Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

87
BAB I PENDAHULUAN SKENARIO 1 Seorang laki-laki berusia 56 tahun datang ke poliklinik Paru ke RS Dr. Moewardi dengan keluhan utama batuk berdahak bercampur darah. Keluhan batuk berdahak sejak lebih dari 2 minggu yang lalu, batuk darah terjadi dua hari sebelum datang ke poliklinik. Pasien juga mengeluh sering masuk angin, demam sumer-sumer, nyeri tulang, dan sendi, mudah capek dan lelah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD: 110/80 mmHg, RR: 26x/menit, suhu 37,6°C, dan denyut nadi 88 kali/menit. Pada auskultasi kedua lapang paru, didapatkan suara ronkhi di lapang paru kanan. Kemudian pasien dilakukan pemeriksaan radiologis thorax PA, didapatkan gambaran garis-garis fibrotic dan perselubungan seperti awan di lapangan paru atas kanan. Kemudian oleh dokter pasien direncanakan pemeriksaan lebih lanjut untuk menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan. 1

description

good

Transcript of Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

Page 1: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

BAB I

PENDAHULUAN

SKENARIO 1

Seorang laki-laki berusia 56 tahun datang ke poliklinik Paru ke RS Dr.

Moewardi dengan keluhan utama batuk berdahak bercampur darah. Keluhan batuk

berdahak sejak lebih dari 2 minggu yang lalu, batuk darah terjadi dua hari sebelum

datang ke poliklinik. Pasien juga mengeluh sering masuk angin, demam sumer-sumer,

nyeri tulang, dan sendi, mudah capek dan lelah.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD: 110/80 mmHg, RR: 26x/menit, suhu

37,6°C, dan denyut nadi 88 kali/menit. Pada auskultasi kedua lapang paru, didapatkan

suara ronkhi di lapang paru kanan. Kemudian pasien dilakukan pemeriksaan

radiologis thorax PA, didapatkan gambaran garis-garis fibrotic dan perselubungan

seperti awan di lapangan paru atas kanan. Kemudian oleh dokter pasien direncanakan

pemeriksaan lebih lanjut untuk menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan.

1

Page 2: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

BAB II

DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Seven Jump

1. Langkah 1 : Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah

dalam skenario

a. Demam sumer-sumer adalah suhu tubuh meningkat tapi tidak terlalu

tinggi

b. Dahak adalah sputum, merupakan hipersekresi mukus yang menjadi tanda

adanya suatu infeksi; Dahak atau sputum merupakan sekresi bronkus yang

berlebihan dan merupakan manifestasi perdarahan dan infeksi. Umumnya

warnanya putih atau abu-abu.

c. Ronkhi adalah bunyi tambahan pernafasan seperti bunyi gaduh yang

sangat dalam, biasanya terjadi saat fase ekspirasi. Bunyi ini terjadi karena

adanya udara yang melewati saluran nafas yang menyempit.

d. Hemoptisis adalah batuk dengan sputum yang diekspektorasikan

bercampur dengan darah. Darah yang dikeluarkan berasal dari saluran

nafas, dan bukan berasal dari hidung, mulut, atau dimuntahkan.

2. Langkah II : Menentukan/mendefinisikan permasalahan

a. Bagaimanakah patogenesis dari batuk, batuk berdahak dan batuk

berdarah?

b. Bagaimana klasifikasi dari jenis-jenis batuk dan penyebabnya?

c. Apakah ada hubungan antara keluhan utama dengan keluhan penyerta?

d. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik pasien?

e. Apa saja pembagian suara nafas tambahan dan apa penyebabnya?

f. Bagaimana suara nafas dasar?

2

Page 3: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

g. Apa saja pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan untuk menegakkan

diagnosis pada kasus tersebut?

h. Bagaimana anatomi, histologi, dan fisiologi dari sistem pernafasan

manusia?

i. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan radiologis dan apa saja kelainan

yang terkait?

j. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus di atas?

k. Bagaimana klasifikasi dari sputum?

l. Apa saja diagnosis banding dari kasus tersebut?

3. Langkah III : Menganalisis permasalahan dan membuat pernyataan sementara

mengenai permasalahan (tersebut dalam langkah 2)

a. Setiap batuk terjadi melalui stimulasi refleks arkus yang kompleks. Hal ini

diprakarsai oleh iritasi reseptor batuk yang berada pada trakea, carina, titik

percabangan saluran udara besar, dan saluran udata yang lebih kecil di

bagian distal.

Reseptor juga terdapat di faring. Reseptor laring dan tracheobronchial

berespon baik terhadap rangsangan mekanik dan kimia. Reseptor kimia

peka terhadap asam, panas, dan senyawa capsaicin seperti memicu refleks

batuk melalui reseptor aktivasi tipe 1 vanilloid (capsaicin). Selain itu,

reseptor saluran napas yang lebih dalam ada di kanal eksternal auditori,

gendang telinga, sinus paranasal, faring, diafragma, pleura, perikardium,

dan perut. ini merupakan reseptor mekanik saja yang dapat diranngsang

oleh pemicu sepert sentuhan atau perpindahan.

Anatomi refleks batuk telah diketahui secara rinci. Reseptor batuk terletak

dalam epitel respiratorik, tersebar di seluruh saluran respiratorik, dan

sebagian kecil berada di luar saluran respiratorik misalnya di gaster.

Lokasi utama reseptor batuk dijumpai pada faring, laring, trakea, karina,

dan bronkus mayor. Lokasi reseptor lainnya adalah bronkus cabang, liang

3

Page 4: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

telinga tengah, pleura, dan gaster. Ujung saraf aferen batuk tidak

ditemukan di bronkiolus respiratorik ke arah distal. Berarti parenkim paru

tidak mempunyai resptor batuk. Reseptor ini dapat terangsang secara

mekanis (sekret, tekanan), kimiawi (gas yang merangsang), atau secara

termal (udara dingin). Mereka juga bisa terangsang oleh mediator lokal

seperti histamin, prostaglandin, leukotrien dan lain-lain, juga oleh

bronkokonstriksi.

b. Klasifikasi batuk

1) Batu berdahak (productive cough) adalah batuk yang menghasilkan

dahak atau lender baik yang mudah atau sulit dikeluarkan. Penyebab

batuk berdah antara lain: penyakit akibat virus, infeksi, penyakit paru-

paru kronis, asam lambung naik, nasal discharge, merokok atau

penggunaan tembakau lainnya.

2) Batuk kering (non-productive cough) merupakan batuk yang tidak

menghasilkan dahak atau lendir. Ada banyak penyebab batuk kering,

antara lain: penyakit virus, bronkospasme, alergi, obat darah tinggi,

asma, paparan debu atau bahan kimia, penyumbatan jalan napas oleh

suatu benda yang dihirup.

c. Dijadikan LO

d. Dijadikan LO

e. Suara nafas tambahan

1) Ronki Basah (crackles atau rales)

Berupa suara napas diskontinyu, nonmusikal, dan pendek. Bisa

dijumpai pada awal inspirasi, akhir inspirasi, dan pertengahan inspirasi

dan ekspirasi. Ronki basah terjadi karena abnormalitas pada jaringan

paru (peneumonia, fibrosis) atau pada jalan napas (bronkitis,

4

Page 5: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

bronkiektasis). Adanya ronki menandakan adanya peningkatan sekresi

di saluran napas besar.

Ronki basah halus mempunyai intensitas lembut, nada tinggi

dengan durasi sangat singkat. Sementara itu, ronki basah kasar

intensitasnya lebih keras, nada lebih rendah dengan durasi sedikit lebih

lama, ronki basah kasar biasanya pada asma dan bronkitis kronis.

2) Wheezing (Mengi)

Merupakan suara napas tambahan yang bersifat kontinyu,

musikal, nada tinggi dengan durasi panjang. Terjadi bila aliran udara

secara cepat melewati saluran napas yang mendatar atau menyempit.

Wheezing dapat terdengar di seluruh lapang paru disebabkan oleh

asma, PPOK, dan penyakit jantung kongestif. Pada asma, wheezing

terdengar saat ekspirasi atau diantara dua siklus napas. Wheezing yang

terdengar hanya pada lokasi tertentu menandakan adanya obstruksi

parsial bronkus, misalnya ada benda asing atau tumor

3) Stridor

Wheezing yang terdengar saat inspirasi dan menyeluruh disebut

stridor. Umumnya terdengar lebih keras di leher dibandingkan di

dinding dada. Stridor ini menandakan adanya obstruksi parsial pada

laring atau trakea.

4) Pleural Friction Rub

Timbul akibat permukaan pleura yang mengalami inflamasi dan

kasar saling bergesekan satu sama lain. Gesekan biasanya terjadi pada

sebagian kecil area dinding dada saat fase inspirasi maupun ekspirasi.

Ketika permukaan pleura terendam cairan, suara gesekan tadi akan

menghilang.

5

Page 6: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

5) Suara napas transmisi

Apabila terdengar suara bronkial atau bronkovesikular yang

tidak pada tempatnya, maka harus dinilai suara yang ditransmisikan.

Bronkofoni, pasien diminta mengatakan “tujuh-tujuh” berulang-

ulang. Normalnya, bunyi yang ditransmisikan melalui dinding dada

tidak terdengar jelas. Jika terdengar lebih keras atau lebih jelas maka

disebut bronkofoni.

Egofoni, pasien diminta mengatakan “ee”. Apabila yang

terdengar adalah ‘ay’’ bukan “ee”, atau terdapat perubahan bunyi E

menjadi A maka disebut egofoni. Biasanya dijumpai pada pasien

pneumonia.

Whispered Pectoriloquy, pasien diminta membisiskkan

“sembilanpuluh sembilan” atau “satu dua tiga” berulang-ulang.

Normalnya suara yang ditransmisikan melalui dinding dada tidak jelas

terdengar, bahkan tidak terdengar sama sekali. Bila suara bisikan yang

ditransmisikan terdengar lebih jelas, maka disebut whispered

pectoriloquy.

f. Suara nafas dasar

6

Page 7: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

g. Dijadikan LO

h. Anatomi, histologi, dan fisiologi sistem pernafasan

Anatomi dari system pernafasan terdiri dari: nasus, larynx, trachea,

bronchi, pulmo, pleura, otot pernafasan. Sistem pernapasan manusia

dewasa terbagi menjadi beberapa organ besar yaitu:

1. Hidung (nasi)

2. Tenggorok (larynx)

3. Trachea

4. Bronchus

5. Paru (pulmo)

Selain itu juga terdapat organ-organ lain yang akan dijelaskan lebih lanjut

di bawah ini .

1. NASI

Nasi (hidung) dibentuk oleh os nasale dan tulang rawan. Pada nasi,

terdapat:

a. Nares anterior, menghubungkan rongga hidung atau cavum nasi

dengan dunia luar. Nares ini akan bermuara menuju vestibulum nasi.

b. Cavum nasi, dilapisi selaput lendir yang sangat kaya pembuluh darah

dan selaput lendir pada sinus yang mempunyai lubang yang

berhubungan dengan rongga hidung.

c. Septum nasi, memisahkan cavum nasi menjadi dua. Struktur tipis ini

terdiri dari tulang keras dan tulang rawan, dapat membengkok ke satu

sisi lain, dan kedua sisinya dilapisi oleh membran mukosa. Di bagian

posterior septum nasi, terdapat os ethmoidale di superior dan vomer di

inferiornya.

d. Sinus paranasalis, ruang dalam tengkorak yang berhubungan melalui

lubang kedalam cavum nasi. Sinus ini dilapisi oleh membrana mukosa

yang bersambungan dengan cavum nasi. Lubang yang membuka ke

dalam cavum nasi : (1) nares anterior (2) sinus sphenoidalis, diatas

7

Page 8: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

concha superior (3) sinus ethmoidalis, oleh beberapa lubang diantara

concha superior dan media dan diantara concha media dan inferior (4)

sinus frontalis, diantara concha media dan superior (5) ductus

nasolacrimalis, dibawah concha inferior

2. PHARYNX

Pharynx adalah saluran berotot yang berjalan dari dasar tengkorak

sampai persambungannya dengan oesophagus sebatas tulang rawan

cricoid. Terletak di belakang larynx (laryngopharyngeal). Oropharynx

adalah bagian dari pharynx dan merupakan gabungan sistem respirasi

dan pencernaan.

3. LARYNX

Terletak pada garis tengah bagian depan leher (sebelah dalam dari

kulit, glandula thyroidea, dan beberapa otot kecil), di depan

larynxopharynx dan bagian atas oesophagus. Membrana mukosa

larynx sebagian besar dilapisi oleh epitel respiratorius, terdiri dari sel-

sel silinder yang bersilia. Larynx merupakan struktur yang lengkap

terdiri atas:

a. Cartilago, yaitu cartilago thyroidea, epiglottis, cartilago cricoidea,

dan dua cartilago arytenoidea.

b. Membrana, menghubungkan cartilago satu sama lain dan

menghubungkan kartilago dengan os hyoideum, membrana

mukosa, plika vocalis, dan otot yang bekerja pada plica vocalis.

4. TRACHEA

Trachea adalah tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10

cm dengan lebar 2,5 cm. Trachea berjalan dari cartilago cricoidea ke

bawah pada bagian depan leher dan di belakang manubrium sterni,

berakhir setinggi angulus sternalis (taut manubrium dengan corpus

sterni) atau sampai kira-kira ketinggian vertebrata thoracicae V dan

bercabang menjadi dua bronchus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 -

8

Page 9: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

20 cincin terbuka yang terbentuk dari tulang rawan hyalin yang

berbentuk setengah lingkaran pada bagian antero lateralnya. Tulang

rawan ini diikat bersama oleh jaringan elastis yang melengkapi

lingkarannya di sebelah belakang trachea yang selain itu juga memuat

beberapa jaringan otot. Kedua jaringan ini membentuk pars

membranasea yang akan menyebabkan lumen trachea menyempit saat

ekspirasi dalam ataupun batuk. Pada bagian dalam lapisan otot dan

tulang rawan ini didapatkan suatu jaringan ikat yang mengandung

serabut saraf dan kelenjar mukus. Di membran mukosanya dapat

ditemukan sel-sel goblet, sel-sel bersilia dan sel-sel epitel.

5. BRONCHUS-ALVEOLI

Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada

ketinggian kira-kira vertebrae thoracica V, mempunyai struktur serupa

dengan trachea dan mukosanya dilapisi oleh jenis sel yang sama. Di

bagian dalam dapat ditemukan tulang rawan, jaringan elastis, jaringan

retikuler, otot polos kapiler, jaringan limfatik dan serabut saraf.

Antara jaringan itu dapat ditemukan PMN, sel limfosit dan sel mast.

Semakin kecil bronki, tulang rawannya semakin berbentuk lempeng

kecil hingga akhirnya hilang pada bronkiolus. Jumlah sel goblet juga

menurun dengan semakin kecilnya bronki hingga hilang pada

bronkiolus respiratorius. Sekret mukus yang dihasilkan oleh sel goblet

dan kelenjar mukus melapisi bagian luar sel silia.

Bronchi (jamak) berjalan ke bawah dan menyamping, ke arah

hilus pulmonalis. Bronchus kanan lebih pendek, lebih lebar, dan lebih

vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis

dan mengeluarkan sebuah cabang utama di bawah arteri yang disebut

bronchus lobus inferior. Bronchus kiri lebih panjang dan lebih

langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis

9

Page 10: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

sebelum di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus

pulmo atas dan bawah.

Tempat pertukaran gas asinus dimulai dari bronchiolus

respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli

pada dindingnya. Lalu bronchiolus respiratorius melanjutkan diri

menjadi ductus alveolaris yang berujung pada sakus alveolaris

terminalis yang merupakan akhir pulmo dan berisi alveolus. Dinding

alveolus (alveolar-capillary membrane) berperan dalam pertukaran gas

dari/ke udara/darah. Permukaan alveoli merupakan tempat sintesis

bahan surfaktan dan terdapat pula sel histiosit dan makrofag yang

bersifat fagositosis. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan

pori-pori kohn. Terdapat sekitar 27 kali percabangan mulai dari

trachea sampai saccus alveolaris. Lapisan alveolus dan endotel kapiler

dihubungkan oleh jaringan interstisiil yang terdiri dari jaringan elastis,

retikuler, dan kolagen. Jaringan ini berfungsu untuk mencegah

terjadinya perluasan yang berlebihan dari alveoli serta memberi sifat

elastis pada paru.

6. PULMO

Pulmo terdapat dalam rongga thorax kiri dan kanan. Pulmo

memilki :

a. Apex, apex pulmo meluas ke dalam leher sekitar 2,5 cm diatas

clavicula.

b. Permukaan costo vertebra, menempel pada bagian dalam dinding

dada

c. Permukaan mediastinal, menempel pada perikardium dan jantung

d. Basis, berhadapan dengan diafragma

Pulmo dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral

pleura. Di dalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang

berfungsi untuk lubrikasi dan mencegah uap-uap H2O yang ada di

10

Page 11: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

alveolus saling tarik-menarik. Pulmo kanan dibagi atas tiga lobus yaitu

lobus superior, medius dan inferior sedangkan pulmo kiri dibagi dua

lobus yaitu lobus superior dan inferior dan satu lingula pulmo sebagai

bakal lobus media yang tidak sempurna. Tiap lobus dibungkus oleh

jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula,

bronchial venula, ductus alveolar, saccus alveolar dan alveoli. Lobus

paru terdiri dari primary lobules (asini/ terminal respiratory unit) dan

secondary lobules yang merupakan gabungan dari 5-10 asini.

Diperkirakan bahwa stiap pulmo mengandung 150 juta alveoli,

sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat

permukaan/pertukaran gas.

Pulmo mendapat suplai darah dari arteri pulmonalis

(pertukaran gas) dan arteri bronchialis (nutrisi) yang bercabang-cabang

sesuai segmennya, serta diinnervasi oleh saraf parasimpatis melalui

nervus vagus dan simpatis melalui truncus simpaticus. Impulas dari

saraf parasimpatis akan menyebabkan kontraksi otot polos bronkial,

meningkatkan pengeluaran sekresi kelenjar, dan dilatasi pembuluh

darah. Impul dari simpatis kebalikannya.

a. Fisiologi sistem pernapasan

MEKANISME VENTILASI PULMONAL

Paru dapat berekspansi dan berkontraksi dalam 2 cara, yaitu:

1. Dengan pergerakan ke atas dan ke bawah dari diafragma untuk

memperpanjang atau memperpendek rongga dada

2. Dengan elevasi dan depresi tulang rusuk untuk meningkatkan dan

menurunkan diameter anteroposterior dari rongga dada

Pernapasan normal terjadi hampir seluruhnya karena mekanisme yang

pertama, yaitu dengan pergerakan diafragma. Selama inspirasi, kontraksi

11

Page 12: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

diafragma menarik permukaan bawah paru ke arah bawah. Kemudian,

selama ekspirasi, diafragma berelaksasi dan elastic recoil paru. Dinding

dada, dan struktur abdomen menekan paru. 

Metode kedua untuk membuat paru berekspansi adalah untuk

menaikkan sangkar rusuk. Ekspansi paru ini karena, pada posisi istirahat

natural, rusuk condong ke bawah. Oleh karena itu membuat sternum jatuh

ke belakang menuju kolumna vertebral. Akan tetapi saat sangkar rusuk

naik, rusuk diproyeksikan ke depan sehingga sternum juga bergerak ke

depan, menjauhi tulang belakang, membuat ketebalan anteroposterior

dada lebih besar 20% selama inspirasi maksimum dibandingkan selama

ekspirasi. Oleh karena itu, semua otot yang mengelevasi sangkar dada

diklasifikasikan sebagai otot inspirasi dan otot yang menekan sangkar

dada diklasifikasikan sebagai otot ekspirasi. 

Pergerakan udara masuk dan keluar paru dan tekanan yang

menyebabkan pergerakan

Paru adalah struktur elastis yang kolaps seperti balon dan

mengeluarkan semua udaranya melalui trakea kapanpun tidak ada tekanan

untuk menjaganya tetap mengembang. 

Tekanan pleural adalah tekanan dari cairan di ruang sempit antara pleura

paru dan pleura dinding dada. Tekanan pleura normal pada awal inspirasi

adalah sekitar -5 cmH20. Kemudian selama inspirasi normal, ekspansi

rongga dada menarik keluar paru dengan kekuatan lebih besar dan

membuat tekanan negatif sekitar -7,5 cmH20. Terdapat peningkatan

negativitas tekanan pleura dari -5 sampai -7,5 selama inspirasi sementara

volume paru meningkat 0,5 liter. Kemudian selama ekspirasi, kejadian

yang berlangsung adalah kebalikannya.

Tekanan alveolar (intraalveolus) adalah tekanan dari udara di dalam

alveoli paru. Saat glotis terbuka dan tidak ada udara mengalir masuk atau

12

Page 13: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

keluar paru, tekanan di semua pohon respiratorik, semua jalan menuju

alveoli , adalah setara dengan tekanan atmosfer, yang dianggap ‘zero

reference pressure’ saluran napas, yaitu 0 cmH2O. Untuk menyebabkan

aliran udara masuk ke alveoli selama inspirasi, tekanan di dalam alveoli

mencapai nilai di bawah tekanan atmosfer (di bawah 0). Selama inspirasi

normal, tekanan alveolar turun sekitar -1 cmH2O. Tekanan negatif yang

kecil ini cukup untuk menarik 0,5 liter udara ke dalam paru dalam 2 detik

yang dibutuhkan untuk inspirasi normal. Selama ekspirasi, perubahan

yang berkebalikan terjadi. Tekanan alveolar naik sekitar +1 cmH2O dan

hal ini mendorong 0,5 liter udara yang diinsiprasi untuk keluar dari patu

selama 2-3 detik ekspirasi.

Terdapat perbedaan antara tekanan alveolar dan tekanan pulmonal. Hal

ini disebut sebagaitranspulmonary pressure. Ini adalah perbedaan

tekanan antara yang ada di dalam alveoli dan di permukaan luar paru, dan

ini mengukur elastic force paru yang menyebabkan kolapsnya paru

selama respirasi, disebut tekanan recoil. Setiap transpulmonary

pressure meningkat 1 cmH2O, volume paru bertambah 200 milimeter.

Perubahan yang terjadi selama satu siklus pernapasan, yaitu satu

tarikan napas (inspirasi) dan satu pengeluaran napas (ekspirasi) adalah

sebagai berikut.

Sebelum inspirasi dimulai, otot-otot pernapasan melemas, tidak ada

udara yang mengalur dan tekanan intraalveolus setara dengan tekanan

atmosfer. Pada awitan inspirasi, otot-otot inspirasi, diafragma dan otot

antariga eksternal, terangsang untuk berkontraksi, sehingga terjadi

pembesaran rongga toraks. Otot inspirasi utama adalah diafragma, suatu

lembaran otot rangka yang membentuk dasar rongga toraks dan

dipersarafi oleh saraf frenikus. Otot antariga diaftifkan oleh saraf

interkostalis. Diafragma yang melemas berbentuk kubah yang menonjol

ke atas ke dalam rongga toraks. Sewaktu berkontraksi karena stimulasi

13

Page 14: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

saraf frenikus, diafragma bergerak ke bawah dan memperbesar volume

rongga toraks dengan menambah panjang vertikalnya. 

Pada saat rongga toraks mengembang, paru juga dipaksa mengembang

untuk mengisi rongga toraks yang membesar. Sewaktu paru

mengembang, tekanan intraalveolus menurun karena molekul dalam

jumlah yang sama kini menepati volume ruang yang lebih besar. Pada

inspirasi biasa, tekanan intraalveolus menjadi 759 cmHg. Karena tekanan

intraalveolus sekarang lebih rendah dari tekanan atmosfer, udara mengalir

masuk ke paru mengikuti penurunan gradient tekanan dari tekanan tinggi

ke rendah. Udara terus mengalir ke dalam paru sampai tidak lagi terdapat

gradient. Dengan demikian, pengembangan paru bukan disebabkan oleh

perpindahan udara ke dalam paru, melainkan udara mengalir ke dalam

paru karena turunnya tekanan intraalveolus akibat paru yang

mengembang. Selama inspirasi, tekanan intrapleura turun ke 754 mmHg

akibat pengembangan toraks. 

Pada akhir inspirasi, otot-otot inspirasi melemas. Saat melemas,

diafragma kembali ke bentukny seperti kubah. Sewaktu otot antariga

eksternal melemas, sangkar rusukyang terangkat turun karena adanya

gravitasi, dan dinding dada dan paru yang teregang kembali menciut ke

ukuran prainspirasi karena adanya sifat elastik, seperti membuka balon

yang sebelumnya sudah ditiup. Sewaktu paru menciut dan berkurang

volumenya, tekanan intraalveolus meningkat, karena jumlah molekul

udara yang lebih besar yang terkandung di dalam volume paru yang besar

pada akhir inspirasi sekarang terkompresi ke dalam volume yang lebih

kecil. Pada ekspirasi istirahat, tekanan intraalveolus meningkat menjadi

761 mmHg. Udara sekarang keluar paru mengikuti penurunan gradien

tekanan dari tekanan intraalveolus yang tinggi ke tekanan atmosfer yang

lebih rendah. Aliran keluar udara berhenti jika tekanan intraalveolus

14

Page 15: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

menjadi sama dengan tekanan atmosfer dan tidak lagi terdapat gradien

tekanan.

Dalam keadaan normal, ekspirasi adalah suatu proses pasif karena

terjadi akibat penciutan elastik paru saat otot-otot inspirasi melemas tanpa

memerlukan kontraksi otot atau pengeluaran energi. Sebaliknya inspirasi

selalu aktif karena hanya ditimbulkan oleh kontraksi otot inspirasi dan

menggunakan energi.

VENTILASI ALVEOLAR

Hal yang sangat penting dari sistem ventilasi pulmonal adalah untuk

memperbarui udara di arkade pertukaran di paru secara kontinu. Area ini

termasuk alveoli, alveolar sacs, duktus alveolar, dan bronkiolus

respiratorik. Ukuran dimana udara baru mencapai area ini dinamakan

ventilasi alveolar. Anehnya, selama respirasi normal, volume udara di

udara tidal hanya cukup untuk mengisi jalur turun respiratorik sampai

bronkiolus terminal, dengan hanya porsi kecil dari udara inspirasi yang

benar-benar mengalir ke alveoli. Meskipun demikian, bagaimana udara

bergerak melewati jarak kecil dari bronkiolus terminal ke dalam alveoli?

Jawabannya adalah dengan difusi. Difusi disebabkan oleh pergerakan

kinetik molekul, setiap molekul gas bergerak pada kecepatan tinggi

diantara molekul lain. Kecepatan pergerakan molekul pada udara

respiratorik sangat hebat dan jaraknya sanagt pendek dari bronkiolus

terminal ke alveoli dimana gas bergerak melewati jarak ini hanya dalam

hitungan fraksi detik.

KONTROL PERNAPASAN

Pusat pernapasan di batang otak menentukan pola bernapas ritmis

Bernapas harus berlangsung dalam pola siklik dan kontinu. Pola ritmis

bernapas diciptakan oleh aktivitas saraf siklis ke otot-otot pernapasan.

15

Page 16: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

Dengan kata lain, aktivitas pemacu yang menciptakan ritmisitas bernapas

terletak di pusat kontrol pernapasan di otak. Persarafan ke sistem

pernapasan merupakan kebutuhan mutlak untuk mempertahankan

pernapasan dan untuk secara refleks menyesuaikan tingkat ventilasi untuk

memenuhi kebutuhan penyerapan O2 dan pengeluaran CO2 yang terus

berubah-ubah. Aktivitas pernapasan juga dapat dimodifikasi secara

sengaja untuk berbicara, bernyanyi, bersiul, memainkan instrumen tiup,

atau menahan napas ketika berenang.

Kontrol saraf atas pernapasan melibatkan 3 komponen terpisah, yaitu:

1. Faktor-faktor yang bertanggung jawab untuk menghasilkan irama

inspirasi/ekspirasi bergantian

2. Faktor-faktor yang mengatur kekuatan ventilasi (kecepatan dan

kedalaman bernapas) agar sesuai dengan kebutuhan tubuh

3. Faktor-faktor yang memodifikasi aktivitas pernapasan untuk

memenuhi tujuan lain. Modifikasi ini dapat bersifat volunter,

misalnya kontrol pernapasan saat berbicara, atau involunter, misalnya

manuver pernapasan yang terjadi pada saat batuk atau bersin.

Pusat kontrol pernapasan yang terletak di batang otak bertanggung

jawab untuk menghasilkan pola bernapas yang berirama. Pusat kontrol

pernapasan primer, pusat pernapasan medulla (medullary respiratory

center), terdiri dari beberapa agregat badan sel saraf di dalam medulla

yang menghasilkan keluaran ke otot pernapasan. Selain itu, terdapat dua

pusat pernapasan lain yang lebih tinggi di batang otak, di pons,

yaitu pusat apnustik dan pusat pneumotaksik. Pusat-pusat di pons ini

mempengaruhi keluaran dari pusat pernapasan medula. Bagaimana

pastinya berbagai daerah ini berinteraksi untuk menciptakan ritmisitas

bernapas masih belum jelas, tetapi faktor-faktor berikut diduga berperan.

1. Neuron inspirasi dan ekspirasi di pusat medulla

16

Page 17: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

Kita bernapas secara berirama karena kontraksi dan relaksasi

berganti-ganti otot-otot pernapasan, yaitu diafragma dan otot antariga

eksternal, yang masing-masing dipersarafi oleh saraf frenikus dan

saraf interkostalis. Badan sel dari serat-serat saraf yang membentuk

saraf-saraf tersebut terletak di korda spinalis. Impuls yang berasal

dari pusat medulla berakhir di badan sel neuron motorik ini. Pada

saat diaktifkan, neuron-neuron motorik ini kemudian merangsang

otot-otot pernapasan, sehingga terjadi inspirasi; sewaktu neuron-

neuron ini tidak aktif, otot-otot inspirasi melemas dan terjadi

ekspirasi. Pusat pernapasan medulla terdiri dari dua kelompok neuron

yang dikenal sebagai kelompok pernapasan dorsal dan kelompok

pernapasan ventral.

Kelompok respirasi dorsal (dorsal respiratory group, DRG)

terutama terdiri dari neuron inspirasi yang serat-serat desendensnya

berakhir di neuron motorik yang mempersarafi otot-otot inspirasi.

Saat neuron-neuron inspirasi DRG membentuk potensial aksi, terjadi

inspirasi; ketika mereka berhenti melepaskan muatan, terjadi

ekspirasi. Ekspirasi berakhir saat neuron-neuron inspirasi kembali

mencapai ambang dan melepaskan muatan. Dengan demikian, DRG

pada umumnya dianggap sebagai penentu irama dasar ventilasi.

DRG memiliki interkoneksi penting dengan kelompok respirasi

ventral (ventral respiratory group,VRG). VRG terdiri dari neuron

inspirasi dan neuron ekspirasi, yang keduanya tetap inaktif selama

bernapas tenang. Daerah ini diaktifkan oleh DRG sebagai

mekanisme overdrive (penambah kecepatan) selama periode pada

saat kebutuhan akan ventilasi meningkat. Selama bernapas tenang,

tidak ada impuls yang dihasilkan di jalur-jalur desendens dari neuron

ekspirasi. Hanya selama ekspirasi aktif, neuron-neuron ekspirasi

merangsang neuron motorik yang mempersarafi otot ekspirasi. Selain

17

Page 18: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

itu, neuron inspirasi VRG, apabila dirangsang oleh DRG, memacu

aktivitas inspirasi saat kebutuhan akan ventilasi meningkat.

Pengaruh pusat pneumatik dan apnustik

Pusat pneumotaksik mengirim impuls ke DRG yang membantu

‘mematikan’/swith off neuron inspirasi, sehingga durasi inspirasi

dibatasi. Sebaliknya, pusat apnustik mencegah neuron inspirasi dari

proses switch off, sehingga menambah dorongan inspirasi. Pusat

pneumotaksik lebih dominan daripada pusat apnustik.

Refleks Hering-Breuer

Apabila tidal volume besar (lebih dari 1 liter), misalnya ketika

berolahraga, refleks Hering-Breuerdipicu untuk mencegah

pengembangan paru berlebihan. Reseptor regang paru (pulmonary

stretch reflex) yang terletak di dalam lapisan otot polos saluran

pernapasan diaktifkan oleh peregangan paru jika tidal volume besar.

2. Pengatur besarnya ventilasi

Seberapapun banyaknya O2 yang diesktraksi dari darah atau

CO2 yang ditambahkan ke dalamnya di tingkat jaringan, PO2 dan

PCO2 darah arteri sistemik yang meninggalkan paru tetap konstan,

yang menunjukkan bahwa kandungan gas darah arteri diatur secara

ketat. Gas-gas darah arteri dipertahankan dalam rentang normal

secara eksklusif dengan mengubah-ubah kekuatan ventilasi untuk

memenuhi kebutuhan tubuh akan penyerapan O2 dan pengeluaran

CO2.

Pusat pernapasan medula menerima masukan yang memberi

informasi mengenai kebutuhan tubuh akan pertukaran gas. Kemudian

pusat ini berespons dengan mengirim sinyal-sinyal yang sesuai ke

neuron motorik yang mempersarafi otot-otot pernapasan untuk

menyesuaikan kecepatan dan kedalaman ventilasi untuk memenuhi

18

Page 19: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

kebutuhan-kebutuhan tersebut. Dua sinyal yang paling jelas untuk

meningkatkan ventilasi adalah penurunan PO2 arteri dan pengikatan

PCO2 arteri. Kedua faktor ini memang mempengaruhi tingkat ventilasi,

tetapi tidak dengan derajat yang sama dan melalui jalur yang sama.

Juga terdapat faktor ketiga, H+, yang berpengaruh besar pada tingkat

aktivitas pernapasan.

3. Ventilasi dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak

berkaitan dengan kebutuhan pasokan O2 atau pengeluaran CO2

Kecepatan dan kedalaman bernapas dapat dimodifikasi oleh

sebab-sebab di luar kebutuhan akan pasokan O2 atau pengeluaran

CO2. Refleks-refleks protektif, misalnya bersin dan batuk, secara

temporer mengatur aktivitas pernapasan sebagai usaha untuk

mengeluarkan bahan-bahan iritan dari saluran pernapasan. Inhalasi

bahan iritan tertentu sering memicu penghentian ventilasi. Nyeri yang

berasal dari bagian lain tubuh secara refleks merangsang pusat

pernapasan (sebagai contoh, seseorang ‘megap-megap’ jika merasa

nyeri). Modifikasi bernapas secara involunter juga terjadi selama

ekspresi berbagai keadaan emosional, misalnya tertawa, menangis,

bernapas panjang, dan mengerang. 

Modifikasi yang dicetuskan oleh emosi ini diperantarai oleh

hubungan-hubungan antara sistem limbik otak (yang bertanggung

jawab untuk emosi) dan pusat pernapasan. Selain itu, pusat

pernapasan secara refleks dihambat selama proses menelan, pada saat

saluran pernapasan ditutup untuk mencegah makanan masuk ke

paru. 

Manusia juga memiliki kontrol volunter yang cukup besar

terhadap ventilasi. Kontrol bernapas secara volunter dilakukan oleh

korteks serebrum, yang tidak bekerja pada pusat pernapasan di otak,

19

Page 20: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

tetapi melalui impuls yang dikirim secara langsung ke neuron-neuron

motorik di korda spinalis yang mempersarafi otot pernapasan. Kita

dapat secara sengaja melakukan hiperventilasi atau pada keadaan

ekstrim yang lain, menahan napas kita, tetapi hanya untuk jangka

waktu yang singkat. Perubahan-perubahan kimiawi yang kemudian

terjadi di darah arteri secara langsung dan secara refleks

mempengaruhi pusat pernapasan yang kemudian mengalahkan

masukan volunter ke neuron motorik otot pernapasan. Selain bentuk-

bentuk ekstrim pengontrolan pernapasan tadi, kita juga mengontrol

pernapasan untuk melakukan berbagai tindakan volunter, misalnya

berbicara, bernyanyi, dan bersiul.

i. Dijadikan LO

j. Dijadikan LO

k. Klasifikasi dari sputum

Warna abu-abu Perokok

Warna kuning Infeksi (akibat banyaknya leukosit)

Warna hijau Biasanya karena infeksi Pseudomonas

Merah muda berbusa Edema Paru, berasal dari saluran napas bawah

Kental dan berwarna seperti ‘karat’ Pneumonia lobaris

Berbau, purulent, berdahak Abses paru, bronkiektasis

l. Dijadikan LO

3) Langkah IV : Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan

pernyataan sementara mengenai permasalahan

20

Page 21: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

Kasus Batuk Darah

Struktur anatomi, histologi, fisiologi saluran pernafasan

Anamnesis masalah batuk

Pemeriksaan Fisik

Diagnosis banding

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan foto thorax

Pemeriksaan sputum

Diagnosis

Penatalaksanaan

Preventif Promotif Kuratif

4)

5) Langkah V : Merumuskan tujuan pembelajaran

21

Page 22: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

a. Mengetahui hubungan antara keluhan utama dan keluhan penyerta

b. Mengetahui interpretasi dari pemeriksaan fisik pasien tersebut

c. Mengetahui pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk menegakkan

diagnosis pada kasus skenario 1

d. Mengetahui interpretasi dari pemeriksaan radiologi dan kelainan yang

terkait

e. Mengetahui penatalaksanaan pada kasus skenario 1

f. Mengetahui diagnosis banding dari kasus skenario 1

6) Langkah VI : Mengumpulkan informasi baru

Dari tujuan pembelajaran pada langkah ke-5, kemudian dicari jawabannya

dari sumber pustaka. Sumber pustaka yang digunakan berasal dari jurnal

ilmiah (internet), textbook, bahan kuliah, dan pakar.

7) Langkah VII : Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi

baru yang diperoleh

a. Diagnosis kerja dan diagnosis banding (pathogenesis, patofisiologi,

prognosis)

1. Tuberculosis

Penyakit tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan oleh

mycobacterium tuberculosis dan dapat menular secara langsung. Cara

penularan:

Pada saat penderita TB BTA positif batuk atau bersin, kuman

menyebar ke udara dalam bentuk percikan dahak atau droplet. Pada

suhu kamar, droplet bertahan selama beberapa jam. Apabila droplet

terhirup orang lain, maka orang tersebut sangat beresiko tertular Tb.

Setelah kuman tersebut masuk ke dalam tubuh melalui saluran nafas,

kuman dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui system pembuluh

darah.

22

Page 23: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat

yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health

Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis

sebagai « Global Emergency ». Laporan WHO tahun 2004

menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada

tahun 2002, 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif.

Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan

menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia

tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat

dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di

Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per

100.000 pendduduk.

   Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap

hari dan 2 - 3 juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004

menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di

Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39

orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di

Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, prevalens HIV yang cukup

tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.

Factor resiko :

1. Usia

Factor resiko terbesar terinfeksi Tb ialah pada usia

produktif antara 15- 50 tahun

2. Jenis kelamin

Umumnya laki- laki memiliki factor resiko lebih besar

dari wanita.

3. Pekerjaan

23

Page 24: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

Orang yang bekerja pada lingkungan yang sering

terpapar debu atau polusi udara sangat rentan terhadap

infeksi kuman Tb.

4. Kebiasaan

Kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol, dll

juga turut andil dalam masuknya penyakit Tb ke dalam

tubuh.

Gejala respiratorik

batuk > 2  minggu

batuk darah

sesak napas

nyeri dada

Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada

gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi.

Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila

bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin

tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi

bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak

ke luar.

Gejala sistemik

Demam

gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia

dan berat badan menurun

Gejala tuberkulosis ekstraparu

Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang

terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi

pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening,

pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis, sementara

24

Page 25: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang

nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.

DIAGNOSIS

Untuk mendiagnosis Tb paru, pemeriksaan yang biasa

digunakan adalah pemeriksaan dahak mikroskopis.

S ( sewaktu ) : dahak dikumpulkan pada saat suspek datang pertama

kali kepada petugas kesehatan. Saat pasien pulang

dibawakan pot untuk mengumpulkan dhak pada pagi

hari ke 2.

P ( pagi) : dahak dikumpulkan di rumah pada saat suspek bangun

tidur, kemudian dahak di bawa untuk diserahkan

kepada petugas.

S ( sewaktu) : dahak dikumpulkan pada hari ke 2 saat menyerahkan

dahak pagi.

Pemeriksaan penunjang:

1) Analisis Cairan Pleura

Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura

perlu dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu

menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung

diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan

eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit

dominan dan glukosa rendah

2) Pemeriksaan histopatologi jaringan

Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu

menegakkan diagnosis TB. Pemeriksaan yang dilakukan ialah

pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat diperoleh melalui

biopsi atau otopsi, yaitu :

25

Page 26: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah

bening (KGB)

Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum

abram, Cope dan Veen Silverman)

Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB)

dengan bronkoskopi, trans thoracal needle

aspiration/TTNA, biopsi paru terbuka).

Otopsi

   Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan,

satu sediaan dimasukkan ke dalam larutan salin dan

dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta

sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi.

3) Pemeriksaan darah

Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator

yang spesifik untuk tuberkulosis.  Laju endap darah ( LED) jam

pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator

penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif,

tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan

tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.

4) Uji tuberkulin

Uji tuberkulin yang positif menunjukkan ada infeksi

tuberkulosis. Di Indonesia dengan prevalens tuberkulosis yang

tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik penyakit kurang

berarti pada orang dewasa.  Uji ini akan mempunyai makna bila

didapatkan konversi, bula atau apabila kepositivan dari uji yang

didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji

tuberkulin dapat memberikan hasil negatif.

2. Bronkitis

26

Page 27: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

Bronkitis menurut onsetnya dibedakan menjadi akut dan

kronik. Bronkitis akut terjadi karena adanya inflamasi pada bronkus

yang disebabkan oleh banyak faktor, terutama adalah polutan seperti

asap rokok, debu, asap pabrik. Pasien dengan bronkitis akut memiliki

gejala antara lain batuk berdahak kurang dari 14 hari dengan sputum

berwarna keabu – abuan. Keluhan biasanya disertai dengan sesak

nafas. Pasien akan membaik dalam beberapa hari bila dengan

didukung pengobatan dengan mukolitik dan ekspektoran untuk

mengeluarkan dahak, serta menghindarkan dari faktor – faktor

penyebab.

Bronkitis kronik termasuk salah satu penyebab penyakit paru

obstruktif menahun. Faktor seperti asap rokok adalah kontributor

terbesar terjadinya bronkitis kronik. Bronkitis kronik ditandai dengan

batuk berdahak selama 3 bulan berturut – turut dalam satu tahun

minimal terjadi dua tahun. Gejala yang dirasakan pasien antara lain

adalah batuk berdahak, sesak nafas, dahak berwarna keabu – abuan,

nyeri dada, bahkan bisa didapati batuk darah. Penyakit ini berkembang

menjadi penyakit paru obstruktif apabila mukus yang dihasilkan

menyumbat saluran nafas. Pemberian ventilator sangat tidak

dianjurkan karena dapat membuat pasien tidak bisa lepas darinya

selamanya serta apabila diberikan terapi oksigen, harus dalam kadar

yang rendah seperti 2-3 L perjamnya karena apabila diberikan oksigen

dalam jumlah besar justru akan menambah sesak nafas pasien.

Bronkitis kronik dapat diobati , tetapi tidak dapat disembuhkan.

Menghindari faktor risiko seperti merokok dan paparan polutan gas

lainnya sangat disarankan agar dapat terhindar dari kemungkinan

terkena bronkitis kronik.

3. Abses paru

27

Page 28: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

Gambaran klinis

Onset penyakit bisa berjalan lambat atau mendadak/akut.

Disebut akut apabila terjadinya kurang dari 4-6 minggu. Umumnya

pasien memiliki riwayat prognosis 1-3 minggu dengan gejala awal

adalah badan terasa lemah, tidak nafsu makan, penurunan berat badan,

batuk kering, keringat malam, demam intermitten bisa disertai

menggigil dengan suhu tubuh bisa mencapai 39,40C atau lebih. Setelah

beberapa hari dahak menjadi purulen dan bisa mengandung darah.

Pada beberapa kasus penyakit yang berjalan sangat akut

dengan mengeluarkan sputum yang berjumlah banyak dengan lokasi

abses biasanya di segmen apical lobus atas. Seringkali ditemukan

adanya faktor predisposisi seperti yang disebutkan di atas. Sedangkan

abses paru sekunder seperti yang disebabkan oleh septic emboli paru

dengan infark, abses sudah bisa timbul hanya dalam waktu 2-3 hari.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan :

Suhu badan meningkat, bahkan sampai 400C

Nyeri tekan lokal pada paru

Pada daerah terbatas perkusi terdengar redup dengan suara napas

bronchial

Bila abses luas dan dekat dinding dada kadang terdengar suara

amforik dan ronkhi

Adanya jari tabuh

Bila abses letaknya dekat pleura dan pecah akan terjadi piothoraks

sehingga pada pemeriksaan fisik ditemukan pergerakan dinding

dada tertinggal pada tempat lesi, fremitus vocal menghilang,

perkusi redup/pekak, bunyi napas menghilang, dan terdapat tanda

pendorongan mediastinum terutama pendorongan jantung kea rah

kontra lateral tempat lesi.

28

Page 29: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

b. Penatalaksanaan penyakit yang terkait

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3

bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan

terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.

1. OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)

Obat yang dipakai:

a) Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:

• Rifampisin

• INH

• Pirazinamid

• Streptomisin

• Etambutol

b) Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination) Kombinasi

dosis tetap ini terdiri dari :

Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu

rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan

etambutol 275 mg dan tiga obat antituberkulosis dalam satu

tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg dan

pirazinamid. 400 mg

c) Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)

• Kanamisin

• Kuinolon

• Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin

+ asam klavulanat

• Derivat rifampisin dan INH

Dosis OAT

• Rifampisin . 10 mg/ kg BB, maksimal 600mg 2-3X/ minggu atau

29

Page 30: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

BB > 60 kg : 600 mg

BB 40-60 kg : 450 mg

BB < 40 kg : 300 mg

Dosis intermiten 600 mg / kali

• INH 5 mg/kg BB, maksimal 300mg, 10 mg /kg BB 3 X

seminggu, 15 mg/kg BB 2 X semingggu atau 300 mg/hari untuk

dewasa. lntermiten : 600 mg / kali

• Pirazinamid : fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 X

semingggu,

50 mg /kg BB 2 X semingggu atau : BB > 60 kg : 1500 mg

BB 40-60 kg : 1 000 mg

BB< 40 kg : 750 mg

• Etambutol : fase intensif 20mg /kg BB, fase lanjutan 15 mg /kg

BB, 30mg/kg BB 3X seminggu, 45 mg/kg BB 2 X seminggu atau :

BB >60kg : 1500 mg

BB 40-60 kg : 1000 mg

BB<40 kg : 750 mg

Dosis intermiten 40 mg/ kgBB/ kali

• Streptomisin:15mg/kgBB atau BB >60kg : 1000mg

BB 40 - 60 kg : 750 mg

BB < 40 kg : sesuai BB

• Kombinasi dosis tetap

Rekomendasi WHO 1999 untuk kombinasi dosis tetap,

penderita hanya minum obat 3-4 tablet sehari selama fase intensif,

sedangkan fase lanjutan dapat menggunakan kombinasi dosis 2

obat antituberkulosis seperti yang selama ini telah digunakan

sesuai dengan pedoman pengobatan.

30

Page 31: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap

tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk ke

rumah sakit / fasiliti yang mampu menanganinya.

Efek Samping OAT :

Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan

tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek

samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek

samping sangat penting dilakukan selama pengobatan.

Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek

samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simtomatik maka

pemberian OAT dapat dilanjutkan.

1. Isoniazid (INH)

Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda

keracunan pada syaraf tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki

dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian

piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan vitamin B

kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan.

Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom

pellagra)

Efek samping berat dapat berupa hepatitis yang dapat

timbul pada kurang lebih 0,5% penderita. Bila terjadi hepatitis

imbas obat atau ikterik, hentikan OAT dan pengobatan sesuai

dengan pedoman TB pada keadaan khusus

2. Rifampisin

• Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya

memerlukan pengobatan simtomatik ialah :

- Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang

31

Page 32: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

- Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu

makan, muntah kadang-kadang diare

- Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan

• Efek samping yang berat tapi jarang terjadi ialah :

- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal

tersebut OAT harus distop dulu dan penatalaksanaan

sesuai pedoman TB pada keadaan khusus

- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal

ginjal. Bila salah satu dari gejala ini terjadi, rifampisin

harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi

walaupun gejalanya telah menghilang

- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas

Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni,

keringat, air mata, air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses

metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan

kepada penderita agar dimengerti dan tidak perlu khawatir.

3. Pirazinamid

Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan

sesuai pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat

terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan

arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi

dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam,

mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.

4. Etambutol

Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa

berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau.

Meskipun demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis

32

Page 33: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

yang dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB

perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan

penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat

dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena

risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi.

5. Streptomisin

Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang

berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek

samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis

yang digunakan dan umur penderita.

Risiko tersebut akan meningkat pada penderita dengan

gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang terlihat

ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan

keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera

dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan diteruskan

maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap

(kehilangan keseimbangan dan tuli).

Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang

timbul tiba-tiba disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit.

Efek samping sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan

sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah

suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi

0,25gr

Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak

boleh diberikan pada wanita hamil sebab dapat merusak syaraf

pendengaran janin.

Penanganan efek samping obat:

33

Page 34: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

• Efek samping yang ringan seperti gangguan lambung yang dapat

diatasi secara simptomatik

• Gangguan sendi karena pirazinamid dapat diatasi dengan

pemberian salisilat / allopurinol

• Efek samping yang serius adalah hepatits imbas obat. Penanganan

seperti tertulis di atas

• Penderita dengan reaksi hipersensitif seperti timbulnya rash pada

kulit yang umumnya disebabkan oleh INH dan rifampisin, dapat

dilakukan pemberian dosis rendah dan desensitsasi dengan

pemberian dosis yang ditingkatkan perlahan-lahan dengan

pengawasan yang ketat. Desensitisasi ini tidak bisa dilakukan

terhadap obat lainnya

• Kelainan yang harus dihentikan pengobatannya adalah

trombositopenia, syok atau gagal ginjal karena rifampisin,

gangguan penglihatan karena etambutol, gangguan nervus VIll

karena streptomisin dan dermatitis exfoliative dan agranulositosis

karena thiacetazon

• Bila sesuatu obat harus diganti maka paduan obat harus diubah hingga

jangka waktu pengobatan perlu dipertimbangkan kembali dengan baik.

2. PADUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS

Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:

a) TB paru (kasus baru), BTA positif atau lesi luas

Paduan obat yang diberikan : 2RHZE / 4 RH

Alternatf : 2RHZE / 4R3H3

atau

(program P2TB)

34

Page 35: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

2 RHZE/ 6HE

Paduan ini dianjurkan untuk

a. TB paru BTA (+), kasus baru

b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk

luluh paru)

c. TB di luar paru kasus berat

Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan selama 7 bulan,

dengan paduan 2RHZE / 7 RH, dan alternatif 2RHZE/ 7R3H3, seperti

pada keadaan:

a. TB dengan lesi luas

b. Disertai penyakit komorbid (Diabetes Melitus, Pemakaian obat

imunosupresi / kortikosteroid)

c. TB kasus berat (milier, dll)

Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan

hasil uji resistensi

TB Paru (kasus baru), BTA negatif

Paduan obat yang diberikan : 2 RHZ / 4 RH

Alternatif : 2 RHZ/ 4R3H3 atau 6 RHE

Paduan ini dianjurkan untuk :

a. TB paru BTA negatif dengan gambaran radiologik lesi

minimal

b. TB di luar paru kasus ringan

TB paru kasus kambuh

Pada TB paru kasus kambuh minimal menggunakan 4

macam OAT pada fase intensif selama 3 bulan (bila ada hasil

uji resistensi dapat diberikan obat sesuai hasil uji resistensi).

Lama pengobatan fase lanjutan 6 bulan atau lebih lama dari

pengobatan sebelumnya, sehingga paduan obat yang

diberikan : 3 RHZE / 6 RH

35

Page 36: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka

alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5

R3H3E3 (Program P2TB)

TB Paru kasus gagal pengobatan

Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi,

dengan minimal menggunakan 4 -5 OAT dengan minimal 2

OAT yang masih sensitif ( seandainya H resisten, tetap

diberikan). Dengan lama pengobatan minimal selama 1 - 2

tahun . Menunggu hasil uji resistensi dapat diberikan dahulu 2

RHZES , untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji resistensi

Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif

diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3

(Program P2TB)

Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk

mendapatkan hasil yang optimal

Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru

• TB Paru kasus lalai berobat

Penderita TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai

pengobatan kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut :

- Penderita yang menghentikan pengobatannya < 2 minggu,

pengobatan OAT dilanjutkan sesuai jadual

- Penderita menghentikan pengobatannya ≥ 2 minggu

1) Berobat ≥ 4 bulan , BTA negatif dan klinik,

radiologik negatif, pengobatan OAT STOP

2) Berobat > 4 bulan, BTA positif : pengobatan

dimulai dari awal dengan paduan obat yang

lebih kuat dan jangka waktu pengobatan

yang lebih lama

36

Page 37: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

3) Berobat < 4 bulan, BTA positif : pengobatan

dimulai dari awal dengan paduan obat yang

sama

4) Berobat < 4 bulan , berhenti berobat > 1

bulan , BTA negatif, akan tetapi klinik dan

atau radiologik positif : pengobatan dimulai

dari awal dengan paduan obat yang sama

5) Berobat < 4 bulan, BTA negatif, berhenti

berobat 2-4 minggu pengobatan diteruskan

kembali sesuai jadual.

TB Paru kasus kronik

- Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji

resistensi, berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji

resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal

terdapat 2 macam OAT yang masih sensitif dengan H tetap

diberikan walaupun resisten) ditambah dengan obat lain

seperti kuinolon, betalaktam, makrolid

- Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup

- Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan

kemungkinan penyembuhan

- Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru

- Catatan : TB diluar paru lihat TB dalam keadaan khusus

Program P2 TB → Evaluasi/ Follow -up → sepenuhnya Program

- Paduan obat: Program/ WHO

- Obat gratis

(+)Evaluasi Lab., foto toraks,

penderita bayar sendiri

37

Page 38: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

Pengobatan Individual, disertai evaluasi / follow-up

• Paduan Obat , Pedoman PDPI (rekomendasi WHO)

• Obat & Evaluasi bayar sendiri

3. PENGOBATAN SUPORTIF / SIMPTOMATIK

Pengobatan yang diberikan kepada penderita TB perlu

diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada

indikasi rawat, dapat rawat jalan. Selain OAT kadang perlu

pengobatan tambahan atau suportif/simtomatik untuk meningkatkan

daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/keluhan.

a) Penderita rawat jalan

• Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu

dapat diberikan vitamin tambahan (pada prinsipnya

tidak ada larangan makanan untuk penderita

tuberkulosis, kecuali untuk penyakit komorbidnya)

• Bila demam dapat diberikan obat penurun

panas/demam

• Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala

batuk, sesak napas atau keluhan lain.

b) Penderita rawat inap

Indikasi rawat inap :

TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :

• Batuk darah (profus)

• Keadaan umum buruk

• Pneumotoraks

• Empiema

• Efusi pleura masif / bilateral

38

Page 39: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

• Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)

TB di luar paru yang mengancam jiwa :

- TB paru milier

- Meningitis TB

Pengobatan suportif / simtomatik yang diberikan sesuai dengan

keadaan klinis dan indikasi rawat

4. TERAPI PEMBEDAHAN

lndikasi operasi

a) Indikasi mutlak

• Semua penderita yang telah mendapat OAT adekuat

tetapi dahak tetap positif

• Penderita batuk darah yang masif tidak dapat diatasi

dengan cara konservatif

• Penderita dengan fistula bronkopleura dan empiema

yang tidak dapat diatasi secara konservatif

b) lndikasi relatif

• Penderita dengan dahak negatif dengan batuk darah

berulang

• Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan

c) Sisa kaviti yang menetap.

Tindakan Invasif (Selain Pembedahan)

• Bronkoskopi

• Punksi pleura

• Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)

Kriteria Sembuh

• BTA mikroskopik negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir

pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat

• Pada foto toraks, gambaran radiologik serial tetap sama/ perbaikan

39

Page 40: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

• Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif

5. EVALUASI PENGOBATAN

Evaluasi penderita meliputi evaluasi klinik, bakteriologik,

radiologik, dan efek samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat.

Evaluasi klinik

a) Penderita dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama

pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan

b) Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping

obat serta ada tidaknya komplikasi penyakit

c) Evaluasi klinik meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan

fisik.

Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9)

• Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak

• Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik

- Sebelum pengobatan dimulai

- Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)

- Pada akhir pengobatan

• Bila ada fasiliti biakan : pemeriksaan biakan (0 - 2 – 6/9)

Evaluasi radiologik (0 - 2 – 6/9)

Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:

• Sebelum pengobatan

• Setelah 2 bulan pengobatan

• Pada akhir pengobatan

Evaluasi efek samping secara klinik

• Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi

ginjal dan darah lengkap

40

Page 41: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

• Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum,

kreatinin, dan gula darah , asam urat untuk data dasar penyakit

penyerta atau efek samping pengobatan

• Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid

• Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan

etambutol

• Penderita yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji

keseimbangan dan audiometri

• Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan

pemeriksaan awal tersebut. Yang paling penting adalah

evaluasi klinik kemungkinan terjadi efek samping obat. Bila

pada evaluasi klinik dicurigai terdapat efek samping, maka

dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan

penanganan efek samping obat sesuai pedoman

Evaluasi keteraturan berobat

• Yang tidak kalah pentingnya selain dari paduan obat yang

digunakan adalah keteraturan berobat. Diminum / tidaknya

obat tersebut. Dalam hal ini maka sangat penting penyuluhan

atau pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan berobat

yang diberikan kepada penderita, keluarga dan lingkungan

• Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya

masalah resistensi.

Evaluasi penderita yang telah sembuh

Penderita TB yang telah dinyatakan sembuh tetap dievaluasi

minimal dalam 2 tahun pertama setelah sembuh untuk mengetahui

terjadinya kekambuhan. Yang dievaluasi adalah mikroskopik BTA

dahak dan foto toraks. Mikroskopik BTA dahak 3,6,12 dan 24 bulan

41

Page 42: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks 6, 12, 24 bulan

setelah dinyatakan sembuh

c. TB Anak

Diagnosis

Diagnosis paling tepat adalah ditemukannya basil TB dari bahan yang

diambil dari pasien misalnya sputum, bilasan lambung, biopsi dll. Tetapi

pada anak hal ini sulit dan jarang didapat, sehingga sebagian besar

diagnosis TB anak didasarkan gambaran klinis, gambaran radiologis, dan

uji tuberkulin. Untuk itu penting memikirkan adanya TB pada anak kalau

terdapat keadaan atau tanda-tanda yang mencurigakan seperti dibawah

ini:

1. Pada anak harus dicurigai menderita TB apabila:

a. Kontak erat (serumah) dengan penderita TB dengan sputum BTA

(+)

b. Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikan BCG dalam

3-7 hari.

c. Terdapat gejala umum 

2. Gejala-gejala yang harus dicurigai TB

a. Gejala umum/tidak spesifik

1) Berat badan turun atau malnutrisi tanpa sebab yang jelas atau

tidak naik dalam 1 bulan dengan penanganan gizi.

2) Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan

berat badan tidak naik (failure to thrive) dengan adekuat.

3) Demam lama/berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus,

malaria atau infeksi saluran nafas akut), dapat disertai keringat

malam.

42

Page 43: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

4) Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit,

biasanya multiple, paling sering di daerah leher, axilla dan

inguinal.

5) Gejala-gejala respiratorik :

- batuk lama lebih dari 3 minggu

- tanda cairan di dada, nyeri dada

6) Gejala gastrointestinal

- diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan

diare

- benjolan/massa di abdomen

- tanda-tanda cairan dalam abdomen

b. Gejala Spesifik

1) TB kulit/skrofuloderma

2) TB tulang dan sendi

o Tulang punggung (spondilitis)     : gibbus

o Tulang panggul (koksitis)           : pincang

o Tulang lutut                               : pincang dan/atau

bengkak

o Tulang kaki dan tangan

3) TB Otak dan Saraf

o Meningitis dengan gejala iritabel, kaku kuduk, muntah-

muntah dan kesadaran menurun

4) Gejala mata : Conjungtivitis phlyctenularis, Tuberkel koroid

(hanya terlihat dengan funduskopi)

3. Uji tuberculin (Mantoux)

Uji tuberkulin dilakukan dengan cara Mantoux (penyuntikan

intrakutan). Tuberkulin yang dipakai adalah tuberkulin PPD RT 23

kekuatan 2 TU atau PPD-S kekuatan 5 TU. Pembacaan dilakukan 48-

43

Page 44: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

72 jam setelah penyuntikan. Diukur diameter tranversal dari indurasi

yang terjadi. Ukuran dinyatakan dalam mm, dikatakan positif bila

indurasi : > 10 mm.

4. Reaksi cepat BCG

Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat berupa

kemerahan dan indurasi > 5  mm (dalam 3-7 hari) maka dicurigai telah

terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.

5. Foto Rontgen Paru : seringkali tidak khas

Pembacaan sulit, hati-hati kemungkinan overdiagnosis atau

underdiagnosis. Paling mungkin kalau ditemukan infiltrat dengan

pembesaran kelenjar hilus atau kelenjar paratrakeal.

Gambaran rontgen paru pada TB dapat berupa : Milier, Atelektasis,

Infiltrat, pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal, konsolidasi

(lobus), reaksi pleura dan/atau efusi pleura, kalsifikasi, bronkiektasis,

kavitas, destroyed lung.

6. Pemeriksaan mikrobiologi : pemeriksaan langsung BTA (mikroskopis)

dan kultur dari sputum (pada anak bilasan lambung karena sputum

sulit didapat ).

7. Pemeriksaan serologi (ELISA, PAP, Mycodot, dll) masih memerlukan

penelitian  lebih lanjut.

8. Pemeriksaan patologi anatomi.

9. Respon terhadap pengobatan OAT. Kalau dalam 2 bulan terdapat

perbaikan klinis nyata, akan menunjang atau memperkuat diagnosis

TBC.

 

Parameter 0 1 2 3

Kontak TB Tidak jelas Laporan keluarga, Kavitas (+), BTA BTA (+)

44

Page 45: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

BTA (-) atau

tidak tahu

tidak jelas

Uji Tuberkulin Negatif Positif ( ≥ 10

mm atau ≥ 5

mm pada

keadaan

imunosupresi)

Berat badan/ keadaan

gizi

BB/TB < 90%

atau BB/U < 80%

Klinis gizi buruk

atau BB/TB< 70%

atau BB/U < 60%

Demam tanpa sebab

jelas

≥ 2 minggu

Batuk ≥ 3 minggu

Pembesaran kelenjar

limfe kolli, aksila,

inguinal

≥ 1cm, jumlah >1,

tidak nyeri

Pembengkakan

tulang/sendi panggul,

lutut, falang

Ada

pembengkakan

Foto Rontgen toraks Normal/

tidak jelas

· Infiltrat

· Pembesaran

kelenjar

· Konsolidasi

segmental/ lobar

· kalsifikasi +

infiltrat

· pembesaran

kelenjar + infiltrat

45

Page 46: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

·atelektasis

Tabel 1. Sistem skoring diagnosis tuberkulosis anak

Catatan :

Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter

Jika dijumpai skrofuloderma, langsung didiagnosis tuberkulosis

Berat badan dinilai saat datang (moment opname)

Demam dan batuk tidak ada respons terhadap terapi sesuai baku

Foto rontgen toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak

Semua anak dengan reaksi cepat BCG harus dievaluasi dengan

sistem skoring TB anak

Didiagnosis TB jika skor ≥ 6 (skor maksimal 14). Cut off point ini

masih bersifat tentatif/sementara, nilai definitif menunggu hasil

penelitian yang sedang dilaksanakan.

46

Page 47: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

Tabel 2. Alur deteksi dini dan rujukan TB anak

Tatalaksana

Obat harus diminum teratur, setiap hari, dan dalam waktu yang cukup

lama. Dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan.

Secara garis besar dapat dibagi menjadi tata laksana untuk :

1. TBC paru tidak berat

2. TBC paru berat atau TBC ekstrapulmonal

47

Page 48: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

Pada TBC paru yang tidak berat cukup diberikan 3 jenis obat anti

tuberkulosis (OAT) dengan jangka waktu terapi 6 bulan. Tahap intensif

terdiri dari isoniazid (H), Rifampisin (R) dan Pyraninamid (Z) selama 2

bulan diberikan setiap hari (2HRZ). Tahap lanjutan terdiri dari Isoniazid

(H) dan Rifampisin (R)  selama 4 bulan diberikan setiap hari (4HR).

Pada TBC berat (TBC milier, meningitis, dan TBC tulang) maka juga

diberikan Streptomisin atau Etambutol pada permulaan pengobatan. Jadi

pada TBC berat biasanya pengobatan dimulai dengan kombinasi 4-5 obat

selama 2 bulan, kemudian dilanjutkan dengan Isoniazid dan Rifampisin

selama 10 bulan lagi atau lebih, sesuai dengan perkembangan klinisnya.

Kalau ada kegagalan karena resistensi obat, maka obat diganti sesuai

dengan hasil uji resistensi, atau tambah dan ubah kombinasi OAT.

Kortikosteroid diberikan pada keadaan khusus seperti : TB milier,

meningitis TB, endobronkial TB, pleuritis TB,  perikarditis TB,

peritonitis TB.

Boleh diberikan prednison 1-2 mg/kg BB/hari selama 1-2 bulan

 

Penghentian pengobatan dapat dilakukan dengan syarat :

1. Bila setelah 6 bulan evaluasi membaik, batuk menghilang, klinis

membaik, anak menjadi lebih aktif, berat badan meningkat, foto thorax

membaik, penurunan LED.

2. Bila setelah 6 bulan tidak ada perbaikan, kemungkinan :

- Kepatuhan minum obat yang kurang

- MDR (Multi Drug Resisten)

- Diagnosis bukan TBC

 

Obat pencegahan dengan INH : 5-10 mg/kg BB/hari diberikan pada:

1. Profilaksis primer : anak yang kontak erat dengan penderita TB

menular (BTA positip, tetapi belum terinfeksi).

48

Page 49: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

2. Profilaksis sekunder : anak dengan infeksi TB yaitu tuberkulin positip

dan klinis baik, dengan faktor resiko yang memungkinkan menjadi TB

aktif.

umur dibawah 5 tahun

menderita penyakit infeksi (morbili, varicella)

mendapat obat imunosupresif (sitostatik, steroid, dll)

umur akil balik

kalau ada infeksi HIV

 

Komplikasi

Pada anak komplikasi biasanya terjadi pada 5 tahun pertama setelah

infeksi terutama 1 tahun pertama. Penyebaran limfohematogen menjadi

TB milier atau meningitis TB atau efusi pleura biasanya terjadi 3-6 bulan

setelah infeksi primer. TB tulang dan sendi terbanyak terjadi dalam 3

tahun pertama, dan TB ginjal dan kulit terbanyak setelah 5 tahun dari

infeksi primer.

2 Bronkhitis

1. Definisi

Bronkitis merupakan suatu bentuk peradangan satu atau lebih

bronkus . dapat bersifat akut dan kronik.

2. Klasifikasi

Bronkitis dapat bersifat akut atau kronis dan dapat terjadi pada segala

usia.

a. Bronkitis akut

Etiologi

Infeksi virus (rhinovirus, coronavirus, virus influenza A virus

parainfluenza, adenovirus dan respiratory syncytial virus)

49

Page 50: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

merupakan penyebab utama (95%) kasus bronchitis akut. Infeksi

bakteri (Chlamydia psittaci, Chlamydia pneumoniae, mycoplasma

pneumoniae dan bordatella pertussis) menyebabkan 5-20 % kasus

ini. Bakteri pathogen seperti staphylococcus, streptococcus

pneumoniae, haemophillus influenzae dan moraxella catarrhalis

juga sering dijumpai.

Patofisiologi

Karakter bronchitis akut adalah adanya infeksi pada cabang trakeobronkial.

Infeksi tersebut menyebabkan hyperemia dan edema pada membrane mukosa,

yang menyebabkan peningkatan sekresi dahak bronchial. Adanya perubahan

pada membrane mukosa ini menyebabkan berkurangnya fungsi pembersihan

mukosiliar. Selain itu, peningkatan sekresi dahak bronchial yang dapat

menjadi kental dan liat, semakin memperparahgangguan pembersian

mukosiliar. Pada umumnya perubahan ini bersifat sementara dan akan

kembali normal bila infeksi sembuh.

Manifestasi klinis

Diawali dengan manifestasi infeksi saluran pernafasan atas : hidung berair,

tidak enak badan, menggigil, pegal-pegal, sakit kepalam dan sakit

tenggorokan. Jika terdapat demam, jarang mecapai 39 0C dan berakhir dalam

waktu 3-5 hari. Tanda utama bronchitis akut adalah batuk yang awalnya

kering dan tidak produktif, namun berubah menjadi produktif makin kerap

dan berdahak selama 7-10 hari

Diagnosis

Pada pemeriksaan paru-paru mungkin akan dijumpai tanda-tanda rhonchi dan

wheezing (yang menunjukkan adanya sumbatan pada saluran pernafasan dan

bronkiolus dan merupakan karakteristik asma dan bronchitis). Hasil rontgen

dada tidak menunjukkan adanya penyakit. Uji kultur biasanya tidak banyak

berguna karena penyebab sebagian besar bronchitis adalah virus dan hasil

50

Page 51: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

kultur biasanya negative atau menunjukkan flora nasofaring normal. Hasil tes

laboratorium umunya normal atau ada peningkatan sedikit jumlah leukosit.

Penatalaksanaan

Tujuan pemberian terapi adalah memberikan rasa nyaman kepada pasien dan

pada kasus berat terapi bertujuan untuk mengobati terjadinya dehidrasi dan

gangguan pernafasan. Secara umum, terapi bersifat simtomatik dan suportif.

Untuk mngatasi pegal, demam, atau sakit kepala dapat digunakan analgetik-

antipiretik seperti parasetamol. Digunakan obat flu dan batuk bersifat

simptomatik yang mengandung antihistamin, simpatomimetik dan antitusif.

Obat-obatan tersebut dapat menyebabkan dehidrasi pada mucus sehingga

dahak menjadi kental dan sulit dieluarkan. Untuk itu disarankan agar pasien

banyak minum air putih agar viskositas mukus menurun dan mencegah

dehidrasi.

b. Bronkitis kronis

Brokitis kronis merupakan salah satu komponen dari penyakit paru obstruksi

kronis (PPOK). Deskripsi standar mengenai bronchitis kronis adalah batuk

berdahak yang terjadi selama 3 bulan dalam setahun tuntuk 2 tahun berturut-

turut. Eksaserbasi akut bronchitis kronis diartikan sebagai memburuknya gejala

respirasi seperti batuk, sekresi dahak yang berlebihan dan sulit bernafas.

Etiologi

Faktor utama adalah merokok. Debu, bau-bauan dan polusi lingkungan juga

dapat menimbulkan terjadinya bronchitis kronis. Cuaca dingin, perubahan

iklim yang drastis dan hipersekresi mukus pada penderita asma juga dapat

memicu terjadinya bronchitis kronis. Faktor predisposisi berupa infeksi

saluran nafas kambuhan. Infeksi virus (influenza A atau B, parainfluenzae,

coronavirus, rhinovirus) berperan dalam 7-64% kejadian eksaserbasi akut

bronchitis kronis. Sedangkan bakteri sering dijumpai pada eksaserbasi akut

51

Page 52: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

adalah S. pneumoniae, S. aureus, H. influenzae, M. caterrhalis, spesies

Neisseria dan pseudomonas.

Patogenesis

Abnormalitas fisiologi mukosa bronkus dapat menyebabkan bronchitis kronis.

Penderita lebih sering mengalami infeksi saluran nafas karena terjadinya

kegagalan pembersihan mukosiliar terhadap inhalasi kronis berbagai senyawa

iritan. Faktor yang mengakibatkan gagalnya pembersihan mukosiliar tersebut

adalah proliferasi goblet sel (memproduksi mukus) dan pergantia epitel yang

bersilia dengan yang tidak bersilia, sehingga menyebabkan ketidakmampuan

bronkus untuk membersihkan dahak yang kental dan lengket. Perubahan

mukosa lainnya yang mengakibatkan hipertrofi dan dilatasi kelenjar penghasil

mukus. Selain itu, inhalasi iritan toksik dapat mengakibatkan obstruksi

vronkus karena terjadi stimulasi aktivitas kolinergik dan peningkatan tonus

bronkomotor. Bakteri yang hidup di epitel bronkus (flora nasofaring)

cenderung menyebabkan pasien mengalami eksaserbasi akut bronchitis

kronis. Bakteri tersebtu akan menjadi pathogen bila daya tahan tubuh pasien

melemah, yaitu jika kemampuan fagositosis bakteri oleh neutrofil,

bakterisidal, jumlah makrofag atau kadar immunoglobulin A berkurang.

Manifestasi klinis

Gejala utama berupa batuk bias ringan atau berat dengan dahak yang purulen.

Dahak umumnya putih atau kuning dan liat. Tanda awal eksaserbasi akut

bronchitis kronis adalah meningkatnya frekwensi dan keparahan batuk. Gejala

lainnya berupa produksi dahak meningkat, dahak purulen, hemoptisi, dada

sesak, sesak nafas dan mengi. Tidak enak badan, kehilangan selera makan,

menggigil dan demam dapat terjadi.

Diagnosis

Pada pemeriksaan fisik terutama auskultasi dada menunjukkan adanya rales

(keadaan basah, terdengar suara bising di paru-paru saat bernafas yang

mengindikasikan adanya cairan pada pundit=pundit paru-paru) pada inspirasi

52

Page 53: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

dan ekspirasi, rhonchi (kekeringan yang abnormal, mengindikasikan kongesti

dan mukus pada saluran bronchial) dan mengi/wheezing, Uji fungsi paru

menunjukkan penurunan kapasitas vital paru dan perpanjangan aliran

ekspirasi. Nilai FEV1, FVC dan rasio FEV1/FVC menrun. Volume residu

(RV) dan kapasitas residu fungsional (RFC) naik yang mengindikasikan

adanya udara yang terperangkap dalam paru-paru akibat obstruksi jalan nafas.

Kultur sputum diperlukan untuk mengidentifikasi bakteri penyebab. Untuk

emmastikan adanya infeksi, maka harus menunjukkan dua criteria :

Pengecatan gram : menunjukkan peningkatan jumlah bakter secara

signifikan

Peningkatan jumlah bakteri tersebut disertai peningkatan signifikan jumlah

neutrofil dalam sputumnya.

Penatalaksanaan

Tujuan terapi adalah untuk mengurangi keparahan gejala kronis, menurunkan

eksaserbasi akut dan mencapai interval bebas infeksi lebih lama. Pemberian

terapi nonfarmakologi berupa berhenti merokok, hindari inhalasi polusi udara,

meningkatkan asupan cairan, dan kelembaban udara. Terapi farmakologi

berupa penggunaan antibiotika, ekspektoran seperti guanifenesin, dan

bronkodilator. Perlu evaluasi keparahan penyakit (terutama pemeriksaan

sputum akan adanya bakteri pathogen). untuk menentukan kebutuhan

antibiotika pada eksaserbasi akut bronchitis kronis.

BAB III

53

Page 54: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari diskusi tutorial ini kelompok kami menyimpulkan bahwa pasien

tersebut dicurigai terinfeksi TB. Namun, masih diperlukan pemeriksaan

penunjang seperti pemeriksaan sputum dan kultur untuk menegakkan diagnosis

yang selanjutnya dapat membantu dalam penentuan penatalaksanaan yang tepat.

Sedangkan saran dari kelompok kami antara lain pada tutorial hari pertama,

diskusi berjalan sangat terbuka, dan terjadi interaksi yang baik antar-mahasiswa.

Tetapi, perlu diperhatikan dari segi waktu agar pembahasan dapat dilakukan

lebih maksimal dan menyeluruh. Penyusunan laporan juga hendaknya dilakukan

oleh seluruh anggota secara tepat waktu agar tidak merugikan orang lain. Dari

segi tutor, tutor sudah memberikan bimbingan kepada mahasiswa untuk fokus

pada tujuan/LO dari blok. Serta memberi masukan agar diskusi selanjutnya bisa

lebih baik.

54

Page 55: Laporan Tutorial Blok 11 Skenario 1

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, Hoood. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : UNAIR

Press

Chung KF. The clinical and pathophysiological chal-70 Sari Pediatri, Vol. 6,

No. 2, September 2004 lenge of cough. Dalam: Chung KF, Widdicombe J,

Boushey H, Penyunting. Cough. Massachusetts: Blackwell Publishing,

2003. h. 3-10.

Cloutier MM. Cough. Dalam: Loughlin GM, Eigen H. Penyuntings.

Respiratory disease in children. Baltimore. Williams & Wilkins 1994.

IPD 2007 jilid I, ilmu penyakit paru airlangga, patofisiologi price-wilson 2006

jilid II, patologi Robbins 2007 jilid II.

Irwin RS, Boulet LP, 7tier MM. Managing cough as a defense mechanism

and as a symptom. A consensus panel report of the American College of

Chest Physicians. Chest 1998; 114:133S-181S.

Jeremy PT. 2008. The Respiratory System at a Glance. Blackwell publishing.

Kiyatno. 2009. Fisiologi Respirasi. Surakarta: UNS Press.

Perhimpunan dokter paru Indonesia (2006). Tuberkulosis pedoman diagnosis

& penatalaksanaan di Indonesia

Sylvia A Price, Lorraine M Wilson(2003).Patofisiologi konsep klinis proses-

proses    penyakit edisi 6 volume 1. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran

EGC.

Kumar V, Cotran RS, Robbins SL (2007).Buku ajar patologi Robbins. Edisi

ke 7. Jakarta: EGC, p: 520

55