Laporan SlNPV

17

Click here to load reader

Transcript of Laporan SlNPV

Page 1: Laporan SlNPV

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penggunaan insektisida kimia selain berdampak positif, juga selalu diikuti oleh

dampak negatif karena insektisida mempunyai spektrum daya bunuh yang luas dan akan

mengakibatkan musnahnya musuh alami seperti parasitoid, predator, serangga berguna

lainnya, dan serangga non target. Seperti yang dilaporkan oleh Tengkano et al. (1992)

bahwa penggunaan insektisida kimia yang efektif di lahan kedelai berdampak buruk

terhadap kelangsungan hidup musuh alami. Untuk itulah diciptakan teknologi

insektisida alami.

Penggunaan insektisida yang tidak bijaksana dapat menimbulkan resistensi S.

litura terhadap insektisida dan resurgensi (Endo et al. 1988). Penggunaan insektisida

kimia juga dapat mengakibatkan munculnya hama-hama yang sudah lama menghilang

sebagaimana dengan munculnya hama baru (Armes et al., 1995)

Spodopotera litura (ulat grayak) merupakan salah satu jenis hama pemakan

daun yang sangat penting pada berbagai tanaman di antaranya adalah kedelai.

Kehilangan hasil akibat hama ini dapat mencapai 80% dan bila tidak dilakukan

pengendalian akan mengakibatkan puso, Kerusakan dan kehilangan hasil akibat

serangan ulat grayak ditentukan oleh populasi hama, fase perkembangan serangga,

fase pertumbuhan tanaman, dan varietas tanaman. Serangan pada varietas rentan

menyebabkan kerugian yang sangat signifikan. Usaha untuk mengendalikan hama ini

di tingkat petani kini masih masih mengandalkan insektisida, namun belum begitu

efektif.

Nuclear Polyhedrosis Virus merupakan salah satu anggota genus Baculovirus,

famili Baculoviridae, Famili Baculoviridae terdiri dari dua genus, yaitu Nucleo

Polyhedrosis Virus (NPV) dan Granulovirus (GV) (Murphy et al., 1995)

Bioinsektisida SlNPV (Spodoptera litura Nuclear-Polyhidrosis Virus) merupakan

salah satu patogen serangga yang efektif terhadap pengendalian S.litura. Meskipun

secara teknis agen pengendalian ini cukup potensial mengendalikan hama sasaran,

Page 2: Laporan SlNPV

tetapi pemanfaatannya secara luas masih menghadapi banyak kendala, salah satunya

adalah terbatasnya produk komersial yang menyebabkan aplikasi kurang optimal.

Bioinsektisida SlNPV memiliki sifat yang menguntungkan karena tidak

membahayakan lingkungan, dapat mengatasi masalah keresistensian hama terhadap

insektisida, dan kompatibel dengan insektisida.

SlNPV diformulasikan dengan bahan pembawa (carrier ) berbentuk tepung

(wettable powder) yang diperkaya dengan berbagai bahan additive. Aplikasi SlNPV

tergolong mudah karena tinggal dilarutkan di dalam air dengan dosis tertentu dan

disemprotkan pada pertanaman. Selain cara pengeplikasian yang mudah, SlNPV juga

memiliki keunggulan teknologi diantaranya adalah, Bioinsektisida SlNPV

mengandung strain unggul, mudah diperbanyak secara in vivo dengan peralatan

sederhana, diformulasi dengan bahan penstabil yang mudah diperoleh dan murah,

mutu produk unggul, biaya produksi relatif murahdan mudah diaplikasikan

sebagaimana insektisida kimiawi.

Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dan tingkat kefektifan

patogen serangga SlNPV berbagai dosis terhadap hama pemakan daun Spodoptera

litura.

Page 3: Laporan SlNPV

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan adalah NPV dengan merek dagang Vitura

(untuk Spodoptera litura), ulat grayak (Spodoptera litura), 16 wadah plastik dan

penutup, jarum, daun talas untuk makanan ulat, pengaduk, gelas ukur, air steril,

pinset, gunting, kertas label, dan alat tulis.

Metode

NPV dilarutkan dengan air di dalam gelas ukur

Larutan NPV dibagi menjadi dua bagian, yang pertama sesuai dosis anjuran

dan yang ke dua setengah dosis anjuran.

Kemudian dipersiapkan wadah plastik 16 buah dan penutupnya yang telah

diberi lubang-lubang kecil menggunakan jarum. Wadah plastik ini digunakan

untuk tempat pemeliharaan serangga

8 wadah plastik untuk perlakuan sesuai dosis anjuran dan 8 buah wadah

plastik lagi untuk perlakuan setengah dosis anjuran.

Ulat grayak ( Spodoptera litura ) dimasukkan kedalam wadah tersebut.

Daun talas dipotong menggunakan gunting dengan ukuran 3x3cm. Kemudian

daun talas tersebut dicelupkan ke dalam larutan NPV sesuai dengan anjuran

menggunakan pinset

Masukan daun kedalam wadah plastik tempat pemeliharaan serangga.

Pengamatan dilakukan selama beberapa hari hingga terdapat Spodoptera

litura yang mati.

Page 4: Laporan SlNPV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengamatan

Tabel SL-NPV

Hari ½ * Anjuran 1 * Anjuran

Kelompok 1 2 3 4 1 2 3 Kontrol

1 - - - - - - - -

2 - - - 1 - - - -

3 - - - - - 2 - -

4 - - - - - - - 1

5 - - - - - - - 2

6 3 - 1 - - - 2 2

∑ Larva = 36

½ anjuran → ∑ Larva mati = 5

→ Persentasenya = 5/36 * 100 = 13,8%

1 anjuran → ∑ Larva mati = 4

→ Persentasenya =4/36 * 100 = 11%

Tabel SE-NPV

Hari ½ * Anjuran 1 * Anjuran

Kelompok 5 6 7 8 5 6 7 Kontrol

1 - - - - - - - -

2 - - - - 1 - - -

3 - - - - - 1 - -

Page 5: Laporan SlNPV

4 - - - - - - - -

5 1 - - 1 - - - 1

6 - - - 1 - - 2 -

∑ Larva = 36

½ anjuran → ∑ Larva mati = 3

→ Persentasenya = 3/36 * 100 = 8,3%

1 anjuran → ∑ Larva mati = 2

→ Persentasenya =2/36 * 100 = 5,56%

Takaran virus

½ anjuran = ± 0,1gr + 140mL air

1 anjuran = ± 0,2gr + 140mL air

Pembahasan

Nuclear Polyhedrosis Virus (NPV) akan melakukan replikasi atau

memperbanyak diri di dalam inti sel inangnya. Oleh karena itu infeksi NPV harus

tertelan bersama-sama pakan yang dikonsumsi melalui mulut lebih dahulu, kemudian

melalui alat pencernaan inilah NPV menginfeksi nucleus sel yang peka terutama

lapisan epitel ventrikulus dan hemosit yang berada dalam haemocoel ulat grayak.

Infeksi NPV dalam tubuh serangga dapat terjadi jika usus serangga pada kondisi

alkalis (pH > 9). Pada kondisi alkalis PIB akan melepas virion dari selubung protein

kemudian virion menembus jaringan peritrofik, dan mikrovili, kemudian akan

memisahkan sel-sel kolumnar dan goblet, sehingga pada akhirnya akan merusak

seluruh jaringan usus dan kondisi di dalam haemolimfa akan terlihat keruh penuh

cairan NPV. Cairan NPV tersebut merupakan replikasi virion-virion yang baru

terbentuk di dalam sel-sel haemocoel (rongga tubuh) dan jaringan lain seperti sel

lemak, sel epidermis, hemolimfa dan trakea. Jaringan-jaringan tersebut dipenuhi oleh

virion-virion sehingga terjadi cellysis. Larva akan mati setelah sebagian besar

Page 6: Laporan SlNPV

jaringan tubuhnya terinfeksi NPV (Smits, 1987). Berdasarkan literatur tersebut, dapat

dilihat bahwa pada hari pertama pengamatan, tidak satupun larva mati dalam setiap

pengulangan. Hal ini membuktikan bahwa jaringan tubuh larva belum terinfeksi

sebagian besar atau sama sekali. Sedangkan di hari kedua dapat dilihat bahwa satu

larva mati pada pengulangan ke-4. Karena data tersebut hanya satu pengulangan,

maka tidak dapat disimpulkan bahwa larva tersebut mati terinfeksi virus.

Nuclear Polyhedrosis Virus menginfeksi inang melalui dua tahap. Pada tahap

pertama NPV menyerang usus tengah, kemudian pada tahap selanjutnya pada organ

tubuh (haemocoel) serta organ-organ tubuh yang lain. Pada infeksi lanjut NPV juga

menyerang sel darah (leucosit dan limfosit), trakea, hypodermis, dan sel lemak

(Deacon, 1983; Ignoffo dan Couch, 1981). Polyhedra Inclusion Body dalam tubuh

larva yang terserang ukurannya bervariasi tergantung pada perkembangan stadium

larva, tetapi pada beberapa jenis NPV, sebagian besar polyhedra memiliki ukuran dan

stadium pematangan yang hampir sama (Granados and Federici, 1986). Berdasarkan

pernyataan tersebut, maka larva yang mati pada hari ke dua pengulangan ke-4 juga

tidak menutup kemungkinan terinfeksi. Hal ini menunjukkan kemungkinan usia dari

larva yang relatif muda sehingga mudah terinfeksi.

Gejala infeksi SlNPV pada larva S. litura akan terlihat setelah 1 – 3 hari

SlNPV tertelan, PIB akan terurai oleh kondisi alkali dan kandungan bikarbonat di

dalam perut larva. Pada larva instar-1 yang terinfeksi SlNPV pada umumnya akan

terlihat putih susu, akan tetapi gejala ini agak sulit dilihat secara visual kecuali

dengan mikroskop. Gejala pada larva instar-3 dan instar-4 yang terinfeksi SlNPV

akan terlihat berwarna putih kecoklatan pada bagian perutnya, sedangkan pada bagian

punggung berwarna coklat susu kehitaman, apabila larva instar-5 dan instar-6

terinfeksi SlNPV dan jika tidak mati, maka pada saat stadia pupa akan membusuk dan

seandainya sampai pada stadia imago maka bentuk sayap menjadi keriting. Larva

yang terinfeksi NPV pada umumnya ditandai dengan berkurangnya kemampuan

makan, gerakan yang lambat, dan tubuh membengkak akibat replikasi atau

perbanyakan partikel-partikel virus NPV. Integumen larva biasanya menjadi lunak,

rapuh, dan mudah robek. Apabila tubuh larva tersebut pecah maka akan

Page 7: Laporan SlNPV

mengeluarkan cairan kental berwarna coklat susu yang merupakan cairan NPV

dengan bau yang sangat menyengat.

Di lapang kematian larva S. litura akibat terinfeksi SlNPV ditunjukkan

dengan gejala tubuh larva menggantung dengan kedua kaki semu bagian abdomen

menempel pada daun atau ranting tanaman membentuk huruf “V” terbalik . Akan

tetapi ada juga larva mati yang posisinya tidak seperti huruf “V” terbalik melainkan

terkulai pada helaian daun. Kematian larva terjadi pada 3 – 7 hari setelah terinfeksi

NPV (Hoffman dan Frodsham, 1993). Masa infeksi NPV sampai larva yang terserang

mati dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya umur larva, suhu, dan banyaknya

PIB yang tertelan. Isolat virus yang lebih virulen (ganas) dapat mematikan larva

dalam 2 – 5 hari, tetapi isolat yang kurang virulen membutuhkan 2 – 3 minggu untuk

mematikan inangnya (Granados dan William, 1986). Menurut Narayanan (1985)

infeksi juga dapat terjadi pada larva yang baru menetas akibat telur yang terinfeksi.

Hal ini karena larva yang baru menetas harus makan korion waktu membuat lubang

untuk keluar. Apabila korion yang mengandung NPV masuk ke dalam tubuh larva

dan menginfeksi organ-organ tubuhnya maka kematian akan terjadi 1 – 2 hari

kemudian. Prinsipnya NPV hanya melekat pada korion telur oleh karena itu NPV

tidak dapat merusak atau mematikan embrio di dalam telur.

Dari keseluruhan data yang diperoleh, 13,8% kematian larva untuk setengah

dosis, dan 11% kematian larva untuk satu dosis. Hal ini menunjukkan data yang

sangat berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menunjukkan

efektifitas yang tinggi dalam pengendalian. Begitu pula yang terjadi pada SE-NPV

yang hanya 8,3% kematian larva pada perlakuan setengah dosis anjuran dan 5,56%

kematian larva pada perlakuan satu dosis.

Penyimpangan data tersebut bisa jadi disebabkan karena kualitas Biopestisida

yang rusak karena terlalu lama disimpan atau penyimpanannya kurang baik.

Biopestisida NPV yang dikemas dengan alumunium foil dan disimpan dalam kondisi

kamar 22 -29o C selama tiga bulan masih efektif terhadap larva S. litura dengan

tingkat keefektifan 80%. Biopestisida NPV yang dikemas dengan alumunium foil dan

disimpan dalam refrigerator 10o C selama enam bulan masih cukup efektif dengan

Page 8: Laporan SlNPV

tingkat keefektifan 77%. Mungkin hal inilah yang mengurangi efektifitas Biopestisida

yang digunakan.

Kemudian dari keseluruhan data baik Sl-NPV maupun SE-NPV menunjukkan

kematian larva paling besar dari data pada hari ke-6 hal ini bisa saja dipengaruhi oleh

usia larva seperti yang dikemukakan diatas, atau faktor internal dari larva. Selain itu

kematian larva tersebut menunjukkan gejala yang sama dengan literatur. Hal ini

membuktikan bahwa biopestisida yang dipakai tetap mematikan. Meskipun kurang

efektif dalam mematikan, namun dapat dilihat bahwa jumlah makan serangga relatif

menurun.

Lalu perbaedaan jumlah larva yang mati pada perlakuan dosis sangat

berbanding terbalik dengan literatur. Hal ini disebabkan oleh kurangnya peralatan

pada saat pelarutan bahan. Hal ini sangat terlihat sekali, bahan tidak begitu larut

dalam air. Meskipun pengenceran dilakukan dengan teknik yang baik, akan tetapi

apabila larutan tidak 100% larut, maka tetap akan terjadi perbedaan. Lalu pengolesan

pada larva mungkin juga menjadi penyebab terjadinya kesalahan ini, sehingga dari

data kematian larva pada kedua jenis larva pada konsentrasi yang berbeda tidak

berbeda nyata.

Salah satu keunggulan dari penggunaan SlNPV dan SE-NPV yaitu selain

efektif terhadap ulat grayak juga tidak berdampak negatif terhadap kelangsungan

hidup musuh alami dan serangga berguna lainnya. Sebaliknya pengendalian hama

dengan insektisida kimia berdampak buruk karena spektrum daya bunuh yang luas.

Oleh karena itu penggunaan agens hayati SlNPV sangat berpeluang untuk

menggantikan atau paling tidak untuk mengurangi mengurangi penggunaan

insektisida kimia di lahan kedelai. Nuclear Polyhedrosis Virus di negara yang sudah

maju seperti Amerika Serikat, Rusia, dan Finlandia telah berhasil diproduksi secara

besar-besaran dengan menggunakan teknologi tinggi, akan tetapi harga produk NPV

sangat mahal karena tingginya biaya produksi (Stair dan Fraser, 1981; Bull et al.

1979).

Page 9: Laporan SlNPV

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa semakin muda umur

larva S. litura semakin tinggi kepekaannya terhadap patogen NPV demikian juga

sebaliknya. Disamping itu instar larva S. litura yang paling rentan terhadap NPV

adalah instar II. Sedangkan patogen NPV tidak hanya merusak/membunuh pada

stadia larva, bahkan juga mampu merusak pada stadia pupa. Pada perlauan diatas,

persentase kematian larva yang di infeksi dengan SlNPV dan SENPV relaif kecil dan

tidak sesuai dengan literatur. Perlakuan dosis biopestisida pada praktikum kali ini

tidak menunjukkan data yang berbeda nyata.

Page 10: Laporan SlNPV

DAFTAR PUSTAKA

Armes, N.J., D.R. Jadhav, dan P.A. Lonergan. 1995. Insecticide resistance in Helicoverpa

(Hubner): status and prospects for its management in India. p. 522-533. In Constable,

G.A. dan N.W. Forrester (Eds.) Challenging the future: Proceedings of the World

Cotton Conference I, Brisbane, Australia, February 14-17 1994. CSIRO, Melbourne.

Deacon, J.W. 1983. Microbial Control of Plant dan Diseases. Van Rostrana Reinhold (UK)

Co.Ltd. Berskire, Engldan.

Endo,S. Sutrisno, I.M. Samudra, A. Nugraha, J. Soejitno, and T. Okada.1988. Insecticide

Susceptibility of Spodoptera litura F. collected from three location in Indonesia.

Seminar BORIF, 24 June 1988.

Granados, R.R. and B.K. William. 1986. In Vivo Infection and Replication of Baculviruses

in The Biology of Baculoviruses. CRC Press. Boca Raton, Florida.

Hoffmann, M.P. and A.C. Frodsham. 1993. Natural Enemies of Vegetable Insect Pest.

Cooperative Extention. Cornell University. Ithaca. New York. 63p.

www.nysaes.cornell.edu/ent/biocontrol/pathogens/baculoviruses.html

http://aruba.nysaes.cornel.edu/ent/biocontrol/pathogens/baculoviruses.html. (diakses

tanggal 25 Oktober 2009).

Ignoffo, C.M dan T.L. Cough. 1981. The Nucleopolyhedrosis Virus of Heliothis spp. As a

Microbial Insecticide. p.29-362. In H.P. Burges (Ed.) Microbial Control of Pest dan

Plant Diseases 1970-1980. Academic Press London dan New York, NY.

Murphy, F.A., C.M. Fauquet, D.H.L. Bishop, S.A. Ghabrial, A.W. Jarvis, G.P. Martelli,

M.A. Mayo, and M.D. Summers 1995. Virus taxonomy; classification and

nomenclature of viruses. Sixth report of the international committee on taxonomy of

viruses. Wien Springer Verlag. New York. NY. 568 p.

Page 11: Laporan SlNPV

Narayanan, K. 1985. Control of Helicoverpa armigera trough Nuclear Polyhedrosis Virus

(HaNPV) : Microbial control and pest management. S. Jaayaraj (Ed). Tamil Nadu

Agriculture University.

Smits, P.H. 1987. Nuclear Polyhedrosis Virus as Biological Control Agent of Spodoptera

exigua, Ph.D Dissertation, Wageningen University. Unpublished

Stairs, G.R. dan Fraser, T. 1981. Changes in Growth dan Virulence of Nuclear Polyhedrosis

Virus. Journal Invertebr.

Tengkano, W., Harnoto, M. Taufik, dan M. Iman. 1992. Dampak negatif insektisida terhadap

musuh alami pengisap polong. Seminar Hasil Penelitian Pendukung Pengendalian

Hama Terpadu. Kerjasama Program Nasional PHT, BAPPENAS dengan Faperta-

IPB.