LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

67
i LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA Pengembangan Desain Instruksional Mata Pelajaran Fisika yang Berorientasi Conceptual Change dan Mental-modeling ability Berbasis Kajian Perilaku Problem Solving dan Penggunaan Sistem Representasi Eksternal Tim Pengusul: Dr. Jusman Mansyur, M.Si NIDN: 0018086904 Dr. Darsikin, M.Si NIDN: 0002107005 OKTOBER 2015 Kode/Nama Rumpun Ilmu: 775/Pendidikan Sains

Transcript of LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

Page 1: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

i

LAPORAN TAHUN III

PENELITIAN TIM PASCASARJANA

Pengembangan Desain Instruksional Mata Pelajaran Fisika yang Berorientasi Conceptual

Change dan Mental-modeling ability Berbasis Kajian Perilaku Problem Solving dan

Penggunaan Sistem Representasi Eksternal

Tim Pengusul:

Dr. Jusman Mansyur, M.Si

NIDN: 0018086904

Dr. Darsikin, M.Si

NIDN: 0002107005

OKTOBER 2015

Kode/Nama Rumpun Ilmu: 775/Pendidikan Sains

Page 2: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

ii

LAPORAN TAHUN III

PENELITIAN TIM PASCASARJANA

Pengembangan Desain Instruksional Mata Pelajaran Fisika yang Berorientasi Conceptual

Change dan Mental-modeling ability Berbasis Kajian Perilaku Problem Solving dan

Penggunaan Sistem Representasi Eksternal

Tim Pengusul:

Dr. Jusman Mansyur, M.Si

NIDN: 0018086904

Dr. Darsikin, M.Si

NIDN: 0002107005

OKTOBER 2015

Page 3: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

iii

Page 4: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

iv

PRAKATA

Bismillahir rahmanir rahim,

Syukur alhamdulillah karena atas limpahan Rahmat-Nya laporan hasil penelitian Tahun III ini

yang berjudul: “ Pengembangan Desain Instruksional Mata Pelajaran Fisika yang Berorientasi

Conceptual Change dan Mental-modeling ability Berbasis Kajian Perilaku Problem Solving dan

Penggunaan Sistem Representasi Eksternal” dapat diselesaikan. Penelitian dapat dilaksanakan

bukan semata-mata karena kemampuan tim peneliti tetapi melibatkan banyak pihak. Oleh karena

itu, dalam kesempatan ini, peneliti menghaturkan banyak terima kasih dan penghargaan setinggi-

tingginya kepada:

1. Yth. Direktorat Riset dan Pengabdian kepada Masyarakat, Kementerian Riset, Tekonologi

dan Pendidikan Tinggi atas pendanaan penelitian ini.

2. Yth.Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Tadulako

yang telah memberi dorongan dan memfasilitasi tim peneliti untuk melaksanakan dan

mengembangkan penelitian.

3. Yth. Direktur Program Pascasarjana Universitas Tadulako atas dukungan yang diberikan

dengan mengijinkan mahasiswa S2 untuk terlibat dalam penelitian ini.

4. Yth. Koordinator Program Studi Magister Pendidikan Sains dan Magister Pendidikan

Matematika Universitas Tadulako atas rekomendasi yang diberikan dengan mengijinkan

mahasiswa S2 untuk terlibat dalam penelitian ini.

5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga apa yang tersaji dalam laporan ini dapat bermanfaat adanya.

Palu, Desember 2015

Tim Peneliti

Page 5: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

v

DAFTAR ISI

hal.

HALAMAN SAMPUL ii

HALAMAN PENGESAHAN iii

PRAKATA iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN xii

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2

BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 7

3.1 Tujuan Penelitian 7

3.2 Manfaat Penelitian 7

BAB IV METODE PENELITIAN 9

4.1 Validasi Ahli untuk Model Awal 10

4.2 Pilot Study

4.3 Sampling

4.4 Intervensi

4.5 Pengumpulan Data

4.6 Analisis Data

11

11

11

11

16

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 14

5.1 Capaian yang Berkaitan dengan Keterlibatan Mahasiswa 14

5.2 Hasil/Capaian yang Berkaitan dengan Tahapan Pengembangan

Desain

42

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 30

7.1 Kesimpulan 30

7.2 Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 31

LAMPIRAN 36

Page 6: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Protocol of MMA (Wang, 2006; Mansyur, 2010) 12

Tabel 5.1 Pola Direct Instruction 16

Tabel 5.2 Hasil modifikasi dan rasionalisasi tahapan pembelajaran 17

Tabel 5.3 Principles of the macro-strategy (Chen & Teh, 2013). 18

Tabel 5.4 Tahapan Hipotetik EDI 20

Tabel 5.5 DI pattern and hyphotetical stages of EDI 21

Tabel 5.6 Hasil validasi ahli terhadap model hipotetik 22

Tabel 5.7 Proporsi mahasiswa yang menyusun diagram pada setiap item

dan N-gain

23

Tabel 5.8 Peningkatan jumlah diagram yang disusun mahasiswa pada

kedua kelas

23

Tabel 5.9 Skor dan N-gain MMA untuk kedua kelas 24

Tabe; 5.10 Perbandingan jawaban NFA antara pretest dan posttest pada

soal tentang GLB dan Hukum III Newton.

25

Tabel 5.11 Perbandingan jawaban AI antara pretest dan posttest pada soal

yang berkenaan dengan Hukum II Newton

26

Tabel 5.12 Model Hipotetik dan model final EDI 28

Page 7: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta jalan (road map) penelitian 6

Gambar 4.1 Tahap akhir pengembangan desain 10

Gambar 5.1 Desain Hipotetik Enhanced Direct Instruction

19

Page 8: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

viii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A ARTIKEL UNTUK PUBLIKASI SEMINAR NASIONAL 37

LAMPIRAN B ARTIKEL UNTUK PUBLIKASI INTERNASIONAL

Page 9: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

0

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penelitian di Indonesia dalam bidang sains kognitif dewasa ini relatif jarang

dilakukan. Hasil penelusuran literatur yang dilakukan menunjukkan bahwa penelitian dalam

bidang tersebut dominan pada kajian tentang miskonsepsi (misconception) pada siswa atau

mahasiswa (Mulbar dan Nur, 1998; Masril dan Asma, 2002; Kaharu dan Mansyur, 2007;

Mansyur dan Kaharu, 2008; Indrawati, 2008). Dari sejumlah penelitian tersebut tampak

bahwa penelitian miskonsepsi relatif cenderung pada vonis bahwa seseorang mengalami

miskonsepsi tetapi mekanisme terjadinya miskonsepsi tidak digali lebih lanjut. Aspek yang

belum tergali dalam penelitian miskonsepsi adalah penggunaan dan struktur pengetahuan

responden yang divonis mengalami miskonsepsi. Melalui penelitian tentang sistem

representasi internal (model mental), hal tersebut dapat digali dan diketahui (Mansyur, 2010).

Interaksi antara model mental individu dengan fenomena menghasilkan sistem representasi

eksternal yang selanjutnya dapat digunakan untuk mendeskripsikan model mental individu.

Kajian terhadap penggunaan sistem representasi eksternal memungkinkan pengajar

melakukan intervensi terhadap model mental pebelajar melalui conceptual change (CC) yang

terjadi dan pembentukan mental-modeling ability (MMA).

Penelitian sebelumnya (Mansyur dkk, 2010a) dalam format problem solving dengan

thinking-aloud ditemukan bahwa perilaku responden berbeda dalam memainkan model

mental tertentu jika suatu fenomena disajikan dalam format interview dan dalam format

problem solving.

Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian terdahulu (Mansyur dkk,

2009; 2010a; 2010b; 2011) yang mengkaji strategi problem solving dan model mental serta

perilaku aktivasi elemen kognitif format problem solving. Pada tahap penelitian

pendahuluan, fokus kajian pada sistem representasi eksternal dan problem solving dengan

menggali aspek-aspek dan perilaku penggunannya oleh siswa, mahasiswa dan guru baik

dalam konteks problem solving maupun dalam konteks aktivitas mengajar.

Penelitian tahun kedua dilaksanakan dengan mempertimbangkan temuan dan

rekomendasi tahun pertama (Ningsih dkk, 2013; Pajang dkk, 2013; Sabia dan Mansyur, 2013;

Sutrisno dan Mansyur, 2013; Mansyur dkk, 2013). Poin-poin yang menjadi fokus perhatian

pada tahun kedua adalah: elemen-elemen atau aspek-aspek yang mendukung MMA individu.

Page 10: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

1

Dibutuhkan kajian tentang proses individu melakukan transformasi sistem representasi

eksternal dari satu format ke format yang lain. Sejauhmana metakognisi individu berperan

dalam MMA mereka dan bagaimana individu melakukan metakognisi tersebut, misalnya

dalam proses transformasi sistem representasi dan memonitoring model mental yang

dibangunnya. Selain itu, kajian tentang alur atau peta penalaran individu dalam aktivitas

problem solving juga diperlukan untuk memahami karakteristik proses berpikir individu.

Perlu peninjauan teoritis tentang CC, cara menggali dan karakteristiknya. Pengintegrasian

antara temuan tahun pertama dengan aspek-aspek di atas akan menjadi rekomendasi terhadap

desain instruksional yang dikembangkan. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dinyatakan

bahwa terjadi pergeseran target penelitian yang disebabkan muncul hal-hal yang penting

menjadi pertimbangan dalam keseluruhan struktur desain instruksional. Dalam hal ini,

penelitian yang bersifat fundamental masih diperlukan untuk mendukung kematangan rencana

tahap berikutnya. Pelaksanaan tahun pertama dan kedua diharapkan dapat diperoleh

rekomendasi untuk model teoritis desain instruksional melalui rasionalisasi model atau desain

pembelajaran yang dianggap sangat potensial dapat mengembangkan CC dan MMA.

Kemudian dilakukan penyesuaian terhadap aspek-aspek problem solving dan sistem

representasi eksternal berdasarkan temuan tahun pertama.

Page 11: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

2

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Pada bagian ini disajikan hasil-hasil yang telah dicapai dalam penelitian sebelumnya

berdasarkan studi pendahuluan dan studi literatur. Hasil-hasil penelitian tersebut mencakup

penelitian yang dilakukan oleh Ketua Tim Peneliti maupun oleh peneliti lain dalam bidang

sains kognitif.

Dalam penelitian Mansyur dkk (2010a), ditemukan model mental hibrida (hybrid

model) dalam konteks problem solving terhadap hukum III Newton untuk kasus gaya impuls.

Model hibrida juga ditemukan dalam penelitian Itza-Ortiz dkk (2004) dalam Hukum II

Newton, yaitu ’Newtonian’ dan ’Aristotelian’ dalam format interview. Hrepic dkk (2002)

meneliti model mental mahasiswa tentang perambatan bunyi. Dari penelitian Hrepic dkk

tersebut, terdentifikasi delapan model mental dengan model dominan adalah model entitas

(entity model), model gelombang (wave model) dan satu model yang merupakan kombinasi

dari dua model, yang juga disebut dengan model hibrida (hybrid model). Penelitian lainnya

oleh Corpuz dan Rebello (2005) yang menyelidiki model mental mahasiswa tentang gesekan.

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa model mental terhadap gesekan pada level atomik

didominasi oleh pengalaman makroskopik mereka. Ketiga penelitian model mental di atas

menggunakan interview sebagai metode untuk menggalinya.

Dalam konteks problem solving, penelitian tentang pengajaran umum yang efektif

untuk problem solving dimulai sejak 40-an tahun yang lalu. Penelitian untuk menyelidiki

teknik-teknik problem solving pada sekolah lanjutan tingkat pertama problem solving dimulai

sejak tahun 1961 oleh Dean. Penelitian dalam bidang ini mulai berkembang setelah tahun

1970-an (Abdullah, 2006). Dalam beberapa tahun terakhir ini, terdapat penelitian yang

menekankan pada strategi-strategi metakognisi seperti yang dilakukan oleh Abdullah (2006),

perilaku penggunaan pengetahuan (Sabella dan Redish, 2007; Tuminaro dan Redish, 2007;

Walsh dkk, 2007) serta peranan representasi dalam problem solving (Kohl dan Finkelstein,

2005; 2006).

Penelitian Sabella dan Redish (2007) menggali organisasi pengetahuan (knowledge

organization) dalam konteks model resources pikiran mahasiswa melalui pengamatan

perilaku problem solving yang mengintegrasikan konsep gerak, gaya dan energi. Salah satu

kesimpulan dari penelitian tersebut adalah bahwa memiliki pengetahuan tidaklah cukup, ia

harus dapat diaktifkan dalam konteks yang tepat. Mahasiswa yang mempelajari pengetahuan

baru, seringkali mengalami kesulitan memahami bahwa beberapa pengetahuan yang mereka

Page 12: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

3

ketahui adalah tepat ketika diperlukan dalam konteks yang berbeda dengan pengetahuan yang

pernah dipelajari. Penelitian Tuminaro dan Redish (2007) yang mengkaji elemen-elemen dari

sebuah model kognitif dalam problem solving fisika, mengidentifikasi enam struktur

organisasi problem solving yang disebut dengan epistemic games. Penelitian tersebut

menyatakan bahwa deskripsi perilaku problem solving mahasiswa bermanfaat untuk

memahami tentang bagaimana mengajarkan strategi-strategi dan metakognisi dalam problem

solving. Penelitian yang mendukung temuan penelitian Tuminaro dan Redish (2007) adalah

penelitian Walsh dkk (2007a; 2007b). Hasil utama penelitian ini adalah seperangkat kategori

yang menggambarkan pendekatan-pendekatan atau strategi mahasiswa dalam problem solving

untuk konteks fisika dasar.

Pada penelitian sebelumnya (Mansyur dkk, 2009), ditemukan strategi problem solving

oleh responden siswa dan guru dalam kategori Semi-Expert Strategy dan Teaching-Like

Strategy dimana karakteristik kuncinya memiliki kemiripan dengan kategori Scientific

Approach dari penelitian Walsh dkk (2007a; 2007b) dan ”Mapping Meaning to

Mathematics” dari Epistemic Games oleh Tuminaro dkk (2007). Sementara Plug-and-Chug

Strategy dapat dibandingkan dengan Plug-and-Chug: Structured Manner (Walsh dkk, 2007;

2007b) dan Mapping Mathematics to Meaning (Tuminaro dkk, 2007). Pada penelitian

Mansyur dkk (2009) tersebut juga ditemukan bahwa sebagian guru menggunakan strategi

yang dikategorikan sebagai Plug-and Chug Strategy dan Trapped-Hill Climbing Strategy.

Dalam hal penggunaan sistem representasi eksternal, khususnya diagram juga ditemukan

bahwa sebagian guru cenderung memisahkan langkah penyusunan diagram dengan langkah

interpretasi dan identifikasi variabel sehingga tidak memberikan hasil yang memadai

(Mansyur dan Setiawan, 2010). Strategi problem solving di atas dilakukan menggunakan soal

tipe tradisional (tipe soal akhir bab). Temuan tersebut berbeda dengan penelitian lainnya yang

menggunakan soal tipe Jeopardy dimana responden siswa, mahasiswa dan guru sangat

dominan berada pada kategori ”Langkah-Langkah Dekonstruksi Tidak Lengkap” atau

Uncompleted Deconstruction Stages (Mansyur dkk, 2010b). Soal non-tradisional Jeopardy

menuntut responden siswa, mahasiswa dan guru dapat mendekonstruksi informasi yang

tersedia dalam soal, misalnya dalam bentuk grafik kemudian menyusun sebuah situasi fisika

berkaitan dengan informasi yang diberikan (Mansyur dkk, 2011).

Terdapat juga penelitian tentang problem solving di luar bidang pendidikan fisika.

Penelitian dilakukan dari perspektif sains kognitif. Sebagai contoh, beban kognitif (cognitive

Page 13: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

4

load) selama problem solving dicirikan sebagai satu dari beberapa alasan mengapa pebelajar

memilih menggunakan means-end analysis selama problem solving.

Hasil penelitian sebelumnya untuk konsep yang terbatas (Mansyur dkk, 2010a) dalam

format problem solving dengan thinking-aloud menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dan

persamaan perilaku responden dalam memainkan model mental tertentu jika suatu fenomena

disajikan dalam format interviu dan dalam format problem solving. Beberapa aspek yang

tidak dapat digali melalui interviu dapat digali melalui kegiatan problem solving. Dari hasil

penelitian tersebut, dapat disajikan rekomendasi untuk kegiatan instruksional yang

mengakomodasi model mental responden pada umumnya tentang hukum III Newton dalam

kasus gaya impuls, yang mana hal tersebut jarang disinggung dalam literatur-literatur fisika.

Sebagian model mental yang ditemukan dalam penelitian tersebut, tidak ditemukan dalam

penelitian-penelitian terdahulu yang menggunakan format interviu. Contoh lainnya, dari

penelitian Mansyur dan Setiawan (2010), ditemukan urutan langkah awal yang efektif dan

sistem representasi eksternal yang memadai dalam problem solving yang selanjutnya

menyediakan rekomendasi bagi pengembangan desain instruksional. Temuan tersebut masih

dapat diperkaya dengan mengkaji aspek-aspek yang berkenaan dengan sistem representasi

eksternal dalam konteks problem solving yang dapat mendorong pencapaian CC dan

peningkatan MMA bagi pebelajar.

CC dapat dipandang sebagai proses re-organisasi pengetahuan yang ada (existing

knowledge) dimana pengatahuan yang ada dapat saja tidak sesuai dengan pemahaman atau

akal sehat atau konsep ilmiah (Read, 2004). Pengertian conceptual change ini sesuai dengan

pandangan diSessa (2006) yang selanjutnya digunakan dalam penelitian ini.

Penelitian yang mengkaji tentang MMA cukup terbatas. Penelitian yang dapat dirujuk

adalah penelitian Wang (2007) yang menemukan bahwa terdapat kebergantungan secara

positif antara level pengetahuan konten individu dengan MMA. Pada penelitian tersebut

dikembangkan rubrik MMA yang selanjutnya dapat diadaptasi pada penelitian ini.

Menurut Merril (1987) terdapat dua prinsip utama dalam instruksional, yaitu: (1)

tujuan instruksional adalah mendorong perkembangan struktur kognitif yang lebih konsisten

dengan unjuk kerja hasil belajar yang diharapkan dan (2) tujuan instruksional adalah

mendorong pemrosesan kognitif yang aktif yang memungkinkan pebelajar menggunakan

struktur kognitifnya dengan cara yang konsisten dengan unjuk kerja hasil belajar yang

diharapkan. Oleh karena itu, untuk mempertahankan prinsip-prinsip ini, tujuan pembelajaran

adalah untuk membantu pebelajar mengembangkan sistem representasi internal yang tepat

Page 14: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

5

(struktur dan proses) yang memungkinkan mereka memecahkan masalah yang relevan dengan

proses atau prinsip yang sedang diajarkan. Prinsip-prinsip ini menjadi rujukan dalam

mengembangkan desain instruksional berbasis kajian di atas.

Untuk melakukan penelitian ini berbagai pengalaman Tim Peneliti terutama Ketua

Tim Peneliti dalam melaksanakan penelitian baik dalam konteks penelitian pendidikan fisika

maupun penelitian fisika murni merupakan faktor yang berperan dalam kelancaran dan

kesuksesan penelitian yang akan dilaksanakan ini. Kemampuan yang diperoleh melalui

pengalaman mengelola penelitian terdahulu menjadi modal yang berharga untuk pelaksanaan

penelitian ini. Pengalaman tersebut dapat disajikan berikut ini.

a. Sebagai peneliti utama dalam Penelitian Disertasi Tahun 2010. Sebagian hasil penelitian

tersebut telah dipublikasikan dan dirujuk dalam proposal ini. Penelitian ini menjadi basis

utama dan merupakan bagian dari studi pendahuluan dalam skema penelitian yang diusulkan.

b. Sebagai peneliti utama dalam skim Hibah Doktor 2010.

c. Sebagai peneliti utama pada Penelitian Hibah Bersaing Tahun 2007 yang dibiayai oleh

Dikti.

d. Sebagai peneliti utama pada Penelitian Dasar Tahun 2005 yang dibiayai oleh Dikti.

e. Sebagai peneliti utama dalam Penelitian Tindakan Kelas Tahun 2005 yang dibiayai oleh

Dikti tentang penerapan model elaborasi untuk meminimalisir miskonsepsi siswa dalam

mata pelajaran fisika.

f. Sebagai anggota dalam penelitian yang didanai oleh FKIP Untad Tahun 2004 tentang

miskonsepsi mahasiswa dalam medan listrik.

Peta jalan (road map) penelitian ini secara skematik dilukiskan pada Gambar 2.1.

Dalam penelitian pendahuluan, dikaji perilaku problem solving dan pengunaan sistem

representasi eksternal yang berada pada wilayah kajian sains kognitif dengan meninjau aspek-

aspek yang relevan dengan CC dan MMA. Pada tahap ini, disusun rekomendasi-rekomendasi

berdasarkan temuan-temuan terdahulu dan temuan pada tahun pertama.

Berdasarkan temuan-temuan pada penelitian pendahuluan, selanjutnya dikembangkan desain

instruksional mata pelajaran fisika di SLTA. Pengembangan desain, mengikuti prosedur

formative research.

Setelah tahap pengembangan desain, penelitian dapat dikembangkan untuk perluasan

dampak melalui disseminasi pada tingkat persekolahan, sistem pelatihan guru fisika atau

dalam pengayaan sistem Pendidikan Profesi Guru yang dilaksanakan oleh LPTK.

Page 15: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

6

Gambar 2.1 Peta jalan (road map) penelitian

Ujicoba dan

Eksperimentasi

Model

Aspek

Kajian

Aspek

Kajian

Kajian Sains

Kognitif

Model

Teoretis

Desain

Instruksional

Dalam setting

problem solving:

• Elemen

Kognitif

• Model Mental:

Representasi

Internal

• Struktur

Pengetahuan

• Strategi

Kognitif

Perilaku problem

solving dan

penggunaan sistem

representasi

eksternal; aspek-aspek

CC dan

MMA

Aspek

Kajian

• Silabus

• Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran dan

panduan bagi guru

• LKS dan Buku Siswa

• Tes

• Lembar observasi

• Keefektivan

• Fleksibilitas

• Efisiensi

• Keterterapan

• Dampak

terhadap CC dan MMA

PENELITIAN

PENDAHULUAN

PENELITIAN LANJUTAN

Rekomendasi

untuk model

teoretis desain

instruksional

Melalui validasi ahli,

ujicoba terbatas,

ujicoba lebih luas, revisi

• Komponen model

• Struktur model/sintaks

• Relevansi dan potensi

untuk CC dan MMA

Perangkat

DISIMENASI

• Replikasi

• Keterterapan

• Fleksibilitas

• Dampak

Aspek

Kajian

Implementasi

dan Perluasan

dampak

Page 16: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

7

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan khusus penelitian tahun ketiga adalah: (a) mendapatkan instrumen

pendukung desain instruksional, (b) mendapatkan informasi tentang validitas instrumen, (c)

mendeskripsikan keterlaksanaan dan hasil ujicoba terbatas dan ujicoba lebih luas, (c)

menghasilkan model final, dan (d) menentukan keterterapan model, fleksibilitas, efisiensi,

keefektivan dan dampak terhadap CC dan MMA.

3.2 Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan berada pada posisi yang strategis dan urgen karena memiliki

manfaat sebagai berikut:

(a) Perilaku problem solving dan penggunaan sistem representasi eksternal oleh siswa dan

mahasiswa dapat digali lebih jauh.

(b) Perilaku pemberian contoh problem solving dan penggunaan sistem representasi eksternal

oleh guru dalam aktivitas mengajar dapat diungkap

(c) Memperkaya khazanah bidang sains kognitif tentang bagaimana orang berpikir dan

bagaimana Ia menampilkan sistem representasi eksternalnya terhadap topik-topik fisika

tertentu.

(d) Hasil penelitian ditindaklanjuti dengan mendesain model instruksional yang dapat

membantu serta memfasilitasi guru meningkatkan kemampuannya dalam menciptakan CC

bagi siswa yang merupakan salah satu tujuan dalam aktivitas belajar mengajar. Di

samping itu, peningkatan pemahaman guru tentang MMA dapat membantu mereka dalam

mengatasi kekakuan dalam melakukan transformasi dari satu sistem representasi ke sistem

representasi lainnya. Implikasi penelitian ini dapat pula menjadi model dalam melakukan

intervensi kegiatan instruksional pada setting kelas (classroom setting), baik untuk

penyiapan guru program reguler maupun program non reguler seperti Pendidikan Profesi

Guru (PPG) yang diselenggarakan oleh LPTK.

(e) Hasil penelitian dapat diterapkan secara langsung oleh mahasiswa Program Studi

Pendidikan Sains yang dominan merupakan guru. Temuan penelitian oleh perguruan

tinggi bukan merupakan menara gading bagi masyarakat karena dapat diterapkan oleh

Page 17: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

8

masyarakat (guru). Hal ini berimplikasi pula pada penguatan peran dan keberadaan

Program Pascasarjana khususnya Program Studi Pendidikan Sains Universitas Tadulako.

(f) Desain instruksional yang diperoleh dapat diterapkan pada perkuliahan Fisika Sekolah I,

Fisika Sekolah II, Fisika Sekolah III di LPTK dengan melakukan penyesuaian.

(g) Pengembangan desain yang dilakukan dapat menjadi model bagi pengembangan desain

lainnya yang bersandar pada hasil penelitian sains kognitif.

Page 18: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

9

BAB IV

METODE PENELITIAN

Prosedur pengembangan desain instruksional dalam penelitian ini mengunakan

formative research (Reigeluth & Frick, 1999) yang merupakan salah satu bentuk penelitian

tindakan yang bertujuan mengembangkan teori desain untuk perancangan praktek-praktek

atau proses instruksional. Bentuk penelitian tersebut telah digunakan untuk meningkatkan

kualitas teori dan model desain instruksional yang ada seperti teori elaborasi, teori yang

memfasilitasi pemahaman, teori untuk desain simulasi berbasis komputer dan teori untuk

mendesain instruksi bagi tim.

Prosedur formative research yang dilakukan adalah:

• Memilih teori desain (atau model). Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya,

penelitian ini memilih model desain instruksional DI sebagaimana yang diuraikan oleh

Rosenshine (2008) sebagai basis.

• Mendesain contoh model sebagai sebuah aplikasi spesifik model tersebut Seorang ahli

dalam model terlibat untuk memastikan desain contoh dari model desain untuk

menghindari adanya kelemahan.

• Mengumpulkan dan menganalisa data pada contoh. Hal ini dimaksudkan untuk

mengidentifikasi dan menghilangkan masalah pada contoh, terutama dalam metode yang

ditentukan oleh model.

• Merevisi contoh. Revisi ini berdasarkan pengumpulan data. Sifat dari revisi diambil dari

catatan karena mewakili hipotesis yang dengan cara itu, model desain dapat diperbaiki.

• Mengulangi pengumpulan data dan siklus revisi. Beberapa tambahan sekitar pengumpulan

data, analisis dan revisi direkomendasikan. Ini adalah cara untuk mengkonfirmasi temuan-

temuan sebelumnya.

• Merekomendasikan revisi sementara untuk model yang ada.

Tahapan tersebut selanjutnya digunakan untuk mematangkan desain instruksional

dengan melakukan pengintegrasian prinsip-prinsip strategi makro dengan mengadopsi cara

yang dilakukan oleh Chen and Teh (2013) dengan pola-pola implementasi DI menurut

Rosenshine (2008). Hasil-hasil dan rekomendasi penelitian sebelumnya, selanjutnya

diintegrasikan ke dalam struktur yang telah ada sebagai elemen strategi mikro.

Page 19: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

10

Pengintegrasian temuan tahun pertama dan kedua menyediakan rekomendasi terhadap

karakteristik model desain instrusional akan dikembangkan. Dalam hal ini, dilakukan

pemetaan potensi model berdasarkan perilaku problem solving dan penggunaan representasi

eksternal dan indikator-indikator CC dan MMA yang menjadi target.

Pada tahun ketiga ini, jumlah mahasiswa Program Studi Pendidikan Sains (S2) yang

terlibat sebanyak 1 (satu) orang. Hasil penelitian ditargetkan dapat dipublikasikan pada jurnal.

Tahapan-tahapan akhir prosedu penelitian disajikan secara skematik pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Tahap akhir pengembangan desain

4.1 Validasi Ahli untuk Model Awal

Validasi ahli dilakukan untuk memberikan kesesuaian model teoritis dengan target

pembelajaran dari sudut pandang ahli. Aspek dan indikator penilaian adalah:

a. Strategi makro: ruang lingkup, kejelasan, integrasi dan rasionalitas.

b. Strategi mikro: ruang lingkup, kejelasan, integrasi, rasionalitas dan mendukung strategi

makro.

c. Aspek potensial: mendukung MMA, mendukung pemecahan masalah yang efektif dan

fleksibilitas dalam implementasi.

d. Akomodasi: keterpaduan dengan hasil penelitian sebelumnya dan kesesuaian dengan

tingkat berpikir (siswa SMA ke mahasiswa tahun kedua).

TAHAP EVALUASI

Model Final

1 kelas eksperimen

1 kelas kontrol

Kinematika & Dinamika

Non-equivalent control group

CC

MMA

MMA

CC

Efisiensi

Keefektivan

fleksibilitas

Publikasi

Draft Tesis

LUARAN

Page 20: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

11

4.2 Pilot Study

Pilot study dilaksanakan pada perkuliahan Fisika Dasar II (Tahun Akademik 2014/2015).

Fokus pilot study adalah pada aspek implementasi dan fleksibilitas tahap umum desain.

Penelitian ini dominan sebagai penelitian reflektif.

4.3 Sampling

Populasi penelitian adalah 115 mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika (Tahun

Akademik 2015/2016). Mereka berada di tiga kelas, tidak termasuk siswa yang memiliki latar

belakang sekolah menengah kejuruan. Sampel penelitian ditentukan dengan menggunakan

purposive random sampling (cluster) dimana terdapat satu kelas (Kelas A, n = 34) sebagai

kelompok eksperimen dan satu kelas (Kelas B, n = 30) sebagai kelompok kontrol.

4.4 Intervensi

Eksperimen EDI sebagai model hipotetis dilakukan dengan menggunakan desain eksperimen

semu. Pada kelompok eksperimen, kami menerapkan EDI, sedangkan pada kelompok kontrol,

kami menerapkan model DI. Baik kelompok eksperimen maupun kontrol, pembelajaran

berlangsung enam jam pelajaran tidak termasuk pertemuan pendahuluan/kontrak kuliah, sesi

pretest, dan posttest.

4.5 Pengumpulan Data

Pengumpulan data meliputi pretest, posttest, dan wawancara. Pretest dan posttest

dimaksudkan untuk menegaskan data yang berkaitan dengan aspek MMA tentang

transformasi representasi berdasarkan proposisi dari setiap masalah. Dalam hal ini, konstruksi

diagram adalah aspek utama dari MMA. Aspek MMA dihubungkan dengan aspek perubahan

konseptual. Wawancara difokuskan pada respon siswa pada kelas eksperimen terhadap

struktur pembelajaran.

4.5.1 Instrumen

4.5.1.1 Tes

Tes untuk pretest dan posttest meliputi penguasaan konsep mekanika dasar pada Fisika

Pengantar I, yaitu Kinematika, Dinamika dan Usaha-Energi. Tes terdiri dari lima item tes esai.

Meskipun tes tersebut merupakan tes penguasaan konsep, tes tersebut dapat digunakan untuk

Page 21: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

12

menilai aspek-aspek MMA dengan menggunakan rubrik. Semua soal yang dimasukkan dalam

tes mengandung unsur-unsur sebagai stimulus bagi siswa untuk menggunakan diagram dalam

kegiatan pemecahan masalah. Jika setiap siswa membuat diagram lebih dari satu dalam setiap

masalah, kami menghitungnya sebagai satu diagram sehingga ada lima diagram (maksimal)

untuk setiap siswa.

4.5.1.2 Rubrik MMA

Rubrik MMA sebagian besar digunakan untuk menilai Komponen 1a (atau 1b) dan 2a (atau

2b) dari Tabel 3.1 sebagai fokus utama penelitian ini.

Tabel 3.1 Protocol of MMA (Wang, 2006; Mansyur, 2010)

Characteristic of MMA Score MMA score (maximum)

1a Generate a mental model w/ and w/o a 2D representation (diagram) or other relevant representation Or

2

2

1b Generate a mental model based on a 2D representation (diagram) or other relevant representation

1

2a Manipulate the mental model based on propositions Or

4

4 2b

Possess a rigid mental model and conclude that the shape of mental model would not change when a new proposition is added to the model; sometimes need to rely on a concrete model

2

3 Metacognitively monitor processes of mental modeling 2 2

4 Self-check using an alternative approach to test or inspect the mental model to identify errors from the mental model

2 2

Total (maximum) 12

Tidak tercakup dalam laporan ini

4.5.1.3 Panduan Wawancara

Panduan wawancara termasuk pertanyaan tentang tanggapan siswa terhadap struktur

pembelajaran.

4.6 Analisis Data

Meskipun penelitian ini menggunakan desain eksperimen semu, analisis data difokuskan pada

aspek kualitatif-deskriptif dari model pembelajaran. Analisis data dilakukan pada aspek MMA

yang muncul pada lembar jawaban kelompok eksperimen dan kontrol. Dalam hal ini, dihitung

proporsi siswa di kedua kelas yang membuat diagram untuk setiap masalah pada pretest dan

posttest. Juga dihitung jumlah total diagram yang dibuat oleh siswa. Data tersebut juga

sebagai benchmark awal untuk menilai kondisi MMA yang sebenarnya. Peningkatan proporsi

Page 22: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

13

%100100

xP

PPg

pre

prepost

p−

−=

%100max

xDD

DDg

pre

prepost

d−

−=

%100max

xMM

MMg

pre

prepost

mma−

−=

siswa yang menyusun diagram ditentukan dengan menggunakan rumus (Hake, 2007):

(1)

dimana:

<gp> : normalized gain rerata

Ppre : proporsi mahasiswa yang menyusun diagram pada pretest.

Ppost : proporsi mahasiswa yang menyusun diagram pada posttest.

Pertambahan jumlah diagram ditentukan menggunakan rumus (Hake, 2007):

(2)

dimana:

<gd> : normalized gain rerata untuk jumlah diagram

Dpre : jumlah total diagram dalam pretest

Dpost : jumlah total diagram dalam posttest

Dmax : jumlah total maksimum diagram

Peningkatan jumlah diagram ditentukan menggunakan rumus (Hake, 2007):

(3)

dengan:

<gmma>: normalized gain rerata untuk MMA

Mpre : skor MMA pada pretest

Mpost : skor MMA pada posttest

Mmax : skor maksimum total MMA

Analisis hasil wawancara menekankan pada kenyamanan dan kemudahan mahasiswa untuk

melibatkan diri dalam struktur pembelajaran. Hasil wawancara juga digunakan untuk

mengetahui aspek implementasi model untuk mengakomodasi kebutuhan mahasiswa.

Page 23: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

14

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Capaian yang Berkaitan dengan Keterlibatan Mahasiswa

Penelitian ini terdiri beberapa subtopik yang melibatkan mahasiswa S2 dalam

pelaksanaannya (6 orang pada Tahun I, 2 orang pada Tahun II dan 1 orang pada Tahun III).

Delapan orang telah menyelesaikan studinya. Perlu dijelaskan pada sesuai panduan penelitian

dari DP2M Edisi IX, pada Tahun I penelitian wajib melibatkan mahasiswa sebanyak 4 orang,

Tahun II tidak ada kewajiban dan Tahun III 2 orang. Deskripsi capaian penelitian ini

diisajikan berdasarkan subtopik yang melibatkan mahasiswa S2 sebagai berikut.

1. Kajian Perilaku Penggunaan Representasi Eksternal dalam Aktivitas Pembelajaran oleh

Guru Fisika di Kelas

Keterangan:

- Penelitian ini telah dipublikasikan pada Seminar Nasional Pendidikan Tahun 2013 di

Palu (daftar isi prosiding terlampir).

- Mahasiswa yang secara khusus menggarap subtopik ini telah menyelesaikan tugas

studinya

2. Analisis Penggunaan Waktu oleh Guru dan Siswa dalam Tahap Physics Problem Solving

Keterangan:

- Penelitian ini telah dipublikasikan pada Seminar Nasional Pendidikan Tahun 2013 di

Palu (daftar isi prosiding terlampir).

- Mahasiswa yang secara khusus menggarap subtopik ini telah menyelesaikan tugas

studinya

3. Kemampuan dan Pola-Pola Siswa dalam Menyelesaikan Soal Fisika Tipe Jeopardy

Keterangan:

- Penelitian ini telah dipublikasikan pada Seminar Nasional Pendidikan Tahun 2013 di

Palu (daftar isi prosiding terlampir).

- Mahasiswa yang secara khusus menggarap subtopik ini telah menyelesaikan tugas

studinya

4. Kajian Unjuk Kerja Mahasiswa Tentang Hukum III Newton untuk Format Representasi

yang Berbeda

Keterangan:

Page 24: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

15

- Mahasiswa yang secara khusus menggarap subtopik ini telah menyelesaikan tugas

studinya

5. Konsistensi Jawaban Mahasiswa dalam Format Representasi Verbal, Diagram, dan Grafik

Tentang Hukum III Newton

Keterangan:

- Mahasiswa yang secara khusus menggarap subtopik ini telah menyelesaikan tugas

studinya

6. Unjuk Kerja Siswa dan Guru dalam Problem Solving untuk Tipe Well-Defined Problem

dan Ill-Defined Problem pada Konsep Dasar Mekanika

Keterangan:

- Penelitian ini telah dipublikasikan pada Seminar Nasional Pendidikan Tahun 2013 di

Palu

- Mahasiswa yang secara khusus menggarap subtopik ini telah menyelesaikan tugas

studinya

7. Kajian Mental-Modelling Ability Mahasiswa pada Konsep Dasar Listrk Statis

Keterangan:

- Penelitian ini akan dipublikasikan pada Seminar Nasional Fisika ddan Pendidikan

Fisika Tanggal 13 September 2014 di Solo

- Mahasiswa yang secara khusus menggarap subtopik ini telah menyelesaikan tugas

studinya

8. Peta Penalaran Siswa dalam Physics Problem Solving Ditinjau dari Kerangka Kerja Greeno

Keterangan:

- Penelitian ini akan dipublikasikan pada Seminar Nasional Fisika ddan Pendidikan

Fisika Tanggal 13 September 2014 di Solo

- Mahasiswa yang secara khusus menggarap subtopik ini telah menyelesaikan tugas

studinya

9. Pengaruh Enhanced Direct Instruction terhadap Mental-Modeling Ability dan Perilaku

Problem Solving Mahasiswa

Keterangan:

- Mahasiswa yang menggarap topik ini sedang melaksanakan penelitian. Mahasiswa

tersebut akan terlibat dalam eksperimentasi model desain instruksional yang

dikembangkan.

Page 25: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

16

5.2 Hasil/Capaian yang Berkaitan dengan Tahapan Pengembangan Desain

Beberapa hal yang dipertimbangkan dalam desain (berdasarkan temuan penelitian

terdahulu)

✓ Sabia dkk (2013): penggunaan waktu untuk tahapan memahami dalam problem solving

(proporsi lebih besar, menjadi penekanan dalam penyajian contoh soal)

✓ Mansyur (2010): Penggunaan diagram, identifikasi variabel yang diketahui dan

ditanyakan: dilakukan secara simultan

✓ Novitri (2012) dan Rahmilia (2014): Transformasi representasi eksternal. Fokus pada

bagaimana melakukan transformasi

✓ Hidayat (2013) dan Harnawati (2013): Penggunaan multi representasi

Rambu-Rambu Penyusunan Struktur Pembelajaran

- Mengambil basis direct instruction, DI-pembelajaran langsung)

- Sisipkan aspek yang menjadi penekanan (yang perlu dipertimbangkan) sesuai hasil

penelitian sebelumnya

- Penyisipan aspek tersebut pada tahapan yang sesuai dengan DI

Tabel 5.1 Pola Direct Instruction

Direct Instruction (Rosenshine, 2008) Langkah-Langkah Eksplisit (operasional-

oleh peneliti)

Begin a lesson with a short review of

previous learning

Apersepsi

Begin a lesson with a short statement of

goals

Penyampaian tujuan

Present new material in small steps,

providing for student practice after each

step

Penyajian materi secara bertahap, setiap

tahap ada latihan

Give clear and detailed instructions and

explanations

Pemberian intruksi dan penjelasan

Provide a high level of active practice for all

students

Latihan bagi semua mahasiswa

Ask a large number of questions, check for

student understanding, and obtain responses

from all students

Pengajuan sejumlah pertanyaan untuk

mengecek pemahaman mahasiswa

Guide students during initial practice Pembimbingan selama latihan awal

Provide systematic feedback and corrections Pemberian umpan balik dan koreksi yang

sistematis

Provide explicit instruction and practice for Penyediaan instruksi dan latihan yang

Page 26: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

17

Direct Instruction (Rosenshine, 2008) Langkah-Langkah Eksplisit (operasional-

oleh peneliti)

seatwork exercises and monitor students

during seatwork

eksplisit dan monitoring

Berdasarkan pola direct instruction menurut Rosenshine (2008) pada Tabel 5.1, dilakukan

modifikasi dan rasionalisasi agar aspek-aspek yang menjadi penekanan (berdasarkan temuan

penelitian terdahulu) dan penelitian Hunter (1982), mudah diintegrasikan. Hasil integrasinya

disajikan pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2 Hasil modifikasi dan rasionalisasi tahapan pembelajaran

Modifikasi Langkah-langkah dan penyisipan aspek

berdasarkan hasil -hasil penelitian Rangkuman

Apersepsi Apersepsi Kegiatan Awal

Penyampaian

Tujuan

Penyampaian Tujuan

Pemberian

instruksi dan

penjelasan

Pemberian instruksi dan penjelasan (menjelaskan

model keterlibatan mahasiswa dalam

pembelajaran

Penyajian materi

secara bertahap,

setiap tahap ada

latihan

Penyajian materi secara bertahap, setiap tahap

ada latihan (dalam latihan soal, pengajar

memodelkan dengan thinking-aloud tahapan

problem solving; penggunaan waktu untuk

tahapan memahami dalam problem solving

dengan proporsi lebih besar, menjadi penekanan

dalam penyajian contoh soal); penggunaan

diagram, identifikasi variabel yang diketahui dan

ditanyakan: dilakukan secara simultan

Kegiatan Inti:

Pembimbingan

selama latihan awal

Penggunaan pendekatan reciprocal teaching.

Satu sampai dua mahasiswa tampil menyajikan

proses problem solving dengan thinking-aloud

Pembimbingan selama latihan awal (melalui

pemberian soal)

Pengajuan

sejumlah

pertanyaan untuk

mengecek

pemahaman

mahasiswa

Pengajuan sejumlah pertanyaan untuk mengecek

pemahaman mahasiswa (Sisipkan penggunaan

multi representasi)

Latihan bagi semua

mahasiswa

Pembentukan kelompok

Latihan bagi mahasiswa (sisipkan transformasi

representasi eksternal. Fokus pada bagaimana

mengubah representasi)

Gunakan pendekatan reciprocal teaching dalam

kelompok (ada yang berperan sebagai pemandu

anggota kelompoknya; menyajikan proses

problem solving dengan thinking-aloud)

Page 27: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

18

Modifikasi Langkah-langkah dan penyisipan aspek

berdasarkan hasil -hasil penelitian Rangkuman

Penyediaan

instruksi dan

latihan yang

eksplisit dan

monitoring

Penyediaan instruksi dan latihan yang eksplisit

dan monitoring kegiatan kelompok

Pemberian umpan balik dan koreksi yang

sistematis

Kegiatan Akhir

Pemberian tugas mandiri

Ujicoba

- Ujicoba telah dilaksanakan pada Matakuliah Fisika Dasar II (Semester Genap 2014-2015)

- Ujicoba berfokus pada fleksibilitas, keterterapan dan efisiensi model

- Setiap 2 kali pertemuan, dilakukan refleksi pada aspek-aspek tersebut untuk

penyempurnaan model termasuk kelengkapan instrumen pendukung

Model hipotetik untuk desain instruksional hasil integrasi dengan DI yang memuat

strategi makro dan mikro, disajikan pada Gambar 5.1. Proses untuk memperoleh EDI

mengikuti pola yang dilakukan oleh (Chen & Teh, 2013) dalam mengembangkan desain

instruksional untuk pembelajaran berbasis realitas virtual. Proses dimulai dari pusat lingkaran

(lingkaran pertama) pada strategi makro dan secara bertahap bergerak menuju lingkaran

terluar. Peneliti melakukan identifikasi tujuan-tujuan individual dan kaitan sejumlah tujuan

tersebut untuk menghasilkan tujuan integratif. Selanjutnya dilakukan penyusunan skenario

yang melibatkan pemilihan konteks masalah, representasi masalah dan ruang manipulasi

masalah yang akan membantu pencapaian tujuan integratif.

Menurut Merrill (2007), ada dua prinsip utama dari sebuah desain pembelajaran, yaitu:

(1) Tujuan pembelajaran adalah untuk mendorong pengembangan struktur kognitif yang lebih

konsisten dengan kinerja hasil belajar yang diharapkan; dan (2) Tujuan instruksional adalah

untuk mendorong proses kognitif aktif yang memungkinkan peserta didik menggunakan

struktur kognitif dengan cara yang konsisten dengan kinerja hasil belajar yang diharapkan.

Ada prinsip-prinsip makro-strategi yang dapat diikuti sehubungan dengan desain

pembelajaran seperti yang dirangkum oleh Chen dan Teh (2013) pada Tabel 5.3.

Table 5.3. Principles of the macro-strategy (Chen & Teh, 2013).

Principles Description

Objectives Identifying the types of learning (labels, verbal information, intellectual skills

and/or cognitive strategies) and the respective learning objectives.

Integrative goals Determining the integrative goals by combining several interrelated objectives that

are to be integrated into a comprehensive purposeful activity, which is called an

Page 28: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

19

enterprise.

Enterprise

scenario/problem

Identifying the enterprise scenario that must be played out in conducting the

enterprise. It is similar to the problem posed in a constructivist learning

environment. This problem comprises three integrated components: problem

context, problem representation, and problem manipulation space.

Support tools Providing various interpretative and intellectual systems to support constructivist

learning through the problem posed. These may include related cases, information

resources, and various cognitive tools.

Instructional activities Providing instructional activities to support constructivist learning, which

includes modeling, coaching, and scaffolding.

MODELLING

Reviu pembelajaran

sebelumnya

Penyampaian tujuan

Penyajian materi secara

bertahap, setiap tahap

ada latihan

Pemberian intruksi dan

penjelasan

Latihan bagi semua

mahasiswa

Pengajuan sejumlah

pertanyaan untuk

mengecek pemahaman

mahasiswa

Pembimbingan selama

latihan awal

Pemberian umpan balik

dan koreksi yang

sistematis

Penyediaan instruksi

dan latihan yang

eksplisit dan monitoring

Kegiatan

instruksional

COACHING

Perangkat

pendukung

Skenario/masalah

Tujuan

integratif

SCAFFOLDING

Tujuan

STRATEGI MAKRO POLA-POLA DIRECT INSTRUCTION STRATEGI MIKRO

THINKING-ALOUD,

PENGGUNAAN WAKTU,

PENGGUNAAN DIAGRAM,

KESIMULTANAN,

RECIPROCAL TEACHING,

MULTI REPRESENTASI

Gambar 5.1. Desain Hipotetik Enhanced Direct

Instruction

Konteks, representasi,

ruang manipulasi

Page 29: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

20

Proses desain berlanjut dengan menyediakan beragam perangkat pendukung yang

diperlukan dan dapat membantu pengajar untuk secara aktif mendinamisasi kelasnya.

Perangkat pendukung ini mencakup informasi, instruksi dan penjelasan. Coaching,

scaffolding dan modelling merupakan strategi utama yang diterapkan dalam aktivitas

instruksional. Desain hipotetik yang ada selanjutnya ‘diinjeksi’ dengan strategi mikro yang

pertimbangan terhadap hasil-hasil penelitian terdahulu.

Penjelasan materi dengan modelling terhadap penyajian contoh dilakukan dengan

thinking-aloud. Hal ini dimaksudkan agar ketika seorang pebelajar berinteraksi dengan

anggota kelompok lainnya, pengajar dapat mengidentifikasi masalah, ide-ide dan konsepsi

yang muncul. Modelling tentang penggunaan waktu dalam proses problem solving terutama

dalam tahapan problem representation dan kesimultanan dalam proses identifikasi variabel

dan penyusunan diagram juga ditunjukkan oleh pengajar.

Integrasi elemen strategi mikro ke dalam strategi makro melalui pola direct instruction

menurut Rosenshine (2008) setelah dilakukan rasionalisasi, diperoleh tahapan-tahapan

hipotetik EDI sebagaimana disajikan pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4. Tahapan Hipotetik EDI

Fase Kegiatan hipotetik

Awal Apersepsi

Penyampaian tujuan

Inti

Pemberian instruksi dan penjelasan (menjelaskan model keterlibatan

mahasiswa dalam pembelajaran

Penyajian materi secara bertahap, setiap tahap ada latihan (coaching)

(dalam latihan soal, pengajar memodelkan (modelling) dengan

thinking-aloud tahapan problem solving; penggunaan waktu untuk

tahapan memahami dalam problem solving dengan proporsi lebih

besar, menjadi penekanan dalam penyajian contoh soal);

penggunaan diagram, identifikasi variabel yang diketahui dan

ditanyakan: dilakukan secara simultan

Penggunaan pendekatan reciprocal teaching. Terdapat mahasiswa

tampil menyajikan proses problem solving dengan thinking-aloud

Pembimbingan selama latihan awal reciprocal teaching melalui

pendekatan scaffolding

Pengajuan sejumlah pertanyaan untuk mengecek pemahaman

mahasiswa (penyisipan penggunaan multi representasi)

Pembentukan kelompok

Latihan bagi mahasiswa (penyisipan transformasi representasi

eksternal yang berfokus pada bagaimana mengubah representasi)

Penggunaan pendekatan reciprocal teaching dalam kelompok (ada

yang berperan sebagai pemandu anggota kelompoknya; menyajikan

Page 30: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

21

Fase Kegiatan hipotetik

proses problem solving dengan thinking-aloud)

Penyediaan instruksi dan latihan yang eksplisit dan monitoring

kegiatan kelompok

Akhir Pemberian umpan balik dan koreksi yang sistematis

Pemberian tugas mandiri

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa integrasi prinsip-prinsip strategi makro ke dalam pola-

pola DI yang diperkaya dengan strategi mikro membentuk strukur EDI yang lebih spesifik

namun lebih kompleks.

Aktivitas dalam kegiatan inti berupa penyusunan diagram dan representasi lainnya

melalui identifikasi variabel serta penyisipan transformasi eksternal, merupakan langkah

penting dalam pembentukan MMA bagi mahasiswa. Kegiatan tersebut menanamkan

kemampuan memanipulasi model mental berdasarkan proposisi-proposisi. Kemampuan

memonitor secara metakognitif proses penyusunan model mental dapat terbentuk melalui

modelling. Tahapan problem solving disajikan dengan melakukan penekanan tentang

pentingnya tahapan memahami sehingga perlu diberikan proporsi waktu yang lebih besar.

Kebiasan berpikir reflektif diharapkan dapat tertanam melalui penekanan tersebut.

5.2.1 Deskripsi Hypothetical Model

Model hipotetik desain pembelajaran sebagai hasil integrasi berisi strategi makro dan mikro,

disajikan pada Lampiran A (Darsikin & Mansyur, 2015). Proses untuk mendapatkan EDI

mengikuti pola yang dibuat oleh Chen dan Teh (2013) dalam mengembangkan desain

pembelajaran pembelajaran berbasis virtual reality. Prosesnya dimulai dari pusat bentuk

lingkaran strategi makro (cincin terdalam) dan secara bertahap bergerak ke luar ke cincin

terluar. Model hipotetis 'disuntikkan' dengan mikro-strategi dengan mempertimbangkan hasil

penelitian sebelumnya.

Dari integrasi elemen strategi mikro ke dalam strategi makro melalui pola DI

(Rosenshine, 2008; Hunter, 1982), diperoleh tahapan hipotetis EDI (Darsikin & Mansyur,

2015) seperti yang disajikan pada Tabel 5.5.

Table 5.5. DI pattern and hyphotetical stages of EDI

Direct instruction pattern (Rosenshine, 2008) Hyphotetical stages of EDI (Darsikin & Mansyur, 2015)

• Begin a lesson with a short review of the

previous learning.

• Begin a lesson with a short statement of goals

• Present new material in small steps, provide

Elicit initial knowledge

Inform learning goal

Give instruction and explanation (explain mode of

students’ involvement in the learning)

Page 31: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

22

Direct instruction pattern (Rosenshine, 2008) Hyphotetical stages of EDI (Darsikin & Mansyur, 2015)

practice for student after each step.

• Give clear and detailed instructions and

explanations.

• Provide a high level of active practice for all

students.

• Ask a lot of questions, check students’

understanding, and obtain responses from all

students.

• Guide students during initial practice.

• Provide systematic feedback and corrections

• Provide explicit instruction and practice on

seatwork exercises and monitor the students

during seatwork.

Gradually, present learning material. There is exercise(s)

in each step. In the problem exercise, the lecturer model

the problem-solving steps by thinking-aloud; give time

for problem understanding step with its proportion is

more than the other steps; emphasize the proportion in

presenting the problem example; emphasize the use of a

diagram, emphasize the simultaneous use of diagram and

identification of the given and required variables.

Provide reciprocal teaching approach (in small scale).

One or more students perform problem-solving process

by thinking-aloud.

Guide the students during initial practice.

Ask a lot of questions, check student’s understanding,

and obtain responses from all students (insert the use of

multiple representations).

Form groups.

Provide practice for the students (insert information of

external representation and its transformation).

Use reciprocal teaching approach in groups (there is a

student as a guide for his/her group; he/she performs

problem-solving by thinking-aloud).

Provide explicit instruction and practice for seatwork

exercises and monitor the students during seatwork.

Provide systematic feedback and corrections.

Provide independent task.

Berdasarkan pola DI oleh Rosenshine (2008) pada Tabel 4, dilakukan modifikasi dan

rasionalisasi pada aspek (berdasarkan temuan penelitian sebelumnya) dan penelitian Hunter

(1982). Tabel 4 menunjukkan integrasi prinsip-prinsip strategi makro ke dalam pola DI

dengan strategi mikro membentuk struktur EDI yang lebih spesifik namun lebih kompleks.

Tahapan EDI sebagai desain hipotetis harus dioperasikan melalui penyusunan RPP sebagai

bagian dari tahap pengembangan. Desain hipotetik yang telah dirumuskan mengikuti prosedur

pengembangan dengan menerapkan penelitian formatif. Desain hipotetik juga divalidasi oleh

ahli struktur pembelajaran untuk mendapatkan kelayakannya. Tabel 5 menyajikan hasil

validasi ahli. Tabel 5 menunjukkan model teoritis yang diusulkan memiliki karakteristik

potensial.

Tabel 5.6. Hasil validasi ahli terhadap model hipotetik

Aspek Indikator Skor (max. = 4)

Macro strategy

Cakupan 4

Kejelasan 3

Integrasi 4

Rationalitas 4

Page 32: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

23

Aspek Indikator Skor (max. = 4)

Micro strategy

Cakupan 4

Kejelasan 4

Dukungan terhadap macro strategy 4

Rationalitas 3

Potential aspect

Dukungan terhadap mental-modeling ability 3

Dukungan to problem solving efektif 4

Fleksibilitas dalam implementasi 3

Accommodation

Integrasi dengan hasil-hasil penelitian terdahulu 3

Konformitas dengan level berpikir (siswa SMA dan

mahasiswa)

4

5.2.2 Hasil Pretest, Experimentasi and Posttest

Deskripsi hasil pretest dan posttest pada kedua kelompok disajikan pada Tabel 5.7.

Tabel 5.7 memuat proporsi dan peningkatan proporsi (setelah dinormalisasi) siswa yang

membuat diagram pada setiap item. Tabel tidak menunjukkan kebenaran diagram. Namun,

data tersebut dapat mencerminkan proporsi siswa yang telah mencoba membuat diagram

sebagai komponen utama MMA.

Tabel 5.7 Proporsi mahasiswa yang menyusun diagram pada setiap item dan N-gain

Experimental group (n = 34) Control group (n = 30)

Item

number

Pretest

(%)

Posttest

(%)

N-gain Pretest

(%)

Posttest

(%)

N-gain

% Category % Category

1 38 68 48 Moderate 10 30 22 low

2 62 85 62 Moderate 37 67 47 moderate

3 71 88 60 Moderate 60 87 67 moderate

4 9 71 68 Moderate 3 13 10 low

5 6 88 88 High 10 27 19 low

Average 37 80 65 Moderate 24 45 33 moderate

Page 33: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

24

Tabel 5.8 Peningkatan jumlah diagram yang disusun mahasiswa pada kedua kelas

Exp. group (n = 34, max. number = 170) Cont. group (n = 30, max. number = 150)

Pretest Posttest N-gain

Pretest Posttest N-gain

% Category % Category

62 136 69 moderate 35 66 27 Low

Tabel 5.8 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan proporsi siswa yang menyusun diagram

pada pretest dan posttest pada kedua kelompok. Namun proporsi terbesar terjadi pada

kelompok eksperimen. Hal ini menggambarkan bahwa pembelajaran dengan struktur DI yang

telah dimodifikasi menjadi EDI dapat meningkatkan perhatian siswa terhadap peran diagram

sebagai representasi yang sangat penting dalam pemecahan masalah. Proporsi siswa

berhubungan dengan banyaknya diagram yang dibuat oleh siswa. Tabel 5.8 menunjukkan

peningkatan jumlah diagram yang dibangun dari pretest ke posttest pada kedua kelompok.

Kebenaran dan kelayakan dari diagram yang dibangun ditinjau lebih lanjut menggunakan

rubrik MMA oleh Wang (2007) dan Mansyur (2010). Nilai MMA siswa untuk kedua

kelompok ditampilkan pada Tabel 5.9.

Table 5.9 Skor dan N-gain MMA untuk kedua kelas

Exp. group (n = 34, max. score = 1020) Cont. group (n = 30, max. score = 900)

Pretest Posttest N-gain

Pretest Posttest N-gain (%)

(%) Category % Category

121 248 14 Low 103 177 9 Low

*Skor maksimum adalah 6, skor total untuk semua item adalah 30.

Tabel 5.9 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan skor MMA untuk kedua kelompok

tetapi N-gain atau <gmma> termasuk kategori rendah. Terdapat perbedaan <gmma> antara

kelompok eksperimen dan kontrol, secara kualitatif. Nilai <gmma> pada kelompok eksperimen

lebih besar dari nilai <gmma> pada kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa pengajaran

dengan EDI (dalam kelompok eksperimen), secara kualitatif mengungguli pengajaran dengan

DI (dalam kelompok kontrol). Meskipun <gmma> termasuk kategori rendah, penekanan

eksplisit selama pembelajaran dalam kelompok eksperimen berlangsung pada pentingnya

Page 34: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

25

diagram, berkontribusi pada 'embrio' pemecahan masalah yang produktif. Hasil pretest dan

posttest tentang CC untuk dua responden (NFA dan AI) pada uraian berikut. NFA dan AI

adalah responden yang memperoleh skor kategori tinggi pada MMA.

Tabel 5.10 Perbandingan jawaban NFA antara pretest dan posttest pada soal tentang

GLB dan Hukum III Newton

Pretest Posttest

Berdasarkan lembar jawaban untuk pretest dan posttest, tampak bahwa NFA

mengalami perubahan konsepsi yang menyolok. Pada pretest, jawaban NFA untuk soal

tentang GLB dan Hukum III Newton menujukkan konsepsi yang tidak tepat. Namun, pada

posttest, jawaban untuk pertanyaan yang sama menunjukkan konsepsi yang tepat. Hal ini

menggambarkan bahwa NFA mengalami CC dalam kategori pembenahan konsep. Kaitan

Page 35: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

26

antara MMA dan CC juga sangat tampak pada jawaban NFA. Penggunaan diagram yang

merupakan elemen penting bagi MMA, dapat memandunya untuk menuju konsepsi yang

memadai dan proses problem solving yang dilakukannya merupakan proses yang produktif.

Contoh lain untuk mendeskripsikan CC dapat dilihat pada Tabel 5.11 dari responden

AI untuk konsep Hukum II Newton. Saat pretest, AI tidak dapat menjawab soal tentang dua

benda berada pada bidang miring dan terhubung denga sebuah tali yang melalui sebuah

katrol.

Tabel 5.11 Perbandingan jawaban AI antara pretest dan posttest pada soal yang berkenaan

dengan Hukum II Newton

Pretest Posttest

Tidak menjawab

Meskipun saat posttest AI tidak menggambarkan secara detail diagram bebas kedua

benda, representasi verbal yang tersedia pada soal dapat ditransformasi ke representasi

diagram. Diagram tersebut relatif dapat memandunya untuk mendapatkan solusi yang

memadai. AI mengalami perubahan konsepsi yang dapat membantunya menempuh problem

solving yang produktif.

Page 36: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

27

5.2.3 Wawancara

Pada bagian ini, disajikan hasil wawancara dua mahasiswa. Wawancara difokuskan pada

tanggapan siswa tentang struktur pembelajaran dan peran diagram dalam kegiatan pemecahan

masalah. Kedua mahasiswa tersebut adalah Zahra dan Dian (nama samaran). Ketika Zahra

ditanya apa pendapatnya tentang struktur pembelajaran, dia menyatakan:

Dengan mengajar, bertahap...melalui diagram...memungkinkan kita untuk menganalisa kasus

(fenomena) yang ada...kita diajarkan di SMA...langsung menjadi sebuah rumus...tahu

...diperlukan... Tapi kita tidak bisa menganalisa dan bisa melupakan konsep yang satu dan

yang lain...Dengan cara yang sistematis seperti itu...kita bisa memahami secara detail mulai

dari akarnya (dasar). Kita tidak mudah melakukan kesalahan...lakukanlah dengan

pemahaman yang baik. Penyajian konsepnya...menarik...dan dapat membuat kita

mengeluarkan argumen dan pendapat kita tentang apa yang kita pikirkan tentang konsep

tersebut dan dapat mengetahui bahwa itu dapat dimengerti atau salah. Tentang penyajian

contoh soal... dari yang sederhana ke yang lebih rumit, tingkat kesulitannya,... bertahap...

Dian menyatakan:

Struktur pengajaran yang sangat baik..., kami diajari sebagai...perlu tahu bagaimana

memecahkan masalah,...bagaimana menemukan solusinya...tidak memahami konsep yang

terkait dengan fenomena...(Anda) mengajar mulai dari konsep misalnya...bisa berpikir logis...

Kita...di...ingat rumus... Terakhir kali (di SMA), saya diajari ...langsung ke rumus. .. Kami

tidak tahu kapan rumus itu akan digunakan. Di kelas Anda...dengan bantuan diagram...kita

tahu kapan bergerak seperti...rumus...seperti ini... Penggunaan diagram ...kadang kita hanya

menggunakan teori, logika tidak langsung tangkap...kalau pake diagram...bisa

dipikirin...seperti ini...

Berdasarkan hasil wawancara, dapat dinyatakan bahwa mahasiswa dapat mengikuti

proses belajar mengajar. Struktur pengajaran dan penegasan use diagram merupakan poin

penting EDI dalam mendukung peningkatan aspek MMA siswa sebagaimana disajikan pada

Tabel 6 hingga Tabel 8.

5.2.4 Refleksi

Page 37: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

28

Kegiatan refleksi terutama difokuskan pada pemahaman kelemahan struktur

pembelajaran. Terdapat satu tahapan model EDI dimana dosen kesulitan dalam

mengimplementasikannya (dari Tabel 4), yaitu menggunakan pendekatan reciprocal teaching

dalam kelompok (ada seorang mahasiswa sebagai pembimbing kelompoknya; dia melakukan

pemecahan masalah dengan cara thinking-aloud). Dosen mengalami kesulitan dalam

mengatur kelas terkait pelaksanaan reciprocal teaching dan thinking-aloud oleh mahasiswa

dalam kelompoknya. Perlu lebih banyak waktu untuk berlatih kegiatan. Berdasarkan

pertimbangan tersebut, dua tahap dari struktur EDI dikeluarkan dari struktur untuk

mendapatkan model akhir.

5.3 Model Final

Setelah proses revisi, diperoleh model akhir EDI, seperti yang disajikan pada Tabel 8.

Model akhir lebih sederhana daripada sebelum revisi. Untuk mengoptimalkan aspek-aspek

potensial dari model, kami diberikan deskripsi singkat dalam implementasi. Misalnya,

pengayaan pembelajaran dengan pemodelan pemecahan masalah dilakukan dengan thinking-

aloud. Hal ini dimaksudkan agar ketika seorang mahasiswa berinteraksi dengan mahasiswa

lain, dosen dapat mengidentifikasi masalah, ide dan konsepsinya. Pemodelan penggunaan

waktu dalam proses pemecahan masalah khususnya pada tahapan representasi masalah dan

proses identifikasi variabel dan pembuatan diagram secara simultan ditunjukkan oleh dosen.

Table 5.12 Model Hipotetik dan model final EDI

Hyphotetical Stages of Model (Darsikin &

Mansyur, 2015)

Stages of Final Model

Elicite initial knowledge Elicite initial knowledge

Inform learning goal Inform learning goal

Give instruction and explanation (explain

mode of students’ involvement in the

learning)

Give instruction and explanation (explain

mode of students’ involvement in the

learning)

Present learning material, gradually. There

is exercise(s) in each step. In the problem

exercise, lecturer modeling the problem

solving steps by thinking-aloud; give time

Present learning material, gradually. There

is exercise(s) in each step. In the problem

exercise, lecturer modeling the problem

solving steps by thinking-aloud; give time

Page 38: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

29

Hyphotetical Stages of Model (Darsikin &

Mansyur, 2015)

Stages of Final Model

for problem understanding step with its

proportion is more than the other; it should

be emphasized in presenting problem

example; the used of diagram, identification

of given and required variables should

simultaneously be done.

for problem understanding step with its

proportion is more than the other; it should

be emphasized in presenting problem

example; the used of diagram, identification

of given and required variables should

simultaneously be done.

Provide reciprocal teaching approach (in

small scale). One or more students perform

problem solving process by thinking-aloud.

Provide reciprocal teaching approach (in

small scale). One or more students perform

problem solving process by thinking-aloud.

Guide students during initial practice. Guide students during initial practice.

Ajukan pertanyaan dalam jumlah besar,

periksa pemahaman siswa, dan dapatkan

tanggapan dari semua siswa (masukkan

penggunaan multi representasi).

Ajukan pertanyaan dalam jumlah besar,

periksa pemahaman siswa, dan dapatkan

tanggapan dari semua siswa (masukkan

penggunaan multi representasi).

Bentuk kelompok.

Memberikan latihan bagi mahasiswa

(memasukkan informasi representasi

eksternal dan transformasinya).

Memberikan latihan bagi mahasiswa

(memasukkan informasi representasi

eksternal dan transformasinya).).

Menggunakan pendekatan reciprocal

teaching dalam kelompok (ada mahasiswa

sebagai pemandu kelompoknya, dia

melakukan pemecahan masalah dengan

thinking-aloud).

Berikan instruksi dan latihan eksplisit untuk

latihan di kelompoknya dan pantau siswa

Berikan instruksi dan latihan eksplisit untuk

latihan di kelompoknya dan pantau siswa

Memberikan umpan balik dan koreksi yang

sistematis.

Memberikan umpan balik dan koreksi yang

sistematis.

Sediakan tugas mandiri Sediakan tugas mandiri

Langkah-langkah dalam kegiatan inti seperti penyusunan diagram dan representasi

lainnya melalui identifikasi variabel dan penyisipan transformasi representasi eksternal,

Page 39: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

30

merupakan langkah penting dalam pembentukan MMA mahasiswa. Aktivitas tersebut dapat

mendukung kemampuan untuk memanipulasi proposisi berbasis model mental (Rosengrant et

al., 2006). Kemampuan mahasiswa untuk memantau proses konstruksi secara metakognitif

dapat membentuk model mental melalui pemodelan. Tahapan pemecahan masalah disajikan

dengan menekankan pentingnya memahami tahap masalah dengan memberikan proporsi

waktu yang lebih besar (Mansyur, 2015). Kebiasaan berpikir reflektif diharapkan dapat

ditingkatkan melalui penekanan (Darsikin & Mansyur, 2015). Isu sentral dari konteks ini

adalah bahwa mahasiswa harus dibuat sadar akan kebiasaan belajar mereka sendiri,

mempromosikan mereka menjadi fasilitator yang sadar dalam proses konstruksi pengetahuan

(Gerace & Beatty, 2005).

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa telah diperoleh desain

pembelajaran. Perancangan tersebut meliputi integrasi prinsip-prinsip makro-strategi teori

desain pembelajaran ke dalam pembelajaran langsung. Tahap-tahap integrasi yang eksplisit

diperkaya lebih lanjut dengan strategi mikro untuk mendapatkan model akhir dari enhanced-

direct instruction. Penelitian ini memberikan beberapa bukti tentang efek penggunaan

enhanced-direct instruction pada kemampuan pemodelan mental dan perubahan konseptual

siswa. Sebagai perbandingan, enhanced-direct instruction yang ditingkatkan lebih efektif

dalam mengembangkan bagian dari perubahan konseptual karakteristik kemampuan

pemodelan mental daripada direct instruction 'normal'. Enhanced-direct instruction

mendorong hasil belajar mahasiswa ini dengan melibatkan mahasiswa secara aktif dalam

memecahkan masalah dan menjadi sadar akan setiap fase proses. Perlu penelitian lebih lanjut

untuk membandingkan model tersebut dengan model lain dalam meningkatkan hasil belajar

mahasiswa.

6.2 Saran

Perlu penelitian lebih lanjut untuk membandingkan model tersebut dengan model lain

dalam meningkatkan hasil belajar siswa.

Page 40: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

31

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, F.A.P.B. (2006). The Pattern of Physics Problem-Solving from The Perspective of

Metacognition. Master dissertation, University of Cambridge. [online] Tersedia:

http://people.pwf.cam.ac.ok/kst24/ResearchStudents/ [16 Januari 2008].

Borg, W. R dan Gall, M. D. (2002). Educational Research: An Introduction. New York :

Longman Inc.

Chen, C. J. & Teh, C. S. (2013). Enhancing an Instructional Design Model for Virtual

Reality-Based Learning. Australasian Journal of Educational Technology, 29(5).

Cock, M. D. (2012). Representation Use and Strategy Choice in Physics Problem Solving. Physical Review Special Topics-Physics Education Research, 8, 020117. http://dx.doi.org/10.1103/.

Corpuz, E.G and Rebello, N.S. (2005). Introductory College Physics Students’ Mental

Models of Friction and Related Phenomena at the Microscopic Level. Proceedings of

the NARST 2005 Annual Meeting (Dallas, TX, United States), National Association

for Research in Science Teaching (NARST), April 4-7, 2005.

Creswell, J.W. (1994). Research Design, Qualitative and Quantitative Approaches.

California: Sage Publications, Inc.

Darsikin & Mansyur, J. (2015). Enhanced Direct Instruction Model Orientates Mental–

Modeling Ability Base on Research of Physics Porblem Solving and External Representation. National Seminar of Physics Department, FMIPA UM 2015.

Dykstra, R. (1968). Classroom Implications of The First-Grade Reading Studies. Paper presented at the College Reading Association Conference, Knoxville, TN. (ERIC Document Reproduction Service No. ED 022 626).

diSessa, A. A. (2006). A history of conceptual change research: Threads and fault lines. In

K.Sawyer (ed.), Cambridge handbook of the learning sciences (pp. 265-281).

Cambridge, UK: Cambridge University Press.

Gerace, W.J. & Beatty, I.D. (2005). Teaching vs. Learning: Changing Perspectives on

Problem Solving in Physics Instruction. The 9th Common Conference of the Cyprus Physics Association and Greek PhysicsAssociation: Developments and Perspectives in Physics—New Technologies and Teaching of Science, Nicosia, Cyprus, Feb 4-6, 2005.

Hake, R.R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. American Educational Research

Association’s Division D, Measurement and Research Methodology, <http://lists.asu.edu/cgi-bin/wa?A2 >.

Heron, P.R.L. (2015). Effect Of Lecture Instruction On Student Performance On Qualitative

Questions. Physical Review Special Topics-Physics Education Research,, 010102 (2015). DOI: 0.1103/PhysRevSTPER.11.010102.

Page 41: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

32

Hrepic, Z., Zollmann, D. A., and Rebello, S. (2002). Identifying Students’ Models of Sound

Propagation. Proc. Physics Education Research Conf. (Boise, ID, Aug. 2002).

Hunter, M. (1982). Mastery teaching. El Segundo, CA: TIP Publications. Ibrahim, B. & Rebello, N. S. 2013. Role of Mental Representations in Problem Solving:

Students’ Approaches to Nondirected Tasks. Physical Review Special Topics-Physics Education Research, 9, . http://dx.doi.org/10.1103/ PhysRevSTPER.9.020106.

Indrawati. (2008). The Misconceptions of Physics Teacher Prospective Students about the

Law of Reflection. Proceedings the First International Seminar on Science Education,

Bandung October 27th 2007. Bandung: Graduate School, Indonesia University of

Education.

Itza-Ortiz, S.F., Rebello, S and Zollman, D. (2004). Students’ Models of Newton’s Second

Law in Mechanics and Electromagnetism. Eur. J. Phys. 25 (2004).

Kaharu, S.N. dan Mansyur, J. (2007). Exploring the Student Misconception of Electrical

Circuit Concept by Certainty of Response Index and Interviu. Proceedings the First

International Seminar on Science Education, Bandung October 27th 2007. Bandung:

Graduate School, Indonesia University of Education.

Kamajaya. (2008). Cerdas Belajar Fisika (untuk Kelas X). Bandung: Grafindo Media

Pratama.

Kohl, P. B., and Finkelstein, N. D. (2005). Student Representational Competence and Self-

Assessment When Solving Physics Problems. Physical Review Special Topics-Physics

Education Research, 1, 010104 [online]. Tersedia: http://prst-per.aps.org. [09 Maret

2008].

Mansyur, J. dan Kaharu, S.N. (2008). Differentiating Misconception and Lack of Knowledge:

Case of Bulb Poles. Proceedings the Second International Seminar on Science

Education, Bandung October 18th 2008. Bandung: Graduate School, Indonesia

University of Education.

Mansyur, J., Setiawan, A., dan Tjiang, P.C. (2009). Phenomenographic Study of Students’

and Teachers’ Strategies in Physics Problem Solving. Proceedings the Third

International Seminar on Science Education, Bandung October 17th 2009. Bandung:

Graduate School, Indonesia University of Education.

Mansyur, J. dan Setiawan, A (2010). Effectiveness of Teachers’ and Students’ Early Stages in

Physics Problem Solving. Jurnal Gravitasi. Universitas Tadulako. Edisi Januari-Juni

2010.

Mansyur, J., Setiawan, A., Liliasari dan Tjiang, P.C. (2010a). Model Mental Siswa,

Mahasiswa dan Guru Pada Hukum III Newton dalam Konteks Problem Solving:

Kasus Gaya Impuls. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan ke-3, Bandar Lampung,

27 Februari 2010. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Page 42: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

33

Mansyur, J., Setiawan, A., Liliasari dan Tjiang, P.C. (2010b). The Stages of Students and

Teachers in Solving Physics Jeopardy Problem: Case of Graph Deconstruction.

Jurnal Ilmu Pendidikan. Submitted.

Mansyur, J. (2010). Phenomenographic Study of Cross-Academic Level Subjects’ Mental

Model Aspects in Physics Problem Solving of Mechanics Fundamental Concepts. Dissertation. Bandung, Graduate School of Indonesia University of Education.

Mansyur, J. (2015). Teachers’ and Students’ Preliminary Stages in Physics Problem Solving. International Education Studies, Vol. 8, No. 9, 2015.

Merrill, M.D. (2007). A Task-Centered Instructional Strategy. Journal of Research on Technology in Education, 2007, 40(1)

Mansyur, J., Darsikin, Hidayat, S. (2013). Isomorphic Test of Newton’s Third Law for

Investigating Students’ Scientific and Representational Consistency. Proceedings of

International MCEIS. Bandung: Indonesia University of Education.

Marton, F., 1996. Is Phenomenography Phenomenology? [online]. Tersedia: http:///www.....

[17 September 2008].

Masril dan Asma. (2002). Pengungkapan Miskonsepsi Siswa Menggunakan Force Concept

Inventory and Certainty of Response Index. Jurnal Fisika HFI B5.

Mulbar, K dan Nur, W. (1998). Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Kesalahan

Konsep Fisika pada Siswa SMUN di Kotamadya Palu. Laporan Penelitian Dosen

Muda. Palu: Universitas Tadulako.

Ningsih, H.Y.R., Mansyur, J., Darsikin dan Kamaluddin. (2013). Perilaku Penggunaan

Representasi Eksternal Guru Fisika dalam Aktivitas Pembelajaran . Prosiding

Seminar Nasional Pendidikan. Palu: Universitas Tadulako.

Pajang, S., Mansyur, J., Darsikin dan Ali, M. (2013). Kelengkapan Rekonstruksi Penyelesaian

Soal Fisika Tipe Jeopardy oleh Siswa. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan.

Palu: Universitas Tadulako.

Rahmilia, S., Mansyur, J. & Saehana, S. (2014). Students’ Mental-Modeling Ability of

Electrostatics Concepts. Proceedings of National Seminar on Physics and Physics Education, September 13, 2014, Solo. UNS.

Redish, E. F. (1994). Implications of Cognitive Studies for Teaching Physics. American

Journal of Physics, 62(9), 796-803. Redish, E.F. (2004). A Theoretical Framework for Physics Education Research: Modeling

Student Thinking, in E. Redish and M. Vicentini (Eds.), Proceedings of the Enrico Fermi Summer School, Course CLVI (Italian Physical Society, 2004).

Reigeluth, C. M. & Frick, T. W. (1999). Formative Research: A Methodology for Creating

and Improving Design Theories. In C. M. Reigeluth (Ed.), Instructional-Design

Page 43: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

34

Theories and Models–A New Paradigm of Instructional Theory (pp. 633-652). New Jersey: Lawrence Erlbaum.

Reynolds, D. & Muijs, D (2011). Effective Teaching: Evidence and Practice.3rd edition.

London: Sage Publications Ltd. Rosengrant, D., Van Heuleven, A. & Etkina, E. (2006). Students’ Use Of Multiple

Representations In Problem Solving. In P. Heron, L. McCullough and J. Marx, Physics Education Research Conference (2005 AIP Conference Proceedings) (49-52). Melville , NY: American Institute of Physics.

Rosenshine, B. (2008). Five meanings of direct instruction. Center on Innovation & Improvement, Lincoln.

Rosenshine, B., & Stevens, R. (1986). Teaching functions. In M. Wittrock (Ed.), Handbook of

research on teaching (3rd ed.). New York: Macmillan

Read, J. R. (2004). Children’s Misconceptions and Conceptual Change in Science Education.

Tersedia: http://acell.chem.usyd.edu.au/Conceptual-Change.cfm ), [27 Maret

2012].

Sabia, Z. dan Mansyur, J. (2013). Penggunaan Waktu oleh Guru dan Siswa Dalam Tahap-

Tahap Physics Problem Solving. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan. Palu:

Universitas Tadulako.

Sabella, M., and Redish, E.F., 2007. Knowledge Activation and Organization in Physics

Problem Solving. Am. J. Phys. 75, 1017 (2007).

Supiyanto. (2004). Fisika SMA (untuk SMA Kelas X). Jakarta: Erlangga.

Sutrisno dan Mansyur, J. (2013). Unjuk Kerja Siswa dan Guru dalam Problem Solving Untuk

Tipe Well-Defined Problem dan Ill-Defined Problem. Prosiding Seminar Nasional

Pendidikan. Palu: Universitas Tadulako.

Thornton, R.K. (1999). Using the Results of Research in Science Education to Improve

Science Learning. International Conference on Science Education, Nicosia, Cyprus, January, 1999.

Tipler, P.A. (1998). Fisika untuk Sains dan Teknik. Jakarta: Erlangga.

Tuminaro, J., and Redish, E.F., 2007. Elements of a Cognitive Model of Physics Problem

Solving: Epistemic Games. Phy. Rev. Spec. Topic-PER, 3, 020101 (2007).

Walsh, L.N., Howard, R.G., and Bowe, B., (2007a). Phenomenographic Study of Students’

Problem solving Approaches in Physics. Phy. Rev. Spec. Topic-PER, 3, 020108

(2007).

Walsh, L.N., Howard, R.G., and Bowe, B., (2007b). An Investigation of Introductory Physics

Students’ Approaches to Problem Solving. Level3 (5), June 2007.

Page 44: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

35

Wang, C.Y., (2007). The Role of Mental-Modeling Ability, Content Knowledge, and Mental

Models in General Chemistry Students’ Understanding about Molecular Polarity.

Ph.D Dissertation. University of Missouri – Columbia.

Page 45: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

36

LAMPIRAN

Page 46: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

37

LAMPIRAN A. ARTIKEL UNTUK PUBLIKASI SEMINAR NASIONAL

Model Enhanced Direct Instruction Berorientasi Mental–Modeling Ability Berbasis Kajian Physics Porblem Solving dan

Representasi Eksternal

DARSIKIN1), JUSMAN MANSYUR1)*),

1) Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Tadulako. Jl. Soekarno-Hatta Km. 9 Palu

E-mail: [email protected]

*) PENULIS KORESPONDEN

ABSTRAK: Telah diperoleh model hipotetik desain instruksional untuk Matakuliah Fisika

Dasar yang mengintegrasikan hasil-hasil penelitian terdahulu tentang physics problem solving

dan penggunaan sistem representasi eksternal ke dalam direct instruction. Model tersebut

merupakan bagian dari penelitian yang sedang berlangsung untuk menghasilkan desain

instruksional yang dapat mendukung mental-modeling ability. Integrasi rekomendasi penelitian

terdahulu dengan karakteristik direct instruction melalui sebagian tahapan dari model

pengembangan formative research, diperoleh model hipotetik yang memuat strategi makro dan

strategi mikro. Model hipotetik tersebut akan diuji lebih lanjut melalui eksperimentasi untuk

menghasilkan model final.

Kata Kunci: enhanced direct instruction, mental-modeling ability, physics problem solving,

representasi eksternal

PENDAHULUAN

Salah satu tujuan penting

pendidikan adalah membangun

kemampuan orang untuk menggunakan

pengetahuannya. Whitehead (1970)

menegaskan hal ini dengan menyatakan

bahwa pendidikan adalah pemerolehan

terhadap seni menggunakan pengetahuan.

Manfaat pendidikan antara lain:

memungkinkan seseorang beradaptasi

dengan baik ke situasi-situasi baru serta

untuk mengidentifikasi dan berhadapan

dengan masalah-masalah yang timbul.

Berkaitan dengan pendidikan

fisika, Bascones et al. (1985) menyatakan

bahwa belajar fisika sama dengan

pengembangan kemampuan problem

solving dan pencapaian diukur dengan

sejumlah masalah yang dapat dipecahkan

oleh pebelajar secara tepat. Disisi lain,

pebelajar mempersepsikan sains

khususnya ilmu fisika sebagai mata

pelajaran yang sulit (Osborne et al., 2003).

Pernyataan ini didukung oleh fakta bahwa

banyak pengajar fisika mencemaskan

sejumlah pengalaman yang menonjol.

Misalnya, seorang pebelajar (siswa atau

mahasiswa) yang berhasil membuat grafik

tetapi tidak dapat menjelaskan

maknanya. Contoh lainnya, seorang

pebelajar yang dapat menjawab semua

soal tetapi tidak dapat memberi

gambaran, ulasan atau penurunan

sederhana. Hasil-hasil penelitian

menunjukkan bahwa terdapat masalah

dalam menciptakan pengaruh pada cara

sebagian besar pebelajar berpikir tentang

dunia. Agar hasil yang dicapai lebih baik,

perhatian lebih harus diberikan kepada

bagaimana mereka belajar, bagaimana

mereka berpikir dan merespon

pembelajaran yang dilakukan.

Pembelajaran fisika harus ditangani

sebagai sebuah persoalan ilmiah (scientific

problem)(Redish, 1994).

Meskipun fakta-fakta di atas

dipaparkan lebih dari 20 tahun yang lalu,

pertanyaan yang mesti dijawab:

Page 47: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

38

bagaimana dengan perkuliahan atau

pembelajaran fisika secara umum pada

Tahun 2015 ini? Jawaban atas pertanyaan

tersebut dapat diduga beragam,

bergantung pada perspektif dan kemajuan

penelitian pendidikan fisika di masing-

masing negara, daerah maupun perguruan

tinggi. Kontribusi penelitian pendidikan

fisika dalam mengubah perkuliahan dari

sistem tradisional ke perkuliahan yang

tereformasi adalah aspek penting untuk

menghasilkan pebelajar (siswa/

mahasiswa) yang sukses.

Lima tahun setelah pernyataan

Redish di atas, Thornton (1999)

mengajukan pertayaan: apakah

kebanyakan mahasiswa dalam

perkuliahan fisika memperoleh

pemahaman konseptual tentang prinsip-

prinsip fisika dasar? Berdasarkan

kajiannya terhadap hasil-hasil penelitian,

ia menyatakan bahwa kajian-kajian yang

ekstensif tentang pengetahuan konseptual

dasar sebelum dan setelah perkuliahan

fisika dasar di sekolah menengah dan

perguruan tinggi, telah meyakinkan

sebagian komunitas besar dari guru fisika

bahwa terdapat pemahaman dasar yang

lemah dari yang mereka percaya

sebelumnya. Hasil-hasil kajian

menunjukkan bahwa mahasiswa dari

perguruan tinggi yang terpilih, memiliki

pemahaman yang berbeda dengan

fisikawan ketika menjawab pertanyaan-

pertanyaan konseptual sederhana.

Satu model pembelajaran yang

dominan diterapkan dalam Fisika Dasar

di Indonesia (paling tidak di Universitas

Tadulako) adalah perkuliahan tradisional.

Secara umum, perkuliahan tersebut

dilaksanakan dengan langkah-langkah

yang sangat sederhana, yaitu: pemberian

penjelasan, penyajian contoh soal

(diselesaikan oleh pengajar) dan latihan

soal (diselesaikan oleh mahasiswa).

Kondisi ini juga diduga terjadi di tingkat

sekolah menengah. Efek dari kondisi

tersebut adalah fisika dipersepsikan sulit,

membosankan dan pembelajaran dapat

menghasilkan miskosepsi, kesulitan-

kesulitan lain atau kendala dalam

mempelajari fisika. Hal ini juga bagian

dari stereotype yang dihadapi dalam

perkuliahan (Thornton, 1999).

Pengaruh perkuliahan tertentu

terhadap pemahaman konseptual dalam

fisika telah menjadi obyek penelitian

beberapa dekade. Banyak penelitian

melaporkan perbaikan yang masih

mengecewakan berkenaan dengan unjuk

kerja pebelajar terhadap pertanyaan

konseptual dalam perkuliahan yang

menggunakan Direct Instruction (DI)

untuk topik yang relevan. Hasil ini

mendorong sejumlah upaya untuk

meningkatkan kualitas perkuliahan

melalui kurikulum dan desain

instruksional baru (Heron, 2015).

DI merupakan model pembelajaran

yang dikenal luas. DI juga disebut sebagai

Active Teaching atau Whole Class

Teaching, mengacu pada tipe

pembelajaran dimana guru secara aktif

terlibat dalam menjembatani konten

pembelajaran ke siswa/mahasiswa dengan

mengajar secara langsung. DI mengacu

pada pembelajaran di bawah kendali

guru/dosen, seperti “guru menyediakan

pembelajaran langsung dalam

menyelesaikan masalah”. Situasi tersebut

muncul dalam beragam makna, ada yang

umum dan ada yang spesifik, ada yang

positif ada juga yang negatif. Hal ini

terjadi karena DI, sesuai istilahnya

sebagai direct teaching dan explicit

instruction, memiliki kedua makna umum

dan khusus. Makna umum mengacu pada

pembelajaran yang dikendalikan oleh

guru/dosen dalam hal kualitas

(Rosenshine, 2008). Dengan kata lain,

kualitas pembelajaran dalam DI dapat

dicapai jika ditangani oleh guru yang

efektif.

Upaya untuk menjadikan DI

sebagai pembelajaran yang afektif telah

dilakukan oleh para peneliti. Dimulai

sekitar Tahun 1968, peneliti

menggunakan DI sebagai prosedur untuk

mengajarkan tugas-tugas kognitif level

tinggi (Rosenshine, 2008). Sebagai contoh,

Dykstra (1968) menyimpulkan bahwa DI

cocok untuk meningkatkan pemahaman

(comprehension). Sejak saat itu, DI

diterapkan untuk pengajaran reading

Page 48: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

39

comprehension, strategi prediksi,

klarifikasi, menanya, dan penyimpulan.

Terdapat juga peneliti yang

mengembangkan DI untuk mengajarkan

pebelajar dalam mengkombinasikan

kalimat, keterampilan proses dan berpikir

reflektif (Rosenshine, 2008).

Selain penelitian-penelitian yang

menunjukkan keunggulan DI untuk

aspek-aspek tertentu, terdapat pula

peneliti yang menyatakan bahwa DI

mewakili pengajaran yang tidak

diharapkan. DI dirangkum oleh

Rosenshine (2008) dan digambarkan

sebagai “authoritarian”, regimented dan

modus pengajaran passif.

Di antara kelebihan dan

kekurangan DI sebagaimana diuraikan di

atas, terdapat tantangan bagi peneliti

untuk menjadikan model pembelajaran

yang sangat luas penggunaannya tersebut

agar lebih unggul pada aspek tertentu

dengan meminimalkan kekurangan

potensial yang ada. Pengayaan terhadap

DI dapat dilakukan dengan

mempertimbangkan hasil-hasil penelitian

sebelumnya. Makalah ini menyajikan

model DI yang diperkaya dengan hasil-

hasil penelitian terdahulu dari Rosengrant

et al. (2006), Cock (2012), Sabia dkk.

(2013), Ningsih dkk. (2013), Ibrahim and

Rebello (2013), Rahmilia dkk. (2014) dan

Mansyur (2015). Penelitian ini bertujuan

menghasilkan desain instruksional yang

bersifat research-based instruction dengan

menjadikan DI sebagai basis untuk

diperkaya dengan hasil-hasil penelitian.

Orientasi model DI yang diperkaya ini

(yang selanjutnya disebut Enhanced Direct

Instruction, EDI) adalah mental-modeling

ability (MMA) sesuai aspek (yang diduga)

potensial yang dimilikinya setelah

diperkaya oleh hasil-hasil penelitian

terutama penelitian tentang physics

problem solving dan penggunaan sistem

representasi eksternal. Berdasarkan

penelusuran literatur, sejauh ini belum

terdapat penelitian pengembangan yang

menggunakan DI sebagai basis dengan

orientasi pada MMA.

Terdapat prinsip-prinsip untuk

strategi makro yang dapat diikuti

berkenaan dengan desain instruksional

sebagaimana dirangkum oleh (Chen &

Teh, 2013) dalam Tabel 1.

Tabel 1. Prinsip-prinsip strategi makro

Prinsip Deskripsi

Tujuan

Mengidentifikasi tipe-tipe

belajar (label, informasi verbal,

keterampilan intelektual

dan/atau strategi kognitif) dan

tujuan pembelajaran masing-

masing

Tujuan

integratif

Menentukan tujuan integratif

dengan menggabungkan

beberapa tujuan yang berkaitan

yang akan diintegrasikan ke

dalam aktivitas bertujuan

komprehensif.

Skenario/

Masalah

Mengidentifikasi skenario

kegiatan yang harus

dilaksanakan. Ini mirip dengan

problem posing dalam

lingkungan pembelajaran

konstruktivis. Problem terdiri

dari 3 kompenen yang

terintegrasi: problem context,

problem representation dan

problem manipulation space.

Perangkat

pendukung

Menyediakan beragam sistem

interpretatif dan intelektual

untuk mendukung pembelajaran

konstruktivis melalui problem

posing. Hal ini dapat mencakup:

kasus yang berkaitan, sumber

informasi dan beragam

perangkat kognitif.

Kegiatan

instruksional

Menyediakan aktivitas

instruksional untuk mendukung

pembelajaran konstruktivis

yang mencakup: coaching,

scaffolding dan modelling.

Direct Instruction

Terdapat beberapa alasan mengapa

DI dapat menjadi sebuah desain yang

efektif. Salah satu diantaranya adalah

bahwa DI memungkinkan pengajar

melakukan kontak dengan pebelajar

secara individual daripada bekerja secara

individual dimana interaksi antara

pebelajar dan pengajar adalah aspek

Page 49: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

40

krusial terhadap kesuksesan sebuah

aktivitas belajar mengajar. Dalam

pembelajaran, pengajar dapat memonitor

keseluruhan kelas dan dapat mengubah

dan memvariasikan aktivitas serta dapat

merespon dengan cepat isyarat yang

datang dari pebelajar. Rosenshine (2008)

menyimpulkan dari sejumlah penelitan

bahwa ketika pengajar efektif

mengajarkan topik yang terstruktur,

pengajar menggunakan pola berikut:

• Pembelajaran dimulai dengan reviu

singkat terhadap permbelajaran

sebelumnya.

• Pembelajaran dimulai dengan

pernyataan singkat tentang tujuan.

• Penyajian materi baru melalui langkah-

langkah kecil, menyediakan latihan

setelah setiap langkah.

• Pemberian instruksi dan penjelasan

detail

• Penyediaan latihan aktif level tinggi

untuk semua pebelajar

• Pengajuan sejumlah pertanyaan, cek

pemahaman dan dapatkan respon dari

semua pebelajar. Bimbing mereka

selama latihan awal.

• Penyediaan umpan balik dan koreksi

sistematis

• Penyediaan instruksi dan latihan

eksplisit untuk latihan kelompok dan

monitor mereka selama kerja kelompok.

Penelitian Terdahulu

Pada bagian ini, disajikan beberapa

hasil penelitian terdahulu yang

melibatkan penulis utama dan/atau

penulis kedua atau penelitian lainnya.

Penelitian-penelitian tersebut dapat

dijadikan rekomendasi bagi

pengembangan desain instruksional.

Sabia dkk. (2013) menemukan

bahwa penggunaan waktu yang lebih

banyak untuk tahapan memahami dalam

problem solving, mendukung problem

solving yang lebih produktif. Temuan

tersebut dapat diakomodasi dengan

memberikan langkah-langkah problem

solving dimana tahapan memahami diberi

waktu dengan proporsi lebih banyak dan

menjadi penekanan dalam penyajian

contoh soal. Rosengrant et al. (2006)

menemukan bahwa problem solver dapat

meningkatkan peluangnya untuk berhasil

jika Ia melibatkan representasi diagram

sebagai bagian dari proses problem

solving.

Cock (2012) menegaskan hasil-hasil

penelitian sebelumnya bahwa kemampuan

dalam problem solving dapat bervariasi

jika dikaitkan dengan format

representasi. Ia juga menemukan bahwa

penggunaan strategi problem solving

bergantung pada format representasi yang

dinyatkan dalam soal.

Penelitian Mansyur (2015)

menemukan bahwa sebuah physics

problem solving dapat efektif jika

didukung penggunaan diagram dimana

diagram tersebut digunakan pula untuk

melakukan identifikasi variabel yang

diketahui dan ditanyakan. Pembuatan

diagram dilakukan secara simultan

dengan identifikasi variabel-variabel

tersebut.

Dalam konteks MMA, Wang (2007)

mengembangkan sebuah rubrik untuk

menilai kualitas MMA. Aspek yang

tercakup dalam rubrik, antara lain:

kemampuan menghasilkan model mental

dalam bentuk representasi diagram atau

bentuk representasi lain yang relevan;

kemampuan memanipulasi model mental

berdasarkan proposisi-proposisi; dan

kemampuan memonitor secara

metakognitif proses penyusunan model

mental.

Rahmilia dkk. (2014) menemukan

tiga jenis aspek pengetahuan yang

mempengaruhi kemampuan pebelajar

untuk memanipulasi model mental, yaitu:

pengetahuan, pemahaman, dan

kemampuan menghubungkan satu konsep

dengan konsep lain. Kehilangan salah

satu dari tiga jenis pengetahuan dapat

menghambat kemampuan responden

untuk memanipulasi model mental, yaitu

kemampuan melakukan transformasi

suatu representasi ke bentuk representasi

lain dan kemampuan melakukan

visualisasi model mental. Dalam konteks

tersebut, tampak bahwa pengembangan

terhadap pemahaman atau konsepsi

Page 50: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

41

terhadap konsep atau materi tertentu,

membutuhkan desain instruksional yang

spesifik agar aspek-aspek yang berkenaan

dengan MMA dapat diciptakan.

Ibrahim and Rebello (2013)

mengkaji kategori-kategori representasi

mental yang digunakan mahasiswa

selama problem solving. Mereka

menyediakan pemahaman bahwa

penggunaan representasi dalam problem

solving dapat memfasilitasi

pengkonstruksian model mental.

METODE PENELITIAN

Formative Reserach

Menurut Reigeluth and Frick

(1999), formative research merupakan

salah satu bentuk penelitian tindakan

yang bertujuan meningkatkan teori desain

untuk perancangan praktek-praktek atau

proses instruksional. Bentuk penelitian

tersebut telah digunakan untuk

meningkatkan kualitas teori dan model

desain instruksional yang ada seperti teori

elaborasi, teori yang memfasilitasi

pemahaman, teori untuk desain simulasi

berbasis komputer dan teori untuk

mendesain instruksi bagi tim.

Prosedur formative research yang

digunakan dalam penelitian ini merujuk

pada pendapat Reigeluth and Frick (1999)

sebagai berikut:

• Memilih teori desain (atau model).

Sebagaimana yang telah dijelaskan

sebelumnya, penelitian ini memilih

model desain instruksional DI

sebagaimana yang diuraikan oleh

Rosenshine (2008) sebagai basis.

• Mendesain contoh model sebagai

sebuah aplikasi spesifik model tersebut

Seorang ahli dalam model terlibat

untuk memastikan desain contoh dari

model desain untuk menghindari

adanya kelemahan.

• Mengumpulkan dan menganalisa data

pada contoh. Hal ini dimaksudkan

untuk mengidentifikasi dan

menghilangkan masalah pada contoh,

terutama dalam metode yang

ditentukan oleh model.

• Merevisi contoh. Revisi ini berdasarkan

pengumpulan data. Sifat dari revisi

diambil dari catatan karena mewakili

hipotesis yang dengan cara itu, model

desain dapat diperbaiki.

• Mengulangi pengumpulan data dan

siklus revisi. Beberapa tambahan

sekitar pengumpulan data, analisis dan

revisi direkomendasikan. Ini adalah

cara untuk mengkonfirmasi temuan-

temuan sebelumnya.

• Merekomendasikan revisi sementara

untuk model yang ada.

Dalam makalah ini, tahapan

pertama telah dilakukan. Tahapan kedua

sampai keenam belum dilakukan.

Tahapan tersebut selanjutnya digunakan

untuk mematangkan desain instruksional

dengan melakukan pengintegrasian

prinsip-prinsip strategi makro dengan

mengadopsi cara yang dilakukan oleh

Chen and Teh (2013) dengan pola-pola

implementasi DI menurut Rosenshine

(2008). Hasil-hasil dan rekomendasi

penelitian sebelumnya, selanjutnya

diintegrasikan ke dalam struktur yang

telah ada sebagai elemen strategi mikro.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Model hipotetik untuk desain

instruksional hasil integrasi dengan DI

yang memuat strategi makro dan mikro,

disajikan pada Gambar 1 (Lampiran A).

Proses untuk memperoleh EDI mengikuti

pola yang dilakukan oleh (Chen & Teh,

2013) dalam mengembangkan desain

instruksional untuk pembelajaran

berbasis realitas virtual. Proses dimulai

dari pusat lingkaran (lingkaran pertama)

pada strategi makro dan secara bertahap

bergerak menuju lingkaran terluar.

Peneliti melakukan identifikasi tujuan-

tujuan individual dan kaitan sejumlah

tujuan tersebut untuk menghasilkan

tujuan integratif. Selanjutnya dilakukan

penyusunan skenario yang melibatkan

pemilihan konteks masalah, representasi

masalah dan ruang manipulasi masalah

yang akan membantu pencapaian tujuan

integratif.

Page 51: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

42

Proses desain berlanjut dengan

menyediakan beragam perangkat

pendukung yang diperlukan dan dapat

membantu pengajar untuk secara aktif

mendinamisasi kelasnya. Perangkat

pendukung ini mencakup informasi,

instruksi dan penjelasan. Coaching,

scaffolding dan modelling merupakan

strategi utama yang diterapkan dalam

aktivitas instruksional. Desain hipotetik

yang ada selanjutnya ‘diinjeksi’ dengan

strategi mikro yang pertimbangan

terhadap hasil-hasil penelitian terdahulu.

Penjelasan materi dengan

modelling terhadap penyajian contoh

dilakukan dengan thinking-aloud. Hal ini

dimaksudkan agar ketika seorang

pebelajar berinteraksi dengan anggota

kelompok lainnya, pengajar dapat

mengidentifikasi masalah, ide-ide dan

konsepsi yang muncul. Modelling tentang

penggunaan waktu dalam proses problem

solving terutama dalam tahapan problem

representation dan kesimultanan dalam

proses identifikasi variabel dan

penyusunan diagram juga ditunjukkan

oleh pengajar.

Integrasi elemen strategi mikro ke

dalam strategi makro melalui pola direct

instruction menurut Rosenshine (2008)

setelah dilakukan rasionalisasi, diperoleh

tahapan-tahapan hipotetik EDI

sebagaimana disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Tahapan Hipotetik EDI Fase Kegiatan hipotetik

Awal Apersepsi

Penyampaian tujuan

Inti

Pemberian instruksi dan penjelasan

(menjelaskan model keterlibatan

mahasiswa dalam pembelajaran

Penyajian materi secara bertahap,

setiap tahap ada latihan (coaching)

(dalam latihan soal, pengajar

memodelkan (modelling) dengan

thinking-aloud tahapan problem

solving; penggunaan waktu untuk

tahapan memahami dalam problem

solving dengan proporsi lebih besar,

menjadi penekanan dalam penyajian

contoh soal); penggunaan diagram,

identifikasi variabel yang diketahui

dan ditanyakan: dilakukan secara

simultan

Fase Kegiatan hipotetik

Penggunaan pendekatan reciprocal

teaching. Terdapat mahasiswa tampil

menyajikan proses problem solving

dengan thinking-aloud

Pembimbingan selama latihan awal

reciprocal teaching melalui

pendekatan scaffolding

Pengajuan sejumlah pertanyaan

untuk mengecek pemahaman

mahasiswa (penyisipan penggunaan

multi representasi)

Pembentukan kelompok

Latihan bagi mahasiswa (penyisipan

transformasi representasi eksternal

yang berfokus pada bagaimana

mengubah representasi)

Penggunaan pendekatan reciprocal

teaching dalam kelompok (ada yang

berperan sebagai pemandu anggota

kelompoknya; menyajikan proses

problem solving dengan thinking-

aloud)

Penyediaan instruksi dan latihan

yang eksplisit dan monitoring

kegiatan kelompok

Penutup

Pemberian umpan balik dan koreksi

yang sistematis

Pemberian tugas mandiri

Tabel 2 menunjukkan bahwa

integrasi prinsip-prinsip strategi makro ke

dalam pola-pola DI yang diperkaya

dengan strategi mikro membentuk strukur

EDI yang lebih spesifik namun lebih

kompleks.

Aktivitas dalam kegiatan inti

berupa penyusunan diagram dan

representasi lainnya melalui identifikasi

variabel serta penyisipan transformasi

eksternal, merupakan langkah penting

dalam pembentukan MMA bagi

mahasiswa. Kegiatan tersebut

menanamkan kemampuan memanipulasi

model mental berdasarkan proposisi-

proposisi. Kemampuan memonitor secara

metakognitif proses penyusunan model

mental dapat terbentuk melalui

modelling. Tahapan problem solving

disajikan dengan melakukan penekanan

tentang pentingnya tahapan memahami

sehingga perlu diberikan proporsi waktu

yang lebih besar. Kebiasan berpikir

reflektif diharapkan dapat tertanam

melalui penekanan tersebut.

Tahapan-tahapan EDI sebagai

sebuah desain hipotetik yang berorientasi

MMA masih memerlukan rincian lebih

Page 52: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

43

lanjut dan lebih operasional melalui

penyusunan rencana pembelajaran

sebagai bagian dari tahapan

pengembangan. Desain hipotetik yang

telah dirumuskan akan melalui prosedur

pengembangan dengan menerapkan

formative research.

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian sebelumnya,

dapat disimpulkan bahwa telah diperoleh

sebuah desain instruksional hipotetik

yang memuat integrasi prinsip-prinsip

strategi makro dari teori desain

instruksional ke dalam direct instruction.

Tahapan-tahapan eksplisit dari integrasi

tersebut selanjutnya diperkaya dengan

strategi mikro untuk menghasilkan

enhanced direct instruction hipotetik.

UCAPAN TERIMA KASIH

Kami mengucapkan terima kasih

kepada Direktorat Riset dan Pengabdian

Masyarakat, Direktorat Jenderal

Penguatan Riset dan Pengembangan,

Kemeterian Riset, Tekonologi dan

Pendidikan Tinggi atas pendanaan

penelitian ini di bawah skim Hibah Tim

Pascasarjana Tahun 2015.

DAFTAR RUJUKAN

Bascones, J., Novak, V. and Novak, J. D.

1985. Alternative Instructional Systems

and the Development of Problem-

Solving Skills in Physics. European

Journal of Science Education, 7(3).

Chen, C. J. and Teh, C. S. 2013. Enhancing

an Instructional Design Model for Virtual

Reality-Based Learning. Australasian

Journal of Educational Technology, 29(5).

Cock, M. D. 2012. Representation Use and

Strategy Choice in Physics Problem

Solving. Physical Review Special

Topics-Physics Education Research, 8,

020117. http://dx.doi.org/10.1103/ Phys

RevSTPER.8.020117.

Dykstra, R. 1968. Classroom Implications

of The First-Grade Reading Studies.

Paper presented at the College Reading

Association Conference, Knoxville, TN.

(ERIC Document Reproduction Service

No. ED 022 626).

Heron, P.R.L. 2015. Effect Of Lecture

Instruction On Student Performance On

Qualitative Questions. Physical Review

Special Topics-Physics Education

Research,, 010102 (2015). DOI:

0.1103/PhysRevSTPER.11.010102 Ibrahim, B. and Rebello, N. S. 2013. Role

of Mental Representations in Problem Solving: Students’ Approaches to Nondirected Tasks. Physical Review Special Topics-Physics Education Research, 9, . http://dx.doi.org/10.1103/ PhysRevSTPER.9.020106.

Mansyur, J. 2015. Teachers’ and Students’ Preliminary Stages in Physics Problem Solving. International Education Studies (accepted), Vol. 8, No. 9; 2015.

Muijs, D. and Reynolds, D. 2010. Effective

Teaching: Evidence and Practice: Sage.

Ningsih, H.Y.R., Mansyur, J., Darsikin,

dan Kamaluddin. 2013. Perilaku

Penggunaan Representasi Eksternal

Guru Fisika dalam Aktivitas

Pembelajaran. Prosiding Seminar

Nasional Pendidikan. Palu: Universitas

Tadulako.

Osborne, J., Simon, S. and Colins, S. 2003.

Attitudes Towards Science: a Review of

The Literature and Its Implications.

International Journal of Science

Education, 25(9).

Rahmilia, S., Mansyur, J. dan Saehana, S.

(2014). Mental-Modeling Ability

Mahasiswa pada Konsep Dasar Listrik

Statis. Prosiding Seminar Nasional

Fisika dan Pendidikan Fisika, 13

September 2014, Solo. UNS.

Redish, E. F. 1994. Implications of Cognitive

Studies for Teaching Physics. American

Journal of Physics, 62(9), 796-803. Reigeluth, C. M. and Frick, T. W. 1999.

Formative Research: A Methodology for

Creating and Improving Design

Theories. In C. M. Reigeluth (Ed.),

Instructional-Design Theories and

Models–A New Paradigm of

Instructional Theory (pp. 633-652). New

Jersey: Lawrence Erlbaum. Rosengrant, D., Van Heuleven, A. and

Etkina, E. 2006. Students’ Use Of Multiple Representations In Problem

Page 53: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

44

Solving. In P. Heron, L. McCullough and J. Marx, Physics Education Research Conference (2005 AIP Conference Proceedings) (49-52). Melville , NY: American Institute of Physics.

Rosenshine, B. 2008. Five meanings of direct

instruction. Center on Innovation &

Improvement, Lincoln. Sabia, Z. dan Mansyur, J. 2013.

Penggunaan Waktu oleh Guru dan

Siswa Dalam Tahap-Tahap Physics

Problem Solving. Prosiding Seminar

Nasional Pendidikan. Palu: Universitas

Tadulako.

Thornton, R.K. 1999. Using the Results of

Research in Science Education to

Improve Science Learning.

International Conference on Science

Education, Nicosia, Cyprus, January,

1999.

Wang, C.Y. 2007. The Role of Mental-

Modeling Ability, Content Knowledge,

and Mental Models in General

Chemistry Students’ Understanding

about Molecular Polarity. Ph.D

Dissertation. Columbia: University of

Missouri.

Whitehead, A. N., 1970. The Aims of

Education. London: Ernest Benn.

Page 54: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

1

Lampiran

MODELLING

Reviu pembelajaran

sebelumnya

Penyampaian tujuan

Penyajian materi secara

bertahap, setiap tahap

ada latihan Pemberian intruksi dan

penjelasan

Latihan bagi semua

mahasiswa

Pengajuan sejumlah

pertanyaan untuk

mengecek pemahaman

mahasiswa Pembimbingan selama

latihan awal

Pemberian umpan balik

dan koreksi yang

sistematis

Penyediaan instruksi

dan latihan yang

eksplisit dan monitoring

Kegiatan

instruksional

COACHING

Perangkat

pendukung

Skenario/masalah

Tujuan

integratif

SCAFFOLDING

Tujuan

STRATEGI MAKRO POLA-POLA DIRECT INSTRUCTION STRATEGI MIKRO

THINKING-ALOUD,

PENGGUNAAN WAKTU,

PENGGUNAAN DIAGRAM,

KESIMULTANAN,

RECIPROCAL TEACHING,

MULTI REPRESENTASI

Gambar 1. Desain Hipotetik Enhanced Direct Instruction

Konteks, representasi,

ruang manipulasi

Page 55: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

2

LAMPIRAN B. ARTIKEL UNTUK PUBLIKASI INTERNASIONAL

Enhancing Direct Instruction on Introductory Physics for Supporting

Student’s Mental-Modeling Ability

Jusman Mansyur1 and Darsikin1

1 Physics Education Department, Tadulako University, Palu, Indonesia

Correspondence: Jusman Mansyur, Physics Education Department, Tadulako University, Palu, Indonesia.

E-mail: [email protected]

Abstract

This paper describes an instructional design for introductory physics that integrates previous research results of

physics problem solving and the used of external representation into direct instruction (DI). The research is a

part of research in obtaining establihed instructional design to support mental-modeling ability. From the

integration of the previous researches of problem solving and external representation with characteristics of DI,

we obtained stages of a hyphotetical design. The hypothetical design has been developed by implementing

phases of formative research to obtain final model of enhanced direct instruction (EDI). Results of experimental

phase showed that EDI can support the increasing of students’ mental-modeling abilty.

Keywords: direct instruction, enhanced direct instruction, external representation, mental-modeling ability,

problem solving

1. Introduction

Many of us who have taught introductory physics for many years recall with dismay a number of salient

experiences: a reasonably successful student who can produce a graph but can't say what it means; a top student

who can solve all the problems but not give an overview or simple derivation; many students of varying abilities

who memorize without understanding despite our most carefully crafted and elegant lectures (Redish, 1994).

Although it has been stated more than twenty years ago, a question should be answered: how is introductory

physics lectures in 2015 year? We can find varied answers of the question and they depend on our perspective

and progress of physics education research (PER) in each our country. Contribution of PER in reforming the

lectures from traditional lecture to reformed lecture is an important aspect for resulting successful learners.

Five years after the Redish’s statement, Thornton (1999) proposed a question: “Are most students in physics

courses acquiring a sound conceptual grasp of basic physics principles?” Based on his review of some studies, he

stated that extensive studies of students' basic conceptual knowledge before and after introductory physics

courses in high schools and colleges have convinced some in the larger community of physics teachers that there

is less basic understanding than they had believed. The results of these studies show that students in selective

universities, whether they be science majors or not, fail to agree with physicists when they answer the simplest

conceptual questions. These same students are able to solve many traditional problems involving the solution of

algebraic equations or even those requiring the methods of the calculus.

One of the most widely used teaching models in introductory physics is traditional instruction (at least at

Tadulako University, Indonesia). In general, the instruction for introductory physics is conducted predominantly

in very simple steps, i.e: instructor gives explanation, problem example (solved by the instructor), and

problem(s) exercise (solved by students). The condition is also generally happened at junior and senior high

schools in Indonesia. Effects of the condition are physics perceived by students as difficult, boring, and the

teaching could result misconception(s), other difficulties or constraints in learning physics. Students enter and

leave the courses with fundamental misunderstandings of the world about them essentially intact: their learning

of facts about science remains within the classroom and has no effect on their thinking about the larger physical

world. This is due in part to stereotypes and in part to the courses actually taught (Thornton, 1999).

The impact of lecture instruction on student conceptual understanding in physics has been the subject of

research for several decades. Most studies have reported disappointingly small improvements in student

Page 56: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

3

performance on conceptual questions despite direct instruction on the relevant topics. These results have spurred

a number of attempts to improve learning in physics courses through new curricula and instructional techniques

(Heron, 2015). Efforts to create meaningful teaching as challenge for researchers in physics education. Research-

based curricula designed to improve student conceptual learning can yield substantial gains over traditional

instruction (Redish, 2004).

One of famous teaching models is Direct Instruction (DI). DI, also known as Active Teaching or Whole Class

Teaching, refers to a teaching style in which the teacher is actively engaged in bringing the content of the lesson

to students by teaching the whole class directly (Reynolds & Muijs, 2011). DI refers to instruction led by the

teacher, as in “the teacher provided direct instruction in solving problems”. The term has appeared with a variety

of meanings, some general and some specific, some positive and some negative. This problem occurs because

DI, and terms such as direct teaching and explicit instruction, has both a general meaning and a specific

meaning. The general meaning refers to any instruction that is led by the teacher regardless of quality

(Rosenshine, 2008).

Efforts for becoming DI as a effective learning has been carried out by researchers. Beginning around 1968,

researchers used DI as a summary term for the instructional procedures used to teach higher level cognitive

tasks. For example, Dykstra (1968) concluded that DI in comprehension is essential. Since that time, the term DI

has been used in a number of studies where strategies for reading comprehension, predicting, clarifying, ques-

tion-generating, summarizing, combining sentences, developing process skill, test-taking strategies and engaging

in reflective thinking (Rosenshine, 2008). Beside the researches that showed the advantages of DI in the certain

aspects, some writers believe (as summarized by Rosenshine, 2008) that DI represents undesirable teaching,

authoritarian, regimented, fact accumulation at the expense of thinking skill development, and focusing upon

tests. DI has also been portrayed as a passive mode of teaching, the pouring of information from one container,

the teacher’s head, to another container, the student’s head. All of these critics are proposing that teachers use

forms of student-centered or activity-based instruction in place of direct instruction.

Among the advantages and disadvantages of DI as described above, there is a challenge for researchers to make

the learning model is better in certain aspects by minimizing the potential shortcomings that exist. Enrichment of

the DI can be done by considering the results of previous studies.

This paper presents DI model was enriched with the results of previous studies by Rosengrant et al. (2006), Cock

(2012), Sabia et al. (2013), Ningsih et al. (2013), Ibrahim and Rebello (2013), Rahmilia et al. (2014) and

Mansyur (2015). This research aimed to obtain instructional design that are research-based instruction by making

DI as a basis to be enriched with the results of the research. Orientation of the enriched DI model (hereinafter is

called as Enhanced Direct Instruction, EDI) is a mental-modeling ability (MMA) according to the potential

aspects after it was enriched by the results of the researches, especially researches on the physics problem

solving and the use of external representational system.

Focus of the study

Previous work of Darsikin and Mansyur ( 2015) was used as an hyphotetic model that was formatively evaluated

in this study to produce a more robust design model. To do this, we followed Chen and Teh (2013) that it was

necessary to identify methods that are part of the model as either working or otherwise. Hence, the specific

objective of this study is to enrich DI model for research-based model using the formative research methodology.

The research question of this study is: Is there influence of the EDI towards MMA?

2. Theoretical Framework

Reynolds and Muijs (2011) stated that there are several reasons why DI has been found to be effective. One of

these is that studies have found that DI actually allows the teacher to make more contacts with each individual

student than individual work, and interaction between students and the teacher is a crucial aspect of successful

teaching and learning. Students have also been found to be more likely to be on task during whole class sessions

than during individualised instruction. This is mainly because it is easier for the teacher to monitor the whole

class while teaching than to monitor individual students. DI also allows the teacher to easily change and vary

activities and to react quickly to signs that students are switching off, either through lack of understanding of the

content or through boredom.

Based on across a number of studies, Rosenshine (2008) concluded that when effective teachers taught well-

structured topics, the teachers used the following pattern:

• Begin a lesson with a short review of previous learning.

Page 57: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

4

• Begin a lesson with a short statement of goals.

• Present new material in small steps, providing for tudent practice after each step.

• Give clear and detailed instructions and explanations.

• Provide a high level of active practice for all students.

• Ask a large number of questions, check for student understanding, and obtain responses from all students.

Guide students during initial practice.

• Provide systematic feedback and corrections.

• Provide explicit instruction and practice for seatwork exercises and monitor students during seatwork.

Rosenshine and Stevens (1986) and Rosenshine (2008) further grouped these instructional procedures as

teaching functions, as shown in Table 1.

Table 1. Results from the effective teacher research

Function Action

Reduce the difficulty of the task

during initial practice.

State lesson goals. Divide the task into smaller components.

Use scaffolds and guidance to

support students during initial

practice.

Teacher models use of the strategy or procedure. Teacher thinks aloud as strategies are selected and choices are made. Anticipate student errors. Check for student understanding.

Obtain responses from all students.

Gradually combine the components into a whole.

Provide supportive feedback.

Provide systematic corrections and feedback.

Provide check lists.

Provide models of the completed task.

Provide students with fix-up strategies.

Provide for extensive student

independent practice.

According to Merrill (2007) there are two main principles of instructional, namely: (1) instructional goal is to

encourage the development of cognitive structure that is more consistent with the performance of the expected

learning outcomes and (2) the instructional goal is to encourage active cognitive processing that enables learners

to use cognitive structure in a manner consistent with the performance of the expected learning outcomes. There

are principles of macro-strategy that can be followed with respect to instructional design as summarized by Chen

and Teh (2013) in Table 2.

Table 2. Principles of the macro-strategy (Chen & Teh, 2013)

Principle Description

Objectives Identifying the types of learning (labels, verbal information, intellectual skills

and/or cognitive strategies) and the respective learning objectives.

Integrative goals Determining the integrative goals by combining several interrelated objectives that

are to be integrated into a comprehensive purposeful activity, which is called an

enterprise.

Enterprise

scenario/problem

Identifying the enterprise scenario that must be played out in conducting the

enterprise. It is similar to the problem posed in a constructivist learning

environment. This problem comprises three integrated components: problem

context, problem representation, and problem manipulation space.

Support tools Providing various interpretative and intellectual systems to support constructivist

learning through the problem posed. These may include related cases, information

resources, and various cognitive tools.

Instructional activities Providing instructional activities to support constructivist learning, which

Page 58: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

5

include modeling, coaching, and scaffolding.

For assessing student’s MMA, we used a rubric of Wang (2007) and it has been modified by Mansyur (2010) as

presented in Table 3.

Tabel 3. Protocol of MMA (Wang, 2006; Mansyur, 2010)

Characteristic of MMA Score MMA score (maximum)

1a Generate a mental model w/ and w/o a 2D representation (diagram) or other relevant representation Or

2

2

1b Generate a mental model based on a 2D representation (diagram) or other relevant representation

1

2a Manipulate the mental model based on propositions Or

4

4 2b

Possess a rigid mental model and conclude that the shape of mental model would not change when a new proposition is added to the model; sometimes need to rely on a concrete model

2

3 Metacognitively monitor processes of mental modeling 2 2

4 Self-check using an alternative approach to test or inspect the mental model to identify errors from the mental model

2 2

Total (maximum) 12

Not included in this article

Regarding to the instruction design, Component 1a (or ib) and 2a (or 2b) are the main orientation of this

research. We focus to improve student’s ability in transforming a form of external representation to other

representations.

Formative Reserach

This article focuses on enhancing the instructional design model using formative research. The work entails what

many have called design and development research (Chen & Teh, 2013). Reigeluth and Frick (1999) stated that

formative research as a kind of developmental research or action research that is intended to improve design

theory for designing instructional practices or processes. Using it as the basis for a developmental or "action"

research methodology for improving instructional-design theories is a natural evolution from its use to improve

particular instructional systems. It is also useful to develop and test design theory on other aspects of education,

including curriculum development, counseling, administration, finance, and governance. Formative research has

been used to improve existing instructional design theories and models, such as the elaboration theory, a theory

to facilitate understanding, a theory for the design of computer-based simulations and theory for designing

instructions for teams (Chen & Teh, 2013).

The process for conducting the formative research in this study was adapted from the process suggested by

Reigeluth and Frick (1999) and it has been implemented by Chen & Teh (2013) as following:

a) Selecting a design theory (or model).

b) Designing an instance of the model, which is a specific application of the design model. This study involved

an expert of the model to ensure the design instance was as pure an instance of the design model as possible

to avoid two types of weaknesses; omission and commission.

c) Conducting a pilot study.

d) Collecting and analysing formative data on the instance. The intent is to identify and remove problems in the

instance, explore consequences of adding new elements to or removing existing elements from the design

instance as well as to reconfirm the appropriateness of methods prescribed by the model.

e) Repeating data collection and analysis cycles to confirm earlier findings.

f) Offering tentative revision for the model.

Most of these stages are used to finalize the instructional design by integrating the principles of macro-strategy

by adopting Chen and Teh (2013) work with the patterns of DI implementation according Rosenshine (2008).

Page 59: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

6

Results and recommendations of previous studies, further integrated into the existing structure as elements of

micro-strategy.

3. Method

2.1 Expert Validation for the Initial Model

Expert validation was carried out to provide the suitability of the theoretical models with learning targets from

the viewpoint of experts. Aspects and indicators of the assessment are:

a. Macro strategy: scope, clarity, integration and rationality.

b. Micro startegy: scope, clarity, integration, rationality and supporting to macro strategy.

c. Potential aspect: supporting to MMA, supporting to effective problem solving and flexibility in

implementation.

d. Accommodation: integration with previous research results and conformity with levels of thinking (high

school student to the second year university student).

2.2 Pilot Study

Pilot study was conducted in Introductory Physics II (Academic year 2014/2015). Focuses of the pilot study

were on implementation aspects and flexibility of general stages of the design. The study was dominat as

reflective study.

2.3 Sampling

Research population was 115 students of Physics Education Study Program (Academic year 2015/2016). They

were distributed in three classes, excluding students have backgrounds in senior vocational high schools. The

research sample was determined by purporsive random sampling where there was one class (Class A, n = 34) as

an experimental group and one class (Class B, n = 30) as the control group.

2.3 Intervention

Experimentation of EDI as hypothetical model implemented using quasi-experimental design. In the

experimental group, the interventon was done by applying EDI, while the control group implemented DI model

(as a conventional learning). Both the experimental and control group, the learning took place six lessons

excluding introductory meeting/lecture contract, pretest and posttest session.

2.2 Data Collection

Data collection included pretest, posttest, and interview. Pretest and posttest emphasized on the data relating to

aspects of MMA is about the transformation of the representation from available propositions of each problem.

In this case, construction of a diagram as the main focus of MMA. The interview focused on the response of

students regarding to structure of learning in experimental group.

2.2.1 Instrument

2.2.1.1 Test

The test for pretest and posttest includes concept mastery of fundamental mechanics in Introductory Physics I,

namely Kinematics, Dynamics and Work-Energy consists of five items essay test. Although the test is a test of

concept mastery, the test can be used to assess aspects of MMA by using a rubric. All the problems included in

the test contain elements as stimulus for students to use diagram in problem solving activity. If each student

made up diagram more than one in every problem, we counted them as one diagram so that there are five

diagrams (as maximum) for each student.

2.2.1.2 Rubric

MMA rubric was predominantly used to assess Component 1a (or 1b) and 2a (or 2b) of Table 1 as the main

focus of this study.

2.2.1.3 Interview Protocol

Interview protocol includes questions about the responses of students to the learning structure has been implemented.

2.3 Data Analysis

Although this study used a quasi experimental design, data analysis focused on aspects of qualitative-descriptive

of the learning model. Data analyses were carried out on aspects of MMA that appeared on the answer sheet in

the experimental and control group. In this case, we calculated students proportion in both classes that

Page 60: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

7

%100100

xP

PPg

pre

prepost

p−

−=

%100max

xDD

DDg

pre

prepost

d−

−=

%100max

xMM

MMg

pre

prepost

mma−

−=

constructed diagram for each problem in the pretest and posttest. In addition, we calculated the total number of

diagrams constructed by students. The data also as an initial benchmark for assessing the condition of the real

MMA. The increasing of the students proportion that constructed the diagram using formula (Hake, 2007):

(1)

where:

<gp> : average normalized gain for students proportion

Ppre : students proportion that constructed the diagram in pretest

Ppost : students proportion that constructed the diagram in posttest

The increasing of the number of diagrams using formula (Hake, 2007):

(2)

where:

<gp> : average normalized gain for number of diagrams

Dpre : total number of diagrams in pretest

Dpost : total number of diagrams in posttest

Dmax : total maximum number of diagrams

The increasing of the number of diagrams using formula (Hake, 2007):

(3)

where:

<gmma>: average normalized gain for MMA

Mpre : MMA score in pretest

Mpost : MMA score in posttest

Mmax : total maximum score of MMA

Analysis of the interview results emphasize on the comfort and convenience of students to involve their self in

the learning structure. The interview results are also used to determine implementation aspects of the model to

accommodate the needs of students.

3. Results and Discussion

3.1 Description of Hypothetical Model

Hypothetical model for instructional design as integration results, containing macro- and micro-strategy,

presented in Appendix A (Darsikin & Mansyur, 2015). Process for obtaining EDI follow the pattern made by

Chen and Teh (2013) in developing an instructional design for virtual reality-based learning. The process starts

from the center of the circular shape of the macro-strategy (innermost ring) and gradually moves outward to the

outmost ring. The existing hypothetical was ‘injected’ with micro-strategy by considering the previous

researches results.

Integration of micro-strategy elements into macro-strategy through DI pattern of by Rosenshine (2008) and

research of Hunter (1982) after rationalization, we obtained hypothetical stages of EDI (Darsikin & Mansyur,

2015) as presented in Table 4.

Table 4. DI pattern and hyphotetical stages of EDI

Direct instruction pattern (Rosenshine, 2008) Hyphotetical stages of EDI (Darsikin & Mansyur,

2015)

• Begin a lesson with a short review of previous Elicite initial knowledge

Page 61: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

8

Direct instruction pattern (Rosenshine, 2008) Hyphotetical stages of EDI (Darsikin & Mansyur,

2015)

learning

• Begin a lesson with a short statement of goals

• Present new material in small steps, providing

for student practice after each step

• Give clear and detailed instructions and

explanations

• Provide a high level of active practice for all

students

• Ask a large number of questions, check for

student understanding, and obtain responses

from all students

• Guide students during initial practice

• Provide systematic feedback and corrections

• Provide explicit instruction and practice for

seatwork exercises and monitor students during

seatwork

Inform learning goal

Give instruction and explanation (explain mode of

students’ involvement in the learning)

Present learning material, gradually. There is

exercise(s) in each step. In the problem exercise,

lecturer modeling the problem solving steps by

thinking-aloud; give time for problem understanding

step with its proportion is more than the other; it should

be emphasized in presenting problem example; the

used of diagram, identification of given and required

variables should simultaneously be done.

Provide reciprocal teaching approach (in small scale).

One or more students perform problem solving process

by thinking-aloud.

Guide students during initial practice.

Ask a large number of questions, check for student

understanding, and obtain responses from all students

(insert the use of multiple representations).

Form groups.

Provide practice for students (insert information of

external representation and its transformation).

Use reciprocal teaching approach in groups (there is a

student as a guide for his/her group; he/she performs

problem solving by thinking-aloud).

Provide explicit instruction and practice for seatwork

exercises and monitor students during seatwork.

Provide systematic feedback and corrections.

Provide independent task.

Based on the pattern of DI by Rosenshine (2008) in Table 4, we conducted modification and rationalization in

order to aspects that be a suppression (based on the findings of previous research) and Hunter’s (1982) research,

easily integrated. Table 4 shows that the integration of the principles of macro-strategy into DI pattern with

micro-strategy forming EDI structure that is more specific but more complex.

The stages of EDI as a hypothetical design orientates MMA should be operated through the preparation of lesson

plans as part of the development stage. The hypothetical design that has been formulated following the

development procedure by applying formative research. The hypothetical design has been also validated by an

expert to obtain its feasibilty. Result of the expert validation is presented in Table 5. Table 5 shows that

according to the validator, in general, the proposed theoretical model has potential characteristics to be further

developed.

Table 5. Result of the expert validation about hypothetical model

Aspect Indicator Score (max. = 4)

Macro strategy

Scope 4

Clarity 3

Integration 4

Rationality 4

Micro strategy

Scope 4

Clarity 4

Supporting to macro strategy 4

Rationality 3

Potential aspect

Supporting to mental-modeling ability 3

Supporting to effective problem solving 4

Flexibility in implementation 3

Page 62: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

9

Accommodation

Integration with previous research results 3

Conformity with levels of thinking (high school student to the

second year university student)

4

3.2 Results of Experimentation

3.2.1 Results of Pretest and Posttest

Description of pretest and posttest results in both groups is presented in Table 6. Table 6 contains proportion and

an increasing of the proportion (after normalized) of students that constructed a diagram on each item. The table

does not show the correctness of the diagram. However, the data can reflect the proportion of students who have

been trying to construct a diagram as a main component of MMA.

Table 6. Proportion of students constructed diagram for each item and N-gain

Experimental group (n = 34) Control group (n = 30)

Item

number

Pretest

(%)

Posttest

(%)

N-gain Pretest

(%)

Posttest

(%)

N-gain

% Category % Category

1 38 68 48 Moderate 10 30 22 low

2 62 85 62 Moderate 37 67 47 moderate

3 71 88 60 Moderate 60 87 67 moderate

4 9 71 68 Moderate 3 13 10 low

5 6 88 88 High 10 27 19 low

Average 37 80 65 Moderate 24 45 33 moderate

Table 7. Increasing of number of diagrams were constructed by students for the both group

Exp. group (n = 34, max. number = 170) Cont. group (n = 30, max. number = 150)

Pretest Posttest N-gain

Pretest Posttest N-gain

% Category % Category

62 136 69 moderate 35 66 27 Low

Table 6 shows that an increasing of students proportion that constructed diagram in pretest and posttest in both

groups. However, the largest proportion occurred in the experimental group. This illustrates that learning with DI

structure which has been modified as EDI can improve students’s attention to a role of the diagram as a

representation that is very important in problem solving. The students proportion has relation with number of

diagrams constructed by students. Table 7 shows the increasing number of diagram constructed from pretest to

posttest in the both groups.

The correctness and feasibility of the constructed diagrams further reviewed using the MMA rubric by Wang (2007) and Mansyur (2010). Students’ MMA score for the both groups is displayed in Table 8.

Table 8. Score and N-gain of MMA for the both groups

Exp. group (n = 34, max. score = 1020) Cont. group (n = 30, max. score = 900)

Pretest Posttest N-gain

Pretest Posttest N-gain (%)

(%) Category % Category

121 248 14 Low 103 177 9 Low

*Maximum score for each item is 6, total score for overall items is 30.

Table 8 shows that there is an increasing of MMA score for the both groups but N-gain or <gmma> is low

category. There is a difference of <gmma> between experimental and control group, qualitatively. The value of

Page 63: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

10

<gmma> in experimental group is larger than the value of <gmma> in control group. This shows that teaching with

EDI (in experimental group), qualitatively outperforms teaching with DI (in control group). Although <gmma> is

low category, explicit emphasizing during the learning in experimental group took place on the importance of the

diagram, contributing to the ‘embryo’ of a productive problem solving.

3.2.2 Interview

In this part, we present results of interview of two students. The interviews focused on the students’ response

about the structure the learning and the role of diagram in problem solving activity. The two students were Zahra

and Dian (assumed).

When Zahra was asked what is her opinion about the structure the learning, she said (tanslated):

By teaching, gradually...through the diagram...allows us to analyze cases (phenomena) that exist...we were

taught in high school...directly into a formula...know ...required... But we can not analyze and can forget the

concept of the one and the other...With such a systematic way ...we can understand in detail starting from the

root (basic). We are not easy to make a mistake...do it with a good understanding. Presentation of the

concept...interesting...and can make us pull out our arguments and our opinions about what we think about

the concept and be able to know that it is understandable and wrong. About presentation of problem

examples... from simple to more complicated, the difficulty level,... gradually...

Dian said (translated):

Very good teaching structure..., we were taught as...need to know how to solve problems,...how to find their

solution...do not understand the concepts associated with the phenomena... (your) teaching started from the

concept, for example...can think logically... We...were...remember a formula...During the last time (in high

school, I was taugt ...direct to formula... We do not know when the formula will be used. In your class...with

the help of diagrams...we know when it moves like a...formula...like this... The use of diagram ...sometimes we

just use the theory, logic does not immediately catch it...If using diagrams... can think of ...like this ...

Base on the interviews result, we can state that the students can follow the teaching and learning process. The

teaching structure and the emphasizing of the use diagram are important points of EDI in supporting the

improvement of students’ MMA aspects as presented in Table 6 to Table 8.

3.2.3 Reflection

Reflection activity is mainly focused on understanding of the weakness of the learning structure. There was one

stage of EDI model which lecturer had difficulty to implement it (from Table 4), i.e. “use reciprocal teaching

approach in groups (there is a student as a guide for his/her group; he/she performs problem solving by thinking-

aloud)”. The lecturer has difficulty in managing his class regarding implementation of reciprocal teaching and

thinking-aloud by students in their groups. It needs more time for practicing the activities. Base on the

consideration, we tend to exclude two stages from the EDI structure. In order to obtain final model, we carried

out revision of the structure.

3.3 Final Model

After the revision process, we have obtained final model of EDI, as presented in Table 8.The final model is more

simple than before the revision. In order to optimize the potential aspects of the model, we give short description

in implementation. For example, enrichment of the teaching with a modeling of problem solving was done with

thinking-aloud. This is intended that when a student interacts with other students, lecturer can identify their

problems, ideas and conceptions. Modeling on the use of time in the problem solving process, especially in the

stages of problem representation and process of variables identification and construct a diagram are

simultaneously shown by the lecturer.

Table 8. Hyphotetical and final model of EDI

Hyphotetical Stages of Model (Darsikin & Mansyur,

2015)

Stages of Final Model

Elicite initial knowledge Elicite initial knowledge

Inform learning goal Inform learning goal

Give instruction and explanation (explain mode of

students’ involvement in the learning)

Give instruction and explanation (explain mode of

students’ involvement in the learning)

Page 64: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

11

Hyphotetical Stages of Model (Darsikin & Mansyur,

2015)

Stages of Final Model

Present learning material, gradually. There is

exercise(s) in each step. In the problem exercise,

lecturer modeling the problem solving steps by

thinking-aloud; give time for problem understanding

step with its proportion is more than the other; it

should be emphasized in presenting problem

example; the used of diagram, identification of given

and required variables should simultaneously be

done.

Present learning material, gradually. There is

exercise(s) in each step. In the problem exercise,

lecturer modeling the problem solving steps by

thinking-aloud; give time for problem understanding

step with its proportion is more than the other; it

should be emphasized in presenting problem

example; the used of diagram, identification of given

and required variables should simultaneously be

done.

Provide reciprocal teaching approach (in small scale).

One or more students perform problem solving

process by thinking-aloud.

Provide reciprocal teaching approach (in small scale).

One or more students perform problem solving

process by thinking-aloud.

Guide students during initial practice. Guide students during initial practice.

Ask a large number of questions, check for student

understanding, and obtain responses from all students

(insert the use of multiple representations).

Ask a large number of questions, check for student

understanding, and obtain responses from all students

(insert the use of multiple representations).

Form groups.

Provide practice for students (insert information of

external representation and its transformation).

Provide practice for students (insert information of

external representation and its transformation).

Use reciprocal teaching approach in groups (there is a

student as a guide for his/her group; he/she performs

problem solving by thinking-aloud).

Provide explicit instruction and practice for seatwork

exercises and monitor students during seatwork.

Provide explicit instruction and practice for seatwork

exercises and monitor students during seatwork.

Provide systematic feedback and corrections. Provide systematic feedback and corrections.

Provide independent task. Provide independent task.

Steps in the core activity such as preparation of diagram and other representations through variables

identification and insertion of transformation of external representation, is an important step in the forming of

students’ MMA. The activity can support an ability to manipulate mental models based propositions (Rosengrant

et al., 2006). Student’s ability to metacognitively monitor the construction process can form mental model

through the modeling. Stages of problem solving are presented by emphasizing the importance of understanding

problem stage by providing a greater proportion of time (Mansyur, 2015). Reflective thinking habits are

expected to be improved through the suppression (Darsikin & Mansyur, 2015). The central issue of this context

is that students must be made aware of their own learning habits, promoting them to conscious facilitator in the

knowledge construction process (Gerace & Beatty, 2005).

4. Conclusion and Recommendation

Based on the previous description, it can be concluded that we have acquired a instructional design. The design

includes the integration of the principles of macro-strategy of instructional design theory into direct instruction.

Explicit stages of integration were further enriched with micro-strategy to obtain final model of enhanced direct

instruction. This research provides some evidences of the effects of using enhanced direct instruction on

students’ mental-modeling ability. In comparison, enhanced direct instruction was more effective in developing a

part of mental-modeling ability characteristics than ‘normal’ direct instruction. Enhanced direct instruction

fosters these student’s learning outcomes by engaging students actively in solving problems and becoming aware

of every phases of the process. Further research is needed to compare the model with other models in improving

student’s learning outcomes.

Acknowledgments

We would like to thank to Directorate of Higher Education, Ministry of National Education and Culture of

Indonesia for funding this research in Hibah Tim Pascasarjana scheme under contract No.

052/SP2H/PL/Ditlitabmas/II/2015. Secondly, we wish to thank I Komang Werdhiana for his validation and

Page 65: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

12

valuable discussion. Lastly, we also would like to extend the gratitude to Nadrun for polishing some of the

English in this article.

References

Chen, C. J. & Teh, C. S. (2013). Enhancing an Instructional Design Model for Virtual Reality-Based Learning.

Australasian Journal of Educational Technology, 29(5).

Cock, M. D. (2012). Representation Use and Strategy Choice in Physics Problem Solving. Physical Review

Special Topics-Physics Education Research, 8, 020117. http://dx.doi.org/10.1103/.

Darsikin & Mansyur, J. (2015). Enhanced Direct Instruction Model Orientates Mental–Modeling Ability Base on

Research of Physics Porblem Solving and External Representation. National Seminar of Physics

Department, FMIPA UM 2015.

Dykstra, R. (1968). Classroom Implications of The First-Grade Reading Studies. Paper presented at the College

Reading Association Conference, Knoxville, TN. (ERIC Document Reproduction Service No. ED 022

626).

Gerace, W.J. & Beatty, I.D. (2005). Teaching vs. Learning: Changing Perspectives on Problem Solving in

Physics Instruction. The 9th Common Conference of the Cyprus Physics Association and Greek

PhysicsAssociation: Developments and Perspectives in Physics—New Technologies and Teaching of

Science, Nicosia, Cyprus, Feb 4-6, 2005.

Hake, R.R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. American Educational Research Association’s Division D,

Measurement and Research Methodology, <http://lists.asu.edu/cgi-bin/wa?A2 >.

Heron, P.R.L. (2015). Effect Of Lecture Instruction On Student Performance On Qualitative Questions.

Physical Review Special Topics-Physics Education Research,, 010102 (2015). DOI:

0.1103/PhysRevSTPER.11.010102

Hunter, M. (1982). Mastery teaching. El Segundo, CA: TIP Publications.

Ibrahim, B. & Rebello, N. S. 2013. Role of Mental Representations in Problem Solving: Students’ Approaches to

Nondirected Tasks. Physical Review Special Topics-Physics Education Research, 9, .

http://dx.doi.org/10.1103/ PhysRevSTPER.9.020106.

Mansyur, J. (2010). Phenomenographic Study of Cross-Academic Level Subjects’ Mental Model Aspects in

Physics Problem Solving of Mechanics Fundamental Concepts. Dissertation. Bandung, Graduate School

of Indonesia University of Education.

Mansyur, J. (2015). Teachers’ and Students’ Preliminary Stages in Physics Problem Solving. International

Education Studies, Vol. 8, No. 9, 2015.

Merrill, M.D. (2007). A Task-Centered Instructional Strategy. Journal of Research on Technology in Education,

2007, 40(1) Ningsih, H.Y.R., Mansyur, J., Darsikin & Kamaluddin. (2013). Physics Teachers’ Behaviour Using External

Representation in Learning Activity. Proceedings of National Seminar on Education. Palu: Tadulako

University.

Rahmilia, S., Mansyur, J. & Saehana, S. (2014). Students’ Mental-Modeling Ability of Electrostatics Concepts.

Proceedings of National Seminar on Physics and Physics Education, September 13, 2014, Solo. UNS.

Redish, E. F. (1994). Implications of Cognitive Studies for Teaching Physics. American Journal of Physics,

62(9), 796-803.

Redish, E.F. (2004). A Theoretical Framework for Physics Education Research: Modeling Student Thinking, in

E. Redish and M. Vicentini (Eds.), Proceedings of the Enrico Fermi Summer School, Course CLVI

(Italian Physical Society, 2004).

Reigeluth, C. M. & Frick, T. W. (1999). Formative Research: A Methodology for Creating and Improving

Design Theories. In C. M. Reigeluth (Ed.), Instructional-Design Theories and Models–A New Paradigm

of Instructional Theory (pp. 633-652). New Jersey: Lawrence Erlbaum.

Reynolds, D. & Muijs, D (2011). Effective Teaching: Evidence and Practice.3rd edition. London: Sage

Publications Ltd.

Rosengrant, D., Van Heuleven, A. & Etkina, E. (2006). Students’ Use Of Multiple Representations In Problem

Solving. In P. Heron, L. McCullough and J. Marx, Physics Education Research Conference (2005 AIP

Conference Proceedings) (49-52). Melville , NY: American Institute of Physics.

Page 66: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

13

Rosenshine, B. (2008). Five meanings of direct instruction. Center on Innovation & Improvement, Lincoln.

Rosenshine, B., & Stevens, R. (1986). Teaching functions. In M. Wittrock (Ed.), Handbook of research on

teaching (3rd ed.). New York: Macmillan

Sabia, Z. & Mansyur, J. (2013). The Used Time of Teachers and Students in Physics Problem Solving Stages.

Proceedings of National Seminar on Education. Palu: Tadulako University.

Thornton, R.K. (1999). Using the Results of Research in Science Education to Improve Science Learning.

International Conference on Science Education, Nicosia, Cyprus, January, 1999.

Wang, C.Y. (2007). The Role of Mental-Modeling Ability, Content Knowledge, and Mental Models in General

Chemistry Students’ Understanding about Molecular Polarity. Ph.D Dissertation. Columbia: University

of Missouri.

Page 67: LAPORAN TAHUN III PENELITIAN TIM PASCASARJANA

MODELLING

Review of previous

learrning review

Inform learning goal

Present new material in

small steps

Give clear and detailed

instructions and explanations

Practice for all students

Ask a large number of

questions

Guide students during initial

practice

Provide systematic feedback

and corrections

Provide explicit instruction

and practice

COACHING

Support tools

Enterprise scenario/problem

Integrative goal

SCAFFOLDING

Objectives

MACRO-STRATEGY PATTERNS OF DIRECT INSTRUCTION MICRO-STRATEGY

THINKING-ALOUD,

THE USE OF TIME,

THE USE OF DIAGRAM ,

SIMULTANEOUSNESS

RECIPROCAL TEACHING,

MULTIPLE REPRESENTATION

Figure 1. Hypothetical Design of Enhanced Direct Instruction

Context, representation,

manipulation space

Appendix A

Copyrights

Copyright for this article is retained by the author(s), with first publication rights granted to the

journal.

This is an open-access article distributed under the terms and conditions of the Creative Commons

Attribution license (http://creativecommons.org/licenses/by/3.0/).