Laporan Tugas Akhir Biokimia

download Laporan Tugas Akhir Biokimia

of 24

description

Biokimia, Tugas akhir

Transcript of Laporan Tugas Akhir Biokimia

  • LAPORAN TUGAS AKHIR PRAKTIKUM

    BIOKIMIA

    PENENTUAN KUALITAS MINYAK GORENG YANG

    DIGUNAKAN BERULANG

    DISUSUN OLEH :

    AGITHA NUTUL KOMARA PUTRI

    AHMAD HIDAYATULLAH

    SYIFA AUDIA

    Departemen Kimia

    Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

    Universitas Indonesia

    2015

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. LATAR BELAKANG

    Minyak adalah lemak cair yang didapatkan baik dari hewan maupun

    tumbuhan. Minyak goreng adalah bahan yang digunakan untuk menggoreng

    bahan makanan. Konsumsi minyak goreng belakang ini meningkat, bahkan

    dapat disebut sebagai salah satu kebutuhan pokok.

    Setiap minyak memiliki sifat yang berbeda-beda sehingga cara

    penggunaannya pun dapat berbeda pula, namun hampir semua minyak

    mengalami penurunan kualitas jika dipakai terus menerus. Kadangkala ibu

    rumah tangga yang awam tentang hal ini menggunakan minyak yang sama

    dalam beberapa kali penggorengan.

    Gorengan merupakan hasil makanan yang digoreng, banyak macam nya

    seperti tempe, tahu, bakwan, pisang goreng, risol dan lain-lain. Gorengan ini

    merupakan makanan kesukaan orang Indonesia, sehingga banyak orang yang

    mencari nafkah dengan berdagang gorengan. Untuk membuat gorengan ini

    tentu saja digunakan minyak goreng, Minyak goreng yang digunakan oleh

    pedagangan gorengan biasanya minyak goreng curah yang harganya biasanya

    lebih murah disbandingkan dengan minyak goreng yang dijual di supermarket.

    Untuk menghemat modal para pedagang gorengan pun biasanya menggunakan

    minyak tersebut untuk menggoreng dagangannya berkali-kali hingga minyak

    yang digunakan warna nya berubah menjadi hitam dan kadang berbusa yang

    menandakan bahwa minyak tersebut sudah rusak dan tidak baik digunakan,

    selain itu gorengan yang dihasilkan pun rasanya menjadi berubah. Menurut

    Ketaren (2005), tanda awal dari kerusakan minyak goreng adalah terbentuknya

    akrolein pada minyak goreng. Akrolein ini menyebabkan rasa gatal pada

    tenggorokan pada saat mengkonsumsi makanan yang digoreng menggunakan

    minyak goreng berulang kali.

    Kualitas minyak dari penggorengan berkali-kali ini yang akan kita uji

    pada penelitian kali ini.

  • 1.2. TUJUAN

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas minyak goreng yang

    telah digunakan berkali-kali oleh pedagang gorengan yang tidak diketahui

    jumlah pengulangan penggorengannya dan minyak kelapa sawit yang

    diketahui jumlah pengulangan penggorengannya dengan mengamati sifat

    fisiko-kimia minyak tersebut akibat adanya oksidasi termal.

    1.3. RUMUSAN MASALAH

    1. Apakah kualitas minyak goreng menurun dengan semakin banyaknya

    jumlah pengulangan penggorengan?

    2. Mengapa kualitas minyak goreng menurun dengan semakin banyaknya

    jumlah pengulangan penggorengan?

    1.4. MANFAAT PENELITIAN

    Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

    perbedaan kualitas minyak curah yang telah dipakai berulang kali oleh

    pedangan gorengan dengan variasi penggorengan minyak curah yang

    dilakukan oleh peneliti sehingga mengetahui cara yang baik dalam

    mengonsumsi minyak.

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. PENGERTIAN MINYAK GORENG

    Lemak atau minyak adalah trigliserida, atau triasilgliserol, kedua istilah

    ini berarti trimester dari gliserol. Perbedaan antara suatu lemak dan minyak,

    yaitu: pada temperatur kamar lemak berbentuk padat sedangkan minyak

    bersifat cair. Sebagian gliserida pada hewan adalah berupa lemak sedangkan

    gliserida dalam tumbuhan cendrung berupa minyak.

    Minyak terususun atas unit asam lemak. Dalam minyak terdapat

    campuran-campuran asam lemak yang beragam, proporsi campuran asam

    lemak tersebut yang menyebabkan perbedaan sifat pada setiap minyak.

    Sifat fisik minyak goreng antara lain,

    1. warna

    2. rasa

    3. kelaruta

    4. titik cair,

    5. titik didih

    6. titik lunak

    7. sliping point

    8. shot melting point

    9. densitas

    10. titik asap

    11. titik kekeruhan

  • 5

    Sifat kimia yang terdapat pada minyak goreng terdiri dari beberapa sifat kimia

    diantaranya adalah sebagai berikut:

    Hidrolisa

    Minyak atau lemak terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak. Enzim yang

    dapat menghidrolisis minyak atau lemak adalah enzim lipase. Reaksi hidrolisa

    yang dapat mengakibatkan kerusakan minyak atau lemak karena terdapat air dalam

    minyak tersebut.

    Oksidasi

    Minyak sangat mudah teroksidasi.Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak

    antara sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan

    mengakibatkan bau tengik pada minyak. au tengik dapat terjadi karena penyimpanan

    yang salah dalam jangka waktu tertentu menyebabkan pecahnya ikatan trigliserida

    menjadi gliserol dan FFA (free fatty acid) atau asam lemak jenuh.

    faktor-faktor yang dapat mempercepat oksidasi cahaya, panas, peroksida lemak,

    atau hidroperoksida, logam-logam berat seperti Cu, Fe, Mn.

    Hidrogenasi

    Hidrogenasi berfungsi untuk membentuk ikatang rangkap pada rantai karbon asam

    lemak pada minyak. Hidrogen akan mengikat ikatan rangkap asam lemak tidak

    jenuh, sehingga akan mengubah jumlah dan letak ikatan rangkap akibatnya sifat

    fisik dan kimianya juga akan berubah seperti kestabilan terhdap oksidasi, warna,

    dll

    Esterifikasi

    Proses esterifikasi ini bertujuan untuk mengubah asam-asam lemak dari trigliserida

    dalam bentuk ester.

    2.2. SIFAT FISIKO-KIMIA

    2.2.1.BILANGAN ASAM

    Bilangan asam adalah ukuran dari jumlah asam lemak bebas, serta dihitung

    berdasarkan berat molekul dari asam lemak atau campuran asam jumlah asam

    lemak bebas dalam minyak dapat menunjukan umur penyimpanan dan kualitas

    minyak. Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah milligram KOH yang

  • 6

    digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram

    minyak atau lemak. Bilangan asam yang besar menunjukkan asam lemak bebas

    yang besar pula, yang berasal dari hidrolisa minyak atau lemak, ataupun karena

    proses pengolahan yang kurang baik. Makin tinggi bilangan asam, maka makin

    rendah kualitasnya. Reaksihidrolisis lemak adalah sebagai berikut:

    Trigiserida + 3 H2O asam lemak + gliserol

    Rumus perhitungan angka asam :

    = ( )

    /

    Dengan N = Normalitas NaOH (ek/L); V= Volume titrasi sampel; dan B =

    Volume titrasi blanko.

    2.2.2.BILANGAN IODIDA

    Angka iodium adalah jumlah mg iodium yang diserap oleh 1 gram minyak atau

    lemak. Angka iodium menunjukkan banyaknya asam lemak tidak jenuh yang

    terdapat dalam minyak atau lemak.dalam kata lain menentukan banyaknya ikatan

    rangkap dalam minyak taau lemak. Gliserida dengan tingkat ketidakjenuhan yang

    tinggi akan mengikat iod dalam jumlah yang lebih besar karena asam lemak yang

    tidak jenuh akan bereaksi dengan Iod ataupun senyawa-senyawa iodium. Rumus

    perhitungan bilangan iodide :

    = ( ) ,

    /

    Dengan N = Normalitas Na2S2O3 (ek/L), V= Volume titrasi sampel (mL), dan B

    = Volume titrasi blanko (mL)

    2.2.3. BILANGAN PEROKSIDA

    Bilangan peroksida adalah indeks jumlah lemak atau minyak yang telah

    mengalami oksidasi Angka peroksida sangat penting untuk identifikasi tingkat

    oksidasi minyak. Minyak yang mengandung asam- asam lemak tidak jenuh dapat

    teroksidasi oleh oksigen yang menghasilkan suatu senyawa peroksida.

  • 7

    Peroksida dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor

    yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Jika jumlah peroksida lebih dari 100

    meq peroksid/kg minyak akan bersifat sangat beracun dan mempunyai bau yang

    tidak enak. Kenaikan bilangan peroksida merupakan indikator bahwa minyak

    akan berbau tengik. Penentuan besarnya angka peroksida dilakukan dengan titrasi

    iodometri.

    Rumus perhitungan bilangan peroksida :

    = ,

    /

    Dengan :

    A = Absorbansi sampel pada 560 nm

    Astd = Absorbansi standard pada 560 nm

    m = Berat minyak (g)

    K = Faktor konversi volume (1,01212)

  • 8

    BAB III

    METODOLOGI PERCOBAAN

    3.1. ALAT DAN BAHAN

    3.1.1. Peralatan yang digunakan

    1) Beaker glass 500 mL (1 buah)

    2) Beaker glass 250 mL (1 buah)

    3) Beaker glass 100 mL (1 buah)

    4) Erlenmeyer 250 mL (2 buah)

    5) Erlenmeyer 100 mL (2 buah)

    6) Hotplate (1 buah)

    7) Batang pengaduk (2 buah)

    8) Botol timbang (1 buah)

    9) Buret 50 mL (1 buah)

    10) Statif (1 buah)

    11) Tabung reaksi (20 buah)

    12) Pipet tetes (3 buah)

    13) Pipet volumetri 50 mL

    (1 buah)

    14) Pipet ukur 10 mL ( 1 buah)

    15) Pipet ukur 5 mL (1 buah)

    16) Botol semprot (1 buah)

    17) Labu ukur 250 mL (1 buah)

    18) Bulp (1 buah)

    19) Timbangan (1 buah)

    20) Spetrofotometer UV-VIS

    21) Spatula (1 buah)

    22) Kertas Timbang

    23) Aluminium Foil

    24) Sikat Tabung

    25) Penggorengan (1 buah)

    26) Sodet (1 buah)

    27) Gelas Ukur 10 ml (1 buah)

    28) Gelas Ukur 50 ml (1 buah)

    29) Botol Plastik (5 buah)

    30) Kertas label

    31) Saringan Gorengan (1 buah)

    32) Pisau (1 buah)

    33) Kuvet (1 buah)

    3.1.2. Bahan-bahan yang digunakan

    1) Minyak kelapa sawit murni

    bimoli (20 ml)

    2) Minyak kelapa sawit setelah

    pemakaian 1 x (20 ml)

    3) Minyak kelapa sawit setelah

    pemakaian 2 x (20 ml)

    4) Minyak kelapa sawit setelah

    pemakaian 3 x (20 ml)

    5) Kentang (600 g)

    6) Alkohol 96 % (300 ml)

    7) NaOH 0,1 N

    8) Kloroform (60 ml)

    9) Pereaksi Hannus/Wijs (60 ml)

    10) Larutan KI 15% (60 ml)

    11) Larutan Na2S2O3 0,1 N

    12) Larutan kanji (10 ml)

    13) Larutan AlCl3 (3,5 ml)

    14) Larutan n-heksana (6 ml)

  • 9

    15) Larutan HCl 0,01 N (100

    ml)

    16) Larutan KIO3 (0,2 ml)

    17) Indikator Fenolftalein (1

    ml)

    18) Aquades (1 L)

    3.2. PROSEDUR KERJA

    3.2.1. PREPARASI SAMPEL

    1. Memisahkan 450 ml minyak kelapa sawit murni (bimoli) yang belum pernah

    dipakai untuk menggoreng. Memisahkan 50 ml dan dimasukkan dalam

    wadah yang dilabeli minyak murni untuk dilakukan uji kualitas minyak,

    dan 400 ml digunakan untuk menggoreng.

    2. Memotong-motong 1 kg kentang menjadi bagian yang agak besar. Timbang

    kentang sebanyak 3 x 200 g (untuk 3 kali pemakaian)

    3. Minyak kelapa sawit sebanyak 400 ml tadi dituang ke dalam penggorengan

    dan dipanaskan

    4. Setelah minyak panas, 200 g kentang dimasukkan ke dalamnya. Lalu

    digoreng hingga matang (kuning).

    5. Meniriskan kentang dan menunggu minyak kelapa sawit pemakaian satu kali

    dingin.

    6. Setelah dingin, memisahkan 50 ml minyak kelapa sawit pemakaian satu kali

    dimasukkan ke dalam wadah yang dilabeli Sampel 1 untuk di lakukan uji

    kuantitatif minyak.

    7. Sisa minyak dipanaskan dan digunakan untuk menggoreng 200 g kentang

    yang baru hingga berwarna kuning

    8. Meniriskan kentang dan menunggu minyak kelapa sawit pemakaian dua kali

    dingin.

    9. Setelah dingin, memisahkan 50 ml minyak kelapa sawit pemakaian dua kali

    ke dalam wadah yang dilabeli Sampel 2 untuk di lakukan uji kuantitatif

    minyak.

    10. Sisa minyak dipanaskan dan digunakan untuk menggoreng 200 g kentang

    yang baru hingga berwarna kuning

    11. Meniriskan kentang dan menunggu minyak kelapa sawit pemakaian tiga kali

    dingin.

  • 10

    12. Setelah dingin, memisahkan 50 ml minyak kelapa sawit pemakaian tiga kali

    ke dalam wadah yang diberi label Sampel 3 untuk di lakukan uji kuantitatif

    minyak.

    13. Menyiapkan 50 ml minyak goreng setelah pemakaian berulang yang

    diperoleh dari pedagang gorengan ke dalam wadah yang telah diberi label

    minyak gorengan.

    3.2.2. UJI KUANTITATIF

    3.2.2.1. PENENTUAN ANGKA ASAM

    1. 10 g sampel minyak kelapa sawit murni ditimbang ke dalam erlenmeyer

    250 ml

    2. Dilarutkan dengan 50 ml alkohol 96 % dan ditambahkan 3 tetes larutan

    fenolftalein sebagai indikator

    3. Larutan tersebut dititrasi dengan NaOH 0,1 N hingga terbentuk warna merah

    muda (warna bertahan selama 30 detik)

    4. Mencatat volume larutan NaOH yang dibutuhkan

    5. Hal yang sama dilakukan pada blanko, sampel 1, sampel 2, sampel 3, dan

    minyak gorengan

    6. Hitung angka asam sampel

    3.2.2.2. PENENTUAN ANGKA IODIUM

    1. Timbang 0,5 g minyak kelapa sawit murni dalam erlenmeyer dan

    dilarutkan dalam 10 ml kloroform

    2. Tambahkan 10 ml larutan Hannus/Wijs secara kuantitatif dan diamkan

    selama 30 menit di tempat gelap

    3. Tambah 10 ml larutan KI 15% lalu dikocok

    4. Semprot dinding erlenmeyer dan tutupnya dengan air yang telah dididihkan

    5. Titrasi campuran dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N hingga larutan

    berwarna kuning. Mencatat volume larutan natrium tiosulfat yang

    dibutuhkan

    6. Tambahkan 1 ml larutan kanji. selanjutnya titrasi kembali hingga warna

    biru hilang. Mencatat kembali volume larutan na-tiosulfat yang dibutuhkan

  • 11

    7. Hal yang sama dilakukan pada blanko, sampel 1, sampel 2, sampel 3, dan

    minyak gorengan

    8. Hitung angka iodium sampel.

    3.2.2.3. PENENTUAN ANGKA PEROKSIDA

    1. Masukkan 100 mg minyak kelapa sawit murni ke dalam tabung reaksi,

    tambahkan 0,5 ml larutan KI, 0,5 ml larutan AlCl3 dan 1 ml n-heksana

    2. Inkubasi larutan pada 37 selama 5 menit

    3. Tambahkan 15 ml larutan HCl 0,01 N dan 0,5 ml larutan kanji, kocok

    campuran dengan kuat dengan menggunakan corong pisah. Pisahkan

    lapisan bawah dan larutan diukur absorbansinya pada = 560 nm

    4. Lakukan hal yang sama pada blanko, sampel 1, sampel 2, sampel 3, dan

    minyak gorengan

    5. Lakukan kalibrasi dengan larutan standar KIO3 dengan cara mencampurkan

    0,2 ml larutan KIO3 , 0,5 ml larutan AlCl3 dan 0,5 ml larutan KI lalu

    tambahkan 15 ml larutan HCl 0,01 N dan 0,5 ml larutan kanji dan larutan

    tersebut diukur absorbansinya pada = 560 nm

    6. Mencatat absorbansi sampel dan menghitung angka peroksida tiap sampel

  • 12

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1. DATA PENGAMATAN

    4.1.1. PENENTUAN ANGKA ASAM

    Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan, diperoleh data sebagai berikut :

    Penentuan Angka Asam

    Sampel minyak goreng

    yang digunakan yaitu,

    minyak murni, sampel 1,

    sampel2, sampel 3, dan

    minyak gorengan.

    (dari kiri ke kanan)

    Larutan sampel 1 (kiri dan

    kanan), larutan blanko

    (tengah) sebelum titrasi

    Larutan setelah

    dititrasi dengan

    NaOH

    Blanko Minyak murni Sampel 1

    Titrasi ke- 1 2 1 2 1 2

    Volume NaOH (ml) 3 2,85 3,5 3,6 14,7 12,1

    Sampel 2 Sampel 3 Minyak gorengan

    Titrasi ke- 1 2 1 2 1 2

    Volume NaOH (ml) 11,4 12,9 3,4 3,2 3,9 4,2

  • 13

    4.1.2. PENENTUAN ANGKA IODIUM

    Penentuan Angka Iodium

    Larutan setelah ditambahkan larutan

    Hannus/Wijs Larutan setelah penambahan KI 15%

    Larutan setelah dititrasi pertama dengan

    Na tiosulfat

    Larutan setelah penambahan kanji

    (kiri), larutan setelah dilakukan titrasi

    kedua dengan Na tiosulfat (kanan)

    Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan, diperoleh data sebagai berikut :

    *keterangan : ~ Volume 1 merupakan volume sebelum penambahan kanji

    ~ Volume 2 merupakan volume setelah penambahan kanji

    Blanko Minyak murni Sampel 1

    Titrasi ke- 1 1 2 1 2

    Volume 1 Na2S2O3 (ml) 8,2 8,1 3,6 3,7 4,0 4,5

    Volume 2 Na2S2O3 (ml) 1,8 2,1 1,3 1,1 1,3 0,9

    Sampel 2 Sampel 3 Minyak gorengan

    Titrasi ke- 1 2 1 2 1 2

    Volume 1 Na2S2O3 (ml) 4,8 5,1 4,4 4,5 5 4,7

    Volume 2 Na2S2O3 (ml) 1,2 0,2 0,2 0,5 0,3 0,3

  • 14

    4.1.3. PENENTUAN ANGKA PEROKSIDA

    Pada saat penentuan angka peroksida, ketika sampel ditambahkan larutan KI,

    larutan AlCl3, dan n-heksana, dan diinkubasi pada suhu 37C, warna campuran

    menjadi warna ungu agak bening. Ketika campuran ditambahkan HCl 0,01 N

    dan larutan kanji dan dikocok dengan corong pisah, terbentuk dua lapisan pada

    campuran. Kemudian lapisan bawah diambil dan diukur absorbansinya.

    Penentuan Angka Peroksida

    Larutan standar

    Larutan blanko, larutan

    dengan sampel 1, dan

    sampel 2

    (dari kiri ke kanan)

    Larutan dengan sampel

    minyak asli, minyak

    gorengan, dan sampel 3

    (dari kiri ke kanan)

    Berdasarkan pengukuran absorbansi menggunakan spekrometer visible pada

    = 560 , diperoleh data absorbansi sebagai berikut :

    Absorbansi

    Blanko 1 0,399

    Blanko 2 0,402

    Blanko 3 0,403

    Blanko 4 0,401

    Blanko 5 0,405

    Blanko 6 0,404

    Absorbansi

    Minyak murni 0,376

    Sampel 1 0,354

    Sampel 2 0,325

    Sampel 3 0,274

    Minyak gorengan 0,439

    Larutan standar 0,777

  • 15

    4.2. PENGOLAHAN DATA

    4.2.1. PENENTUAN ANGKA ASAM

    Berdasarkan data yang diperoleh, perhitungan yang dilakukan sebagai berikut:

    Table 1. Volume NaOH yang dibutuhkan pada penentuan angka asam

    Perhitungan untuk penentuan angka asam menggunakan rumus :

    ( )

    Minyak kelapa sawit murni:

    = 0,625 0,1 40 /

    10 = 0,25 mg/g sampel

    Sampel 1:

    = 10,475 0,1 40 /

    10 = 4,19 mg/g sampel

    Sampel 2:

    = 9,575 0,1 40 /

    10 = 3,83 mg/g sampel

    Sampel 3:

    = 0,375 0,1 40 /

    10 = 0,15 mg/g sampel

    Minyak Gorengan:

    = 1,125 0,1 40 /

    10 = 0,45 mg/g sampel

    Blanko

    Minyak kelapa

    sawit murni Sampel 1

    Titrasi ke- 1 2 1 2 1 2

    Volume NaOH (ml) 3 2,85 3,5 3,6 14,7 12,1

    Volume NaOH

    rata-rata (ml) 2,925 3,55 13,4

    Sampel 2 Sampel 3 Minyak gorengan

    Titrasi ke- 1 2 1 2 1 2

    Volume NaOH (ml) 11,4 12,9 3,4 3,2 3,9 4,2

    Volume NaOH

    rata-rata (ml) 12,5 3,3 4,05

  • 16

    4.2.2. PENENTUAN ANGKA IODIDA

    Dari hasil percobaan, diperoleh data sebagai berikut :

    Table 2. Volume Na2S2O3 yang dibutuhkan pada penentuan angka iodium

    Sampel

    Volume (ml) Volume

    rata-

    rata(ml)

    V1 V2

    I II V1 I II V2

    Blanko 8,2 1,8 10 8,1 2,1 10,2 10,1

    Minyak kelapa

    sawit murni 3,6 1,3 4,9 3,7 1,1 4,8 4,85

    Sampel 1 4 1,3 5,3 4,5 0,9 5,4 5,35

    Sampel 2 4,8 1,2 6 5,1 0,2 5,3 5,65

    Sampel 3 4,4 0,2 4,6 4,5 0,5 5 4,8

    Minyak

    gorengan 5 0,3 5,3 4,7 0,3 5 5,15

    Perhitungan untuk penentuan angka iodium menggunakan rumus :

    ( ) 223 2

    Minyak kelapa sawit murni :

    = 5,25 0,1 126,9 /

    0,5 = 133,245 mg/100 gram sampel

    Sampel 1 :

    = 4,75 0,1 126,9 /

    0,5 = 120,555 mg/100 gram sampel

    Sampel 2 :

    = 4,45 0,1 126,9 /

    0,5 = 112,941 mg/100 gram sampel

    Sampel 3 :

    = 5,3 0,1 126,9 /

    0,5 = 134,514 mg/100 gram sampel

    Minyak gorengan :

    = 4,95 0,1 126,9 /

    0,5 = 125,631 mg/100 gram sampel

  • 17

    4.2.3. PENENTUAN ANGKA PEROKSIDA

    Dalam perhitungan penentuan angka peroksida, digunakan data berikut ini :

    Table 2. Absorbansi pada = dalam penentuan angka peroksida

    Perhitungan untuk penentuan angka peroksida menggunakan rumus :

    1,2

    Keterangan:

    K : faktor konversi volume (1,01212)

    m : berat minyak (g)

    Perhitungan untuk angka peroksida:

    Minyak kelapa sawit murni :

    = 1,2 0,376 1,01212

    0,1 0,777 = 5,877 O2/1000 gram sampel

    Sampel 1 :

    = 1,2 0,354 1,01212

    0,1 0,777 = 5,5334 O2/1000 gram sampel

    Sampel 2 :

    = 1,2 0,325 1,01212

    0,1 0,777 = 5,0801 O2/1000 gram sampel

    Sampel 3 :

    = 1,2 0,274 1,01212

    0,1 0,777 = 4,2829 O2/1000 gram sampel

    Minyak gorengan :

    =: 1,2 0,439 1,01212

    0,1 0,777 = 6,8621 O2/1000 gram sampel

    Absorbansi pada = 560

    Minyak murni 0,376

    Sampel 1 0,354

    Sampel 2 0,325

    Sampel 3 0,274

    Minyak gorengan 0,439

    Larutan standar 0,777

  • 18

    4.3. PEMBAHASAN

    4.3.1. PREPARASI SAMPEL

    Dalam percobaan ini, hal yang dilakukan pertama kali yaitu preparasi

    minyak. Minyak yang digunakan dalam percobaan ini yaitu minyak kelapa sawit

    dan digunakan juga minyak jelantah dari pedagang gorengan sebagai

    pembanding kualitas hasil uji dari sampel minyak tersebut. Pertama-tama

    dilakukan pemisahan minyak kelapa sawit yang digunakan menjadi empat

    bagian, yaitu minyak murni, minyak kelapa sawit 1 kali penggorengan, minyak

    kelapa sawit 2 kali penggorengan dan minyak kelapa sawit 3 kali penggorengan.

    Bahan yang digoreng kali ini yaitu singkong, karena singkong tidak

    mengandung lemak, sehingga menghindari kemungkinan terjadinya

    kontaminasi atau pencampuran dengan lemak-lemak dari senyawa lain.

    Minyak-minyak yang telah dipisahkan di tempatkan dalam suatu wadah yang

    telah dilabeli.

    4.3.2. PENENTUAN ANGKA ASAM Angka asam adalah jumlah mg KOH yang dibutuhkan untuk

    menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 g lemak atau minyak.

    Penentuan angka asam diawali dengan melarutkan minyak (sampel) ke dalam

    alkohol dan ditambahkan indikator phenolphtalein. Tujuan dari penambahan

    alkohol ini adalah agar sampel minyak dapat larut dalam suasana asam sehingga

    dapat dititrasi dan dinetralkan dengan NaOH. Kemudian titrasi dilakukan duplo

    dengan menggunakan NaOH 0,1 N sampai warna pink tidak hilang. Hal yang

    sama juga dilakukan pada blanko. Volume titrasi yang diperoleh pada blanko

    dan setiap sampel dicatat dan dihitung angka asamnya pada pengolahan data.

    Berdasarkan hasil yang diperoleh, angka asam pada minyak kelapa sawit

    murni sebesar 0.25 mg/g sampel. Minyak dengan 1 kali penggorengan sebesar

    4.19 mg/g sampel, minyak dengan 2 kali penggorengan sebesar 3.83 mg/g

    sampel, minyak dengan 3 kali penggorengan sebesar 0.15 mg/g sampel dan

    minyak dari pedagang gorengan sebesar 0.45 mg/g sampel. Dari data dapat

    dilihat terjadinya angka asam yang naik turun.

    Seharusnya nilai angka asam yang didapatkan semakin besar karena

    angka asam dari suatu minyak akan membesar apabila digunakan berkali-

    berkali. Angka asam yang besar menunjukkan adanya asam lemak bebas yang

  • 19

    besar yang diakibatkan dari hidrolisa minyak atau lemak, ataupun karena proses

    pengolahan yang kurang baik. Dapat disimpulkan bahwa semakin besar angka

    asam dari suatu minyak, maka makin rendahlah kualitas dari minyak tersebut.

    Jika dilihat, nilai angka asam minyak kelapa sawit murni lebih rendah

    dibandingkan dengan nilai angka asam pada minyak jelantah dari pedagang

    gorengan. Hal ini menunjukkan kualitas minyak murni lebih baik dibandingkan

    dengan minyak dari pedagang gorengan.

    4.3.3. PENENTUAN ANGKA IODIUM Angka iodium ditentukan untuk mengidentifikasi derajat

    ketidakjenuhan asam lemak yang terkandung dalam minyak. Iodium dapat

    bereaksi dengan ikatan rangkap dalam asam lemak. Penentuan bilangan iodium

    dapat memprediksikan jumlah ikatan rangkap yang terdapat dalam asam lemak

    dan minyak/lemak, selain itu dapat pula untuk menggambarkan sejauh mana

    ketahanan minyak terhadap oksidasi. Semakin banyak ikatan rangkap, semakin

    mudah minyak teroksidasi.

    Penentuan angka iodium ini diawali dengan melarutkan sampel

    (minyak) dengan kloroform dan larutan Wijs. Kemudian didiamkan dalam

    tempat gelap selama 30 menit. Setelah itu larutan ditambahkan larutan KI 15 %

    dan menyemprot dinding luar wadahnya dengan air yang telah dididihkan.

    Setelah itu larutan dititrasi dengan natrium tiosulfat sampai berwarna kuning,

    setelah itu ditambahkan larutan kanji, dan dititrasi kembali sampai warna

    birunya hilang dan warna larutan menjadi kuning bening. Titrasi dilakukan

    secara duplo dan hal yang sama dilakukan juga terhadap blanko. Setelah itu

    volume titrasi yang didapatkan pada sampel dan blanko dicatat dan dihitung

    angka iodiumnya.

    Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh nilai angka iodium pada

    minyak kelapa sawit murni sebesar 133,245 mg/100 g sampel, minyak dengan

    1 kali penggorengan sebesar 120,555 mg/100 g sampel, minyak dengan 2 kali

    penggorengan sebesar 112,941 mg/100 g sampel, minyak dengan 3 kali

    penggorengan sebesar 134,514 mg/100 g sampel dan minyak pedagang

    gorengan sebesar 125,631 mg/100 g sampel. Hasil tersebut juga terlihat nilai

    iodidanya naik turun.

  • 20

    Seharusnya nilai angka iodida yang didapatkan semakin menurun

    apabila minyak digunakan untuk menggoreng berkali-kali karena angka iodium

    menunjukkan adanya ikatan rangkap pada minyak, dan semakin kecil bilangan

    iodida, maka semakin rendah kualitas dari minyak tersebut karena tingkat

    ketidakjenuhan asam lemaknya berkurang. Minyak yang bagus itu memiliki

    kandungan asam lemak tidak jenuh yang banyak karena ikatan rangkap pada

    asam lemak tak jenuh tidak mudah dioksidasi (lebih reaktif) dan asam lemak tak

    jenuh merupakan antioksidan di dalam tubuh.

    Jika dibandingkan dengan minyak jelantah dari pedagang gorengan,

    angka iodida pada minyak murni lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa

    minyak murni memiliki kandungan ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh

    yang lebih banyak. Sehingga dapat disimpulkan kualitas minyak kelapa sawit

    murni lebih baik dibandingkan minyak jelantah dari pedagang gorengan.

    4.3.4. PENENTUAN ANGKA PEROKSIDA Penentuan angka peroksida digunakan sebagai uji ketengikan lipid atau

    minyak. Ketengikan lipid atau minyak disebabkan oleh teroksidasinya lipid.

    Apabila lipid mengalami oksidasi maka akan menghasilkan senyawa

    hidroperoksida. Lipid yang memiliki rantai karbon pada asam lemak yang

    semakin panjang dengan jumlah ikatan rangkap yang banyak, akan lebih mudah

    untuk mengalami oksidasi. Angka peroksida menentukkan banyaknya lipid

    yang teroksidasi.

    Penentuan angka peroksida diawali dengan melarutkan sampel minyak

    dengan larutan KI, larutan AlCl3 dan larutan n-heksana. Setelah itu larutan

    diinkubasi pada 37C selama 5 menit. Fungsi dari penambahan KI adalah untuk

    melepaskan I2 dalam larutan terhadap hidroperoksida. Sedangkan fungsi dari

    penambahan AlCl3 yaitu sebagai katalis dan mengekstrasi I2 yang terbentuk

    karena I2 lebih larut dalam AlCl3 daripada air. Dan n-heksana berfungsi untuk

    menarik gugus nonpolar. Setelah iu pada campuran dimasukkan pada corong

    pisah dan ditambahkan HCl 0,01 N dan larutan kanji. Larutan kanji berfungsi

    sebagai membentuk kompleks berwarna dengan I2. Kemudian corong pisah

    dikocok dengan kuat hingga terbentuk dua lapisan. Lalu lapisan bawah dipisah

    daan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 560 nm. Hal yang sama

  • 21

    dilakukan pada blanko dan larutan standar KIO3. Absorbansi yang didapat

    dicatat dan dihitung angka peroksidanya.

    Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh angka peroksida pada minyak

    kelapa sawit murni (sebelum digunakan menggoreng) sebesar 5,877 mek

    O2/1000 g sampel, minyak dengan 1 kali penggorengan sebesar 5,5334 mek

    O2/1000 g sampel, minyak dengan 2 kali penggorengan sebesar 5,0801 mek

    O2/1000 g sampel, minyak dengan 3 kali penggorengan sebesar 4,2826 mek

    O2/1000 g sampel, dan minyak dari pedagang gorengan sebesar 6,8621 mek

    O2/1000 g sampel. Berdasarkan data, dapat dilihat terjadi penurunan angka

    peroksida dari minyak murni hingga minyak dengan 3 kali penggorengan.

    Bila dibandingkan minyak dari pedagang gorengan, angka peroksida

    pada minyak murni lebih rendah dibandingkan angka peroksida minyak

    pedagang gorengan. Hal ini menunjukkan jumlah ikatan rangkap asam lemak

    pada minyak gorengan lebih banyak yang menyebabkan lipid pada minyak

    jelantah mudah teroksidasi dan menghasilkan senyawa hidroperoksida yang

    lebih banyak dan memberikan ketengikan yang melebihi minyak murni. Dapat

    dikatakan bahwa kualitas minyak murni lebih baik dibandingkan minyak dari

    pedagang gorengan. Namun seharusnya angka peroksida minyak dengan

    penggorengan 1,2 sampai 3 kali memberikan hasil yang lebih tinggi

    dibandingkan minyak murni (tanpa penggorengan).

    4.4. ANALISIS KESALAHAN

    Adapun kesalahan pada percobaan ini terjadi karena ketidaktelitian dari

    praktikan seperti kesalahan dalam penimbangan berat sampel yang tidak akurat,

    pengukuran volume larutan yang tidak tepat, pembacaan buret yang tidak tepat,

    peralatan yang sudah terkontaminasi dengan larutan lain dan sebagainya.

  • 22

    BAB V

    PENUTUP

    5.1. KESIMPULAN

    Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa

    minyak yang telah digoreng akan mengalami perubahan sifat fisiko-kimianya.

    Angka asam pada minyak kelapa sawit murni sebesar 0.25 mg/g sampel. Minyak

    dengan 1 kali penggorengan sebesar 4.19 mg/g sampel, minyak dengan 2 kali

    penggorengan sebesar 3.83 mg/g sampel, minyak dengan 3 kali penggorengan

    sebesar 0.15 mg/g sampel dan minyak dari pedagang gorengan sebesar 0.45 mg/g

    sampel. Nilai angka asam minyak kelapa sawit murni lebih rendah dibandingkan

    dengan nilai angka asam pada minyak jelantah dari pedagang gorengan. Hal ini

    menunjukkan kualitas minyak murni lebih baik dibandingkan dengan minyak dari

    pedagang gorengan.

    Angka iodium pada minyak kelapa sawit murni sebesar 133,245 mg/100 g sampel,

    minyak dengan 1 kali penggorengan sebesar 120,555 mg/100 g sampel, minyak

    dengan 2 kali penggorengan sebesar 112,941 mg/100 g sampel, minyak dengan 3

    kali penggorengan sebesar 134,514 mg/100 g sampel dan minyak pedagang

    gorengan sebesar 125,631 mg/100 g sampel. Jika dibandingkan dengan minyak

    jelantah dari pedagang gorengan, angka iodida pada minyak murni lebih besar. Hal

    ini menunjukkan bahwa minyak murni memiliki kandungan ikatan rangkap pada

    asam lemak tidak jenuh yang lebih banyak. Sehingga dapat disimpulkan kualitas

    minyak kelapa sawit murni lebih baik dibandingkan minyak jelantah dari pedagang

    gorengan.

    Angka peroksida pada minyak kelapa sawit murni (sebelum digunakan

    menggoreng) sebesar 5,877 mek O2/1000 g sampel, minyak dengan 1 kali

    penggorengan sebesar 5,5334 mek O2/1000 g sampel, minyak dengan 2 kali

    penggorengan sebesar 5,0801 mek O2/1000 g sampel, minyak dengan 3 kali

    penggorengan sebesar 4,2826 mek O2/1000 g sampel, dan minyak dari pedagang

    gorengan sebesar 6,8621 mek O2/1000 g sampel. Bila dibandingkan minyak dari

    pedagang gorengan, angka peroksida pada minyak murni lebih rendah

    dibandingkan angka peroksida minyak pedagang gorengan. Hal ini menunjukkan

    jumlah ikatan rangkap asam lemak pada minyak gorengan lebih banyak yang

  • 23

    menyebabkan lipid pada minyak jelantah mudah teroksidasi dan menghasilkan

    senyawa hidroperoksida yang lebih banyak dan memberikan ketengikan yang

    melebihi minyak murni. Karena dipakai berkali-kali.

    5.2. SARAN

    Dari percobaan ini, disarankan dilakukannya percobaan lebih lanjut mengenai

    perngaruh bahan gorengan terhadap perubahan sifat fisiko-kimia dan juga

    dilakukannya uji toksisitas minyak jelantah yang didapat dari tukang gorengan.

    Selain itu, disarankan tidak menggunakan minyak yang telah digoreng berkali-kali

    karena memiliki kualitas yang buruk.

  • 24

    DAFTAR PUSTAKA

    Aminah, Siti. (2010). Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 tahun 2010: Bilangan Peroksida Minyak

    Goreng Curah dan Sifat Organoleptik Tempe Pada Pengulangan Penggorengan.

    Semarang: Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Semarang.

    Fessenden. (1992) Kimia Organik Jilid 2 Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.

    Hudiyono,Suni. (2004) Diktat Kuliah Biokimia.Depok: Departemen Kimia FMIPA UI.

    Lenihger. (1995) Dasar-Dasar Biokimia Jilid I. Jakarta: Erlangga

    Sari, Karina Permata dan Khalil Gibran. 2014. Penentuan Kualitas Minyak Goreng Yang

    Digunakan Berulang. Depok:Universitas Indonesia

    Tim KBI Biokimia. (2012) Penuntun Praktikum Biokimia.Depok: Departemen Kimia FMIPA

    UI.

    http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20973/4/Chapter%20II.pdf (diakses 10 mei

    2015 pukul 09.00)