Laporan Tekpak Unsoed 2013

52
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan mempunyai peranan yang sangat penting didalam kehidupan ternak. Pakan adalah bahan yang dimakan dan dicerna oleh seekor hewan yang mampu menyajikan unsur hara atau nutrisi yang penting untuk perawatan tubuh, pertumbuhan, penggemukan, dan reproduksi (birahi, konsepsi, kebuntingan), serta laktasi (produksi susu). Alasan lain mengapa pakan menjadi salah satu faktor terpenting selain bibit dan manajemen di dalam pemeliharaan ternak, khususnya ternak ruminansia. Telah kita ketahui bahwa biaya pakan merupakan biaya terbesar dari total biaya produksi, yaitu mencapai 70-80 %. Kelemahan sistem produksi peternakan umumnya terletak pada ketidakpastian tatalaksana pakan dan kesehatan. Keterbatasan pakan menyebabkan daya tampung ternak pada suatu daerah menurun atau dapat menyebabkan gangguan produksi dan reproduksi yang normal. Hal ini antara lain dapat diatasi bila potensi pertanian/industri maupun limbahnya ikut dipertimbangkan dalam usaha peternakan. Ini tidak menjadi suatu yang berlebihan mengingat Indonesia merupakan negara agraris. Asalkan kita tahu secara tepat nilai guna dan daya gunanya serta tahu

description

Laporan Praktikum Teknologi Pakan Fapet Unsoed

Transcript of Laporan Tekpak Unsoed 2013

Page 1: Laporan Tekpak Unsoed 2013

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pakan mempunyai peranan yang sangat penting didalam kehidupan ternak.

Pakan adalah bahan yang dimakan dan dicerna oleh seekor hewan yang mampu

menyajikan unsur hara atau nutrisi yang penting untuk perawatan tubuh,

pertumbuhan, penggemukan, dan reproduksi (birahi, konsepsi, kebuntingan), serta

laktasi (produksi susu). Alasan lain mengapa pakan menjadi salah satu faktor

terpenting selain bibit dan manajemen di dalam pemeliharaan ternak, khususnya

ternak ruminansia. Telah kita ketahui bahwa biaya pakan merupakan biaya

terbesar dari total biaya produksi, yaitu mencapai 70-80 %. Kelemahan sistem

produksi peternakan umumnya terletak pada ketidakpastian tatalaksana pakan dan

kesehatan. Keterbatasan pakan menyebabkan daya tampung ternak pada suatu

daerah menurun atau dapat menyebabkan gangguan produksi dan reproduksi yang

normal. Hal ini antara lain dapat diatasi bila potensi pertanian/industri maupun

limbahnya ikut dipertimbangkan dalam usaha peternakan. Ini tidak menjadi suatu

yang berlebihan mengingat Indonesia merupakan negara agraris. Asalkan kita

tahu secara tepat nilai guna dan daya gunanya serta tahu teknologi yang tepat pula

untuk mengelolanya, agar lebih bermanfaat.

Perlu dipahami bersama bahwa ”tidak ada strategi dan komposisi akan

terhebat yang dapat diterapkan pada semua sistem usaha peternakan sapi potong

yang tersebar di berbagai lokasi usaha. Yang terhebat adalah strategi untuk

mengungkap dan mengolah bahan pakan potensial setempat menjadi produk

ekonomis yang aman, sehat, utuh, halal dan berkualitas”. Produktivitas ternak

dipengaruhi oleh faktor lingkungan sampai 70% dan faktor genetik hanya sekitar

30%. Diantara faktor lingkungan tersebut, aspek pakan mempunyai pengaruh

paling besar yaitu sekitar 60%. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun potensi

genetik ternak tinggi, namun apabila pemberian pakan tidak memenuhi

persyaratan kuantitas dan kualitas, maka produksi yang tinggi tidak akan tercapai.

Disamping pengaruhnya yang besar terhadap produktivitas ternak, faktor pakan

Page 2: Laporan Tekpak Unsoed 2013

2

juga merupakan biaya produksi yang terbesar dalam usaha peternakan. Biaya

pakan ini dapat mencapai 60-80% dari keseluruhan biaya produksi.

Pemanfaatan hijauan yang mampu bertahan hanya pada musim penghujan

dan dimusim kemarau susah untuk didapatkan. Ketersediaan jerami yang

melimpah dan belum termanfaatkan secara optimal sangat perlu untuk diupayakan

agar dapat termanfaatkan dengan baik. Metode fermentasi dan amoniasi jerami

merupakan usaha untuk mendapatkan pakan ternak dengan cara mengawetkan

jerami tersebut agar tidak kekurangan pakan saat musim kemarau dan

memudahkan ternak untuk mencerna jerami. Pakan utama ternak ruminansia

adalah hijauan yaitu sekitar 60-70%, akan tetapi karena ketersediaan pakan

hijauan sangat terbatas maka pengembangan peternakan dapat diintegrasikan

dengan usaha pertanian sebagai strategi dalam penyediaan pakan ternak melalui

optimalisasi pemanfaatan limbah pertanian dan limbah agroindustri pertanian.

Pembuatan pakan komplit merupakan usaha untuk memberikan nutrisi yang

dibutuhkan oleh ternak. Uji fisik dilakukan untuk mengetahui seberapa baik dan

kuat serta kualitas yang dihasilkan dari pakan.

Teknologi pakan mencakup semua teknologi mulai dari penyediaan bahan

pakan sampai ransum diberikan kepada ternak. Pengetahuan tentang nutrisi ternak

diperlukan dalam teknologi pakan, tetapi ilmu dasar seperti fisika, kimia, dan

biologi juga berperan penting dalam formulasi, pengolahan, penyimpanan,

evaluasi, dan distribusi pakan. Teknologi didefinisikan sebagai metode atau cara

untuk mencapai tujuan praktis berdasarkan ilmu pengetahuan. Dalam prakteknya,

teknologi pakan mempunyai tiga cakupan, yaitu: (1) teknologi bahan baku pakan;

(2) teknologi pengolahan pakan termasuk formulasi sampai penyimpanan; dan (3)

teknologi pengendalian mutu (quality control) pakan. Teknologi pakan memegang

peranan penting dalam industri peternakan.

Page 3: Laporan Tekpak Unsoed 2013

3

1.2 Waktu dan Tempat

Praktikum Teknologi Pakan dilaksanakan pada tanggal 31 Mei 2012 untuk

pembuatn jerami amoniasi dan fermentasi, 07 Juni 2012 untuk pembuatan pellet

dan complete feed block, dan 14 Juni 2012 untuk acara mengenai uji fisik.

Praktikum dilaksanakan pada pukul 15.00 WIB sampai dengan selesai yang

bertempat di Green House dan Laboratorium Ilmu Bahan Makanan Ternak,

Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.

Page 4: Laporan Tekpak Unsoed 2013

4

II. TUJUAN DAN MANFAAT

II.1 Tujuan

1. Memahami dan terampil dalam pembuatan jerami amoniasi dan

fermentasi.

2. Memahami dan terampil dalam pembuatan pakan komplit baik dalam

bentuk pellet maupun block.

3. Mengetahui metode-metode uji fisik pakan komplit (sudut tumpukan,

hardness, keambaan, durability) dan evaluasi jerami fermentasi maupun

amoniasi yang meliputi pengamatan suhu, ph, bau, dan warna.

II.2 Manfaat

1. Mahir dalam pemrosesan bahan pakan.

2. Memahami dan terampil dalam pembuatan jerami amoniasi dan

fermentasi.

3. Mengenal pakan komplit yang berkualitas baik.

4. Memahami dan terampil dalam pembuatan pellet dan complete feed block.

5. Mempermudah penanganan dalam pengangkutan, pengolahan dan

menjaga homogenitas dan stabilitas saat pencampuran.

6. Memahami manfaat dari uji fisik bahan pakan.

Page 5: Laporan Tekpak Unsoed 2013

5

III. TINJAUAN PUSTAKA

III.1Fermentasi dan Amoniasi Jerami

3.1.1 Fermentasi Jerami

Jerami padi adalah bagian batang tumbuh yang setelah dipanen bulir-bulir

buah bersama atau tidak dengan tangkainya dikurangi dengan akar dan bagian

batang yang tertinggal setelah disabit. Masalah utama pemanfaatan jerami sebagai

pakan adalah tersebarnya sumber jerami padi sehingga menyebabkan ongkos

transportasi mahal. Masalah utama lainnya adalah kualitas jerami padi yang

rendah. Ikatan fisik dan ikatan kimia antara selulosa, hemiselulosa, lignin dan

silica serta rendahnya kecernaan merupakan hambatan utama bagi

mikroorganisme rumen dalam memanfaatkan serat kasar jerami padi. Usaha untuk

mengatasi hal tersebut, perlu mempertimbangkan suatu perlakuan dan pemberian

pakan tambahan (suplemen) yang tepat (Abubakar, 2007).

Jerami merupakan bagian dari batang tanaman padi tanpa akar yang

dibuang setelah diambil butir buahnya. Jika jerami padi langsung diberikan

kepada ternak sapi, daya cernanya rendah dan proses pencernaannya lambat,

sehingga total yang dimakan per satuan waktunya menjadi sedikit. Di samping itu

jerami mempunyai nilai gizi jerami yang rendah karena kandungan proteinnya

rendah. Melalui teknik amoniasi dapat mengubah jerami menjadi pakan ternak

yang potensial dan berkualitas karena melalui amoniasi dapat meningkatkan daya

cerna dan meningkatkan kandungan proteinnya (Sofyan, 2007).

Jerami padi merupakan salah satu hasil ikutan pertanian terbesar di

Indonesia yang jumlahnya kurang lebih 20 juta ton per tahun, produksinya

bervariasi sekitar 12 - 15 ton per hektar atau 4 - 5 ton bahan kering per hektar satu

kali panen, tergantung pada lokasi dan jenis varietas tanaman yang digunakan.

Sebagian besar jerami padi tidak dimanfaatkan, karena selalu dibakar setelah

proses pemanenan. Sedangkan di sektor peternakan membutuhkan makanan

ternak (pakan) yang harus tersedia sepanjang waktu dan sepanjang musim untuk

menjaga agar produktifitas ternak tidak menurun. Oleh karena itu, jerami padi

sangat penting untuk dimanfaatkan menjadi makanan ternak ruminansia

Page 6: Laporan Tekpak Unsoed 2013

6

khususnya sapi potong, kambing dan domba agar dapat meningkatkan

produktivitasnya, sehingga produksi daging akan meningkat yang akhirnya

swasembada daging dapat tercapai (Dwiyanto, 2000).

Meningkatkan nilai gizi jerami padi ini diperlukan input teknologi yang

sampai saat ini terus dikembangkan dan dikenalkan pada peternak. Ada beberapa

cara yang lazim digunakan dalam pengolahan limbah pertanian diantaranya

melaui perlakuan fisik, kimia dan biologi. Peningkatan manfaat limbah pertanian

dilakukan dengan peningkatan nilai kecernaanya dan salah satu metoda yang

dapat dilakukan untuk tujuan tersebut adalah pengolahan secara biologis dengan

memanfaatkan mikroorganisme. Teknik fermentasi dan amoniasi yang dipilih

berdasarkan kesederhanaan alat yang dibutuhkan, kemudian kerja dan telah diuji

dengan menggunakan ternak. Fermentasi yaitu proses perombakan dari struktur

keras secara fisik, kimia dan biologi sehingga bahan dari struktur yang komplek

menjadi sederhana, sehingga daya cerna ternak menjadi lebih efisien (Rukmana,

2001).

Fermentasi merupakan kegiatan mikrobia pada bahan pangan, sehingga

dihasilkan produk yang dikehendaki. Mikrobia yang umumnya terlibat dalam

fermentasi adalah bakteri dan jamur. Fermentasi dapat dilakukan menggunakan

kultur murni ataupun alami serta dengan kultur tunggal ataupun kultur campuran.

Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik

(tanpa oksigen). Secara umum fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi

anaerobik, akan tetapi terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan

fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan atau tanpa

akseptor elektron eksternal. Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi.

Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang digunakan

dan produk yang dihasilkan. Secara singkat, glukosa (C6H12O6) yang merupakan

gula paling sederhana, melalui fermentasi akan menghasilkan etanol (2C2H5OH).

Reaksi fermentasi ini dilakukan oleh ragi, dan digunakan pada produksi makanan

dan dijabarkan sebagai berikut: Gula (glukosa, fruktosa, atau sukrosa) → Alkohol

(etanol) + Karbon dioksida + Energi (ATP) (Anonim, 2009).

Page 7: Laporan Tekpak Unsoed 2013

7

Fermentasi sudah dikenal berabad-abad yang lalu. Secara terbatas

masyarakat hanya mengenal proses fermentasi sebagai pengubahan karbohidrat

menjadi alkohol. Ditinjau dari metabolis bahwa fermentasi merupakan suatu

reaksi oksidasi-reduksi di dalam sintesa biologi, yang menghasilkan energi

sebagai donor dan akseptor elektron. Senyawa organik yang digunakan yaitu

karbohidrat dalam bentuk glukosa. Senyawa ini akan diubah oleh reaksi reduksi

dengan katalis enzim menjadi asam. Selanjutnya fermentasi adalah suatu proses

perubahan kimiawi dari senyawa-senyawa organik karbohidrat, lemak, protein

dan bahan organik lain (Rarumangkay, 2002).

2.1.2 Amoniasi Jerami

Jerami sebagai bahan pakan ternak harus di tingkatkan kandungan gizinya

sesuai dengan kebutuhan performance ternak ruminansia. Seperti yang telah kita

ketahui bahwa jerami padi memiliki dinding sel yang tinggi dan diperkokoh

dengan tingginya lignin dan silika, sehingga sumber energi yang tersimpan dalam

bentuk selulosa dan hemoselulosa sulit dimanfaatkan oleh organisme rumen.

Tingginya kadar lignin akan menghambat penetrasi bakteri rumen ke dalam sel-

sel tanaman. Oleh karena itu diperlukan perlakuan secara kimia untuk

menghancurkan ikatan-ikatan lignin yaitu dengan cara amoniasi dengan amonia

(Soejono, 1998).

Perlakuan amoniasi dengan urea telah terbukti mempunyai pengaruh yang

baik terhadap pakan. Proses amoniasi leibh lanjut juga akan memberikan

keuntungan yaitu meningkatkan kecernaan pakan. Setelah terurai menjadi NH3

dan CO2. Dengan molekul air NH3 akan mengalami hidrolisis menjadi NH4+ dan

OH. NH3 mempunyai pKa = 9,26, berarti bahwa dalam suasana netral (pH = 7)

akan lebih banyak terdapat sebagai NH+. Dengan demikian amoniasi akan serupa

dengan perlakuan alkali. Gugus OH dapat merenggut putus ikatan hidrogen antara

Oksigen Karbon nomor 2 melekul glukosa satu dengan Oksigen Karbon nomor 6

molekul glukosa lain yang terdapat pada ikatan selulosa, lignoselulosa dan

lignohemiselulosa. Telah diketahui bahwa dua ikatan terakhir ini bersifat labil

Page 8: Laporan Tekpak Unsoed 2013

8

alkali, yaitu dapat diputus dengan perlakuan alkali. Dengan demikian pakan akan

memuai dengan lebih mudah dicerna oleh mikroba rumen. Pemuaian pakan

selanjutnya akan melarutkan deposit lignin yang terdapat pada dinding dan ruang

antar sel. Berarti amoniasi juga menurunkan kadar zat makanan yang sukar

bahkan tidak dicerna oleh ternak, yang berakibat meningkatkan kecernaan pakan

leibh jauh (Hanafi, 2004).

Satu-satunya sumber NH3 yang murah dan mudah diperoleh adalah urea.

Urea dengan rumus molekul CO (NH2)2 banyak digunakan dalam ransum ternak

ruminansia karena mudah diperoleh, harga murah dan sedikit keracunan yang

diakibatkannya dibanding biuret. Secara fisik urea berbentuk kristal padat

berwarna putih dan higroskopis. Urea mengandung nitrogen sebanyak 42 – 45%

atau setara dengan potein kasar antara 262 – 281% (Belasco, 1945).

III.2Complete Feed

Kebutuhan pakan ternak dapat terpenuhi dengan pakan hijauan segar

(sebagai pakan utama) dan konsentrat (sebagai pakan penguat) untuk berproduksi.

Kedua jenis bahan tersebut dapat diukur jumlah pemberiannya sesuai dengan

berat badan ternak dan produksi yang diharapkan. Namun kedua jenis pakan

tersebut belum menjamin terpenuhinya unsur-unsur mikro berupa mineral,

vitamin maupun asam amino tertentu yang tidak diperoleh ternak saat di alam

bebas. Dengan demikian selain pakan utama dan pakan penguat, maka ternak

yang dipelihara perlu memperoleh pakan tambahan atau pakan suplement. Dengan

meningkatnya teknologi pengolahan pakan, telah banyak pakan suplement yang

dapat direkomendasikan untuk diaplikasikan kepada masyarakat peternak. Salah

satu pakan suplement tersebut yang sekarang sudah banyak dimanfaatkan oleh

masyarakat peternak adalah UMMB (Abubakar, 2007).

Salah satu pengembangan teknologi formulasi pakan adalah pakan

komplit, yaitu semua bahan pakan yang terdiri atas hijauan (limbah pertanian) dan

konsentrat dicampur menjadi satu campuran yang homogen dan diberikan kepada

ternak sebagai satu-satunya pakan tanpa tambahan rumput segar. Pakan komplit

merupakan campuran dari limbah agroindustri, limbah ertanian yang belum

Page 9: Laporan Tekpak Unsoed 2013

9

dimanfaatkan secara optimal sehingga ternak tidak perlu lagi diberi hijauan.

Mudah diduplikasi di setiap sentra peternakan dengan memanfaatkan potensi

bahan pakan lokal dengan menggunakan mesin pencampur sederhana serta ramah

lingkungan sehingga harganya sangat murah (Mariyono, 2007).

3.2.1 Pellet

Jahan et al. (2006) menyatakan bahwa pelet adalah hasil modifikasi dari

mash yang dihasilkan dari pengepresan mesin pelet menjadi lebih keras.

Bentuk fisik pakan berupa pelet ini sangat dipengaruhi oleh jenis bahan yang

digunakan, ukuran pencetak, jumlah air, tekanan dan metode setelah

pengolahan serta penggunaan bahan pengikat/perekat untuk menghasilkan

pelet dengan struktur yang kuat, kompak dan kokoh sehingga pelet tidak

mudah pecah.

Seperti halnya pakan hijauan, aplikasi teknologi pada konsentrat juga

bervariasi, antara lain pemanasan, penggilingan, pembuatan pellet, prokteksi

nutrient dan sebagai suplemen. Perlakuan pemanasan biasanya ditunjukan untuk

mengurangi atau menghilangkan anti kualitas. Selain itu pemanasan bisa

merubah struktur pati sehingga dapat memperbaiki kecernaanya. Penggilingan

bertujuan untuk memperkecil ukuran partikel sehingga akan lebih mudah

dikonsumsi dan dicerna. Selain itu merupakan tahap awal dari proses

pembuatan pellet. Manfaat atau tujuan dari pembuatan pellet telah diuraikan

pada teknologi hijauan, namun demikian manfaat lain yang penting diketahui

adalah mengurangi jamur sekaligus meningkatkan kinerja ternak. Protein

bahan pakan sebagian akan mengalami degradasi di dalam rumen, sebagian

yang lain akan mengalami degradasi akan masuk ke abomasums dan akhirnya

tercerna di usus halus (Soejono, 1998).

Pembuatan pelet terdiri dari proses pencetakan, pendinginan dan

pengeringan. Perlakuan akhir terdiri dari proses sortasi, pengepakan dan

pergudangan. Proses penting dalam pembuatan pelet adalah pencampuran

(mixing), pengaliran uap (conditioning), pencetakan (extruding) dan

pendinginan (cooling). Proses kondisioning adalah proses pemanasan dengan

Page 10: Laporan Tekpak Unsoed 2013

10

uap air pada bahan yang ditujukan untuk gelatinisasi agar terjadi perekatan

antar partikel bahan penyusun sehingga penampakan peletmenjadi kompak,

durasinya mantap, tekstur dan kekerasannya bagus Proses kondisioning untuk

gelatinisasi dan melunakkan bahan agar mempermudah pencetakan. Disamping

itu juga bertujuan untuk membuat : (1) Pakan menjadi steril, terbebas dari

kuman atau bibit penyakit; (2) Menjadikan pati dari bahan baku yang ada

sebagai perekat;(3) Pakan menjadi lebih lunak sehingga ternak mudah

mencernanya dan (4) Menciptakan aroma pakan yang lebih merangsang nafsu

makan ternak (Suryanagara, 1997).

Menurut Khalil (1981) menjelaskan lebih lanjut keuntungan pakan bentuk

pelet adalah 1) meningkatkan densitas pakan sehingga mengurangi

keambaan,mengurangi tempat penyimpanan, menekan biaya transportasi,

memudahkan penanganan dan penyajian pakan; 2) densitas yang tinggi akan

meningkatkan konsumsi pakan dan mengurangi pakan yang tercecer; 3)

mencegah de-mixing yaitu penguraian kembali komponen penyusun pelet

sehingga konsumsi pakan sesuai dengan kebutuhan standar.

3.2.2 Complete Feed Block

Permen ternak ruminansia atau CFB dapat dibuat dari bahan-bahan baku

pakan yang murah dan mudah dibuat oleh peternak. Manfaat CFB bagi ternak,

formulasinya, cara pembuatan, waktu dan dosis pemberian. CFB yang

merupakan pakan tambahan yang sangat disukai ternak, memberikan beberapa

manfaat dan keuntungan bagi usaha peternakan ternak ruminansia, yakni

merupakan sumber protein, energi, dan mineral yang dibutuhkan oleh ternak.

Sebagai pakan tambahan bagi ternak-ternak yang dikandangkan atau

digembalakan. Dapat meningkatkan kecernaan dan konsumsi zat-zat makanan

dari bahan pakan yang berserat tinggi, sehingga produktifitas ternak dapat

ditingkatkan (Suparjo, 2009).

Page 11: Laporan Tekpak Unsoed 2013

11

III.3Uji Fisik

3.3.1 Keambaan

Sifat fisik pakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

kecepatan laju aliran digesta rumen. Oleh karena itu evaluasi sifat fisik

terhadap bahan pakan yang berasal dari limbah perkebunan untuk dijadikan

ransum agar formulasi ransum yang disusun sesuai dengan sifat bahan yang

digunakan.Sifat fisik (keambaan, daya serap air, dan kelarutan) sangat erat

kaitannya dengan degrabilitas dan fermentabilitas bahan pakan tersebut di

dalam rumen (Sutardi, 2003).

3.3.2 Sudut Tumpukan

Khalil (1997) menyatakan sudut tumpukan merupakan sudut yang

dibentuk oleh bahan pakan yang diarahkan pada bidang datar. Sudut

tumpukan merupakan kriteria kebebasan bergerak suatu partikel pakan dalam

tumpukan dimana semakin tinggi sudut tumpukan, kebebasan gerak suatu

paartikel semakin berkurang. Sudut tumpukan juga merupakan kriteria

kebebasan bergerak suatu partikel pakan dalam tumpukan, dimana semakin

tinggi sudut tumpukan maka kebebasan partikel untuk bergerak semakin

berkurang. Sudut tumpukan dalam pengolahan pakan mempunyai peranan

dalam menentukan flow ability, efisiensi dalam pengangkutan, pemindahan

bahan serta mekanik, dan ketepatan dalam penimbangan yang berhubungan

dengan flow ability.

Sudut tumpukan adalah sudut yang terbentuk oleh permukaan bidang

miring bahan yang dicurahkan membentuk garis dalam bidang horizontal.

Sudut tumpukan berfungsi untuk menentukan kemampuan mengalir suatu

bahan efisiensi pada pengangkutan secara mekanik. Sudut tumpukan

merupakan kriteria kebebasan bergerak suatu partikel pakan dalam tumpukan

dimana makin tinggi tumpukan maka kebebasan partikel untuk bergerak

semakin berkurang (Noordiyansyah, 2007).

Page 12: Laporan Tekpak Unsoed 2013

12

3.3.3 Hardness

Uji ketahanan benturan dengan menggunakan metode shatter test

digunakan untuk mengetahui ketahanan pellet terhadap benturan maupun

tumbukan pada saat pengepakan atau proses pengangkutan. Uji ini dilakukan

dengan menjatuhkan sejumlah pellet di dalam kotak di atas lempeng besi

(Choliq, 1993). Hardness pelet tester merupakan alat untuk mengukur

kekuatan pellet dengan menekan pellet sekuat-kuatnya sampai pellet

mengalami keretakan.

3.3.4 Durability

Ketahanan pellet terhadap gesekan dapat diuji dengan menggunakan

cochcrane test, yaitu dengan cara memasukan pellet yang telah diketahui

beratnya ke dalam sebuah drum logam yang kemudian diputar dengan

kecepatan tetap selama satuan waktu. Ada serat yang tinggi dalam bahan

dapat menyebabkan pellet yang dihasilkan mudah patah. Faktor lain yang

dapat mempengaruhi durabilitas pellet adalah diameter pellet (Kartasudjana,

2001).

Page 13: Laporan Tekpak Unsoed 2013

13

IV. MATERI DAN CARA KERJA

4.1 Materi

4.1.1 Bahan – Bahan

4.1.1.1 Fermentasi dan Amoniasi Jerami

Jerami 5 kg

EM4

Molasses

Dedak 8%

Urea 3-4%

Onggok

4.1.1.2 Pembuatan Pellet dan Complete Feed Block

Bungkil kelapa 7,25 kg

Jagung 5,25 kg

Kanji ½ kg

Mineral mix 0,25 kg

Jerami 5 kg

Dedak 3,75 kg

Molasses 2 kg

Minyak 0,5 kg

Air panas 500 ml

4.1.1.3 Uji Fisik

Hasil pembuatan jerami fermentasi

Hasil pembuatan pellet dan complete feed block

4.1.2 Alat-Alat

4.1.2.1 Fermentasi dan Amoniasi Jerami

Bendo

Papan

Plastik kapasitas 10 kg

Ember

Page 14: Laporan Tekpak Unsoed 2013

14

Timbangan

4.1.2.2 Pembuatan Pellet dan Complete Feed Block

Alat mixing (mixer)

Timbangan

Papan

Ember

Steam

Pencetak pellet dan pencetak block

4.1.2.3 Uji Fisik

4.1.2.3.1 Keambaan

1. Pellet

2. Neraca O’haus

3. Gelas ukur

4. Corong

4.1.2.3.2 Sudut Tumpukan

1. Pellet

2. Mistar siku – siku

3. Corong

4. Besi penyangga

5. Timbangan analitik

4.1.2.3.3 Hardness

1. Pellet atau Complete Feed Block

2. Hard Pellet Tester

4.1.2.3.4 Durability

1. Pellet

2. Timbangan Analitik

3. Tempat/wadah

4. Alat Durability

5. Alat Saring

4.2 Cara Kerja

Page 15: Laporan Tekpak Unsoed 2013

15

4.2.1 Fermentasi Jerami

5 kg Jerami padi dipotong kecil-kecil

Disemprot dengan larutan EM4

Di masukkan kedalam plastic kapasitas 10 kg, setiap 10 cm di taburu dengan

dedak

dan di semprot dengan EM4

diikat dengan tali karet ban dengan kencang dan diusahakan

jangan sampai ada udara yang masuk

disimpan selama 2 minggu

4.2.2 Pembuatan Pellet dan Complete Feed Block

Bahan – bahan disiapkan dan dtimbang masing-masing

Bahan mulai dimixing, yang pertama bungkil

Dimasukkan kanji kemudian mineral, jerami, dedak,

molasses dan terakhir minyak

setelah tercampur dan hancur, diambil masing-masing 3 kg

ditambah air 1,5 liter diaduk, di masukkan dalam plastik dan disteam selama 15-

30 menit

setelah itu di cetak dengan menggunakan mesin pencetak pellet.

Dikeringkan di dalam alat pengering dengan bantuan sinar lampu

Page 16: Laporan Tekpak Unsoed 2013

16

Selain itu juga yang 1 kg hasil mixing ditambah air hangat sebanyak 500ml

kemudian dicetak langsung (tanpa disteam)

4.2.3 Uji Fisik

4.2.3.1 Durability

Sampel Ditimbang Sebanyak 200gr

Dimasukan ke dalam mesin Durability

Mesin dinyalakan selama 10 menit

Dikeluarkan kemudian di ayak dan di saring

Di timbang, kemudian dipisahkan antara pellet dan pecahannya

Dihitung durability

4.2.3.2 Sudut Tumpukan

Corong pada besi penyangga dipasang

Bahan yang akan diukur sebanyak 200 gram ditimbang

Bahan tersebut dituang melalui corong

Diameter atau curahan bahan diukur

Tinggi atau curahan bahan diukur

4.2.3.3 Keambaan

Page 17: Laporan Tekpak Unsoed 2013

17

Gelas ukur 100 ml ditimbang (keadaan kosong)

Sampel dimasukkan ke dalam gelas tersebut sampai volume 100 ml

Ditimbang gelas ukur yang berisi sampel, kemudian

Dihitung keambaannya

4.2.3.4 Hardness

Cincin dipaskan sampai angka 0

Pellet atau complete feed block ditekan sampai retak

Dilihat angka pada alat Hard Pellet Tester

4.2.4 Evaluasi Jerami Fermentasi

Jerami amoniasi umur 2 minggu di buka

Hasil diamati

Uji pH nya , dengan menambahkan aquades 50 ml pada sempel jerami

kemudian kertas lakmus dimasukkan ke dalam larutan tadi

uji suhu, dengan memasukkan thermometer selama

kurang lebih 10 menit pada jerami fermentasi

dan diamati bau dan warnanya secara organoleptik

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 18: Laporan Tekpak Unsoed 2013

18

5.1 Hasil

5.1.1 Perbandingan Data Hasil Uji Fisik Tiap Kelompok

Tabel 1. Uji Fisik Pellet

Tabel 2. Uji Fisik Complete Feed Block

Kel. Hardness

Steam Tanpa Steam

1. 14,4 9,1

2. 4,9 -

3. 12,5 -

4. 10,5 -

5. 18 -

6. 5,2 10

7. 7 -

8. 13 11

5.1.2 Uji Fisik

Kel

.

Hardness Sudut Tumpukan Keambaan Durability

1 16,7 lbs 25,38o 5,80 70%

2 23,6 lbs 19,29o 5,59 87%

3 16,8 lbs 17,52o 5,31 81%

4 22 lbs 25,64o 5,89 55%

5 17,5 lbs 19,46o 4,92 72,5%

6 25 lbs 17,12o 4,76 72,5%

7 20 lbs 19,84o 5,56 75%

8 16 lbs 25,17o 4,24 83,3%

Page 19: Laporan Tekpak Unsoed 2013

19

5.1.2.1 Hardness

Berdasarkan proes pengujian hardness dengan menggunakan alat Hard

Pellet Tester, maka telah diperoleh bahwa nilai hardness yang diperoleh pada

sampel bahan pakan yang diuji sebesar 16 lbs.

5.1.2.2 Keambaan

Volume Gelas ukur : 122,8 gr

Volume Sampel : 146,4 -122,8 = 23,6 gr

Keambaan = Volume gelas = 100 ml = 4,24 gr Volume sampel 23,6

5.1.2.3 Sudut Tumpukan

Tinggi : 6 cm

Diameter : 25,5 cm

Sudut Tumpukan tg alfa = 2t = 2 (6) = 0,47 d 25,5

alfa = 25,17o

5.1.2.4 Durability

Bobot awal : 120 gr

Bobot akhir : 100 gr

Durability = bobot akhir = 100= 83,3 % Bobot awal 120

5.1.3 Evaluasi Jerami Fermentasi dan Amoniasi

Page 20: Laporan Tekpak Unsoed 2013

20

Tabel 3. Evaluasi Jerami Fermentasi dan Amoniasi

Kel. Suhu pH Bau Warna

1 28oC 7,8 Ammonia Coklat, hijau kekuningan

2 27oC 8,8 Ammonia Coklat, hijau kekuningan, basah

tidak berjamur

3 27oC 8,9 Ammonia Coklat, kekuningan, kering

4 27oC 9,0 Ammonia Coklat, hijau kekuningan

5 27oC 9,3 Bau jerami Coklat kekuningan, basah, tdk

berjamur

6 29oC 6,4 Bau jerami Coklat, kering, berjamur

7 27oC 5,8 Bau asam segar Coklat kekuningan, kering

8 28oC 5,2 Asam, masih

bau jerami

Coklat, basah sebagian, sedikit

jamur

5.2 Pembahasan

5.2.1 Fermentasi dan Amoniasi Jerami

5.2.1.1 Fermentasi Jerami

Hasil evaluasi yang diperoleh dari kelompok 08 terhadap jerami fermentasi

menunjukkan bahwa jerami padi yang telah difermentasi mengalami perubahan yaitu,

suhu kantung plastik yang berisi jerami sebesar 28oC, ph menurun menjadi 5.2, aroma

yang terhirup masih berbau jerami dan asam, dan warna jerami coklat, basah sebagian,

dan sedikit terdapat jamur. Sebelumnya jerami disimpan terlebih dahulu selama 2 minggu

dalam keadaan anaerob. Proses fermentasi dapat meningkatkan nilai gizi jerami tersebut.

Hal ini berdasarkan pendapat Rarumangkay (2002) bahwa Melalui fermentasi, bahan

makanan yang nilai gizinya rendah menjadi meningkat karena jamur tersebut selain

merupakan 23 mikroorganisme penghasil protein sel tunggal juga dapat mengeluarkan

Page 21: Laporan Tekpak Unsoed 2013

21

enzim yang mampu merombak zat-zat makanan yang sukar dicerna menjadi mudah

dicerna dan ini besar peranannya terhadap produktivitas ternak.

Menurut Rarumangkay (2002), pengolahan secara biologis dapat

dilakukan dengan penambahan enzim, menumbuhkan jamur, bakteri dan

sebagainya. Pengolahan secara biologis umumnya menggunakan jamur. Lebih

lanjut dikatakan, limbah berserat yang mengandung zat-zat makanan, terutama

karbohidrat sebagai sumber karbon untuk pertumbuhan mikroorganisme, tidak

hanya didapatkan sebagai media untuk memproduksi enzim tertentu namun sisa

fermentasi atau biomassa dapat dimanfaatkan sebagai pakan yang mempunyai

kualitas lebih baik. Pemecahan lignin dan sellulosa akibat proses fermentasi

menyebabkan limbah tanaman menjadi lebih mudah dicerna.

Faktor-faktor yang mempengaruhi biodegradasi dalam proses fermentasi

oleh mikroba :

a. Sifat fisik dan kimia substrat

1) Kelarutan, pada umumnya zat terlarut lebih mudah didegradasi.

2) Luas permukaan, semakin luas permukaan makin mudah dicerna

mikroorganisme. Dalam hal ini untuk mempercepat degradasi digunakan

substrat dengan ukuran yang kecil.

3) Kemampuan mengadopsi uap air, material yang higroskopis lebih mudah

dicerna oleh mikroorganisme. Dalam hal ini kelembaban sangat

mempengaruhi proses.

b. Struktur kimia dari substrat

Pengaruh struktur kimia dalam degradasi oleh mikroorganisme, pada umumnya

senyawa karbon yang terbentuk secara alamiah lebih mudah didegradasi dari

pada yang sintetik.

c. Faktor lingkungan

Setiap spesies mikroorganisme mempunyai kisaran kondisi lingkungan dalam

batas-batas toleransi yang sempit. Di luar batas itu mikroorganisme tidak akan

tumbuh dan biodegradasi tidak terjadi. Proses tersebut ada yang

menguntungkan dan ada pula yang merugikan. Hal yang menguntungkan ialah

adanya degradasi protein yang membentuk protein lain yang mudah dicerna,

Page 22: Laporan Tekpak Unsoed 2013

22

dan yang merugikan pada umumnya proses perusakan atau pembusukan

(Rarumangkay,2002).

Secara biokimiawi fermentasi diartikan sebagai pembentukan energi

melalui katabolisme senyawa organik, sedangkan menurut aplikasinya dalam

bidang industri arti fermentasi adalah suatu proses yang mengubah bahan dasar

menjadi suatu produk oleh suatu massa sel mikrobia. Teknologi fermentasi

dengan memanfaatkan kemampuan mikrobia berhasil merubah bahan ternak

berkualitas rendah, menjadi suatu produk bahan yang lebih berkualitas melalui

bermacam-macam teknik pengolahan. Metode fermentasi telah banyak

dipergunakan untuk pengawetan, peningkatan nilai gizi, perbaikan citarasa

dalam pengolahan pakan dan pupuk organik. Praktek fermentasi selain untuk

tujuan di atas semakin penting dalam peranannya untuk memperkaya ragam

pakan dan bahan baru (Amalia, 2004).

5.2.1.2 Amoniasi Jerami

Hasil praktikum mengenai pembuatan jerami amoniasi diperoleh data

yaitu, rata-rata suhu berkisar 27OC, ph basa antara 7,8 sampai 9, beraroma

ammonia, dan warnanya coklat kekuningan, terkadang basah serta tidak terdapat

jamur. Sebelumnya jerami disimpan terlebih dahulu selama 2 minggu. Manfaat

dari pengolahan amoniasi adalah memotong ikatan rantai lignoselusosa dan

membebaskan sellulosa dan hemisellulosa agar dapat dimanfaatkan oleh tubuh

ternak. Amoniak (NH3) yang berasal dari urea akan bereaksi dengan jerami padi.

Dalam hal ini ikatan tadi lepas diganti mengikat NH3 , dan sellulosa serta

hemisellulosa lepas. Ini semua berakibat pada kecernaan meningkat, juga kadar

protein jerami padi meningkat. NH3 yang terikat berubah menjadi senyawa

sumber protein. Dengan demikian, keuntungan amoniasi adalah kecernaan

meningkat, protein jerami meningkat, menghambat pertumbuhan jamur dan

memusnahkan telur cacing yang terdapat dalam jerami. Fungsi amoniak (NH3)

disini adalah sebagai pengubah komposisi dan struktur dinding sel yang berperan

untuk membebaskan ikatan antara lignin dengan selulosa dan hemiselulosa.

Page 23: Laporan Tekpak Unsoed 2013

23

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Soejono (1998) yang menyatakan

bahwa sama halnya dengan unsur alkali yang lainya, amoniak menyebabkan

perubahan konposisi dan struktur dinding sel yang berperan untuk membebaskan

ikatan antara lignin dengan selulosa dan heniselulosa. Reaksi kimia yang terjadi

(dengan memotong jembatan hidrogen) menyebabkan mengembangnya jaringan

dan meningkatkan pleksinilitas dinding sel hingga memudahkan penetrasi

(penerobosan) oleh enzim selulase yang dihasilkan oleh mikroba. Jerami padi

yang telah diamoniasi memiliki nilai energi yang lebih besar dibandingkan jerami

yang tidak diolah. Proses amoniasi sangat efektif dalam menghilangkan alfatoksin

dalam jerami. Jerami yang telah diamoniasi akan terbebas dari kontaminasi

mikroorganisme jika jerami tersebut telah diolah dengan mengikuti prosedur yang

benar secara hati-hati.

Praktikum ini menggunakan urea dengan kadar penambahan sebanyak 3%.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Murtidjo (1990), bahwa penggunaan urea tidak

boleh lebih dari 0,5% dari jumlah pakan. Tidak boleh lebih dari 20 gram untuk

setiap bobot sapi dewasa 100 kg, dan penggunaan urea harus diimbangi dengan

penggunaan bahan baku konsentrat atau pakan penguat yang kaya akan

karbohidrat fermentable seperti dedak dan molasses. Pemberian urea ditujukan

untuk membantu ternak dalam mengadakan pembentukan asam amino essensial.

Faktor penentu lain setelah kadar urea adalah temperatur, menurut Komar

(1984), semakin tinggi temperatur akan semakin singkat proses amoniasi berjalan.

Temperatur yang paling baik adalah antara 20-1000C. Pada suhu dibawah 00C

proses amoniasi berjalan sangat lambat.

Tiga sumber amoniak yang dapat dipergunakan dalam proses amoniasi

yaitu : NH3 dalam bentuk gas cair, NH4OH dalam bentuk larutan, dan urea dalam

bentuk padat. Penggunaan NH3 gas yang dicairkan biasanya relatif mahal. Selain

harganya mahal juga memerlukan tangki khusus yang tahan tekanan tinggi

minimum (Minimum 10 bar). Demikian pula halnya dengan larutan amoniak

NH4OH selain harganya relatif mahal juga sukar diperoleh, sehingga pemakaian

NH4OH terbatas di laboratorium. Dibanding cara pengolahan kimia yang lain

Page 24: Laporan Tekpak Unsoed 2013

24

(NaOH), amoniasi mempunyai beberapa keuntungan, antara lain : 1). Sederhana

cara pengerjaannya dan tidak berbahaya; 2). Lebih murah dan mudah dikerjakan

dibanding dengan NaOH; 3). Cukup efektif untuk menghilangkan aflaktosin

khususnya pada jerami; 4). Meningkatkan kandungan protein kasar; 5). Tidak

menimbulkan polusi dalam tanah (Hanafi, 2004).

5.2.2 Pembuatan Complete Feed

5.2.2.1. Pellet Hartadi (1990) menyatakan pellet dikenal sebagai bentuk massa dari bahan

pakan atau ransum yang dibentuk dengan cara menekan dan memadatkan melalui

lubang cetakan secara mekanis. Proses pembuatan pelet dibagi menjadi tiga tahap,

yaitu: 1) pengolahan pendahuluan meliputi pencacahan, pengeringan, dan

penggilingan, 2) pembuatan pelet meliputi pencetakan, pendinginan, dan

pengeringan, dan 3) perlakuan akhir meliputi sortasi, pengepakan dan

penggudangan. Tujuan pembuatan pakan dalam bentuk pellet adalah untuk

meringkas volume bahan, sehingga mudah dalam proses pemindahan, dan

menurunkan biaya pengangkutan. Bahan utama pembuatan pellet tidak jauh

berbeda, hanya saja bentuk yang membedakan. Bahan utamanya ialah molases

(tetes tebu), urea, bahan pengisi, bahan pengeras dan mineral.

Pada praktikum mengenai pembuatan pellet, pembuatan pellet yaitu

dengan mencampur semua bahan yang telah dibuat formulasinya sampai menjadi

homogen, artinya semua bahan harus tercampur rata, kemudian campuran tadi

dimasukan ke dalam plastik tertutup dan dipanaskan di dalam autoklaf selama 10-

15 menit untuk di steam. Selanjutnya bahan yang sudah disteam siap untuk

dimasukkan ke dalam cetakan pellet. Molases (tetes tebu) yang berfungsi untuk

mengikat campuran bahan agar pada saat dicetak dapat merekat padat dengan cara

mendukung proses gelatinisasi pada saat dilakukan pemanasan atau steam,

sehingga terbentuklah pellet yang tidak mudah hancur. Namun, praktikum

pembuatan pellet tidak berjalan dengan baik karena alat pencetak pellet ketika

praktikum di green house hanya ada satu unit, sedangkan kelompok praktikum

terdapat dalam jumlah banyak dan proses pencetakan membutuhkan waktu yang

Page 25: Laporan Tekpak Unsoed 2013

25

cukup lama. Sehingga kelompok kami tidak menggunakan alat pencetak pellet,

melainkan menggunakan alat pencetak pakan dalam bentuk block.

Hasil dari ini, tekstur pellet yang dicetak block tergolong cukup kuat

karena tidak mudah hancur dan kepadatan teksturnya terlihat baik. Namun,

terdapat beberapa yang ditumbuhi oleh jamur (fungi) yang disebabkan karena

proses pemanasan tidak berjalan merata. Menurut Hanafi (2004), pakan pellet

bersifat porous yaitu mudah menyerap air sehingga bila ditempatkan di

lingkungan yang lembab maka kadar airnya akan meningkat, akibatnya pakan

pellet akan mudah ditumbuhi jamur . Selain itu pellet yang kadar airnya tinggi dan

juga yang baru dicetak teksturnya tidak padat, bila digenggam mudah hancur .

Sebaliknya pellet yang kadar airnya rendah (< 15%) memiliki tekstur yang padat,

agak keras, tidak mudah hancur, dan tidak mudah ditumbuhi oleh jamur. Kadar air

pellet bisa diturunkan dengan cara pengeringan terhadap pellet, balk

menggunakan cahaya matahari atau dengan bantuan mesin pengering. Selanjutnya

pellet yang sudah kering dengan kadar air < 15%, jika kemasan dan

penempatannya benar maka kualitas dan kuantitasnya akan tetap bagus untuk

waktu penyimpanan yang relatif lama. Pengeringan pellet dengan menjemur di

bawah cahaya matahari adalah cara pengeringan yang termurah, dengan

menjemur selama 8 jam pakan pellet sudah aman untuk disimpan lama. Pada

percobaan ini pengeringan menggunakan bantuan alat pengering bertenaga listrik

350 Watt dengan temperatur maksimum 50°C selama 15 jam dan 20 jam.

5.2.2.2 Complete Feed Block

Complete Feed Block (CFB) merupakan pakan tambahan (suplemen)

untuk ternak ruminansia, berbentuk padat yang kaya dengan zat-zat makanan.

Bahan pembuat CFB adalah Urea, molases, mineral dan bahan-bahan lainnya

yang memiliki kandungan protein dan mineral yang baik. Bahan suplemen ini

didapatkan dan dibentuk sedemikian rupa sehingga menjadi bahan yang keras

kompak. Bentuk bahan pakan ini dapat diatur sesuai dengan selera pembuatnya,

dapat dibuat berbentuk kotak persegi empat, berbentuk bulat (berbentuk

mangkuk) atau bentuk-bentuk lain menurut cetakan yang digunakan dalam proses

Page 26: Laporan Tekpak Unsoed 2013

26

pemadatan. Oleh karena bahan pakan ini berbentuk padatan dan keras, maka

untuk mengkonsumsinya ternak akan menjilati CFB tersebut, sehingga ternak

(Suparjo, 2009).

Pada praktikum kali ini, pembuatan complete feed block berasal dari

formulasi yang telah ditentukan untuk pellet. Complete feed block yang telah

disteam, kemudian dicetak dengan menggunakan alat pencetak block. Hasil dari

cetakan ini, campuran bahan berbentuk silinder. Setelah dicetak, complete feed

block tersebut disimpan di dalam ruangan penghangat dengan tujuan agar terjadi

proses pengeringan yang merata. Menurut Tangendjaja (2009), Complete Feed

Block (CFB) merupakan pakan tambahan (suplemen) untuk ternak ruminansia,

berbentuk padat yang kaya dengan zat-zat makanan. Bahan pembuat CFB adalah

Urea, molases, mineral dan bahan-bahan lainnya yang memiliki kandungan

protein dan mineral yang baik. Bahan suplemen ini didapatkan dan dibentuk

sedemikian rupa sehingga menjadi bahan yang keras kompak. Bentuk bahan

pakan ini dapat diatur sesuai dengan selera pembuatnya, dapat dibuat berbentuk

kotak persegi empat, berbentuk bulat (berbentuk mangkuk) atau bentuk-bentuk

lain menurut cetakan yang digunakan dalam proses pemadatan. Oleh karena bahan

pakan ini berbentuk padatan dan keras, maka untuk mengkonsumsinya ternak

akan menjilati CFB tersebut, sehingga ternak memperoleh zat-zat makanan sedikit

demi sedikit namun secara kontinyu. CFB terbuat dari bahanbahan pokok dan

bahan-bahan tambahan.

Formulasi bahan yang digunakan sama dengan formulasi bahan untuk

pembuatan pellet yaitu terdiri atas bungkil kelapa 7,25 kg, jagung 5,25 kg, kanji ½

kg, Mineral mix 0,25 kg, jerami 5 kg, dedak 3,75 kg, molasses 2 kg, minyak 0,5

kg, air panas 500 ml. Menurut Abubakar (2007), bahan-bahan pokok terdiri dari

molasses dan Urea, bahan ini tidak sulit diperoleh, karena bahan–bahan ini sudah

umum dikenal. Bahan-bahan lain sebagai tambahan yang mempunyai kandungan

zat-zat makanan (protein, mineral) yang cukup dapat diberikan sesuai dengan

kondisi dimana peternakan berlokasi.

Bahan-bahan yang digunakan sebagai penyusun CFB terdiri atas :

1) Molasses (Tetes tebu)

Page 27: Laporan Tekpak Unsoed 2013

27

Komponen utama dalam pembuatan CFB. Bahan ini digunakan karena

banyak mengandung karbohidrat sebagai sumber energi dan mineral (baik mineral

makro ataupun mineral mikro). Molasses merupakan limbah dari pabrik gula yang

kaya akan karbohidrat yang mudah larut (48 - 68 % berupa gula) untuk sumber

energi dan mineral disamping membantu siksasi nitrogen urea dalam rumen juga

dalam permentasinya menghasilkan asam-asam lemak atsiri yang merupakan

sumber energi yang penting untuk biosintesa dalam rumen, disukai ternak dan

tetes tebu memberikan pengaruh yang menguntungkan terhadap daya cerna.

2) Urea

Urea merupakan sumber NPN (Nitrogen bukan protein) mudah didapat

dan relatif murah harganya, namun demikian pemberiannya tidak terlalu banyak

karena dapat menimbulkan keracunan. Jadi dalam pemberiannya kurang lebih 4%.

Disamping itu, urea merupakan senyawa nitrogen yang sangat sederhana dan

dapat diubah oleh mikro organisme rumen, sebagian atau seluruhnya menjadi

protein yang diperlukan dalam proses fermentasi dalam rumen dan dapat

meningkatkan intake pakan.

3) Bahan pengisi

Bahan pengisi merupakan sumber energi dan protein . Bahan –bahan ini

ditambahkan agar dapat meningkatkan kandungan zat-zat makanan UMMB dan

untuk menjadikan UMMB menjadi bentuk padatan yang baik dan kompak.

Bahanbahan pengisi ini dapat berupa : dedak padi, dedak gandum (Pollard),

bungkil kelapa, bungkil biji kapuk, bungkil kedelai, ampas tapioka (onggok),

ampas tebu dan sebagainya. Sebagai bahan pengisi dalam pembuatan UMMB,

dapat dipilih diantara bahanbahan tersebut yang murah dan mudah diperoleh.

4) Bahan pengeras

Penambahan bahan ini dimaksudkan untuk menghasilkan UMMB yang

keras. bahan-bahan ini diantaranya juga mengandung mineral terutama kalsium

(Ca) yang cukup tinggi. Dapat dipakai sebagai bahan pengeras, antara lain

adalah : tepung batu kapur, bentonite, semen atau bahan-bahan kimia misalnya :

MgO, CaO dan CaCO3

5) Garam dan Mineral

Page 28: Laporan Tekpak Unsoed 2013

28

Mineral merupakan yang penting dalam pembuatan UMMB adapun

mineral yang pada umumnya digunakan berupa : Tepung kerang, tepung tulang,

Lactomineral, dolomit, kapur bangunan dan garam dapur (Nacl) dari bahan yang

digunakan tersebut dapat mensuplai kebutuhan mineral untuk ternak. Untuk

meningkatkan palatabilitas (selera makan), dapat membatasi konsumsi pakan yang

berlebihan dan harganya murah.

5.2.3 Uji Fisik

Kegiatan uji fisik yang dilakukan pada praktikum kali ini menggunakan

bahan yang telah dihasilkan pada saat praktikum pembuatan complete feed yaitu

pellet dan complete feed block. Uji fisik yang dilakukan meliputi penghitungan

sudut tumpukan, durability, hardness, dan keambaan (bulkiness). Sudut tumpukan

merupakan sudut yang dibentuk oleh pakan yang dicurahkan pada bidang datar.

Tujuan dari penghitungan sudut tumpukan ialah untuk memudahkan dalam

distribusi pakan, apabila sudut besar, maka bahan akan semakin mudah mengalir.

Durability merupakan pengujian tingkat ketahanan pakan dengan menggunakan

alat penguji yang disebut tumbling. Pengujian durability bertujuan untuk

mengetahui ketahanan pakan ketika dilakukan proses pengangkutan. Hardness

merupakan uji kepadatan pakan yang dilakukan untuk mengetahui sebarapa kuat

tekstur dari pakan komplit. Pengujian hardness menggunakan alat yang disebut

hard pellet tester. Keambaan (bulkiness) merupakan metode pengujian pakan yang

memiliki keterkaitan erat dengan proses degradasi pakan di dalam saluran

pencernaan ternak ruminansia terutama rumen. Semakin besar keambaan bahan

pakan menunjukkan bahwa bahan pakan tersebut sulit untuk didegradasi.

5.2.3.1 Keambaan (Bulkiness)

Pengujian keambaan bahan pakan dilakukan dengan cara membagi volume

gelas dengan berat sampel. Diperoleh hasil penghitungan keambaan yaitu sebesar

4,24 kg. Menurut Siregar (2005), Keambaan merupakan sifat yang umum dimiliki

oleh pakan berserat. Semakin tinggi keambaan suatu bahan pakan semakin tinggi

Page 29: Laporan Tekpak Unsoed 2013

29

kandungan seratnya. Ternak yang mengkonsumsi ransum dengan keambaan tinggi

akan cepat merasa kenyang, sedangkan kebutuhan nutrisinya belum terpenuhi.

Keambaan berpengaruh terhadap daya campur dan ketelitian penakaran 10

secara otomatis, sebagaimana halnya berat jenis. Kerapatan pemadatan tumpukan

ransum penelitian dipengaruhi oleh perbedaan ukuran partikel, kadar kehalusan

dan persentase pelet utuh, sehingga akan menyebabkan perbedaan tingkat

pemadatan volume (Khalil, 1999).

5.2.3.2 Sudut Tumpukan

Pada pengujian sudut tumpukan dilakukan dengan menggunakan sampel

seberat 200 gram. Corong digunakan untuk menentukan sudut tumpukan, dengan

cara mencurahkan ke dalam corong bahan pakan yang akan diuji. Sampel

dimasukkan dalam corong dan dibiarkan sampel jatuh bebas kebawah kemudian

diukur diameter (curahan bahan) dan ukur tinggi (curahan) dengan penggaris.

Menurut Khalil (1997), sudut tumpukan dalam pengolahan pakan mempunyai

peranan yaitu :

a. Menentukan flow ability. Ada 2 macam : mars flow dan core flow.

b. Effisiensi dalam pengangkutan pemindahan bahan secara mekanik.

Dimana bahan dengan sudut tumpukan tinggi akan semakin tidak efisien

dalam pengngkutan.

c. Ketepatan dalam penimbangan, yaitu berhubungan dengan flow ability.

Hasil yang diperoleh dalam penghitungan sudut tumpukan yaitu 25,17o.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa bahan pakan akan mengalami kesulitan untuk

diangkut. Hal ini berdasarkan pernyataan Ruttloff dalam Khalil (1999) bahwa

bahan yang mempunyai sudut tumpukan lebih dari 29O termasuk bahan yang

mudah diangkut dengan alat mekanik. Sudut tumpukan akan mempengaruhi

flowability atau daya alir suatu bahan terutama akan berpengaruh terhadap

kecepatan dan efisiensi proses pengosongan silo secara vertikal pada saat

pemindahan dan pencampuran bahan.

Bahan dengan sudut tumpukan tinggi akan semakin efisien dalam

pengangkutan karena kapasitas bahan tersebut yang terangkut melebihi kapasitas

Page 30: Laporan Tekpak Unsoed 2013

30

alat angkut, sehingga kemungkinan tercecer sepanjang jalan. Bahan pakan

dikelompokan berdasarkan sifat bahan dalam penanganan atas dasar

pengangkutan dan hubungannya dengan sudut tumpukan adalah sebagai berikut;

rendah (21-29), sedang (30-39), tinggi (40-49) (Kartadisastra, 1994).

5.2.3.3 Hardness

Ketahanan pellet terhadap benturan atau tekanan di ukur dengan cara

menekan pellet menggunakan hardness pellet tester. Hasil rata-rata pengukuran uji

hardness diperoleh sebesar 16 lbs. Nilai rata-rata hardness yang diperoleh dari

pakan complete feed yaitu pellet dan complete feed block pada praktikum ini

tergolong ideal. Menurut Anggorodi (1979), hasil ideal untuk pengukuran

hardness untuk bahan pakan berkisar antara 13- 21 lbs atau 6-9 kg. Apabila hasil

tersebut nilainya berada di atas atau di bawah dari kisaran nilai ideal, maka bahan

pakan tergolong terlalu keras atau terlalu lembek. Sementara itu Soejono (1998)

menyatakan bahwa nilai hardness mempunyai variasi yang lebar yang disebabkan

oleh beberapa hal yaitu (a) variasi panjang pelet, pelet yang lebih panjang

biasanya memerlukan kekuatan pemecahan yang lebih besar di banding dengan

pelet yang pendek, (b) adanya keretakan pada pelet, (c) pada beberapa kasus

disebabkan karena kompresi yang diterima oleh bahan selama pembuatan pelet

berbeda-beda.

Salah satu kriteria kualitas fisik yang harus dimiliki oleh pelet adalah

kekerasan atau tahan terhadap tekanan yang dapat menimbulkan atrisi. Kekerasan

pellet merupakan suatu respon terhadap atrisi yang bersifat fragmentasi. Hal ini

penting terutama pada saat transportasi, adanya segregasi atau fragmentasi pelet

dapat memperbesar distribusi ukuran partikel yang akan berakibat pada tidak

terjaminya homogenitas nutrien (Widiyastuti, 2004).

Page 31: Laporan Tekpak Unsoed 2013

31

5.2.3.4 Durability

Sampel yang digunakan pada saat melakukan pengujian durability seberat

120 gr. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam alay yang disebut tumbling

selama 10 menit dengan kecepatan putaran 50 rpm. Hasil yang diperoleh setelah

ditimbang yaitu nilai durability mencapai 83,3%. Nilai tersebut tergolong kurang

baik karena terdapat 16,7% bahan pakan yang hancur setelah dimasukkan ke

dalam alat tumbling selama 10 menit.

Menurut Suryanagara (2006), durability merupakan metode pengujian

yang dilakukan untuk mengetahui ketahanan bahan pakan terhadap gesekan.

Rumus perhitungan nilai durability dengan cara menimbang bobot bahan pakan

sebelum dimasukkan ke dalam alat tumbling, kemudian membagi bobot tersebut

dengan bobot sampel yang telah di masukkan ke dalam tumbling selama 10 menit

yang disaring dahulu, setelah itu dikalikan 100%. Nilai durability yang baik

minimal mencapai 90%. Ditambahkan oleh Widiyastuti dkk (2004) yang

menyebutkan bahwa pelet yang baik mempunyai durabilitas yang tinggi terutama

pada kondisi penyimpanan atau transportasi, rendahnya segresi menyebabkan

kestabilan ukuran partikel pellet dan kekompakan nutrien yang terkandung pada

tiap butir pellet akan terjamin.

Page 32: Laporan Tekpak Unsoed 2013

32

VI. KESIMPULAN

1. Salah satu upaya untuk meningkatkan nutrisi dan pengawetan jerami

adalah dengan cara fermentasi. Fermentasi pada jerami padi yaitu proses

perombakan dari struktur keras secara fisik, kimia dan biologi sehingga

bahan dari struktur yang komplek menjadi sederhana, sehingga daya cerna

ternak menjadi lebih efisien.

2. Peningkatan manfaat limbah pertanian dilakukan dengan peningkatan nilai

kecernaanya dan salah satu metoda yang dapat dilakukan untuk tujuan

tersebut adalah pengolahan secara biologis dengan memanfaatkan

mikroorganisme (fermentasi).

3. Salah satu pengembangan teknologi formulasi pakan adalah pakan

komplit, yaitu semua bahan pakan yang terdiri atas hijauan (limbah

pertanian) dan konsentrat dicampur menjadi satu campuran yang homogen

dan diberikan kepada ternak sebagai satu-satunya pakan tanpa tambahan

rumput segar.

4. Bentuk pelet adalah untuk meringkas volume bahan, sehingga mudah

dalam proses pemindahan bahan pakan dan menurunkan biaya

pengangkutan.

5. Uji fisik yang dilakukan pada yaitu sudut tumpukan, BJ, durability, dan

hardness.

6. Durability berfungsi untuk mengetahui daya tahan pellet. Semakin kecil

suatu partikel bahan pakan maka Sudut tumpukan semakin tinggi.

Hardness bertujuan untuk uji kekerasan atau seberapa kuat suatu bahan

pakan. Keambaan merupakan metode pengujian untuk mengatahui tingkat

degradasi pakan, nilai keambaan yang tinggi menunjukkan bahwa bahan

pakan tersebut sulit untuk didegradasi.

Page 33: Laporan Tekpak Unsoed 2013

33

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Y. 2004. Pemberian Tepung Isi Rumen Sapi pada Pakan dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan dan Metabolisme Burung Puyuh (Coturniz coturnix japonica) Umur 15 hingga 45 Hari, (Online), http/www (sith)-itb 1 files co.id. Diakses 17 Juni 2012.

Anonim. 2009. Fermentasi,(Online),"http://id.wikipedia.org/wiki". Diakses 15 Juni 2012.

Abubakar. 2007. Teknologi Pengolahan Pakan (UMMB, Fermentasi Jerami, Amoniasi Jerami, Silage, Hay). Balai Pembibitan Ternak Ungul Sapi Dwiguna dan Ayam. Sembawa.

Anggorodi, R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia. Jakarta.

Belasco, J.C.1954. New nitrogen coumpound for ruminant A laboratory

Evaluation. J.Anim. Sci. 13 : 601 – 610.

Choliq, Abdul. 1993. Pengaruh Penambahan Dedak dan Onggok Pada Pembuatan Silase Dari Rumput Raja. Seminar Hasil Litbang. Bengkulu Utara.

Dwiyanto, K. Dan B. Haryanto. 2002. Pakan Alternatif Untuk Pengembangan Peternakan Rakyat. Rakor Pengembangan Model Kawasan Agribisnis Jagung Ta 2002. Direktorat Jenderal Pengolahan Dan Pemasaran Hasil Pertanian, Jakarta 29 April 2002.

Hanafi, Nevy D. 2004. Perlakuan Silase dan Amoniasi Daun Kelapa Sawit Sebagai Bahan Baku Pakan Domba. Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara.

Hartadi, H. 1990. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Jahan, M. S., M. Asaduzzaman and A. K. Sarkar. 2006. Performance of broiler fed on mash, pellet and crumble. Int. J. Poultry Sci. 5(3) : 265-270.

Jaelani, Achmad, dan Firahmi, Noordiyansyah. 2007. Kualitas Sifat Fisik dan Kandungan Nutrisi Bungkil Inti Sawit dari Berbagai Proses Pengolahan Crude Palm Oil (CPO). Kalimantan : Universitas Islam Kalimantan.

Kartadisastra. 1994. Pengelolaan Pakan Ayam. Yogyakarta : Kanisius.

Kartasudjana, Ruhyat. 2001. Mengawetkan Hijauan Pakan Ternak.SMK Pertanian. Jakarta.

Page 34: Laporan Tekpak Unsoed 2013

34

Khalil. 1997. Pengolahan Sumber Daya Bahan Makanan Ternak. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

_____. 1999. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap sifat fisik pakan lokal: sudut tumpukan, daya ambang dan faktor higroskopis. Media Peternakan Vol 22 (1): 33-42.

Komar, A. 1984. Teknologi Pengolahan Jerami. Yayasan Dian Grahita. Bandung.

Mariyono. 2007. Teknologi Inovasi ‘Pakan Murah’ untuk Usaha Pembibitan Sapi Potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Pasuruan.

Murtidjo. 1990. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak. Angkasa. Bandung.

Noordiyansyah. 2007. Uji Fisik Ransum Ayam Broiler Bentuk Pellet yang Ditambahkan Perekat Onggok Melalui Proses Penyemprotan Air. Bogor : IPB.

Rarumangkay, J. 2002. Pengaruh Fermentasi Isi Rumen Sapi oleh Trichoderma viridie terhadap Kandungan Serat Kasar dan Energi Metabolis pada Ayam Broiler. Program Pasca Sarjana, UNPAD, Bandung.

Rukmana, Rahmat. 2001. Silase dan Permen Ternak Ruminansia. Kanisius. Yogyakarta.

Siregar, Z. 2005. Evaluasi Keambaan, Daya Serap Air, dan Kelarutan dari Daun Sawit, Lumpur Sawit, Bungkil Sawit, dan Kulit Buah Coklat Sebagai Pakan Domba. Jurnal Agribisnis Peternakan, Vol.1, No.1.

Soejono, Mohammad. 1998. Teknologi Pakan Untuk Ternak Ruminansia. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Pada Fakultas Peternakan Ugm. Yogyakarta.

Sofyan A. Dkk. 2007. Pakan Ternak Dengan Silase. Majalah Inovasi. Edisi 5 Desember 2007.

Suparjo. 2002. Analisi dan Evaluasi Pakan. Universitas Jambi.Jambi

______. 2010. Bahan Pakan dan Formulasi Ransum. Jambi : Universitas Jambi.

Suryanagara, Pramadita.2006. Uji Kadar Air, Aktifitas Air dan Ketahanan Benturan Ransum Komplit Domba Bentuk Pellet Menggunakan Daun Kelapa Sawit Sebagai Substitusi Hijauan. IPB. Bogor.

Sutardi, T.R. Rimbawanto, E.A dan S. Rahayu. 2003. Buku Ajar Bahan Pakan dan Formulasi Pakan. Fakultas Peternakan Universitas Jendral Soedirman. Purwokerto.

Tangendjaja, Budi. 2009. Teknologi Pakan dalam Menunjang Industri Peternakan di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.

Page 35: Laporan Tekpak Unsoed 2013

35

Widiyastuti, Titin., Prayitno C H, Dan Munasik. 2004. Kajian Kualitas Pellet Pakan Komplit Dengan Sumber Hijauan Dan Binder Yang Berbeda. Journal Animal Production Vol. 6 : No.1. Hlm 43-48.

Winugroho. M. 2001. Pengaruh Pengeringan dan Penyimpanan Isi Rumen terhadap Aktifitas Fermentasi Mikroba, (Online),http://Digilib, biologi;lipi.go.id. Diakses 17 Juni 2012.