Laporan Study Tour Jogja

57
LAPORAN STUDI TUR YOGYAKARTA Makalah Diajukan untuk memenuhi tugas ujian praktik bahasa Indonesia tahun ajaran 2009/2010 Disusun oleh : Nama : Husnul Khotimah Kelas : XII IPA-4 NIS : 070810214

description

laporan study tour jogja

Transcript of Laporan Study Tour Jogja

LAPORAN STUDI TUR YOGYAKARTA

MakalahDiajukan untuk memenuhi tugasujian praktik bahasa Indonesia

tahun ajaran 2009/2010

Disusun oleh :

Nama : Husnul KhotimahKelas : XII IPA-4NIS : 070810214

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1 BALARAJAKABUPATEN TANGERANG

2010

HALAMAN PENGESAHAN

Makalah ini disetujui dan disahkan pada tanggal Maret 2010oleh :

Pembimbing,

Drs. Rahmat RasyidiNIP. 195304091979031005

Diketahui,Kepala SMA N 1 Balaraja

Ade Heryanto, S.Pd.NIP. 19506101982031009

KATA PENGANTAR

Saya memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Mahaesa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyusun makalah yang berjudul Laporan Studi Tur Yogjakarta.

Dalam makalah ini saya akan membahas tentang Kraton Yogyakarta, yaitu dari segi arti nama Kraton Yogjakarta, sejarah berdirinya Kesultanan Yogjakarta, lokasi Kraton Yogjakarta, bangunan-bangunan di lingkungan Kraton Yogjakarta, fungsi Kraton Yogjakarta, dan raja-raja Kesultanan Yogjakarta. Candi Prambanan, yaitu dari segi asal usul nama, sejarah berdirinya Candi Prambanan, lokasi Candi Prambanan, dan deskripsi bangunan. Dan yang terakhir saya membahas mengenai Candi Borobudur, yaitu dari segi arti nama Candi Borobudur, sejarah Candi Borobudur, letak dan lingkup Candi Borobudur, uraian bangunan Candi, uraian relief, uraian patung, arti simbolis, dan usaha penyelamatan Candi Borobudur.

Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberiakan dukungan dan inspirasi yang dapat menghasilkan semangat dalam pembuatan makalah ini. Adapun pihak-pihak yang telah membantu saya dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :

1) Bapak Ade Heryanto, S.Pd, selaku Kepala Sekolah SMAN 1 Balaraja;2) Bapak Drs. Rahmat Rasyidi, selaku pembimbing makalah;3) Bapak H. Marsim dan Ibu Saripah, selaku orang tua yang selalu memberikan

dukungan moral dan material; dan 4) Indah, Lola, Suci, Sri, Mumun dan seluruh teman di kelas XII IPA-4 yang telah

membantu dalam penyusunan makalah ini.

Makalah yang saya susun ini belum sempurna, baik dari segi materi maupun teknik penulisannya. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Saya harap makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan informasi tentang objek wisata yang ada di Yogjakarta dan sekitarnya.

Tangerang, 04 Maret 2010

Penyusun

DAFTAR ISI

HalamanKATA PENGANTAR……………………………………………………………DAFTAR ISI……………………………………………………………………..

BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………………….1.1 Latar Belakang……………………………………………………….1.2 Tujuan………………………………………………………………..1.3 Pembatasan Masalah…………………………………………………1.4 Teknik Pengumpulan Data…………………………………………...1.5 Sistematika Penulisan………………………………………………..

BAB II. PEMBAHASAN ……………………………………………………….2.1 Objek Wisata Kraton Yogjakarta…………………………………….

2.1.1 Arti Nama Kraton Yogjakarta………………………………….2.1.2 Sejarah Berdirinya Kasultanan Yogjakarta…………………….2.1.3 Wilayah Kraton Yogjakarta……………………………………2.1.4 Bangunan-bangunan di Lingkungan Kraton Yogjakarta……….2.1.5 Arsitektur Kraton Yogyakarta………………………………….2.1.6 Fungsi Kraton Yogjakarta………………………………………2.1.7 Raja-raja Kesultanan Yogjakarta………………………………2.1.8 Filosofi dan Mitologi Kraton Yogyakarta………………………

2.2 Objek Wisata Candi Borobudur……………………………………….2.2.1 Arti Nama Candi Borobudur……………………………………2.2.2 Sejarah Candi Borobudur……………………………………….2.2.3 Letak dan Lingkungan Candi Borobudur……………………….2.2.4 Uraian Bantuk Bangunan Candi Borobudur…………………….2.2.5 Uraian Patung……………………………………………………2.2.6 Usaha Penyelamatan Candi Borobudur………………………….

2.3 Objek Wisata Candi Prambanan………………………………………2.3.1 Sejarah dan Asal-usul Nama Candi Prambanan…………………2.3.2 Lokasi Candi Prambanan…………………………………………2.3.3 Deskripsi Bangunan……………………………………………..2.3.4 Candi-candi di Lingkungan Candi Prambanan………………….

BAB III. PENUTUP………………………………………………………………3.1 Kesimpulan ……………………………………………………………3.2 Saran…………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya dengan budaya, suku bangsa, bahasa, adat

istiadat, hasil alam, serta tempat-tempat yang memiliki nilai sejarah yang tinggi.

Indonesia telah mengalami beberapa kali penjajahan oleh bangsa-bangsa asing,

sehingga banyak budaya serta peninggalan-peninggalan baik serupa benda

ataupun bangunan-bangunan yang bersejarah di berbagai daerah atau kota di

Indonesia. Khususnya di Pulau Jawa, karena pada masa penjajahan Pulau Jawa

dijadikan tempat persinggahan serta benteng-benteng pertahanan oleh para

penjajah. Bukan hanya itu, Pulau Jawa merupakan daerah yang banyak memiliki

sumber kekayaan alam.

Budaya yang telah masuk ke Indonesia sudah banyak dianut oleh masyarakat

Indonesia. Bukti-bukti dari setiap peradabanpun kini masih terjaga dan disimpan

dalam museum bersejarah. Salah satu contoh bukti peradaban yang hingga kini

masih terjaga yaitu bangunan candi, diantaranya bangunan yang terkenal sebagai

keajaiban dunia yaitu Candi Borobudur, Candi Prambanan, serta masih banyak

nama candi yang ada. Bangunan tersebut merupakan bukti bahwa Indonesia telah

mengalami peradaban Hindu-Budha yang dibawa dan disebarkan oleh pedagang

dari negara India.

Bukan hanya bangunan candi, tetapi banyak bangunan yang dijadikan tempat

tinggal bagi pembesar-pembesar setiap daerah. Contohnya, bangunan Kraton

Yogjakarta. Yogjakarta bukanlah kota yang asing lagi ditelinga para wisatawan,

baik dari dalam negeri mupun dari mancanegara. Kota yang dijuluki “Kota

Pelajar” ini menyimpan sejuta pesona kebudayaan yang perlu dijadikan

kebanggaan tersendiri bagi Indonesia.

Keasrian budaya dan tradisinya masih sangat melekat dan tetap dipelihara oleh

masyarakaynya, menjadikan daya tarik tersendiri bagi para wisatawan untuk

mengunjunginya, tak terkecuali sekolah-sekolah yang setiap tahunnya

mengadakan studi tur ke Yogjakarta.

Studi tur Yogjakarta yang telah dilaksanakan pada tanggal 14 sampai 17

Desember 2009 oleh segenap dewan guru dan seluruh siswa-siswa kelas XII SMA

N 1 Balaraja memberikan kesan tersendiri terhadap kota Yogjakarta itu. Guna

memperluas wawasan yang diharapkan dapat menambah rasa nasionalisme dan

cinta kebudayaan sendiri dikalangan pelajar.

1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah adalah sebagai berikut.

1) untuk mengetahui bangunan-bangunan bersejarah yang telah dikunjungi

selama di Yogjakarta;

2) untuk menambah wawasan mengenai Kraton Yogjakarta yaitu dari segi arti

nama Kraton Yogjakarta, sejarah berdirinya Kesultanan Yogjakarta, lokasi

Kraton Yogjakarta, bangunan-bangunan di lingkungan Kraton Yogjakarta,

fungsi Kraton Yogjakarta, dan raja-raja Kesultanan Yogjakarta. Candi

Prambanan, yaitu dari segi asal usul nama, sejarah berdirinya Candi

Prambanan, lokasi Candi Prambanan,dan deskripsi bangunan. Dan, yang

terakhir saya membahas mengenai Candi Borobudur, yaitu dari segi arti

nama Candi Borobudur, sejarah Candi Borobudur, letak dan lingkup Candi

Borobudur, uraian bangunan Candi, uraian relief, uraian patung, arti

simbolis, dan usaha penyelamatan Candi Borobudur; dan

3) untuk mengetahui arti penting peninggalan kebudayaan yang bernilai

sejarah di Yogjakarta.

1.3 Pembatasan Masalah

Selama berada di Yogjakarta, beberapa tempat yang saya kunjungi di antaranya:

1) Kampus Universitas Gadjah Mada;

2) Kraton Yogjakarta;

3) Malioboro;

4) Candi prambanan;

5) Kaliurang; dan

6) Candi borobudur.

Namun, dalam makalah ini hanya tiga obyek wisata yang saya bahas, yaitu

Kraton Yogjakarta, Candi Prambanan, dan Candi Borobudur.

1.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang saya gunakan dalam pembuatan makalah ini

sebagai berikut.

1) Observasi

Saya mengunjungi secara langsung objek wisata pada tanggal 15 dan 16

desember 2009.

2) Studi kepustakaan

Saya mencari informasi dari buku yang berhubungan dengan isi pembahasan.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan makalah ini sebagai berikut.

Bab I. Pendahuluan, berisi latar belakang, tujuan, pembatasan masalah, teknik

pengumpulan data, dan sistematika penulisan.

Bab II. Pembahasan, membahas Kraton Yogjakarta yaitu dari segi arti nama

Kraton Yogjakarta, sejarah berdirinya Kesultanan Yogjakarta, lokasi Kraton

Yogjakarta, bangunan-bangunan di lingkungan Kraton Yogjakarta, fungsi Kraton

Yogjakarta, dan raja-raja Kesultanan Yogjakarta. Candi Prambanan, yaitu dari

segi asal usul nama, sejarah berdirinya Candi Prambanan, lokasi Candi

Prambanan,dan deskripsi bangunan. Dan, yang terakhir saya membahas mengenai

Candi Borobudur, yaitu dari segi arti nama Candi Borobudur, sejarah Candi

Borobudur, letak dan lingkup Candi Borobudur, uraian bangunan Candi, uraian

relief, uraian patung, arti simbolis, dan usaha penyelamatan Candi Borobudur.

Bab III. Penutup, berisi kesimpulan, saran, serta dibagian akhir daftar pustaka.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Objek Wisata Kraton Yogyakarta

2.1.1 Arti Nama Kraton Yogyakarta

Kraton adalah: “tempat bersemayam ratu-ratu, Kraton berasal dari kata

ka+ratu+an = kraton, juga disebut Kedaton, yaitu ke+datu+an = kedaton

yang berarti tempat datu-datu atau ratu-ratu. Dalam bahasa Indonesia biasa

disebut dengan istana.”1 Namun, bukan berarti setiap istana merupakan

Kraton.

Sedang istilah Yogyakarta berasal dari kata Yogya dan Karta. Yogya artinya

baik, dan Karta berarti makmur. Akan tetapi, pengertian lain menyatakan

bahwa Yogyakarta itu berasal dari kata dasar ayu+bagya+karta (baca:

ngayubagyakarta), menjadi Ngayogyakarta.

Kraton ialah sebuah istana tempat raja-raja atau ratu-ratu tinggal, dan

bangunannya yang ditempati mengandung berbagai arti, baik arti

keagamaan, arti filsafat maupun arti kebudayaan. Seperti bentuk

bangunannya, letak bangsalnya, ukurannya, hiasannya, pohon yang

ditanamnya, sampai pada warna gedungnya pun mempunyai arti.

2.1.2 Sejarah Berdirinya Kasultanan Yogyakarta

1 Brongtodiningrat, Arti Kraton Yogyakarta (Museum Kraton Yogyakrta, 1978, Yogyakarta), hlm. 7.

Sejarah berdirinya kasultanan Kadipaten Mangkunegara, dan Kadipaten

Mangkualaman, pada waktu itu yang ada hanya Kraton Kasunanan

Surakarta, pindahan dari Kraton Mataram Kartasura. Ketika istananya masih

berada di Kartasura, terjadi peristiwa pemberontakan orang-orang China

(Geger Pacina) pada tahun 1740-1743.

Paku Buwono II tidak berdaya menghadapi pemberontakan ini, dan hanya

dengan bantuan Belandalah peristiwa itu dapat dipadamkan. Karena istana

Kartasura mengalami kerusakan yang parah sekali, lalu ibukota dipindahkan

ke Desa Solo, yang kemudian disebut Surakarta.

Pada masa Pemerintahan Sunan Paku Buwono II di Kraton Surakarta

(1744), masih terjadi pemberontakan yang dipimpn oleh Tumenggung

Mertopuro melawan Kraton Surakarta, namun oleh Pangeran Mangkubumi

Tumenggung Mertopuro dapat ditaklukan.

Dalam suatu perundingan antara Paku Buwono II yang dipimpin oleh

Pangeran Mangkubumi dengan pihak Belanda yang diwakili oleh Mr.

Hoogendorf, utusan Belanda itu meminta Paku Buwono II untuk

menyerahkan seluruh wilayah pesisir utara Jawa kepada VOC. Permintaan

itu sebagai tuntutan atas jasa Belanda ketika berhasil memadamkan

pemberontakan orang-orang China di Kartasura. Pangeran Mangkubumi

tidak menyetujui permintaan itu, meski ia tahu bahwa kedudukan Paku

Buwono II sangat sulit. Berawal dari masalah ini, Pangeran Mangkubumi

kemudian mohon izin dan doa restu kepada Paku Buwono II untuk

menentang & mengangkat senjata melawan VOC.

Setelah mendapat restu dari Paku Buwono II, dengan memperoleh pusaka

tombak Kyai Plered, lalu pada tanggal 21 April 1747, Pangeran

Mangkubumi meninggalkan Kraton Surakarta menuju ke dalam hutan

bersama keluarga & pasukannya yang setia, untuk bergerilya melawan

VOC. Dalam mengadakan perlawanan itu, Pangeran Mangkubumi

bergabung dengan R.M.Said yang sudah lebih dulu menentang Paku

Buwono II dan VOC.

Sebelum Paku Buwono wafat, kekuasaan seluruh tanah telah diserahkan

kepada VOC (16 Desember 1749). Karena itu, yang mengangkat raja-raja di

tanah Jawa keturunan Paku Buwono II adalah VOC. Setelah Paku Buwono

wafat, Belanda mengangkat R.M. Suryadi sebagai Sunan Paku Buwono III.

Ia praktis jadi boneka, karena menurut kontrak politik, raja tersebut hanya

berkedudukan sebagai peminjam tanah VOC.

Ketika pemerintaha Paku Buwono III ini, perlawanan Pangeran

Mangkubumi terhadap Belanda semakin menghebat. Dalam setiap

pertempuran, pasukan Belanda selalu terdesak oleh serangan Pangeran

Mangkubumi. Bahkan ketika terjadi pertempuran sengit di Sungai

Bogowonto, semua pasukan Belanda termasuk komandannya mati terbunuh.

Akhirnya Belanda meminta kepada Pangeran Mangkubumi untuk

berunding.

Kemudian terjadilah perjanjian antara ketiga pihak, yaitu Pangeran

Mangkubumi, Paku Buwono III dan Belanda (VOC). Perjanjian itu di

adakan di Desa Giyanti, pada tanggal 13 Februari 1755, maka disebutlah

Perjanjian Giyanti. Pernyataan tersebut sesuai dengan isi buku yang

berjudul Kasultanan Yogyakarta & Kadipaten Pakualaman.

Bermula dari perselisihan internal yang terjadi di Kerajaan Mataram antara Raja Mataram, Paku Buwono II (1719-1749) dan Kanjeng Pangeran Aryo Mangkubumi. Pertikaian pun terus berlanjut hingga Paku Buwono III. Di sinilah Belanda kemudian menawarkan solusi dengan membuat Perjanjian Giyanti pada tanggal 13 Februari 1755. Setelah penandatangan perjanjian tersebut, lalu Aryo Mangkubumi yang kemudian mendapat gelar Sri Sultan Hamengku Biwono I tersebut mendirikan Kraton Yogyakarta.2

Kraton Yogyakarta dibangun tahun 1756 Masehi atau tahun Jawa 1682 oleh

Sri Sultan Haengku Buwono I, setelah melalui perjuangan panjang antara

1747-1755 yang berakhir dengan Pejanjian Giyanti.

2.1.3 Wilayah Kraton Yogyakarta

Wilayah Kraton Yogyakarta terletak di tengah-tengah, yakni antara Sungai

Code dan Sungai Winanga, dari utara ke selatan, dan dari Tugu sampai

Krapyak. Nama-nama kampung di sekitarnya pun jelas memberi bukti

kepada kita bahwa ada hubungannya antara penduduk kampung dengan

tugasnya di Kraton pada waktu itu. Misalnya Gandekan yaitu tempat tinggal

prajurit Kraton Wirobraja.

Daerah Kraton terletak di hutan Garjitawati, yaitu dekat Desa Beringin dan

Desa Pacetokan. Karena daerah ini dianggap kurang memadai untuk

membangun sebuah Kraton dengan bentengnya, maka aliran Sungai Code

dibelokan sedikit ke timur dan aliran Sungai Winanga sedikit ke barat.

2 Moedjanto, Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman (Kanisius, 1994, Yogyakarta), hlm. 13.

Bangunan Tugu yang merupakan batas utara wilayah Kraton Yogyakarta,

berjarak sekitar 12 Km dari Kraton. Bangunan tersebut pada zaman dahulu

berbentuk Golong Gilig.

Kraton Yogyakarta menghadap ke arah utara, dengan halaman berupa

lapangan yang disebut Alun-alun Lor (utara), yang pada zaman dahulu

dipergunakan sebagai tempat mengumpulkan rakyat, latihan perang bagi

para prajurit Kraton, tempat penyelengaraan upacara adat, serta untuk

keperluan lainnya. Di seputar Alun-alun Lor tedapat beberapa bangunan

yang disebut Pekapalan, berbentuk Joglo sebanyak 19 buah, yang pada

zaman dulu berfungsi sebagai tempat untuk menginap bagi para Bupati dari

luar wilayah pada waktu menjalankan tugas di Kraton.

Pusat wilayah Kraton Yogyakarta luasnya 14.000 m2, dengan dikelilingi

tembok setinggi 4 m & lebar 3,5 m. Di setiap sudutnya terdapat penjagaan

atau Bastion, untuk mengawasi keadaan di luar maupun di dalam benteng

Kraton. Di sebelah luar benteng dikelilingi oleh parit yang dalam, yang di

sebut Jagang (sekarang sudah menjadi pemukiman penduduk).

Untuk menghubungkan antara wilayah dalam benteng dengan wilayah di

luar benteng Kraton, ada 5 gerbang yang di sebut Plengkung, di antaranya:

1). Plengkung Nirbaya (Gading), di sebelah selatan;

2). Plengkung Jagabaya (Taman Sari), di sebelah barat;

3). Plengkung Jagasura (Ngasem), di sebelah barat laut;

4). Plengkung Tarunasura (Wijilan), di sebelah timur laut; dan

5). Plengkung Madyasura, di sebelah timur.

Selanjutnya dari Kraton ke arah selatan sektar 2 Km jaraknya, tedapat

bangunan berupa panggung, yang di sebut Krapyak. Pada zaman dahulu di

bagian atas panggung itu digunakan oleh Sultan utuk menyaksikan para

prajuritnya berburu rusa atau binatang lainnya. Bangunan ini sampai

sekarang masih ada dan berada dalam garis simetris dengan Kraton dan

Tugu Kraton. Bangunan Krapyak ini adalah batas selatan wilayah Kraton

Yogyakarta.

2.14 Bangunan-bangunan di Lingkungan Kraton Yogyakarta

Mengenal nama masing-masing bangunan yang terdapat pada setiap

halaman di lingkungan dalam Kraton, di antaranya:

1) Pelataran Pagelaran merupakan halaman paling depan ini terletak di

sebelah selatan Alun-alun Lor. Di pelataran ini terdapat beberapa

bangunan, diantaranya:

a. Bangsal Pagelaran, pada mulanya disebut Tratag Rambat atapnya

berupa sirap kayu. Dan setelah dipugar pada zaman Sri Sultan

Hamengku Buwono VIII tahun 1921 M, kemudian dinamakan

Pagelaran;

b. Bangsal Pamandengan, digunakan sebagai tempat duduk bagi Sultan

beserta panglima perang, ketika menyaksikan jalannya latihan

perang;

c. Bangsal Pengapit, adalah tempat para senopati perang mengadakan

pertemuan, serta sebagai tempat menunggu perintah-perintah dari

Sultan;

d. Bangsal Pangrawit, digunakan sebagai tempat Raja melantik patih.

e. Bangsal Pacikeran, adalah tempat jaga bagi para Abdidalem

Singanegara & Abdidalem Mertalutut yang bertugas memberi

hukuman kepada para tahanan;

f. Bangsal Sithinggil, digunakan sebagai tempat penobatan atau

pelantikan raja-raja Kasultanan Yogyakarta, dan tempat

diselenggarakannya Upacara Pasawonan Agung;

g. Bangsal Manguntur Tangkil, adalah tempat singasana Raja ketika

berlangsung Upacara Penobatan Raja, dan pada waktu digelar

Upacara Pasawonan Agung;

h. Bangsal Witana, digunakan untuk menempatkan pusaka-pusaka

utama Kraton, pada waktu dilangsungkan Upacara Penobatan Raja,

dan pada waktu Upacara Grebeg Mulud tahun Jawa;

i. Balebang, digunakan untuk menyimpan dua perangkat gamelan

sekaten yang dibunyikan setiap bulan mulud. Kedua gamelan

tersebut masing-masing bernama Kyai Gunturmadu dan Kyai

Nagawilaga;

j. Bale Angun-angun, digunakan untuk menyimpan pusaka tombak

yang bernama Kanjeng Kyai Sura Angun-angun;

k. Bangsal Kori, sebagai tempat jaga bagi para Abdidalem Jaksa, yang

bertugas menyampaikan permohonan maupun pengaduan rakyat

kepada Raja;

l. Tarub Agung, digunakan sebagai ruang tunggu bagi tamu-tamu

Sultan, yang menghadiri upacara resmi di Sitihingil; dan

m. Regol Brojonolo, yaitu pintu gerbang yang menghubungkan antara

halaman Sitihinggil Lor dengan halaman Kemandungan Lor;

2) Pelataran Kemandungan Lor yang merupakan bagian kedua, di

dalamnya selain terdapat beberapa bangunan, juga terdapat beberapa

Pohon Keben. Bangunan itu antara lain:

a. Bangsal Ponconiti, berfungsi sebagai ruang sidang pengadilan Kraton;

b. Bangsal Pacaosan, adalah tempat jaga bagi para Abdidalem Kraton

yang sedang melakukan tugas ronda (caos); dan

c. Regol Srimanganti, yaitu pintu gerbang yang menghubungkan antara

halaman Kemandungan Lor dengan halaman Bangsal Srimanganti.

3) Pelataran Bangsal Srimanganti, di dalamnya terdapat beberapa

bangunan, di antaranya:

a. Bangsal Srimanganti, digunakan sebagai tempat Sultan menyambut

kedatangan tamu-tamu penting;

b. Bangsal Trajumas, adalah tempat bagi para pejabat istana yang yang

bertugas mendampingi Sultan ketika menyambut kedatangan para

tamu penting;

c. Patung Raksasa Dwarapala (sepasang), masing-masing membawa

Gadha, & disebut Cingkarabala dan Balaupata; dan

d. Regol Danapratapa, adalah pintu gerbang yang menghubungkan

antara halaman Srimanganti dengan halaman Bangsal Kencana.

4) Halaman Bangsal Kencana merupakan halaman pusat Kraton sebagai

pusat pemerintahan, di dalamnya terdapat beberapa bangunan, antara

lain:

a. Gedhong Purwaretno, dibanguan pada masa pemerintahan Sri Sultan

Hamengku Buwono V. Dalam perkembangan selanjutnya, bangunan

ini digunakan sebagai kantor pribadi Sri Sultan Hamengku Bowono

IX, dan sekarang berfungsi sebagai kantor kawedanan Hageng Sri

Wandawa;

b. Gedhong Jene, dibangun pada masa pemerintahan Sri Sultan

Hamengku Buwono II. Yang berfungsi sebagai tempat tinggal raja,

hingga Sri Sultan Hamengku Buwono IX;

c. Bangsal Kencana, merupakan bangunan pusat Kraton yang berfungsi

sebagai tempat singgasana raja dalam kesehariannya, juga ketika di

gelar upacara-upacara penting;

d. Bangsal Prabayeksa, adalah tempat untuk menyimpan senjata-

senjata Kraton;

e. Bangsal Manis, digunakan sebagai tempat untuk menyelenggarakan

pesta atau perjamuan bagi keluarga istana, juga ketika Sultan sedang

menjamu tamu-tamu penting;

f. Keputren, adalah tempat tinggal bagi putra-putri raja yang belum

menikah;

g. Masjid Panepen, dipakai untuk menjalankan ibadah sholat bagi

keluarga Sultan dan para Abdidalem, juga dipakai untuk

menjalankan acara Ijab Qabul pernikahan putra-putri raja;

h. Kraton kilen, adalah tempat tinggal bagi Sri Sultan Hamengku

Buwono X beserta keluarganya. Bangunan ini berada di tengah

kompleks yang dikelilingi ruangan-ruangan dan tembok yang tinggi,

serta terdapat beberapa pintu gerbang untuk menghubungkan

kehalaman lainnya;

i. Gedhong Kantor Parentah Hageng, sebagai kantor pejabat yang

berwenang menyampaikan perintah Sultan kepada semua Abdidalem

yang ada di Kraton;

j. Bangsal Mandalasana, yaitu tempat untuk pentas bagi para pemain

musik ketika digelar acara-acara penting di Kraton;

k. Bangsal Kotak, yaitu tempat bagi para penari kraton yang sedang

menunggu giliran pentas, ketika di istana digelar acara perjamuan

atau acara penting lainnya;

l. Gedhong Gangsa, yaitu untuk menyimpan gamelan-gamelan Kraton,

sekaligus sebagai tempat dibunyikannya gamelan tersebut, pada

waktu di Kraton sedang digelar acara-acara resmi;

m. Kasatriyan adalah tempat tinggal bagi putra-putri Sultan yang belum

menikah;

n. Gedhong Kaca adalah bangunan baru yang berfungsi sebagai

Museum Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Merupakan museum

khusus menyimpan benda-benda bersejarah peninggalan Sri Sultan

Hamengku Buwono IX;

o. Gedhong Danartapura, berfungsi sebagai kantor bendahara Kraton;

p. Gedhong Patehan, yaitu tempat bagi para Abdidalem Kraton yang

bertugas membuat minuman untuk keluarga raja; dan

q. Regol Kemanggangan, yaitu gerbang yang menghubungkan antara

halaman bangsal kencana dan halaman kemanggangan.

5) Halaman Kemanggangan merupakan halaman bagian belakang dari

pusat kraton yang di dalamnya terdapat beberapa bangunan antara lain:

a. Bangsal Kemanggangan, adalah tempat untuk menyelenggarakan

acara Bedhol Songsong;

b. Panti Pareden, adalah bangunan yang digunakan oleh para

Abdidalem yang bertugas membuat gunungan sekaten; dan

c. Regol Gedhong Melati, adalah pintu gerbang yang menghubungkan

antara halaman Kemanggangan dengan halaman Kemandungan

Kidul.

6) Halaman Kemandungan Kidul adalah bagian yang ke enam. Di

halamannya terdapat bangunan, antara lain:

a. Bangsal Kemandungan, terletak di tengah halaman Kemandungan

Kidul;

b. Bangsal Pacaosan, adalah tempat jaga bagi para Abdidalem Kraton

yang melaksanakan tugas ronda; dan

c. Regol Kemandungan, adalah pintu gerbang yang menghubungkan

antara Kemandungan Kidul dengan halaman Siti Hinggil Kidul.

7) Halaman Sitihinggil Kidul merupakan bagian terakhir dari ke tujuh

halaman yang terdapat di lingkungan dalam Kraton. Bangunan yang

terdapat di sini adalah:

a. Bangsal Sasana Hinggil, telah dipugar pada masa pemerintahan Sri

Sultan Hamengku Buwono IX tahun 1956, dalam rangka peringatan

200 tahun berdirinya Kraton Yogyakarta. Setelah dipugar kemudian

disebut Gedung Sasana Hinggil Dwi Abad. Bangunan ini

menghadap ke arah selatan, terletak di sebelah utara Alun-alun

Kidul.

2.1.5 Arsitektur Kraton Yogyakarta

Arsitek istana ini adalah Sri Sultan Hamengku Buwono I sendiri yang

merupakan pendiri dari Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Keahliannya dalam bidang arsitektur dihargai oleh ilmuan berkebangsaan

Belanda yaitu Dr. Pigeund dan Dr. Adam yang menganggapnya sebagai

“Arsitek dari Saudara Paku Buwono II Surakarta”. Bangunan pokok dan

desain dasar tata ruang dari Kraton berikut desain dasar landscape kota tua

Yogyakarta yang diselesaikan antara tahun 1755-1756. Bangunan lain

ditambahkan kemudian oleh para Sultan Yogyakarta berikutnya. Bentuk

istana yang tampak sekarang ini sebagian besar merupakan hasil pemugaran

dan restorasi yang dilakukan oleh Sultan Hamengku Buwono VIII.

Secara umum tiap kompleks utama terdiri dari halaman yang ditutupi

dengan pasir dari Pantai Selatan, bangunan utama serta pendamping dan

kadang ditanami pohon tertentu. Kompleks satu yang lain dipisahkan oleh

tembok yang cukup tinggi dan dihubungkan dengan Regol yang biasanya

bergaya Semar Tinandu. Daun pintu terbuat dari kayu jati yang tebal. Di

belakang atau di muka setiap gerbang biasanya terdapat dinding penyekat

yang disebut Renteng atau Baturono. Pada Regol tertentu penyekat ini

terdapat ornamem yang khas.

Bangunan-bangunan Kraton Yogyakarta lebih terlihat bergaya arsitektur

Jawa Tradisional. Di beberapa bagian tertentu terlihat sentuhan dari budaya

asing seperti Portugis, Belanda, bahkan China.

Bangunan Kraton Yoyakarta memiliki arsitektur yang berbeda-beda

terutama dari segi oranamennya. Ciri khas tersebut dapat dilihat dari detail

dan keindahan ornamennya, yaitu semakin rendah kelas bangunan

ornamennya semakin sederhana. Bahkan tidak memiliki ornament sama

sekali. Pernyataan tersebut sesuai dengan isi buku yang berjudul Arti Kraton

Yogyakarta. “Tiap-tiap bangunan memiliki kelas tergantung pada fungsinya

termasuk kedekatannya dengan jabatan penggunaannya. Kelas utama

misalnya, memiliki detail ornamen yang lebih rumit dan indah dibandingkan

dengan kelas di bawahnya.”3

Bangunan di setiap kompleks biasanya berbentuk atau berkonstruksi Joglo

atau derivasi atau turunan konstruksinya. Joglo terbuka tanpa dinding

disebut dengan Bangsal, sedangkan Joglo tertutup dinding dinamakan

Gedhong (gedung). Selain itu, ada bangunan yang berupa kanopi beratap

bambu dan bertiang bambu yang disebut Tratag. Pada perkembangannya

bangunan itu beratap seng dan bertiang besi.

3 Brongtodiningrat, Op.Cit., hlm. 11.

Permukaan atap joglo berupa trapesium, bahannya terbuat dari sirap,

genting tanah, maupun seng dan biasanya berwarna merah atau kelabu. Atap

tersebut ditopang oleh tiang utama yang disebut dengan Soko Guru yang

berada di tengah bangunan, serta tiang-tiang lainnya. Tiang-tiang bangunan

biasanya berwarna hijau gelap atau hitam dengan ornamen berwarna kuning,

hijau muda, merah dan emas maupun yang lain. Untuk bagian bangunan

lainnya yang terbuat dari kayu memiliki warna senada dengan warna pada

tiang. Pada bangunan tertentu (misal Manguntur Tangkil) memiliki ornamen

Putri Mirong, stilasi dari kaligrafi Allah, Muhammad, dan Alif Lam Mim

Ra, di tengah tiangnya.

Untuk batu alas tiang, ompak berwarna hitam dipadu dengan ornamen

berwarna emas. Warna putih mendominasi dinding bangunan maupun

dinding pemisah kompleks. Lantai utama yang lebih tinggi, dan dilengkapi

dengan batu persegi yang disebut Selo Gilang tempat singgasana sultan.

2.1.6 Fungsi Kraton Yogyakarta

Fungsi Kraton Yogyakarta adalah sebagai berikut.

1) sebagai tempat tinggal Raja dan keluarganya;

2) sebagai pusat pemerintahan;

3) sebagai pusat kebudayaan dan pengembanganya;

4) pada zaman kemerdekaan, mulai dibuka untuk kepentingan umum,

seperti kegiatan pariwisata, kegiatan ilmu pengetahuan, serta kegiatan

lainnya yang ada hubungan dengan kepentingan masyarakat; dan

5) merupakan perjuangan bangsa, karena Yogyakarta dengan Kraton

pernah digunakan sebagai tempat perjuangan fisik maupun kegiatan

pemerintahan ketika ibukota Republik Indonesia berada di Yogyakarta.

2.1.7 Raja-raja Kasultanan Yogyakarta

1) Sri Sultan Hamengku Buwono I.

nama kecil : Bendara Raden Mas Sujono

tanggal lahir : 04 Agustus 1641

masa jabatan : 1755 – 1792

wafat : 24 Maret 1792

2) Sri Sultan Hamengku Buwono II.

nama kecil : Gusti Raden Sundoro

tanggal lahir : 07 Maret 1755

masa jabatan : 1972 - 1812

wafat : 03 Januari 1828

3) Sri Sultan Hamengku Buwono III.

nama kecil : Gusti Raden Mas Sujono

tanggal lahir : 20 Februari 1769

masa jabatan : 1812 – 1814

wafat : 03 November 1814

4) Sri Sultan Hamengku Buwono IV.

nama kecil : Gusti Raden Mas Ibnu Djarot

tanggal lahir : 03 April 1804

masa jabatan : 1814 – 1823

wafat : 06 Desember 1823

5) Sri Sultan Hamengku Buwono V.

nama kecil : Gusti Raden Mas Gathot Menol

tanggal lahir : 24 Januari 1747

masa jabatan : 1823 - 1855

wafat : 05 Juni 1855

6) Sri Sultan Hamengku Buwono VI.

nama kecil : Gusti Raden Mas Mustojo

tanggal lahir : 10 Agustus 1821

masa jabatan : 1855 – 1877

wafat : 20 Juli 1877

7) Sri Sultan Hamengku Buwono VII.

nama kecil : Gusti Raden Mas Murtedjo

tanggal lahir : 04 Februari 1839

masa jabatan : 1977 – 1921

wafat : 30 Desember 1921

8) Sri Sultan Hamengku Buwono VIII.

nama kecil : Gusti Raden Mas Sudjadi

tanggal lahir : 03 Maret 1880

masa jabatan : 1921 – 1939

wafat : 22 Oktober 1939

9) Sri Sultan Hamengku Buwono IX.

nama kecil : Gusti Raden Mas Doro Jartn

tanggal lahir : 12 April 1912

masa jabatan : 1940 – 1988

wafat : 03 Oktober 1988

10) Sri Sultan Hamengku Buwono X.

nama kecil : Gusti Raden Mas Haardjuno Darpito

tanggal lahir : 02 April 1946

masa jabatan : 1989 – Sekarang

wafat : -

2.1.8 Filosofi dan Mitologi Kraton Yogyakarta

Banyak arti dan makna filosofi yang terdapat pada Kraton Yogyakarta baik

arti keagamaan, arti fisafat maupun arti kebudayaan. Selain itu, Kraton juga

diselubungi oleh mitos dan mistik yang begitu kental. Hal tersebut sesuai

dengan pernyataan dalam buku yang berjudul Arti Kraton Yogyakarta.

“Penataan tata ruang, nama-nama yang digunakan, bentuk arsitektur, dan

arah hadap bangunan masing-masing memiliki nilai filosofi dan mitologi

tersendiri.”4

Jalan yang menghubungkan antara Tugu, Kraton, dan panggung Krapyak

hampir segaris. Tata ruang tersebut mengandung makna Sangkan Paraning

Dumadi, yaitu asal mula manusia dan tujuan asasi terakhirnya.

Beberapa pohon yang ada di halaman kompleks Kraton juga mengandung

makna tertentu. Pohon beringin yang terdapat di Alun-alun berjumlah 64

yang melambangkan usia Nabi Muhammad SAW. Dua pohon beringin di

tengah-tengah Alun-alun utara menjadi lambang makrokosmos dan

mikrokosmos.

Dalam Upacara Gerebeg, sebagian masyarakat mempercayai bahwa apabila

mereka mendapatkan bagian dari gurungan yang diperebutkan, mereka akan

mendapat keberuntungan. Selain itu, saat Upacara Sekaten pada sebagian

masyarakat mempercayai jika mengunyah sirih pinang saat gamelan

dibunyikan akan awet muda. Benda-benda pusaka Kraton juga dipercaya

memiliki daya magis untuk menolak kesialan. Bendera Tunggul Wulung

yaitu sebuah bendera yang berasal dari kain penutup kabah di Mekkah,

dipercaya dapat menghilangkan wabah penyakit.

2.2 Objek Wisata Candi Borobudur

2.2.1 Arti Nama Candi Borobudur

4 Moedjanto, Loc.Cit.,

Berdasarkan arti nama, Candi Borobudur sendiri sulitlah ditentukan apakah

arti nama Borobudur mengambil dari nama desa ataukah nama desa yang

mengambil dari nama Candi Borobudur. Di Desa Bumi Segoro menyatakan

adanya temuan-temuan purbakala bernama Borobudur. Hal ini dinyatakan

dalam buku yang berjudul Candi Borobudur, yaitu:

Dari Babad (kitab sejarah Jawa) dari abad ke-18 tersebut “Bukit Borobudur”, sedang keterangan yang disampaikan kepada Raffles (Letnan Gubernur Jendral Inggris) dalam tahun 1814 di Desa Bumi Segoro menyatakan adanya sebuah penemuan-penemuan purbakala bernama “Borobudur”. Dengan penemuan itu maka dapat dapat disimpulkan bahwa nama Borobudur adalah nama asli dari bangunan candinya.5

Walaupun demikian perlu dicatat bahwa tidak ada suatu keterangan, baik

prasasti maupun dokumen lain yang mengungkapkan nama Candi

Borobudur yang sesungguhnya. De Casparis berhasil menemukan kata

majemuk dalam prasasti yang kemungkinan asal perkataan “Borobodur”.

Prasasti yang berangkat tahun 442 M dijumpai perkataan Bhumi Sambhara

Budhara sebutan untuk bangunan suci pemujaan nenek moyang. Penelitian

yang mendalam tentang keagamaan yang terungkap dalam prasasti dan juga

rekonstruksi yang sangat teliti terhadap geografi daerah terjadi peristiwa

sajarah yang bertahan dengan prasasti tersebut, maka De Casparis

menyimpulkan bahwa Bhumi Sambhara Budhara tidak lain adalah

Borobudur.

Namun, dituliskan pula bahwa nama Borobudur berasal dari gabungan kata

Bara dan Budur. Bara berasal dari kata sansekerta vihara yang berarti

kompleks candi, dan bihara atau asrama. Hal tersebut sesuai dengan

5 PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Candi Borobudur (Tlogo Prambanan), hlm. 1.

pernyataan dalam buku yang berjudul Borobudur salah satu keajaiban

dunia. “Nama Borobudur berarti asrama atau vihara atau kelompok candi

yang terletak diatas tanah atau bukit”.6

2.2.2 Sejarah Candi Borobudur

Bila Candi Brobudur itu didirikan tidaklah dapat diketahui dengan pasti,

tidak diketahui pula siapa sebenarnya yang memerintahkan pembangunan

itu dan untuk apa bangunan itu didirikan. Memang tidak ada dokumen

tertulis sama sekali yang dapat memberikan suatu keterangan. Hal tersebut

sesuai dengan pernyataan dalam buku yang berjudul Candi Brobudur.

“Sampai sekarang belum ada keterangan atau tafsiran yang tepat mengenai

nama Borobudur.”7

Namun demikian, suatu pikiran dapat juga diperoleh. Tulisan-tulisan singkat

yang dipahat di atas pigura-pigura relief kaki asli candi menunjukkan huruf-

huruf yang sejenis dengan apa yang biasa didapatkan pada prasasti-prasasti

dari akhir abad ke-8 sampai awal abad ke-9. Dari kenyataan ini dapatlah

ditarik kesimpulan bahwa tentunya Candi Borobudur itu didirikan sekitar

tahun 800 M.

Kesimpulan demikian ternyata sesuai dengan kerangka sejarah Indonesia

pada umumnya dan sejarah Jawa Tengah pada khususnya. Periode antara

pertengahan abad ke-9 terkenal sebagai Abad Emas Wangsa Syailendra.

Kejayaan ini ditandai oleh jumlah besar candi–candi yang menggambarkan

adanya semangat pembangunan yang luar biasa baik di lembah maupun di

lereng–lereng gunung semuanya adalah bangunan agama Siwa, sedangkan

6 Drs. Soedirman, Borobudur Salah Satu Keajaiban Dunia (Yogyakarta: 1980), hlm. 8.

7 Dr. Soekmono, Candi Borobudur (Yogyakarta: Pustaka jaya, 1981), hlm. 39 et seqq.

yang bertebaran di daratan–daratan adalah bangunan baik dari agama Siwa

maupun dari agama Budha.

Demikianlah kesimpulan yang dapat ditarik lebih lanjut bahwa Candi

Borobudur tentunya dibangun atas perintah salah seorang raja dari wangsa

Sailendra, yang juga dikenal dalam sejarah karenanya untuk menjunjung

tinggi agama Budha Mahayana.

2.2.3 Letak dan Lingkungan Candi Borobudur

Candi Borobudur terletak di Desa Borobudur, kecamatan Borobudur,

kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Dengan dikelilingi beberapa dusun

antara lain Bumi Segoro, Sabreng, Gopala, Jawahan, Barepah, Ngarak,

Kelan, Janan, dan bendingan.

Pada zaman dahulu Pulau Jawa terapung–apung di tengah lautan, oleh karenanya harus dipaku pada pusat bumi agar dapat dihuni manusia. Paku yang sangat besar ini kini menjadi sebuah gunung yang terletak di kota Magelang yaitu Gunung Tidar. Di sebelah selatan gunung Tidar kira–kira jarak 15 Km terdapat Candi Borobudur, Candi Borobudur yang terletak di daratan keduanya hampir seluruhnya dilingkari gunung. Di sebelah timur terdapat Gunung Merapi dan Gunung Merbabu. Sisi barat laut terdapat Gunung Sumbing dan Sindoro juga di sebelah selatan yang membujur dari timur ke barat terdapat Gunung Manoreh.8

2.2.4 Uraian Bentuk Bangunan Candi Borobudur

Candi Borobudur disususn seperti limas berundak–undak, terdiri atas 9

tingkat yang semakin ke atas semakin kecil ukurannya, untuk akhirnya

diberi mahkota sebagai stupa yang besar sekali. Candi Borobudur dan

candi–candi lain dibuat dari batu alam. Batu yang menjadi bahan bangunan

8 Ibid.,

tidak diambil dari galian–galian melainkan dari sungai–sungai terdekat.

Batu–batu kali itu dibentuk sesuai dengan keperluan kemudian diangkat ke

tempat pembangunan candi, untuk akhirnya disusun menjadi dinding–

dinding dan lantai–lantai. Dalam penyusunan ini sama sekali tidak

dipergunakan mortel ataupun bahan perekat lain. Bagian bawah Candi

Borobudur yang menjadi kaki bangunannnya mempunyai daerah bujur

sangkar dengan penampil–penampil pada pertengahan tiap sisinya.

Adapun tingkatan–tingkatan dari bangunan Candi Borobudur yang mengandung filosofi dalam semesta ini antara lain:

1. KamadhatuDalam tingkatan ini manusia masih terikat pada hasrat, bahkan dikuasai oleh hasrat. Relief ini terdapat pada kaki Candi bangunan asli;

2. RuphadatuDalam tingkatan ini manusia telah meninggalkan segala hasratnya, tetapi masih terikat pada nama dan rupa. Relief ini terdapat pada langkah 1 sampai 5; dan

3. ArupadhatuDalam tingkatan ini manusia sudah tidak ada sama sekali nama ataupun rupa. Manusia telah bebas sama sekali dan telah memutuskan untuk selama–lamanya segala mata pada dunia fana.9

2.2.5 Uraian Patung

Bangunan Budha pada Candi Borobudur ini memiliki patung–patung yang

berkualitas seni tinggi. Patung–patung Budha di Ruphadhatu dan Arupdhatu

di tempatkan dalam relung–relung yang tersusun sejajar pada sisi luar pagar

lingkaran. Agar lebih jelas berikut ini adalah susunan–susunan patung

Budha di Candi Borobudur:

1. Langkah Pertama : 104 Patung Budha;

2. Langkah Kedua : 104 Patung Budha;

9 Ibid., hlm. 47.

3. Langkah Ketiga : 88 Patung Budha;

4. Langkah Keempat : 72 Patung Budha;

5. Langkah Kelima : 64 Patung Budha;

6. Teras Bundar Pertama : 32 Patung Budha;

7. Teras Bundar Kedua : 24 Patung Budha;

8. Teras Bundar Ketiga : 16 Patung Budha;

Jumlah seluruhnya : 504 Patung Budha

Sekilas patung-patung Budha itu tampak serupa semuanya, tapi

sesungguhnya ada juga perbedaannya. Perbedaan yang sangat jelas ialah

sikap tangannya yang disebut Mudra dan yang merupakan ciri khas untuk

setiap patung. Jumlah Mudra yang pokok ada 5 yaitu:

1. Bhumispara Mudra

Sikap tangan ini melambangkan saat sang Budha memanggil Dewi

Bumi sebagai saksi ketika ia menangkis semua serangan iblis mara;

2. Wara Mudra

Sikap tangan ini melambangkan perihal amal, memberi anugerah atau

berkah. Mudra ini adalah khas bagi Dhyani Budha Ratna Sambawa;

3. Dyana Mudra

Sikap tangan ini melambangkan ritual semedi atau mengheningkan

cipta. Mudra ini merupakan tanda khusus Dhyani Budha Amithaba;

4. Abhaya Mudra

Sikap tangan ini melambangkan sedang menenangkan. Mudra ini

merupakan tanda khusus Dhyani Budha Aamoghasdhi; dan

5. Dharma Cakra Mudra

Sikap tangan ini melambangkan gerak memutar roda Dharma. Mudra ini

merupakan tanda khusus Dhyani Budha Wairosana.

2.2.6 Usaha Penyelamatan Candi Borobudur

Adapun usaha penyelamatan yang telah dilakukan terhadap Candi

Borobudur di antaranya:

1. Tahun 1814 Borobudur dikenal kembali berkat Sir. Thomas Stamford

Raffles;

2. Tahun 1834 Residen Kedu memerintahkan untuk melakukan

pembersihan di sekitar candi sehingga tampak bangunan candi

seluruhnya;

3. Tahun 1850 dilakukan usaha memindahkan relief–relief Borobudur ke

atas kertas gambar;

4. Tahun 1873 diterbitkan monografi pertama tentang Borobudur;

5. Tahun 1882 ada usul untuk membongkar seluruh bangunan dan

memindahkan relief – relief ke museum;

6. Tahun 1885 Yzerman melakukan penyelidikan, ia mendapatkan di

belakang batu kaki candi terdapat relief;

7. Tahun 1889 dibentuk panitia khusus merencanakan penyelamatan candi

Borobudur;

8. Tahun 1905 pemerintah Belanda menyetujui usul panitia dan

menyediakan biaya dengan dilaksanakan Van Erp;

9. Tahun 1907 bulan Agustus Van Erp melakukan penggalian;

10. Tahun 1908 usul Van Erp disetujui untuk melakukan usaha–usaha

penyelamatan lebih besar dari rencana semula;

11. Tahun 1910 ditemukan adanya keretakan baru pada bagian candi;

12. Tahun 1911 pekerjaan Van Erp selesai, Borobudur kembali utuh;

13. Tahun 1926 diketahui adanya kerusakan yang dilakukan oleh wisatawan

asing yang ingin memiliki bagian dari bangunan candi sebagai

cenderamata;

14. Tahun 1929 dibentuk panitia khusus untuk meneliti sebab kerusakan

bangunan;

15. Tahun 1960 diadakan usaha–usaha untuk penyelamatan Borobudur;

16. Tahun 1963 adanya biaya untuk penyelamatan Borobudur; dan

17. Tahun 1964 mendapat anggaran tambahan.

2.3 Objek Wisata Candi Prambanan

2.3.1 Sejarah dan Asal–usul Nama Candi Prambanan

Candi Prambanan adalah kompleks percandian Hindu yang dibangun oleh

raja-raja Dinasti Sanjaya pada abad ke IX. Berdasarkan prasasti yang

berangka tahun 856 Masehi yaitu Prasasti Siwagraha menunjukan bahwa

tujuan dibangunnya Candi Prambanan adalah sebagai manifesta politik

untuk meneguhkan kedudukan raja–raja Sanjaya. Terjadinya pusat kerajaan

Mataram ke Jawa Timur berakibat tidak terawatnya candi–candi di daerah

ini, ditambah terjadinya gempa bumi serta beberapa kali meletusnya gunung

merapi, mengakibatkan Candi Prambanan runtuh, dan hanya tinggal puing-

puingnya saja yang berserakan.

Ditemukannya tulisan nama Pikatan pada candi ini menimbulkan pendapat

bahwa candi ini dibangun atas perintah Rakai Pikatan yang kemudian

diselesaikan oleh Rakai Balitung.

Gugusan candi ini dinamakan Prambanan karena terletak di daerah

Prambanan. Adapun nama Loro Jongrang berkaitan dengan legenda yang

menceritakan tentang seorang dara yang jongrang atau gadis jangkung putri

Prabu Boko.10

2.3.2 Lokasi Candi Prambanan

10 PT. Taman Wisata Candi Prambanan, Kompleks Percandian Prambanan (Tlogo Prambanan), hlm.1.

Candi Prambanan terletak persis di perbatasan Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah, kurang lebih 17 Km ke arah timur

dari Kota Yogyakarta atau kurang lebih 53 Km sebelah barat Solo.

Kompleks percandian Prambanan ini masuk ke dalam 2 wilayah yakni

kompleks bagian barat masuk wilayah Yogyakarta dan bagian timur masuk

wilayah provinsi Jawa Tengah. Percandian Prambanan berdiri di sebelah

timur Sungai Opak kurang lebih 200 m sebelah utara jalan raya Yogyakarta-

Solo.

2.3.4 Deskripsi Bangunan

Kompleks percandian Prambanan terdiri dari latar bawah, latar tengah, dan

latar atas (pusat) yang makin mengarah ke dalam makin tinggi letak-

letaknya. Berturut-turut luasnya yaitu 390 m2 , 222 m2 dan 110 m2 . Apabila

seluruhnya telah selesai dipugar, maka akan ada 224 buah candi yang

ukurannya semua sama yaitu luas dasar 6 m2 dan tingginya 14 m2 .

Latar pusat adalah latar terpenting, di atasnya terdiri 16 buah candi besar

dan kecil. Candi-candi utama terdiri atas 2 deret yang saling berhadapan.

Deret pertama yaitu Candi Siwa, Candi Wisnu dan Candi Brahma. Deret

kedua yaitu Candi Nandi, Candi Angsa, dan Candi Garuda. Pada ujung–

ujung lorong yang memisahkan kedua deretan candi tersebut terdapat Candi

Apit.

2.3.4 Candi-candi di Lingkungan Candi Prambanan

1). Candi Siwa

Candi dengan luas dasar 34 m2 dan tinggi 47 m adalah yang terbesar dan

terpenting. Dinamakan Candi Siwa karena di dalamnya terdapat Arca

Siwa Maha Dewa. Bangunan ini dibagi atas tiga bagian, yaitu kaki,

tubuh, dan kepala. Candi Prambanan merupakan replika gunung,

terbukti dengan adanya arca-arca Dewa 10 kepala yang terpahat pada

kaki Candi Siwa. Di dalam candi terdapat empat ruangan yang

menghadap ke empat arah mata angin dan mengelilingi ruangan terbesar

yang ada di tengah-tengah. Adapun arca-arca yang terdapat di Candi

Siwa di antaranya:

a. Arca Siwa Mahadewi;

b. Arca Siwa Maha Guru;

c. Arca Ganesha; dan

d. Arca Durga atau Loro Jonggrang.

2) Candi Brahma

Candi dengan luas dasar 20 m2 dan tingginya 37 m. Di dalam satu-

satunya ruangan berdirilah Arca Brahma berkepala empat dan berlengan

empat. Dasar candi dikelilingi oleh selasar yang dibatasi pagar langkan

dimana pada dinding langkan sebelah dalam terpahat relief lanjutan

cerita Ramayana dengan relief serupa pada Candi Siwa hingga tamat.

3) Candi Wisnu

Bentuk ukuran relief dan hiasan dinding luarnya sama dengan Candi

Brahma di dalamnya ada ruangan dan terdapat Arca Wisnu bertangan 4

yang memegang Gadha, Cakra dan Tiram. Pada dinding lengan sebelah

dalam terpahat relief cerita Kresna.

4). Candi Nandi

Candi dengan luas dasar 15 m2 dan tinggi 25 m di dalam satu-satunya

ruangan yang ada terbaring arca seekor lembu jantan dengan sikap

merdeka dengan panjang 2 m. Di sudut belakangnya terdapat Arca

Dewa Candra.

5). Candi Angsa

Candi Angsa dengan luas dasar 13 m2 dan tinggi 22 m, ruangan di

dalamnya tak berisi apapun dan mungkin hanya dipakai untuk kandang

angsa hewan yang biasa dikendarai oleh Brahma.

6). Candi Garuda

Bentuk, ukuran serta hiasan dindingnya sama dengan Candi Angsa di

dalamnya terdapat ruangan yang ada arca kecil yang berwujud seekor

Garuda di atas seekor naga. Garuda adalah kendaraan wisnu.

7). Candi Apit

Candi dengan luas dasar 6 m2 dan tinggi 16 m, ruangannya kosong dan

dipergunakan untuk bersemedi.

8). Candi Kelir

Candi dengan luas dasar 1,55 m2 dan tinggi 4,10 m. Fungsinya sebagai

penolak bala.

9). Candi Sudut

Ukuran candi ini sama dengan candi Kelir.

Adapun Candi-candi lain yang berada di sekitar Prambanan di

antaranya:

a. Candi Lumbung, Bubrah, dan Sewu;

b. Candi Plaosan;

c. Candi Sajiwan;

d. Candi Boko;

e. Candi Banyunibo;

f. Candi Sari;

g. Candi Kalasan; dan

h. Candi Sambisari.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah diuraikan pada Bab II, dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut.

Kraton Yogyakarta merupakan bangunan bersejarah yang dibangun pada tahun

1957 Masehi oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I.. Salah satu tujuan di

bangunnya Kraton Yogyakarta ini ialah sebagai tempat tinggal atau

bersemayam ratu-ratu atau raja-raja pada zaman dahulu. Wilayah Kraton

Yogyakarta terletak di tengah-tengah antara Sungai Code dan Sungai Winanga

yaitu di hutan Garjitawati, di desa Beringin dan desa Pacetokan.

Candi Borobudur merupakan candi yang terletaak di Desa Borobudur,

kecamatan Borobudur, kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Candi yang disusun

seperti limas berundak-undak ini terdiri dari 9 tingkat yang berarti semakin ke

atas semakin kecil ukurannya, untuk akhirnya diberi mahkota sebagai stupa

yang besar sekali. Dan nama-nama tingkatannya yaitu Kamadhatu, Rupadhatu

dan Arupadhatu.

Candi Prambanan merupakan kompleks percandian Hindu yang di bangun oleh

raja-raja Dinasti Sanjaya pada abad ke IX. Kompleks percandiannya terdiri dari

latar bawah, latar tengah dan latar atas, yang berarti semakin mengarah ke

dalam semakin tinggi letaknya. Candi Prambanan terletak persis di perbatasan

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah. Adapun

candi-candi yang terdapat di sekitar Candi Prambanan di antaranya Candi Siwa,

Candi Wisnu, Candi Brahma, Candi Nandi, Candi Angsa, Candi Garuda dan

Candi Apit.

3.2. Saran

Dari sekian tempat objek wisata yang telah saya kunjungi, masih terlihat banyak

kekurangan dari masing-masing objek wisata tersebut. Oleh karena itu, saya

memberikan saran sebagai berikut.

1. Di Kraton Yogyakarta tidak terdapat denah lokasi yang terpampang dengan

jelas. Oleh karena itu, hendaklah dibuat sesegera mungkin untuk

memudahkan para wisatawan berkeliling lingkungan Kraton;

2. Di Candi Borobudur terlihat dengan pintu masuk yang sangat jauh kurang

efektif bagi para wisatawan untuk mengunjungi Candi Borobudur;

3. Di Candi Prambanan masih terlihat reruntuhan-reruntuhan yang

terbengkalai, hendaklah pemugaran cepat terselesaikan; dan

4. Tingkatkan lagi keamanan dan kenyamanan di masing- masing objek wisata

demi menarik wisatawan banyak.

DAFTAR PUSTAKA

Brongto Diningrat, K.P.H. 1978. Arti Kraton Yogyakarta. Yogyakarta. Yogyakarta:

Museum Kraton.

Moedjanto. 1994. Kasultanan Yogyakarta & Kadipaten Pakualam. Yogyakarta:

Kanisius.

PT. Taman Wisata Candi Borobudur. Candi Borobudur. Tlogo Prambanan.

PT. Taman Wisata Candi Prambanan. Kompleks Percandian Prambanan. Tlogo

Prambanan.

Soedirman. 1980. Borobudur salah satu Keajaiban Dunia. Yogyakarta.

Soekmono. 1981. Candi Borobudur. Yogyakarta: Pustaka Jaya.