Laporan Tutorial Sken 3 Blok Gastro

29
- Fisio hepar tlg ditambah ya ber - Fisio vesica fellea : widya - anat hepar: tian, berli - histo hepar: aji - hub demam dgn ikterik: novi, rindy - sklera kuning: widya - proses urin jd coklat: berli - nyeri perut kanan atas: daniel, aji - mekanisme sludge + : gea - interpretasi px penunjang & px fisik:berli, rindy - DD: daniel - Gejala klinis & px utk cholelitiasis: novi - komplikasi: widya - tatalaksana: daniel, novi, rindy

description

kacang monyet ayam 103295+

Transcript of Laporan Tutorial Sken 3 Blok Gastro

Page 1: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Gastro

- Fisio hepar tlg ditambah ya ber

- Fisio vesica fellea : widya

- anat hepar: tian, berli

- histo hepar: aji

- hub demam dgn ikterik: novi, rindy

- sklera kuning: widya

- proses urin jd coklat: berli

- nyeri perut kanan atas: daniel, aji

- mekanisme sludge + : gea

- interpretasi px penunjang & px fisik:berli, rindy

- DD: daniel

- Gejala klinis & px utk cholelitiasis: novi

- komplikasi: widya

- tatalaksana: daniel, novi, rindy

rumusan mslh, tujuan penulisan, manfaat penulisan nmr 8 sama 10 itu urutannya mending di nmr brp ya?

Page 2: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Gastro

LAPORAN DISKUSI TUTORIALBLOK GASTROINTESTINAL

SKENARIO 3: “KENAPA BADANKU MENGUNING?”

Disusun Oleh:Kelompok A2

Aisah Kusumaning A (G0011009)Alvian Oscar Irawan (G0011015)Berlian Permata S (G0011053)Daniel Satyo Nurcahyo (G0011061)Eva Karina Puspasari (G0011087)Gefaritza Rabbani (G0011099)Novy Wahyunengsi L (G0011155)Priaji Setiadani (G0011159)Rindy Saputri (G0011175)Septian Sugiarto (G0011195)Widya Wira Utami S (G0011209)

dr. Isdaryanto., PHK, MARS

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET2013

Page 3: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Gastro

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Warna kekuningan pada tubuh merupakan suatu presentasi keabnormalan tubuh

yang dapat dilihat. Ikterus merupakan warna kekuningan yang biasanya mudah dilihat di

sklera. Ikterus akan mudah terlihat dibawah sinar matahari. Ada bermacam-macam

ikterus, misalnya kuning seperti jerami (pada ikterus hemolitik, anemia pernisiosa);

kuning kehijauan (pada ikterus obstruktif ); kuning keabu-abuan (pada sirosis hepatitis);

kuning agak jingga (pada penyakit Weil) (Lesmana, 2010).

Salah satu penyakit yang berperan pada ikterus obstruktif adalah penyakit batu

empedu. Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di

negara Barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara

publikasi penelitian batu empedu masih terbatas (Lesmana, 2010).

Di negara Barat 10-15% pasien dengan batu kandung empedu juga disertai batu

saluran empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk primer di

dalam saluran empedu intra-atau ekstra-hepatik tanpa melibatkan kandung empedu. Batu

saluran empedu primer lebih banyak ditemukan pada pasien di wilayah Asia

dibandingkan dengan pasien di negara Barat (Lesmana, 2010).

Untuk membahas lebih lanjut mengenai ikterik maka pada skenario 3 dari blok

gastrointestinal diberikan skenario dengan judul “Kenapa badanku menguning??”

“Seorang laki-laki, usia 38 tahun, datang berobat ke Rumah Sakit (Poliklinik

Penyakit Dalam) dengan keluhan badan dan matanya berwarna kekuningan,

dikeluhkan sejak 3 bulan yang lalu, disertai dengan nyeri di perut kanan atas yang

dirasakan hilang timbul, nyeri terutama dirasakan setelah makan makanan

berlemak. Pasien tidak mengeluh adanya demam sebelum badan dan matanya

menjadi menguning. Kadang-kadang warna kekuningan di badan dan matanya

dirasakan sedikit berkurang. Buang air kecil kecoklatan seperti air teh (+)

Dari pemeriksaan fisik didapatkan sklera ikterik (+), nyeri di hypocondrium

dekstrum (-) , teraba massa kistik di hipocondrium dextrum. Hasil laboratorium:

SGOT 38U/L; SGPT 42U/L; Bilirubin Total 12,5 mg/Dl; Bilirubin Direk 11,4 mg/Dl;

Page 4: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Gastro

Bilirubin Indirek 1,1 mg/Dl. Dilakukan pemeriksaan penunjang Ultrasonografi

abdomen; didapatkan hidrops vesica fellea dengan sludge (+), pelebaran duktus

choledocus dengan bau di distal duktus choledocus ukuran 8 mm.

Dokter menyarankan pasien untuk rawat inap untuk penatalaksanaan lebih

lanjut.“

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana anatomi, fisiologi, dan histologi hepar dan vesica fellea?

2. Bagaimana mekanisme metabolisme bilirubin?

3. Mengapa sklera pasien berwarna kuning dan bagaimana patofisiologi ikterik?

4. Adakah hubungan demam dengan timbulnya ikterik?

5. Bagaimana proses terjadinya air urin menjadi coklat?

6. Mengapa warna kekuningan tiba-tiba berkurang?

7. Adakah hubungan antara nyeri perut kanan atas dengan konsumsi lemak?

8. Apa hubungan jenis kelamin dan umur pada keluhan?

9. Apa saja DD yang mungkin?

10. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan fisik?

11. Bagaimana etiologi batu empedu?

12. Bagaimana patofisiologi terbentuknya batu empedu?

13. Bagaimana mekanisme hidrops vesica fellea dan sludge positif?

14. Bagaimana penatalaksanaannya?

15. Bagaimana prognosis dan komplikasinya?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Mengetahui anatomi, fisiologi, dan histologi hepar dan vesica fellea

2. Mengetahui mekanisme metabolisme bilirubin

3. Mengetahui mekanisme sklera pasien berwarna kuning dan mengetahui patofisiologi

ikterik

4. Mengetahui ada tidaknya hubungan demam dengan timbulnya ikterik

5. Mengetahui proses terjadinya air urin menjadi coklat

6. Mengetahui penyebab warna kekuningan pada tubuh tiba-tiba berkurang

7. Mengetahui hubungan antara nyeri perut kanan atas dengan konsumsi lemak

8. Mengetahui hubungan jenis kelamin dan umur pada keluhan epidemiologi ditaruh

di setelah DD ga sih?

Page 5: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Gastro

9. Mengetahui DD yang mungkin pada kasus

10. Mengetahui interpretasi hasil pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan fisik

11. Mengetahui etiologi batu empedu

12. Mengetahui patofisiologi terbentuknya batu empedu

13. Mengetahui mekanisme hidrops vesica fellea dan sludge positif

14. Mengetahui penatalaksanaannya

15. Mengetahui prognosis dan komplikasinya

D. MANFAAT PENULISAN

1. Mahasiswa mampu mengetahui anatomi, fisiologi, dan histologi hepar dan vesica

fellea

2. Mahasiswa mampu mengetahui mekanisme metabolisme bilirubin

3. Mahasiswa mampu mengetahui mekanisme sklera pasien berwarna kuning dan

mengetahui patofisiologi ikterik

4. Mahasiswa mampu mengetahui ada tidaknya hubungan demam dengan timbulnya

ikterik

5. Mahasiswa mampu mengetahui proses terjadinya air urin menjadi coklat

6. Mahasiswa mampu mengetahui penyebab warna kekuningan pada tubuh yang tiba-

tiba berkurang

7. Mahasiswa mampu mengetahui hubungan antara nyeri perut kanan atas dengan

konsumsi lemak

8. Mahasiswa mampu mengetahui hubungan jenis kelamin dan umur pada keluhan

9. Mahasiswa mampu mengetahui DD yang mungkin pada kasus

10. Mahasiswa mampu mengetahui interpretasi hasil pemeriksaan penunjang dan

pemeriksaan fisik

11. Mahasiswa mampu mengetahui etiologi batu empedu

12. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi terbentuknya batu empedu

13. Mahasiswa mampu mengetahui mekanisme hidrops vesica fellea dan sludge positif

14. Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaannya

15. Mahasiswa mampu mengetahui prognosis dan komplikasinya

E. HIPOTESIS

Pasien diindikasikan mengalami batu empedu.

Page 6: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Gastro

BAB II

PEMBAHASAN

A. Anatomi, Fisiologi, dan Histologi Hepar dan Vesica Fellea

Anatomi

Hepar

(Sumber: Netter, 2011)

Vesica Fellea

Page 7: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Gastro

(sumber: Stranding, 2005)

Bagian-bagian:

1. Fundus: berbentuk bulat dan menonjol di bawah margo inferior hepar. Proyeksi

fundus ke dinding anterior abdomen adalah setinggi ujung cartiolago costae IX

dextra.

2. Corpus: berhubungan dengan facies viceralis hepar dan arahnya ke atas, belakang,

dan kiri.

3. Infundibulum

4. Collum: bagian yang sempit dan melanjutkan diri sebagai ductus cysticus, yang

berbelok ke dalam omentum minus dan bergabung dengan ductus hepaticus

communis membentuk ductus choledocus.

Fisiologi

Hepar

Salah satu dari fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu, normalnya 600-1000

ml/hari. Empedu melakukan 2 fungsi penting: Pertama, empedu berperan dalam

Page 8: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Gastro

pencernaan dan absorbsi lemak, bukan karena enzim empedu yang menyebabkan

pencernaan lemak, tetapi karena asam empedu dalam empedu melakukan 2 hal: (1) asam

empedu membantu mengemulsikan partikel lemak yang besar dalam makanan menjadi

banyak partikel kecil, permukaan partikel tersebut dapat diserang oleh enzim lipase yang

disekresikan dalam getah pankreas, dan (2) asam empedu membantu absorbsi produk

akhir lemak yang telah dicerna melalui membran mukosa intestinal. Kedua, empedu

bekerja sebagai alat untuk mengeluarkan produk buangan dari darah. Hal ini terutama

meliputi bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran hemoglobin, dan kelebihan

kolesterol. (Guyton, 2008)

Empedu disekresikan dalam 2 tahap oleh hati: (1) Bagian awal disekresikan oleh sel

hepatosit; sekresi awal ini mengandung sejumlah besar asam empedu, kolesterol, dan zat-

zat organik lainnya. Kemudian empedu disekresikan ke dalam kanalikuli biliaris di antara

sel hati. (2) Kemudian, empedu mengalir di dalam kanalikuli menuju septa interlobularis,

tempat kanalikuli mengeluarkan empedu ke dalam duktus biliaris terminal dan kemudian

secara progresif ke dalam duktus yang lebih besar, akhirnya mencapai duktus duktus

hepatikus dan duktus biliaris komunis. Dari sini empedu langsung dikeluarkan ke dalam

duodenum atau dialihkan melalui duktus sistikus ke dalam kandung empedu. (Guyton,

2008)

Empedu disekresi terus menerus oleh sel hati, namun sebagian besar normalnya

disimpan dalam kandung empedu sampai diperlukan di dalam duodenum. Volume

maksimal yang dapat ditampung kandung empedu hanya 30-60 ml. Meskipun demikian,

sekresi empedu selama 12 jam (450 ml) dapat disimpan dalam kandung empedu karena

air, natrium, klorida, dan kebanyakan elektrolit kecil lainnya secara terus menerus

diabsorbsi melalui mukosa kandung empedu, memekatkan sisa zat-zat empedu yang

mengandung garam empedu, kolesterol, lesitin, dan bilirubin. Kebanyakan absorbsi ini

disebabkan oleh transpor aktif natrium melalui epitel kandung empedu, dan keadaan ini

diikuti oleh absorbsi sekunder ion klorida, dan kebanyakan zat-zat terdifusi lainnya.

(Guyton, 2008)

Mekanisme pengosongan kandung empedu adalah kontraksi ritmis dinding kandung

empedu, tetapi pengosongan yang efektif juga membutuhkan relaksasi yang bersamaan

dari sfingter Oddi, yang menjaga pintu keluar duktus biliaris komunis ke dalam

duodenum. Rangsangan paling poten yang menyebabkan kontraksi kandung empedu

adalah hormon kolesistokinin. Hormon ini menyebabkan peningkatan sekresi enzim

pencernaan oleh sel asiner pankreas. Rangsangan untuk memasukkan kolesistokinin ke

Page 9: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Gastro

dalam darah dari mukosa duodenum teutama adalah kehadiran makanan berlemak dalam

duodenum. Selain kolesistokinin, kandung empedu juga dirangsang secara kurang kuat

oleh serabut saraf yang menyekresi asetilkolin dari sistem saraf vagus dan enterik usus.

Keduanya adalah saraf yang meningkatkan motilitas dan sekresi dalam bagian lain traktus

gastrointestinal bagian atas. (Guyton, 2008)

Vesica Fellea

Histologi

Hepar

Vesica Fellea

Empedu yang dihasilkan hepatosit mengalir melalui kanalikuli biliaris, duktulus

biliaris, dan duktus biliaris. Struktur ini secara berangsur bergabung, membentuk

anyaman yang berkonvergensi membentuk duktus hepatik. Duktus hepatik, setelah

bergabung dengan duktus sistikus dari kandung empedu, berlanjut ke duodenum sebagai

duktus koledokus (Mescher, 2011).

Gbr. 1 Saluran empedu dan kandung empedu (Mescher, 2011).

Duktus hepatikus, duktus sistikus, dan duktus koledokus dilapisi membran mukosa

dengan epitel selapis silindris kolangiosit. Lamina propia dan submukosanya relatif tipis,

dengan kelenjar mukosa di sejumlah area duktus sistikus, dan dikelilingi muskularis yang

Page 10: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Gastro

tipis. Lapisan otot ini bertambah tebal dekat duodenum dan akhirnya, pada bagian

intramural, membentuk sfingter yang mengatur aliran empedu.

Kandung empedu adalah organ berongga berbentuk buah pir, yang melekat pada

permukaan bawah hati, dan mampu menyimpan 30-50 mL empedu. Dinding kandung

empedu terdiri atas mukosa yang terdiri atas epitel selapis silindris, dan lamina propia,

muscularis tipis dengan berkas serabut otot yang tersusun dalam beberapa arah, dan

lapisan adventisia eksternal atau serosa. Mukosa memiliki banyak sekali lipatan yang

sangat jelas ketika kandung empedu kosong (Mescher, 2011).

Gbr. 2 Kandung empedu. Dindingnya terutama terdiri atas lipatan mukosa, dengan epitel kolumnar selapis (panah) yang berada di atas lamina propia (LP) yang khas; suatu muskularis (M) dengan berkas serabut otot yang terorientasi

Page 11: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Gastro

dalam segala arah untuk mempermudah pengosongan organ; suatu adventisia eksternal (A) yang menghadap hati dan serosa yang terpajan (Mescher, 2011).

Sel epitel pelapis memiliki banyak mitokondria, mikrovili, dan ruang antarsel, yang

kesemuanya mengindikasikan sel absorptif aktif. Fungsi utama kandung empedu adalah

menyimpan empedu, memekatkan dengan menyerap airnya dan melepaskan bila

diperlukan ke dalam saluran cerna. Proses tersebut bergantung pada mekanisme transpor

aktif natrium pada epitel kandung empedu dengan penyerapan air dari empedu, suatu

konsekuensi osmotik pompa natrium. Kontraksi otot polos kandung empedu diinduksi

oleh kolesistokinin (CCK) yang dilepaskan dari sel enteroendokrin usus halus. Pelepasan

CCK selanjutnya dirangsang oleh keberadaan lemak dalam diet di usus halus.

Pengangkatan kandung empedu akibat obstruksi atau peradangan kronis menyebabkan

aliran langsung empedu dari hati ke usus, dengan sedikit pengaruh bermakna dalam

pencernaan (Mescher, 2011).

B. Mekanisme Metabolisme Bilirubin

Sekitar 80-85% bilirubin terbentuk dari pemecahan eritrosit tua dalam sistem

monosit-makrofag. Sedangkan 15-20% bilirubin berasal dari destruksi sel eritrosit matur

dalam sumsum tulang dan dari hemoprotein lain, terutama dari hati. (Price, 2006)

Pada katabolisme hemoglobin (terutama dalam limpa), globin mula-mula dipisahkan

dari heme, setelah itu heme diubah menjadi biliverdin. Bilirubin tak terkonjugasi

kemudian dibentuk dari biliverdin. Bilirubin tak terkonjugasi larut dalam lemak, tidak

larut dalam air, dan tidak dapat diekskresi dalam empedu atau urine. Bilirubin tak

terkonjugasi berikatan dengan albumin dalam suatu kompleks larut air, kemudian

diangkut oleh darah ke sel hati. Metabolisme di dalam hati berlangsung dalam 3 langkah:

(1) Ambilan, ambilan oleh sel hati memerlukan 2 protein hati, yaitu protein Y dan Z. (2)

Konjugasi, konjugasi bilirubin dengan asam glukoronat dikatalisis oleh enzim glukoronil

transferase dalam retikulum endoplasma. (3) Ekskresi, bilirubin terkonjugasi tidak larut

dalam lemak tetapi larut dalam air dan dapat diekskresi dalam empedu dan urine.

Transpor bilirubin terkonjugasi melalui membran sel ke dalam empedu melalui suatu

proses aktif. (Price, 2006)

Bakteri usus mereduksi bilirubin terkonjugasi menjadi serangkaian senyawa yang

disebut sterkobilin atau urobilinogen. Zat-zat ini menyebabkan feses berwarna coklat.

Page 12: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Gastro

Sekitar 10-20% urobilinogen mengalami siklus enterohepatik, sedangkan sejumlah kecil

diekskresi dalam empedu. (Price, 2006)

C. Mekanisme Sklera Pasien Berwarna Kuning dan Patofisiologi Ikterik

Mekanisme patofisiologi ikterik:

1. Pembentukan bilirubin berlebihan

Penyakit hemolitik atau peningkatan laju destruksi eritrosit merupakan penyebab

tersering dari pembentukan bilirubin yang berlebihan. Ikterus yang timbul sering

disebut ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer pigmen empedu berlangsung

normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan hati. Hal ini

mengakibatkan peningkatan kadar bilirubin tak terkonjugasi dalam darah. Bilirubin

tak terkonjugasi tidak larut dalam air, sehingga tidak dapat diekskresi dalam urin dan

tidak terjadi bilirubinuria. Namun demikian, terjadi peningkatan pembentukan

urobilinogen (akibat peningkatan beban bilirubin terhadap hati dan peningkatan

konjugasi serta ekskresi), yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan ekskresi

dalam feses dan urin. Urin dan feses berwarna lebih gelap.

2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati

Ambilan bilirubin tak terkonjugasi yang terikat albumin oleh sel hati dilakukan

dengan memisahkan dan mengikatkan bilirubin dengan terhadap protein penerima.

Hanya beberapa obat yang telah terbukti berpengaruh dalam ambilan bilirubin oleh

hati: asam flavaspidat, novosbiosin, dan beberapa zat warna kolesistografik.

Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dan ikterus biasanya menghilang bila obat

pencetus dihentikan.

3. Gangguan konjugasi oleh bilirubin

Gangguan konjugasi bilirubin disebabkan olah defisiensi enzim glukoronil

transferase, sehingga bilirubin tak terkonjugasi tidak bisa diubah menjadi bilirubin

terkonjugasi yang kemudian menyebabkan peningkatan kadar bilirubin tak

terkonjugasi dan menimbulkan ikterus.

4. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat faktor intrahepatik

dan ekstrehepatik yang bersifat fungsional atau disebabkan oleh obstruksi mekanis

Gangguan ekskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor fungsional

maupun obstruktif, terutama menyebabkan terjadinya hiperbilirubinemia terkonjugasi.

Bilirubin terkonjugasi larut dalam air, sehingga dapat diekskresi dalam urine dan

menimbulkan bilirubinuria serta urine yang gelap. Urobilinogen feses dan

Page 13: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Gastro

urobilinogen urine sering menurun sehingga feses terlihat pucat. Perubahan warna

berkisar dari oranye-kuning muda atau tua sampai kuning-hijau muda atau tua bila

terjadi obstruksi total aliran empedu. Perubahan ini merupakan bukti adanya ikterus

kolestatik atau ikterus obstruktif. Kolestasis dapat bersifat intrahepatik (mengenai sel

hati, kanalikuli, atau kolangiola) atau ekstrahepatik (mengenai saluran empedu di luar

hati).

(Price, 2006)

Gambaran khas ikterus hemolitik, hepatoselular, dan obstruksi

Gambaran Hemolitik Hepatoselular Obstruksi

Warna kulit Kuning pucat Orange-kuning

muda/tua

Kuning-hijau

muda/tua

Warna urine Normal/gelap karena

urobilin

Gelap karena bilirubin

direk

Gelap karena

bilirubin direk

Warna feses Normal/gelap karena

sterkobilin

Pucat karena sedikit

sterkobilin

Pucat karena

sedikit sterkobilin

Bilirubin

serum indirek

Meningkat Meningkat Meningkat

Bilirubin

serum direk

Normal Meningkat Meningkat

Bilirubin urine Tidak ada Meningkat Meningkat

Sumber: Price, 2006

D. Hubungan Demam dengan Timbulnya Ikterik

E. Proses Terjadinya Air Urin Menjadi Coklat

F. Penyebab Warna Kekuningan pada Tubuh yang Tiba-Tiba Berkurang

G. Hubungan antara Nyeri Perut Kanan Atas dengan Konsumsi Lemak

Karena mengonsumsi lemak, maka mukosa duodenum terangsang untuk

mengeluarkan hormon kolesistokinin dimana hormon ini akan merangsang vesica fellea

untuk kontraksi dan mengeluarkan getah empedu yang berguna untuk memetabolisme

lemak di duodenum. Apabila terjadi obstruksi pada saluran empedu, maka hal ini dapa

menyebabkan kolik sehingga terasa nyeri pada perut kanan atas.

H. Hubungan jenis kelamin dan umur pada keluhan

Page 14: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Gastro

I. DD

1. Cholangiocarcinoma

Gejala cholangiocarcinoma antara lain ikterik, tinja berwarna tanah liat,

bilirubinuria (urin gelap), pruritus, penurunan berat badan, dan sakit perut. Penyakit

kuning adalah manifestasi paling umum dari kanker saluran empedu dan dapat

dideteksi di bawah sinar matahari langsung. Obstruksi dan kolestasis cenderung

terjadi lebih awal jika tumor ini terletak di duktus empedu atau saluran hepatik.

Kelebihan bilirubin terkonjugasi dikaitkan dengan bilirubinuria dan tinja acholic.

Pruritus biasanya didahului oleh ikterik, tapi rasa gatal mungkin gejala awal

cholangiocarcinoma. Pruritus mungkin terkait dengan beredar asam empedu. Berat

badan adalah temuan variabel dan dapat hadir dalam sepertiga pasien pada saat

diagnosis. Nyeri perut relatif umum pada penyakit lanjut dan sering digambarkan

sebagai rasa nyeri di kuadran kanan atas.

J. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Penunjang dan Pemeriksaan Fisik

Uji fungsi empedu

Uji Nilai normal Makna klinis

Bilirudin serum

direk

0,1-0,3 mg/dl Meningkat bila terjadi gangguan ekskresi bilirubin

terkonjugasi

Bilirubin serum

indirek

0,2-0,7 mg/dl Meningkat bila terjadi hemolitik dan sindrom

Gilbert

Bilirubin serum

total

0.3-1 mg/dl Meningkat pada hepatoselular

Bilirubin urine 0 Bilirubin terkonjugasi akan diekskresikan dalam

urin bila kadarnya meningkat dalam serum,

mengesankan pada obstruksi pada sel hati atau

saluran empedu

Sumber: Price, 2006

K. Etiologi Batu Empedu

Batu empedu kolesterol, batu empedu pigmen hitam, dan batu empedu pigmen

coklat memiliki patogenesis berbeda dan faktor risiko yang berbeda.

1. Batu empedu kolesterol

Page 15: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Gastro

Batu empedu kolesterol berhubungan dengan jenis kelamin perempuan, keturunan

Eropa atau penduduk asli Amerika, dan bertambahnya usia. Faktor risiko lain

meliputi:

a. Kegemukan

b. Kehamilan

c. Kandung empedu stasis

d. obat-obatan

e. keturunan(Heuman, 2013).

Sindrom metabolik, resistensi insulin, diabetes melitus tipe II, hipertensi, dan

hiperlipidemia berhubungan dengan peningkatan sekresi kolesterol hati dan

merupakan faktor risiko utama untuk pengembangan batu empedu kolesterol

(Heuman, 2013).

Batu empedu kolesterol lebih sering terjadi pada wanita yang telah mengalami

banyak kehamilan. Hal ini terjadi karena tingkat progesteron yang tinggi selama

kehamilan. Progesteron mengurangi kontraktilitas kandung empedu, menyebabkan

retensi getah empedu yang berkepanjangan dan konsentrasinya secara otomatis

menjadi lebih pekat (Heuman, 2013).

Sejumlah obat juga berhubungan dengan pembentukan batu empedu kolesterol.

Estrogen yang diberikan untuk kontrasepsi atau untuk pengobatan kanker prostat,

dapat meningkatkan risiko batu empedu kolesterol dengan cara meningkatkan sekresi

kolesterol empedu. Obat clofibrate dan hipolipidemik fibrat meningkatkan

pembuangan kolesterol hepatik melalui sekresi empedu dan tampaknya meningkatkan

risiko batu empedu kolesterol. Analog dengan somatostatin, yang merupakan

predisposisi batu empedu dengan mengurangi kemampuan pengosongan kandung

empedu (Heuman, 2013).

Sekitar 25% kasus batu empedu kolesterol tampaknya turun-temurun. Setidaknya

selusin gen mungkin berkontribusi terhadap peningkatan risiko. Sebuah sindrom

langka cholelithiasis terkait fosfolipid yang rendah, terjadi pada individu dengan

defisiensi herediter dari protein transportasi empedu yang diperlukan untuk sekresi

lesitin(Heuman, 2013).

2. Batu empedu pigmen hitam dan coklat

Page 16: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Gastro

Batu empedu pigmen hitam terjadi pada individu dengan pergantian atau sirkulasi

heme yang tinggi. Gangguan hemolisis yang berhubungan dengan batu empedu

pigmen antara lain anemia sel sabit, sferositosis herediter, dan beta-thalassemia. Pada

sirosis dan hipertensi portal menyebabkan splenomegali. Hal ini menyebabkan

penyerapan sel darah merah meningkat, yang mengarah ke peningkatan omset

hemoglobin. Sekitar setengah dari semua pasien sirosis memiliki batu empedu pigmen

(Heuman, 2013).

Syarat untuk terjadinya pembentukan batu empedu pigmen coklat antara lain

stasis intraduktal dan kolonisasi kronis empedu oleh bakteri. Di Amerika Serikat,

kombinasi ini paling sering ditemui pada pasien dengan pascaoperasi penyempitan

empedu atau kista choledochal (Heuman, 2013).

Daerah persawahan di Asia Timur, infestasi cacing pada tubuh dapat

menghasilkan penyempitan empedu dan predisposisi pembentukan batu pigmen

coklat sepanjang saluran empedu intrahepatik dan ekstrahepatik. Kondisi ini

(hepatolithiasis) menyebabkan kolangitis berulang dan predisposisi sirosis bilier dan

cholangiocarcinoma (Heuman, 2013).

3. Komorbiditas lain

Penyakit Crohn, reseksi ileum, atau penyakit lain dari ileum menurunkan

reabsorpsi garam empedu dan meningkatkan risiko pembentukan batu empedu

(Heuman, 2013).

L. Patofisiologi Terbentuknya Batu Empedu

Pembentukan batu empedu terjadi karena zat tertentu dalam empedu yang hadir dalam

konsentrasi yang mendekati batas kelarutannya. Empedu yang terkonsentrasi di kantong

empedu dapat menjadi jenuh dengan zat ini, yang kemudian mengendap sebagai larutan

kristal mikroskopis. Kristal terjebak dalam lendir kandung empedu sehingga terbentuk

lumpur/sludge kantong empedu. Seiring waktu, kristal tumbuh, beragregat, dan

bergabung membentuk batu makroskopik. Oklusi saluran oleh lumpur dan / atau batu

menghasilkan komplikasi penyakit batu empedu. Dua zat utama yang terlibat dalam

pembentukan batu empedu adalah kolesterol dan kalsium bilirubinate (Heuman, 2013).

Page 17: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Gastro

Pada batu empedu kolesterol, faktor utama yang menentukan apakah batu empedu

kolesterol akan membentuk adalah (1) jumlah kolesterol yang disekresikan oleh sel-sel

hati, relatif terhadap lesitin dan garam empedu, dan (2) tingkat konsentrasi dan tingkat

stasis empedu di kandung empedu (Heuman, 2013).

Pada batu kalsium, bilirubin, dan batu empedu pigmen, bilirubin (pigmen kuning

yang berasal dari pemecahan heme) secara aktif disekresikan ke dalam empedu oleh sel-

sel hati. Sebagian besar bilirubin dalam empedu dalam bentuk konjugat glukuronat, yang

cukup larut dalam air dan stabil, tetapi sebagian kecil terdiri dari unconjugated bilirubin.

Unconjugated bilirubin, seperti asam lemak, fosfat, karbonat, dan anion lainnya,

cenderung membentuk endapan tidak larut dengan kalsium. Kalsium memasuki empedu

secara pasif bersama dengan elektrolit lain (Heuman, 2013).

Dalam sirkulasi heme yang tinggi, seperti hemolisis kronis atau sirosis, unconjugated

bilirubin dapat hadir dalam empedu dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari

konsentrasi normal. Kalsium bilirubinate kemudian dapat mengkristal dari larutan dan

akhirnya membentuk batu. Seiring waktu, berbagai oksidasi menyebabkan endapan

bilirubin menjadi warna hitam pekat dan batu yang terbentuk dengan cara ini disebut

batu empedu pigmen hitam. Batu pigmen hitam mewakili 10-20% dari batu empedu di

Amerika Serikat (Heuman, 2013).

Empedu biasanya steril, namun dalam beberapa situasi yang tidak biasa (misalnya

pada striktur bilier), mungkin akan menjadi tempat tinggal bakteri. Bakteri

menghidrolisis bilirubin terkonjugasi dan menyebabkan kenaikan unconjugated bilirubin

sehingga menyebabkan pengendapan kristal kalsium bilirubinate(Heuman, 2013).

Bakteri juga menghidrolisis lesitin untuk melepaskan asam lemak, dimana asam

lemak juga dapat mengikat kalsium dan mengendap. Endapan yang dihasilkan memiliki

konsistensi seperti tanah liat dan disebut batu pigmen coklat. Tidak seperti kolesterol

atau batu empedu pigmen hitam, yang membentuk hampir secara eksklusif di kantong

empedu, batu empedu pigmen coklat sering membentuk de novo pada saluran empedu.

Batu empedu pigmen coklat yang tidak biasa di Amerika Serikat tetapi cukup umum di

beberapa bagian Asia Tenggara, kemungkinan berhubungan dengan infestasi cacing hati

(Heuman, 2013).

Page 18: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Gastro

Pada batu empedu kolesterol, daerah kantung empedu bisa diserang oleh bakteri dan

dapat menimbulkan peradangan mukosa kandung empedu. Enzim litik dari bakteri dan

leukosit menghidrolisis bilirubin konjugasi dan asam lemak. Akibatnya batu kolesterol

dapat terakumulasi dengan kalsium bilirubinate dan garam kalsium lainnya yang

menghasilkan batu empedu campuran (Heuman, 2013).

M. Mekanisme Hidrops Vesica Fellea dan Sludge Positif

Pembentukan batu empedu terjadi karena zat tertentu dalam empedu yang hadir dalam

konsentrasi yang mendekati batas kelarutannya. Empedu yang terkonsentrasi di kantong

empedu dapat menjadi jenuh dengan zat ini, yang kemudian mengendap sebagai larutan

kristal mikroskopis. Kristal terjebak dalam lendir kandung empedu sehingga terbentuk

lumpur/sludge kantong empedu. Seiring waktu, kristal tumbuh, beragregat, dan

bergabung membentuk batu makroskopik. Oklusi saluran oleh lumpur dan / atau batu

menghasilkan komplikasi penyakit batu empedu. Dua zat utama yang terlibat dalam

pembentukan batu empedu adalah kolesterol dan kalsium bilirubinate (Heuman, 2013).

N. Penatalaksanaan

O. Prognosis dan Komplikasi

Page 19: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Gastro

BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN

B. SARAN

Kami masih ingin mempelajari hal-hal lain seperti sirosis hepar, hepatitis, gastritis dan lain-lain karena memiliki tingkat kompetensi yang tinggi. Namun waktu yang diberikan begitu sedikit sehingga kami hanya membahas mengenai scenario-skenario yang ada. Oleh karena itu, kami member saran agar waktu untuk blok Gastrointestinal diperpanjang agar kami dapat mengenal lebih dalam mengenai penyakit penting lainnya.

Page 20: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Gastro

DAFTAR PUSTAKA

Guyton, Arthur C. dan John E. Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta:

EGC

Heuman, DM et al. 2013. Cholelithiasis. New York: Medscape

Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/175667-overview#a0104

tanggal 13 Mei 2013.

Lesmana, LA. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Penyakit Batu Empedu. Jakarta:

Interna Publishing.

Mescher, Anthony L. 2011. Histologi Dasar Junqueira: Teks dan Atlas Edisi 12. Jakarta:

EGC

Netter, FH et al. 2011. Atlas of Human Anatomy Fifth Edition. Philadelphia: Elsevier Inc

Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit, Edisi 6 Volume 1. Jakarta: EGC

Stranding, S et al. 2005. Gray’s Anatomy The Anatomical Basis of Clinical Practice Thirty-

Ninth Edition. London: Elsevier Ltd