LAPORAN SKENARIO 3 oke

download LAPORAN SKENARIO 3 oke

of 46

Transcript of LAPORAN SKENARIO 3 oke

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3

DEGENERASIOLEH : Kelompok Tutorial 5 Ketua : Rizal Akbar Scriber : Irma Yunita W. Notulen : Ramita Anggraini Anggota : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Adilah Novarani D. Farizan Zata Hadyan Novan Tri Hardiyanto Silfiyatus Zahroh Erni Kartikasari Hidayat Purwanto Wildhan Septianda Zuraida Trias Leonita Rizkiyah Savira Gattadah Huseini (081610101013) (081610101030) (081610101040) (081610101047) (081610101073) (081610101080) (081610101081) (081610101083) (081610101092) (081610101115) (081610101117) (081610101005) (081610101022) (081610101072)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER 2009

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan hidayah-Nya sehingga laporan tutorial yang berjudul Degenerasi dapat terselesaikan dengan baik. Laporan tutorial ini disusun untuk memenuhi tugas tutorial dengan alasan-alasan penting yang menjadi pendorong untuk pengetahuan berdasarkan referensi-referensi yang mendukung. Laporan ini juga bertujuan untuk mengantisipasi pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi di lingkungan Universitas Jember dan bagi semua pihak yang membutuhkan. Laporan tutorial ini disusun melalui berbagai tahap baik dari pencarian bahan, text book dan dari beberapa referensi yang penulis dapat lainnya. Laporan ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya komitmen dan kerja sama yang harmonis antara para pihak yang terlibat. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. 2.

Drg. Supriyadi, M.Kes selaku tutor kelompok tutorial V Teman-teman kelompok tutorial V

Akhirnya tiada suatu usaha yang besar dapat berhasil tanpa dimulai dari usaha yang kecil. Semoga laporan tutorial ini bermanfaat, terutama bagi mahasiswa Universitas Jember sendiri dan diluar lingkungan Universitas Jember. Sebagai penanggung jawab dan pembuat makalah ini, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan serta penyempurnaan lebih lanjut pada masa yang akan datang.

Jember, November 2009

Penyusun

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Populasi orang lanjut usia kini lebih banyak dibandingkan dengan populasinya di masa lalu. Meningkatnya populasi orang lanjut usia ini pun terjadi di seluruh dunia. Populasi penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia mengalami peningkatan signifikan. Berdasarkan data di Komisi Nasional Lanjut Usia (Komnas Lansia) dan Departemen Sosial (Depsos), pada tahun 2000 tercatat sekitar 7,18% penduduk Indonesia berusia lanjut (14,4 juta orang), hingga Mei 2009 jumlah lansia mencapai lebih kurang 20 juta orang atau terbesar keempat di dunia setelah Amerika Serikat, China, dan India, dan diperkirakan pada tahun 2020 jumlahnya akan mencapai 11,34% dari seluruh penduduk Indonesia (28,8 juta orang) (Spackman, 2006). Sampai saat ini banyak sekali teori yang menerangkan proses menua,mulai dari teori degeneratif yang didasari oleh habisnya daya cadangan vital,teori terjadinya atrofi, yaitu teori yang mengatakan bahwa proses menua adalah proses evolusi, dan teori imunologi, yaitu teori adanya produk sampah/waste products dari tubuh sendiri yang makin bertumpuk. Tetapi seperti diketahui, lanjut usia akan selalu bergandengan dengan perubahan fisiologik maupun psikologik. Yang penting untuk diketahui bahwa aktivitas fisik dapat menghambat atau memperlambat kemunduran fungsi alat tubuh yang disebabkan bertambahnya umur. Degenerasi reversible. Apabila merupakan suatu suatu proses atau sel perubahan mengalami

morfologi jaringan atau sel dalam tubuh kita yang bersifat jaringan degenerasi maka dapat menimbulkan suatu penyakit, dalam hal ini pada lansia mengapa penyakit sistemik lebih banyak diderita pada lansia, karena sel-sel pada lansia sudah mengalami

degenerasi sehingga dia tidak dapat kembali semula sesuai dengan kondisi awalnya sehingga mudah terserang penyakit karena tubuh tidak dapat secara maksimal serta system imun yang menurun akibat degenerasi tersebut. Degenerasi dibagi menjadi dua, yaitu: 1. terprogram 2. tidak terprogram Degenerasi ini ini dapat terjadi karena adanya proses menua pada setiap manusia.Proses menua adalah proses fisiologis yang dialami oleh semua manusia seiring dengan bertambahnya usia. Meskipun proses ini berusaha dihindari, tetapi tetap harus dijalani. Kemunduran fungsi (degenerasi) merupakan salah satu akibat proses menua. Seperti contoh pada lansia yang mengalami degenerasi pada tulang sendi temporo mandibula. Sendi temporomadibula berdiri sendiri sebagai suatu sistem stomatognatik atau otot tidak akan melainkan merupakan sendi.

kesatuan dengan gigi dan otot, sehingga gangguan gigi dan mengakibatkan gangguan Temporomandibula, sebagai sebuah sendi, akibat proses menua dapat mengalami kemunduran pada otot, tulang ataupun meniskusnya sehingga mengalami remodeling, artritis atau efek dari berkurangnya dimensi vertikal. Osteoartritis menyebabkan berkurangrya kemampuan gerak sendi. Remodeling merupakan proses resorpsi dan pembentukan tulang. Gigi tiruan yang tidak adekuat menyebabkan resorpsi tulang alveolar, pengurangan dimensi vertikal sehingga akan mempengaruhi sendi. Perawatan sendi dilakukan berupa suport dengan fisioterapi dan terapi okupasional serta membuat gigi tiruan yang baru. Pada proses menua terjadi degenerasi, penipisan mukosa, hiposalivasi, penurunan aktivitas dan massa otot. Sendi temporomandibula mengalami artritis dan osteoporosis akibat beban berlebihan, usia pemakaian sendi dan pencabutan gigi dalam jumlah banyak tanpa penggantian. Penggunaan gigitiruan harus disesuaikan dengan keadaan pasien usia lanjut serta diikuti dengan pembuatan gigi tiruan baru jika sudah tidak cocok lagi. Namun, juga masih banyak penyakit,kelainan dan gangguan-gangguan

akibat degenerasi ini selain pada tulang juga dapat terjadi pada jaringan lunak di rongga mulut, untuk itu lebih jelasnya akan dibahas di bab-bab selanjutnya.

1.2

Rumusan Masalah degenerasi beserta etiologinya!

1.2.1 Apa pengertian dari degenerasi? Dan jelaskan macam macam 1.2.2 Jelaskan macam macam geriatric disease pada rongga mulut! 1.2.3 Bagaimana pemeriksaan klinis, R ntgen, dan laboratorium dari macam macam geriatric disease?

1.3

Tujuan beserta etiologinya

1.3.1 Mengetahui pengertian dan macam macam degenerasi 1.3.2 Mengetahui macam macam geriatric disease pada rongga mulut 1.3.3 Mengetahui pemeriksaan klinis, R ntgen, dan laboratorium dari macam macam geriatric disease.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

USIA LANJUT DAN PROSES MENUA Proses menua dapat dicakup sebagai penimbunan secara terus menerus dari semua perubahan yang terjadi dengan berlalunya waktu. Ini menjadi sebab makin mudahnya seseorang yang telah lanjut usianya menjadi sakit atau mati yang memang merupakan ciri-ciri dari proses menua. Sejak dahulu banyak penelitian telah dilakukan untuk memahami proses menua dengan diajukan berbagai teori. Kini bukti-bukti telah mulai terkumpul yang menunjukkan bahwa proses menjadi tua ialah akibat dart reaksi-reaksi oleh radikal bebas yang terjadi di dalam sel dan jaringan dan yang bersifat merusak. Pada mammalia, reaksireaksi radikal bebas terutama bertalian dengan zat asam atau oksigen. Pengertian Usia Lanjut Siapakah yang disebut orang usia lanjut? Biasanya seseorang digolongkan ke kelompok usia lanjut berpedoman pada usia kalendernya, dan lazimnya bila dia menginjak usia 50 60 tahun. Namun usia kalender tidak selalu dihayati secara sama oleh semua orang. Seseorang merasa dirinya tua tergantung berbagai keadaan, kesehatan tubuh/jiwanya maupun cara orang lain memperlakukan serta norma sosial budaya terhadap proses menjadi tua. Jadi dapat disimpulkan bahwa usia mental dan penghayatan subyektif mengenai diri sendiri (self concept) lebih menentukan "ketuaan" seseorang. Karakteristik Lanjut Usia Merujuk kembali pada hasil ASEAN Teaching Seminar on Psychogeriatric Problems, maka persoalan dan keluhan para usia lanjut meliputi tiga area : 1) Organo-biologik, misalnya : dementia, gangguan fungsi afektif, sulit tidur, diabetes melitus, hipertensi, dan lain-lain.

2) Psiko-edukatif

seperti

perasaan

kesepian,

kehilangan,

ditolak

dan

tidal( disenangi, hubungan yang tegang. Dengan sanak keluarga, apatis, dan lain-lain. 3) Sosio-ekonomik dan budaya misalnya : kesulitan keuangan, kesulitan rlendapatkan pekerjaan, tidak punya rumah tempat menetap, dan lain sebagainya. (robbins dan umar,1998) Penuaan Sel Penuaan melibatkan diferensiasi dan maturasi organisme dan sel-selnya, pada masa tertentu mengakibatkan kehilangan progresif kemampuan fungsional yang khas untuk penuaan dan akhirnya kematian. Penuaan sel di sini dapat merupakan penimbunan progresif perubahanperubahan struktur dan fungsi selama bertahun-tahun yang mengakibatkan kematian sel atau setidak-tidaknya pengurangan kemampuan sel bereaksi terhadap jejas. Suatu penelitian membuktikan bahwa bila fibroblast dibiakan secara in vitro, akan mengalami sekitar 50 10 kelipatan dan kemudian berhenti melakukan replikasi. Penelitian ini menunjukan bahwa perubahan-perubahan sel dapat berupa suatu program genetika yang diwariskan dalam sel-sel dan setiap sel memiliki batas waktu hidup replikasi yang ditentukan secara genetik. Dengan adanya pendapat bahwa penimbunan jejas sel yang berulang sejalan dengan waktu dan sel yang memiliki batas waktu hidup tersendiri tersebut, tidak menjadikan kemungkinan ini tidak saling berdiri sendiri, dan keduanya lebih saling berkaitan. Peneliti lain menyatakan bahwa sel-sel menyatakan bahwa sel-sel yang berpotensi imortal tetapi kesalahan mitosis menhasilkan sel-sel yang digolongkan untuk mati dan akhirnya menggantikan sel-sel yang imortal. Jadi penuaan dan kematian sel merupakan akibat penentuan progresif selama jangka waktu hidup sel dengan informasi genetika yang tidak sesuai akan menghalangi fungsi normal sel. Disetujui bahwa perubahan yang terjadi dalam sel setelah replikasi penting dalam penuaan sel. Secara morfologi sel yang menua dalam perbenihan menjadi

besar, kadang-kadang dengan multinukleus, timbul vakuol berbagai ukuran, dan lebih mudah terkena jejas dibandingkan dengan sel-sel yang tidak menua. Lebih banyak lagi dapat disebut tentang mekanisme yang berkenaan untuk perubahan sel yang terjadi pada penuaan sel, beberapa mekanisme ini mungkin hanya semata-mata merupakan perluasan mekanisme yang terlibat dalam maturasi dan diferensiasi sel dan lainnya disebabkan pengaruh lingkungan yang dapat mengadakan interaksi dengan mekanisme-mekanisme tersebut. (robbins dan umar,1998)

XEROSTOMIA Keluhan mulut kering (xerostomia) dapat terjadi akut atau kronis, sementara atau permanen dan kurang atau agak sempurna. Dalam bentuk apa keluhan mulut kering timbul, tergantung dari penyebabmya. Banyak faktor yang dapat menyebabkan mulut kering (xerostomia), seperti radiasi pada daerah leher dan kepala, Sjogren sindrom, penyakit-penyakit sistemik, efek samping obat-obatan, stress dan juga usia. Produksi saliva yang berkurang selalui disertai dengan perubahan dalam komposisi saliva yang mengakibatkan sebagian besar fungsi saliva tidak dapat berjalan dengan lancar. Hal ini mengakibatkan timbulnya beberapa keluhan pada penderita mulut kering( xerostomia), seperti kesukaran dalam mengunyah dan menelan makanan, kesukaran dalam berbicara, kepekaan terhadap rasa berkurang, kesukaran dalam memakai gigi palsu, mulut terasa seperti terbakar dan sebagainya. Mengingat pentingnya peranan saliva dan akibat yang ditimbulkan oleh karena berkurangnya aliran saliva, maka perlu diupayakan penanggulangan terhadap pasien-pasien dengan keluhan mulut kering (xerostomia). Perawatan yang diberikan tergantung dari penyebab dan keparahan mulut kering. Beberapa faktor penyebab xerostomia antara lain :

-

Radiasi pada daerah leher dan kepala Gangguan Lokal pada kelenjar saliva Efek samping obat-obatan Demam, diare, diabetes, gagal ginjal Berolahraga, stress Bernafas melalui mulut Kelainan syaraf Usia

Radiasi Dada daerah leher dan keoala. Terapi radiasi pada daerah leher dan kepala untuk perawatan kanker telah terbukti dapat mengakibatkan rusaknya struktur kelenjar saliva dengan berbagai derajat kerusakan pada kelenjar saliva yang terkena radioterapi. Hal ini ditunjukkan dengan berkurangnya volume saliva (AI-Saif, 1991; Glass dkk,1980; Amerongan, 1991; Sonis dkk,1995). Jumlah dan keparahan kerusakan jaringan kelenjar saliva tergantung pada dosis dan lamanya penyinaran (Amerongan, 1991). Pengaruh radiasi lebih banyak mengenai sel asini dari kelenjar saliva serous dibandingkan dengan kelenjar saliva mukus (AI-Saif, 1991; Regezi dan Sciubba,1995; Amerongan, 1991). Tingkat perubahan kelenjar saliva setelah radiasi yaitu: untuk beberapa hari, terjadi radang kelenjar saliva, setelah satu minggu terjadi penyusutan parenkim sehingga terjadi pengecilan kelenjar saliva dan penyumbatan (Lukman, 1992). Selain berkurangnya volume saliva, terjadi perubahan lainnya pada saliva, dimana viskositas menjadi lebih kental dan lengket, pH menjadi turun dan sekresi IgA berkurang (Amerongan, 1991; Sonis dkk,1995; Rege7:i dan Sciubba,1995). gangguan pada kelenjar saliva ada beberapa penyakit tertentu yang mempengaruhi

kelenjar saliva dan menyebabkan berkurangnya aliran saliva. Sialodenitis kronis lebih umum mepengaruhi kelenjar submandibula dan parotis. Penyakit ini menyebabkan degenerasi pada sel asini dan penyumbatan duktus. Kista-kista dan tumor kelenjar saliva, baik yang jinak maupun ganas dapat menyebabkan penekanan pada struktur-struktur duktus dari kelejar saliva dan dengan demikian mempengaruhi sekresi saliva. Sindrom sjogren merupakan penyakit autoimun jaringan ikat yang dapat mempengaruhi kelenjar air mata dan kelenjar saliva. Sel-sel asini kelenjar saliva rusak karena infiltrrasi limfosit sehingga sekresinya berkurang.(www.klikdokter.com) OSTEOPOROSIS

Osteoporosis adalah suatu keadaan dimana masa tulang atau kepadatan tulang per unit volume tulang berkurang (decrease bone density and mass), mikro arsitektur jaringan tulang menjadi jelek dan mengakibatkan peningkatan fragilitas tulang dengan akibat risiko untuk terjadinya patah tulang Faktor risiko tinggi untuk terjadinya osteoporosis yaitu : riwayat keluarga, ras kulit putih / Asia, perokok, peminum alkohol dan kopi. Semua faktor risiko ini akan menyebabkan penurunan kadar massa tulang dan mempercepat proses normal kehilangan tulang pada periode postmenopause. Apabila pengukuran kepadatan tulang menunjukkan massa tulang yang rendah, maka individu ini akan mengalami risiko tinggi untuk terjadinya patah tulang di masa yang akan datang. Perbedaan kepadatan tulang ini penting sebagai petunjuk mulainya pengobatan Osteoporosis dibagi menjadi : 1. Osteoporosis primer : dihubungkan dengan kekurangan hormon dan kenaikan usia serta ketuaan, dibagi menjadi 2 yaitu : a. Osteoporosis primer tipe I atau osteoporosis post menopause: dihubungkan dengan kenaikan usia dan terjadi pada wanita setelah mengalami menopause selama 15 20 tahun serta dihubungkan dengan peningkatan kehilangan tulang.

b. Osteoporosis primer tipe II: dihubungkan dengan osteoporosis senilis yang terjadi kehilangan tulang secara lambat. 2. Osteoporosis sekunder : disebabkan oleh berbagai keadaan klinis tertentu. Osteoporosis primer tipe I lebih sering terjadi pada usia 53 75 tahun, wanita 6 8 kali lebih sering daripada pria dan kehilangan jaringan tulang trabekular lebih banyak daripada tulang kortikal. Penyebab utama pada wanita adalah turunnya hormon estrogen, absorpsi kalsium rendah dan fungsi paratiroid menurun. Osteoporosis primer tipe II lebih sering terjadi pada usia 75-85 tahun, wanita dua kali lebih sering dibandingkan pria. Kehilangan jaringan trabekular sama banyak dengan jaringan kortikal. Penyebab utama adalah proses penuaan, absorsi kalsium menurun dan fungsi paratiroid meningkat. Patofisiologi Osteoporosis Fase-fase perubahan tulang dipengaruhi oleh proses hormonal dan proses-proses lokal yang terjadi dalam tulang sendiri. Tulang mengalami remodeling terus menerus dalam pertumbuhannya. Proses ini terjadi di dalam massa tulang yang dikenal sebagai bone remodelling units. Tulang secara umum terdiri dari zat organik dan anorganik. Zat organik sebanyak 30 % terdiri dari matriks kolagen dan kolagen nonglikoprotein, fosfoprotein, fosfolipid dan mukopolisakarida yang bersama-sama membentuk osteoid yang terdiri dari kurang lebih 95 % dari total volume, sedangkan 5 % dari organik terdiri dari sel-sel osteoblas. Siklus remodeling dimulai oleh osteoklas, timbul pada permukaan tulang yang sebelumnya inaktif dan mengabsorpsi jaringan tulang dengan melepaskan asam dan enzim-enzim proteolitik, mengakibatkan terbentuknya rongga mikroskopik (lakuna howship).Osteoklas menghilang dan sel-sel pembentuk tulang (osteoblas), mengadakan migrasi ke daerah ini dan mengganti kekurangan dengan matriks organik yang telah mengalami mineralisasi. Sebagian osteoblas menjadi bagian dari matriks dan dikenal sebagai osteosit, sedangkan sisa-sisanya berangsurangsur berubah bentuk, menjadi sel pembatas. Tulang yang baru terbentuk masih

terus mengalami mineralisasi. Untuk satu proses remodeling sempurna melalui waktu 4 6 bulan. Pada masa pertumbuhan proses remodeling berlangsung cepat dan tulang yang terbentuk lebih besar dari tulang yang hilang. Proses remodeling berlangsung lebih cepat pada tulang trabekular bila dibandingkan dengan tulang kortikal. Pada seorang dewasa muda yang tidak tumbuh lagi jumlah matriks 12

yang hilang seimbang dengan jumlah matriks yang terbentuk. Walaupun mekanisme hilangnya tulang yang tepat belum diketahui, osteoporosis terjadi karena terdapat gangguan proses remodeling sehingga resorpsi jaringan tulang melebihi pembentukannya, sehingga secara keseluruhan terjadi kehilangan tulang. Faktor Predisposisi Osteoporosis Wanita lebih berisiko untuk terjadinya osteoporosis daripada pria, hal ini dapat dijelaskan dengan 2 parameter penting : 1. Peak Bone Mass (PBM) = Massa tulang maksimal PBM tercapai pada usia awal 30-an dimana PBM pria > 30-50% dibandingkan wanita. 2. Kecepatan hilangnya tulang Pada perimenopause wanita mulai mengalami percepatan kehilangan massa tulang. Keseimbangan tulang merupakan hasil dari formasi dan resorpsi (degradasi). Pada usia menopause akibat defisiensi estrogen resorpsi akan lebih cepat dibandingkan formasi sehingga akhirnya lebih banyak bagian tulang yang hilang dan mudah untuk terjadinya fraktur. (faisal,2003)

Taste DisorderKemampuan untuk mengecap terjadi saat molekul-molekul kecil yang keluar pada saat mengunyah, minum, atau mencerna makanan menyimulasi selsel sensori pada mulut dan tenggorokan. Sel-sel tersebut, atau gustatori sel, yang berkelompok pada taste bud lidah dan tenggorokan. Lidah dapat membedakan empat rasa dasar, yaitu asin, masam, manis dan pahit. Bagian ujung/depan lidah paling peka merasakan yang asin dan manis, bagian samping lidah paling peka terhadap rasa masam sedangkan bagian belakang lidah serta langit-langit paling peka terhadap rasa pahit. Bagian tengah lidah relatif tidak peka terhadap pengenalan rasa. Gangguan pengenalan rasa dapat dibedakan menjadi tiga macam :

1. 2. 3.

Ageusia adalah hilangnya daya pengecap secara total Hipogeusia adalah berkurangnya daya pengecapan Cacogeusia adalah gangguan pengecapan yang ditandai sensasi rasa yang tidak enak pada makanan Salah satu keluhan yang sering pada lanjut usia (lansia) adalah sering

merasakan makanan yang dikonsumsi terasa pahit sehingga lansia tersebut mengalami tidak nafsu makan. Hal ini merupakan salah satu gangguan pengecapan. Etiologi dan Patogenesis Gangguan pengecapan yang terjadi tidak terlepas dari peranan lidah dan air ludah yang mengalami gangguan pada lansia karena penyakit atau gangguan tertentu. Xerostomia atau gangguan dalam produksi saliva sangat berpengaruh dalam hal pengecapan sehingga dalam hal ini etiologi pada xerostomia juga dapat menyebabkan ganggauan pengecapan. Suatu zat hanya dapat dinikmati rasanya jika larut dalam air ludah. Melalui pori pengecap suatu zat dapat mencapai sel-sel pengecap dan mempengaruhi ujung-ujung sel-sel pengecap dan sesudahnya melalui serabut-serabut saraf akan menghasilkan respons saraf sehingga seseorang dapat merasakan rasa makanan (mengecap). Dengan berkurangnya produksi saliva pada usia lanjut, sel-sel pengecap akan mengalami kesulitan dalam menerima rangsang rasa. Pada awal kelahiran, manusia memiliki 10.000 taste bud, tetapi setelah usia 50 tahun, taste bud akan mengalami penurunan fungsi bahkan banyak yang mengalami kematian sehingga taste bud berkurang. Berkurangnya produksi saliva pada usia lanjut juga dapat menyebabkan mukosa rongga mulut menjadi kering dan rentan terhadap gesekan. Gesekan ini akan menambah dampak pengurangan taste bud pada usia lanjut. Mulut yang kering, rasa terbakar pada rongga mulut, dan fungsi indra pengecap yang menurun karena aliran saliva yang berkurang sering ada hubungannya dengan kekurangan vitamin B kompleks. Kandungan prialin saliva akhirnya juga menurun dan pencernaan amilase tidak dimulai dari rongga mulut sehingga pankreas bekerja lebih berat. Saliva semakin bersifat alkali terutama

pada pasien yang ompong. Saliva juga menjadi lengket sehingga mudah terjadi iritasi mekanis. Selain itu, xerostomia yang juga menyebabkan preposisi, yaitu berubahnya suatu kuantitas komposisi pada saliva terutama komposisi mineral seng (zinkum/Zn). Kadar Zn pada air ludah orang dewasa berkisar 90-120 g/100 ml. Mineral Zn berperanan di dalam fungsi berbagai indera seperti melihat, mencium bau dan mengecap. Zn mrupakan kofaktor pembentukan alkaline fosfatase yang merupakan enzim yang banyak pada membrana taste bud. Xerostomia memang dapat menyebabkan gangguan pengecapan, tetapi ada hal lain yang berhubungan dengan gangguan penciuman. Pada orang-orang lanjut usia yang mengalami gangguan saluran pernafasan atas juga akan mengalami gangguan pengecapan. Gejala dan Tanda Klinis Gejala klinis pada orang-orang usia lanjut biasanya adalah berkurangnya nafsu makan yang mengarah pada penurunan berat badan. Pemeriksaan 1. The Drop Technique Digunakan 4 mcm rasa manis (gula pasir), pahit (kinin), kecut/asam (lar. Asam cuka) dan asin (larutan garam). Penderita diminta utk mengidentifikasi rasa dari bahan tes yang diletakkan diatas lidah sambil menutup hidung 2. Elektrogustometri Tes pengecapan secara kuantitatif (Amsyar,2005)GANGGUAN SENDI RAHANG

Sendi Rahang atau temporomandibular joint (TMJ) adalah daerah langsung didepan kuping pada kedua sisi kepala dimana rahang atas (maxilla) dan rahang bawah (mandible) bertemu. Didalam sendi rahang terdapat bagian-bagian yang bergerak yang memungkinkan rahang atas menutup pada rahang bawah. Sendi rahang ini adalah suatu sliding "ball dan socket" khas yang mempunyai satu

piringan (disc) terjepit diantaranya. Sendi rahang (TMJ) digunakan beratus kali dalam sehari untuk menggerakan rahang,menggigit dan mengunyah, berbicara dan menguap. Dia merupakan salah satu sendi dari seluruh sendi ditubuh yang paling sering digunakan. Sendi rahang (TMJ) adalah rumit dan terdiri dari otot-otot, urat-urat dan tulang-tulang. Setiap komponen berkontribusi pada kelancaran kerja dari sendi rahang. Ketika otot-otot bersantai dan berimbang dan kedua rahang membuka dan menutup dengan nyaman, kita dapat berbicara, mengunyah dan menguap tanpa sakit. Kita dapat melokalisir sendi rahang (TMJ) dengan meletakkan sebuah jari pada struktur segitiga didepan kuping. Kemudian jarinya digerakkan maju sedikit kedepan dan ditekan dengan kuat ketika membuka rahang. Gerakan yang dirasakan berasal dari sendi rahang. Kita juga dapat merasakan gerakan sendi jika kita menaruh jari kecil pada sisi dalam bagian depan dari kanal telinga. Manuvermanuver ini dapat menyebabkan cukup penderitaan untuk pasien yang mengalami kesulitan sendi rahang, dan dokter menggunakan mereka untuk membuat diagnosis. Gangguan Sendi Rahang dan Penyebab-Penyebabnya Gangguan sendi rahang atau temporomandibular joint disorders (TMJ Disorders) adalah suatu grup dari persoalan yang rumit yang menyangkut sendi rahang. Nama-nama lain termasuk myofacial pain dysfunction dan Costen's syndrome. Karena otot-otot dan sendi-sendi bekerjasama, suatu persoalan dengan salah satu dari mereka dapat menjurus ke kekakuan (stiffness), sakit kepala, sakit kuping, persoalan menggigit (malocclusion), bunyi-bunyi clicking atau rahang yang terkunci. Berikut adalah perilaku-perilaku dan kondisi-kondisi yang dapat menjurus ke gangguan sendi rahang (TMJ disorders):1. Mengertakan gigi (teeth grinding) dan mengepalkan gigi (bruxism)

meningkatkan keausan pada lapisan tulang rawan dari sendi rahang.

Pasien-pasien mungkin tidak sadar atas perilaku ini sampai mereka diberitahu oleh seseorang yang mengamati pola ini ketika sedang tidur atau oleh dokter gigi yang mendapatkan tanda-tanda yang menunjukan kerusakan gigi. Banyak pasien bangun pagi dengan sakit rahang atau sakit telinga. 2. Kebiasaan mengunyah permen karet atau menggigit kuku.3. Persoalan-persoalan

denga

gigi

dan

misalignment

dari

gigi

(malocclusion). Pasien mungkin mengluh tentang kesukaran menemukan gigitan yang nyaman atau tentang cara gigi-giginya mencocokan diri bersama-sama telah berubah. Mengunyah hanya pada satu sisi rahang dapat menjurus ke persoalan TMJ atau adalah hasil dari persoalan TMJ. 4. Trauma pada rahang-rahang. Sejarah sebelumnya dari rahang yang patah atau tulang-tulang muka yang patah. 5. Stres seringkali menjurus ke nervous energy yang tidak dilepaskan. Adalah sangat umum untuk orang-orang dibawah stres untuk melepaskan nervous energy ini dengan secara sadar atau tidak sadar mengertak dan mengepal gigi-gigi mereka. 6. Tugas-tugas pekerjaan seperti memegang telephone antara kepala dan pundak. (www.klikdokter.com)

BAB III PEMBAHASAN 3.1. Mapping AGEING/ PENUAAN

DEGENERASI

MACAM-MACAM DEGENERASI GERIATRIC DISEASE DI RONGGA MULUT

PADA JARINGAN LUNAK

PADA JARINGAN KERAS

PATOGENESIS PENYAKIT

PEMERIKSAAN

klinis

Ro

HPA

3.2.

Pembahasan

Menua adalah suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki dan mengganti diri serta mempertahankan struktur dan fungsi normal. Jadi pada dasarnya pada proses penuaan akan terjadi perubahan-perubahan anatomis pada organ-organ tubuh. Dalam kenyataannya sulit untuk membedakan apakah suatu abnormalitas disebabkan oleh proses menua atau proses penyakit. Pembedaan ini sangat penting untuk memberikan pelayanan kesehatan yang tepat pada usia lanjut, karena harus dihindari pemberian obat pada abnormalitas yang diakibatkan proses menua yang normal. Dengan makin lanjutnya usia, maka penurunan anatomik dan fungsi organ semakin besar. Peneliti Andres dan Tobin mengintroduksi hukum 1% yang menyatakan bahwa fungsi organ menurun sebanyak 1 % setiap tahunnya setelah usia 30 tahunn (Spackman, 2006). Menua bukanlah merupakan suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. Walaupun demikian, memeng harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering menghinggapi kaum lanjut usia. Proses menua sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai usia dewasa, misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan otot,susunan syaraf, dan jaringan lain sehingga tubuh mati sedikit demi sedikit (Spackman, 2006).3.2.1.

Pengertian Degenerasi macam macam degenerasi beserta etiologinya

Degenerasi Degenerasi adalah kemunduran sel oleh karena terjadi gangguan metabolisme, sehingga tertimbun (akumulasi) bahan-bahan metabolit yang normal tidak tampak dalam jumlah sedikit, sehingga sel bengkak dan sakit. Sifatnya reversible. Macam-macam degenerasi, yaitu:

1. Degenerasi lemak Degenerasi lemak adalah timbunan lemak yang abnormal dalam sel yang sakit, dapat terjadi pada hepar, jantung, ginjal, dan pulpa. Etiologi dari degenerasi lemak yaitu anoxia, infeksi, intoksikasi zat kimia, malnutrisi, dan diabetes mellitus. Akibat suatu rangsangan terjadi degradasi mitokondria dan reticulum endoplasma yang mengakibatkan gangguan produksi energi sel, sel menjadi sakit dan lemak tidak dapat disalurkan, terdapat timbunan lemak. Gambaran HPA dari degerasi lemak Nampak vakuola kecil dalam sitoplasma disekitar inti, vakuol-vakuol akan bersatu membentuk vakuola besar dan mendorong inti ke tepi, kadang-kadang sel pecah dan membentuk kista lemak (Sudiono, 2003). 2. Degenerasi hyalin Perubahan dalam sel atau rongga ekstraseluler yang memberikan gambaran homogen, cerah, dan berwarna merah muda dengan pewarnaan HE. Inti sel fibroblas terlihat pipih karena terdesak oleh bahan Hyalin yang susunannya lebih padat karena sabut hyalin mengalami degenerasi (Sudiono, 2003). 3. Degenerasi zenker Dahulu dikenal sebagai degenerasi hyalin pada otot sadar yang mengalami nekrosis. Jaringan otot yang terkena lunak seperti lilin. Serat-serat otot menjadi hilang dan diganti dengan jaringan homogen mirip wax. Etiologinya antara lain penyakit dipteri, typhus, tetanus, dan pneumonia (Sudiono, 2003). 4. Degenerasi mukoid Ditemukan pada epitel saluran pencernaan pada keadaan gastritis kronis, adeno carcinoma, mucinous carcinoma. Gambaran HPA dari degerasi mukoid terdapat timbunan muko protein dalam sel sehingga sel tampak membesar. Dalam degenerasi ini terdapat bentukan signet ring cell dengan

inti sel hiperkromasi dan inti terdesak ke tepi dan terkadang terlihat kosong karena bahan intraselulernya larut dalam pengecatan (Sudiono, 2003). 5. Degenerasi miksomatik Degenerasi miksomatik merupakan degenerasi lendir pada jaringan ikat. Degenerasi ini dapat ditemukan pada epulis fibromatosa, tumor campur jenis kelenjar liur, fibroaclenoma mamma. Gambaran HPAnya menyerupai gambaran HPA dari degenerasi mukoid. Akan tetapi sel yang mengalami degenerasi dinamakan star cell/stellate cell, inti sel yang terdesak ke tepi dengan batas antar sel yang tidak jelas (Sudiono, 2003).6. Degenerasi hidrofik merupakan jejas sel yang reversible dengan

penimbunan intrasel yang lebih parah jika dibandingkan dengan degenerasi albumin. Etiologinya dianggap sam dengan pembengkakan sel, hanya intensitas rangsang patologik lebih berat dan jangka waktu terpapar rangsang patologik tersebut lebih lama. Secara mikroskopik nampak vakuol-vakuol kecil sampai besar dalam sitoplasma (Sudiono, 2003).3.2.2.

Macam macam geriatric disease pada rongga mulut Geriatri adalah bagian dari cabang Ilmu Kedokteran yang mempelajari tentang pencegahan penyakit dan kekurangan pada usia lanjut antara lain dengan pemeriksaan, perawatan, after care dari usia lanjut yang sakit yang keadaan kesehatannya yang terutama dipengaruhi oleh proses ketuaannnya (Wasjudi, 2000). Macam Geriatric Disease yang sering terjadi dan bermanifestasi di rongga mulut adalah :a. Temporo Mandibula Joint

Gangguan Sendi Rahang Sendi Rahang atau temporomandibular joint (TMJ) adalah daerah langsung didepan kuping pada kedua sisi kepala dimana rahang atas (maxilla) dan rahang

bawah (mandible) bertemu. Didalam sendi rahang terdapat bagian-bagian yang bergerak yang memungkinkan rahang atas menutup pada rahang bawah. Sendi rahang ini adalah suatu sliding "ball dan socket" khas yang mempunyai satu piringan (disc) terjepit diantaranya. Sendi rahang (TMJ) digunakan beratus kali dalam sehari untuk menggerakan rahang,menggigit dan mengunyah, berbicara dan menguap. Dia merupakan salah satu sendi dari seluruh sendi ditubuh yang paling sering digunakan (Ogus, 1990). Sendi rahang (TMJ) adalah rumit dan terdiri dari otot-otot, urat-urat dan tulangtulang. Setiap komponen berkontribusi pada kelancaran kerja dari sendi rahang. Ketika otot-otot bersantai dan berimbang dan kedua rahang membuka dan menutup dengan nyaman, kita dapat berbicara, mengunyah dan menguap tanpa sakit (Ogus, 1990) Kita dapat melokalisir sendi rahang (TMJ) dengan meletakkan sebuah jari pada struktur segitiga didepan kuping. Kemudian jarinya digerakkan maju sedikit kedepan dan ditekan dengan kuat ketika membuka rahang. Gerakan yang dirasakan berasal dari sendi rahang. Kita juga dapat merasakan gerakan sendi jika kita menaruh jari kecil pada sisi dalam bagian depan dari kanal telinga. Manuvermanuver ini dapat menyebabkan cukup penderitaan untuk pasien yang mengalami kesulitan sendi rahang, dan dokter menggunakan mereka untuk membuat diagnosis (Ogus, 1990). Gangguan Sendi Rahang dan Penyebab-Penyebabnya Gangguan sendi rahang atau temporomandibular joint disorders (TMJ Disorders) adalah suatu grup dari persoalan yang rumit yang menyangkut sendi rahang. Nama-nama lain termasuk myofacial pain dysfunction dan Costen's syndrome. Karena otot-otot dan sendi-sendi bekerjasama, suatu persoalan dengan salah satu dari mereka dapat menjurus ke kekakuan (stiffness), sakit kepala, sakit kuping, persoalan menggigit (malocclusion), bunyi-bunyi clicking atau rahang yang terkunci. Berikut adalah perilaku-perilaku dan kondisi-kondisi yang dapat menjurus ke gangguan sendi rahang (TMJ disorders):7. Mengertakan gigi (teeth grinding) dan mengepalkan gigi (bruxism)

meningkatkan keausan pada lapisan tulang rawan dari sendi rahang.

Pasien-pasien mungkin tidak sadar atas perilaku ini sampai mereka diberitahu oleh seseorang yang mengamati pola ini ketika sedang tidur atau oleh dokter gigi yang mendapatkan tanda-tanda yang menunjukan kerusakan gigi. Banyak pasien bangun pagi dengan sakit rahang atau sakit telinga. 8. Kebiasaan mengunyah permen karet atau menggigit kuku.9. Persoalan-persoalan

denga

gigi

dan

misalignment

dari

gigi

(malocclusion). Pasien mungkin mengluh tentang kesukaran menemukan gigitan yang nyaman atau tentang cara gigi-giginya mencocokan diri bersama-sama telah berubah. Mengunyah hanya pada satu sisi rahang dapat menjurus ke persoalan TMJ atau adalah hasil dari persoalan TMJ. 10. Trauma pada rahang-rahang. Sejarah sebelumnya dari rahang yang patah atau tulang-tulang muka yang patah. 11. Stres seringkali menjurus ke nervous energy yang tidak dilepaskan. Adalah sangat umum untuk orang-orang dibawah stres untuk melepaskan nervous energy ini dengan secara sadar atau tidak sadar mengertak dan mengepal gigi-gigi mereka. 12. Tugas-tugas pekerjaan seperti memegang telephone antara kepala dan pundak. (Ogus, 1990).

b. Xerostomia

Banyak keluhan yang dapat timbul di rongga mulut. Salah satu keluhan tersebut adalah keluhan mulut kering atau xerostomia. Keadaan ini umumnya berhubungan dengan berkuranya aliran saliva, namun ada kalanya jumlah atau aliran saliva normal tetapi seseorang tetap megeluh mulutnya kering (Sayuti, 1998). Keluhan mulut kering dapat terjadi akut atau kronis, sementara atau permanen dan kurang atau agak sempurna.dalam bentuk apa keluhan xerostomia timbul tergantung dari penyebabnya. Banyak faktor yang dapat

menyebabkan mulut kering, seperti radiasi pada daerah leher atau kepala, sjorgen sindrom, penyakit sistemik, efek samping obat-obatan, stress dan juga usia (Sayuti, 1998). Produksi saliva yang berkurang selalu disertai dengan perubahan dalam komposisi saliva yang mengakibatkan sebagian besar fungsi saliva tidak dapat berjalan dengan lancar. Hal ini mengakibatkan timbulnya beberapa keluhan pada penderita mulut kering seperti kesukaran dalam mengunyah dan menelan makanan, kesukaran dalam berbicara, kepekaan terhadap rasa berkurang, kesukaran dalam memakai gigi palsu, mulut seras terbakar dan sebagainya (Wasjudi, 2000). Mengingat pentingnya peran saliva dan akibat yang ditimbulkan oleh berkurangnya aliran saliva, maka perlu diupayakan penanggulangan terhadap pasien pasien dengan keluhan mulut kering. Perawatan yang diberikan disesuaikan dengan penyebab terjadinya xerostomia (Wasjudi, 2000). Xerostomia dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Keadaankeadaan fisiologis seperti berolahraga, berbicara terlalu lama, bernafas melalui mulut, tress dapat menyebabkan keluhan mulut kering. Penyebab yang paling pentinga yang perlu diketahui adalah adanya gangguan pada kelenjar saliva yang menyebabkan terjadi penurunan produksi saliva, seperti radiasi pada daerahleher dan kepala, penyakit lokal pada kelennjar saliva dan lain-lain. Faktor-faktor penyebab xerostomia: 1. Radiasi pada daerah leher dan kepala Terapi radiasi pada daerah kepala dan leher untuk perawatan kanker telah terbukti dapat mengakibatkan rusaknya struktur kelenjar saliva dengan berbagai derajat kerusakan pada kelenjar saliva yang terkena radioterapi. Hal ini ditunjukkan dengan berkurangnya volume saliva. Jumlah dan keparahan kerusakan jaringan kelenjar saliva tergantung pada dosis dan lamanya penyinaran.Pengaruh radiasi lebih banyak mengenai sel

asini dari kelenjar saliva seros dibandingkan dengan kelenjar saliva mucous. Selain terjadinya berkurangnya volume saliva terjadi perubahan lainnya pada saliva dimana viskositas menjadi lebih kental dan lengket, pH menjadi turun dan sekresi IgA berkurang (Wasjudi, 2000). 2. Gangguan lokal pada kelenjar saliva Ada beberapa penyakit lokal tertentu yang mempengaruhi kelenjar saliva dan menyebabkan berkurangnya aliran saliva. Sialodenitis kronis lebih umum mempengaruhi kelenjar submandibula dan parotis. Penyakit ini menyebabkan degenerasi dari sel asini dan penyumbatan ductus. Kistakista dan tumor kelenjar saliva baik yang jinak maupun yang ganas dapat menyebabkan penekana pada struktur-struktur dari ductus dari kelenjar saliva dan demikian mempengaruhi produksi saliva. Sindrom sjogren merupakan penyakit autoimun jaringan ikat yang dapat mempengaruhi kelenjar air mata dan kelenjar saliva. Sel-sel asini kelenjar saliva rusak karena infiltrasi limfosit sehingga sekresinya berkurang (Wasjudi, 2000). 3. Kesehatan umum yang terganggu Pada orang-orang yang menderita penyakit penyakit yang menimbulkan dehidrasi seperti demam, diare yang terlalu lama, diabetes, gagal ginjal kronis, dan keadaan sistemik lainnya dapat mengalami penurunan aliran saliva. Hal ini disebabkan karena adanya gangguan dalam pengaturan air dan elektrolit, yang diikuti dengan terjadinya keseimbangan air yang negatif yang menyebabkan turunnya sekresi saliva (Sayuti, 1998). Pada penderita diabetes, berkurangnya aliran saliva dipengaruhi oleh faktor angiopati dan neuropati diabetik. Perubahan pada kelenjar parotis dan karena poliuria yang berat. Penderita gagal ginjal kronis terjadi penurunan output. Untuk menjaga agar keseimbangan caoran tetap terjaga perlu intake cairan dibatasi. Paembatasan intake cairan menyebabkan penurunan aliran saliva dan saliva menjadi kental (Wasjudi, 2000).

4. Penggunaan obat-obatan. Banyak sekali obat-obat yang mempengaruhi sekresi saliva. Obat-obatan yang dapat menyebabkan terjadinya mulut kering misalnya: -

Analgesic mixtures Anticonvulsans Antiemetics Antihistami Antihypersensitives Antinauseans Antiparkinson Antiprurutics (Sayuti, 1998). Obat-obat tersebut mempengaruhi aliran saliva dengan meniru

-

aksi system saraf autonom atau dengan secara langsung beraksi pada proses seluler yang diperlukan untuk proses salivasi. Obat-obatan juga secara tidak langsung mempengaruhi saliva dengan mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit atau dengan mempengaruhi aliran darah ke kelenjar (Sayuti, 1998). 5. Keadaan fisiologis Tingkat aliran saliva biasanya dipengaruhi oleh keadaankeadaan fisiologisnya. Pada saat berolahraga, berbicara yang lama dapat menyebabkan berkurangnya aliran saliva sehingga mulut terasa kering. Bernafas melalui mulut juga dapat memberikan pengaruh mulut kering. Gangguan emosionil seperti stress, putus asa dan rasa

taku menyebabkan mulut kering. Hal ini disebabkan keadaan tersebut merangsang terjadinya pengaruh simpatikdari system syaraf autonom dan menghalangi system parasimpatik yang menyebabkan turunnya sekresi saliva (Sayuti, 1998). 6. Usia Keluhan mulut kering sering ditemukan pada usia lanjut. Keadaan ini disebabkan oleh adanya perubahan atropi pada kelenjar salivasesuai dengan pertambahan umur yang akan menurunkan produksi saliva dan mengubah komposisinya sedikit. Seiring dengan meningkatnya usia terjadi proses aging. Terjadi perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva dimana kelenjar parenkim hilang dan digantikan oleh jaringan lemak dan penyambung. Lining sel ductus intermediate mengalami atropi keadaan ini mengakibatkan pengurangan jumlah aliran saliva. Selain itu penyekit sistemik yang diderita pada usia lanjut dan obat-obatan yang digunakan untuk perawatan penyakit sistemis dapat memberikan pengaruh mulut kering pada usia lanjut. Akibat mulut kering yaitu: Mukosa mulut kering, mudah teriritasi Sukar berbicara Sukar mengunyah dan menelan Persoalan dengan protesa Penimbunan lendir rasa seperti terbakar. Gangguan pengecapan Perubahan jaringan lunak Pergeseran dalam mikroflora mulut

-

Karies gigi meningkat Radang periodonsium Halitosis (Sayuti, 1998). Untuk dapat mengatasi keluhan mulut kering, harus ditentukan

terlebih dahulu penyebabnya. Untuk itu diperlukan anamnesa dan pemeriksaan klinis, dan kadang diperlukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaandarah tepi untuk mengetahui ada atau tidaknya gangguan sistemis, sialografi, atau biopsi dari kelenjar saliva. Sialography merupakan upaya pembuatan gambar secara radiopaque pada ductus kelenjar saliva dengan memasukkan bahan kontras berupa water solulable radiopaque dye (Yatim, 2003).c. Taste Disorder

Kemampuan untuk mengecap terjadi saat molekul-molekul kecil yang keluar pada saat mengunyah, minum, atau mencerna makanan menyimulasi sel-sel sensori pada mulut dan tenggorokan. Sel-sel tersebut, atau gustatori sel, yang berkelompok pada taste bud lidah dan tenggorokan. Lidah dapat membedakan empat rasa dasar, yaitu asin, masam, manis dan pahit. Bagian ujung/depan lidah paling peka merasakan yang asin dan manis, bagian samping lidah paling peka terhadap rasa masam sedangkan bagian belakang lidah serta langit-langit paling peka terhadap rasa pahit. Bagian tengah lidah relatif tidak peka terhadap pengenalan rasa. Gangguan pengenalan rasa dapat dibedakan menjadi tiga macam : 4. 5.6.

Ageusia adalah hilangnya daya pengecap secara total Hipogeusia adalah berkurangnya daya pengecapan Cacogeusia adalah gangguan pengecapan yang ditandai sensasi

rasa yang tidak enak pada makanan

Salah satu keluhan yang sering pada lanjut usia (lansia) adalah sering merasakan makanan yang dikonsumsi terasa pahit sehingga lansia tersebut mengalami tidak nafsu makan. Hal ini merupakan salah satu gangguan pengecapan. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS Gangguan pengecapan yang terjadi tidak terlepas dari peranan lidah dan air ludah yang mengalami gangguan pada lansia karena penyakit atau gangguan tertentu. Xerostomia atau gangguan dalam produksi saliva sangat berpengaruh dalam hal pengecapan sehingga dalam hal ini etiologi pada xerostomia juga dapat menyebabkan ganggauan pengecapan. Suatu zat hanya dapat dinikmati rasanya jika larut dalam air ludah. Melalui pori pengecap suatu zat dapat mencapai sel-sel pengecap dan mempengaruhi ujung-ujung sel-sel pengecap dan sesudahnya melalui serabutserabut saraf akan menghasilkan respons saraf sehingga seseorang dapat merasakan rasa makanan (mengecap). Dengan berkurangnya produksi saliva pada usia lanjut, sel-sel pengecap akan mengalami kesulitan dalam menerima rangsang rasa. Pada awal kelahiran, manusia memiliki 10.000 taste bud, tetapi setelah usia 50 tahun, taste bud akan mengalami penurunan fungsi bahkan banyak yang mengalami kematian sehingga taste bud berkurang. Berkurangnya produksi saliva pada usia lanjut juga dapat menyebabkan mukosa rongga mulut menjadi kering dan rentan terhadap gesekan. Gesekan ini akan menambah dampak pengurangan taste bud pada usia lanjut. Mulut yang kering, rasa terbakar pada rongga mulut, dan fungsi indra pengecap yang menurun karena aliran saliva yang berkurang sering ada hubungannya dengan kekurangan vitamin B kompleks. Kandungan prialin saliva akhirnya juga menurun dan pencernaan amilase tidak dimulai dari rongga mulut sehingga pankreas bekerja lebih berat. Saliva semakin bersifat alkali terutama pada pasien yang ompong. Saliva juga menjadi lengket sehingga mudah terjadi iritasi mekanis.

Selain itu, xerostomia yang juga menyebabkan preposisi, yaitu berubahnya suatu kuantitas komposisi pada saliva terutama komposisi mineral seng (zinkum/Zn). Kadar Zn pada air ludah orang dewasa berkisar 90-120 g/100 ml. Mineral Zn berperanan di dalam fungsi berbagai indera seperti melihat, mencium bau dan mengecap. Zn mrupakan kofaktor pembentukan alkaline fosfatase yang merupakan enzim yang banyak pada membrana taste bud. Xerostomia memang dapat menyebabkan gangguan pengecapan, tetapi ada hal lain yang berhubungan dengan gangguan penciuman. Pada orang-orang lanjut usia yang mengalami gangguan saluran pernafasan atas juga akan mengalami gangguan pengecapan. GEJALA DAN TANDA KLINIS Gejala klinis pada orang-orang usia lanjut biasanya adalah berkurangnya nafsu makan yang mengarah pada penurunan berat badan. PEMERIKSAAN 3. The Drop Technique Digunakan 4 mcm rasa manis (gula pasir), pahit (kinin), kecut/asam (lar. Asam cuka) dan asin (larutan garam). Penderita diminta utk mengidentifikasi rasa dari bahan tes yang diletakkan diatas lidah sambil menutup hidung 4. Elektrogustometri Tes pengecapan secara kuantitatif

d. Osteoporosis

Osteoporosis merupakan penipisan tulang yang abnormal, mungkin idiopatik atau sekunder terhadap penyakit lain. Yang ditandai oleh berkurangnya massa dan mineral tulang sehingga menyebabkan kondisi tulang menjadi rapuh, keropos dan mudah patah (Wasjudi, 2000).

Osteoporosis termasuk penyakit gangguan metabolism, dimana tubuh tidak mampu menyerap dan menggunakan bahan-bahan untuk proses pertulangan secara normal, seperti zat kapur = Kalsium, phospat, dan bahan-bahan lainnya (Wasjudi, 2000). Pada keadaan ini terjadi pengurangan masa/ jaringan tulang dibandingkan dengan keadaan normal. Atau dengan bahasa awam, tulang lebih ringan dan lebih rapuh. Meskipun mungkin zat-zat dan mineral untuk pemebentuk tulang di dalam darah masih dalam batas nilai normal. Proses pengurangan ini terjadi di seluruh tulang dan berkelanjutan sepanjang kehidupan (Wasjudi, 2000). Epidemiologi Osteoporosis Osteoporosis merupakan penyakit dengan gejala yang sangat berfariasi dari seorang penderita yang lain, mulai yang dari tanpa gejala sampai yang berat hingga menimbulkan patah tulang (fraktur) (Yatim, 2003). Sebanyak 50% wanita yang menderita Osteoporosis mungkin akan mengalami patah tulang lebih dari satu kali. Diperkirakan resiko seorang wanita yang menderita osteoporosis, memiliki resiko patah tulang pangkal paha sama dengan resiko kanker payudara dan kanker rahim (Yatim, 2003).

Meskipun penyakit osteoporosis lebih banyak menyerang wanita, tidak menutup kemungkinan tarjadi pada pria. Sama halnya seperti wanita, penyakit osteoporosis pada pria juga dipengaruhi hormone estrogen. Namun bedanya, laki-laki tidak mengalami menopause, sehingga osteoporosis dating lebih lambat. Selain itu juga dipengaruhi oleh, massa tulang perempuan lebih kecil daripada pria (Yatim, 2003).

Saat wanita memasuki usia 35 tahun, kepadatan tulang wanita menyusut 0,55- 1% setiap tahunnya. Setelah memasuki masa menopause, dimana kadar hormone estrogen menurun secara signifikan, wanita bisa kehilangan 2-3 % massa tulang setiap tahunnya dan itu berlangsung selama 10 tahun masa awal menopause. Namun, tidak berarti semua wanita menopause akan mengalami osteoporosis. Hal ini dipengeruhi oleh, kepadatan tulang, factor nutrisi, aktivitas fisik (Yatim, 2003). Gejala Klinis Bila tidak ada keadaan/ penyakit pemberat lainnya (komplikasi), bisa saja tidak ada keluhan, mungkin hanya rasa sakit/ tidak enak atau pegal-pegal di bagian punggung atau di daerah tulang yang mengalami osteoporosis. Rasa sakit/ nyeri biasanya hanya setempat dan tidak menyebar, dan bertambah berat bila mendapat tekanan atau beban. Rasa sakit/ nyeri ini bisa hilang sendiri setelah beberapa minggu atau beberapa hari (Yatim, 2003). Pemadatan ruas tulang ini sering terjadi pada ruas tulang dada bawah dan ruas tulang pinggang. Sedangkan patah tulang pinggul/ pangkal tulang paha dan ujung tulang pengumpil, biasanya karena kecelakaan/ jatuh (Yatim, 2003). Diagnosa secara Klinis Keluhan paling mula biasanya sakit di daerah punggung, karena kelainan terjadi pada ruas tulang belakang. Penampilan penderita osteoporosis lebih tua dari sebayanya, baik karena kulit yang berkerut, mungkin terkait dengan penderitaan sakit yang berkepanjangan, maupun karena postur tubuh yang agak membungkuk bila osteoporosis mengenai ruas-ruas tulang punggung sehingga penyakit ini pernah diberi istilah janda bongkok (Widows hump), karena memang penderitanya banyak wanita tua yang menjanda ditinggal mati suami.

Sebagai tambahan, terlihat tonjolan lengkunga tulang rusuk bawah, lebih menonjol dari tonjolan pinggiran tulang punggung atas depan (Yatim, 2003). Pengelompokan Osteoporosis 1. Osteoporosis primer Osteoporosis primer tidak berkaitan dengan penyakit lainnya (unascociated with other disease). Osteoporosis primer dibagi menjadi dua kelompok yaitu : a. Osteoporosis tipe 1 Disebut juga osteoporosis idiopathic (postmenoposal osteoporosis), biasa terjadi pada dewasa muda dan usia tua, baik pria maupun wanita. Osteoporosis tipe 1 berkaitan dengan perubahan hormone setelah menopause dan banyak dikaitkan dengan patah tulang pada ujung tulang pengumpil lengan bawah (Yatim, 2003). b. Osteoporosis tipe 2 Disebut juga sebagai senile osteoporosis (involutional

osteoporosis), banyak terjadi pada usia diatas 70 tahun. Osteoporosis tipe 2 sering dikaitkan dengan patah tulang kering dekat sendi lutut, tulang lengan atas dekat sendi bahu dan patah tulang paha dekat sendi panggul (Yatim, 2003). Faktor faktor yang mempengaruhi terjadinya osteoporosis primer adalah Umur, banyak terjadi pada usia lanjut Jenis kelamin, lebih sering wanita dibandingkan dengan pria Ras, lebih banyak terjadi pada orang timur dan kulit putih dibandingkan dengan orang negro.

Kehamilan, lebih serin terjadi pada orang yang memiliki banyak anak

Postur tubuh, lebih beresiko pada postur tubuh yang gemuk daripada tubuh kurus

Keluarga, seseorang lebih beresiko mendapat osteoporosis dibandingkan dengan yang diet sehari-hari cukup Ca

Pola hidup sehat, mereka yang pola hidup sehat lebih kurang beresiko menderita osteoporosis dibandingkan dengan yang menerapkan pola hidup sehari-hari yang sembarangan (Yatim, 2003).

2. Osteoporosis sekunder Osteoporosis sekunder disebabkan oleh hal hal diluar tulang. Faktor faktor yang mempengaruhi terjadinya osteoporosis sekunder adalah ; Gangguan hormone seperti hormon tiroid dan paratiroid, insulin pada penderita diabetes mellitus dan gluco corticoid Zat kimia dan obat obatan seperti nikotin rokok, obat tidur, corticosteroid, alkohol, dan heparin. Penyakit gangguan penyerapan usus (malabsorbtion syndroma) Defisiensi vitamin D (Yatim, 2003).

3. Osteoporosis pada anak-anak Faktor faktor yang mempengaruhi osteoporosis pada anak anak adalah: Kelainan pertulangan yang tidak wajar Penyakit kurang vitamin C Beberapa jenis penyakit ginjal

Kelainan metabolisme Kelainan hormon Penyakit dermatomyotosis (Yatim, 2003).

4. Osteoporosis pada usia muda Disebut juga sebagai Ideopathic Juvenile Osteoporosis, karena belum jelas penyebab dan proses terjadinya penyakit. Timbul biasanya menjelang pubertas, sedangkan publikasi lainnya mengatakan bahwa osteoporosis pada usia muda ini timbul pada usia 23 tahun.

Patogenesis Osteoporosis Terjadinya osteoporosis secara seluler disebabkan oleh karena jumlah dan aktivitas sel osteoklas melebihi dari jumlah dan aktivitas sel osteoblas (sel pembentuk tulang). Keadaan ini mengakikatkan penurunan massa tulang.8 Ada beberapa teori yang menyebabkan deferensiasi sel osteoklas meningkat dan meningkatkan aktivitasnya yaitu: 1. Defisiensi estrogen Dalam keadaan normal estrogen dalam sirkulasi mencapai sel osteoblas, dan beraktivitas melalui reseptor yang terdapat di dalam sitosol sel tersebut, mengakibatkan menurunnya sekresi sitokin seperti: Interleukin-1 (IL-1), Interleukin-6 (IL-6) dan Tumor Necrosis Factor-Alpha (TNF- merupakan sitokin yang berfungsi dalam ), penyerapan tulang. strogen meningkatkan sekresi Transforming Growth Factor TGF- ( ), yang merupakan satu-satunya factor pertumbuhan(growth factor) yang merupakan mediator untuk menarik sel osteoblas ke tempat lubang tulang yang telah diserap oleh sel osteoklas. Sel osteoblas merupakan sel target utama dari estrogen, untuk melepaskan beberapa faktor pertumbuhan dan

sitokin seperti tersebut diatas, sekalipun secara tidak langsung maupun secara langsung juga berpengaruh pada sel osteoklas (Yatim, 2003). Efek estrogen pada sel osteoblas Estrogen merupakan hormon seks steroid memegang peran yang sangat penting dalam metabolisme tulang, mempengaruhi aktivitas sel osteoblas maupun osteoklas, termasuk menjaga keseimbangan kerja dari kedua sel tersebut melalui pengaturan produksi faktor parakrin-parakrin utamanya oleh sel osteoblas. Seperti dikemukakan diatas bahwasanya sel osteoblas memiliki reseptor estrogen alpha dan betha (ERdan ER) di dalam sitosol. Dalam diferensiasinya sel osteoblas mengekspresikan reseptor betha (ER) 10 kali lipat dari reseptor estrogen alpha (ER).10 Didalam percobaan binatang defisiensi estrogen menyebabkan terjadinya osteoklastogenesis dan terjadi kehilangan tulang. Akan tetapi dengan pemberian estrogen terjadi pembentukan tulang kembali, dan didapatkan penurunan produksi dari IL-1, IL-6, dan TNF-, begitu juga selanjutnya akan terjadi penurunan produksi M-CSF dan RANK-Ligand (RANK-L). Di sisi lain estrogen akan merangsang ekspresi dari osteoprotegerin (OPG) dan TGF(Transforming Growth Factor-pada sel osteoblas dan sel stroma, yang lebih lanjut akan menghambat penyerapan tulang dan meningkatkan apoptosis dari sel osteoklas (Yatim, 2003). Efek biologis dari estrogen diperantarai oleh reseptor yang dimiliki oleh sel osteoblastik diantaranya: estrogen receptor-related receptor (ERR), reseptor estrogen , (ER, ER). Sub tipe reseptor inilah yang melakukan pengaturan homeostasis tulang dan berperan akan terjadinya osteoporosis (Yatim, 2003). Efek estrogen pada sel osteoklas

Dalam percobaan binatang, defisiensi estrogen akan menyebabkan terjadinya osteoklastogenesis yangmeningkat dan berlanjut dengan kehilangan tulang. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian estrogen. Dengan defisiensi estrogen ini akan terjadi meningkatnya produksi dari IL-1, IL-6, dan TNF-yang lebih lanjut akan diproduksi M-CSF dan RANK-L. Selanjutnya RANKL menginduksi aktivitas JNK1 dan osteoclastogenic activator protein-1, faktor transkripsi c-Fos dan c-Jun.11 Estrogen juga merangsang ekpresi dari OPG dan TGF-oleh sel osteoblas dan sel stroma, yang selanjutnya berfungsi menghambat penyerapan tulang dan mempercepat / merangsang apoptosis sel osteoklas (Yatim, 2003). 2. Faktor sitokin Pada stadium awal dari proses hematopoisis dan osteoklastogenesis, melalui suatu jalur yang memerlukan suatu mediator berupa sitokin dan faktor koloni-stimulator. Diantara group sitokin yang menstimulasi osteoklastogenesis antara lain adalah: IL-1, IL-3, IL-6, Leukemia Inhibitory Factor (LIF), Oncostatin M (OSM), Ciliary Neurotropic Factor (CNTF), Tumor Necrosis Stimulating interferon- , Factor (TNF), Granulocyte dan Macrophage-Colony Macrophage-Colony yang menghambat Factor (GM-CSF),

Stimulating Factor (M-CSF). Sedangkan IL-4, IL-10, IL-18, dan merupakan sitokin osteoklastogenesis. Interleukin-6 merupakan salah satu yang perlu mendapatkan perhatian, oleh karena meningkatnya IL-6 terbukti memegang peranan akan terjadinya beberapa penyakit, antaranya berpengaruh pada remodeling tulang dan terjadinya penyerapan tulang berlebihan baik lokal maupun sistemik (Yatim, 2003). 3. Pembebanan

Tulang merupakan jaringan dinamik yang secara konstan melakukan remodeling akibat respon mekanik dan perubahan hormonal. Remodeling tulang terjadi dalam suatu unit yang dikenal dengan bone remodeling unit, yang merupakan keseimbangan dinamik antara penyerapan tulang oleh osteoklas dan pembentukan tulang oleh osteoblas. Remodeling ini dimulai dari perubahan permukaan tulang yang pasif (quiescent) menjadi perubahan permukaan tulang yang mengalami resorpsi (Yatim, 2003).

Disini sebetulnya sel osteosit memegang peranan penting dalam menginisiasi remodeling tulang dengan mengirimkan sinyal local kepada sel osteoblas maupun sel osteoklas di permukaan tulang melalui sistem kanalikuler. Osteosit adalah sel osteoblas yang terkubur dalam lakuna dan termineralisasi dalam matriks tulang dengan morfologi stellate, dengan tonjolan dendritic yang merupakan penonjolan plasma membran dan berfungsi sebagai sistem syaraf. Sel osteosit jumlahnya 10 kali dari jumlah sel osteoblas.8 Osteosit melalui penonjolan plasma membran (panjang 5 30 m) dalam kanalikuli dapat berkomunikasi dengan osteoblas (Yatim, 2003).

Selanjutnya osteoblas berkomunikasi dengan sel dalam sumsum tulang dengan memproyeksikan selnya ke sel endotil di sinusoid, dengan demikian lokasi strategis osteosit menjadikan sel ini sebagai kandidat sel mekanosensori untuk deteksi kebutuhan tulang, menambah atau mengurangi massa tulang selama adaptasi fungsi skeletal. Osteosit juga mempunyai kemampuan deteksi perubahan aliran cairan interstisial dalam kanalikuli yang dihasilkan akibat pembebanan mekanik dan deteksi perubahan

kadar hormon, oleh karena itu gangguan pada jaringan osteosit meningkatkan fragilitas tulang (Yatim, 2003).3.2.3. Pemeriksaan Klinis, Pemeriksaan Rontgenologis, Pemeriksaan Laboratoris dari Geriatric Disease

Pemeriksaan Kelenjar Saliva Sialometri Sialometri merupakan pengukuran kecepatan aliran ludah yang dapat dilakukan selama istirahat maupun waktu terstimulasi. Hari pengambilan sampel dan jenis stimulant yang digunakan perlu dipertimbangkan. Angka kecepatan aliran saliva yang terstimulir dan tidak masih diperdebatkan, tetapi kebanyakan informasi didasarkan pada kecepatan saliva parotis yang distimulasi. Pengumpulan saliva dari kelenjar parotis dilakukan menggunakan mangkok Carlsson-Crittenden yang ditempatkan pada muara tiap saluran. Aliran distimulasi dengan jalan menempatkan 1 ml asam sitrat 10% di bagian belakang lidah. Kecepatan aliran 0,7 ml/menit dianggap normal. Pengukuran aliran kelenjar submandibularis lebih ruwet dan biasanya hanya dilakukan untuk tujuan penelitian. Susunan Kimiawi Saliva Analisa zat-zat saliva telah dilakukan dalam pelbagai penelitian penyakit dan abnormalitas telah terdeteksi pada penderita sarkoidosis, sindrom Sjrgen, dan berbagai kelainan hormonal. Teknik ini belum digunakan secara luas dalam diagnosis tetapi dapat digunakan untuk mengukur dan memonitor kadar obat-obat serta hormon tertentu. Reologi Hingga kini, informasi klinis mengenai reologi saliva baru sedikit, tetapi diperkirakan bahwa perubahan dalam aliran serta konsistensi terlibat dalam xerostomia dan pengecapan.

Sialografi Sialografi merupakan metode demonstrasi langsung jaringan saluran, baik kelenjar submandibularis maupun parotis. Kadang-kadang, kelenjar sublingualis dapat dilihat, tetapi ini merupakan kejadian yang sangat langka. Teknik didasarkan atas infusi sebuah medium kontras radio-opak ke dalam saluran kelenjar ludah utama. Media kontras terdapat dalam dua sediaan yaitu dengan bahan dasar minyak atau air. Media kontras berbahan dasar minyak biji poppy dulu digunakan secara rutin untuk sialografi. Tetapi, media ini sekarang jarang digunakan lagi karena pengisian kelenjar yang berlebih dapat berakibat pada hilangnya bentuk saluran pada radiografi, retensi media di dalam kelenjar, serta menimbulkan kerusakan kelenjar. Media berbahan dasar air yang mengandung natrium dan garam-garam dari asam diatrizoic dan iothalamic tidak menimbulkan masalah tersebut dan dewasa ini merupakan bahan kontras pilihan. Metode untuk memasukkan media adalah injeksi yang dipegang dengan tangan, tekanan hidrostatik atau infusi yang berkesinambungan. Teknik dipegang dengan tangan berisiko meninggikan tekanan di dalam kelenjar yang dapat menimbulkan rasa sakit dan kerusakan kelenjar. Metode hidrostatik tidak menimbulkan tekanan yang berlebihan pada waktu infusi, tetapi pengisian kurang sempurna pada kelenjar-kelenjar yang tersumbat. Tekanan infusi berkesinambungan yang terpantau (CIPM) merupakan metode yang lebih disenangi karena menghasilkan control invusi yang akurat serta dapat menunjukkan pada klinisi kapan terjadi tekanan pengisian yang berlebihan. Sebuah kanula politen steril dimasukkan ke dalam mulut saluran ekskresi. Perlu diberi anastesi lokal secara inviltrasi di dasar mulut bila kelenjar suubmandibularis akan diperiksa. Media berbahan dasar air harus dimasukkan dengan kecepatan 0,5 ml permenit. Radiografi dilakukan setelah 2 dan 4 menit dan mencakup 2 gambar dengan dataran yang berbeda ; biasanya pandangan

lateral oblik dan anteroposterior. Gambar lateral 15 derajat kadang-kadang dibutuhkan bila kelenjar submandibularis ingin diselidiki. Sialografi bukan merupakan metode yang dapat digunakan untuk memperlihatkan kelainan structural, terutama penyempitan jinak, mucous plugs serta kalkuli. Distribusi media kontras dapat menimbulkan gambaran radiografi yang khas pada kondisi peradangan kelenjar saliva yang kronis. Hal ini berlaku pada dilatasi saluran (sialodokiektasis) serta penumpukkan media tepi (sialektasis) yang dapat dilihat selama sialografi kelenjar parotis pada penderita sindrom Sjgren. Gambaran sialektasis kadangkadang disebut sebagai efek badai salju. Peranan sialografi dalam diagnosis dan penatalaksanaan tumor kelenjar saliva amat controversial dan bisa diikuti oleh tomografi computer dengan atau tanpa sialografi gabungan. Sialografi tetap memegang peranan dalam pemeriksaan pembengkakan kelenjar saliva, karena dapat memberikan informasi yang berguna apakah sebuah lesi terletak di dalam kelenjar ataukah timbul di dalam jaringan sekitarnya yang mengakibatkan perpindahan letak kelenjar. Pada dasarnya sialografi merupakan prosedur yang mudah dan aman ; satu-satunya kontraindikasi adalah alergi terhadap iodine atau adanya infeksi akut. Sialografi diperkirakan bisa menimbulkan bakteriemia, dan oleh karena itu pasien-pasien yang beresiko terhadap endokarditis harus diberi antibiotic pencegahan.

CT-scan Penelitian radioisotope dari fungsi kelenjar saliva didasarkan pada kesiapan kelenjar-kelenjar itu untuk menerima radioisotope secara selektif dari aliran darah. Dalam praktik, radioisotop dari iodine memiliki waktu paruh yang terlalu panjang yang membuatnya sulit memberikan hasil kliinis yang bermanfaat dan oleh karena itu, technetium pertechnetate yang bisa diperlakukan seperti iodine oleh kelenjar saliva mayor, dipilih untuk digunakan secara rutin. Isotop ini dimasukkan secara intrvena. Dilakukan

scaning kepala dan leher dengan suatu teknik yang mengambil emisi isotop dan kemudian kelenjar saliva mayor diperlihatkan. Teknik ini memberi kemungkinan untuk memperbandingkan masukan kelenjar kanan dan kiri. Masukan keseluruhan bisa digunakan untuk mendeteksi kelainan fungsional secara menyeluruh. Kemajuan teknik dasar ini melibatkan penggunaan radioisotope seperti selemethionine dan gallium, yang diperkirakan ditahan secara selektif oleh neoplasma kelenjar saliva tertentu. Pemeriksaan Osteoporosis Diagnosis secara Ilmiah Diagnosis ditegakkan dengan Dual X-ray Absorbitio-metry (DEXA), suatu alat standar untuk skrining. Untuk osteoporosis dinyatakan dengan T-Score. T-score adalah perbedaan Bone Mineral Density (BMD = kepadatan tulang) hasil pengukuran, dengan nilai rata-rata BMD puncak. Perbedaan ini dinyatakan dalam unit deviasi standar (ST-D) dari nilai ratarata. Karena biaya untuk pemeriksaan DEXA dan BMD mahal, maka ditentukan kriteria untuk skrining DEXA dan BMD secara selektif sebagai berikut: 1. Wanita menopause yang bersedia mengikuti program pencegahan bila hasil DEXA positif; 2. Pada hasil Rontgen mencurigakan ada osteoporosis; 3. Penderita yang akan menjalani pengobatan 1 bulan dengan obat yang mengandung risiko menimbulkan osteoporosis; 4. Penderita Hiperparatiroid primer dan tanpa gejala dengan ancaman terjadi osteoporosis sekunder dengan indikasi operasi pengangkatan kelenjar paratiroid; 5. Untuk pemantauan respons terhadap pengobatan osteoporosis dalam menentukan perubahan dosis atau mengganti jenis obat.

Untuk

menegakkan

diagnose osteoporosis,

terlebih

dahulu

diperlukan hasil pemeriksaan laboratorium, antara lain : 1. Darah lengkap 2. Urine lengkap 3. Tirotropin dan, 4. Kimia serum darah Bila ada indikasi juga perlu hasil pemeriksaan: 1. Laju endap darah 2. Hormon paratiroid dalam darah 3. 25-hidroxi vit.D 4. Zat kapur dalam urine 24 jam 5. Serum/ urine elektroporesis 6. Biopsi sumsum tulang Sampai saat ini belum ada petunjuk standar pemeriksaan tandatanda biokomia darah untuk diagnose dan pemantauan hasil pengobatan osteoporosis. Perlu juga diingat, sebelum menegakkan diagnose osteoporosis perlu disingkirkan dulu kemungkinan penyakit lain dan faktor-faktor penyebab osteoporosis sekunder. Pemeriksaan Laboratorium Pada tahap awal kejadian osteoporosis: 1. Kadar Ca dan P, serta laju endap darah masih dalam batas normal; 2. Kadar alkalin phosphatase sedikit lebih tinggi dari kadar normal; 3. Kadar zat kapur (Ca) dan pospat, serta PTH (Para Thyroid Hormon) dalam darah biasanya normal. Pemeriksaan Rontgen Tulang Terlihat berkurangnya kepadatan tulang dan menghilangnya susunan trabekula. Bila terjadi patah tulang punggung, tampak gambaran balon-balon di sela-sela ruas tulang punggung, daerah pinggang.

Lapisan keras tulang (korteks) dari tulang panjang tampak menipis, yang juga sebagai akibat dari peningkatan aktivitas penyerapan tulang pada penyakit osteoporosis. Sedangkan lapisan keras bagian luar tulang (periosteum) kelihatan lebih halus pada gambaran rontgen. Pada osteoporosis sekunder, karena adanya gangguan hormon kortikosteroid, gambaran rontgen tulang tengkorak seperti bening kkarena tipisnya (radiolucent). Diagnosa Banding (Deferential Diagnosa) 1. Osteomalacia; 2. Myeloma (juga merupakan salah satu penyakit gangguan metabolism); 3. Anak sebar (metastase suatu penyakit keganasan ke tulang).

BAB IV PENUTUP4.1 KesimpulanAdapun kesimpulan yang dapat diambil dari Laporan Tutorial Skenario 3 ini adalah : 1. Degenerasi adalah kemunduran sel oleh karena terjadi gangguan metabolisme, sehingga tertimbun (akumulasi) bahan-bahan metabolit yang normal tidak tampak dalam jumlah sedikit, sehingga sel bengkak dan sakit. Sifatnya reversible. 2. Macam-macam degenerasi, yaitu degenerasi lemak, degenerasi hyalin, degenerasi zenker, degenerasi mukoid, degenerasi miksomatik, serta degenerasi hidrofik.3. Geriatri adalah bagian dari cabang Ilmu Kedokteran yang mempelajari

tentang pencegahan penyakit dan kekurangan pada usia lanjut antara lain

dengan pemeriksaan, perawatan, after care dari usia lanjut yang sakit yang keadaan kesehatannya yang terutama dipengaruhi oleh proses ketuaannnya.4. Macam Geriatric Disease yang sering terjadi dan bermanifestasi di rongga

mulut diantaranya adalah Temporo Mandibular Disorder (TMD), xerostomia, taste disorder, dan osteoporosis.5. Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada Geriatric Disease adalah meliputi

pemeriksaan klinis, rontgenologis, dan laboratoris. Pada pemeriksaan kelenjar saliva sering digunakan pemeriksaan sialometri, susunan kimiawi saliva, reologi, sialografi, dan CT-scan. Sedangkan pada pemeriksaan osteoporosis digunakan Dual X-ray Absorbitio-metry (DEXA) yaitu suatu alat standar skrining; untuk menegakkan diagnose osteoporosis terlebih dahulu diperlukan hasil pemeriksaan laboratorium (darah lengkap, urine lengkap, tirotropin dan, kimia serum darah); serta dengan pemeriksaan rontgen tulang. DAFTAR PUSTAKA

Lewis, M A O., P.J Lamey. 1998. Tinjauan Klinis Penyakit Mulut. Jakarta: Widya Medika Greenberg, Martin S. 2003. Burkets Oral Medicine Diagnosis and Treatment 10th Edition. Ontario: BC. Decker. Inc. Ogus H.D, Toller P.A., 1990. Gangsuan-gangguan Sendi Temporo Mandibula. Jakarta:Hipokrates Robins dan Kumar. 1998. Buku Ajar Patologi 1 edisi 4. Jakarta : EGC. Sayuti, Hasibuan.1998. Keadaan-keadaan di Rongga Mulut yang Perlu Diketahui pada Usia Lanjut. Majalah Kedokteran Gigi USU No.4 Januari

Spackman SS, Janet GB., 2006. Periodontal Treatment for Older Adults, in (Carranzas Clinical Periodontology). 10th ed, St.louis: WB Saunders Company, 93 97, 675 - 691. Sudiono, Janti, drg., dkk. 2003. Ilmu Patologi. Jakarta: EGC Sudiono, Janti. 2001. Penuntun Praktikum Patologi Anatomi. Jakarta:EGC Wasjudi, Nugroho.2000. Keperawatan Gerontik.Ed ke-2. Jakarta : EGC Yatim, Faisal. 2003. Osteoporosis (Penyakit Kerapuhan Tulang) pada Manula. Jakarta: Pustaka Populer Obor.