Laporan Study Kasus

68
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi klinis adalah masalah gizi yang ditinjau secara individu mengenai apa yang terjadi dalam tubuh seseorang, yang seharusnya ditanggulangi secara individu. Demikian juga halnya dengan masalah gizi pada berbagai keadaan sakit yang secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi proses penyembuhan, harus diperhatikan secara individual. Adanya kecenderungan peningkatan kasus penyakit yang terkait dengan gizi pada semua kelompok rentan, semakin dirasakan perlu adanya penanganan khusus. Semua ini memerlukan pelayanan gizi yang bermutu untuk mempertahankan status gizi optimal, sehingga tidak terjadi kurang gizi untuk mempercepat penyembuhan (Depkes, 2005 : 2). Pelayanan gizi rumah sakit adalah pelayanan gizi yang disesuaikan dengan keadaan pasien dan berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status metabolisme 1

description

Studi Kasus Gizi Pasien Rumah Sakit

Transcript of Laporan Study Kasus

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah gizi klinis adalah masalah gizi yang ditinjau secara individu

mengenai apa yang terjadi dalam tubuh seseorang, yang seharusnya ditanggulangi

secara individu. Demikian juga halnya dengan masalah gizi pada berbagai keadaan

sakit yang secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi proses

penyembuhan, harus diperhatikan secara individual. Adanya kecenderungan

peningkatan kasus penyakit yang terkait dengan gizi pada semua kelompok rentan,

semakin dirasakan perlu adanya penanganan khusus. Semua ini memerlukan

pelayanan gizi yang bermutu untuk mempertahankan status gizi optimal, sehingga

tidak terjadi kurang gizi untuk mempercepat penyembuhan (Depkes, 2005 : 2).

Pelayanan gizi rumah sakit adalah pelayanan gizi yang disesuaikan dengan

keadaan pasien dan berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status metabolisme

tubuhnya. Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses penyembuhan

penyakit, sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh terhadap keadaan

gizi pasien.

Terapi gizi medis merupakan salah satu faktor penunjang utama

penyembuhan penyakit dan sangat berpengaruh terhadap keadaan gizi pasien

sehingga harus diperhatikan agar pemberian tidak melebihi kemampuan organ tubuh

untuk melaksanakan metabolisme (Depkes RI, 2005 : 7).

Salah satu penyakit yang memerlukan terapi gizi medis adalah Sirosis

Hepatis Stadium Dekompensata. Sirosis Hepatis Stadium Dekompensata (stadium

1

lanjut) merupakan konsekuensi dari penyakit kronis hati yang ditandai dengan

adanya penggantian jaringan normal dengan jaringan fibrous sehingga sel-sel hati

akan kehilangan fungsinya (Purnomo, 2010). Penyakit ini merupakan penyakit

dengan gejala yang baru terlihat jelas jika telah memasuki stadium serius. Apabila

penyakit ini dibiarkan tidak terkendali atau penderita tidak menyadari penyakitnya

maka akan timbul berbagai komplikasi kronis yang berakibat fatal, termasuk asites

dan edema.

Berdasarkan hal diatas, dan sehubungan dengan upaya menciptakan ahli

madya gizi yang mampu mengkaji status gizi pasien dan dapat melaksanakan asuhan

gizi pasien, serta menyusun perencanaan diet sesuai dengan keadaan penyakit, baik

dengan komplikasi maupun non komplikasi, maka mahasiswa diharapkan dapat

bekerja sama dengan tim asuhan klinik dan menerapkan ilmu yang didapatkan

dibangku kuliah. Sesuai dengan kurikulum pendidikan gizi Praktek Kerja Lapangan

(PKL) manajemen asuhan gizi klinik lanjut, masing-masing mahasiswa diharapkan

mampu melaksanakan terapi diit pada berbagai macam penyakit. Berdasarkan hal

tersebut, maka dilakukan studi kasus mengenai “Penatalaksanaan Terapi Diet

Pada Penderita Sirosis Hepatis Stadium Dekompensata Dengan Asites Di

Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam Pria RSUP Dr.M. Djamil Padang“

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Mampu melaksanakan kegiatan pelayanan gizi dan penatalaksanaan diet pada

pasien Sirosis Hati Stadium Dekompensata Di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam

Pria RSUP Dr. M. Djamil Padang.

2

1.2.2 Tujuan Khusus

1.2.2.1 Mampu melaksanakan anamnesa gizi pasien.

1.2.2.2 Mampu menentukan status gizi pasien.

1.2.2.3 Mampu menghitung kebutuhan energi dan zat gizi pasien.

1.2.2.4 Mampu menghitung asupan energi dan zat gizi pasien.

1.2.2.5 Mampu menilai perkembangan penyakit dan status gizi pasien.

1.2.2.6 Mampu memberikan penerangan dan konsultasi gizi pada pasien.

1.3 Manfaat

1.3.1 Bagi Mahasiswa

Menambah pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi diet pasien ruang

rawat inap serta dapat menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan.

1.3.2 Bagi Instalasi Gizi

Dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi Instalasi mengenai

penatalaksanaan diet Sirosis Hati Stadium Dekompensata.

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Sirosis adalah kondisi fibrosis dan pembentukan jaringan parut yang difus di

hati. Jaringan hati normal digantikan oleh nodus-nodus fibrosa serta pita-pita fibrosa

yang mengerut dan mengelilingi hepatosit. Arsitektur dan fungsi hati normal

terganggu (Corwin, 2001: 573).

Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur

hati yang normal oleh lembaran-lembaran jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi

jaringan hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal. Nodul-nodul

regenerasi ini dapat berukuran kecil (mikronodular) atau besar (makronodular).

Sirosis dapat mengganggu sirkulasi darah intrahepatik dan pada kasus yang sangat

lanjut, menyebabkan kegagalan fungsi hati secara bertahap (Price, 2006 : 493).

Sirosis hati merupakan konsekuensi dari penyakit kronis hati yang ditandai

dengan adanya penggantian jaringan normal dengan jaringan fibrous sehingga sel-sel

hati akan kehilangan fungsinya.

Menurut Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare (2001), sirosis hepatis

adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan

ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel

hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi

arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi

tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Purnomo, 2010).

4

2.2 Etiologi, Patologi, dan Patogenesis

Meskipun etiologi berbagai bentuk sirosis masih kurang dimengerti, terdapat

tiga pola khas yang ditemukan pada kebanyakan kasus, yakni Sirosis Laënnec,

Sirosis Pascanekrotik dan Sirosis Biliaris.

2.2.1 Sirosis Laënnec

Sirosis Laënnec (disebut juga sirosis alkoholik, portal dan sirosis gizi)

merupakan suatu pola khas sirosis terkait penggunaan alkohol kronis yang jumlahnya

terjadi sekitar 75% atau lebih dari kasus sirosis. Sejumlah 10 hingga 15% peminum

alkohol mengalami sirosis.

Hubungan pasti antara penyalahgunaan alkohol dengan sirosis Laënnec

tidaklah diketahui, walaupun terdapat hubungan yang jelas dan pasti antara

keduanya. Perubahan pertama pada hati yang ditimbulkan alkohol adalah akumulasi

lemak secara bertahap di dalam se-sel hati. Para pakar umumnya setuju bahwa

minuman beralkohol menimbulkan efek toksik langsung terhadap hati. Akumulasi

lemak mencerminkan adanya gangguan metabolik yang mencakup pembentukan

trigliserida secara berlebihan, menurunnya jumlah keluaran trigliserida dari hati, dan

menurunnya oksidasi asam lemak. Individu yang mengkonsumsi alkohol dalam

jumlah berlebihan juga mungkin tidak makan selayaknya. Penyebab utama

kerusakan hati tampaknya merupakan efek langsung alkohol pada sel hati, yang

meningkat pada saat malnutrisi.

Degenerasi lemak tak berkomplikasi pada hati seperti yang terlihat pada

alkoholisme dini bersifat reversibel bila berhenti minum alkohol, beberapa kasus dari

kondisi yang relatif jinak ini akan berkembang menjadi sirosis. Secara makroskopis

5

hati membesar, rapuh, tampak berlemak, dan mengalami gangguan fungsional akibat

akumulasi lemak dalam jumlah banyak.

Bila kebiasaan minum alkohol diteruskan, terutama apabila semakin berat,

dapat terjadi suatu hal (belum diketahui penyebabnya) yang akan memacu seluruh

proses sehingga akan terbentuk jaringan parut yang luas. Sebagian pakar yakin

bahwa lesi kritis dalam perkembangan sirosis hati mungkin adalah hepatitis

alkoholik. Hepatitis alkoholik ditandai secara histologis oleh nekrosis hepatoseluler,

sel-sel balon, dan infiltrasi leukosit poli-morfonuklear (PMN) di hati. Akan tetapi,

tidak semua penderita lesi hepatitis alkoholik akan berkembang menjadi sirosis hati

yang lengkap.

Pada kasus sirosis Laënnec sangat lanjut, lembaran-lembaran jaringan ikat

yang sangat tebal terbentuk pada tepian lobulus, membagi parenkim menjadi nodul-

nodul halus. Nodul-nodul ini dapat membesar akibat aktivitas regenerasi sebagai

upaya hati untuk mengganti sel-sel yang rusak. Hati tampak terdiri dari sarang-

sarang sel-sel degenerasi dan regenerasi yang dikemas padat dalam kapsula fibrosa

yang tebal. Pada keadaan ini, sirosis sering disebut sebagai Sirosis Nodular Halus.

Hati akan menciut, keras dan hampir tidak memiliki parenkim normal pada stadium

akhir sirosis, yang menyebabkan terjadinya hipertensi portal dan gagal hati.

Penderita sirosis Laënnec lebih beresiko menderita karsinoma sel hati primer

(hepatoseluler) (Price, 2006 : 494).

2.2.2 Sirosis Pascanekrotik

Sirosis pascanekrotik terjadi setelah nekrosis berbercak pada jaringan hati.

Hepatosit dikelilingi dan dipisahkan oleh jaringan parut dengan kehilangan banyak

sel hati dan diselingi dengan parenkim hati normal. Sekitar 75% kasus cenderung

6

berkembang dan berakhir dengan kematian dalam 1 hingga 5 tahun. Kasus sirosis

pascanekrotik berjumlah sekitar 10% dari kasus sirosis. Sekitar 25 hingga 75% kasus

memiliki riwayat hepatitis virus sebelumnya. Banyak pasien yang memiliki hasil uji

HBsAg-positif, sehingga menunjukkan bahwa hepatitis kronis aktif merupakan

peristiwa penting.

Ciri khas kasus sirosis pascanekrotik adalah bahwa tampaknya sirosis ini

adalah faktor predisposisi timbulnya neoplasma hati primer (karsinoma

hepatoseluler). Resiko ini meningkat hampir sepuluh kali lipat pada pasien karier

dibandingkan pada pasien bukan karier (Hildt, 1998) (dalam Price, 2006 : 494).

2.2.3 Sirosis Biliaris

Kerusakan sel hati yang dimulai disekitar duktus biliaris akan menimbulkan

pola sirosis yang dikenal sebagai sirosis biliaris. Tipe ini merupakan 2% penyebab

kematian akibat sirosis.

Penyebab tersering sirosis biliaris adalah obstruksi biliaris pascahepatik.

Stasis empedu menyebabkan penumpukan empedu di dalam massa hati dan

kerusakan sel-sel hati. Terbentuk lembar-lembar fibrosa di tepi lobulus, namun

jarang memotong lobulus seperti pada sirosis Laënnec. Hati membesar, keras,

bergranula halus dan berwarna kehijauan. Ikterus selalu menjadi bagian awal dan

utama dari sindrom ini, demikian pula pruritus, malabsorpsi dan steatorea.

Sirosis biliaris primer menampilkan pola yang mirip dengan sirosis biliaris

sekunder (penjelasan di atas), namun lebih jarang ditemukan. Sirosis biliaris primer

lebih sering terjadi pada perempuan usia 30 hingga 65 tahun dan disertai dengan

berbagai gangguan autoimun (misal, tiroiditis autoimun atau arthritis reumatoid)

(Price, 2006 : 494-495).

7

2.3 Gambaran Klinis

Gambaran klinis sirosis hati umumnya sama untuk semua tipe tanpa

memandang penyebabnya, meskipun beberapa tipe sirosis yang tersendiri mungkin

memiliki gambaran klinis dan biokimia yang berbeda. Masa ketika sirosis

bermanifestasi sebagai masalah klinis hanyalah sepenggal waktu dari perjalanan

klinis selengkapnya. Sirosis berifat laten selama bertahun-tahun, dan perubahan

patologis yang terjadi berkembang lambat hingga akhirnya gejala yang timbul

menyadarkan akan adanya kondisi ini. Selama masa laten yang panjang, terjadi

kemunduran fungsi hati secara bertahap.

Gejala dini bersifat samar dan tidak spesifik yang meliputi kelelahan,

anoreksia, dyspepsia, flatulen, perubahan kebiasaan defekasi (konstipasi atau diare),

dan berat badan sedikit berkurang. Mual dan muntah lazim terjadi (terutama pada

pagi hari). Nyeri tumpul atau perasaan berat pada epigastrium atau kuadran kanan

atas terdapat pada sekitar separuh penderita. Pada sebagian besar kasus, hati keras

dan mudah teraba tanpa memandang apakah hati membesar atau mengalami atrofi.

Menifestasi utama dan lanjut dari sirosis terjadi akibat dua tipe gangguan

fisiologis, yakni gagal sel hati dan hipertensi portal. Manifestasi gagal hepatoseluler

adalah ikterus, edema perifer, kecendrungan perdarahan, eritema Palmaris (telapak

tangan merah), angioma laba-laba, fetor hepatikum dan ensefalopati hepatik.

Gambaran klinis yang terutama berkaitan dengan hipertensi portal adalah

splenomegali, varises esofagus dan lambung, serta manifestasi sirkulasi kolateral

lain. Asites (cairan dalam rongga peritoneum) dapat dianggap sebagai manifestasi

kegagalan hepatoseluler dan hipertensi portal (Price, 2006 : 495).

8

2.4 Diagnosis

Perubahan patologis penyakit hati dibagi dalam tiga jenis yaitu peradangan,

fibrosis dan neoplasma. Perubahan fibrosis terjadi pada sirosis hati dan pada

peradangan kronis. Destruksi sel parenkim yang luas akibat peradangan, fibrosis,

neoplasma atau obstruksi mengganggu fungsi sekresi dan eksresi. Ikterus (jaringan

tubuh berwarna kuning) merupakan gejala yang sering ditemukan dan timbul akibat

gangguan eksresi bilirubin. Hipertensi portal, asites, varises esofagus dan

ensefalopati hepatik adalah komplikasi sirosis dan gagal hati lanjut yang sering

terjadi (Price, 2006 : 477).

Untuk menegakkan diagnosis penyakit hati dilakukan beberapa rangkaian

pemeriksaan, seperti pada tabel berikut :

Tabel 2.1Uji Fungsi Hati

Uji Nilai Normal Makna KlinisEksresi Empedu Mengukur kemampuan hati untuk

mengonjugasi dan mengeksresi pigmen empedu.

Bilirubin serum direk (terkonjugasi)

0,1 – 0,3mg/dl Meningkat bila terjadi gangguan eksresi bilirubin terkonjugasi.

Bilirubin serum indirek (tidak terkonjugasi)

0,2 – 0,7mg/dl Meningkat pada keadaan hemolitik dan Sindrom Gilbert.

Bilirubin serum total 0,3 – 1,0mg/dl Bilirubin serum direk dan total meningkat pada penyakit hepatoseluler.

Bilirubin urine 0 Bilirubin terkonjugasi dieksresi dalam urine bila kadarnya meningkat dalam serum, mengesankan adanya obstruksi pada sel hati. Urine berwarna coklat, bila dikocok timbul busa berwarna kuning (pemeriksaan sederhana di bangsal).

Urobilinogen urine 1,0 – 3,5mg/24 jam

Berkurang pada gangguan hati. Meningkat bila jumlah yang dihasilkan melampaui kemampuan hati untuk mengeksresi kembali, seperti pada ikterus hemolitik.

9

Metabolisme ProteinProtein serum total

Albumin serumGlobulin serum

6 – 8g/dl 3,2 – 5,5g/dl2,0 – 3,5g/dl

Sebagian besar protein serum dan protein pembekuan disintesis oleh hati, sehingga kadarnya menurun pada berbagai gangguan hati.

Masa Protrombin 11 – 15 detik Meningkat pada penurunan sintesis protrombin akibat kerusakan sel hati.

Amonia (NH3) darah 80 – 100µg/dl Hati mengubah NH3 menjadi urea. Kadarnya meningkat pada gagal hati atau pada pintas portal sistemik yang besar.

Enzim SerumAST (SGOT)

ALT (SGPT)

LDH

5 – 35 unit/ml (Frankel)

5 – 35 unit/ml (Frankel)

200 – 450 unit/ml (Wrobleski)

Aspartate Aminotransferase (AST) atau Serum Glutamic Oxaloasetic Transaminase (SGOT)Alanine Aminotransferase (ALT) atau Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT)Lactic Dehydrogenase (LDH), semuanya adalah enzim intrasel yang terutama berada di jantung, hati dan jaringan skelet, yang dilepaskan dari jaringan yang rusak (seperti nekrosis), meningkat pada kerusakan sel hati.

Fosfatase Alkali 30 – 120 IU/L atau 2 – 4unit/dl (Bodansky)

Dibentuk dalam tulang, hati, ginjal, usus halus, dan dieksresikan kedalam empedu. Kadarnya meningkat pada metastasis hati.

Uji Imunologik Uji diagnostik yang penting untuk hepatitis virus

(dalam Price, 2006 : 478)

Tabel 2.2Metode Radiologis untuk Menegakkan Diagnosis Penyakit Hati

Uji Keterangan Foto polos abdomen Dapat memperlihatkan cabang-cabang saluran hati dan dapat

memperlihatkan adanya splenomegali atau asites nyata. Ultrasonografi Untuk mendeteksi massa padat atau kistik di dalam hatiCT Scan Pencitraan beresolusi tinggi pada hati, menunjukkan adanya

batu, massa padat, kista, abses dan kelainan struktur.Barium Meal Dapat menunjukkan varises esofagus pada lebih 70% kasus,

tumor sering menyebabkan pergeseran duodenumScan Hati radioisotop dengan sel darah berlabel radioaktif

Menunjukkan perubahan anatomi pada jaringan hati, lesi nampak sebagai efek pengisian (tumor, kista, abses)

Angiografi aksis Menunjukkan kerusakan pada sirosis.

10

seliak selektifPengukuran tekanan portal

Tekanan portal meningkat pada sirosis.

(dalam Price, 2006 : 479)

2.5 Komplikasi

2.5.1 Perdarahan Saluran Cerna

Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan paling berbahaya

pada sirosis adalah perdarahan dari varises esofagus yang merupakan penyebab dari

sepertiga kematian. Penyebab lain perdarahan adalah tukak lambung dan duodedum

(pada sirosis, insidensi gangguan ini meningkat), erosi lambung akut dan

kecendrungan perdarahan (akibat massa protrombin yang memanjang dan

trombositopenia).

Penderita datang dengan melena atau hematemesis. Tanda perdarahan

kadang-kadang adalah ensefalopati hepatik. Hipotensi dapat terjadi bergantung pada

jumlah dan kecepatan kehilangan darah.

Perdarahan saluran cerna merupakan salah satu faktor penting yang

mempercepat terjadinya ensefalopati hepatik. Ensefalopati hepatik terjadi bila

ammonia dan zat-zat toksik lain masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Sumber

ammonia adalah pemecahan protein oleh bakteri pada saluran cerna. Ensefalopati

akan terjadi bila darah tidak dikeluarkan melalui aspirasi lambung dan bila

pemecahan protein darah oleh bakteri tidak dicegah.

2.5.2 Asites

Asites adalah penimbunan cairan serosa dalam rongga peritoneum. Asites

adalah manifestasi kardinal sirosis dan bentuk berat lain dari penyakit hati. Beberapa

faktor yang turut terlibat dalam patogenesis asites pada sirosis hati :

11

1) Hipertensi porta

Mekanisme primer penginduksi hipertensi porta adalah resistensi terhadap

aliran darah melalui hati. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik

dalam jaringan pembuluh darah intestinal.

2) Hipoalbuminemia

Hipoalbuminemia terjadi karena menurunnya sintesis yang dihasilkan oleh

sel-sel hati yang terganggu. Hipoalbuminemia menyebabkan menurunnya tekanan

osmotik koloid.

3) Meningkatnya pembentukan dan aliran limfe hati

Kombinasi antara tekanan hidrostatik yang meningkat dengan tekanan

osmotik yang menurun dalam jaringan pembuluh darah intestinal menyebabkan

terjadinya transudasi cairan dari ruang intravaskular ke ruang interstisial sesuai

dengan hukum gaya Starling (ruang peritoneum dalam kasus Asites). Hipertensi

porta kemudian meningkatkan pembentukan limfe hepatik, yang menyeka dari hati

ke dalam rongga peritoneum. Mekanisme ini dapat turut menyebabkan tingginya

kandungan protein dalam cairan asites, sehingga meningkatkan tekanan osmotik

koloid dalam cairan rongga peritoneum dan memicu terjadinya transudasi cairan dari

rongga intravaskular ke ruang peritoneum.

4) Retensi natrium dan Gangguan eksresi air

Merupakan faktor penting dalam berlanjutnya asites. Retensi air dan natrium

disebabkan oleh hiperaldosteronisme sekunder (penurunan volume efektif dalam

sirkulasi mengaktifkan mekanisme rennin-angiotensin-aldosteron). Penurunan

inaktivasi aldosteron sirkulasi oleh hati juga dapat terjadi akibat kegagalan

hepatoseluler.

12

Suatu tanda asites adalah meningkatnya lingkar abdomen. Penimbunan cairan

yang sangat nyata dapat menyebabkan nafas pendek karena diafragma meningkat.

Dengan semakin banyaknya penimbunan cairan peritoneum, dapat dijumpai cairan

lebih dari 500 ml pada saat pemeriksaan fisik dengan gelombang cairan, dan perut

yang membengkak. Jumlah yang lebih sedikit dapat dijumpai dari pemeriksaan USG.

2.5.3 Ensefalopati Hepatik

Ensefalopati Hepatik (koma hepatikum) merupakan sindrom neuropsikiatri

pada penerita penyakit hati berat. Sindrom ini ditandai oleh kekacauan mental,

tremor otot, dan flepping tremor yang disebut sebagai asteriksis. Perubahan mental

diawali dengan perubahan kepribadian, hilang ingatan, dan iritabilitas yang dapat

berlanjut hingga kematian akibat koma dalam. Ensefalopati hepatik yang berakhir

dengan koma adalah mekanisme kematian yang terjadi pada sepertiga kasus sirosis

yang fatal (Price, 2006 : 498-499).

2.6 Pengobatan

Pengobatan sirosis biasanya tidak memuaskan. Tidak ada agen farmakologik

yang dapat menghentikan atau memperbaiki proses fibrosis. Terapi terutama

ditujukan pada penyebabnya (seperti penyalahgunaan alkohol dan obstruksi saluran

empedu) lalu mengatasi berbagai komplikasi (perdarahan saluran cerna, asites dan

ensefalopati hepatikum).

Berbagai tindakan telah digunakan untuk segera mengatasi perdarahan.

Tamponade dengan alat seperti pipa Sengstaken-Blakemore (triple-lumen) dan

Minnesota (quadruple-lumen) dapat menghentikan perdarahan untuk sementara

waktu. Vasopressin (Pitressin) telah digunakan untuk mengatasi perdarahan. Obat ini

menurunkan tekanan porta dengan mengurangi aliran darah splangnik, walaupun

13

efeknya hanya bersifat sementara. Kendati telah dilakukan tindakan darurat, sekitar

35% penderita akan meninggal akibat gagal hati dan komplikasi.

Metode utama pengobatan asites adalah pembatasan garam. Obat diuretik

juga dapat digabungkan dengan diet rendah garam. Kehilangan cairan dianjurkan

tidak lebih dari 1,0 kg/hari bila terjadi edema perifer dan asites. Ketidakseimbangan

elektrolit harus dihindari, sebab obat diuretik dapat mencetuskan ensefalopati

hepatikum.

Langkah pengobatan ensefalopati hepatik dipusatkan pada mekanisme

penyebabnya. Yang paling penting adalah mencari faktor pencetus, seperti

perdarahan saluran pencernaan atau terapi diuretik yang berlebihan dan pemberian

pengobatan korektif. Pengobatan awal adalah menyingkirkan semua protein dari diet

dan menghambat kerja bakteri dari protein usus, karena pemecahan protein dalam

usus adalah sumber NH3 zat nitrogen lain. Neomisin (suatu antibiotik yang tidak

diabsorpsi) biasanya merupakan obat terpilih untuk penghambatan bakteri usus.

Koreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit perlu dilakukan, terutama

hipokalemia, yang mencetuskan ensefalopati.

Beberapa tindakan dapat dilakukan untuk mencegah ensefalopati pada pasien

yang memiliki pirau portakaval, atau yang sembuh dari ensefalopati. Tindakan ini

mencakup diet dengan protein dalam jumlah sedang, dosis rumatan neomisin, tidak

memberikan obat diuretik pendeplesi kalium dan yang mengandung NH3, tidak

memberikan obat sedatif dan narkotika, menghindari konstipasi dan membatasi

semua makanan mengandung protein bila gejala muncul kembali (Price, 2006).

14

2.7 Pelaksanaan Diit

2.7.1 Perhitungan Kebutuhan

2.7.1.1 Penentuan Berat Badan Kering

Pasien menderita Sirosis Hati dengan komplikasi Asites dan edema. Untuk

mendapatkan berat badan kering, perlu dilakukan pengurangan sesuai dengan luas

asites dan edema.

2.7.1.2 Penentuan Status Gizi

Penentuan status gizi pasien dilakukan dengan cara menghitung Indeks Massa

Tubuh (IMT) berdasarkan berat badan kering. Penentuan status gizi berdasarkan IMT

menggunakan batas ambang seperti pada tabel berikut :

Tabel 2.3Kategori Batas Ambang IMT

Kategori Batas Ambang

KurusKekurangan berat badan tingkat berat <17,0

Kekurangan berta badan tingkat ringan 17,0 – 18,5

Normal >18,5 – 25,0

GemukKelebihan berat badan tingkat ringan >25,0 – 27,0

Kelebihan berat badan tingkat berat >27,0

(dalam Almatsier,2005 : 22)

2.7.2 Tujuan, Prinsip dan Syarat Diet

2.7.2.1 Tujuan Diet

Adapun tujuan dari Diet Hati adalah untuk mempertahankan status gizi

optimal tanpa memberatkan fungsi hati dengan cara :

15

1) Meningkatkan regenerasi jaringan hati dan mencegah kerusakan lebih lanjut

serta meningkatkan fungsi jaringan hati yang tersisa

2) Mencegah katabolisme protein

3) Mempertahankan berat badan normal

4) Mengurangi serta mencegah edema dan asites

5) Mencegah koma hepatik

2.7.2.2 Prinsip Diet

1) Energi tinggi, untuk mencegah pemecahan protein, yaitu 35 kkal/kg BB

2) Protein agak tinggi, agar terjadi anabolisme protein, yaitu 1 g/kg BB/hr

3) Lemak cukup, yaitu 16% dari kebutuhan energi total

4) Karbohidrat sisa dari kebutuhan energi total

5) Vitamin dan mineral diberikan sesuai dengan tingkat defisiensi

2.7.2.3 Syarat Diet

1) Makanan mudah cerna, dan tidak mengandung bumbu yang tajam

2) Makanan diberikan dalam bentuk lunak, sesuai dengan keadaan penyakit dan

kemampuan pasien

16

BAB III

GAMBARAN PASIEN

3.1 Identitas Pasien

Nama Penderita : Tn. N

Nomor MR : 69 24 44

Umur : 57 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Seorang tenaga pendidik (guru)

Alamat : Jl. Pelita IV Koto Lolo, Kerinci

Tanggal Masuk : 11 Mei 2010

Ruang Rawat : Penyakit Dalam Pria, Ruang 11, Kelas I

3.2 Data Subyektif

3.2.1 Riwayat Nutrisi

3.2.1.1 Dahulu

Berdasarkan hasil anamnesa yang dilakukan, dapat diketahui bahwa sebelum

masuk rumah sakit selera makan pasien baik. Pasien biasanya makan tiga kali sehari,

dengan porsi yang tidak terlalu banyak, lebih kurang 200 gram nasi, 50 gram protein

hewani dan 50 gram sayur setiap kali makan. Pasien jarang mengkonsumsi protein

nabati, seperti tahu dan tempe. Pasien menyukai semua makanan yang biasa

disediakan di rumah dan pasien tidak memiliki pantangan terhadap bahan makanan

tertentu (untuk bahan makanan yang umum dikonsumsi).

17

3.2.1.2 Sekarang

Berdasarkan hasil anamnesa, selera makan pasien sekarang masih baik, hanya

saja pasien tidak menghabiskan makanan dari rumah sakit. Pasien beralasan jika

dihabiskan semua, perutnya akan terasa sesak / penuh dan sakit.

3.2.2 Riwayat Penyakit

3.2.2.1 Dahulu

Diketahui bahwa pasien pernah menderita Hepatitis sebelumnya.

3.2.2.2 Sekarang

Pasien mengalami asites, buang air kecil (BAK) terlihat seperti teh pekat, dan

pasien mengalami ikterik, serta edema pada kedua tungkai.

3.2.2.3 Keluarga

Tidak ada keluarga yang menderita penyakit Sirosis Hepatis.

3.2.3 Keluhan

Berdasarkan hasil anamnesa, pasien merasakan sakit di bagian perut, perut

terasa cepat penuh bila diisi makanan, serta pasien merasakan sakit di bagian

pinggang.

3.3 Data Obyektif

3.3.1 Antropometri

Berat badan aktual = 70 kg

Tinggi badan = 165 cm

18

3.3.2 Pemeriksaan Fisik dan Klinis

Berdasarkan rekam medik pasien, dapat diketahui bahwa pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan klinis pasien pada tanggal 11 Mei 2010 (hari pertama dirawat)

adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1Hasil Pemeriksaan Fisik Pasien

Pemeriksaan Fisik Nilai Nilai NormalAsites + -Ikterik + -

Edema kedua tungkai + -BAK seperti teh pekat + -

Kesadaran CMC CMC*+ (positif)* − (negatif)

Tabel 3.2Hasil Pemeriksaan Klinis Pasien

Pemeriksaan Klinis Nilai Nilai NormalTekanan Darah 100/70 mmHg 120/80 mmHg

Suhu 36,30 C 36,8 – 370CNadi 78 kali/menit 60 – 80 kali/menit

Pernapasan 20 kali/menit 20 – 22 kali/menit

3.3.3 Hasil Laboratorium

Berdasarkan rekam medik pasien, dapat diketahui bahwa pemeriksaan

laboratorium pasien pada tanggal 11 Mei 2010 (hari pertama dirawat) adalah sebagai

berikut :

Tabel 3.3Hasil Pemeriksaan Laboratorium Pasien

Hasil Laboratorium Nilai Nilai NormalHb 9,6 g/dl 13 – 16

Leukosit 8900/ml 5.000 – 10.000 Trombosit 100.000/ml 150.000 – 400.000

Total Kolesterol 96 mg/dl <220HDL 51 g/dl > 65LDL 28 mg/dl <150

19

Trigliserida 86 mg/dl <150Ureum Darah 79 mg/dl 10,0 – 50,0

Kreatinin Darah 1,7 mg/dl 0,6 – 1,1 Natrium 133 mg/dl 139 – 145 Kalium 4,2 mg/dl 4,4 – 4,8

Clorida Serum 103 mg/dl 76 – 102Total Protein 5,9 g/dl 6,6 – 8,7

Albumin 2,0 g/dl 3,8 – 5,0Globulin 3,9 g/dl 1,3 – 2,7

Bilirubin Total 4,8 mg/dl 0,3 – 1,0Bibirubin Direk 3,3 mg/dl <0,80Bilirubin Indirek 1,5 mg/dl <0,20

SGOT 82 u/I <38SGPT 45 u/I <41

Alkali Fosfatase 258 u/I <270

3.3.4 Hasil Pemeriksaan Penunjang

3.3.4.1 USG Abdomen

Laporan USG :

Asites

Permukaan hati tidak rata

Vena porta melebar

Diagnosa USG : Sirosis Hepatis dengan Splenomegali + Asites

3.3.4.2 Pemeriksaan Cairan Tubuh ( Cairan Asites )

Makroskopis : - Volume 10 cc

- Kekeruhan Jernih

- Warna Kuning

Mikroskopis : - Jumlah Sel 25/mm3

Kimia : - Protein 1,2 g/dl

- Glukosa 155 mg/dl

3.3.5 Terapi Medis20

Selain dianjurkan istirahat, pasien juga diberikan obat-obatan yaitu :

1) IVFD Aminofusin Hepar : Triofusin (1 : 2), berfungsi untuk pengganti

cairan tubuh (terdiri dari nutrisi, elektrolit)

2) Curcuma 3x1, berfungsi sebagai vitamin dan meningkatkan nafsu makan.

3) Lasix 2x1, berfungsi untuk mengikat cairan/mengurangi asites (obat diuretik)

3.4 Assesment

3.4.1 Assesment Medis

Berdasarkan data pemeriksaan fisik, klinis dan laboratorium pasien, maka

dokter menegakkan diagnosa bahwa pasien menderita Sirosis Hepatis Stadium

Dekompensata ( Stadium Lanjut ) dengan Asites.

3.4.2 Assessment Gizi

Berat Badan Kering = 15% x 70 = 10,5

= 70 – 10,5 = 59,5 kg

Tinggi Badan = 165 cm

IMT = = = = 21,87 kg/m2 Normal

Berdasarkan data antropometri, status gizi pasien adalah baik.

3.5 Planning

3.5.1 Diet yang diberikan : Diet Hati / Rendah Garam

Bentuk makanan : Makanan Lunak

Cara pemberian : Oral

Frekuensi pemberian : 3 x makanan pokok dan 2 x makanan selingan

Cara pemesanan : ML DH / RG

21

3.5.2 Tujuan Diet

Adapun tujuan dari Diet Hati adalah untuk mempertahankan status gizi

optimal tanpa memberatkan fungsi hati dengan cara :

1) Meningkatkan regenerasi jaringan hati dan mencegah kerusakan lebih lanjut

serta meningkatkan fungsi jaringan hati yang tersisa

2) Mencegah katabolisme protein

3) Mempertahankan berat badan normal

4) Mengurangi serta mencegah edema dan asites

5) Mencegah koma hepatik

3.5.3 Prinsip dan Syarat Diet

3.5.3.1 Prinsip Diet

1) Energi tinggi, untuk mencegah pemecahan protein, yaitu 35 kkal/kg BB

2) Protein agak tinggi, agar terjadi anabolisme protein, yaitu 1 g/kg BB/hr

3) Lemak cukup, 16% dari kebutuhan energi total

4) Karbohidrat sisa dari kebutuhan energi total

5) Vitamin dan mineral diberikan sesuai dengan tingkat defisiensi

3.5.3.2 Syarat Diet

1) Makanan mudah cerna, dan tidak mengandung bumbu yang tajam

2) Makanan diberikan dalam bentuk lunak, sesuai dengan keadaan penyakit dan

kemampuan pasien

3.5.4 Perhitungan Kebutuhan

22

Berat badan kering = 59,5 kg

Energi = 35 kkal x 59,5 = 2082,5 kkal

Protein = 1 x 59,5 = 59,5 gram

Lemak = 16% x 2082,5 = = 37 gram

Karbohidrat = 2082,5 – ( 238 + 333,2 )

= 2082,5 – 571,2

= = 377,8 gram

Berdasarkan jumlah energi dan zat gizi yang diperoleh dari hasil perhitungan,

maka pasien diberikan Diet Hati III / Rendah Garam II (600 – 800 mg Na).

3.6 Perencanaan Menu

Menu yang akan diolah direncanakan sesuai dengan perhitungan kebutuhan

pasien, prinsip dan syarat diet, jenis penyakit, serta perencanaan bahan disesuaikan

dengan bahan makanan yang tersedia di Instalasi Gizi. Pola menu yang disusun

terdiri dari 3 x makanan pokok dan 2 x makan selingan, dan setiap kali makanan

pokok terdiri dari nasi lunak, lauk hewani, lauk nabati, sayuran dan buah. Menu yang

disajikan pada hari pengolahan dapat dilihat pada tabel 3.4, sedangkan analisis

perencanaan menu dapat dilihat pada Lampiran 1.

Tabel 3.4Perencanaan Menu untuk Pasien

Waktu Menu Pagi Nasi lunak

Sup bola-bola daging Tumis kangkung Buah pisang

Snack siang Puding hunkweSiang Nasi lunak

23

Ikan laut bumbu tomat Tempe bumbu kuning Bening bayam Buah apel

Snack sore Agar-agarSore Nasi lunak

Ikan air tawar bakar Pepes tahu Sayur wortel + Kc. Panjang Buah jeruk manis

3.7 Pengolahan, Penyajian dan Pendistribusian

Pengolahan dilaksanakan pada hari ketiga pengamatan di Instalasi Gizi.

Pengolahan untuk makanan pagi dimulai pukul 05.30 WIB, pengolahan untuk snack

siang dan makanan siang dimulai pukul 09.30 WIB serta pengolahan untuk snack

sore dan makanan sore dimulai pukul 13.30 WIB.

Makanan yang telah diolah, disajikan dengan menggunakan plato dan diberi

garnish seperti ketimun, tomat dan seledri (makanan lunak tidak boleh memakai

cabe).

Pendistribusian dilakukan secara sentralisasi, namun karena pasien adalah

pasien kelas I, maka makanan yang telah disajikan di plato dipindahkan ke alat

makan pasien setelah sampai di ruangan. Pendistribusian dilakukan sesuai dengan

jadwal pendistribusian di Instalasi Gizi, yaitu untuk makanan pagi pukul 07.00 WIB,

untuk snack siang dan makanan siang pukul 11.00 WIB dan untuk snack sore dan

makanan sore pukul 15.00 WIB. Makanan dibawa oleh pegawai rumah tangga ke

ruang rawat inap penyakit dalam pria.

3.8 Monitoring dan Evaluasi

24

Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan tujuan untuk melihat

perkembangan pasien selama studi kasus berlangsung. Monitoring dan evaluasi

dilakukan dengan cara mengamati perkembangan pasien selama 3 hari berturut-turut,

baik monitoring asupan, monitoring status gizi, monitoring pemeriksaan fisik dan

klinis, dan monitoring hasil laboratorium.

3.8.1 Asupan Energi dan Zat Gizi

Selama 3 hari pengamatan, dilakukan monitoring dan evaluasi untuk menilai

asupan makanan pasien, dan daya terima pasien terhadap makanan yang diberikan

rumah sakit maupun makanan tambahan dari luar serta melihat kepatuhan pasien

terhadap diet yang diberikan. Jenis dan jumlah makanan yang bisa dihabiskan pasien

di analisa, untuk mendapatkan nilai asupan energi dan zat gizi pasien dalam sehari.

Nilai yang diperoleh dibandingkan dengan perhitungan kebutuhan pasien selama

sakit dan dikategorikan berdasarkan besarnya nilai, sesuai dengan klasifikasi tingkat

konsumsi.

Berdasarkan Buku Pedoman Petugas Gizi Puskesmas, Depkes RI (1990)

(dalam Supariasa, 2002 : 114), klasifikasi tingkat konsumsi dibagi menjadi empat

dengan cut of points masing-masing sebagai berikut :

1) Baik : ≥100%

2) Sedang : 80 – 99%

3) Kurang : 70 – 80%

4) Defisit : <70%

3.8.2 Status Gizi

25

Status gizi dilihat berdasarkan data antropometri untuk menilai baik, kurang

atau lebihnya status gizi pasien, yaitu dengan cara mengukur tinggi badan dan

menimbang berat badan pasien, kemudian menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT)

dan dikategorikan. Monitoring dan evaluasi dilakukan pada awal dan akhir studi

kasus.

3.8.3 Pemeriksaan Fisik dan Klinis

Monitoring dan evaluasi terhadap pemeriksaan fisik dan klinis dilakukan

selama studi kasus untuk, melihat perkembangan penyakit pasien dari awal sampai

akhir studi kasus.

3.8.4 Hasil Laboratorium

Monitoring dan evaluasi terhadap hasil pemeriksaan laboratorium (jika ada

pemeriksaan laboratorium selama studi kasus) dilakukan untuk melihat

perkembangan penyakit pasien dari awal sampai akhir studi kasus.

3.9 Penerangan dan Konsultasi Diet

Penerangan dan konsultasi diet diperlukan untuk mengubah persepsi,

membuka pikiran, dan membangkitkan semangat pasien untuk melaksanakan diet

agar tercapai kehidupan yang optimal bagi pasien. Penerangan dan konsultasi diet

akan dilakukan pada akhir studi kasus.

Topik : Diet Hati III dan Rendah Garam II

Tujuan : Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang

diet yang harus dijalankan serta memotivasi pasien dalam

menjalankan diet.

Sasaran : Pasien dan keluarga

26

Metode : Diskusi dan tanya jawab

Media : Leaflet mengenai Sirosis Hati dan leaflet Diet Rendah Garam

serta daftar bahan makanan penukar

Materi : - Menjelaskan tujuan diet

- Menjelaskan prinsip dan syarat diet

- Menjelaskan bahan makanan yang boleh dan tidak boleh

dikonsumsi

- Menjelaskan cara penggunaan daftar bahan makanan

penukar

Indikator : Pasien menjalankan prinsip dan syarat diet yang diberikan

BAB IV

27

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Anamnesa

Berdasarkan hasil anamnesa, diketahui bahwa pasien biasanya makan tiga

kali sehari, dengan porsi yang tidak terlalu banyak, 200 gram nasi setiap kali

makan. Untuk protein hewani, pasien suka mengkonsumsi ikan air laut/ikan air tawar

satu potong sedang (50 gram) 4 x seminggu. Pasien jarang mengkonsumsi protein

nabati seperti tahu dan tempe, 2 x seminggu dengan porsi 50 gram setiap kali

makan. Untuk sayuran pasien suka mengonsumsi sayuran hijau seperti daun

singkong, kangkung dan bayam ½ gelas (50 gram) setiap kali makan. Pasien

menyukai semua makanan yang biasa disediakan di rumah dan pasien tidak memiliki

pantangan terhadap bahan makanan tertentu (untuk bahan makanan yang umum

dikonsumsi).

Pasien menyukai semua jenis pengolahan makanan, baik dengan cara

digoreng, ditumis ataupun berkuah santan. Gambaran makanan pasien (jenis dan

jumlah bahan makanan yang biasa dikonsumsi) dalam 1 hari dapat dilihat pada

Lampiran 2, dan perhitungan kebutuhan energi dan zat gizi pasien sebelum sakit

dapat dilihat pada Lampiran 3. Perbandingan antara asupan makanan pasien dengan

kebutuhan pasien sebelum masuk rumah sakit dapat dilihat pada tabel :

Tabel 4.1Hasil Anamnesa Asupan Energi dan Zat Gizi

Dibandingkan dengan Kebutuhan Energi dan Zat Gizi PasienSebelum Dirawat

Zat gizi Hasil anamnesa Kebutuhan %Energi (kkal) 1509,08 1930,5 78,17

Protein (gram) 54,31 58,5 92,83Lemak (gram) 29 32,1 90,34

Karbohidrat (gram) 250,67 337,83 74,20Natrium (mg) 99,4 135 – 147 mmol/l -

28

Dari data diatas dapat diketahui bahwa sebelum masuk rumah sakit, asupan

energi dan karbohidrat pasien dikategorikan kurang (78,17% dan 74,20%) dan

asupan lemak serta protein pasien dikategorikan sedang (90,34% dan 92,83% ). Hal

ini disebabkan karena porsi makan pasien tidak terlalu banyak dan pasien jarang

mengkonsumsi makanan porsi atau makanan selingan. Asupan natrium pasien dari

bahan makanan saja adalah 99,4% .

4.2 Monitoring Data Fisik dan Klinis

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama 3 hari, diketahui

pemeriksaan fisik pasien sebagai berikut :

Tabel 4.2Hasil Pemeriksaan Fisik Pasien Selama Pengamatan Studi Kasus

Pemeriksaan Fisik 19 Mei 2010 20 Mei 2010 21 Mei 2010 Nilai NormalAsites + + + -Ikterik + + + -

Edema kedua tungkai + + + -BAK seperti teh pekat - - - -

Kesadaran CMC CMC CMC CMC*CMC = Sadar penuh*+ (positif)*− (negatif)

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama 3 hari, diketahui

pemeriksaan klinis pasien sebagai berikut :

Tabel 4.3Hasil Pemeriksaan Klinis Pasien Selama Pengamatan Studi Kasus

Pemeriksaan Klinis

19 Mei 2010 20 Mei 2010 21 Mei 2010 Nilai Normal

Tekanan Darah 130/80 mmHg 110/60 mmHg 100/60 mmHg 120/80 mmHgSuhu 36,50C 37,80C 37,50C 36,8 – 370CNadi 62 kali/menit 72 kali/menit 92 kali/menit 60 – 80 kali/menit

Pernapasan 20 kali/menit 22 kali/menit 26 kali/menit 20 – 22 kali/menit

29

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa selama 3 hari pengamatan,

hasil pemeriksaan fisik pasien untuk asites, ikterik serta edema kedua tungkai tidak

mengalami perubahan. Mulai dari hari pertama hingga hari ketiga pengamatan

pemeriksaan klinis terus meningkat (tinggi), namun untuk tekanan darah menurun

mulai dari hari pertama hingga hari ketiga pengamatan.

4.3 Monitoring Data Laboratorium

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama 3 hari, diperoleh data hasil

pemeriksaan laboratorium sebagai berikut :

Tabel 4.4Hasil Pemeriksaan Laboratorium Selama Pengamatan Studi Kasus

Hasil Laboratorium

Awal Masuk Rumah Sakit

19 Mei 2010

20 Mei 2010

21 Mei 2010

Nilai Normal

Hb 9,6 g/dl - - - 13 – 16 Leukosit 8900/ml - - - 5.000 – 10.000

Trombosit 100.000/ml - - - 150.000 – 400.000Total Kolesterol 96 mg/dl - - - <220

HDL 51g/dl - - - > 65LDL 28 mg/dl - - - <150

Trigliserida 86 mg/dl - - - <150Ureum Darah 79 mg/dl - - - 10,0 – 50,0

Kreatinin Darah 1,7 mg/dl - - - 0,6 – 1,1 Natrium 133 mg/dl - - - 139 – 145 Kalium 4,2 mg/dl - - - 4,4 – 4,8

Clorida Serum 103 mg/dl - - - 76 – 102Total Protein 5,9 g/dl - - - 6,6 – 8,7

Albumin 2,0 g/dl - - - 3,8 – 5,0Globulin 3,9 g/dl - - - 1,3 – 2,7

Bilirubin Total 4,8 mg/dl - - - 0,3 – 1,0Bibirubin Direk 3,3 mg/dl - - - <0,80Bilirubin Indirek 1,5 mg/dl - - - <0,20

SGOT 82 u/I - - - <38SGPT 45 u/I - - - <41

Alkali Fosfatase 258 u/I - - - <270

30

Selama 3 hari pengamatan yang berlangsung, pengamatan terhadap hasil

laboratorium tidak dapat dilakukan, karena belum ada pemeriksaan laboratorium

lanjutan.

4.4 Monitoring Asupan Energi dan Zat Gizi Pasien

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama tiga hari, diketahui rata-rata

asupan energi dan zat gizi pasien pada tabel 4.5 berikut, sedangkan analisis untuk

pengamatan ini dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 4.5Perbandingan Rata-Rata Asupan Energi dan Zat Gizi dengan Kebutuhan Sakit

Keb. DietEnergi Protein Lemak Karbohidrat

Na2082,5 % 59,5 % 37 % 377,8 %

I L DH III/II 1012,52 48,62 30,71 51,61 15,2 41,08 183,29 48,51 62,8II L DH III/II 831,25 39,9 28,25 47,47 20 54,04 127,75 33,81 70,75

III L DH III/II 934,32 44,86 25,51 42,87 20,05 54,18 157,04 41,56 45,6Jumlah 2778,09 133,40 84,47 141,95 55,25 149,3 468,08 123,88 179,15

Rata-rata 926,03 44,46 28,15 47,31 18,41 49,76 156,02 41,29 59,71

Dari data diatas dapat diketahui bahwa asupan energi dan zat gizi pasien

dapat disesuaikan dengan kategori tingkat konsumsi yaitu asupan energi (44,46%),

asupan karbohidrat (41,29%) dan asupan protein (47,31%) serta asupan lemak

(49,76%) dikategorikan defisit. Hal ini disebabkan karena pasien tidak mau

menghabiskan makanan, dengan alasan perut yang terasa sesak dan penuh jika diisi

makanan. Rata-rata asupan natrium pasien yang berasal dari makanan sudah cukup

rendah, yaitu 59,71%.

31

4.5 Perkembangan Penyakit dan Status Gizi Pasien

4.5.1 Perkembangan Penyakit Pasien

Perkembangan penyakit pasien dapat dilihat dari data pemeriksaan fisik dan

klinis. Dari pemeriksaan fisik, dapat diketahui bahwa asites dan edema kedua tungkai

pasien meningkat, serta ikterik tidak berkurang. Pasien terlihat sesak dengan keadaan

perut yang semakin membesar. Dari pemeriksaan klinis, diketahui bahwa suhu,

pernafasan, dan nadi pasien terus meningkat, sedangkan tekanan darah menurun

sampai hari ketiga. Untuk pemeriksaan laboratorium tidak dapat dimonitoring karena

pada saat pengamatan belum ada pemeriksaan ulang atau lanjut.

4.5.2 Perkembangan Status Gizi Pasien

Perkembangan status gizi pasien dilihat pada awal mendapatkan pasien dan

akhir pengamatan, yakni sebagai berikut :

Tabel 4.6Perkembangan Status Gizi Pasien

Antropometri 17 Mei 2010 21 Mei 2010TB (cm) 165 165

BBA (kg) 70,0 70,5BB Kering (kg) 59,5 56,4

BBI (kg) 58,5 58,5IMT (kg/m2) 21,87 20,73Status gizi Baik Baik

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa, pada awal studi kasus dilakukan

penimbangan, diketahui berat badan pasien 70,0 kg, status gizi pasien masih dalam

kondisi status gizi baik. Pada hari terakhir dilakukan penimbangan kembali, berat

badan pasien menjadi 70,5 kg. Ada peningkatan berat badan pasien sebanyak 0,5 kg

dan dengan IMT yang masih normal dengan status gizi baik. Peningkatan berat

badan disebabkan karena asites dan edema yang meningkat. Pada awal penimbangan,

32

pengurangan asites dan edema untuk berat badan kering pasien dipakai 15%, tetapi

karena asites dan edema meningkat, pengurangan untuk berat badan kering pasien

dipakai 20%.

4.6 Penerangan dan Konsultasi Diet

Waktu pelaksanaan : Tanggal 24 Mei 2010.

Topik : Diet Hati III dan Rendah Garam II

Tujuan : Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga

tentang diet yang harus dijalankan serta memotivasi

pasien dalam menjalankan diet.

Waktu pelaksanaan : Tanggal 24 Mei 2010.

Tempat : Ruang 11 Penyakit Dalam Pria

Sasaran : Pasien dan keluarga

Metode : Diskusi dan tanya jawab

Media : Leaflet mengenai Sirosis Hati dan leaflet Diet Rendah Garam

serta daftar bahan makanan penukar

Materi : - Menjelaskan tujuan diet

- Menjelaskan prinsip dan syarat diet

- Menjelaskan bahan makanan yang boleh dan tidak boleh

dikonsumsi

- Menjelaskan cara penggunaan daftar bahan makanan

penukar

Indikator : Pasien menjalankan prinsip dan syarat diet yang diberikan

33

Hasil : Pasien dan keluarga pasien bersedia mendengarkan

penjelasan dan termotivasi untuk menjalankan serta mematuhi

prinsip dan syarat diet yang diberikan, dengan alasan mereka

ingin melihat pasien sembuh.

34

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

5.1.1 Berdasarkan anamnesa yang dilakukan, diketahui bahwa asupan energi

dan karbohidrat pasien dikategorikan kurang (78,17% dan 74,20%),

sedangkan asupan protein dan lemak dikategorikan sedang (92,83% dan

90,34%). Rata-rata asupan natrium pasien yang berasal dari bahan

makanan adalah 99,4 mg

5.1.2 Berdasarkan nilai IMT, status gizi pasien adalah gizi baik dengan hasil

perhitungan 21,87 kg/m2.

5.1.3 Berdasarkan perhitungan kebutuhan zat gizi didapatkan hasil kebutuhan

energi pasien sebesar 2082,5 kkal; protein 59,5 gram; lemak 37 gram

dan karbohidrat 377,8 gram.

5.1.4 Rata-rata asupan energi dan zat gizi pasien dikategorikan defisit (energi

44,46%, karbohidrat 41,29%, dan protein 47,31% serta lemak 49,76%),

yang disebabkan karena pasien tidak mau menghabiskan makanan,

dengan alasan perut yang terasa sesak dan penuh jika diisi makanan.

Sedangkan rata-rata asupan natrium pasien yang berasal dari bahan

makanan sudah cukup rendah (59,71%). Pasien diberikan diet Hati III

Rendah Garam II dari awal sampai akhir studi kasus.

5.1.5 Perkembangan penyakit pasien pada akhir pengamatan studi kasus

belum membaik. Hasil monitoring fisik (asites,edema,ikterik) tidak

35

menunjukkan perubahan dan monitoring klinis semakin meningkat.

Perkembangan status gizi pasien tetap, yaitu status gizi baik.

5.1.6 Penerangan dan konsultasi gizi dilakukan pada akhir studi kasus

(tanggal 24 Mei 2010) menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang

diet hati/rendah garam dan jenis makanan yang boleh dan tidak boleh

dikonsumsi, serta cara pengggunaan bahan makanan penukar.

5.2 Saran

Sebaiknya pasien lebih dimotivasi dan diberi penerangan diet, agar pasien

berusaha menghabiskan makanannya dengan perlahan. Namun jika tidak bisa,

anjurkan keluarga untuk menambah konsumsi dengan susu (susu khusus untuk

penyakit hati) agar asupan energi dan zat gizi dapat terpenuhi.

36

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita.2005Penuntun DIET edisi baru. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Corwin, Elizabeth J. 2001Patofisiologi. Jakarta : EGC

Depkes RI. 2005Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta

Price, Silvia A.,dkk. 2006Patofisiologi Volume 1. Jakarta : EGC

Purnomo, Dian. 2010“Sirosis Hepatis”.(http://www.dianxneox6.co.cc/2010/04/sirosis-hepatis.html). Diakses 18 Mei 2010

Sirosis Hati.(http://id.wikipedia.org/wiki/Sirosis_hati) Diakses 18 Mei 2010

Supariasa, I Dewa Nyoman, dkk. 2002Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC

37

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Laporan Studi Kasus yang berjudul “Penatalaksanaan Terapi Diet Pada

Penderita Sirosis Hepatis Stadium Dekompensata Dengan Asites Di Ruang Rawat

Inap Penyakit Dalam Pria RSUP Dr.M. Djamil Padang” ini telah diperiksa dan

disetujui.

Plh Ka. Instalasi Gizi, Pembimbing,

DESRIHARNI, SST DESRIHARNI, SST NIP.196812131992032001 NIP.196812131992032001

38

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

laporan studi kasus dengan judul “Penatalaksanaan Terapi Diet Pada Penderita

Sirosis Hepatis Dengan Asites di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam Pria RSUP

DR. M. Djamil Padang”.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Yanuar Hamid, Sp.PD, MARS; Direktur Utama RSUP

DR. M. Djamil Padang

2. Bapak Gusnedi, STP, MPH selaku Ka. Jurusan Gizi Poltekkes

Depkes RI Padang

3. Ibu Desriharni, SST selaku Plh Ka. Instalasi Gizi, yang telah

memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk melaksanakan praktek

kerja lapangan di Instalasi Gizi RSUP DR. M. Djamil Padang, sekaligus

sebagai pembimbing Studi Kasus, yang telah memberikan arahan dan

bimbingan dalam penyelesaian laporan studi kasus ini.

4. Ibu Delfrida Sagala, AMG selaku koordinator pembimbing

mahasiswa praktek kerja lapangan di Instalasi Gizi RSUP DR. M. Djamil

Padang, yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam

pelaksanaan praktek kerja lapangan ini.

5. Seluruh Pembimbing dan staf Instalasi Gizi RSUP DR. M. Djamil

Padang yang memberikan bantuan, arahan dan bimbingan selama

pelaksanaan praktek.

6. Teman-teman seperjuangan yang selalu memberikan motivasi dan

masukan.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk

itu penulis mengharapkan tanggapan, kritikan dan saran yang bersifat membangun

demi kelengkapan laporan ini.

39

i

Semoga laporan ini bermanfaat dalam menambah ilmu serta wawasan bagi

kita, khususnya di bidang gizi.

Padang, Mei 2010

Penulis

40ii

DAFTAR ISI

LEMBARAN PERSETUJUAN

KATA PENGANTAR.................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................. iii

DAFTAR TABEL .......................................................................................... v

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1

1.2 Tujuan ................................................................................................. 2

1.4 Manfaat................................................................................................ 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi................................................................................................ 4

2.2 Etiologi, Patologi, Patogenesis ........................................................... 5

2.3 Gambaran Klinis.................................................................................. 8

2.4 Diagnosis............................................................................................. 9

2.5 Komplikasi........................................................................................... 11

2.6 Pengobatan........................................................................................... 13

2.7 Pelaksanaan Diit.................................................................................. 15

BAB III GAMBARAN PASIEN

3.1 Identitas Pasien.................................................................................... 17

3.2 Data Subyektif ................................................................................ 17

3.3 Data Obyektif ................................................................................ 18

3.4 Assesment............................................................................................ 21

41iii

3.5 Planning............................................................................................... 21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Anamnesa............................................................................................ 28

4.2 Monitoring Data Fisik dan Klinis........................................................ 29

4.3 Monitoring Data Laboratorium........................................................... 30

4.4 Monitoring Asupan Energi dan Zat Gizi Pasien.................................. 31

4.5 Perkembangan Penyakit dan Status Gizi Pasien.................................. 32

4.6 Penerangan dan Konsultasi Diet.......................................................... 33

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan.......................................................................................... 35

5.2 Saran.................................................................................................... 36

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

42iv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Uji Fungsi Hati

Tabel 2.2 Metode Radiologis untuk Menegakkan Diagnosis Penyakit Hati

Tabel 2.3 Kategori Batas Ambang IMT

Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Fisik Pasien

Tabel 3.2 Hasil Pemeriksaan Klinis Pasien

Tabel 3.3 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Pasien

Tabel 3.4 Perencanaan Menu untuk Pasien

Tabel 4.1 Hasil Anamnesa Asupan Energi dan Zat Gizi Dibandingkan dengan Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Pasien Sebelum Dirawat

Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Fisik Pasien Selama Pengamatan Studi Kasus

Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Klinis Pasien Selama Pengamatan Studi Kasus

Tabel 4.4 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Pasien Selama Pengamatan Studi Kasus

Tabel 4.5 Perbandingan Rata-Rata Asupan Energi dan Zat Gizi dengan Kebutuhan Sakit

Tabel 4.6 Perkembangan Status Gizi Pasien

43v

iv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Analisis Perencanaan Menu untuk Pasien

Lampiran 2 Analisis Hasil Anamnesa Kebiasaan Makan Pasien Sebelum Masuk

Rumah Sakit

Lampiran 3 Perhitungan Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Pasien Sebelum Sakit

Lampiran 4 Analisis Hasil Pengamatan Hari Pertama

Analisis Hasil Pengamatan Hari Kedua

Analisis Hasil Pengamatan Hari Ketiga

44vi

LAPORAN STUDI KASUS

PENATALAKSANAAN DIET DIABETES MELITUS DENGAN ULKUS PEDIS DEXTRA

DI RUANG RAWAT INAP PENYAKIT DALAM PRIARSUP DR. M. DJAMIL PADANG

Oleh :LISMIL META SARI

092113924

Pembimbing :RITA ARNI, SST

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI PADANGJURUSAN GIZI

2012

45

Lampiran 3

Perhitungan Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Pasien

Sebelum Sakit

Berat badan Ideal = (TB – 100 ) – 10%

= (165 – 100) – 10%

= 65 – 6,5

= 58,5 kg

BMR = 1 x 58,5 kg x 24 jam = 1404

Koreksi Umur = 5% x 1404 = 70,2______ -1333,8

Aktivitas = 30% x 1404 = 421,2______+1755

SDA = 10% x 1755 = 175,5______+1930,5 kkal

Energi = 1930,5 kkal

Protein = 1 x 58,5 = 58,5 gram

Lemak = 15% x 1930,5

= 289,575 : 9 = 32,17 gram

Karbohidrat = 70% x 1930,5

=1351,35 : 4 = 337,83 gram

46