LAPORAN TEKNO RABU7.docx

37
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dalam bidang farmasi, pembuatan suppositoria harus memperhatikan banyak faktor untuk memperoleh produk stabil, dapat memberikan efek optimum dan memiliki homogenitas yang baik. Suppositoria adalah suatu bentuk unit sediaan yang dimaksudkan untuk dimasukan kedalam rektum, vagina dan uretra. Suppositoria melebur, melunak, dan melarut dalam suhu tubuh. Sediaan suppositoria dapat digunakan untuk mendaptkan efek local maupun sistemik. Untuk efek local,biasanya digunakan untuk pengobatan hemoroid, antifungi, dan lain-lain. Sedangkan untuk efek sistemik, misanya untuk pengobatan asma. Suatu obat biasanya diformulasikan dalam bentuk suppositoria untuk menghindari metabolism lintas pertama di hati. Keunggulan dari sediaan ini, antara lain : dapat digunakan untuk pasien yang tidak sadarkan diri, mual, muntah dan tidak melalui saluran pencernaan. Formulasi supposiotoria tergolong sederhana dibandingkan sediaan lain, karena dapat dibuat hanya dengan dua bahan saja, yaitu zat aktif dan basisnya. 1

Transcript of LAPORAN TEKNO RABU7.docx

Page 1: LAPORAN TEKNO RABU7.docx

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Dalam bidang farmasi, pembuatan suppositoria harus

memperhatikan banyak faktor untuk memperoleh produk stabil, dapat

memberikan efek optimum dan memiliki homogenitas yang baik.

Suppositoria adalah suatu bentuk unit sediaan yang dimaksudkan

untuk dimasukan kedalam rektum, vagina dan uretra. Suppositoria

melebur, melunak, dan melarut dalam suhu tubuh.

Sediaan suppositoria dapat digunakan untuk mendaptkan efek local

maupun sistemik. Untuk efek local,biasanya digunakan untuk pengobatan

hemoroid, antifungi, dan lain-lain. Sedangkan untuk efek sistemik,

misanya untuk pengobatan asma.

Suatu obat biasanya diformulasikan dalam bentuk suppositoria untuk

menghindari metabolism lintas pertama di hati. Keunggulan dari sediaan

ini, antara lain : dapat digunakan untuk pasien yang tidak sadarkan diri,

mual, muntah dan tidak melalui saluran pencernaan.

Formulasi supposiotoria tergolong sederhana dibandingkan sediaan

lain, karena dapat dibuat hanya dengan dua bahan saja, yaitu zat aktif

dan basisnya. Sediaan suppositoria harus dapat memadat pada suhu

ruangan, namun melebur pada suhu tubuh. Selain itu, zat aktif harus

terdispersi secara homogen di dalam basisnnya.

Oleh karena itu, dalam pembuatan suppositoria terdapat banyak

faktor yang harus diperhatikan untuk memperoleh sediaan suppositoria

yang stabil dan sesuai standar.

I.2 Maksud dan Tujuan

I.2.1 Maksud

Mengetahui dan memahami tentang sediaan suppositoria.

1

Page 2: LAPORAN TEKNO RABU7.docx

I.2.2 Tujuan

Mengetahui dan memahami definisi suppositoria, jenis-jenis, bentuk,

dan ukuran suppositoria, anatomi rektum, penggunaan efek terapi

suppositoria, keuntungan dan kekurangan suppositoria, syarat-syarat

basis ideal, pembagian basis, metode pembuatan suppositoria, evaluasi

suppositoria, serta masalah-masalah dalam sediaan suppositoria.

2

Page 3: LAPORAN TEKNO RABU7.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi Tablet

Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, suppositoria adalah sediaan

padat dalam berbagai bobot bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina

atau uretra. Umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh.

Menurut RPS 18th, setelah pemasukan suppositoria akan menjadi lembut

atau lunak, melebur dalam cairan pencernaan. Sedangkan menurut Ansel,

suppositoria akan melebur, melunak atau larut dan memberikan efek lokal

atau sistemik.

II.2 Jenis-jenis Sediaan Suppositoria

1. Suppositoria rektal

Menurut Lachman, suppositoria rektal untuk dewasa berbobot

sekitar 2 gram dan biasanya diruncingkan bentuk torpedo.

Suppositoria anak-anak berbobot sekitar 1 gram. Sedangkan menurut

Parrot, suppositoria rektal bentuknya kerucut atau silindris dan lonjong,

beratnya 1,2 gram, panjang ±30 mm, berdiameter 10 mm. Dan

menurut Ansel, suppositoria rektal berbentuk silindris dan kedua

ujungnya tajam, peluru, torpedo atau jari-jari kecil. Ukuran panjangnya

± 32 mm (1,5 inchi). Amerika menetapkan beratnya 2 gram untuk

orang dewasa bila oleum cacao yang digunakan sebagai basis.

Sedangkan untuk bayi dan anak-anak ukuran dan beratnya ½ dari

ukuran dan berat orang dewasa, bentuknya kira-kira seperti pensil.

3

Page 4: LAPORAN TEKNO RABU7.docx

Gambar 1: Bentuk suppositoria rektal

2. Suppositoria uretra

Menurut Ansel. Suppositoria uretra (bougie), berbentuk ramping

seperti pensil, gunanya untuk dimasukan ke dalam lambung

urine/saluran urine pria atau wanita 1 garis tengah 3-6 mm dengan

panjang ±140 mm. Walaupun ukuran ini masih bervariasi antara satu

dengan yang lain apabila basisnya dari oleum cacao, maka beratnya

±4 gram untuk wanita panjang dan beratnya ½ dari ukuran untuk pria.

Panjang kurang lebih 78 mm dan beratnya 2 gram inipun bila oleum

cacao sebagai basisnya. Menurut Dom Hoover, suppositoria uretra

memiliki tiga rute dalam kerjanya, rute ini menghasilkan aksi lokal,

biasanya dengan antiinjeksi, suppositoria ini panjang dan bulat,

panjangnya sekitar 60 mm dan diameternya 4,5 mm. Ukuran

suppositoria menurut Lachman, yaitu untuk pria berbobot sekitar 4

gram dan panjangnya 100-150 mm, untuk wanita 2 gram dan biasanya

60-75 mm.

Gambar 2: Bentuk suppositoria uretra

3. Supporitoria vaginal

Menurut Dom Hoover, suppositoria vaginal berbentuk oval

biasanya beratnya berkisar 5 gram, tetapi tergantung dari produksinya.

Obat ini dimetabolisme di dalam vagina dimaksudkan untuk efek lokal

4

Page 5: LAPORAN TEKNO RABU7.docx

Gambar 4: Anatomi Rektum

(Sumber: Pushkar:71)

dan efek sistemik. Ukuran suppositoria vaginal menurut Lachman,

yaitu berbobot sekitar 3 sampai 5 gram dan biasanya dicetak globular

atau bentuk oval atau dikempa sebagai tablet menjadi bentuk kerucut

atau adifikasi. Menurut FI IV, berbentuk bulat atau bulat telur dan

berbobot ± 5 gram.

Gambar 3: Bentuk suppositoria vaginal

II.3 Anatomi dan Fisiologi Rektum

Rektum merupakan bagian terminal

usus besar dengan panjang 5-20 cm, cairan rektal

tidak memiliki buffer capacity (absorbsi obat akan

meningkat bila pH mukosa rektum diatur sehingga

proporsi bentuk obat tdk terion meningkat) dengan

volume cairan 1.2-3 ml dan pH 6.8. Rektum

merupakan organ dengan permukaan datar tanpa

villi, bagian terminal ⅔ cm dari rektum disebut anal

canal, bagian pembukaan anal kanal disebut

anus. Anus dikontrol oleh internal spinkter yang

terdiri dari otot halus, dan bagian eksternal

spinkter yang terdiri dari otot skeletal. (Winarti)

5

Page 6: LAPORAN TEKNO RABU7.docx

Terdapat 3 pembuluh vena dalam rektum: (Winarti)

1. Superior hemorrhoidal vein

2. Middle hemorhoidal vein

3. Inferior hemorrhoidal vein

Gambar 5: (kiri) Sirkulasi darah pada rektal; (kanan) Letak suppositoria rektal(Sumber: Pushkar:71)

II.4 Kelebihan dan Kekurangan Sediaan Suppositoria

1. Kelebihan

a. Tidak merusak/mengiritasi lambung.

b. Tanpa rasa yang tidak enak (kemualan) dan rasa sakit.

c. Mudah digunakan bahkan pada pasien yang tidak sadarkan diri,

sulit menelan, dsb.

d. Bahan obat tidak dirusak oleh pH, cairan, serta aktivias enzim

dalam lambung.

e. Obat dan produk yang memualkan bagi orang yang lemah

seringkali lebih tepat dalam bentuk suppositoria.

f. Pada dosis yang sedikit pada rektum menghasilkan penyerapan

dari bahan-bahan yang dapat larut dengan efek yang masuk

lambung ke dalam sirkulasi vena.

g. Khusus pemberian obat yang tepat kepada yang tua dan yang

muda.

6

Page 7: LAPORAN TEKNO RABU7.docx

2. Kekurangan

a. Dinding membran diliputi suatu lapisan mukosa yang relatif konstan

yang dapat bertindak sebagai penghalang mekanik untuk jalur obat

melalui pori-pori.

b. Sulit untuk obat yang sukar larut dalam minyak.

c. Kondisi penyimpanan harus tepat (kering/dingin), dilindungi dari

cahaya, bebas udara, disimpan dalam bentuk terpasang, tidak

sebagai barang santai untuk memperpanjang stabilitasnya.

d. Dosis yang mungkin lebih besar/lebih kecil daripada dengan rute

oral.

e. Absorbsi obat tidak konsisten; cairan dalam rektum yang lebih

sedikit daripada cairan saluran cerna akan menghambat proses

disintegrasi dan absorbsi, serta difusi/absorbsi obat melalui mukosa

rektum terbatas.

(R. Voight, Parrot, Scoville’s, RPS, Lachman, dan Ansel)

II.5 Efek Terapi Suppositoria

1. Aksi lokal

Begitu dimasukkan, basis suppositoria meleleh, melunak atau

melarut menyebarkan bahan obat yang dibawanya ke jaringan-jaringan

di daerah tersebut obat ini bisa dimaksudkan untuk ditahan dalam

ruang tersebut untuk efek kerja lokal atau bisa juga dimaksudkan agar

diabsorbsi untuk mendapatkan efek sistemik. Suppositoria rektal

dimaksudkan untuk kerja lokal dan paling sering digunakaan untuk

menghilangkan konstipasi dan rasa sakit, iritasi rasa gatal dan radang

sehubungan dengan wasir atau kondisi anarektal lainnya. Suppositoria

vagina digunakan terutama sebagai antiseptik pada higiene wanita.

(Ansel:16-17) Obat-obat yang dimaksudkan untuk efek lokal umumnya

tidak diabsorbsi misalnya obat-obat untuk wasir, anastetik lokal,

antipiretik, basis-basis yang digunakan untuk obat ini sebenarnya tidak

diabsorbsi. Lambat meleleh dan lambat melepaskan obat-obat

7

Page 8: LAPORAN TEKNO RABU7.docx

sistemik. Efek lokal umumnya terjadi terjadi dalam waktu ½ jam (30

menit) paling sedikit empat. (Lachman:1184-1186)

2. Aksi sistemik

Suppositoria tidak hanya digunakan untuk aksi lokal, tetapi juga

memberikan obat untuk menghasilkan efek sistemik ketika bahan obat

dihasilkan dalam betuk suppositoria diabsorbsi secara lambat dan

menghasilkan aksi terapeutik lebih panjang masa waktunya. Contoh

bahan yang diberikan secara rektal untuk aksi sistemik termasuk

sulfanilamid, merkurium dan opium antispasmodik seperti aminophylin

dan pelicin lebih baik kombinasi dari aksi lokal obat, sulfonomida untuk

mencegah formasi pelicin dari organisme kolon. (Scoville’s:968)

Rektum merupakan jalur untuk peredaran obat-obat dengan aksi

sistemik, terjadi suplai darah dan difusi yang lambat dari obat melalui

rektal dan adsorbsi obat. (Dom Hoover:167) Pemilihan basis

suppositoria yang mungkin dikehendaki harus dibuat misalnya dengan

memilih basis-basis yang disarankan. Avaibilitas dan harga basis

suppositoria harus diperhitungkan sebelum pengerjaan formulasi

digunakan. (Lachman:1184-1186)

II.6 Pembagian Basis

1. Basis berminyak atau berlemak

Basis berlemak merupakan basis yang paling banyak dipakai,

karena pada dasarnya oleum cacao termasuk kelompok ini, utama

dan kelompok ketiga merupakan golongan basis-basis lainya. Macam-

macam asam lemak yang dihidrogenesis dari minyak nabati seperti

minyak palem dan minyak biji kapas, juga kumpulan basis lemak yang

mengandung gabungan minyak gliserin dan asam lemak dengan berat

molekul tinggi, seperti asam palmitat dan asam stearat, mungkin

ditemukan dalam basis Suppositoria berlemak. Campuran yang

demikian seperti gliserol dan monostearat merupakan contoh dari

kelompok ini. (Ansel hal 582 – 589)

8

Page 9: LAPORAN TEKNO RABU7.docx

1. Minyak coklat

Minyak coklat merupakan basis suppositoria yang paling

banyak digunakan, minyak coklat seringkali digunakan dalam

resep-resep pencampuran bahan-bahan obat bila basisnya tidak

dinyatakan apa-apa, sebagian besar sejak minyak coklat memenuhi

persyaratan basis ideal karena minyak ini tidak berbahaya, lunak

dan tidak reaktif, serta meleleh pada temperatur tubuh. Minyak

coklat merupakan trigliserida dengan rantai-rantai trigliserida utama

yaitu oleoval mitosfearin dan oleo distearin, minyak coklat berwarna

putih kekuningan, padat, karena minyak coklat mudah mencair dan

harus terlindung dari cahaya. (Lachman:1168-1172)

Diperoleh dari pergeseran biji masak tanpa bungkus dan

telah disegrasi dari Theobroma cacao. Lemak coklat merupakan

campuran trigliserol, kira-kira 78% adalah gliserol-1-palmiat-2-oleat-

3-stearat, gliserol-1-3-stearat-2-oleat, dan gliserol-3-palmiat-2-oleat,

sisanya adalah komposisi berbagai campuran trigliserol.

Suppositoria coklat memiliki tampak luas yang menarik, cepat

melebur pada suhu tubuh. (R. Voight hal 283)

Pada temperatur biasa (suhu kamar) memadat, tetapi mencair

pada suhu 86 ºF (30-35 ºC). Ketika lemak coklat meleleh kemudian

memadat, titik lelehnya berada beberapa derajat dibawah suhu

normal menyebabkan menjadi tengik. (Scoville’s:371)

Melting point pada suhu 300-360C. Dapat bercampur dengan

berbagai zat aktif. Angka Iod 34-38, dan angka asam >4. Melting

point menurun dengan penambahan zat yang larut, Bercampur

dengan air dalam jumlah tertentu, Jarak antara titik lebur dan titik

beku tajam. Mudah tengik karena terdiri dari banyaknya asam

lemak yang jenuh, Memiliki volume kontraksi yang kecil sehingga

memerlukan lubrikan. Oleum cacao dapat menunjukan sifat kristal

polimorfisme. (Scoville’s:371)

9

Page 10: LAPORAN TEKNO RABU7.docx

Empat kristal yang dapat terjadi pada basis oleum cacao,

yaitu: (Lachman:1168-1172)

1) Kristal Gamma (γ), titik lebur 18oC, kristal yang terbentuk tidak

stabil.

2) Kristal Alfa (α), titik lebur 24oC, kristal yang terbentuk tidak stabil.

3) Kristal Beta’ (β’), titik lebur 28-31oC, kristal yang terbentuk

metastabil.

4) Kristal Beta (β), titik lebur 34-35oC, kristal yang terbentuk stabil.

Cara untuk mencegah pembentukan kristal tak stabil :

1) Massa dilebur tidak sempurna,

2) Massa yang meleleh dibiarkan pada suhu kamar selama

beberapa jam atau hari.

2. Lemak keras

Lemak keras ini terdiri atas campuran mono-di-dan trigliserida

asam-asam lemak jenuh C80H21COOH sampai C10H10COOH.

Pembuatannya digunakan lemak tumbuhan dari butir kelapa sawit

yang mempunyai kandungan asam lemak tumbuhan yang tinggi.

Produk semi sintetik ini didominasi oleh asam lemak berwarna

putih, mudah patah, tidak berbau, tidak terasa dan tidak memiliki

kecenderungan yang amat rendah untuk menjadi tengik (angka iod

paling tinggi 3, angka iod untuk lemak coklat 35–39). Harga

viskositas leburan lemak coklat terletak sedikit lebih tinggi daripada

lemak keras, massanya padat larut air, melebar pada suhu 33,5-

35,5 ºC. (R. Voight hal 283)

Basis lemak sintesis, merupakan basis yang berasal dari

tumbuh-tumbuhan yang telah mengalami proses hidrogensasi,

esterifikasi, maupun fraksinasi. Contohnya yaitu basis asam lemak

yang telah mengalami hidrogenasi dari minyak nabati seperti

minyak palem atau minyak biji kapas. Juga kumpulan basis lemak

yang mengandung gabungan gliserin dan asam lemak dengan

berat molekul tinggi, seperti asam palmitat dan asam stearat. Sifat-

10

Page 11: LAPORAN TEKNO RABU7.docx

sifatnya yaitu titik padatnya tidak dipengaruhi oleh perubahan suhu;

tahan terhadap oksidasi; perbedaan titik lebur dan titik beku kecil;

kapasitas absorpsinya terhadap air cukup baik; volume

kontraksinya cukup besar; warnanya putih dan mengkilap.

(Scoville’s:371)

2. Basis yang larut dalam air dan basis yang bercampur dengan air.

Air merupakan kumpulan yang penting, dari kelompok ini adalah

gelatin dan gliserin dan basis policahenilikol, basis gelatin-gliserin

paling sering digunakan dalam pembuatan Suppositoria vagina dimana

memang diharapkan efek setempat yang cukup lama usus.

(Ansel:582–589)

a. Suppositoria Gliserin

Formula ini sering kali digunakan dalam suppositoria vaginal.

Yang dimaksudkan untuk penggunaan efek lokal dari zat

antimikroba suppositoria melarut perlahan untuk memperpanjang

aktivitas obat tersebut karena gliserin bersifat higroskopik, maka

suppositoria dikemas dalam bahan yang dapat melindunginya dari

kelembaban disekelilingnya. (Lachman:1168-1172) Gelatin adalah

makromolekul amfoter (protein) yang dibangun dari asam amino.

Asam aminonya adalah glikol, alanin, sifat gelatin di bawah titik

isoelektrisnya atau kation aktif di atasnya bersifat anion aktif.

Gelatin mengembang dalam air, larut dalam pemanasan dan

membentuk gel elastis. (R. Voight:283). Suppositoria gelatin yang

mengandung gliserin membantu pertumbuhan bakteri atau jamur,

karena itu suppositoria disimpan dalam tempat dingin dan sering

kali mengandung zat-zat yang menghambat pertumbuhan mikroba.

(Lachman:1168-1172)

b. Berbagai Polietilenglikol

Suppositoria Polietilenglikol dapat dibuat dengan pencetakan

maupun metode kompressi dengan suatu campuran 6%

Heksatiesol 1.2.6 dengan polietilenlikol 1540 dan 12% polimer.

11

Page 12: LAPORAN TEKNO RABU7.docx

Polietilen oksida 4000 merupakan basis yang sesuai terutama

untuk teknik kompressi dingin. (Lachman:1168-1172)

Kelarutan Polietilenglikol berdasarkan atas pembentukan

jembatan hidrogen antara oksigen eter dengan molekul air.

Polietilenglikol yang melebur jauh di atas suhu tubuh. Harus larut

dalam air usus yang terdistribusi di atas 16-20 cm panjang rektum.

Massa Polietilenglikol dengan daerah lebar rendah (47-49 ºC) dan

terlarutkan yang paling baik dimiliki oleh komposisi campuran

Polietilenglikol 1000 dengan PEG 4000. (R. Voight:283)

Polietilenglikol dibentuk dari polimerisasi etil oksida, dalam

rantai panjang Polietilenglikol dengan berat molekul yang berbeda

bercampur menghasilkan Suppositoria yang dapat larut dengan air

dan cepat disekresikan kedalam mukosa. (Scoville’s:371)

3. Basis lainya

Dalam kelompok basis ini termasuk campuran bahan bersifat

seperti lemak yang larut dalam air dan bercampur dengan air, bahan-

bahan ini mungkin memebentuk zat kimia atau campuraan fisika.

Beberapa diantaranya berbentuk emulsi, umumnya dan tipe air dalam

minyak atau mungkin dapat menyebar dalam cairan besar. Salah satu

dari bahan ini adalah polioksil 40 stearat, suatu zat aktif pada

permukaan digunakan dalam sejumlah basis Suppositoria dalam

perdaganggan. (Ansel:582–589)

Minyak hidrogenal seperti biji palem hydrogenal, biji kapas atau

minyak kacang adalah lemak putih semi padat digunakan sebagai

suppositoria pada keadaan basis lembut karena kenaikan temperatur

dihasilkan dengan penambahan spermacetil. (Scoville’s:371)

II.7 Syarat Basis Ideal

1. Stabil, mudah dalam penuangan, menjadi keras pada pendinginan

dengan cepat, tidak membutuhkan lubrikan pencetakan, mempunyai

penampilan yang baik, cocok dengan semua obat. (Scoville’s:370-371)

12

Page 13: LAPORAN TEKNO RABU7.docx

2. Dari sudut pandang absorbsi obat pada basis seharusnya netral dalam

reaksi, tidak iritasi, kehadiran dari obat dalam mengabsorbsi bentuk

sangat mudah, melunak atau larut pada suhu tubuh dalam rektum

dengan 30 mm dan tidak bocor pada rektum. (Scoville’s:370-371)

3. Secara fisiologis netral tanpa menimbulkan rangsangan pada usus, ini

dapat ditimbulkan dalam massa fisiologi atau ketagihan kekerasan

terlalu besar, tetapi juga peracikan dari bahan obat yang tidak cukup

terhaluskan. (Scoville’s:370-371)

4. Interval yang rendah antara titik lebur dan titik beku (dengan ini

pembentukan yang cepat dan massa dalam pembentukan

kontrasibilitas yang baik, pencegah suatu pendingin es dalam

membentuk massa padat. (R. Voight:283-284)

5. Viskositas yang memadat (pengurangan lebih lanjut dari sedimentasi

bahan obat tersuspensi, tinggi ketetapan tekanan). (R. Voight:283-284)

6. Sebaiknya suppositoria dalam beberapa menit melebur pada suhu

tubuh atau melarut (persyaratan untuk kerja obat); Pembebasan obat

yang baik dan reabsorbsinya. (R. Voight:283-284)

7. Daya tahan dan daya penyimpanan yang baik (tanpa ketengikan

pewarnaan, pengerasan, ketetapan bentuk dan daya patah yang baik).

(R. Voight:283-284)

8. Telah mencapai kesetimbangan kristalivitas dimana komponen

mencair dalam temperatur rektum (36˚C). (Lachman:1168)

9. Tidak toksik dan tidak mengiritasi jaringan yang peka dan meradang.

(Lachman:1168; RPS 18th:1610)

10.Dapat bercampur dengan berbagai jenis obat. (Lachman:1168; RPS

18th:1610)

11.Basis suppositoria tersebut tidak mempunyai bentuk meta stabil (tidak

berubah bentuk dalam keadaan semula pada saat pelelehan); Basis

suppositoria tersebut menyusut secukupnya pada pendinginan dan

mempunyai sifat membasahi dan mengemulsi (Lachman:1168)

13

Page 14: LAPORAN TEKNO RABU7.docx

II.8 Metode Pembuatan Suppositoria

1. Metode dengan Tangan

Metode pembuatan suppositoria yang paling sederhana dan yang

paling tua adalah dengan tangan. Yakni dengan menggulung basis

suppositoria yang telah dicampur homogen dan mengandung zat aktif

menjadi bentuk yang dikehendaki. Mula-mula basis diiris, kemudian

diaduk dengan bahan aktif dengan menggunakan atau dilarutkan

dengan air, atau kadang-kadang dicampur atau dengan sedikit lemak

bulu domba untuk mempermudah penyatuan basis suppositoria.

Kemudian massa digulung menjadi satu batang silinder dengan garis

tengah dan panjang yang dikehendaki atau menjadi bola-bola vaginal

sesuai dengan berat yang diinginkan. Batang silinder dipotong menjadi

beberapa bagian kemudian salah satu ujungnya diruncingkan.

(Lachman:1179; Ansel:585; RPS 18th:1611-1612)

2. Mencetak kompressi

Suppositoria yang lebih seragam dengan cara farmasetik dapat

dibuat dengan mengkompressi larutan massa dingin menjadi suatu

bentuk yang dikehendaki, suatu roda tangan berputar menekan suatu

biston pada massa suppositoria yang diisikan dalam silinder sehingga

massa terdorong masuk ke dalam cetakan. (Lachman:1179;

Ansel:585; RPS 18th:1611-1612; R. Voight:291-293)

3. Metode Tuang

Metode yang paling umum digunakan pada suppositoria skala

kecil dan skala besar adalah pencetakan. Pertama-tama bahan basis

diletakkan sebaiknya di atas penangas air atau penangas uap untuk

menghindari pemanasan setempat yang berlebihan. Kemudian bahan-

bahan aktif diemulsikan atau disuspensikan ke dalamnya.

(Lachman:1179; R. Voight:291-293)

4. Metode Pencetak Otomatis

Pelaksanaan pencetakan (penanganan, pendinginan) dan

pemindahan dapat dilakukan dengan mesin. Seluruh pengisian,

14

Page 15: LAPORAN TEKNO RABU7.docx

pengeluaran dan pembersihan cetak semua dijalankan secara

otomatis. Pertama-tama massa yang telah disiapkan diisikan ke dalam

suatu corong pengisi dimana massa tersebut secara kontinyu

dicampur dan dijaga pada temperatur konstan. (Lachman:1179; RPS

18th:1611-1612)

II.9 Evaluasi Suppositoria

Menurut Lachman hal 1191-1194

1. Uji Kisaran Leleh

Uji ini disebut juga uji kesaran meleleh makro dan uji merupakan

salah satu ukuran waktu yang diperlukan suppositoria untuk meleleh

sempurna bila dicelupkan dalam penangas air dengan temperatur

tetap (37˚C). Sebaiknya uji kisaran meleleh mikro adalah kisaran leleh

yang diukur dalam pipa kapiler hanya untuk basis lemak.

2. Uji Pencahar atau uji waktu melunak

Suatu modifikasi yang dikembangkan oleh Krowezyasku adalah uji

suppositoria akhir lain yang berguna. Uji ini terdiri dari pipa-U yang

sebagian dicelupkan ke dalam penangas air yang bertemperatur

konstan. Penyempitan pada satu sisi menahan suppositoria tersebut

pada tempatnya dalam pipa. Sebuah batangan dari kaca ditempatkan

di bagian atas suppositoria, dan waktu yang diperlukan batangan untuk

melewati suppositoria sampai penyempitan tersebut dicatat sebagai

waktu melunak. Uji melunak mengukur waktu yang diperlukan

suppositoria rektal untuk mencair dalam alat yang disesuaikan dengan

kondisi in vivo.

3. Uji Kehancuran

Berbagai larutan sudah diuraikan untuk memecahkan masalah

kerapuhan suppositoria. Uji kehancuran dirancang sebagai metode

untuk mengukur keregasan atau kerapuhan supositoria. Alat yang

digunakan untuk uji tersebut terdiri dari suatu ruang berdinding

rangkap di mana suppositoria yang diuji ditempatkan. Air pada 37oC

15

Page 16: LAPORAN TEKNO RABU7.docx

dipompa melewati dinding rangkap ruang tersebut dan suppositoria

diisikan ke dalam dinding dalam yang kering, menopang lempeng di

mana suatu batang dilekatkan. Ujung lain dari batang tersebut terdiri

dari lempeng lain di mana beban digunakan. Uji dihubungkan dengan

penempatan 600 g di atas lempeng datar. Pada interval waktu satu

menit, 200 g bobot ditambahkan, dan bobot di mana suppositoria rusak

adalah titik hancurnya, atau gaya yang menentukan karakteristik

keregasan dan kerapuhan suppositoria tersebut.

4. Uji disolusi

Pengujian laju penglepasan zat obat dari suppositoria secara in

vitro selalu mengalami kesulitan karena adanya pelelehan, perubahan

bentuk, dan disperse dari medium disolusi. Pengujian awal dilakukan

dengan penetapan biasa dalam gelas piala yang mengandung suatu

medium.

Sedangkan dari jurnal pada chapter 9 yaitu kontrol kualitas dari

sediaan suppositoria yang telah terdaftar dalam Farmakope Amerika

(USP30-NF25) untuk suppositoria yang telah diproduksi dari pabrik

termasuk identifikasi, prosedur penetapan, dan untuk beberapa kasus,

kadar air, kadar pelarut residual, disolusi, dan keseragaman isi.

1. Pengujian identifikasi biasanya digunakan untuk identifikasi dan

konfirmasi dari artikel resmi.

2. Prosedur penetapan digunakan untuk menentukan pemenuhan

standar dari farmakope dari segi parameter identitas, kekuatan,

kualitas, dan kemurnian. Metode kromatografi adalah metode yang

umum digunakan untuk deteksi dan kuntitasi.

3. Pengujian disolusi dilakukan untuk menentukan pemenuhan syarat

disolusi yang baik, yang tertera pada masing-masing monografi.

Pengujian ini mengukur laju dan besarnya obat terlarut dalam media

tertentu dan pada kondisi tertentu.

16

Page 17: LAPORAN TEKNO RABU7.docx

4. Penentuan kadar air dilakukan juga agar dapat memenuhi standar

yang tertera pada farmakope. Pengujian ini dilakukan dengan tiga

metode. Metode titrimetri, azeotropi, dan gravimetri.

5. Kesamaan isi diperlukan dalam beberapa monografi untuk meyakinkan

konsistensi dari unit dosis.

6. Sisa pelarut. Farmakope mendifinisikan sebagai bahan organik yang

bersifat volatile (mudah menguap) yang digunakan atau diproduksi

dalam manufaktur substansi obat atau eksipien, atau dalam preparasi

produk obat. Zat-zat ini tidak secara utuh menghilang selama proses

pengerjaan tetapi seharusnya dihilangkan.

Adapun evaluasi-evaluasi dari suppositoria terbagi atas dua, yaitu

pemeriksaan fisika dan pemeriksaan secara kimia.

1. Pemeriksaan secara fisika, meliputi :

a. Pemeriksaan visual yaitu untuk memeriksa penampakan luar dari

suppositoria, termasuk warna, keadaan permukaan, dan warna.

Perlu juga diperiksa adanya celah, retakan, lubang, eksudasi,

sedimentasi, dan migrasi dari bahan aktif

b. Pemeriksaan bau

c. Pemeriksaan berat. Suppositoria dapat ditimbang dengan

timbangan otomatis, timbang 10 suppositoria. Jika setelah

penimbangan ternyata terlalu kecil, dianjurkan untuk mengecek

cetakan agar terisi dengan baik hingga penuh dan kemungkinan

adanya gelembung udara yang disebabkan pengadukan yang

buruk. Sebaliknya, jika beratnya terlalu tinggi, cek pemotongan

suppositoria dengan baik, dan juga apakah campuran telah

homogeny dengan baik atau belum. Terakhir, berat suppositoria

dapat berkurang selama penyimpanan suppositoria yang

mengandung bahan yang mudah menguap. Terlebih lagi jika

penyimpanannya bukan pada wadah yang kedap udara.

d. Pemeriksaan jarak lebur (Titik lebur dan zona lebur)

e. Waktu meleleh

17

Page 18: LAPORAN TEKNO RABU7.docx

f. Waktu solidifikasi (pemadatan)

g. Uji kekuatan/uji kehancuran. Suppositoria dapat dikelompokkan

sebagai suppositoria yang rapuh atau elastis dengan mengevaluasi

dengan jumlah gaya mekanik yang dibutuhkan untuk memecahkan

suppositoria tersebut. Pengujian dilakukan dengan mengukur

massa (dalam kilogram) yang mampu ditahan oleh suppositoria

tersebut hingga tidak pecah. Hasil yang bagus, nilainya sekitar 1,8-

2 kg

2. Pemeriksaan kimia, yaitu

a. Uji disolusi secara in vitro dengan menggunakan metode dayung.

b. Uji keseragaman isi yang diperiksa dengan menggunakan

spektrofotometri UV

c. Uji konduktivitas

II.10 Masalah dalam Formulasi Suppositoria

Menurut Lachman:1583 yaitu:

1. Adanya air dalam supositoria

Air sebaiknya dihindari sebagai pelarut untuk mencampurkan zat-

zat dalam supositoria, dengan alasan sebagai berikut:

a. air dapat mempercepat oksidasi lemak.

b. jika air menguap, maka zat-zat yang terlarut akan membentuk

kristal kembali.

c. kecuali jika air berada dalam jumlah yang tinggi untuk melarutkan

obat, air mempunyai nilai kecil dalam membantu absorpsi obat.

d. reaksi antara bahan-bahan yang terdapat dalam supositoria lebih

sering terjadi jika ada air, sehingga kadang-kadang digunakan

senyawa anhidrat untuk mencegah kemungkinan ini.

e. pemasukan air dan zat-zat lain yang dapat dikontaminasi oleh

pertumbuhan bakteri dan fungi memerlukan tambahan

bakteriostatik seperti paraben.

18

Page 19: LAPORAN TEKNO RABU7.docx

2. Higroskopitas

Supositoria gelatin yang mengandung gliserin kehilangan

kelembapan oleh penguapan dalam iklim kering dan mengabsorpsi

lembab dalam kelembaban tinggi. Basis PEG juga higroskopis laju

perubahan lembab dalam basis PEG tidak hanya tergantung pada

kelembaban temperatur, tetapi juga pada rantai molekul.

3. Ketidakcampuran

Basis PEG ternyata tidak dapat bercampur dengan garam-garam

perak, asam borat, aminopirin, kinin, ichtimol, aspirin, benzokain,

iodoklorohidroksin dan sulfanamida. Sebagian besar bahan kimia

mempunyai kecenderungan mengkristal dari PEG misalnya; barbital

natrium, asam salisilat dan champora.

4. Viskositas

Viskositas massa supositoria yang mencair adalah penting dalam

pembuatan supostoria rektum. Setelah mencair, minyak cokelat cair

dan beberapa penggantinya mempunyai viskositas rendah, sedangkan

basis tipe gelatin yang mengandung gliserin dan tipe PEG mempunyai

viskositas yang jauh lebih tinggi dibandingkan viskositas minyak

cokelat.

5. Kerapuhan

Supositoria yang dibuat dari minyak cokelat sangat elastis dan

tidak mudah pecah. Busa-busa lemak sintetik dengan derajat

hidrogenasi yang tinggi dengan kandungan stearat yang tinggi, dengan

kandungan padatan yang lebih tinggi pada teperatur kamar biasanya

lebih rapuh. Pecahnya supositoria yang dibuat dengan basis seperti itu

seringkali disebabkan oleh pendinginan yang sangat cepat dari basis

yang mencair dalam suatu cetakan yang sangat dingin.

6. Kerapatan

Untuk menghitung jumlah obat tiap supositoria, kerapatan basis

tersebut harus diketahui. Volume ruang cetakan ditetapkan sehingga

berat masing-masing supositoria tergantung rapatan massa.

19

Page 20: LAPORAN TEKNO RABU7.docx

Pengetahuan tentang berat supositoria dapat diperoleh dari cetakan

tertentu seri-seri kerapatan basis yang dipilih, kemudian bahan-bahan

aktif cetakan tertentu serta kerapatan basis yang dipilih dapat

ditambahkan pada basis dalam jumlah sedemikian sehingga obat

dalam jumlah tertentu pasti terdapat dalam masing-masing supositoria

yang mencair.

7. Penyusutan volume

Fenomena ini terjadi dalam sebagian supositoria cair setelah

didinginkan dalam cetakan. Hasil-hasil ditunjukkan dalam dua cara

berikut:

a. pelepasan massa keluar dari cetakan. Ini disebabkan oleh

peracikan massa keluar dari sisi cetakan, menghapuskan perlunya

zat-zat yang lepas dari cetakan

b. pembentukan lubang penyusutan pada ujung terbuka cetakan

tersebut.

Ciri yang tidak dikehendaki ini menyebabkan bobot supositoria

lebih kecil dan penampilannya tidak sempurna.

8. Pelumas atau zat pelepas dari cetakan

Minyak cokelat menempel pada cetakan supositoria karena

volume penyusutan rendah sehingga supositoria ini sukar dilepaskan

dari cetakan, sehingga berbagai pelumas atau zat pelepas dari

cetakan harus digunakan untuk mengatasi kesulitan ini.

9. Faktor pengganti dosis

Jumlah dosis yang diganti oleh bahan-bahan aktif dalam formulasi

supositoria dapat dihitung. Jika F=0,81, berarti bahwa 0,81 gram basis

dapat digantikan oleh 1 gram bahan obat, dapat diturunkan

berdasarkan rumus berikut:

F=100 (E−G )

(G . X )+1

Dimana,

E = Berat supositoria yang hanya terdiri dari basis

20

Page 21: LAPORAN TEKNO RABU7.docx

G = Berat supositoria dengan zat aktif %

X = % bahan obat

GX= Jumlah bahan obat dalam supositoria

10.Pengawasan bobot dan volume. Jumlah bahan aktif dalam supositoria

tergantung pada :

a. konsentrasi dalam massa tablet

b. volume ruang cetakan

c. bobot jenis basis tersebut

d. volume antara cetakan, mesin cetak yang baik dapat menjaga

ruang volume masing-masing tidak lebih dari 2% harga yang

diinginkan

e. variasi bobot antara supositoria karena tidak konsistennya proses

pembuatan, pergerakan yang tidak merata.

11.Ketengikan dan antioksidan

Ketengikan disebabkan oleh antioksidasi dan penguraian berturut-

turut dari lemak tidak jenuh menjadi aldehid jenuh dan tidak jenuh

dengan bobot molekul sampai pertengahan (C3-Cn), berbagai keton

dan asam, yang mempunyai bau kuat dan tidak menyenangkan. Makin

rendah kandungan asam lemak jenuh dalam suatu basis supositoria,

makin besar daya tahan basis terhadap pengembangan ketengikan.

Adapun selain di atas menurut Scovile’s:384 masalah lain yang

dapat terjadi yaitu penambahan substansi tertentu yang ditambahkan

pada minyak cokelat dapat mengubah karakteristiknya atau dengan

beberapa alasan dapat menimbulkan masalah dalam peracikan. Tindakan

pencegahan harus diambil atau prosedur umum harus diubah pada

keadaan berikut:

12. Ketika penambahan bahan lain menurunkan titik lebur dari minyak

cokelat

Titik leleh minyak cokelat turun dengan penambahan minyak

menguap dan bahan tertentu yang larut minyak seperti kamfer,

kloralhidrat, kreosot, fenol dan salol. Perluasan efek dari bahan-bahan

21

Page 22: LAPORAN TEKNO RABU7.docx

ini pada titik leleh tergantung pada bahan itu sendiri dan jumlah bahan

yang ditambahkan. Seringkali sulit untuk membenarkan dan pada

kasus ini bagus untuk membuat supositoria dengan proses panas dan

membiarkan supositoria dituang pada cetakan beku. Penambahan

spermaseti atau lilin juga dapat meningkatkan titik leleh, jadi

suppositoria dapat dibuat dengan metode tangan. Jermstad dan

Frethein menemukan bahwa kurang dari 18% spermaseti menurunkan

titik leleh minyak cokelat, tapi saat 20% ditambahkan hasil titik leleh

dari campuran sama dengan minyak cokelat murni. Diatas 28%

spermaseti meningkatkan titik leleh di atas suhu tubuh.

Lilin juga dapat digunakan untuk meningkatkan titik leleh dari

supositoria, tapi karena seringkali keras maka tidak disukai dibanding

spermaseti. Kurang dari 3% lilin menurunkan titik leleh minyak cokelat,

sedag lebih dari 5% meningkatkannya di atas 370C. Oleh karena itu,

sekitar 4% yang digunakan. Agar dalam pencampuran tidak

menyebabkan titik leleh menjadi terlalu tinggi, dilakukan pengujian

dengan menempatkan beberapa massa pada air dengan suhu 370C,

jika tidak meleleh, spermaseti dan lilin digunakan sedikit. 3-5% lilin

juga meningkatkan absorpsi air pada basis tanpa peningkatan titik

leleh dari massa supositoria. Sampai 50% larutan berair dapat

bercampur pada basis yang terdiri dari 5% lilin dan 95% minyak

cokelat.

13. Ketika penambahan bahan lain menaikkan titik lebur dari minyak

cokelat

Perak nitrat dan timbal asetat merupakan bahan kimia yang

dapat meningkatkan titik leleh minyak cokelat di atas suhu tubuh.

Penambahan sejumlah kecil minyak kacang atau beberapa minyak

sejenis akan menurunkan titik lebur di bawah suhu tubuh.

14. Ketika penambahan bahan yang tidak larut

Hal ini mungkin dapat menjadi berair atau alkohol digunakan

sebagai bahan obat dalam supositoria, atau mungkin bahan itu

22

Page 23: LAPORAN TEKNO RABU7.docx

sendiri, seperti ichtammol. Jika jumlah bahan yang tidak larut

ditambahkan sedikit, supositoria dapat dibuat dengan metode panas

atau dengan pengempaan. Jika jumlah besar bahan yang tidak larut

digunakan, cenderung untuk memisah dan menghasilkan

ketidakpuasan. Bahkan ketika sejumlah kecil digunakan dengan

metode panas, harus dibuat dengan hati-hati untuk mencegah

pemisahan dengan pendinginkan supositoria pada titik beku dan

mengaduknya dengan cepat sebelum supositoria dituang. Metode

cetak tangan, tidak diragukan lagi merupakan metode pilihan untuk

bahan yang tidak larut dengan lemak cokelat, karena bahan lebih

seragam campurannya dapat disiapkan dan pemisahan dapat lebih

cepat dicegah.

15. Ketika digunakan pelarut

Ketika ekstrak pilular digunakan, harus dilunakkan dan dibuat

menjadi semicair dengan memberikan beberapa tetes alkohol.

Dengan cara lain, serbuk ekstrak tidak perlu menggunakan pelarut

dan karena itu lebih disukai. Beberapa bahan sebagai bahan celup

dan campuran protein perak yang dapat dilunakkan atau dilarutkan

dengan menggunakan sejumlah kecil air atau alkohol cair. Jumlah

larutan yang digunakan harus sesedikit mungkin, lemak bulu domba

berguna sebagai bahan tambahan pada supositoria mengandung

sejumlah besar ekstrak atau larutan berair karena sifatnya yang

menyerap cairan. Hal ini berefek pada titik lebur pada minyak tetapi

sedikit. Penggunaan sedikit pati juga memberikan kekuatan pada

supositoria tipe ini. Jika ekstrak pilular dari belladonna digunakan,

harus dilunakkan dengan beberapa tetes alkohol 65%. Jika serbuk

ekstrak digunakan, mungkin dapat ditangani seperti serbuk lain.

Morfin sulfat harus dilarutkan dalam 1 ml air hangat dan diambil

dengan sejumlah kecil lanolin untuk memastikan distribusi yang baik

dari alkaloid.

23

Page 24: LAPORAN TEKNO RABU7.docx

16. Ketika digunakan sejumlah besar volume dari bahan obat

Pada kasus ini, relatif sejumlah besar bahan obat ditentukan, hal

ini kadang sulit untuk menentukan massa plastis yang cukup untuk

membuat supositoria dalam beberapa metode. Hal ini sulit untuk

dikoreksi dengan penambahan sejumlah kecil lemak bulu domba dan

dengan pembuatan supositoria dengan metode tangan.

24

Page 25: LAPORAN TEKNO RABU7.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Depkes RI.

2. Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: DepkesRI.

3. Ansel, H.C. 1985. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI

Press.

4. Lachman, Leon, et al. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri.

Jakarta: UI Press.

5. Voight, Ruddy. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta:

UGM Press.

6. James, David. 2008. Fast Track : Pharmaceutic Dosage Form and

Design Pharmaeutical Press. London.

7. Winarti, Lina. 2013. Diktat Kuliah Formulasi Sediaan Semisolid.

Jember: Fakutas Farmasi Universitas Jember.

25

Page 26: LAPORAN TEKNO RABU7.docx

LABORATORIUM FARMASETIKA

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAPORAN LENGKAP

“TEORI UMUM SUPPOSITORIA”

OLEH :

KELOMPOK VI

OBERYANTO NARSEN N111 12 108

ERAWISATA SARRIN N111 12 264

MUH. ALDILA SATRIA N111 12 269

ISNIATY RUSDY N111 12 283

ASLINDA ARSYAD N111 12 301

VIVI AFRIANI N111 12 332

GOLONGAN : RABU SIANG

ASISTEN : KHAIRUL AMRY, S. Si.

MAKASSAR

2014

26