Laporan Telur Asin

28
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telur umumnya akan mengalami kerusakan setelah disimpan lebih dari dua minggu diruang terbuka, baik kerusakan secara fisik, kimiawi maupun biologis yang disebabkan mikroorganisme (Sudaryani, 1996), oleh sebab itu diperlukan berbagai cara untuk mempertahankan mutu telur dalam jangka waktu yang cukup lama diantaranya dengan metode pengasinan. Telur asin merupakan telur utuh yang diawetkan dengan adonan yang mengandung garam (NaCl) sehingga menghasilkan telur asin yang memiliki masa simpan yang lebih lama. Masyarakat biasanya membuat telur asin menggunakan telur itik dan bebek, bahkan sudah banyak dijumpai berbagai variasi telur asin itik seperti telur asap, panggang dan sebagainya. Namun saat ini telur itik sulit untuk diperoleh, selain itu harganya lebih mahal dibandingkan dengan telur ayam niaga. Dewasa ini kasus flu burung kembali menyerang peternakan itik yang menyebabkan produksi telur itik dibeberapa kota besar Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat mengalami penurunan sebesar 50%, sehingga harga telur itik mengalami kenaikan (Antara Jateng, 2012; Pikiran Rakyat Online, 2013). Tahun 2012 produksi telur itik di Indonesia hanya mencapai 276.215 ton lebih sedikit dibandingkan produksi telur ayam niaga yang mencapai 1.059.266 ton (Direktorat Jenderal Peternakan, 2013). Proses pemasakan pada telur asin merupakan salah satu cara untuk mengawetkan telur asin dalam jangka waktu yang lebih lama dan berpengaruh terhadap karakteristik telur asin yang dihasilkan. Telur asin umumnya dimasak dengan cara pengukusan atau perebusan. Suatu inovasi cara pemasakan telur asin yaitu dengan pengovenan. Pemasakan dengan pengovenan merupakan pengembangan dari prinsip pengeringan. Pemasakan dengan oven menggunakan udara panas sebagai media pemanas. Pada proses pengovenan akan terjadi pengeluaran air karena adanya perbedaan tekanan osmotis. Bersamaan dengan keluarnya air dari telur juga akan terjadi pengeluaran NaCl sehingga akan berpengaruh terhadap rasa asin

description

LAPORAN ILMIAH PEMBUATAN TELOR ASIN

Transcript of Laporan Telur Asin

  • BAB 1. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Telur umumnya akan mengalami kerusakan setelah disimpan lebih dari dua minggu diruang

    terbuka, baik kerusakan secara fisik, kimiawi maupun biologis yang disebabkan

    mikroorganisme (Sudaryani, 1996), oleh sebab itu diperlukan berbagai cara untuk

    mempertahankan mutu telur dalam jangka waktu yang cukup lama diantaranya dengan

    metode pengasinan. Telur asin merupakan telur utuh yang diawetkan dengan adonan yang

    mengandung garam (NaCl) sehingga menghasilkan telur asin yang memiliki masa simpan

    yang lebih lama.

    Masyarakat biasanya membuat telur asin menggunakan telur itik dan bebek, bahkan

    sudah banyak dijumpai berbagai variasi telur asin itik seperti telur asap, panggang dan

    sebagainya. Namun saat ini telur itik sulit untuk diperoleh, selain itu harganya lebih mahal

    dibandingkan dengan telur ayam niaga. Dewasa ini kasus flu burung kembali menyerang

    peternakan itik yang menyebabkan produksi telur itik dibeberapa kota besar Provinsi Jawa

    Tengah dan Jawa Barat mengalami penurunan sebesar 50%, sehingga harga telur itik

    mengalami kenaikan (Antara Jateng, 2012; Pikiran Rakyat Online, 2013). Tahun 2012

    produksi telur itik di Indonesia hanya mencapai 276.215 ton lebih sedikit dibandingkan

    produksi telur ayam niaga yang mencapai 1.059.266 ton (Direktorat Jenderal Peternakan,

    2013).

    Proses pemasakan pada telur asin merupakan salah satu cara untuk mengawetkan telur

    asin dalam jangka waktu yang lebih lama dan berpengaruh terhadap karakteristik telur asin

    yang dihasilkan. Telur asin umumnya dimasak dengan cara pengukusan atau perebusan.

    Suatu inovasi cara pemasakan telur asin yaitu dengan pengovenan. Pemasakan dengan

    pengovenan merupakan pengembangan dari prinsip pengeringan. Pemasakan dengan oven

    menggunakan udara panas sebagai media pemanas. Pada proses pengovenan akan terjadi

    pengeluaran air karena adanya perbedaan tekanan osmotis. Bersamaan dengan keluarnya air

    dari telur juga akan terjadi pengeluaran NaCl sehingga akan berpengaruh terhadap rasa asin

  • yang dihasilkan dari telur asin (Hidayat, 2007). Menurut Sudarmadji, dkk. (1997) bahwa

    dengan adanya pemanasan, protein dalam telur akan mengalami perubahan dan akan

    membentuk persenyawaan antara asam amino hasil perubahan protein dengan gula-gula

    reduksi sehingga membentuk senyawa rasa dan aroma telur. Proses pemasakan yang berbeda

    diduga akan menghasilkan kadar air, kemasiran dan tekstur yang berbeda. Berdasarkan hal

    tersebut maka dilakukan penelitian pembuatan telur asin menggunakan telur ayam niaga

    dengan cara pemasakan yang berbeda.

    Praktikum ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh perbedaan cara pemasakan terhadap

    rasa, warna dan tekstur telur asin. Perlakuan yang diberikan yaitu pemasakan telur asin

    dengan pengovenan dan perebusan.

    1.2 Tujuan

    1. Untuk mengetahui pengertian telur asin

    2. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan perlakuan telur asin dikukus dan dioven

  • BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Morfologi Telur

    Berdasarkan asal hewannya, bentuk telur bermacam-macam, mulai dari hampir bulat

    dan lonjong. Beberapa faktor yang menimpa induk penghasil telur mempengaruhi bentuk

    telur, contohnya faktor turun menurun, ukuran bentuk telur biasa dinyatakan dengan bentuk

    indeks perbandingan antara lebar dan panjang dikalikan seratus. Disamping bentuk dan

    ukuran telur bermacam-macam, besar telur pun bervariasi, ada yang berat dan ada yang

    ringan. Pengaruh jenis hewan juga penting, seperti telur bebek lebih besar daripada telur

    ayam dan warnanya pun berbeda.

    Faktor-faktor yang mempengaruhi besar telur diantaranya:

    1. Jenis hewan

    2. Umur hewan

    3. Perubahan musim petelur

    4. Sifat turun temurun induk

    5. Umur pembuahan

    6. Berat tubuh induk

    7. Zat-zat makanan induk

    Perbedaan warna telur juga oleh jenis induk, seperti telur ayam berwarna putih kuning

    sampai kecoklatan. Sedangkan telur bebek berwarna biru langit atau warna biru telur asin

    dan putih. Kadang-kadang ada telur yang berbintik-bintik hitamatau bintik-bintik lain. Hal

    tersebut disebabkan karena adanya kapang yang tumbuh pada permukaan kulit telur.

    Pada umumnya telur unggas dibagi atas tiga bagian. Di dalam telur, bagian kuning telur

    terdapat pada bagian paling dalam, bagian ini diikat oleh putih telur oleh kalaza. Kantong

    udara (air sel) merupakan rongga yang terdapat pada bagian tumpul isi telur. Kantong udara

    berfungsi untuk tempat pemberi udara pada waktu embrio bernafas.oleh karena itu letak

    embrio pada telur terletak tepat di belakang kantong udara. Apabila kantong udara terletak

  • di bagian runcing, maka besar kemungkinan calon ayam atau bebek tersebut akan mati di

    dalam telur.

    2.2 Pengertian Telur Asin

    Telur asin merupakan salah satu bahan pangan kaya protein yang mudahdicerna,

    mudah dalam penggunaanya dan disukai oleh masyarakat.Secara umum telur

    dikonsumsi untuk lauk pauk sehingga telur mempunyai peranan penting dalam

    mencukupi kebutuhan masyarakat terutama untuk kecukupan protein hewaninya.Telur

    merupakan bahan pangan yang mudah rusak. Kerusakan telur dapat terjadi pada

    fisiknya, maupun isinya.Pelindung luar luar telur adalah cangkang yang mudah pecah

    karena benturan dan tekanan. Apabila cangkang ini sudah rusak, maka isinya tidak akan

    bertahan lama. Telur, karena mengandung zat gizi Yng cukup tinggi merupakan media

    yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme, sehingga kerusakan telur akibat

    pembusukan sering terjadi, walaupun cangkangnya masih utuh, karena cangkang telur

    mempunyai pori- pori sehingga mudah dimasuki mikrobia (winarno,1998 dalam jurnal

    Handayani,C,2010).

    Cara untuk mempertahankan kualitas telur agar tidak cepat mengalami kerusakan

    terutama kerusakan akibat pembusukan dalam jangka waktu yang relatif panjang antara

    lain dengan pengawetan melalui proses pengasinan telur, sehingga didapatkan telur asin.

    Disamping sebagai upaya untuk mengawetkan, pengasinan telur ini juga akan

    menambah cita rasa telur.

    2.3 Bahan Bahan yang Digunakan

    1. Telur

    Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa lezat, mudah

    dicerna, dan bergizi tinggi. Telur terdiri dari protein 13%, lemak 12%, serta vitamin, dan

    mineral. Nilai tertinggi telur terdapat pada bagian kuninggnya. Kuning telur

    mengandung asam amino essensial yang dibutuhkan serta mineral. Sebagia protein 50

    % dan semua lemak terdapat pada kuning telur. Adapun putih telur yang jumlahnya

    sekitar 60% dari seluruh bulatan telur mengandung 5 jenis protein dan sedikit

  • karbohidrat. Kelemahan telur yaitu memiliki sifat mudah rusak, baik kerusakan alami,

    kimiawi maupun kerusakan akibat serangan mikroorganisme melalui pori- pori telur.

    Oleh karena itu usaha pengawetan sangat penting untuk mempertahankan kualitas telur.

    (sutrisno et al,1991)

    Telur yang digunakan untuk telur asin biasanya telur itik. Telur itik seperti halnya

    produk asal ternak pada umumnya mudah mengalami kerusakan. Untuk menjaga agar

    kualitas telur dapat bertahan lama, diperlukan cara- cara untuk dapat memperpanjang

    kualitas telur yaitu dengan cara pengawetan. Pengawetan telur bertujuan untuk memberi

    nilai tambah dan memperpanjang daya simpan telur. Prinsip dari pengawetan telur

    adalah untuk mencegah penguapan dan kehilangan CO2 dari dalam telur. Salah satu

    pengawetan telur yang mudah dilakukan yaitu pengawetan dengan garam atau dikenal

    dengan telur asin. Telur asin merupakan bentuk produk olahan dari telur itik yang telah

    lama dilakukan oleh masyarakat, baik sebagai cabang usaha untuk kebutuhan keluarga

    sendiri.

    Tabel 1. Kandungan Gizi Telur Itik

    Bagian (%) Isi telur Putih telur Kuning telur

    Berat 6,6 40,4 26,6

    Air 69,7 86,8 44,8

    Bahan kering 30,3 13,2 55,2

    Protein 13,7 11,3 17,7

    Lemak 14,4 0,08 35,2

    Karbohidrat 1,2 1,0 1,1

    Sumber : Litbang, deptan,2005

    Mutu telur asin menurut Standar Nasional Indonesia meliputi bau, warna,

    kenampakan, kadar garam, cemaran mikrobia Salmonella dan Staphylococcus aureus.

    Kadar garam telur asin yang dibuat dengan perendaman air garam jenuh selama 12 hari

    adalah : kuning telur 0,58% dan putih telur 3,02%. Syarat mutu telur asin berdasar

    Standar Nasional Indonesia tahun 1996 dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini :

  • Tabel 2. Syarat Mutu Telur Asin

    Jenis uji Satuan Persyaratan

    1. Keadaan

    Bau - Normal

    Warna - Normal

    Kenampakan - Normal

    2. Garam b/b % min. 2

    3. Cemaran mikroba - Salmonella

    Koloni/25 g negatif

  • basa berhubungan dengan proses penetralan molekul protein sehingga daya tarik anatar

    molekul protein meningkat dan kelarutannya menurun. pH dimana terjadi pengendapan

    protein disebut titik isoelektrik. Koagulasi oleh asam dan basa dapat juga terjadi karena

    denaturasi protein akibat penurunan pH.

    Penambahan garam dalam jumlah tertentu pada suatu bahan pangan dapat

    mengawetkan bahan pangan tersebut. Hal ini disebabkan adanya kenaikan tekanan

    osmotik yang menyebabkan plasmolisis sel mikroba (sel mengalami dehidrasi atau

    keluarnya cairan dari sel) dan sel menjadi peka terhadap CO2. Penambahan garam juga

    akan mengurangi oksigen terlarut, menghambat kerja enzim, dan menurunkan aktivitas

    air (awatau kandungan air bebas dalam bahan pangan). Pengasinan merupakan proses

    penetrasi garam ke dalam bahan yang diasin dengan cara difusi setelah garam mengion

    menjadi Na+dan Cl-. Laju difusi tergantung perbedaan tekanan osmosis antara isi telur

    dan kandungan garam dalam adonan. Makin besar perbedaannya, makin cepat laju difusi

    yang terjadi. Laju difusi mendapat hambatan dari lapisan kapur pada kulit dan lemak

    pada kuning telur. 20 Ukuran kristal garam berpengaruh pada proses pengasinan telur.

    Kristal garam yang besar (lebih dari 6 mm3) menghasilkan laju difusi yang lambat,

    sedangkan kristal yang kecil (kurang dari 1 mm3) laju difusi akan terlalu cepat yang

    dapat menyebabkan pengerasan lapisan protein terluar dari telur sehingga menghambat

    difusi garam kebagian telur yang lebih dalam. Pengasinan yang biasa dilakukan secara

    tradisional menghasilkan telur yang bercita rasa khas dan disukai. Meskipun demikian

    terjadi kehilangan berat telur yang relatif besar. Hal ini disebabkan adanya difusi air serta

    penguapan uap air dan gas-gas keluar dari dalam telur. Telur yang telah diasin

    mengalami penurunan berat sekitar 2 - 8,4 persen.

    Pengasinan merupakan proses penetrasi garam ke dalam bahan yang diasin dengan

    cara difusi setelah garam mengion menjadi Na+ dan Cl-. Penambahan garam dalam

    jumlah tertentu pada suatu bahan pangan dapat mengawetkan bahan pangan tersebut.Hal

    ini disebabkan karena adanya kenaikan tekanan osmotik yang menyebabkan plasmolisis

    sel mikroba yaitu sel mengalami dehidrasi atau keluarnya cairan dari sel dan plasmolisis

    sel terhadap CO2. Penambahan garam juga akan mengurangi oksigen terlarut,

  • menghambat kerja enzim dan menurunkan aktivitas air. Proses pengasinan yang berhasil

    dengan baik ditentukan oleh karakteristik telur asin yang dihasilkan. Telur asin tersebut

    bersifat stabil, aroma dan rasa telurnya terasa nyata, penampakan putih dan kuning

    telurnya baik (Winarno dan Koswara, 2002).

    3. Air

    Air adalah zat cair yang tidak mempunyai rasa, warna dan bau, yang terdiri dari

    hidrogen dan oksigen dengan rumus kimiawi H2O. Karena air merupakan suatu larutan yang

    hampir-hampir bersifat universal, maka zat-zat yang paling alamiah maupun buatan manusia

    hingga tingkat tertentu terlarut di dalamnya. Dengan demikian, air di dalam mengandung zat-

    zat terlarut. Zat-zat ini sering disebut pencemar yang terdapat dalam air (Linsley, 1991).

    Sifat air yang penting dapat digolongkan ke dalam sifat fisis, kimiawi, dan biologis.

    Sifat fisis dari air yaitu didapatkan dalam ketiga wujudnya, yakni, bentuk padat sebagai es,

    bentuk cair sebagai air, dan bentuk gas sebagai uap air. Bentuk mana yang akan didapatkan,

    tergantung keadaan cuaca yang ada setempat. Sifat kimia dari air yaitu mempunyai pH=7

    dan oksigen terlarut (=DO) jenuh pada 9 mg/L. Air merupakan pelarut yang universal, hampir

    semua jenis zat dapat larut di dalam air. Air juga merupakan cairan biologis, yakni didapat

    di dalam tubuh semua organisme. Sifat biologis dari air yaitu di dalam perairan selalu didapat

    kehidupan, fauna dan flora. Benda hidup ini berpengaruh timbal balik terhadap kualitas air.

    2.3. Perubahan yang Terjadi Selama Proses

    a. Denaturasi protein

    Denaturasi dapat diartikan sebagai suatu perubahan atau modifikasi struktur

    sekunder, tersier, dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-

    ikatan kovalen. Denaturasi protein dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu panas,

    pH, bahan kimia, gelombang suara, tekanan yang tinggi dan mekanik. Senyawa kimia

    seperti urea dan garam dapat memecah ikatan hidrogen yang akhirnya menyebabkan

    denaturasi protein (Winarno, 1997).

    b. Koagulasi

  • Konsentrasi terbesar dalam lapisan putih telur adalah ovomucin.Mucin berperan

    dalam proses koagulasi. Kalaza mempunyai kandungan mucin yang tinggi dan

    mempunyai daya tahan terhadap penggumpalan.Sebaliknya, kuning telur mengandung

    komponen non protein yang merupakan subyek penggumpalan. Bila dalam suatu larutan

    protein ditambahkan garam, daya larut protein akan berkurang, akibatnya protein akan

    terpisah sebagai endapan. Peristiwa pemisahan protein ini disebut sebagai salting

    out.Bila garam netral yang ditambahkan berkonsentrasi tinggi, maka protein akan

    mengendap (Winarno, 1997).

    c. Pembentukan Gel

    Gel adalah fase antara padat dan cair, sebagai sistem larutan yang kehilangan sifat

    mengalir. Gelasi terjadi pada saat terbentuk ikatan nonkovalen dari gugus fungsional

    yang sudah stabil. Mekanisme dari gelasi ini adalah pemerangkapan air,immobilisasi

    dan pembentukan struktur gel yang stabil (Fennema, 1985).

    Pembentukan gel ada empat tahapan diantaranya adalah denaturasi, agregasi,

    koagulasi dan flokulasi (Pomeranz, 1985). Garam merupakan salah satu faktor yang

    inenyebabkan denaturasi dan mempengaruhi pembentukan gel pada kuning telur. Hal

    tersebut terjadi karena adanya aktivitas kation dan anion dari garam yaitu Na+ dan C1-

    yang meningkat (Stadelman dan Cotterill, 1977).

    Proses pemasakan pada telur asin merupakan salah satu cara untuk mengawetkan

    telur asin dalam jangka waktu yang lebih lama dan berpengaruh terhadap karakteristik

    telur asin yang dihasilkan. Telur asin umumnya dimasak dengan cara pengukusan atau

    perebusan. Suatu inovasi cara pemasakan telur asin yaitu dengan pengovenan.

    Pemasakan dengan pengovenan merupakan pengembangan dari prinsip pengeringan.

    Pemasakan dengan oven menggunakan udara panas sebagai media pemanas. Pada proses

    pengovenan akan terjadi pengeluaran air karena adanya perbedaan tekanan osmotis.

    Bersamaan dengan keluarnya air dari telur juga akan terjadi pengeluaran NaCl sehingga

    akan berpengaruh terhadap rasa asin yang dihasilkan dari telur asin (Hidayat, 2007).

    Menurut Sudarmadji, dkk. (1997) bahwa dengan adanya pemanasan, protein dalam telur

    akan mengalami perubahan dan akan membentuk persenyawaan antara asam amino hasil

  • perubahan protein dengan gula-gula reduksi sehingga membentuk senyawa rasa dan

    aroma telur. Proses pemasakan yang berbeda diduga akan menghasilkan kadar air,

    kemasiran dan tekstur yang berbeda.

    Telur asin yang dilakukan dengan oven mengalami pengurangan kadar air yang

    paling tinggi dan karena pengukuran kadar protein juga dalam mg/ml (berdasarkan

    berat basah), maka kadar proteinny a terlihat meningkat, walaupun tidak terjadi

    penambahan protein dari luar. Kadar protein telur segar 10,9 % pada putih telur dan

    16,5 % pada kuning telur (Soewedo, 1983).

    BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

    3.1. Alat dan Bahan

  • 3.1.1 Alat

    1. Oven

    2. Baskom

    3. Sendok

    4. Penjepit

    5. Piring

    6. Panci

    7. Kompor

    8. Pisau

    3.1.2 Bahan

    1. Telur asin

    2. Air

    3. Label

    4. Tissu

    5. Kertas alumunium foil

  • 3.2. Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan

    Telur asin

    Dibungkus alumunium foil Direbus

    t : 25 menit

    Dicuci

    Di oven

    T : 1800C, t : 30 menit Ditiriskan

    Ditiriskan

    Dibelah menjadi dua

    Dibelah menjadi dua

    Di amati uji

    organoleptik

    (warna, rasa, tekstur)

  • BAB 4. HASIL PENGAMATAN dan HASIL PERHITUNGAN

    4.1 Hasil Pengamatan

    4.1.1 Uji Organoleptik Telur Asin

    a. Warna

    No Nama Kode

    275 916

    1. Dimas Yofri 5 4

    2. Intan Marta 5 3

    3. Ikhwan S. 4 5

    4. Elok B. 4 3

    5. Amelia R. 4 3

    6. Yusuf A. 4 5

    7. M. Mardiyanto 4 3

    8. Furqoni N. 3 2

    9. Nurlita S. 3 4

    10. Rizqi R. 3 4

    11. Moh. Afton 4 3

    12. Novilla S. 4 2

    13. Badriatur R. 4 3

    14. Bagus A. 4 3

    15. Faiq F. 3 3

    Total 58 50

    Keterangan :

    (275) : Perlakuan Telur Asin Dioven

    (916) : Perlakuan Telur Asin Direbus

  • b. Rasa

    No Nama Kode

    275 916

    1. Dimas Yofri 5 3

    2. Intan Marta 4 3

    3. Ikhwan S. 5 3

    4. Elok B. 5 3

    5. Amelia R. 4 2

    6. Yusuf A. 5 3

    7. M. Mardiyanto 5 4

    8. Furqoni N. 3 4

    No Nama Kode

    275 916

    9. Nurlita S. 5 1

    10. Rizqi R. 3 4

    11. Moh. Afton 3 4

    12. Novilla S. 4 2

    13. Badriatur R. 3 2

    14. Bagus A. 4 3

    15. Faiq F. 3 2

    Total 61 43

    Keterangan :

    (275) : Perlakuan Telur Asin Dioven

    (916) : Perlakuan Telur Asin Direbu

  • c. Tekstur

    No

    Nama Kode

    275 916

    1. Dimas Yofri 5 3

    2. Intan Marta 3 4

    3. Ikhwan S. 4 3

    4. Elok B. 4 3

    5. Amelia R. 4 2

    6. Yusuf A. 5 3

    7. M. Mardiyanto 5 2

    8. Furqoni N. 4 3

    9. Nurlita S. 2 4

    10. Rizqi R. 4 3

    11. Moh. Afton 4 3

    12. Novilla S. 4 2

    13. Badriatur R. 3 2

    14. Bagus A. 4 3

    15. Faiq F. 3 3

    Total 58 43

    Keterangan :

    (275) : Perlakuan Telur Asin Dioven

    (916) : Perlakuan Telur Asin Direbus

  • 4.2 Hasil Perhitungan

    4.2.1. Warna

    Kode Total Rata- rata

    275 58 3,86

    916 50 3,33

    4.2.2. Rasa

    Kode Total Rata- rata

    275 61 4,06

    916 43 2,86

    4.2.3. Tekstur

    Kode Total Rata- rata

    275 58 3,86

    916 43 2,86

  • BAB 5 PEMBAHASAN

    5.1 Skema Kerja dan Fungsi perlakuan

    Pada praktikum telur asin telah disiapakan oleh asisten telur yang sudah diberi garam

    dan direndam batu bata. Kemudian hal pertama yang dilakukan praktikkan dalam praktikum

    ini adalah pencucian telur yang bertujuan untuk menghilangkan tanah batu bata yang

    menempel pada telur yang sudah dilumuru garam, kemudian telur asin dilakukan dua

    perlakuan yaitu direbus dengan waktu 25 menit dan di oven dengan suhu 1800C, waktu 30

    menit, sebelum dilakukan pengovenan telur dibungkus dengan kertas alumunium foil.

    Setelah telur asin direbus dan di oven dilakukan penirisan agar dingin dan mudah untuk

    proses pembelahan telur asin, kemudian telur asin dibelah menjadi dua yang bertujuan untuk

    dilakukan pengamatan terhadap tekstur, warna dan rasa.

    5.2 Analisa data

    Pembuatan telur asin ini bertujuan untuk meningkatkan daya simpan telur. Secara

    tradisional telur asin biasanya dibuat dari telur bebek dan memiliki daya simpan anatara 1-3

    minggu. Ketahanan simpan ini dikarenakan kadar garam yang tinggi.dalam pembuatan telur

    asin ini, yang digunakan adalah adonan abu gosok, pecahan batu bata, dan garam. Garam

    berfungsi sebagai pencipta rasa asin dan sekaligus bahan pengawet. Karena dapat

    mengurangi kelarutan oksigen (oksigen diperlukan oleh bakteri), menghambat kerja enzim

    proteolitik (enzim perusak protein), dan menyerap air dari dalam telur. Berikut merupakan

    hasil analisa organoleptic dalam pembuatan telur asin.

  • 5.2.1 Uji organoleptic telur asin warna

    Gambar 1. Uji Organoleptik Telur Asin Terhadap Warna

    Dari gambar diatas dapat dianalisa bahwa warna pada telur asin dengan perlakuan

    oven lebih disukai oleh panelis. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan warna pada

    kuning telur. Pada proses pengovenan warna pada kuning telur didapatkan hasil lebih

    gelap, dibandingkan dengan telur yang di rebus. Hal ini dikarenakan Terjadinya proses

    kemasiran akibat dari cara pemasakan rebus dengan suhu yang tinggi dan tidak konstan,

    sehingga panas yang masuk ke dalam telur merubah bentuk lemak dari padat menjadi

    cair. Menurut Gaman dan Sherington (1992) akibat dari pengaruh panas, lemak akan

    mencair karena lemak adalah campuran trigliserida yang tidak memiliki titik cair yang

    jelas, tetapi akan mencair pada suatu rentang suhu.

    Amrullah (2003) yang menyatakan bahwa warna kuning telur yang disukai konsumen

    salah satunya dipengaruhi oleh zat warna xantofil yang banyak terdapat dalam golongan

    hidroksi-karotenoid. Zat tersebut selain mempengaruhi warna kuning telur juga warna

    kulit, shank, paruh, dan pigmen ini akan disimpan di dalam kuning telur. Penyebab

    3

    3.1

    3.2

    3.3

    3.4

    3.5

    3.6

    3.7

    3.8

    3.9

    Warna

    Warna

    Telur asin Dioven Telur asin Direbus

  • keragaman warna kuning telur selain disebabkan oleh jumlah kandungan xantofil dalam

    bahan pakan, juga disebabkan oleh perbedaan galur, keragaman individu, sangkar, angka

    kesakitan (morbiditas), cekaman, lemak dalam pakan oksidasi xantofil dalam bahan

    pakan tertentu.

    5.2.2 Rasa

    Rasa dari kedua perlakuan dapat dianalisa telur mempunyai rasaa asin. Rasa asin ini

    disebabkanpada proses pembuatan telur asin terjadi pertukaran ion yang bersifat stokiometri,

    yakni satu ion H+ diganti oleh suatu ion Na+. Pertukaran ion adalh suatu proses

    kesetimbangan dan jarang berlangsung lengkap. Ion Na didapatkan dari garam sedangkan

    ion H+ berasal dari air. Dengan demikian, ion Na masuk ke dalam telur dan kadar air

    berkurang, akibatnya telur menjadi asin. Telur asin yang baik akan bebas dari rasa amis, pahit,

    bau amoniak, bau busuk, serta rasa dan bau lainnya yang tidak diharapkan.

    Gambar 2. Uji Organoleptik Telur Asin Terhadap Rasa

    0

    0.5

    1

    1.5

    2

    2.5

    3

    3.5

    4

    4.5

    Rasa

    Rasa

    Telur asin Dioven Telur asin Direbus

  • Dari gambar diatas menunjukkan bahwa panleis lebih menyukai telur asin yang diberi

    perlakuan dengan dioven. Hal ini dikarenakan telur asin yang dioven mempunyai tekstur

    yang keras. Menurut Romanoff dan Romanoff (1963) yang menyatakan bahwa sebagian

    besar kuning telur asin akan mengeras dan memberikan rasa asin. Garam yang berdifusi ke

    dalam kerabang akan terperangkap oleh albumin. Tingginya kadar garam pada albumin akan

    menarik air pada kuning telur sehingga menyebabkan kuning telur semakin mengental dan

    memberikan rasa asin. Rasa masir yang ditimbulkan dari kuning telur berhubungan erat

    dengan granula yang terdapat di dalam kuning telur (Wulandari, 2002). Hal ini juga

    didukung oleh Chi dan Tseng (1998), yang menyebutkan bahwa tekstur masir disebabkan

    oleh adanya pembesaran granula.

    5.2.3 Tekstur

    Gambar 3. Uji Organoleptik Telur Asin Terhadap Tekstur

    Dari gambar diatas menunukkan bahhwa menurut panelis telur asin dengan cara dioven

    mempunyai nilai yang lebih tinggi. Berdasarkan perhitungan selisih keduanya tidak terlalu

    0

    0.5

    1

    1.5

    2

    2.5

    3

    3.5

    4

    4.5

    Tekstur

    Tekstur

    Telur asin Dioven Telur asin Direbus

  • berbedaa. Berdasarkan pengamatan, pemasakan yang digunakan tidak memberikan pengaruh

    terhadapt ekstur telur asin yang dihasilkan, hal tersebut diduga karena penurunan kadar air

    telur asin relatif sama, sehingga tekstur putih telur asin yang dihasilkan cenderung sama. Hal

    ini serupa dengan pernyataan Budiman dkk. (2012) bahwa putih telur yang kenyal

    dipengaruhi oleh kadar air.

  • Menurut Kastaman dkk (2010) menyatakana bahwa tekstur telur asin dipengaruhi oleh

    kadar air, dimana berkurangnya kadar air menimbulkan tekstur telur asin semakin keras.

    Selain karena kadar air yang relatif sama, alasan lain yang menyebabkan cara pemasakan

    tidak menyebabkan pengaruh nyata terhadap tekstur telur asin yaitu karena kadar protein

    terkoagulasi pada suhu dan waktu pemasakan yang sama, sehingga menghasilkan tekstur

    yang sama. Menurut Gaman dan Sherington (1992) telur yang dipanaskan, protein putih

    maupun kuning telur akan terkoagulasi. Putih telur yang mengandung protein terkoagolasi

    lebih dulu pada suhu 60o C sehingga berubah dari jernih menjadi putih dan membentuk gel.

    Protein kuning telur terkoagulasi antara suhu 65o C sampai 68o C sehingga mengental. Hal

    tersebut didukung oleh pernyataan Hidayat (2007) bahwa semakin tinggi suhu dan lama

    waktu pemasakan, maka protein telur terkoagulasi semakin cepat berubah bentuk menjadi

    gel dan lama kelamaan berubah menjadi padat.

    Pada proses pengasinan sendiri kemampuan NaCl untuk mengikat air mempunyai afinitas

    yang lebih besar dari pada protein menyebabkan jarak antara molekul protein semakin dekat

    sehingga interaksi antara molekul protein semakin kuat. Ikatan yang kuat tersebut

    menyebabkan protein menggumpal sehingga menyebabkan tekstur protein semakin kenyal

    (Noviastuti, 2002). Fardiaz dkk (1992) juga menyatakan bahwa tekstur putih telur dapat

    dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kadar protein, suhu pemanasan, kekuatan ion dan

    adanya interaksi dengan komponen lain.

    Hal ini dapat disimpulakan bahwa paneis menyukai telur asin dengan dioven disebabkan

    karena teksturnya lebih keras dibandingkan telur yang direbus. Telur asin yang direbus

    mempunyai tekstur yang lebih lembek dibandingkan dengan perlakuan yang dioven. Uji

    organoleptic disini didasarkan dari kesukaan panelis yang tidak menyukai tekstur telur yang

    lembek.

  • BAB 6. PENUTUP

    6.1. Kesimpulan

    Berdasarkan praktikum yang dihasilkan dapat disimpulkan bahwa :

    1. Untuk paraktikum telur asin digunakan telur itik yang diberi perlakuan perendaman

    pada batu bata.

    2. Berdasarkan hasil praktikum telur asin yang dilakukan dengan dua perlakuan yaitu

    di oven dan direbus,panelis lebih menyukai warna dengan perlakuan di oven hal ini

    dikarenakancara pemasakan oven menghasilkan telur asin yang paling masir.

    3. Berdasarkan uji organoleptic tekstur panelis lebih menyukai yang dioven. Hal ini

    dikarenakan tekstur yang dihasilkan tidak lembek.

    4. Uji organoleptic Berdasarkan warna panelis juga lebih menyukai perlakuan dengan

    dioven.

    6.2. Saran

    Untuk praktikum ini sudah cukup baik. Untuk praktikum selanjutnya mungkin lebih

    ditingkatkan parameter perlakuannya yang tidak terpaku dlan uji organoleptic saja.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Amrullah, 2003. Meningkatkan Skor Kuning Telur. Staf Peneliti BPTP Kalimantan

    Selatan.

    Belitz, H. D, dan W. Grosch. 1999. Food Chemistry, Springer, Germany.

    Chang, C. M., W. D. Powrie and 0. Fennema. 1977. Microstructrure of egg yolk. J. Food

    Sci. 42 : 1193-1200.

    Chi, S. P. and K. H. Tseng. 1998. Physicochemical properties of salted picled yolk from

    duck and chicken eggs. J. Food Sci. 63 : 27-30.

    Gumay, T. R. 2009. Kandungan Beta Karoten dan Nilai Gizi Telur Asin dari itik yang

    Mendapatkan Limbah Udang.Program studi Teknologi Hasil Ternak. Fakutas

    Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

    Indriani, W. 2008. Sifat Fisik, Kimia dan Organoleptik Telur Asin melalui Penggaraman

    dengan Tekanan dan Konsentrasi Garam yang Berbeda. Program Studi Teknologi

    Hasil Ternak. Departemen Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut

    Pertanian Bogor, Bogor.

    Muchtadi, T. R. dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen

    Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar

    Universitas Pangan Dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

    Peirano, R. P., J. M. A. A. Filipetti and E. M. Bissoni. 1974. Effect on temperature and stored

    time on interior egg quality. Proceedings and Abstract XV.Worlds Poultry Congress and Exposition. J 6:207-208.

    Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia, Universitas Indonesia-Press. Jakarta.

    Romanoff, A. L. and A. J. Romanoff. 1963. The avian Eggs. John Willey and sons, Inc, New

    York.

    Sarwono, B. 1994.Pengawetan dan Pemanfaatan Telur. Penebar Swadaya, Jakarta.

    Silalahi, M. 2009. Pengaruh Beberapa Bahan Pengawet Nabati terhadap Nilai Haugh Unit,

    Berat dan Kualitas Telur Konsumsi selama Penyimpanan. Balai Pengkajian

    Teknologi Pertanian Lampung, Bandar Lampung.

  • Shenstone, F.S, 1968. The Gross Composition, Chemistry and Physico-Chemical Basic of

    Organization of the Yolk and the White.In : Carter, T.C. (Ed). Egg Quality, A

    Study of Hens Egg.Oliver and Boyd.Robert Cunningham and Sons Ltd, Alva, Great Britain.

    Silverside, F. G. And K. Budgell. 2004. The effect of stored and strain of hen on egg quality.

    J. Poultry Sci. 79: 1725-1729.

    Sirait, C. H. 1986. Telur dan Pengolahannya.Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan,

    Bogor.

    Sudaryani, T. 1996. Telur dan Hasil Olahannya. Penerbit Swadaya, Jakarta.

    ________. 2000. Kualitas Telur. Penebar Swadaya, Jakarta.

    Sukendra, L. 1976. Pengaruh Cara Pengasinan Telur Bebek (Muscovy sp) dengan

    Menggunakan Adonan Campuran Garam dan Bata terhadap Mutu Telur Asin

    selama Penyimpanan.Tesis. Fakultas Mekanisasi Pertanian. Institut Pertanian

    Bogor, Bogor.

    Walsh, T. I,.R. E. Rizk and J. Brake. 1995. Effects of Temperature and Carbon Dioxide on

    Albumen Characteristics, Weight Loss and Early Embryonic Mortality of Long

    Stored Hatching Eggs. Poultry Sci. 9: 1403-1410.

    Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

    Winarno, F.G. dan S. Koswara. 2002., Telur : Komposisi, Penanganan dan

    Pengolahannya, M-Brio Press, Bogor.

  • LAMPIRAN GAMBAR

    Perebusan telur asin Perebusan telur asin

    Pembungkusan telur asin

    menggunakan alumunium foil

    Uji Organoleptik

    Pemasukan telur asin dalam oven Pembelahan telur menjadi 2

  • Pengovenan telur asin

    LAMPIRAN PERHITUNGAN

    1. Warna

    275 ( Telur asin di oven)

    Rata rata =5+5+4+4+4+4+4+3+3+3+4+4+4+4+3

    15

    = 3,86

    916 ( Telur asin di rebus)

    Rata- rata = 4+3+5+3+3+5+3+2+4+4+3+2+3+3+3

    15

    = 3,33

    2. Rasa

    275 ( Telur asin di oven)

    Rata-rata = 5+4+5+5+4+5+5+3+5+3+3+4+3+4+3

    15

    = 4,06

    916 ( Telur asin di rebus)

    Rata- rata =3+3+3+3+2+3+4+4+1+4+4+2+2+3+2

    15

    = 2,86

    3. Tekstur

    275 ( Telur asin di oven)

  • Rata-rata =5+3+4+4+4+5+5+4+2+4+4+4+3+4+3

    15

    = 3,86

    916 ( Telur asin di rebus)

    Rata-rata =3+4+3+3+2+3+2+3+4+3+3+2+2+3+3

    15

    = 2,86