Laporan Teknik Eksplorasi
-
Upload
randy-pariza -
Category
Documents
-
view
55 -
download
6
description
Transcript of Laporan Teknik Eksplorasi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Maksud dan Tujuan
Eksplorasi merupakan kegiatan yang dilakukan setelah prospeksi atau setelah endapan
suatu bahan galian ditemukan yang bertujuan untuk mendapatkan kepastian tentang endapan
bahan galian yang meliputi bentuk, ukuran, letak kedudukan, kualitas (kadar) endapan bahan
galian serta karakteristik fisik dari endapan bahan galian tersebut.
Selain untuk mendapatkan data penyebaran dan ketebalan bahan galian, dalam kegiatan
ini juga dilakukan pengambilan contoh bahan galian dan tanah penutup. Tahap ekplorasi ini juga
sangat berperan pada tahan reklamasi nanti, melalui eksplorasi ini kita dapat mengetahui dan
mengenali seluruh komponen ekosistem yang ada sebelumnya.
Setelah diketahui terdapatnya bahan galian di suatu daerah dalam kegiatan prospeksi,
yang mempunyai prospek untuk dilakukan kegiatan selanjutnya, maka dilakukanlah eksplorasi
dengan metode atau cara antara lain sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui penyebaran secara lateral dan vertical dapat dilakukan dengan cara
membuat parit uji, sumur uji, pembuatan adit dam pemboran inti.
b. Untuk mengetahui kualitas bahan galian, diambil contoh bahan galian yang berasal dari
titik percontohan dan dianalisis di laboratorium.
c. Pada beberapa jenis bahan galian juga dapat dilakukan beberapa penyelidikan geofisik
seperti seismic, SP, IP dan resistivity.
d. Setelah titik percontohan yang dibuat dianggap cukup memadai untuk mengetahui
penyebaran lateral dan vertical bahan galian, maka dibuat peta penyebaran cadangan
bahan galian dan dilakukan perhitungan cadangan bahan galian.
e. Selain dari itu, juga kadang-kadang diperlukan analisis contoh batuan yang berada di
lapisan atas atau bawah bahan galian untuk mengetahui sifat-sifat fisik dan
keteknikannya.
1
2.1 Perizinan
SURAT IJIN USAHA PERTAMBANGAN EKSPLORASI
( EKSPLORASI KELOMPOK 14 )
Desa Pengkol, Kec. Piyungan, Kab. Bantul, Yogyakarta 55852
Telp. (0274) 486422 Fax (0274) 487533
Yogyakarta, 01 Agustus 2014
Nomor : 004/NF/SIUPE-/IV/2014
Lampiran : 1 (satu) bendel
Perihal : Permohonan IUP EKSPLORASI
Yth. Bapak Bupati Kabupaten Bantul
di tempat-
Kami yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : IR.Ag. Isjudarto,MT
Alamat : Jln.Babarsari,Catur Tunggal,Depok,Sleman Yogyakarta
(55281)
Jabatan / Pekerjaan : Dosen Mata Kuliah Teknik Eksplorasi
Atas nama perusahaan : STTNAS
Bersama ini kami mengajukan permohonan Ijin Usaha Pertambangan Eksplorasi ( IUP -
Eksplorasi) sebagai berikut :
1. Bahan galian : Batu Pasir
2
2. Luas wilayah : 62,5 Ha
3. Terletak di :
- Dusun : Pengkol
- Desa : Pengkol
- Kecamatan : Piyungan
- Kabupaten : Bantul
4. Jangka waktu : 4 tahun
Sebagai pertimbangan, bersama ini kami lampirkan :
1. Salinan akte pendirian perusahaan bagi Badan Hukum;
2. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon;
3. Referensi Bank Pemerintah dan atau fiskal;
4. Surat pernyataan tenaga ahli;
5. Foto copy NPWP
6. Surat pernyataan kesanggupan melaksanakan reklamasi dengan memberikan jaminan.
7. Peta wilayah pertambangan yang dimohon dengan skala antara 1: 1.000 sampai dengan 1 :
10.000 yang dilengkapi dengan koordinatnya, di dalamnya memuat situasi daerah sekitar;
8. Studi kelayakan, yang dalam hal ini berupa perencanaan tambang batupasir.
9. Persetujuan UKL dan UPL.
Demikian atas persetujuan Bapak Bupati Bantul dengan ini kami ucapkan terimakasih.
Hormat Kami,
Kelompok 14
3
3.1 Sejarah Penyelidikan
Beberapa peneliti terdahulu yang pernah melakukan studi yang terkait dengan daerah
telitian penulis secara lokal maupun secara regional, meliputi :
a. Bothe (1929), melakukan penelitian pada Zona Pegunungan Selatan dan merupakan orang
pertama yang berhasil menyusun stratigrafi Zona Pegunungan Selatan.
b. Van Bemmelen (1949), mengelompokkan geologi regional Pulau jawa berdasarkan fisiografi
menjadi beberapa zona, salah satunya adalah Zona Pegunungan Selatan dimana daerah penelitian
penulis tercakup didalamnya.
c. Rahardjo ( 1977 ), Melakukan penelitian kemudian menyusun stratigrafi pegunungan selatan
secara lengkap meliputi aspek sedimentologi dan paleontologi dengan penekanan untuk
memperoleh kejelasan umur pembentukan dan lingkungan pengendapannya.
d. Martodjojo ( 1984 ), Merupakan kelanjutan dan penyempurnaan dari peneliti sebelumnya
dalam penyusunan stratigrafi pegunungan selatan.
e. Surono (1992), Melakukan penelitian kemudian menyusun stratigrafi pegunungan selatan
secara lengkap. Beliau melakukan penelitian di daerah Baturagung, Jawa Timur dan menyusun
stratigrafi yang disempurnakan dari stratigrafi yang disusun oleh Bothe 1929.
f. Samodra ( 1992 ), Melakukan penelitian kemudian menyusun stratigrafi pegunungan selatan
secara lengkap.
g. Surono, B. Toha, I. Sudarno, dan S. Wiryosujono ( 1992 ), Penyusunan Peta Geologi
Lembar Surakarta-Giritontro pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Departemen
Pertambangan dan Energi, Direktorat Jendral Geologi dan Sumber Daya Manusia.
4
BAB II
GEOGRAFI DAN KEADAAN GEOLOGI
2.1 Geografi Daerah Penelitian
2.1.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah
Lokasi penelitian dapat ditempuh dari kota Yogyakarta – Piyungan kabupaten Bantul
Jawa Tengah dengan menggunakan kendaraan roda dua selama 45 Menit. Medan yang di
lewati cukup nyaman dan tidak ada kendala yang berarti kemudian dilanjutkan ke lokasi IUP
yang telah di plotkan di GPS sebelumnya yang memakan waktu 30 menit dengan berjalan
kaki.
5
Gambar 1. Peta Lokasi Daerah Penelitian
2.1.2 Keadaan daerah Penelitian
a. Penduduk
Lokasi penelitian termasuk dalam daerah Piyungan, kabupaten Bantul
Jawa Tengah. Mayoritas penduduk merupakan suku asli dari daerah tersebut,
rata-rata Pekerjaan penduduk pada umumnya pedagang bercocok tanam entah
itu padi, kacang-kacangan, beternak dan lain lain.
b. Vegetasi
Jenis flora yang terdapat di lokasi penyelidikan berupa pohon manga,
semak belukar, ladang padi dan kacang, sedangkan fauna biasanya serangga
yang biasa ada di persawahan, burung, belut, sapi, kambing, ayam dan ular.
c. Tata Guna Lahan
6
Tata guna lahan daerah penyelidikan seluruhnya berupa persawahan yang
sangat dominan dan ditanami Padi sebagiannya lagi ditanami Pohon pisang
dan mangga.
Tabel 1. Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul 2012
d. Rencana Umum Tata Ruang Daerah
Mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta
menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan (contoh yang paling
sering kita alami adalah banjir, erosi dan sedimentasi) dan mewujudkan
keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan keamanan.
e. Iklim dan curah hujan
Tipe iklim AM dan Hujan sedang tingkat presipitasinya antara
25 millimetre (0.98 in) - 76 millimetre (3.0 in) atau 10 millimetre (0.39 in) per
jam. Presipitasi, khususnya hujan, memiliki dampak dramatis terhadap
pertanian. Semua tumbuhan memerlukan air untuk hidup, sehingga hujan
(cara mengairi paling efektif) sangat penting bagi pertanian. Pola hujan biasa
bersifat vital untuk kesehatan tumbuhan, terlalu banyak atau terlalu sedikit
hujan dapat membahayakan, bahkan merusak panen. Kekeringan dapat
mematikan panen dan menambah erosi, sementara terlalu basah dapat
mendorong pertumbuhan jamur berbahaya. Tumbuhan memerlukan beragam
jumlah air hujan untuk hidup. Misalnya, kaktus tertentu memerlukan sedikit
7
No Penggunaan Lahan Luas (Ha)12345
PemukimanSawahLadangHutanLain-lain
396-874-55
Jumlah 1.325
air, sementara tanaman tropis memerlukan ratusan inci hujan per tahun untuk
hidup.
Tabel 2. Jumlah Hari Hujan dan Curah Hujan di Kabupaten Bantul (Bantul dalam
angka,2009)
8
Gambar 2. Peta curah hujan Kabupaten Bantul (Bappeda DIY, 2010)
f. Morfologi
Daerah penyelidikan merupakan wilayah dengan bentuk morfologi berupa
perbukitan bergelombang sedang hingga kuat yang terletak pada ketinggian
berkisar 250-280 meter diatas permukaan laut.
2.2 Geologi Regional
Mengacu pada zonasi fisiografi Pulau Jawa oleh Van Bemmelen (1949), maka
daerah fieldtrip termasuk zona fisiografi Pegunungan Selatan Bagian Barat. Zona
Pegunungan Selatan merupakan pegunungan struktural yang memanjang dari barat ke
timur (W-E) searah dengan geometri Pulau Jawa, dan terbagi menjadi Pegunungan
Selatan Jawa Timur dan Pegunungan Selatan Jawa Barat. Satuan geomorfologi
Pegunungan Selatan dibagi menjadi empat, yaitu :
Satuan Geomorfologi Perbukitan Karst
Satuan ini terletak pada daerah paling selatan, terdiri-dari bentukan positif dan negatif
yang memanjang dari Parangtritis sampai Pacitan.
9
Satuan Geomorfologi Perbukitan Lipatan : Satuan ini terletak di daerah Ngawen dan
sekitarnya. Bentukan yang ada berupa perbukitan yang dibangun oleh struktur homoklin,
antiklin, sinklin, dan gawir terjal yang memanjang dari barat ke timur.
Satuan Geomorfologi Dataran Tinggi : Satuan ini menempati bagian tengah daerah
Pegunungan Selatan, yaitu daerah Gading, Wonosari, Playen, dan menerus hingga
Semanu. Morfologi yang ada dibangun oleh batupasir berlapis, batupasir pasiran yang
kedudukan perlapisannya relatif horizontal.
Satuan Geomorfologi Dataran Berteras : Satuan geomorfologi ini dibangun oleh batuan
berumur Kuarter berupa lempung hitam, konglomerat, pasir, dan perulangan tuf dengan
pasir kasar hingga halus. Satuan ini berada di sebagian Ngawen, Semin, hingga
Wonogiri bagian selatan.
Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan
Daerah eksplorasi termasuk ke dalam zona Pegunungan Selatan Bagian Barat yang
pada umumnya tersusun oleh batuan sedimen volkaniklastik dan batuan karbonat. Batuan
volkaniklastik sebagian besar terbentuk oleh pengendapan gaya berat (gravity depositional
processes) yang menghasilkan endapan kurang lebih setebal 4000 meter. Hampir
keseluruhan batuan sedimen tersebut mempunyai kemiringan ke arah selatan. Urutan
stratigrafi penyusun Pegunungan Selatan Bagian Barat dari tua ke muda adalah :
1. Formasi Kebo – Butak
Formasi ini secara umum terdiri-dari konglomerat, batupasir, dan batulempung yang
menunjukkan kenampakan pengendapan arus turbid maupun pengendapan gaya berat
yang lain. Di bagian bawah oleh Bothe disebut sebagai anggota Kebo (Kebo beds) yang
tersusun antara batupasir, batulanau, dan batulempung yang khas menunjukkan struktur
turbidit dengan perselingan batupasir konglomeratan yang mengandung klastika
lempung. Bagian bawah anggota ini diterobos oleh sill batuan beku.
2. Formasi Semilir
Secara umum formasi ini tersusun oleh batupasir dan batulanau yang bersifat tufan,
ringan, dan kadang-kadang diselingi oleh selaan breksi volkanik. Fragmen yang
menyusun breksi maupun batupasir biasanya berupa batuapung yang bersifat asam. Di
lapangan biasanya dijumpai perlapisan yang begitu baik, dan struktur yang mencirikan
10
turbidit banyak dijumpai. Langkanya kandungan fosil pada formasi ini menunjukkan
bahwa pengendapan berlangsung secara cepat atau berada pada daerah yang sangat
dalam, berada pada daerah ambang kompensasi karbonat (CCD), sehingga fosil pasiran
sudah mengalami korosi sebelum mencapai dasar pengendapan. Umur dari formasi ini
diduga adalah pada Miosen Awal (N4) berdasar pada keterdapatan Globigerinoides
primordius pada daerah yang bersifat lempungan dari formasi ini, yaitu di dekat
Piyungan (Van Gorsel, 1987). Formasi Semilir ini menumpang secara selaras di atas
anggota Butak dari Formasi Kebo – Butak. Formasi ini tersingkap secara baik di
wilayahnya, yaitu di tebing gawir Baturagung di bawah puncak Semilir.
3. Formasi Nglanggeran
Formasi ini berbeda dengan formasi-formasi sebelumnya, yang dicirikan oleh penyusun
utamanya berupa breksi dengan penyusun material volkanik, tidak menunjukkan
perlapisan yang baik dengan ketebalan yang cukup besar, bagian yang terkasar dari
breksinya hampir seluruhnya tersusun oleh bongkah-bongkah lava andesit, sebagian besar
telah mengalami breksiasi.
4. Formasi Sambipitu
Di atas Formasi Nglanggeran kembali terdapat formasi batuan yang menunjukkan ciri-
ciri turbidit, yaitu Formasi Sambipitu. Formasi ini tersusun oleh batupasir yang
bergradasi menjadi batulanau atau batulempung. Di bagian bawah, batupasirnya masih
menunjukkan sifat volkanik, sedang ke arah atas sifat volkanik ini berubah menjadi
batupasir yang bersifat pasiran. Pada batupasir pasiran ini sering dijumpai fragmen dari
koral dan foraminifera besar yang berasal dari lingkungan terumbu laut dangkal yang
terseret masuk dalam lingkungan yang lebih dalam akibat arus turbid. Ke arah atas,
Formasi Sambipitu berubah secara gradasional menjadi Formasi Wonosari (anggota Oyo)
seperti singkapan yang terdapat di Sungai Widoro di dekat Bunder. Formasi Sambipitu
terbentuk selama zaman Miosen, yaitu kira-kira antara N4 – N8 atau NN2 – NN5.
5. Formasi Oyo – Wonosari
Selaras di atas Formasi Sambipitu terdapat Formasi Oyo – Wonosari. Formasi ini
terutama terdiri-dari batupasir dan napal. Penyebarannya meluas hampir setengah bagian
dari Pegunungan Selatan memanjang ke timur, membelok ke arah utara di sebelah
11
Perbukitan Panggung hingga mencapai bagian barat dari daerah depresi Wonogiri –
Baturetno.
Struktur Geologi Regional Pegunungan Selatan
Menurut Van Bemmelen (1949) daerah Pegunungan Selatan telah mengalami empat kali
pengangkatan. Pola struktur geologi yang ada pada Pegunungan Selatan yaitu :
1. Arah NE-SW, umumnya merupakan sesar geser sinistral yang terjadi akibat penunjaman
lempeng Indo-Australia selama Eosen hingga Miosen Tengah. Arah ini ditunjukkan oleh
kelurusan sepanjang Sungai Opak dan Sungai Bengawan Solo.
2. Arah N-S, sebagian besar juga merupakan sesar geser sinistral, kecuali pada batas barat
Pegunungan Selatan yang merupakan sesar turun.
3. Arah NW-SE, umumnya merupakan sesar geser dekstral. Set kedua dan ketiga arah ini tampak
sebagai pasangan rekahan yang terbentuk akibat gaya kompresi berarah NNW-SSE yang
berkembang pada Pliosen Akhir.
4. Arah E-W, sebagian besar merupakan sesar turun yang terjadi akibat gaya regangan berarah N-S
dan berkembang pada Pleistosen Awal.
12
BAB III
KEGIATAN EKSPLORASI
3.1 Metode Penyelidikan
1. Penyelidikan singkapan (out crop)
Lembah-lembah sungai, hal ini dapat terjadi karena pada lembah sungai terjadi
pengikisan oleh air sungai sehingga lapisan yang menutupi tubuh batuan tertransportasi
yang menyebabkan tubuh batuan nampak sebagai singkapan segar. Bentuk-bentuk
menonjol pada permukaan bumi, hal ini terjadi secara alami yang umumnya disebabkan
oleh pengaruh gaya yang berasal dari dalam bumi yang disebut gaya endogen misalnya
adanya letusan gunung berapi yang memuntahkan material ke permukaan bumi dan dapat
juga dilihat dari adanya gempa bumi akibat adanya gesekan antara kerak bumi yang dapat
mengakibatkan terjadinya patahan atau timbulnya singkapan ke permukaan bumi yang
dapat dijadikan petunjuk letak tubuh batuan.
2. Tracing Float (penjejakan)
Float adalah fragmen-fragmen atau potongan-potongan biji yang berasal dari
penghancuran singkapan yang umumnya disebabkan oleh erosi, kemudian tertransportasi
yang biasanya dilakukan oleh air, dan dalam melakukan tracing kita harus berjalan
berlawanan arah dengan arah aliran sungai sampai float dari bijih yang kita cari tidak
ditemukan lagi, kemudian kita mulai melakukan pengecekan pada daerah antara float
yang terakhir dengan float yang sebelumnya dengan cara membuat parit yang arahnya
tegak lurus dengan arah aliran sungai, tetapi jika pada pembuatan parit ini dirasa kurang
dapat memberikan data yang diinginkan maka kita dapat membuat sumur uji sepanjang
parit untuk mendata tubuh batuan yang terletak jauh dibawah over burden.
3. Tracing dengan Panning (mendulang)
Caranya sama seperti tracing float, tetapi bedanya terdapat pada ukuran butiran mineral
yang dicara biasanya cara ini digunakan untuk mencari jejak mineral yang ukurannya
halus dan memiliki masa jenis yang relatif besar. Persamaan dari cara tracing yaitu pada
kegiatan lanjutan yaitu trencing atau test pitting.
13
3.2 Tahap Penyelidikan
1. Studi Pendahuluan. Tahap ini merupakan aktifitas persiapan sebelum melakukan kegiatan
di lapangan yang meliputi studi literatur dari hasil penelitian terdahulu terhadap daerah
yang akan diselidiki, mempelajari konsep-konsep geologi, interpretasi foto udara maupun
citra landsat dan studi model mineralisasi yang diperkirakan berdasarkan data geologi yang
ada, penyiapan peta kerja, peralatan, membuat rencana percontohan, dan melakukan proses
perizinan dengan instansi terkait. Studi pendahuluan ini akan sangat membantu kelancaran
kerja selanjutnya di lapangan.
2. Survai Tinjau (Reconnaissance).
Pada tahap ini dilakukan survai (peninjauan) secara sepintas pada daerah-daerah yang
diperkirakan menarik berdasarkan dari data geologi guna mengetahui indikasi mineralisasi
di lapangan. Peninjauan langsung di lapangan dengan melakukan pengamatan terhadap
endapan sungai aktif. Skala peta yang dipakai adalah mulai dari 1:200.000 sampai dengan
1:100.000. Survei Tinjau (Reconnaissance) merupakan kegiatan eksplorasi awal yang
terdiri dari pemetaan geologi regional, pemotretan udara, citra satelit dan metoda survey
tidak langsung lainnya untuk mengidentifikasi daerah-daerah anomali atau mineralisasi
yang prospektif untuk diselidiki lebih lanjut. Sasaran utama dari peninjauan ini adalah
mengidentifikasi daerah potensial (prospek) yang diperkirakan mengandung
mineralisasi/cebakan skala regional terutama berdasarkan hasil studi geologi regional dan
analisis penginderaan jarak jauh untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut.
14
BAB IV
HASIL EKSPLORASI
4.1 Kondisi Geografi dan Geologi Daerah Penelitian
Kondisi geologi Kabupaten Bantul dipengaruhi oleh keberadaan dari kars dari
pegunungan seribu. Kira-kira 74% dari daerah yang berasal dari pembentukan batu pasir
(Formasi Kepek). Di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bantul, ada zona lipatan dan
zona patahan yang juga secara fisik merupakan rintangan terhadap akses ke Kabupaten Bantul.
Di zona utara (sepanjang pegunungan Baturagung), secara geologi merupakan rangkaian
pembentukan pegunungan andesit (Formasi Gunungwungkal, Wuni, Semilir, Nglangran dan
Mandalika).
Gambar 3 Peta geologi Kabupaten Bantul (Bappeda DIY, 2010)
Kondisi geologis yang berbeda di Kabupaten Bantul berpengaruh terhadap pembentukan tanah di
masing-masing wilayah.Peta jenis tanah Kabupaten Gunungkidul dapat dilihat pada Gambar
4. Jenis tanah di wilayah Kabupaten Bantul cukup beragam, dengan rincian sebagai berikut:
15
a. Latosol, dengan batuan induk kompleks sedimen tufan dan batuan vulkanik, yang terletak
pada wilayah bergunung-gunung, tersebar di wilayah Kecamatan Patuk bagian utara dan
selatan, Gedangsari, Ngawen, Semin bagian timur, dan Ponjong bagian utara
b. Kompleks latosol dan mediteran merah, dengan batuan induk batuan pasir, bentuk wilayah
bergelombang sampai berbukit, terdapat di wilayah Kecamatan Panggang, Purwosari,
Saptosari, Tepus, Tanjungsari, Semanu bagian Selatan dan Timur, Rongkop, Girisubo, serta
Ponjong bagian Selatan.
c. Asosiasi mediteran merah dan rendsina, dengan batuan induk batu pasir, bentuk wilayah
berombak sampai bergelombang, terdapat di wilayah Kecamatan Ngawen bagian selatan,
Nglipar, Karangmojo bagian barat dan utara, Semanu bagian barat, Wonosari bagian timur,
utara dan selatan, Playen bagian barat dan utara, serta Paliyan bagian selatan.
d. Grumosol hitam, dengan batuan induk batu pasir, bentuk wilayah datar
sampai bergelombang, terdapat di wilayah Kecamatan Playen bagian selatan, Wonosari
bagian barat, Paliyan bagian utara, dan Ponjong bagian selatan.
e. Asosiasi latosol merah dan litosol, dengan bahan induk tufan dan batuan vulkanik
intermediet, bentuk wilayah bergelombang sampai berbukit, terdapat di wilayah Kecamatan
Semin bagian utara, Patuk bagian selatan, dan Playen bagian barat.
Tekstur tanah di Kabupaten Gunungkidul dibedakan atas dasar komposisi komponen
pasir, debu dan lempung, sehingga secara garis besar dipilah menjadi tekstur kasar, sedang dan
halus.
16
Gambar 4 Peta jenis tanah Kabupaten Bantul (Bappeda DIY, 2010)
4.2 Keadaan Endapan/ Bahan Galian (Bahan Galian Utama dan Pengikut)
Keadaan, sifat dan kualitas endapan batu pasir diperoleh berdasarkan data singkapan,
sample, dan data uji. Berdasarkan analisis tersebut dapat diperoleh gambaran mengenai
penyebaran batu pasir potensial dan dapat diketahui jumlah potensi sumberdaya dan cadangan
batu pasir yang terdapat di lokasi tersebut. Data tersebut dapat menjadi gambaran awal
perencanaan dari suatu proses penambangan batu pasir tersebut. Berdasarkan analisis data
singkapan, conto dan data uji kualitas endapan bahan galian dapat diperoleh gambaran bentuk
dan penyebaran endapan batupasir yang potensial serta dapat diketahui jumlah potensi
sumberdaya dan cadangan batupasir di lokasi tersebut. Penyebaran batu pasir didasarkan pada
pengamatan singkapan yang sekaligus diambil conto batuannya, batupasir terdapat disemua
bagian dan tertutupi oleh lapisan tanah penutup yang tipis rata – rata sekitar 50 cm.
17
Gambar 5. Sebaran batu pasir di kecamatan piyungan
Adapun metode perhitungan cadangan antara lain :
a. Metode Cross Section
Masih sering dilakukan pada tahap-tahap paling awal dari perhitungan. Hasil perhitungan secara
manual ini dapat dipakai sebagai alat pembanding untuk mengecek hasil perhitungan yang lebih
canggih dengan menggunakan komputer.
b. Metode Isoline (Metode Kontur)
Metode ini dipakai untuk digunakan pada endapan bijih dimana ketebalan dan kadar mengecil
dari tengah ke tepi endapan. Volume dapat dihitung dengan cara menghitung luas daerah yang
terdapat di dalam batas kontur, kemudian mempergunakan prosedur-prosedur yang umum
dikenal.
18
Gambar 6. Metode isoline
Kadar rata-rata dapat dihitung dengan cara membuat peta kontur, kemudian mengadakan
weighting dari masing-masing luas daerah dengan contour grade.
go = kadar minimum dari bijih
g = interval kadar yang konstan antara dua kontur
Ao = luas endapan dengan kadar go dan lebih tinggi
A1 = luas endapan bijih dengan kadar go + g dan lebih tinggi
A2 = luas endapan bijih dengan kadar go + 2g dan lebih tinggi, dst.
Bila kondisi mineralisasi tidak teratur maka akan muncul masalah. Hal ini dapat dijelaskan
melalui contoh berikut ini (Seimahura, 1998).
c. Metode Model Blok (Grid)
Aspek yang paling penting dalam perhitungan cadangan adalah metode penaksiran,
terdapat bermacam-macam metode penaksiran yang bisa dilakukan yaitu metode klasik yang
terdiri dari NNP (Neighborhood Nearest Point) dan IDW (Inverse Distance Weighting) serta
metode non klasik yaitu penaksiran dengan menggunakan Kriging. Metode Kriging adalah yang
paling baik dalam hal ketepatan penaksirannya (interpolasi), metode ini sudah memasukkan
aspek spasial (posisi) dari titik referensi yang akan digunakan untuk menaksir suatu titik tertentu.
19
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Keadaan Lingkungan Daerah Penyebaran Endapan Dan Sekitarnya
Kedaan lingkungan daerah penyebaran endapan di daerah Piyungan dalam
kondisi lapangannya di daerah tersebut tergolong termasuk di daerah persawahan dan
daerah pegunungan. Di wilayah daerah tersebut tergolong daerah yang lembab sehingga
struktur dan kondisi tanah di daerah tersebut tergolong rapuh dan mudah longsor. Pada
daerah persebaran endapan di persawahan sangatlah sulit untuk menemukan contoh
sampel batuan dikarenakan dearah tersebut sudah diolah menjadi daerah pertanian
sehingga di daerah tersebut hanya didominasi dengan air , lumpur dan padi. Pada daerah
persebaran endapan di wilayah perbukitan kondisinya daerahnya sangatlah lembab, untuk
menemukan contoh sampel batuan lebih mudah dari pada di daerah persawahan karena di
lokasi tersebut kondisinya tidak berair dan berlumpur sehingga dalam mencari beberapa
sampel endapan kami tidak mengalami keslitan. Hanya saja dikarenakan di daerah
tersebut termasuk daerah yang lembab sehingga sampel batuan endapan di sana
kebanyakan lapuk.
Gambar 7. Keadaan Lingkungan Daerah Penyebaran Endapan Dan Sekitarnya
20
5.2 Kondisi Geografi Dan Geologi Yang Penting
Klasifikasi kemiringan lahan di Kabupaten Bantul dibagi menjadi enam kelas dan
hubungan kelas kemiringan/lereng dengan luassebaranya. Wilayah Kabupaten Bantul
pada umumnya berupa daerah dataran (kemiringan kurang dari 2%) dengan penyebaran
di wilayah selatan, tengah, dan utara dari Kabupaten Bantul dengan luas sebesar 31,421
Ha (61,96%).Untuk wilayah timur dan barat umumnya berupa daerah yang
mempunyaikemiringan 2,1 40,0% dengan luas sebesar 15.148 Ha (30%). Sebagian kecil
wilayah timur dan barat seluas 4.01 Ha (8%) mempunyai kemiringan lereng di atas
40,1%. Apabila dilhat per wilayah kecamatan terlihat bahwa wilayahkecamatan yang
paling luas memilki lahan miring terletak di KecamatanDlingo dan Imogiri, sedangkan
wilayah kecamatan yang didominasi oleh lahan datar terletak di Kecamatan Sewon dan
Banguntapan.
5.3 Kondisi Bahan Galian
Batu pasir (Bahasa Inggris: sandstone) adalah batuan endapan yang terutama
terdiri dari mineral berukuran pasir atau butiran batuan. Sebagian besar batu pasir
terbentuk oleh kuarsa atau feldspar karena mineral-mineral tersebut paling banyak
terdapat di kulit bumi. Seperti halnya pasir, batu pasir dapat memiliki berbagai jenis
warna, dengan warna umum adalah coklat muda, coklat, kuning, merah, abu-abu dan
putih. Karena lapisan batu pasir sering kali membentuk karang atau bentukan topografis
tinggi lainnya, warna tertentu batu pasir dapat dapat diidentikkan dengan daerah tertentu.
Sebagai contoh, sebagian besar wilayah di bagian barat Amerika Serikat dikenal dengan
batu pasir warna merahnya.
Batu pasir tahan terhadap cuaca tapi mudah untuk dibentuk. Hal ini membuat
jenis batuan ini merupakan bahan umum untuk bangunan dan jalan. Karena kekerasan
dan kesamaan ukuran butirannya, batu pasir menjadi bahan yang sangat baik untuk dibuat
menjadi batu asah (grindstone) yang digunakan untuk menajamkan pisau dan berbagai
kegunaan lainnya. Bentukan batuan yang terutama tersusun dari batu pasir biasanya
21
mengizinkan perkolasi air dan memiliki pori untuk menyimpan air dalam jumlah besar
sehingga menjadikannya sebagai akuifer yang baik.
Gambar 8. Kondisi Bahan Galian di Kecamatan Piyungan
22