5
puncak massa tulang. Puncak massa tulang belum tentu bagus, tapi di umur itulah
tercapai puncak massa tulang manusia.
Bila dari awal proses pertumbuhan asupan kalsium selalu terjaga, maka
tercapailah puncak massa tulang yang maksimal. Tapi bila dari awal pertumbuhan
tidak terjaga asupan kalsium serta gizi yang seimbang, maka puncak massa tulang
tidak masimal. Pada usia 0-30/35 tahun, disebut modeling tulang karena pada massa
ini tercipta atau terbetuk model tulang seseorang. Sehingga lain orang, lain pula
bentuk tulangnya. Pada usia 30-3 tahun, pertumbuhan tulang sudah selesai, disebut
remodeling dimana modeling sudah selesai tinggal pergantian tulang yang sudah tua
diganti dengan tulang yang baru yang masih muda.
Secara alami, setelah pembetukan tulang selesai, maka akan terjadi penurunan
massa tulang. Hal ini bisa dicegah dengan menjaga asupan kaslium setelah
tercapainya ouncak massa tulang. Dengan supan kalsium 800-1200 mg per hari,
puncak massa tulang ini bisa dipertahankan. Tujuannya adalah untuk mencegah
penurunan massa tulang, dimana penurunan massa tulang ini akan mengakibatkan
berkurangnya kepadatan tulang, dan tulang akan mengalami osteoporosis.
Osteoporosis lebih baik dicegah dengan cara asupan kalsium yang cukup setelah
usia 30 atau 35 tahun.
Dalam proses pembentukan tulang, tulang mengalami regenerasi, yaitu
pergantian tulang-tulang yang sduah tua diganti dengan tulang yang baru yang masih
muda, proses ini berjalan seimbang sehingga terbentuk puncak massa tulang. Setelah
terbentuk puncak massa tulang, tulang masih mengalami pergantian tulang yang
sudah tua dengan tulang yang masih muda, tapi proses ini tidak berjalan seimbang
dimana tulang yang diserap untuk diganti lebih banyak dari tulang yang akan
menggantikan, maka terjadi penurunan massa tulang, dan bila keadaan ini berjalan
terus menerus, maka akan terjadi osteoporosis.
Proses terbentuknya tulang terjadi dengan dua cara,
a) Osifikasi intra membrane
Proses pembentukan tulang dari jaringan mesenkim menjadi jaringan tulang,
contohnya pada proses pembentukan tulang pipih. Mesenkim merupakan bagian
dari lapisan mesoderm, yang kemudian berkembang menjadi jaringan ikat dan
darah. Tulang tengkorak berasal langsung dari sel-sel mesenkim melalui proses
osifikasi intrammebrane.
23 | T u t o r i a l b l o k 5
b) Osifikasi endokondral
Proses pembentukan tulang yang terjadi dimana sel-sel mesenkim
berdiferensiasi lebih dulu menjadi kartilago (jaringan rawan) lalu berubah
menjadi jaringan tulang, misal proses pembentukan tulang panjang, ruas tulang
belakang, dan pelvis. Proses osifikasi ini bertanggungjawab pada pembentukan
sebagian besar tulang manusia. Pada proses ini sel-sel tulang (osteoblas) aktif
membelah dan muncul di bagian tengah dari tulang rawan yang disbeut center
osifikasi. Osteoblas selanjutnya berubah menjadi osteosit, sel-sel tulang dewasa
ini tertanam dengan kuat pada mtariks tulang.
Pembentukan tulang rawan terjadi segera setelah terbentuk tulang rawan
(kartilago) pembuluh darah menembus perichondrium di bagian tengah tulang
rawan merangsang sel-sel perichondrium, osteoblas, lapisan tulang kompakta
perichondrium, periosteum. Bersamaan dengan proses tersebut, pada bagian
dalam tulang rawan di daerah diafisis yang disebut juga pusat osifikasi primer,
sel-sel tulang rawan membesar kemudian pecah sehingga terjadi kenaikan pH
(menjadi basa) akibatnya kapur didepositkan, dengan demikian terganggulah
nutrisi semua sel-sel tulang rawan dan menyebbakan kematian pada sel-sel
tulang rawan ini. Kemudian akan terjadi degenerasi (kemunduran bentuk dan
fungsi) dan pelarutan dari zat-zat interseluler (termasuk zat kapur) bersamaan
dengan masuknya pembuluh darah ke daerah ini, sehingga terbentuklah rongga
untuk sumsum tulang.
Pada tahap selanjutnya, pembuluh darah akan memasuki daerah ephiphise
sehingga terjadi pusat osifikasi sekunder, terbentuklah tulang spongiosa.
Dengan demikian masih tersisa tulang rawan di kedua ujung ephiphise yang
berperan penting dalam pergerakan sendi dan satu tulang rawan di atas epifise
dan diafise yang disebut dengan cakram epifise.
Selama pertumbuhan, sel-sel tulang rawan pada cakram epifise terus-menerus
membelah kemudian hancur dan tulang rawan diganti dengan tulang di daerah
diafise, dengan demikian tebal cakram epifise tetap sedangkan tulang akan
tumbuh memanjang. Pada pertumbuhan diameter (lebar) tulang, tulang di
daerah rongga sumsum dihancurkan oleh osteoklas sehingga rongga sumsum
membesar, dan pada yang bersamaan osteoblas di periosteum membentuk
lapisan-lapisan tulang baru did aerah permukaan.
24 | T u t o r i a l b l o k 5
2. Bagaimana mekanisme tulang meredam tekanan yang kuat? (pada bahu)
Rangka tubuh atau skeletal memiliki struktur dan komponen penyusun
yang kuat. Hal ini dikarenakan skeletal berperan sebagai pelindung organ dan
jaringan dalam tubuh serta penggerak anggota tubuh.
Salah satu komponen penyusun tulang adalah matriks. Matrik terdiri
dari komponen organik dan anorganik. Komponen organik memungkinkan
tulang untuk menahan tegangan dan anorganik (mineral) berfungsi sebagai
penahan tekanan. Selain matriks, tulang memiliki kartilago. Senyawa
glikosaminoglikan (GAG) merupakan komponen strukutural penting penyusun
kartilago dan meningkatkan ketahanan tulang terhadap tekanan. Senyawa ini
disintesis oleh sel tulang yaitu osteoblast dan osteosit.
Jadi, tulang memmang sudah memiliki ketahanan dan kekuatan cukup
untuk menjaga tubuh dari guncangan. Namun, bila daya tahan yang dimiki
tidak sebanding dengan tekanan besar yang terjadi, maka akan terjadi
beberapa kemungkonan seperti fraktur.
Beberapa tekanan yang terjadi pada tulang dapat berupa tekanan
berputar, membengkok, tekanan sepanjang aksis tulang, kompresi vertical,
trauma langsung yang disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu,
fraktur oleh karena remuk, atau trauma karena tarikan ligamen atau tendo.
3. Apa saja akibat yang ditimbulkan apabila bahu terdorong dan terpukul dengan
kuat?
Cedera yang dapat terjadi di bagian bahu dan lengan atas
- Luksasio atau subluksasio dari artikulasi humeri
- Luksasio atau subluksasio dari artikulasi akromio klavikularis
- Subdeltoid bursitis
- Strain dari otot atap bahu (rotator cuff)
Sendi yang pernah mengalami luksasio, biasanya akan terjadi
kekenduran ligamen. Akibatnya, sendi tersebut mudah mengalami dislokasi
kembali. Semakin awal usaha penyembuhan semakin baik. Namun, bila dalam
keadaan darurat upaya reposisi tidak bisa, pasien dapat di bawa ke rumah sakit
dengan sendi yang cedera sudah dibidai.
25 | T u t o r i a l b l o k 5
Komplikasi dari dislokasi, 50-60% diperkirakan pasien dengan luxatio
erecta telah terkait cedera pleksus brakialis. Cedera pada aksilaris, termasuk
trombosis arteri, juga telah dilaporkan.
Cedera jaringan ligamen dan ikat meliputi gangguan ligamen
glenohumeral, kapsul glenoid , atau keduanya. Cedera tulang terkait termasuk
patah dari tepi glenoid, tuberositas lebih besar, akromion, klavikula, dan
proses coracoid . Cedera ini dapat disebabkan atau diperburuk oleh reposisi.
Namun, ini lebih sering terjadi sebagai akibat dari dislokasi itu sendiri.
IV. Kerangka Konsep
V. Learning Issue :
a. Anatomi Sendi Bahu
b. Reaksi Inflamasi
c. Kelainan pada Sendi
d. Jenis-jenis Sendi
e. Pertumbuhan Tulang
f. Histologi Bahu
g. Radiologi pada Sendi Bahu
26 | T u t o r i a l b l o k 5
Bahu terdorong Trauma bahu kanan
eksorotasi
Dislokasi Anterior
Mengeluarkan prostaglandin, histamin, dll
Inflamasi pada capsule articularis
Infeksi Saluran Pernafasan dan kurang gizi
VI. SINTESIS
1. Anatomi Sendi Bahu
a. Articulatio Acromioclavicularis
- Articulatio: Di antara acromion dan ujung lateral clavicula
- Tipe: Sendi sinovial
- Capsula articularis : Mengelilingi dan melekat pada pinggir facies articularis
- Ligamentum : Ligamentum acromioclaviculare superior dan inferior
memperkuat capsula articularis; dari capsula, dari sisi atas sebuah discus
fibrocartilagineus berbentuk baji menonjol ke dalam rongga
- Ligamentum tambahan: Ligamentum coracoclaviculare yang sangat kuat
berjalan dari proc. coracoideus menuju permukaan bawah clavicula.
Ligamentum ini terutama bertanggung jawab menggantungkan berat scapula
dan ekstremitas superioir pada clavicula
- Membrana sinovial: Melapisi capsula articularis dan melekat pada pinggir
rawan yang meliputi permukaan sendi
- Persarafan: Nervus suprascapularis
- Gerakan : Terjadi gerakan yang luwes waktu scapula memutar, atau waktu
clavicula diangkat atau ditekan ke bawah
b. Articulatio Humeri
27 | T u t o r i a l b l o k 5
- Articulatio: Persendian terjadi antara caput humeri yang bulat dengan cavitas
glenoidalis scapulae yang dangkal dan berbentuk seperti buah pir. Facies
articularis diliputi oleh rawan sendi hialin, dan cavitas glenoidalis diperdalam
oleh adanya bibir fibrocartilago yang dinamakan labrum glenoilade.
- Tipe: Sendi sinovial "ball and socket"
- Capsula articularis: Meliputi sendi dan di medial melekat pada pinggir cavitas
glanoidalis di luar labrum; di lateral capsula melekat pada collum anatomicum
humeri
- Ligamentum: Ligamentum glenohumerale adalah tiga buah pita jaringan fibrosa
yang memperkuat bagian depan capsula articularis. Ligamentum humerale
transversum memperkuat capsula articularis dan menjembatani celah antara
kedua tuberculum. Ligamentum coracohumerale memperkuat capsula articularis
dari sebelah atas dan terbentang dari pangkal process coracoideus sampai ke
majus humeri.
- Ligamentum tambahan: Ligamentum coracoacromiale terbentang antara proc.
coracoideus dan acromion. Fungsinya adalah untuk melindungi bagian atas sendi.
- Membrana sinovial: Melapisi capsula articularis dan melekat pada pinggir
cartilago yang meliputi facies articularis. Membrana ini membentuk sarung di
sekitar tendo musculi biceps brachii caput longum. Membrana ini menonjol
keluar dari dinding anterior capsula untuk membentuk bursa subscapularis yang
terletak di bawah musculus subscapularis.
- Persarafan: Nervus axillaris dan nervus suprascapularis
- Gerakan: Flexio, Extensio, Abductio, Adductio, Exorotatio, Endorotatio,
Circumductio
28 | T u t o r i a l b l o k 5
2. Reaksi Inflamasi
Reaksi peradangan merupakan reaksi defensif (pertahanan diri) sebagai respon
terhadap cedera berupa reaksi vaskular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-
zat yang terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial pada
daerah cedera atau nekrosis. Peradangan dapat juga dimasukkan dalam suatu reaksi non
spesifik, dari hospes terhadap infeksi.
Hasil reaksi peradangan adalah netralisasi dan pembuangan agen penyerang,
penghancuran jaringan nekrosis dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan untuk
perbaikan dan pemulihan. Syarat reaksi radang adalah :
1. Jaringan harus hidup.
2. Memiliki mikrosirkulasi fungsional.
Bentuk peradangan dapat timbul didasarkan atas jenis eksudat yang terbentuk, organ
atau jaringan tertentu yang terlibat dan lamanya proses peradangan. Tata nama proses
peradangan memperhitungkan masing-masing variable ini. Berbagai eksudat diberi nama
deskriptif, berdasarkan lamanya respon peradangan disebut akut, subakut dan kronik.
Lokasi reaksi peradangan disebut dengan akhiran -tis yang ditambahkan pada nama
organ (misalnya; apendisitis, tonsillitis, gastritis dan sebagainya).
Peradangan dan infeksi itu tidak sinonim. Pada infeksi ditandai adanya
mikroorganisme dalam jaringan, sedang pada peradangan belum tentu, karena banyak
peradangan yang terjadi steril sempurna. Jadi infeksi hanyalah merupakan sebagian dari
peradangan.
29 | T u t o r i a l b l o k 5
MEDIATOR KIMIA
Selama proses peradangan terjadi pelepasan histamine dan zat-zat humoral lain
kedalam cairan jaringan sekitarnya. Akibat dari sekresi histamine tersebut berupa :
1. Peningkatan aliran darah lokal.
2. Peningkatan permeabilitas kapiler.
3. Perembesan ateri dan fibrinogen kedalam jaringan interstitial.
4. Edema ekstraseluler lokal.
5. Pembekuan cairan ekstraseluler dan cairan limfe.
RESPON VASKULER
Mediator kimia yang dihasilkan dari jaringan yang cedera atau nekrotik akan
menyebabkan peningkatan permeabilitas membran vaskuler dan vasodilatasi.
Peningkatan permeabilitas membran vaskuler terjadi dengan peregangan sel-sel endotel
sehingga pori-pori membran membesar dan dapat dilalui oleh protein darah. Sedangkan
vasodilatasi menyebabkan peningkatan jumlah volume darah ke daerah peradangan.
ASPEK CAIRAN DALAM REAKSI INFLAMASI
Setiap luka pada jaringan akan menimbulkan reaksi inflamasi atau reaksi vaskuler.
Mula-mula terjadi dilatasi lokal dari arteriole dan kapiler sehingga terjadi peningkatan
volume darah. Peningkatan volume darah menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik
yang mendorong plasma merembes keluar (transudasi). Selanjutnya cairan edema akan
terkumpul di daerah sekitar luka, kemudian fibrinogen keluar dari vaskuler membentuk
30 | T u t o r i a l b l o k 5
benang-benang fibrin yang menutupi saluran limfe dengan tujuan membatasi penyebaran
mikroorganisme.
Leukosit juga ikut berperan dalam fagositosis. Pada saat terjadi vasodilatasi maka
aliran darah menjadi lambat dan menyebabkan neurofil mengalami marginasi kemudian
emigrasi dengan cara diapedesis, selanjutnya bergerak secara kemotaksis ke lokasi
radang untuk melakukan fagositosis.
Mula-mula neutrofil membungkus mikroorganisme, kemudian dimulailah digesti
dalam sel, hal ini akan mengakibatkan perubahan pH menjadi asam. Selanjutnya akan
keluar protease selluler yang akan menyebabkan lysis leukosit. Setelah itu makrofag
mononuklear besar akan tiba di lokasi infeksi untuk membungkus sisa-sisa leukosit dan
akhirnya terjadilah pencairan (resolusi) hasil proses inflamasi lokal. Cairan kaya protein
dan sel darah putih yang tertimbun dalam ruang ekstravaskular sebagai akibat reaksi
radang disebut eksudat.
a. Transudat
Transudat adalah cairan dalam ruang interstitial yang terjadi akibat peningkatan
tekanan hidrostatik atau turunnya protein plasma intravaskular yang meningkat.
Berat jenis transudat pada umumnya kurang dari 1.012 yang mencerminkan
kandungan protein yang rendah.
b. Eksudat
Eksudat adalah cairan radang ekstravaskular dengan berat jenis tinggi (diatas
1.020) dan seringkali mengandung protein 2-4 mg % serta sel-sel darah putih yang
melakukan emigrasi. Cairan ini tertimbun sebagai akibat permeabilitas vaskular
(yang memungkinkan protein plasma dengan molekul besar dapat terlepas),
bertambahnya tekanan hidrostatik intravascular sebagai akibat aliran lokal yang
meningkat pula dan serentetan peristiwa rumit leukosit yang menyebabkan
emigrasinya.
RESPON SELULER
Leukositosis terjadi bila ada jaringan cedera atau infeksi sehingga pada tempat cedera
atau radang dapat terkumpul banyak leukosit untuk membendung infeksi atau menahan
mikroorganisme menyebar keseluruh jaringan. Leukositosis ini disebabkan karena
produksi sumsum tulang meningkat sehingga jumlahnya dalam darah cukup untuk
emigrasi pada waktu terjadi cedera atau radang.
31 | T u t o r i a l b l o k 5
Leukosit yang bersirkulasi dalam aliran darah dan emigrasi ke dalam eksudat
peradangan berasal dari sumsum tulang, dimana tidak saja leukosit tetapi juga sel-sel
darah merah dan trombosit dihasilkan secara terus memenerus. Dalam keadaan normal,
di dalam sumsum tulang dapat ditemukan banyak sekali leukosit yang belum matang dari
berbagai jenis dan "pool" leukosit matang yang ditahan sebagai cadangan untuk
dilepaskan ke dalam sirkulasi darah. Jumlah tiap jenis leukosit yang bersirkulasi dalam
darah perifer dibatasi dengan ketat tetapi diubah "sesuai kebutuhan" jika timbul proses
peradangan. Artinya, dengan rangsangan respon peradangan, sinyal umpan balik pada
sumsum tulang mengubah laju produksi dan pengeluaran satu jenis leukosit atau lebih ke
dalam aliran darah.
AKTIVITAS NEUTROFIL
Vasodilatasi arteriol dan kapiler menyebabkan aliran darah menjadi lambat sehingga
neutrofil mengalami marginasi kemudian terjadi adhesi dengan membran vaskuler,
selanjutnya neutrofil keluar melalui membran vaskuler (emigrasi) dengan cara
diapedesis. Mediator kimia yang dikeluarkan pada lokasi radang merupakan faktor
kemotaksik yang menyebabkan neutrofil bergerak ke lokasi radang dan melakukan
fagositosis.
FAGOSITOSIS
Fagositosis adalah proses penyerapan dan eliminasi mikrobaatau partikel lain oleh sel-
sel khusus yang disebut fagosit. Fagosit adalah sel-sel darah putih atau sel-sel yang
berasal dari sel-sel darah putih tersebut, yang terdapat di dalam aliran darah.
Fagosit itu terdiri atas dua kelompok, yaitu:
1) Granulosit (lekosit polimorfonuklear) : 70% jumlah sel darah putih.
a) Netrofil (menghasilkan senyawa yang dapat melepaskan oksigen reaktit) : 68%
jumlah sel darah putih.
b) Eosinofil: 1% jumlah sel darah putih.
c) Basofil: 1% jumlah sel darah putih.
2) Agranulosit (sel-sel mononuklear) : 30% jumlah lekosit.
a) Limfosit: 25% jumlah lekosit.
b) Monosit/makrofag : 5% jumlah lekosit.
TANDA DAN GEJALA
1. Rubor (kemerahan)
32 | T u t o r i a l b l o k 5
Rubor atau kemerahan biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang
mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul maka arteriol yang
mensupali daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah mengalir ke
dalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian
saja yang meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini yang
dinamakan hyperemia atau kongesti,menyebabkan warna merah lokal karena
peradangan akut. Timbulnya hyperemia pada permulaan reaksi peradangan diatur
oleh tubuh baik secara neurogenik maupun secara kimia,melalui pengeluaran zat
seperti histamin.
2. Kalor (panas)
Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan yang
hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari -
37 °C yaitu suhu di dalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas
dari sekelilingnya sebab darah yang disalurkan tubuh kepermukaan daerah yang
terkena lebih banyak daripada yang disalurkan kedaerah normal. Fenomena panas
lokal ini tidak terlihat pada daerah-daerah yang terkena radang jauh di dalam tubuh,
karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti 37°C, hyperemia lokal
tidak menimbulkan perubahan.
3. Dolor (rasa sakit)
Dolor atau rasa sakit, dari reaksi peradangan dapat dihasilkan dengan berbagai cara.
Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-
ujung saraf. Hal yang sama, pengeluaran zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang
saraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan
tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi dapat menimbulkan rasa sakit.
4. Tumor (pembengkaan)
Segi paling menyolok dari peradangan akut mungkin adalah pembengkaan lokal
(tumor). Pembengkaan ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi
darah ke jaringan-jaringan interstitial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun
di daerah peradangan disebut eksudat. Pada keadaan dini reaksi peradangan sebagian
besar eksudat adalah cair, seperti yang terjadi pada lepuhan yang disebabkan oleh
luka bakar ringan. Kemudian sel-sel darah putih atau leukosit meninggalkan aliran
darah dan tertimbun sebagai bagian dari eksudat.
5. Functio Laesa (perubahan fungsi)
33 | T u t o r i a l b l o k 5
Functio laesa atau perubahan fungsi adalah reaksi peradangan yang telah dikenal.
Sepintas lalu, mudah dimengerti, mengapa bagian yang bengkak, nyeri disertai
sirkulasi abnormal dart lingkungan kimiawi lokal yang abnormal, berfungsi secara
abnormal. Namun sebetulnya kita tidak mengetahui secara mendalam dengan cara
apa fungsi jaringan yang meradang itu terganggu. Berbagai bentuk/Jenis Radang.
DAMPAK SISTEMIK REAKSI INFLAMASI
1. Demam
Demam merupakan akibat dari pelepasan zat pirogen endogen yang berasal dari
neutrofil dan makrofag. Selanjutnya zat tersebut akan memacu pusat pengendali suhu
tubuh yang ada di hypothalamus.
2. Perubahan Hematologis
Rangsangan yang berasal dari pusat peradangan mempengaruhi proses maturasi dan
pengeluaran leukosit dari sumsum tulang yang mengakibatkan kenaikan suatu jenis
leukosit, kenaikan ini disebut leukositosis. Perubahan protein darah tertentu juga
terjadi bersamaan dengan perubahan apa yang dinamakan laju endap darah (LED).
3. Gejala Konstitusional
Pada cedera yang hebat, terjadi perubahan metabolisme dan endokrin yang
menyolok. Akhirnya reaksi peradangan lokal sering diiringi oleh berbagai gejala
konstitusional yang berupa malaise, anoreksia atau tidak ada nafsu makan dan
ketidakmampuan melakukan sesuatu yang beratnya berbeda-beda bahkan sampai
tidak berdaya melakukan apapun.
OUTCOME REAKSI INFLAMASI
34 | T u t o r i a l b l o k 5
Dengan adanya reaksi peradangan, maka hasil perbaikan yang paling
menggembirakan yang dapat diperoleh adalah jika terjadi hanya sedikit kerusakan atau
tidak ada kerusakan jaringan di bawahnya sama sekali. Pada keadaan ini agen penyerang
sudah dinetralkan dan dihilangkan. Pembuluh darah kecil di daerah itu memperoleh
kembali semipermeabilitasnya, aliran cairan berhenti dan emigrasi leukosit dengan cara
yang sama juga berhenti. Cairan yang sebelumnya sudah dieksudasikan sedikit demi
sedikit diserap oleh pembuluh limfe dan sel-sel eksudat mengalami disintegrasi dan
keluar melalui pembuluh limfe atau benar-benar dihilangkan dari tubuh. Hasil akhir dari
proses ini adalah penyembuhan jaringan yang meradang jaringan tersebut pulih seperti
sebelum reaksi atau resolusi.
Sebaliknya, bila jumlah jaringan yang rusak cukup bermakna jaringan yang rusak
harus diperbaiki oleh proliferasi sel-sel hospes berdekatan yang masih hidup. Perbaikan
sebenarnya melibatkan dua komponen yang terpisah tetapi terkoordinir. Pertama disebut
regenerasi, hasil akhirnya adalah penggantian unsur-unsur yang telah hilang dengan jenis
sel yang sama. Komponen perbaikan kedua melibatkan proliferasi unsur-unsur jaringan
penyambung yang mengakibatkan pembentukan jaringan parut. Namun apabila agen
penyebab peradangan tetap ada maka peradangan akan berlangsung kronis.
3. Kelainan Pada Sendi
Nyeri sendi merupakan salah satu gejala yang timbul karena penyakit rematik sendi.
Dan penyakit sendi yang sering terjadi adalah osteoarthritis. Osteoarthritis paling sering
terjadi pada sendi penopang tubuh seperti sendi lutut. Gejala penyakit sendi pada
umumnya adalah rasa sakit dan linu pada tulang serta rasa sakit pada waktu pagi atau
malam hari akibat kedinginan.
Gangguan pada sendi diakibatkan bukan hanya karena factor intern namun juga
datang dari luar ekstren penderita. Terkadang kita tidak menyadari factor dari luar bisa
menyebabkan kitra mengalami penyakit pada bagian sendi. Berikut beberapa penyakit
sendi diantaranya:
• Keseleo atau terkelir
Gangguan ini diakibatkan karena gerak tiba-tiba atau gerak yang dipaksakan sehinggga
menimbulkan perubahan pada posisi sendi. Misalnya jatuh dari tangga atau tempat yang
tinggi dan terkilir pada waktu lari. Akibat dari keseleo dan terkilir bisa mengakibatkan
rasa sakit yang amat sangat dan mengalami bengkak.
• Dislokasi
35 | T u t o r i a l b l o k 5
Gangguan ini terjadi dimana terjadi perubahan posisi awal sendi atau sendi mengalami
perubahan posisi. Hal ini bisa disebabkan karena factor gen atau bawaan dari lahir,
namun masih bisa disembuhkan.
• Artritis
Artritis lebih popular dengan istilah rematik yaitu sakit pada sendi yang memberikan
rasa sakit. Kadang sendi atau tulang akan mengalami perubahan posisi.
• Ankilosis
Gangguan ini mengakibatkan jari-jari tidak dapat digerakkan. Jari mengalami mati rasa
dan kaku
• Osteoarthritis
Osteoarthritis merupakan salah ssatu jenis radang sendi yang disebabkan penghancuran
dan kehilangan tulang rawan dari satu atau lebih sendi. Tulang rawan sendi adalah
substansi protein yang berfungsi sebagai bantalan pada sendi. Diantara berbagai jenis
penyakit rematik,osteoarthritis paling sering ditemukan baik di amerika serikat maupun
diseluruh dunia,dan kelainan sendi ini menyebabkan keterbatasan fungsi sendi yang
diserang. Osteoarthritis sering terjadi seiring dengan pertambahan umur. Sebelum umur
45 tahun, osteoarthritis lebih serang menyerang laki-laki. Setelah umur 55 tahun,
osteoarthritis lebih sering menyerang wanita.
Osteoarthritis dapat menyerang sendi tangan,kaki,tulang belakang dan sendi penumpu
berat badan seperti panggul dan lutut. Kebanyakan osteoarthritis tidak diketahui
penyebabnya dan disebut osteoarthritis primer. Apabila penyebab osteoarthritis diketahui
misalnya karena trauma,maka disebut osteoarthritis skunder. Perubahan pada tulang juga
bisa disebabkan karena lingkungan yang tidak sehat. Terjadinya polusi dan
pencemaran,baik dari udara,darat dan air menyebabkan perubahan-perubahan fisik
manusia semakin cepat.
4. Jenis-Jenis Sendi
Sendi adalah tempat pertemuan dua tulang atau lebih, baik terjadi pergerakan atau
tidak terjadi pergerakan. Sendi dikelompokkan menurut jaringan yang terdapat di antara
tulang-tulang; junctura fibrosa, junctura cartilaginea, dan junctura synovialis.
a. Junctura Fibrosa
Permukaan tulang yang bersendi dihubungkan oleh jaringan fibrosa sehingga
kemungkinan geraknya sangat sedikit. Derajat pergerakan tergantung pada panjang
36 | T u t o r i a l b l o k 5
serabut kolagen yang menghubungkan tulang. Sutura tengkorak dan articulatio
tibiofibularis inferior merupakan contoh junctura fibrosa.
b. Junctura Cartilaginea
Dapat dibagi menjadi dua tipe: tipe primer dan sekunder. Junctura Cartilaginea
primer adalah junctura cartilaginea yang tulang-tulangnya disatukan oleh selempeng
atau sebatang cartilago hialin. Persatuan antara epiphysis dan diaphysis pada sebuah
tulang yang sedang tumbuh dan hubungan antara iga pertama dan manubrium sterni
merupakan contoh sendi ini. Tidak ada pergerakan yang dapat dilakukan.
Junctura cartilaginea sekunder adalah sendi kartilaginsa yang tulang-tulangnya
dihubungkan oleh selempeng cartilago fibrosa dan facies articularis-facies
articularisnya diliputi oleh selapis tipis cartilago hialin. Contohnya adalah sendi di
antara corpus vertebrae dan symphisis pubis. Mungkin dapat dilakukan sedikit
pergerakan.
c. Junctura synovialis
Facies articularis tulang-tulang diliputi oleh selapis tipis cartilago hialin dan
ujungnya dipisahkan oleh rongga sendi. Sususan seperti ini memungkinkan
pergerakan yang luas. Rongga sendi dibatasi oleh membrana synovialis, yang
terbentang dari pinggir facies articularis yang satu ke facies aricularis yang lin.
Membrana sinovialis dilindungi permukan luarnya oleh membrana fibrosa yang kuat
disebut capsula articularis. Facies articularies mendapatkan pelumnas dari cairan
kental yang disebut synovia (cairan sinovial) yang diasilkan oleh membrana
synovialis. Pada junctura synovialis tertentu, seperti articulatio genus, di antara facies
articularisnya terdapat discus atau potongan fibrocartilago, disebut discus articularis.
Bantalan lemak ditemuan pada beberapa sendi sinovial dan terletak diantara
membrana synovialis dan capsula fibrosa atau tulang. Contohnya dapat ditemukan
pada articulatio coxae dan articulatio genus.
Luas pergerakan junctura synovialis ditentukan oleh bentuk tulang yang
membentuk sendi, struktur anatomi yang mengikuti pergerakannya (misalnya, pada
paha berhadapan dengan dinding anterior abdomen pada fleksi sendi panggul), dan
adanya ligamentum fibrosa yang menghubungkan tulang-tulang. Kebanyakan
ligamentum terletak di luar capsula articularis, tetapi pada articulatio genus beberapa
ligamentum penting seperti ligamentum cruciatum, terletak di dalam capsula.
37 | T u t o r i a l b l o k 5
Junctura synovialis dapat dikelompokkan berdasarkan pada bentuk facies
articularisnya dan tipe pergerakan yang mungkin dilakukan.
- Articulatio plana (sendi plana) : pada sendi ini, permukaan sendinya rata atau
hampir rata, sehingga memungkinkan terjadinya pergeseran antara tulang yang
satu dengan lainnya. Contoh sendi plana adalaha articulatio sternoclavicularis,
dan articulati acromioclavicularis.
- Ginglymus (sendi engsel): sendi ini menyerupai engsel pintu sehingga memberi
kemungkinan untuk gerakan fleksi dan ekstensi. Contoh ginglymus adalah
articulatio cubiti, articulatio genus, dan articulation talocruralis.
- Articulatio trochoidea (sendi pasak) : pada sendi ini, terdapat pasak tulang yang
dikelilingi oleh cincin ligamentuk-bertulang. Hanya mungkin dilakukan gerakan
rotasi. Contohnya articulatio atlantoaxialis dan articulatio radioulnaris superior.
- Articulatio condyloidea : sendi ini mempunyai dua permukaan konveks yang
bersendi dengan dua permukaan konkaf. Gerakan yang mungkin dilakukan
adalah fleksi, ekstensi, abduksi, dan adduksi. Contoh dari sendi ini adalah
articulationes meetacarpophalangeae atau articulationes interphalangeae manus.
- Articulatio ellipsoidea : pada sendi ini, facies articularis berbentuk konveks elips
yang sesuai dengan facies articularis konkaf tipis. Gerakan fleksi, ekstensi,
abduksi, dan adduksi dapat dilakukan, kecuali rotasi. Contohnya ialah articulatio
radiocarpalis.
- Articulatio sellaris (sendi pelana) : pada sendi ini, facies articularis berbentuk
konkafokonveks yang saling berlawanan dan mirip dengan pelana kuda pada
punggung kuda. Sendi ini dapat melakukan fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi,
dan rotasi. Contohnya yaitu articulatio carpometacarpalis pollicis.
- Articulatio spheroidea (sendi peluru) : kepala sendi yang berbentuk bola pada
satu tulang cocok dengan lekuk sendi yang berbentuk socket pada tulang yang
lain. Susunan ini memungkinkan pergerakan yang luas, termasuk fleksi,
ekstensi, abduksi, adduksi, rotasi medial, rotasi lateral, dan sirkumduksi.
Contohnya articulatio humeri da articulatio coxae.
5. Pertumbuhan Tulang ( Histologi Jaringan Tulang )
a. Proses Histogenesis Tulang
38 | T u t o r i a l b l o k 5
Pertumbuhan tulang terbentuk dari jaringan ikat, baik pada masa embrio
maupun pascanatal. Dilihat dari proses perkembangannya, tulang dibedakan menjadi
dua pola, yakni osifikasi intramembranous dan intrakartilagenous. Pada osifikasi
intramembranous, tulang langsung berkembang dari jaringan ikat, yang dimulai dari
tengah mesenkim yang disebut “pusat pertulangan”. Mesenkim akan mengalami
peningkatan vaskularisasi dan proliferasi. Selanjutnya terjadi perubahan bentuk sel
yang menghasilkan sel osteogenik dan osteoblas. Osteoblas kemudian menjadi aktif
menghasilkan matriks dan serabut kolagen, yang mula-mula masih lunak (osteoid).
Osteoid tersebut kemudian mengalami kalsifikasi oleh garam Ca berupa Kristal
hidroksiapatit (Hartono 1989). Tulang-tulang yang mengalami proses ini adalah
sejumlah tulang yang berfungsi sebagai pelindung seperti tulang frontal dan parietal
tengkorak, tulang rahang bawah, dan rahang atas (Samuelson 2007).
Pada osifikasi intrakartilagenous (Gambar 4), jaringan ikat mula-mula
menumbuhkan “tulang rawan miniatur”, yaitu suatu tulang rawan hialin, bentuknya
mirip tulang dewasa hanya formatnya kecil. Tulang rawan ini selanjutnya akan
dirombak, dan digantikan dengan tulang. Osifikasi dimulai dari tengah tulang rawan
dan meluas ke seluruh arah sesuai dengan pertumbuhan tulang rawan (Hartono
1989). Proses pembentukan tulang ini terjadi pada pembentukan tulang panjang dan
tulang pendek (tulang-tulang penahan bobot tubuh) seperti tulang femur, tibia, dan
lain-lainnya. Pada masa fetus, hampir semua tulang tubuh merupakan tulang rawan.
Namun seiring dengan perkembangan fetus dan setelah kelahiran, tulang rawan
tersebut berkembang menjadi tulang untuk menyediakan kekuatan terhadap tekanan-
tekanan yang makin bertambah (Mills 2007; Samuelson 2007).
b. Proses Modeling dan Remodeling Tulang
Modeling tulang adalah suatu kondisi saat proses resorpsi dan pembentukan
tulang terjadi pada permukaan tulang yang berlainan (pembentukan dan resorpsi
tidak berpasangan). Contohnya pada pertambahan panjang dan diameter tulang
panjang. Modeling tulang terjadi sejak kelahiran hingga dewasa dan proses ini
berperan dalam penambahan massa dan perubahan bentuk kerangka. Pada kondisi ini
proses pembentukan tulang lebih dominan terjadi daripada proses resorpsi tulang.
Remodeling tulang adalah pergantian jaringan tulang tua dengan jaringan
tulang muda. Kondisi ini sebagian besar terjadi pada kerangka hewan dewasa untuk
mempertahankan massa tulang. Proses ini mencakup pembentukan dan resorpsi
39 | T u t o r i a l b l o k 5
tulang secara bersamaan (berpasangan). Remodeling merupakan sebuah proses yang
dinamis termasuk penggantian dan pengisian kembali baik tulang kompak maupun
trabekular. Proses ini terus-menerus terjadi untuk mempertahankan massa tulang
serta integritas dan fungsi kerangka. Proses ini kompleks dan dikendalikan oleh
susunan syaraf pusat melalui hormon dan oleh tekanan mekanis. Proses ini
bergantung pada keterpaduan aksi dari osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Secara
bersamaan, ketiga sel ini membentuk BMU (Basic Multicellular Unit) atau unit
remodeling tulang yang berperan dalam proses remodeling pada hewan dewasa
(Mills 2007).
Proses remodeling tulang terjadi dalam beberapa fase (Gambar 5), yaitu:
1.) Aktivasi: pre-osteoklas terstimulasi menjadi osteoklas dewasa yang aktif.
2.) Resorpsi: osteoklas mencerna matriks tulang tua.
3.) Pembalikan: akhir dari proses resorpsi, saat osteoklas digantikan oleh osteoblas.
4.) Pembentukan: osteoblas menghasilkan matriks tulang yang baru.
5.) Fase pasif: osteoblas selesai menghasilkan matriks dan terbenam di dalamnya.
Beberapa osteoblas membentuk sederet sel yang berjejer di permukaan tulang yang
baru.
6. Histologi Bahu
Terdapat beberapa jaringan pada bahu, yaitu :
1. Jaringan Epitel
Epitel selapis pipih : Pada saluran pembuluh darah
Epitel selapis kuboid : Pada saluran kelenjar.
Epitel pipih lapis banyak dengan lapisan tanduk : Pada lapisan epidermis kulit.
Epitel berlapis kuboid : Pada saluran kelenjar minyak&keringat kulit.
2. Jaringan Ikat
Jaringan Ikat Longgar : Lapisan dermis kulit.
Jaringan Ikat Padat Teratur : Tendon
Jaringan Ikat Padat Tidak Teratur : Pembungkus tulang & lapisan dermis kulit.
Jaringan Tulang
Jaringan Darah
3. Jaringan Otot
Otot Lurik
Otot Polos
40 | T u t o r i a l b l o k 5
4. Jaringan Syaraf
Nervus axillaris
Nervus suprascapularis
7. Radiologi pada sendi bahu.
a. Posisi dalam pengambilan gambar rontgen
- AP Projection
Pasien Supine , kemudian di atur Oblique Antero Posterior 30˚ dengan tepi dorsal
bahu yang di foto dekat ke kaset
Lengan atas dan lengan bawah dari tepi yang di foto lurus di samping tubuh dan
diatur supine terhadap meja pemeriksaan bahu yang tidak di foto di ganjal dengan
sandbag , tubuh tetap dalam posisi oblique AP 30˚ sehingga memungkinkan scapula
yang di foto horizontal.
Bahu yang di foto di atur di atas pertengahan kaset atur penyinaran dan faktor
eksposi :
CR : Tegak Lurus Film
CP : Caput Humerus
FFD : 90 cm
KV : 56 – 62 KV
MA : 50 – 200 mA
Sec. : 0,06 – 0,08 sec.
Pasangkan marker R / L pada kaset film
Dilakukan eksposi (pasien tidak boleh bergerak )
Kriteria gambar AP Oblique Projection
Tampak gambaran AP os Scapula dengan margo medialis , inferior angle dan margo
lateralis.
Bawah overlap dengan rongga thorax
41 | T u t o r i a l b l o k 5
- Lateral Projection
Posisi Pasien
Pasien ditempatkan atau duduk dalam posisi tegak, menghadapi perangkat grid
vertikal. Ketika seorang pasien tidak dapat ditempatkan pada posisi tegak,
proyeksi lateral skapula dapat diperoleh dengan menyesuaikan tingkat rotasi
tubuh dan penempatan dari lengan rawan posisi terlentang.
Posisi Obyek
Atur pasien dalam posisi miring. Dengan skapula terkena terpusat ke grid.
lengan ditempatkan sesuai dengan daerah skapula yang akan ditunjukkan.
1. Untuk penggambaran tubuh skapula, siku tertekuk dan tangan diletakkan
dada anterior atau posterior pada tingkat yang akan mencegah bayangan
humerus dari tumpang tindih yang skapula. Marjuzian 'menunjukkan bahwa
lengan dapat disesuaikan di dada bagian atas dengan memegang bahu yang
berlawanan.
2. Untuk demonstrasi proses akromion dan coracoideus, meminta pasien untuk
memperpanjang lengan ke atas dan sisanya lengan di kepalanya.
3. Untuk demonstrasi bersama glenohumeral, untuk membuktikan atau
menyangkal dislokasi posterior. McLaughlin merekomendasikan bahwa
lengan menggantung di samping tubuh dan disesuaikan untuk memilikinya
42 | T u t o r i a l b l o k 5
dilapiskan sayap skapula. Setelah penempatan lengan untuk salah satu dari
proyeksi di atas, pegang ketiak dan perbatasan vertebral skapula jempol dan
jari telunjuk tangan satu, dan hanya rotasi tubuh untuk menempatkan sayap
skapula tegak lurus ke pesawat dari film ini.
CR : Tegak Lurus dengan film
CP : Caput Humerus
FFD : 90 cm
KV : 56-62 kv
MA : 50 – 200 mA
Sec. : 0,06 – 0,08 sec.
Pasangkan marker R / L pada kaset film
Dilakukan eksposi (pasien tidak boleh bergerak )
Kriteria gambar Lateral Projection
Tampak os clavicula, Acromion, Caput humeri
Klinis :
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya
atau setiap retak atau patah pada tulang yang utuh
Patologi merupakan cabang bidang kedokteran yang berkaitan dengan ciri-ciri dan
perkembangan penyakit melalui analisis perubahan fungsi atau keadaan bagian tubuh.
43 | T u t o r i a l b l o k 5
Fraktur
Proses fraktur coracoid (basis) biasanya kominuta, pengungsi dan terlihat pada
radiograf AP bahu.
Cl = clavicula
C = coracoid process
Ac = arcomion
G = glenoid
44 | T u t o r i a l b l o k 5
VII. Kerangka Konsep
45 | T u t o r i a l b l o k 5
Trauma bahu kanan
Mengeluarkan zat nosiseptik (seperti prostaglandin, histamin, dll)
Nyeri Nasoseptik
Tumpang tindih Caput Humerus dan Colum Scapula
Kapsula artikularis merenggang
Rotator cuff mengalami spasme
- Metode stimson- Metode Hipocrates- Metode Korchef
Dislokasi Anterior
Inflamasi (ditandai dengan dolor)
N. Axillaris tertekan oleh Caput Humerus
Daftar Pustaka
Ereschenko, Victor P. 2011. Atlas histologi diFiore. Jakarta :EGC.
Mohamad, Kartono. 2005. Pertolongan Pertama. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Putz, R dan R. Pabst. 2006. Atlas Anatomi Sobotta Jilid 1. Jakarta : Penerbit buku kedokteran
EGC.
Snell, Richard S. 2000. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran.Jakarta : EGC.
Anantha K Mallia. Joint Reduction, Shoulder Dislocation, Inferior. 2012. Diakses dari :
http://emedicine.medscape.com/article/110422-overview#a16 tanggal 8 Januari.
Anonymus.2010. Dislokasi Bahu Anterior.
(http://dokterpenuhsemangat.blogspot.com/2010/04/dislokasi-bahu-anterior.html,
diakses pada tanggal 8 januari 2013)
Anonymous. 2012.Cara Atasi Nyeri Otot Trap (Dalam www.jevuska.com, diakses 8 Januari 2013)
Kuntoro, Heru Purbo.2007.Aspek Fisioterapy Sindroma Nyeri Bahu (Dalam
http://fisiosby.com/aspek-fisioterapi-syndroma-nyeri-bahu/, diakses 8 Januari 2013)
Rusli, herdin. 2012. Fisioterapi Pada Dislokasi Bahu Anterior. (dalam
http://herdinrusli.wordpress.com/2009/03/06/fisioterapi-pada-dislokasi-shoulder-anterior / )
Utama, Herry Setya Yudha.2012.Dislokasi Sendi Bahu (Dalam www.herryyudha.com, diakses 8
Januari 2013)
Utama, Herry Setya Yudha.2012.Kulit (Dalam www.herryyudha.com, diakses 8 Januari 2013)
46 | T u t o r i a l b l o k 5