Laporan Tekpak Unsoed 2013
-
Upload
maz-tung-sang-adipatih-gbx -
Category
Documents
-
view
137 -
download
2
description
Transcript of Laporan Tekpak Unsoed 2013
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pakan mempunyai peranan yang sangat penting didalam kehidupan ternak.
Pakan adalah bahan yang dimakan dan dicerna oleh seekor hewan yang mampu
menyajikan unsur hara atau nutrisi yang penting untuk perawatan tubuh,
pertumbuhan, penggemukan, dan reproduksi (birahi, konsepsi, kebuntingan), serta
laktasi (produksi susu). Alasan lain mengapa pakan menjadi salah satu faktor
terpenting selain bibit dan manajemen di dalam pemeliharaan ternak, khususnya
ternak ruminansia. Telah kita ketahui bahwa biaya pakan merupakan biaya
terbesar dari total biaya produksi, yaitu mencapai 70-80 %. Kelemahan sistem
produksi peternakan umumnya terletak pada ketidakpastian tatalaksana pakan dan
kesehatan. Keterbatasan pakan menyebabkan daya tampung ternak pada suatu
daerah menurun atau dapat menyebabkan gangguan produksi dan reproduksi yang
normal. Hal ini antara lain dapat diatasi bila potensi pertanian/industri maupun
limbahnya ikut dipertimbangkan dalam usaha peternakan. Ini tidak menjadi suatu
yang berlebihan mengingat Indonesia merupakan negara agraris. Asalkan kita
tahu secara tepat nilai guna dan daya gunanya serta tahu teknologi yang tepat pula
untuk mengelolanya, agar lebih bermanfaat.
Perlu dipahami bersama bahwa ”tidak ada strategi dan komposisi akan
terhebat yang dapat diterapkan pada semua sistem usaha peternakan sapi potong
yang tersebar di berbagai lokasi usaha. Yang terhebat adalah strategi untuk
mengungkap dan mengolah bahan pakan potensial setempat menjadi produk
ekonomis yang aman, sehat, utuh, halal dan berkualitas”. Produktivitas ternak
dipengaruhi oleh faktor lingkungan sampai 70% dan faktor genetik hanya sekitar
30%. Diantara faktor lingkungan tersebut, aspek pakan mempunyai pengaruh
paling besar yaitu sekitar 60%. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun potensi
genetik ternak tinggi, namun apabila pemberian pakan tidak memenuhi
persyaratan kuantitas dan kualitas, maka produksi yang tinggi tidak akan tercapai.
Disamping pengaruhnya yang besar terhadap produktivitas ternak, faktor pakan
2
juga merupakan biaya produksi yang terbesar dalam usaha peternakan. Biaya
pakan ini dapat mencapai 60-80% dari keseluruhan biaya produksi.
Pemanfaatan hijauan yang mampu bertahan hanya pada musim penghujan
dan dimusim kemarau susah untuk didapatkan. Ketersediaan jerami yang
melimpah dan belum termanfaatkan secara optimal sangat perlu untuk diupayakan
agar dapat termanfaatkan dengan baik. Metode fermentasi dan amoniasi jerami
merupakan usaha untuk mendapatkan pakan ternak dengan cara mengawetkan
jerami tersebut agar tidak kekurangan pakan saat musim kemarau dan
memudahkan ternak untuk mencerna jerami. Pakan utama ternak ruminansia
adalah hijauan yaitu sekitar 60-70%, akan tetapi karena ketersediaan pakan
hijauan sangat terbatas maka pengembangan peternakan dapat diintegrasikan
dengan usaha pertanian sebagai strategi dalam penyediaan pakan ternak melalui
optimalisasi pemanfaatan limbah pertanian dan limbah agroindustri pertanian.
Pembuatan pakan komplit merupakan usaha untuk memberikan nutrisi yang
dibutuhkan oleh ternak. Uji fisik dilakukan untuk mengetahui seberapa baik dan
kuat serta kualitas yang dihasilkan dari pakan.
Teknologi pakan mencakup semua teknologi mulai dari penyediaan bahan
pakan sampai ransum diberikan kepada ternak. Pengetahuan tentang nutrisi ternak
diperlukan dalam teknologi pakan, tetapi ilmu dasar seperti fisika, kimia, dan
biologi juga berperan penting dalam formulasi, pengolahan, penyimpanan,
evaluasi, dan distribusi pakan. Teknologi didefinisikan sebagai metode atau cara
untuk mencapai tujuan praktis berdasarkan ilmu pengetahuan. Dalam prakteknya,
teknologi pakan mempunyai tiga cakupan, yaitu: (1) teknologi bahan baku pakan;
(2) teknologi pengolahan pakan termasuk formulasi sampai penyimpanan; dan (3)
teknologi pengendalian mutu (quality control) pakan. Teknologi pakan memegang
peranan penting dalam industri peternakan.
3
1.2 Waktu dan Tempat
Praktikum Teknologi Pakan dilaksanakan pada tanggal 31 Mei 2012 untuk
pembuatn jerami amoniasi dan fermentasi, 07 Juni 2012 untuk pembuatan pellet
dan complete feed block, dan 14 Juni 2012 untuk acara mengenai uji fisik.
Praktikum dilaksanakan pada pukul 15.00 WIB sampai dengan selesai yang
bertempat di Green House dan Laboratorium Ilmu Bahan Makanan Ternak,
Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.
4
II. TUJUAN DAN MANFAAT
II.1 Tujuan
1. Memahami dan terampil dalam pembuatan jerami amoniasi dan
fermentasi.
2. Memahami dan terampil dalam pembuatan pakan komplit baik dalam
bentuk pellet maupun block.
3. Mengetahui metode-metode uji fisik pakan komplit (sudut tumpukan,
hardness, keambaan, durability) dan evaluasi jerami fermentasi maupun
amoniasi yang meliputi pengamatan suhu, ph, bau, dan warna.
II.2 Manfaat
1. Mahir dalam pemrosesan bahan pakan.
2. Memahami dan terampil dalam pembuatan jerami amoniasi dan
fermentasi.
3. Mengenal pakan komplit yang berkualitas baik.
4. Memahami dan terampil dalam pembuatan pellet dan complete feed block.
5. Mempermudah penanganan dalam pengangkutan, pengolahan dan
menjaga homogenitas dan stabilitas saat pencampuran.
6. Memahami manfaat dari uji fisik bahan pakan.
5
III. TINJAUAN PUSTAKA
III.1Fermentasi dan Amoniasi Jerami
3.1.1 Fermentasi Jerami
Jerami padi adalah bagian batang tumbuh yang setelah dipanen bulir-bulir
buah bersama atau tidak dengan tangkainya dikurangi dengan akar dan bagian
batang yang tertinggal setelah disabit. Masalah utama pemanfaatan jerami sebagai
pakan adalah tersebarnya sumber jerami padi sehingga menyebabkan ongkos
transportasi mahal. Masalah utama lainnya adalah kualitas jerami padi yang
rendah. Ikatan fisik dan ikatan kimia antara selulosa, hemiselulosa, lignin dan
silica serta rendahnya kecernaan merupakan hambatan utama bagi
mikroorganisme rumen dalam memanfaatkan serat kasar jerami padi. Usaha untuk
mengatasi hal tersebut, perlu mempertimbangkan suatu perlakuan dan pemberian
pakan tambahan (suplemen) yang tepat (Abubakar, 2007).
Jerami merupakan bagian dari batang tanaman padi tanpa akar yang
dibuang setelah diambil butir buahnya. Jika jerami padi langsung diberikan
kepada ternak sapi, daya cernanya rendah dan proses pencernaannya lambat,
sehingga total yang dimakan per satuan waktunya menjadi sedikit. Di samping itu
jerami mempunyai nilai gizi jerami yang rendah karena kandungan proteinnya
rendah. Melalui teknik amoniasi dapat mengubah jerami menjadi pakan ternak
yang potensial dan berkualitas karena melalui amoniasi dapat meningkatkan daya
cerna dan meningkatkan kandungan proteinnya (Sofyan, 2007).
Jerami padi merupakan salah satu hasil ikutan pertanian terbesar di
Indonesia yang jumlahnya kurang lebih 20 juta ton per tahun, produksinya
bervariasi sekitar 12 - 15 ton per hektar atau 4 - 5 ton bahan kering per hektar satu
kali panen, tergantung pada lokasi dan jenis varietas tanaman yang digunakan.
Sebagian besar jerami padi tidak dimanfaatkan, karena selalu dibakar setelah
proses pemanenan. Sedangkan di sektor peternakan membutuhkan makanan
ternak (pakan) yang harus tersedia sepanjang waktu dan sepanjang musim untuk
menjaga agar produktifitas ternak tidak menurun. Oleh karena itu, jerami padi
sangat penting untuk dimanfaatkan menjadi makanan ternak ruminansia
6
khususnya sapi potong, kambing dan domba agar dapat meningkatkan
produktivitasnya, sehingga produksi daging akan meningkat yang akhirnya
swasembada daging dapat tercapai (Dwiyanto, 2000).
Meningkatkan nilai gizi jerami padi ini diperlukan input teknologi yang
sampai saat ini terus dikembangkan dan dikenalkan pada peternak. Ada beberapa
cara yang lazim digunakan dalam pengolahan limbah pertanian diantaranya
melaui perlakuan fisik, kimia dan biologi. Peningkatan manfaat limbah pertanian
dilakukan dengan peningkatan nilai kecernaanya dan salah satu metoda yang
dapat dilakukan untuk tujuan tersebut adalah pengolahan secara biologis dengan
memanfaatkan mikroorganisme. Teknik fermentasi dan amoniasi yang dipilih
berdasarkan kesederhanaan alat yang dibutuhkan, kemudian kerja dan telah diuji
dengan menggunakan ternak. Fermentasi yaitu proses perombakan dari struktur
keras secara fisik, kimia dan biologi sehingga bahan dari struktur yang komplek
menjadi sederhana, sehingga daya cerna ternak menjadi lebih efisien (Rukmana,
2001).
Fermentasi merupakan kegiatan mikrobia pada bahan pangan, sehingga
dihasilkan produk yang dikehendaki. Mikrobia yang umumnya terlibat dalam
fermentasi adalah bakteri dan jamur. Fermentasi dapat dilakukan menggunakan
kultur murni ataupun alami serta dengan kultur tunggal ataupun kultur campuran.
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik
(tanpa oksigen). Secara umum fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi
anaerobik, akan tetapi terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan
fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan atau tanpa
akseptor elektron eksternal. Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi.
Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang digunakan
dan produk yang dihasilkan. Secara singkat, glukosa (C6H12O6) yang merupakan
gula paling sederhana, melalui fermentasi akan menghasilkan etanol (2C2H5OH).
Reaksi fermentasi ini dilakukan oleh ragi, dan digunakan pada produksi makanan
dan dijabarkan sebagai berikut: Gula (glukosa, fruktosa, atau sukrosa) → Alkohol
(etanol) + Karbon dioksida + Energi (ATP) (Anonim, 2009).
7
Fermentasi sudah dikenal berabad-abad yang lalu. Secara terbatas
masyarakat hanya mengenal proses fermentasi sebagai pengubahan karbohidrat
menjadi alkohol. Ditinjau dari metabolis bahwa fermentasi merupakan suatu
reaksi oksidasi-reduksi di dalam sintesa biologi, yang menghasilkan energi
sebagai donor dan akseptor elektron. Senyawa organik yang digunakan yaitu
karbohidrat dalam bentuk glukosa. Senyawa ini akan diubah oleh reaksi reduksi
dengan katalis enzim menjadi asam. Selanjutnya fermentasi adalah suatu proses
perubahan kimiawi dari senyawa-senyawa organik karbohidrat, lemak, protein
dan bahan organik lain (Rarumangkay, 2002).
2.1.2 Amoniasi Jerami
Jerami sebagai bahan pakan ternak harus di tingkatkan kandungan gizinya
sesuai dengan kebutuhan performance ternak ruminansia. Seperti yang telah kita
ketahui bahwa jerami padi memiliki dinding sel yang tinggi dan diperkokoh
dengan tingginya lignin dan silika, sehingga sumber energi yang tersimpan dalam
bentuk selulosa dan hemoselulosa sulit dimanfaatkan oleh organisme rumen.
Tingginya kadar lignin akan menghambat penetrasi bakteri rumen ke dalam sel-
sel tanaman. Oleh karena itu diperlukan perlakuan secara kimia untuk
menghancurkan ikatan-ikatan lignin yaitu dengan cara amoniasi dengan amonia
(Soejono, 1998).
Perlakuan amoniasi dengan urea telah terbukti mempunyai pengaruh yang
baik terhadap pakan. Proses amoniasi leibh lanjut juga akan memberikan
keuntungan yaitu meningkatkan kecernaan pakan. Setelah terurai menjadi NH3
dan CO2. Dengan molekul air NH3 akan mengalami hidrolisis menjadi NH4+ dan
OH. NH3 mempunyai pKa = 9,26, berarti bahwa dalam suasana netral (pH = 7)
akan lebih banyak terdapat sebagai NH+. Dengan demikian amoniasi akan serupa
dengan perlakuan alkali. Gugus OH dapat merenggut putus ikatan hidrogen antara
Oksigen Karbon nomor 2 melekul glukosa satu dengan Oksigen Karbon nomor 6
molekul glukosa lain yang terdapat pada ikatan selulosa, lignoselulosa dan
lignohemiselulosa. Telah diketahui bahwa dua ikatan terakhir ini bersifat labil
8
alkali, yaitu dapat diputus dengan perlakuan alkali. Dengan demikian pakan akan
memuai dengan lebih mudah dicerna oleh mikroba rumen. Pemuaian pakan
selanjutnya akan melarutkan deposit lignin yang terdapat pada dinding dan ruang
antar sel. Berarti amoniasi juga menurunkan kadar zat makanan yang sukar
bahkan tidak dicerna oleh ternak, yang berakibat meningkatkan kecernaan pakan
leibh jauh (Hanafi, 2004).
Satu-satunya sumber NH3 yang murah dan mudah diperoleh adalah urea.
Urea dengan rumus molekul CO (NH2)2 banyak digunakan dalam ransum ternak
ruminansia karena mudah diperoleh, harga murah dan sedikit keracunan yang
diakibatkannya dibanding biuret. Secara fisik urea berbentuk kristal padat
berwarna putih dan higroskopis. Urea mengandung nitrogen sebanyak 42 – 45%
atau setara dengan potein kasar antara 262 – 281% (Belasco, 1945).
III.2Complete Feed
Kebutuhan pakan ternak dapat terpenuhi dengan pakan hijauan segar
(sebagai pakan utama) dan konsentrat (sebagai pakan penguat) untuk berproduksi.
Kedua jenis bahan tersebut dapat diukur jumlah pemberiannya sesuai dengan
berat badan ternak dan produksi yang diharapkan. Namun kedua jenis pakan
tersebut belum menjamin terpenuhinya unsur-unsur mikro berupa mineral,
vitamin maupun asam amino tertentu yang tidak diperoleh ternak saat di alam
bebas. Dengan demikian selain pakan utama dan pakan penguat, maka ternak
yang dipelihara perlu memperoleh pakan tambahan atau pakan suplement. Dengan
meningkatnya teknologi pengolahan pakan, telah banyak pakan suplement yang
dapat direkomendasikan untuk diaplikasikan kepada masyarakat peternak. Salah
satu pakan suplement tersebut yang sekarang sudah banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat peternak adalah UMMB (Abubakar, 2007).
Salah satu pengembangan teknologi formulasi pakan adalah pakan
komplit, yaitu semua bahan pakan yang terdiri atas hijauan (limbah pertanian) dan
konsentrat dicampur menjadi satu campuran yang homogen dan diberikan kepada
ternak sebagai satu-satunya pakan tanpa tambahan rumput segar. Pakan komplit
merupakan campuran dari limbah agroindustri, limbah ertanian yang belum
9
dimanfaatkan secara optimal sehingga ternak tidak perlu lagi diberi hijauan.
Mudah diduplikasi di setiap sentra peternakan dengan memanfaatkan potensi
bahan pakan lokal dengan menggunakan mesin pencampur sederhana serta ramah
lingkungan sehingga harganya sangat murah (Mariyono, 2007).
3.2.1 Pellet
Jahan et al. (2006) menyatakan bahwa pelet adalah hasil modifikasi dari
mash yang dihasilkan dari pengepresan mesin pelet menjadi lebih keras.
Bentuk fisik pakan berupa pelet ini sangat dipengaruhi oleh jenis bahan yang
digunakan, ukuran pencetak, jumlah air, tekanan dan metode setelah
pengolahan serta penggunaan bahan pengikat/perekat untuk menghasilkan
pelet dengan struktur yang kuat, kompak dan kokoh sehingga pelet tidak
mudah pecah.
Seperti halnya pakan hijauan, aplikasi teknologi pada konsentrat juga
bervariasi, antara lain pemanasan, penggilingan, pembuatan pellet, prokteksi
nutrient dan sebagai suplemen. Perlakuan pemanasan biasanya ditunjukan untuk
mengurangi atau menghilangkan anti kualitas. Selain itu pemanasan bisa
merubah struktur pati sehingga dapat memperbaiki kecernaanya. Penggilingan
bertujuan untuk memperkecil ukuran partikel sehingga akan lebih mudah
dikonsumsi dan dicerna. Selain itu merupakan tahap awal dari proses
pembuatan pellet. Manfaat atau tujuan dari pembuatan pellet telah diuraikan
pada teknologi hijauan, namun demikian manfaat lain yang penting diketahui
adalah mengurangi jamur sekaligus meningkatkan kinerja ternak. Protein
bahan pakan sebagian akan mengalami degradasi di dalam rumen, sebagian
yang lain akan mengalami degradasi akan masuk ke abomasums dan akhirnya
tercerna di usus halus (Soejono, 1998).
Pembuatan pelet terdiri dari proses pencetakan, pendinginan dan
pengeringan. Perlakuan akhir terdiri dari proses sortasi, pengepakan dan
pergudangan. Proses penting dalam pembuatan pelet adalah pencampuran
(mixing), pengaliran uap (conditioning), pencetakan (extruding) dan
pendinginan (cooling). Proses kondisioning adalah proses pemanasan dengan
10
uap air pada bahan yang ditujukan untuk gelatinisasi agar terjadi perekatan
antar partikel bahan penyusun sehingga penampakan peletmenjadi kompak,
durasinya mantap, tekstur dan kekerasannya bagus Proses kondisioning untuk
gelatinisasi dan melunakkan bahan agar mempermudah pencetakan. Disamping
itu juga bertujuan untuk membuat : (1) Pakan menjadi steril, terbebas dari
kuman atau bibit penyakit; (2) Menjadikan pati dari bahan baku yang ada
sebagai perekat;(3) Pakan menjadi lebih lunak sehingga ternak mudah
mencernanya dan (4) Menciptakan aroma pakan yang lebih merangsang nafsu
makan ternak (Suryanagara, 1997).
Menurut Khalil (1981) menjelaskan lebih lanjut keuntungan pakan bentuk
pelet adalah 1) meningkatkan densitas pakan sehingga mengurangi
keambaan,mengurangi tempat penyimpanan, menekan biaya transportasi,
memudahkan penanganan dan penyajian pakan; 2) densitas yang tinggi akan
meningkatkan konsumsi pakan dan mengurangi pakan yang tercecer; 3)
mencegah de-mixing yaitu penguraian kembali komponen penyusun pelet
sehingga konsumsi pakan sesuai dengan kebutuhan standar.
3.2.2 Complete Feed Block
Permen ternak ruminansia atau CFB dapat dibuat dari bahan-bahan baku
pakan yang murah dan mudah dibuat oleh peternak. Manfaat CFB bagi ternak,
formulasinya, cara pembuatan, waktu dan dosis pemberian. CFB yang
merupakan pakan tambahan yang sangat disukai ternak, memberikan beberapa
manfaat dan keuntungan bagi usaha peternakan ternak ruminansia, yakni
merupakan sumber protein, energi, dan mineral yang dibutuhkan oleh ternak.
Sebagai pakan tambahan bagi ternak-ternak yang dikandangkan atau
digembalakan. Dapat meningkatkan kecernaan dan konsumsi zat-zat makanan
dari bahan pakan yang berserat tinggi, sehingga produktifitas ternak dapat
ditingkatkan (Suparjo, 2009).
11
III.3Uji Fisik
3.3.1 Keambaan
Sifat fisik pakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kecepatan laju aliran digesta rumen. Oleh karena itu evaluasi sifat fisik
terhadap bahan pakan yang berasal dari limbah perkebunan untuk dijadikan
ransum agar formulasi ransum yang disusun sesuai dengan sifat bahan yang
digunakan.Sifat fisik (keambaan, daya serap air, dan kelarutan) sangat erat
kaitannya dengan degrabilitas dan fermentabilitas bahan pakan tersebut di
dalam rumen (Sutardi, 2003).
3.3.2 Sudut Tumpukan
Khalil (1997) menyatakan sudut tumpukan merupakan sudut yang
dibentuk oleh bahan pakan yang diarahkan pada bidang datar. Sudut
tumpukan merupakan kriteria kebebasan bergerak suatu partikel pakan dalam
tumpukan dimana semakin tinggi sudut tumpukan, kebebasan gerak suatu
paartikel semakin berkurang. Sudut tumpukan juga merupakan kriteria
kebebasan bergerak suatu partikel pakan dalam tumpukan, dimana semakin
tinggi sudut tumpukan maka kebebasan partikel untuk bergerak semakin
berkurang. Sudut tumpukan dalam pengolahan pakan mempunyai peranan
dalam menentukan flow ability, efisiensi dalam pengangkutan, pemindahan
bahan serta mekanik, dan ketepatan dalam penimbangan yang berhubungan
dengan flow ability.
Sudut tumpukan adalah sudut yang terbentuk oleh permukaan bidang
miring bahan yang dicurahkan membentuk garis dalam bidang horizontal.
Sudut tumpukan berfungsi untuk menentukan kemampuan mengalir suatu
bahan efisiensi pada pengangkutan secara mekanik. Sudut tumpukan
merupakan kriteria kebebasan bergerak suatu partikel pakan dalam tumpukan
dimana makin tinggi tumpukan maka kebebasan partikel untuk bergerak
semakin berkurang (Noordiyansyah, 2007).
12
3.3.3 Hardness
Uji ketahanan benturan dengan menggunakan metode shatter test
digunakan untuk mengetahui ketahanan pellet terhadap benturan maupun
tumbukan pada saat pengepakan atau proses pengangkutan. Uji ini dilakukan
dengan menjatuhkan sejumlah pellet di dalam kotak di atas lempeng besi
(Choliq, 1993). Hardness pelet tester merupakan alat untuk mengukur
kekuatan pellet dengan menekan pellet sekuat-kuatnya sampai pellet
mengalami keretakan.
3.3.4 Durability
Ketahanan pellet terhadap gesekan dapat diuji dengan menggunakan
cochcrane test, yaitu dengan cara memasukan pellet yang telah diketahui
beratnya ke dalam sebuah drum logam yang kemudian diputar dengan
kecepatan tetap selama satuan waktu. Ada serat yang tinggi dalam bahan
dapat menyebabkan pellet yang dihasilkan mudah patah. Faktor lain yang
dapat mempengaruhi durabilitas pellet adalah diameter pellet (Kartasudjana,
2001).
13
IV. MATERI DAN CARA KERJA
4.1 Materi
4.1.1 Bahan – Bahan
4.1.1.1 Fermentasi dan Amoniasi Jerami
Jerami 5 kg
EM4
Molasses
Dedak 8%
Urea 3-4%
Onggok
4.1.1.2 Pembuatan Pellet dan Complete Feed Block
Bungkil kelapa 7,25 kg
Jagung 5,25 kg
Kanji ½ kg
Mineral mix 0,25 kg
Jerami 5 kg
Dedak 3,75 kg
Molasses 2 kg
Minyak 0,5 kg
Air panas 500 ml
4.1.1.3 Uji Fisik
Hasil pembuatan jerami fermentasi
Hasil pembuatan pellet dan complete feed block
4.1.2 Alat-Alat
4.1.2.1 Fermentasi dan Amoniasi Jerami
Bendo
Papan
Plastik kapasitas 10 kg
Ember
14
Timbangan
4.1.2.2 Pembuatan Pellet dan Complete Feed Block
Alat mixing (mixer)
Timbangan
Papan
Ember
Steam
Pencetak pellet dan pencetak block
4.1.2.3 Uji Fisik
4.1.2.3.1 Keambaan
1. Pellet
2. Neraca O’haus
3. Gelas ukur
4. Corong
4.1.2.3.2 Sudut Tumpukan
1. Pellet
2. Mistar siku – siku
3. Corong
4. Besi penyangga
5. Timbangan analitik
4.1.2.3.3 Hardness
1. Pellet atau Complete Feed Block
2. Hard Pellet Tester
4.1.2.3.4 Durability
1. Pellet
2. Timbangan Analitik
3. Tempat/wadah
4. Alat Durability
5. Alat Saring
4.2 Cara Kerja
15
4.2.1 Fermentasi Jerami
5 kg Jerami padi dipotong kecil-kecil
Disemprot dengan larutan EM4
Di masukkan kedalam plastic kapasitas 10 kg, setiap 10 cm di taburu dengan
dedak
dan di semprot dengan EM4
diikat dengan tali karet ban dengan kencang dan diusahakan
jangan sampai ada udara yang masuk
disimpan selama 2 minggu
4.2.2 Pembuatan Pellet dan Complete Feed Block
Bahan – bahan disiapkan dan dtimbang masing-masing
Bahan mulai dimixing, yang pertama bungkil
Dimasukkan kanji kemudian mineral, jerami, dedak,
molasses dan terakhir minyak
setelah tercampur dan hancur, diambil masing-masing 3 kg
ditambah air 1,5 liter diaduk, di masukkan dalam plastik dan disteam selama 15-
30 menit
setelah itu di cetak dengan menggunakan mesin pencetak pellet.
Dikeringkan di dalam alat pengering dengan bantuan sinar lampu
16
Selain itu juga yang 1 kg hasil mixing ditambah air hangat sebanyak 500ml
kemudian dicetak langsung (tanpa disteam)
4.2.3 Uji Fisik
4.2.3.1 Durability
Sampel Ditimbang Sebanyak 200gr
Dimasukan ke dalam mesin Durability
Mesin dinyalakan selama 10 menit
Dikeluarkan kemudian di ayak dan di saring
Di timbang, kemudian dipisahkan antara pellet dan pecahannya
Dihitung durability
4.2.3.2 Sudut Tumpukan
Corong pada besi penyangga dipasang
Bahan yang akan diukur sebanyak 200 gram ditimbang
Bahan tersebut dituang melalui corong
Diameter atau curahan bahan diukur
Tinggi atau curahan bahan diukur
4.2.3.3 Keambaan
17
Gelas ukur 100 ml ditimbang (keadaan kosong)
Sampel dimasukkan ke dalam gelas tersebut sampai volume 100 ml
Ditimbang gelas ukur yang berisi sampel, kemudian
Dihitung keambaannya
4.2.3.4 Hardness
Cincin dipaskan sampai angka 0
Pellet atau complete feed block ditekan sampai retak
Dilihat angka pada alat Hard Pellet Tester
4.2.4 Evaluasi Jerami Fermentasi
Jerami amoniasi umur 2 minggu di buka
Hasil diamati
Uji pH nya , dengan menambahkan aquades 50 ml pada sempel jerami
kemudian kertas lakmus dimasukkan ke dalam larutan tadi
uji suhu, dengan memasukkan thermometer selama
kurang lebih 10 menit pada jerami fermentasi
dan diamati bau dan warnanya secara organoleptik
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
18
5.1 Hasil
5.1.1 Perbandingan Data Hasil Uji Fisik Tiap Kelompok
Tabel 1. Uji Fisik Pellet
Tabel 2. Uji Fisik Complete Feed Block
Kel. Hardness
Steam Tanpa Steam
1. 14,4 9,1
2. 4,9 -
3. 12,5 -
4. 10,5 -
5. 18 -
6. 5,2 10
7. 7 -
8. 13 11
5.1.2 Uji Fisik
Kel
.
Hardness Sudut Tumpukan Keambaan Durability
1 16,7 lbs 25,38o 5,80 70%
2 23,6 lbs 19,29o 5,59 87%
3 16,8 lbs 17,52o 5,31 81%
4 22 lbs 25,64o 5,89 55%
5 17,5 lbs 19,46o 4,92 72,5%
6 25 lbs 17,12o 4,76 72,5%
7 20 lbs 19,84o 5,56 75%
8 16 lbs 25,17o 4,24 83,3%
19
5.1.2.1 Hardness
Berdasarkan proes pengujian hardness dengan menggunakan alat Hard
Pellet Tester, maka telah diperoleh bahwa nilai hardness yang diperoleh pada
sampel bahan pakan yang diuji sebesar 16 lbs.
5.1.2.2 Keambaan
Volume Gelas ukur : 122,8 gr
Volume Sampel : 146,4 -122,8 = 23,6 gr
Keambaan = Volume gelas = 100 ml = 4,24 gr Volume sampel 23,6
5.1.2.3 Sudut Tumpukan
Tinggi : 6 cm
Diameter : 25,5 cm
Sudut Tumpukan tg alfa = 2t = 2 (6) = 0,47 d 25,5
alfa = 25,17o
5.1.2.4 Durability
Bobot awal : 120 gr
Bobot akhir : 100 gr
Durability = bobot akhir = 100= 83,3 % Bobot awal 120
5.1.3 Evaluasi Jerami Fermentasi dan Amoniasi
20
Tabel 3. Evaluasi Jerami Fermentasi dan Amoniasi
Kel. Suhu pH Bau Warna
1 28oC 7,8 Ammonia Coklat, hijau kekuningan
2 27oC 8,8 Ammonia Coklat, hijau kekuningan, basah
tidak berjamur
3 27oC 8,9 Ammonia Coklat, kekuningan, kering
4 27oC 9,0 Ammonia Coklat, hijau kekuningan
5 27oC 9,3 Bau jerami Coklat kekuningan, basah, tdk
berjamur
6 29oC 6,4 Bau jerami Coklat, kering, berjamur
7 27oC 5,8 Bau asam segar Coklat kekuningan, kering
8 28oC 5,2 Asam, masih
bau jerami
Coklat, basah sebagian, sedikit
jamur
5.2 Pembahasan
5.2.1 Fermentasi dan Amoniasi Jerami
5.2.1.1 Fermentasi Jerami
Hasil evaluasi yang diperoleh dari kelompok 08 terhadap jerami fermentasi
menunjukkan bahwa jerami padi yang telah difermentasi mengalami perubahan yaitu,
suhu kantung plastik yang berisi jerami sebesar 28oC, ph menurun menjadi 5.2, aroma
yang terhirup masih berbau jerami dan asam, dan warna jerami coklat, basah sebagian,
dan sedikit terdapat jamur. Sebelumnya jerami disimpan terlebih dahulu selama 2 minggu
dalam keadaan anaerob. Proses fermentasi dapat meningkatkan nilai gizi jerami tersebut.
Hal ini berdasarkan pendapat Rarumangkay (2002) bahwa Melalui fermentasi, bahan
makanan yang nilai gizinya rendah menjadi meningkat karena jamur tersebut selain
merupakan 23 mikroorganisme penghasil protein sel tunggal juga dapat mengeluarkan
21
enzim yang mampu merombak zat-zat makanan yang sukar dicerna menjadi mudah
dicerna dan ini besar peranannya terhadap produktivitas ternak.
Menurut Rarumangkay (2002), pengolahan secara biologis dapat
dilakukan dengan penambahan enzim, menumbuhkan jamur, bakteri dan
sebagainya. Pengolahan secara biologis umumnya menggunakan jamur. Lebih
lanjut dikatakan, limbah berserat yang mengandung zat-zat makanan, terutama
karbohidrat sebagai sumber karbon untuk pertumbuhan mikroorganisme, tidak
hanya didapatkan sebagai media untuk memproduksi enzim tertentu namun sisa
fermentasi atau biomassa dapat dimanfaatkan sebagai pakan yang mempunyai
kualitas lebih baik. Pemecahan lignin dan sellulosa akibat proses fermentasi
menyebabkan limbah tanaman menjadi lebih mudah dicerna.
Faktor-faktor yang mempengaruhi biodegradasi dalam proses fermentasi
oleh mikroba :
a. Sifat fisik dan kimia substrat
1) Kelarutan, pada umumnya zat terlarut lebih mudah didegradasi.
2) Luas permukaan, semakin luas permukaan makin mudah dicerna
mikroorganisme. Dalam hal ini untuk mempercepat degradasi digunakan
substrat dengan ukuran yang kecil.
3) Kemampuan mengadopsi uap air, material yang higroskopis lebih mudah
dicerna oleh mikroorganisme. Dalam hal ini kelembaban sangat
mempengaruhi proses.
b. Struktur kimia dari substrat
Pengaruh struktur kimia dalam degradasi oleh mikroorganisme, pada umumnya
senyawa karbon yang terbentuk secara alamiah lebih mudah didegradasi dari
pada yang sintetik.
c. Faktor lingkungan
Setiap spesies mikroorganisme mempunyai kisaran kondisi lingkungan dalam
batas-batas toleransi yang sempit. Di luar batas itu mikroorganisme tidak akan
tumbuh dan biodegradasi tidak terjadi. Proses tersebut ada yang
menguntungkan dan ada pula yang merugikan. Hal yang menguntungkan ialah
adanya degradasi protein yang membentuk protein lain yang mudah dicerna,
22
dan yang merugikan pada umumnya proses perusakan atau pembusukan
(Rarumangkay,2002).
Secara biokimiawi fermentasi diartikan sebagai pembentukan energi
melalui katabolisme senyawa organik, sedangkan menurut aplikasinya dalam
bidang industri arti fermentasi adalah suatu proses yang mengubah bahan dasar
menjadi suatu produk oleh suatu massa sel mikrobia. Teknologi fermentasi
dengan memanfaatkan kemampuan mikrobia berhasil merubah bahan ternak
berkualitas rendah, menjadi suatu produk bahan yang lebih berkualitas melalui
bermacam-macam teknik pengolahan. Metode fermentasi telah banyak
dipergunakan untuk pengawetan, peningkatan nilai gizi, perbaikan citarasa
dalam pengolahan pakan dan pupuk organik. Praktek fermentasi selain untuk
tujuan di atas semakin penting dalam peranannya untuk memperkaya ragam
pakan dan bahan baru (Amalia, 2004).
5.2.1.2 Amoniasi Jerami
Hasil praktikum mengenai pembuatan jerami amoniasi diperoleh data
yaitu, rata-rata suhu berkisar 27OC, ph basa antara 7,8 sampai 9, beraroma
ammonia, dan warnanya coklat kekuningan, terkadang basah serta tidak terdapat
jamur. Sebelumnya jerami disimpan terlebih dahulu selama 2 minggu. Manfaat
dari pengolahan amoniasi adalah memotong ikatan rantai lignoselusosa dan
membebaskan sellulosa dan hemisellulosa agar dapat dimanfaatkan oleh tubuh
ternak. Amoniak (NH3) yang berasal dari urea akan bereaksi dengan jerami padi.
Dalam hal ini ikatan tadi lepas diganti mengikat NH3 , dan sellulosa serta
hemisellulosa lepas. Ini semua berakibat pada kecernaan meningkat, juga kadar
protein jerami padi meningkat. NH3 yang terikat berubah menjadi senyawa
sumber protein. Dengan demikian, keuntungan amoniasi adalah kecernaan
meningkat, protein jerami meningkat, menghambat pertumbuhan jamur dan
memusnahkan telur cacing yang terdapat dalam jerami. Fungsi amoniak (NH3)
disini adalah sebagai pengubah komposisi dan struktur dinding sel yang berperan
untuk membebaskan ikatan antara lignin dengan selulosa dan hemiselulosa.
23
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Soejono (1998) yang menyatakan
bahwa sama halnya dengan unsur alkali yang lainya, amoniak menyebabkan
perubahan konposisi dan struktur dinding sel yang berperan untuk membebaskan
ikatan antara lignin dengan selulosa dan heniselulosa. Reaksi kimia yang terjadi
(dengan memotong jembatan hidrogen) menyebabkan mengembangnya jaringan
dan meningkatkan pleksinilitas dinding sel hingga memudahkan penetrasi
(penerobosan) oleh enzim selulase yang dihasilkan oleh mikroba. Jerami padi
yang telah diamoniasi memiliki nilai energi yang lebih besar dibandingkan jerami
yang tidak diolah. Proses amoniasi sangat efektif dalam menghilangkan alfatoksin
dalam jerami. Jerami yang telah diamoniasi akan terbebas dari kontaminasi
mikroorganisme jika jerami tersebut telah diolah dengan mengikuti prosedur yang
benar secara hati-hati.
Praktikum ini menggunakan urea dengan kadar penambahan sebanyak 3%.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Murtidjo (1990), bahwa penggunaan urea tidak
boleh lebih dari 0,5% dari jumlah pakan. Tidak boleh lebih dari 20 gram untuk
setiap bobot sapi dewasa 100 kg, dan penggunaan urea harus diimbangi dengan
penggunaan bahan baku konsentrat atau pakan penguat yang kaya akan
karbohidrat fermentable seperti dedak dan molasses. Pemberian urea ditujukan
untuk membantu ternak dalam mengadakan pembentukan asam amino essensial.
Faktor penentu lain setelah kadar urea adalah temperatur, menurut Komar
(1984), semakin tinggi temperatur akan semakin singkat proses amoniasi berjalan.
Temperatur yang paling baik adalah antara 20-1000C. Pada suhu dibawah 00C
proses amoniasi berjalan sangat lambat.
Tiga sumber amoniak yang dapat dipergunakan dalam proses amoniasi
yaitu : NH3 dalam bentuk gas cair, NH4OH dalam bentuk larutan, dan urea dalam
bentuk padat. Penggunaan NH3 gas yang dicairkan biasanya relatif mahal. Selain
harganya mahal juga memerlukan tangki khusus yang tahan tekanan tinggi
minimum (Minimum 10 bar). Demikian pula halnya dengan larutan amoniak
NH4OH selain harganya relatif mahal juga sukar diperoleh, sehingga pemakaian
NH4OH terbatas di laboratorium. Dibanding cara pengolahan kimia yang lain
24
(NaOH), amoniasi mempunyai beberapa keuntungan, antara lain : 1). Sederhana
cara pengerjaannya dan tidak berbahaya; 2). Lebih murah dan mudah dikerjakan
dibanding dengan NaOH; 3). Cukup efektif untuk menghilangkan aflaktosin
khususnya pada jerami; 4). Meningkatkan kandungan protein kasar; 5). Tidak
menimbulkan polusi dalam tanah (Hanafi, 2004).
5.2.2 Pembuatan Complete Feed
5.2.2.1. Pellet Hartadi (1990) menyatakan pellet dikenal sebagai bentuk massa dari bahan
pakan atau ransum yang dibentuk dengan cara menekan dan memadatkan melalui
lubang cetakan secara mekanis. Proses pembuatan pelet dibagi menjadi tiga tahap,
yaitu: 1) pengolahan pendahuluan meliputi pencacahan, pengeringan, dan
penggilingan, 2) pembuatan pelet meliputi pencetakan, pendinginan, dan
pengeringan, dan 3) perlakuan akhir meliputi sortasi, pengepakan dan
penggudangan. Tujuan pembuatan pakan dalam bentuk pellet adalah untuk
meringkas volume bahan, sehingga mudah dalam proses pemindahan, dan
menurunkan biaya pengangkutan. Bahan utama pembuatan pellet tidak jauh
berbeda, hanya saja bentuk yang membedakan. Bahan utamanya ialah molases
(tetes tebu), urea, bahan pengisi, bahan pengeras dan mineral.
Pada praktikum mengenai pembuatan pellet, pembuatan pellet yaitu
dengan mencampur semua bahan yang telah dibuat formulasinya sampai menjadi
homogen, artinya semua bahan harus tercampur rata, kemudian campuran tadi
dimasukan ke dalam plastik tertutup dan dipanaskan di dalam autoklaf selama 10-
15 menit untuk di steam. Selanjutnya bahan yang sudah disteam siap untuk
dimasukkan ke dalam cetakan pellet. Molases (tetes tebu) yang berfungsi untuk
mengikat campuran bahan agar pada saat dicetak dapat merekat padat dengan cara
mendukung proses gelatinisasi pada saat dilakukan pemanasan atau steam,
sehingga terbentuklah pellet yang tidak mudah hancur. Namun, praktikum
pembuatan pellet tidak berjalan dengan baik karena alat pencetak pellet ketika
praktikum di green house hanya ada satu unit, sedangkan kelompok praktikum
terdapat dalam jumlah banyak dan proses pencetakan membutuhkan waktu yang
25
cukup lama. Sehingga kelompok kami tidak menggunakan alat pencetak pellet,
melainkan menggunakan alat pencetak pakan dalam bentuk block.
Hasil dari ini, tekstur pellet yang dicetak block tergolong cukup kuat
karena tidak mudah hancur dan kepadatan teksturnya terlihat baik. Namun,
terdapat beberapa yang ditumbuhi oleh jamur (fungi) yang disebabkan karena
proses pemanasan tidak berjalan merata. Menurut Hanafi (2004), pakan pellet
bersifat porous yaitu mudah menyerap air sehingga bila ditempatkan di
lingkungan yang lembab maka kadar airnya akan meningkat, akibatnya pakan
pellet akan mudah ditumbuhi jamur . Selain itu pellet yang kadar airnya tinggi dan
juga yang baru dicetak teksturnya tidak padat, bila digenggam mudah hancur .
Sebaliknya pellet yang kadar airnya rendah (< 15%) memiliki tekstur yang padat,
agak keras, tidak mudah hancur, dan tidak mudah ditumbuhi oleh jamur. Kadar air
pellet bisa diturunkan dengan cara pengeringan terhadap pellet, balk
menggunakan cahaya matahari atau dengan bantuan mesin pengering. Selanjutnya
pellet yang sudah kering dengan kadar air < 15%, jika kemasan dan
penempatannya benar maka kualitas dan kuantitasnya akan tetap bagus untuk
waktu penyimpanan yang relatif lama. Pengeringan pellet dengan menjemur di
bawah cahaya matahari adalah cara pengeringan yang termurah, dengan
menjemur selama 8 jam pakan pellet sudah aman untuk disimpan lama. Pada
percobaan ini pengeringan menggunakan bantuan alat pengering bertenaga listrik
350 Watt dengan temperatur maksimum 50°C selama 15 jam dan 20 jam.
5.2.2.2 Complete Feed Block
Complete Feed Block (CFB) merupakan pakan tambahan (suplemen)
untuk ternak ruminansia, berbentuk padat yang kaya dengan zat-zat makanan.
Bahan pembuat CFB adalah Urea, molases, mineral dan bahan-bahan lainnya
yang memiliki kandungan protein dan mineral yang baik. Bahan suplemen ini
didapatkan dan dibentuk sedemikian rupa sehingga menjadi bahan yang keras
kompak. Bentuk bahan pakan ini dapat diatur sesuai dengan selera pembuatnya,
dapat dibuat berbentuk kotak persegi empat, berbentuk bulat (berbentuk
mangkuk) atau bentuk-bentuk lain menurut cetakan yang digunakan dalam proses
26
pemadatan. Oleh karena bahan pakan ini berbentuk padatan dan keras, maka
untuk mengkonsumsinya ternak akan menjilati CFB tersebut, sehingga ternak
(Suparjo, 2009).
Pada praktikum kali ini, pembuatan complete feed block berasal dari
formulasi yang telah ditentukan untuk pellet. Complete feed block yang telah
disteam, kemudian dicetak dengan menggunakan alat pencetak block. Hasil dari
cetakan ini, campuran bahan berbentuk silinder. Setelah dicetak, complete feed
block tersebut disimpan di dalam ruangan penghangat dengan tujuan agar terjadi
proses pengeringan yang merata. Menurut Tangendjaja (2009), Complete Feed
Block (CFB) merupakan pakan tambahan (suplemen) untuk ternak ruminansia,
berbentuk padat yang kaya dengan zat-zat makanan. Bahan pembuat CFB adalah
Urea, molases, mineral dan bahan-bahan lainnya yang memiliki kandungan
protein dan mineral yang baik. Bahan suplemen ini didapatkan dan dibentuk
sedemikian rupa sehingga menjadi bahan yang keras kompak. Bentuk bahan
pakan ini dapat diatur sesuai dengan selera pembuatnya, dapat dibuat berbentuk
kotak persegi empat, berbentuk bulat (berbentuk mangkuk) atau bentuk-bentuk
lain menurut cetakan yang digunakan dalam proses pemadatan. Oleh karena bahan
pakan ini berbentuk padatan dan keras, maka untuk mengkonsumsinya ternak
akan menjilati CFB tersebut, sehingga ternak memperoleh zat-zat makanan sedikit
demi sedikit namun secara kontinyu. CFB terbuat dari bahanbahan pokok dan
bahan-bahan tambahan.
Formulasi bahan yang digunakan sama dengan formulasi bahan untuk
pembuatan pellet yaitu terdiri atas bungkil kelapa 7,25 kg, jagung 5,25 kg, kanji ½
kg, Mineral mix 0,25 kg, jerami 5 kg, dedak 3,75 kg, molasses 2 kg, minyak 0,5
kg, air panas 500 ml. Menurut Abubakar (2007), bahan-bahan pokok terdiri dari
molasses dan Urea, bahan ini tidak sulit diperoleh, karena bahan–bahan ini sudah
umum dikenal. Bahan-bahan lain sebagai tambahan yang mempunyai kandungan
zat-zat makanan (protein, mineral) yang cukup dapat diberikan sesuai dengan
kondisi dimana peternakan berlokasi.
Bahan-bahan yang digunakan sebagai penyusun CFB terdiri atas :
1) Molasses (Tetes tebu)
27
Komponen utama dalam pembuatan CFB. Bahan ini digunakan karena
banyak mengandung karbohidrat sebagai sumber energi dan mineral (baik mineral
makro ataupun mineral mikro). Molasses merupakan limbah dari pabrik gula yang
kaya akan karbohidrat yang mudah larut (48 - 68 % berupa gula) untuk sumber
energi dan mineral disamping membantu siksasi nitrogen urea dalam rumen juga
dalam permentasinya menghasilkan asam-asam lemak atsiri yang merupakan
sumber energi yang penting untuk biosintesa dalam rumen, disukai ternak dan
tetes tebu memberikan pengaruh yang menguntungkan terhadap daya cerna.
2) Urea
Urea merupakan sumber NPN (Nitrogen bukan protein) mudah didapat
dan relatif murah harganya, namun demikian pemberiannya tidak terlalu banyak
karena dapat menimbulkan keracunan. Jadi dalam pemberiannya kurang lebih 4%.
Disamping itu, urea merupakan senyawa nitrogen yang sangat sederhana dan
dapat diubah oleh mikro organisme rumen, sebagian atau seluruhnya menjadi
protein yang diperlukan dalam proses fermentasi dalam rumen dan dapat
meningkatkan intake pakan.
3) Bahan pengisi
Bahan pengisi merupakan sumber energi dan protein . Bahan –bahan ini
ditambahkan agar dapat meningkatkan kandungan zat-zat makanan UMMB dan
untuk menjadikan UMMB menjadi bentuk padatan yang baik dan kompak.
Bahanbahan pengisi ini dapat berupa : dedak padi, dedak gandum (Pollard),
bungkil kelapa, bungkil biji kapuk, bungkil kedelai, ampas tapioka (onggok),
ampas tebu dan sebagainya. Sebagai bahan pengisi dalam pembuatan UMMB,
dapat dipilih diantara bahanbahan tersebut yang murah dan mudah diperoleh.
4) Bahan pengeras
Penambahan bahan ini dimaksudkan untuk menghasilkan UMMB yang
keras. bahan-bahan ini diantaranya juga mengandung mineral terutama kalsium
(Ca) yang cukup tinggi. Dapat dipakai sebagai bahan pengeras, antara lain
adalah : tepung batu kapur, bentonite, semen atau bahan-bahan kimia misalnya :
MgO, CaO dan CaCO3
5) Garam dan Mineral
28
Mineral merupakan yang penting dalam pembuatan UMMB adapun
mineral yang pada umumnya digunakan berupa : Tepung kerang, tepung tulang,
Lactomineral, dolomit, kapur bangunan dan garam dapur (Nacl) dari bahan yang
digunakan tersebut dapat mensuplai kebutuhan mineral untuk ternak. Untuk
meningkatkan palatabilitas (selera makan), dapat membatasi konsumsi pakan yang
berlebihan dan harganya murah.
5.2.3 Uji Fisik
Kegiatan uji fisik yang dilakukan pada praktikum kali ini menggunakan
bahan yang telah dihasilkan pada saat praktikum pembuatan complete feed yaitu
pellet dan complete feed block. Uji fisik yang dilakukan meliputi penghitungan
sudut tumpukan, durability, hardness, dan keambaan (bulkiness). Sudut tumpukan
merupakan sudut yang dibentuk oleh pakan yang dicurahkan pada bidang datar.
Tujuan dari penghitungan sudut tumpukan ialah untuk memudahkan dalam
distribusi pakan, apabila sudut besar, maka bahan akan semakin mudah mengalir.
Durability merupakan pengujian tingkat ketahanan pakan dengan menggunakan
alat penguji yang disebut tumbling. Pengujian durability bertujuan untuk
mengetahui ketahanan pakan ketika dilakukan proses pengangkutan. Hardness
merupakan uji kepadatan pakan yang dilakukan untuk mengetahui sebarapa kuat
tekstur dari pakan komplit. Pengujian hardness menggunakan alat yang disebut
hard pellet tester. Keambaan (bulkiness) merupakan metode pengujian pakan yang
memiliki keterkaitan erat dengan proses degradasi pakan di dalam saluran
pencernaan ternak ruminansia terutama rumen. Semakin besar keambaan bahan
pakan menunjukkan bahwa bahan pakan tersebut sulit untuk didegradasi.
5.2.3.1 Keambaan (Bulkiness)
Pengujian keambaan bahan pakan dilakukan dengan cara membagi volume
gelas dengan berat sampel. Diperoleh hasil penghitungan keambaan yaitu sebesar
4,24 kg. Menurut Siregar (2005), Keambaan merupakan sifat yang umum dimiliki
oleh pakan berserat. Semakin tinggi keambaan suatu bahan pakan semakin tinggi
29
kandungan seratnya. Ternak yang mengkonsumsi ransum dengan keambaan tinggi
akan cepat merasa kenyang, sedangkan kebutuhan nutrisinya belum terpenuhi.
Keambaan berpengaruh terhadap daya campur dan ketelitian penakaran 10
secara otomatis, sebagaimana halnya berat jenis. Kerapatan pemadatan tumpukan
ransum penelitian dipengaruhi oleh perbedaan ukuran partikel, kadar kehalusan
dan persentase pelet utuh, sehingga akan menyebabkan perbedaan tingkat
pemadatan volume (Khalil, 1999).
5.2.3.2 Sudut Tumpukan
Pada pengujian sudut tumpukan dilakukan dengan menggunakan sampel
seberat 200 gram. Corong digunakan untuk menentukan sudut tumpukan, dengan
cara mencurahkan ke dalam corong bahan pakan yang akan diuji. Sampel
dimasukkan dalam corong dan dibiarkan sampel jatuh bebas kebawah kemudian
diukur diameter (curahan bahan) dan ukur tinggi (curahan) dengan penggaris.
Menurut Khalil (1997), sudut tumpukan dalam pengolahan pakan mempunyai
peranan yaitu :
a. Menentukan flow ability. Ada 2 macam : mars flow dan core flow.
b. Effisiensi dalam pengangkutan pemindahan bahan secara mekanik.
Dimana bahan dengan sudut tumpukan tinggi akan semakin tidak efisien
dalam pengngkutan.
c. Ketepatan dalam penimbangan, yaitu berhubungan dengan flow ability.
Hasil yang diperoleh dalam penghitungan sudut tumpukan yaitu 25,17o.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa bahan pakan akan mengalami kesulitan untuk
diangkut. Hal ini berdasarkan pernyataan Ruttloff dalam Khalil (1999) bahwa
bahan yang mempunyai sudut tumpukan lebih dari 29O termasuk bahan yang
mudah diangkut dengan alat mekanik. Sudut tumpukan akan mempengaruhi
flowability atau daya alir suatu bahan terutama akan berpengaruh terhadap
kecepatan dan efisiensi proses pengosongan silo secara vertikal pada saat
pemindahan dan pencampuran bahan.
Bahan dengan sudut tumpukan tinggi akan semakin efisien dalam
pengangkutan karena kapasitas bahan tersebut yang terangkut melebihi kapasitas
30
alat angkut, sehingga kemungkinan tercecer sepanjang jalan. Bahan pakan
dikelompokan berdasarkan sifat bahan dalam penanganan atas dasar
pengangkutan dan hubungannya dengan sudut tumpukan adalah sebagai berikut;
rendah (21-29), sedang (30-39), tinggi (40-49) (Kartadisastra, 1994).
5.2.3.3 Hardness
Ketahanan pellet terhadap benturan atau tekanan di ukur dengan cara
menekan pellet menggunakan hardness pellet tester. Hasil rata-rata pengukuran uji
hardness diperoleh sebesar 16 lbs. Nilai rata-rata hardness yang diperoleh dari
pakan complete feed yaitu pellet dan complete feed block pada praktikum ini
tergolong ideal. Menurut Anggorodi (1979), hasil ideal untuk pengukuran
hardness untuk bahan pakan berkisar antara 13- 21 lbs atau 6-9 kg. Apabila hasil
tersebut nilainya berada di atas atau di bawah dari kisaran nilai ideal, maka bahan
pakan tergolong terlalu keras atau terlalu lembek. Sementara itu Soejono (1998)
menyatakan bahwa nilai hardness mempunyai variasi yang lebar yang disebabkan
oleh beberapa hal yaitu (a) variasi panjang pelet, pelet yang lebih panjang
biasanya memerlukan kekuatan pemecahan yang lebih besar di banding dengan
pelet yang pendek, (b) adanya keretakan pada pelet, (c) pada beberapa kasus
disebabkan karena kompresi yang diterima oleh bahan selama pembuatan pelet
berbeda-beda.
Salah satu kriteria kualitas fisik yang harus dimiliki oleh pelet adalah
kekerasan atau tahan terhadap tekanan yang dapat menimbulkan atrisi. Kekerasan
pellet merupakan suatu respon terhadap atrisi yang bersifat fragmentasi. Hal ini
penting terutama pada saat transportasi, adanya segregasi atau fragmentasi pelet
dapat memperbesar distribusi ukuran partikel yang akan berakibat pada tidak
terjaminya homogenitas nutrien (Widiyastuti, 2004).
31
5.2.3.4 Durability
Sampel yang digunakan pada saat melakukan pengujian durability seberat
120 gr. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam alay yang disebut tumbling
selama 10 menit dengan kecepatan putaran 50 rpm. Hasil yang diperoleh setelah
ditimbang yaitu nilai durability mencapai 83,3%. Nilai tersebut tergolong kurang
baik karena terdapat 16,7% bahan pakan yang hancur setelah dimasukkan ke
dalam alat tumbling selama 10 menit.
Menurut Suryanagara (2006), durability merupakan metode pengujian
yang dilakukan untuk mengetahui ketahanan bahan pakan terhadap gesekan.
Rumus perhitungan nilai durability dengan cara menimbang bobot bahan pakan
sebelum dimasukkan ke dalam alat tumbling, kemudian membagi bobot tersebut
dengan bobot sampel yang telah di masukkan ke dalam tumbling selama 10 menit
yang disaring dahulu, setelah itu dikalikan 100%. Nilai durability yang baik
minimal mencapai 90%. Ditambahkan oleh Widiyastuti dkk (2004) yang
menyebutkan bahwa pelet yang baik mempunyai durabilitas yang tinggi terutama
pada kondisi penyimpanan atau transportasi, rendahnya segresi menyebabkan
kestabilan ukuran partikel pellet dan kekompakan nutrien yang terkandung pada
tiap butir pellet akan terjamin.
32
VI. KESIMPULAN
1. Salah satu upaya untuk meningkatkan nutrisi dan pengawetan jerami
adalah dengan cara fermentasi. Fermentasi pada jerami padi yaitu proses
perombakan dari struktur keras secara fisik, kimia dan biologi sehingga
bahan dari struktur yang komplek menjadi sederhana, sehingga daya cerna
ternak menjadi lebih efisien.
2. Peningkatan manfaat limbah pertanian dilakukan dengan peningkatan nilai
kecernaanya dan salah satu metoda yang dapat dilakukan untuk tujuan
tersebut adalah pengolahan secara biologis dengan memanfaatkan
mikroorganisme (fermentasi).
3. Salah satu pengembangan teknologi formulasi pakan adalah pakan
komplit, yaitu semua bahan pakan yang terdiri atas hijauan (limbah
pertanian) dan konsentrat dicampur menjadi satu campuran yang homogen
dan diberikan kepada ternak sebagai satu-satunya pakan tanpa tambahan
rumput segar.
4. Bentuk pelet adalah untuk meringkas volume bahan, sehingga mudah
dalam proses pemindahan bahan pakan dan menurunkan biaya
pengangkutan.
5. Uji fisik yang dilakukan pada yaitu sudut tumpukan, BJ, durability, dan
hardness.
6. Durability berfungsi untuk mengetahui daya tahan pellet. Semakin kecil
suatu partikel bahan pakan maka Sudut tumpukan semakin tinggi.
Hardness bertujuan untuk uji kekerasan atau seberapa kuat suatu bahan
pakan. Keambaan merupakan metode pengujian untuk mengatahui tingkat
degradasi pakan, nilai keambaan yang tinggi menunjukkan bahwa bahan
pakan tersebut sulit untuk didegradasi.
33
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, Y. 2004. Pemberian Tepung Isi Rumen Sapi pada Pakan dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan dan Metabolisme Burung Puyuh (Coturniz coturnix japonica) Umur 15 hingga 45 Hari, (Online), http/www (sith)-itb 1 files co.id. Diakses 17 Juni 2012.
Anonim. 2009. Fermentasi,(Online),"http://id.wikipedia.org/wiki". Diakses 15 Juni 2012.
Abubakar. 2007. Teknologi Pengolahan Pakan (UMMB, Fermentasi Jerami, Amoniasi Jerami, Silage, Hay). Balai Pembibitan Ternak Ungul Sapi Dwiguna dan Ayam. Sembawa.
Anggorodi, R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia. Jakarta.
Belasco, J.C.1954. New nitrogen coumpound for ruminant A laboratory
Evaluation. J.Anim. Sci. 13 : 601 – 610.
Choliq, Abdul. 1993. Pengaruh Penambahan Dedak dan Onggok Pada Pembuatan Silase Dari Rumput Raja. Seminar Hasil Litbang. Bengkulu Utara.
Dwiyanto, K. Dan B. Haryanto. 2002. Pakan Alternatif Untuk Pengembangan Peternakan Rakyat. Rakor Pengembangan Model Kawasan Agribisnis Jagung Ta 2002. Direktorat Jenderal Pengolahan Dan Pemasaran Hasil Pertanian, Jakarta 29 April 2002.
Hanafi, Nevy D. 2004. Perlakuan Silase dan Amoniasi Daun Kelapa Sawit Sebagai Bahan Baku Pakan Domba. Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara.
Hartadi, H. 1990. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Jahan, M. S., M. Asaduzzaman and A. K. Sarkar. 2006. Performance of broiler fed on mash, pellet and crumble. Int. J. Poultry Sci. 5(3) : 265-270.
Jaelani, Achmad, dan Firahmi, Noordiyansyah. 2007. Kualitas Sifat Fisik dan Kandungan Nutrisi Bungkil Inti Sawit dari Berbagai Proses Pengolahan Crude Palm Oil (CPO). Kalimantan : Universitas Islam Kalimantan.
Kartadisastra. 1994. Pengelolaan Pakan Ayam. Yogyakarta : Kanisius.
Kartasudjana, Ruhyat. 2001. Mengawetkan Hijauan Pakan Ternak.SMK Pertanian. Jakarta.
34
Khalil. 1997. Pengolahan Sumber Daya Bahan Makanan Ternak. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
_____. 1999. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap sifat fisik pakan lokal: sudut tumpukan, daya ambang dan faktor higroskopis. Media Peternakan Vol 22 (1): 33-42.
Komar, A. 1984. Teknologi Pengolahan Jerami. Yayasan Dian Grahita. Bandung.
Mariyono. 2007. Teknologi Inovasi ‘Pakan Murah’ untuk Usaha Pembibitan Sapi Potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Pasuruan.
Murtidjo. 1990. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak. Angkasa. Bandung.
Noordiyansyah. 2007. Uji Fisik Ransum Ayam Broiler Bentuk Pellet yang Ditambahkan Perekat Onggok Melalui Proses Penyemprotan Air. Bogor : IPB.
Rarumangkay, J. 2002. Pengaruh Fermentasi Isi Rumen Sapi oleh Trichoderma viridie terhadap Kandungan Serat Kasar dan Energi Metabolis pada Ayam Broiler. Program Pasca Sarjana, UNPAD, Bandung.
Rukmana, Rahmat. 2001. Silase dan Permen Ternak Ruminansia. Kanisius. Yogyakarta.
Siregar, Z. 2005. Evaluasi Keambaan, Daya Serap Air, dan Kelarutan dari Daun Sawit, Lumpur Sawit, Bungkil Sawit, dan Kulit Buah Coklat Sebagai Pakan Domba. Jurnal Agribisnis Peternakan, Vol.1, No.1.
Soejono, Mohammad. 1998. Teknologi Pakan Untuk Ternak Ruminansia. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Pada Fakultas Peternakan Ugm. Yogyakarta.
Sofyan A. Dkk. 2007. Pakan Ternak Dengan Silase. Majalah Inovasi. Edisi 5 Desember 2007.
Suparjo. 2002. Analisi dan Evaluasi Pakan. Universitas Jambi.Jambi
______. 2010. Bahan Pakan dan Formulasi Ransum. Jambi : Universitas Jambi.
Suryanagara, Pramadita.2006. Uji Kadar Air, Aktifitas Air dan Ketahanan Benturan Ransum Komplit Domba Bentuk Pellet Menggunakan Daun Kelapa Sawit Sebagai Substitusi Hijauan. IPB. Bogor.
Sutardi, T.R. Rimbawanto, E.A dan S. Rahayu. 2003. Buku Ajar Bahan Pakan dan Formulasi Pakan. Fakultas Peternakan Universitas Jendral Soedirman. Purwokerto.
Tangendjaja, Budi. 2009. Teknologi Pakan dalam Menunjang Industri Peternakan di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.
35
Widiyastuti, Titin., Prayitno C H, Dan Munasik. 2004. Kajian Kualitas Pellet Pakan Komplit Dengan Sumber Hijauan Dan Binder Yang Berbeda. Journal Animal Production Vol. 6 : No.1. Hlm 43-48.
Winugroho. M. 2001. Pengaruh Pengeringan dan Penyimpanan Isi Rumen terhadap Aktifitas Fermentasi Mikroba, (Online),http://Digilib, biologi;lipi.go.id. Diakses 17 Juni 2012.