Laporan Skenario 3 blok reproduksi

download Laporan Skenario 3 blok reproduksi

of 36

description

ISK pada kehamilan

Transcript of Laporan Skenario 3 blok reproduksi

LAPORAN DISKUSI TUTORIALBLOK XIII SISTEM REPRODUKSI

SKENARIO III : PERUT SAYA NYERI SEJAK MELAHIRKAN 2 HARI YANG LALU

NAMA TUTOR :Suparman, dr, M.Kes

OLEH :KELOMPOK B-81. Amarisanti G00110182. Angga SuryawinataG00110243. Bima Kususma Jati G00110544. Deyona Annisa PutriG00110725. Esty Jayanti G00110866. Indah Purnama Sari G00111147. Maestro RahmandikaG00111308. Nur Hidayah G00111569. Rizky Hening Saputri G001118210. Vania Nur Amalina G001120411. Yohanes CakrapradiptaG0011214

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SEBELAS MARETSURAKARTA2013PENDAHULUAN

A. Latar BelakangSKENARIO 1 Blok Reproduksi

PERUT SAYA NYERI SEJAK MELAHIRKAN 2 HARI YANG LALU

NY. NG, 21 tahun, datang ke Puskesmas dengan nyeri perut bagian bawah. Empat hari yang lalu melahirkan anak pertama secara normal. Persalinannya ditolong oleh bidan. Bayinya sehat, laki-laki, dengan berat lahir 3100 gram. Air susu ibu yang keluar pada hari pertama hanya sedikit dan berwarna putih kekuning-kuningan. Setelah itu, menjadi lebih encer, lebih jernih, dan lebih banyak. Darah nifas yang keluar berwarna merah kekuningan berbau. Karena khawatir jahita di vulvanya lepas, maka pasien tidak berani Buang Air Kecil (BAK) dan Buang Air Besar (BAB).Pada pemeriksaan fisik didapatkan, suhu tubuh 38C. Perut bagian bawah nampak membuncit, teraba massa kistik, nyeri, dan terasa ingin berkemih saat ditekan. Tinggi fundus uteri tidak dapat dinilai karena terhalang oleh massa kistik tersebut. Pada pemeriksaan colok dubur didapatkan skibala. Dokter puskesmas melakukan pemasangan kateter dan keluar urin sebanyak 1200cc dan kemudian melakukan leavement, berhasil. Urin yang keluar diperiksa di laboratorium dan didapatkan bakteri positif tiga (+++) serta sedimen lekosit dan eritrosit.B. Rumusan Masalah1. Bagaimana tahapan fisiologis terjadinya nifas?2. Macam-macam darah pada nifas?3. Perubahan fisiologis yang terjadi pada saat nifas?4. Bagaimana Histologi payudara?5. Bagaimana fisiologi terjadinya laktasi?6. Apa saja gangguan yang terjadi pada saat laktasi?7. Bagaimana dampak positif dan negatif tidak dilakukannya laktasi?8. Apa saja kandungan yang ada di dalam ASI?9. Bagaimana interpretasi dari skenario terkait dengan berat badan bayi, suhu badan ibu dan bakteri positif tiga (+++)?10. Berapakah kapasitas normal vesica urinaria?11. Bagaimanakah proses kateterisasi? Indikasi serta kontraindikasi pada kateterisasi?12. Bagaimana perawatan post partum yang baik?13. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan leavement?14. Apa pengaruh hormon pada ibu nifas? Dan bagaimana cara penilaian Tinggi Fundus uteri?15. Apa Differential Diagnosis pada skenario di atas?C. Tujuan1. Mengetahui tahapan fisiologis terjadinya nifas2. Mengetahui macam-macam darah pada nifas3. Mengetahui fisiologis yang terjadi pada saat nifas4. Mengetahui tentang Histologi payudara5. Mengetahui fisiologi proses terjadinya laktasi6. Mengetahui apa saja gangguan yang terjadi pada saat laktasi7. Mengetahui dampak positif dan negatif tidak dilakukannya laktasi8. Mengetahui apa saja kandungan yang ada di dalam ASI9. Mengetahui interpretasi dari skenario terkait dengan berat badan bayi, suhu badan ibu dan bakteri positif tiga (+++)10. Mengetahui kapasitas normal vesica urinaria11. Mengetahui proses kateterisasi dan indikasi serta kontraindikasi pada kateterisasi12. Mengetahui perawatan post partum yang baik13. Mengetahui cara melakukan pemeriksaan leavement14. Mengetahui apa pengaruh hormon pada ibu nifas? Dan bagaimana cara penilaian Tinggi Fundus uteri15. Mengetahui apa Differential Diagnosis pada skenario di atas

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Masa Nifas Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu (Saleha, 2009). Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah keluarnya placenta sampai alat-alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari (Ambarwati, 2010). Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya placenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu (Saifuddin, 2009).

Tahapan Masa Nifas1) Puerperium dini: Kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama Islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.2) Puerperium intermedial: Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.3)Remote puerperium: Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan, tahunan.(Ambarwati, 2010).Tahapan yang terjadi pada masa nifas adalah sebagai berikut:1) Periode immediate postpartum: Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan karena atonia uteri. Oleh karena itu, bidan dengan teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lochea, tekanan darah, dan suhu.2)Periode early postpartum (24 jam-1 minggu): Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik.3)Periode late postpartum (1 minggu-5 minggu): Pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta konseling KB.(Saleha, 2009).

Perubahan Fisiologis Masa Nifasa. Perubahan sistem reproduksi1) Involusi Uterus Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus (Ambarwati, 2010). Perubahan-perubahan normal pada uterus selama postpartum dapat dilihat di bawah ini:Tabel Perubahan Uterus Masa NifasInvolusi UteriTFU

Berat Uterus

Diameter Uterus

Palpasi cervix

Placenta lahirSetinggi pusat

1000 gr

12,5 cm

Lembut/lunak

7 hari

Pertengahan antara simpisis dan pusat

500 gr

7,5 cm2 cm

14 hari

Tidak teraba

350 gr

5 cm

1 cm

6 minggu

Normal

60 gr

2,5 cmMenyempit

(Ambarwati, 2010)

Involusi uteri dari luar dapat diamati yaitu dengan memeriksa fundus uteri dengan cara:a) Segera setelah persalinan, tinggi fundus uteri 2 cm di bawah pusat, 12 jam kemudian kembali 1 cm di atas pusat dan menurun kira-kira 1 cm setiap hari.b) Pada hari kedua setelah persalinan tinggi fundus uteri 1 cm di bawah pusat. Pada hari ke 3-4 tinggi fundus uteri 2 cm di bawah pusat. Pada hari ke 5-7 tinggi fundus uteri setengah pusat simpisis. Pada hari ke 10 tinggi fundus uteri tidak teraba. Bila uterus tidak mengalami atau terjadi kegagalan dalam proses involusi disebut dengan subinvolusi. Subinvolusi dapat disebabkan oleh infeksi dan tertinggalnya sisa plasenta/perdarahan lanjut (postpartum haemorrhage).

2) Lochea Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lochea mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus. Lochea mempunyai reaksi basa/alkalis yang dapat membuat organisme berkembang lebih cepat daripada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lochea mempunyai bau amis/anyir seperti darah menstruasi, meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Lochea yang berbau tidak sedap menandakan adanya infeksi. Lochea mempunyai perubahan karena proses involusi. Proses keluarnya darah nifas atau lochea terdiri atas 4 tahapan, yaitu:a) Lochea Rubra/Merah (Kruenta)Lochea ini muncul pada hari ke 1 sampai hari ke 4 masa postpartum. Cairan yang keluar berwarna merah karena berisi darah segar, jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo (rambut bayi), dan mekonium.b) Lochea SanguinolentaCairan yang keluar berwarna merah kecoklatan dan berlendir. Berlangsung dari hari ke 4 sampai hari ke 7 postpartum.c) Lochea SerosaLochea ini berwarna kuning kecoklatan karena mengandung serum, leukosit dan robekan/laserasi plasenta. Muncul pada hari ke 7 sampai hari ke 14 postpartum.d) Lochea Alba/PutihMengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lendir serviks dan serabut jaringan yang mati. Lochea alba bisa berlangsung selama 2-6 minggu postpartum.(Ambarwati, 2010).

3) Endometrium Perubahan pada endometrium adalah timbulnya trombosis, degenerasi, dan nekrosis di tempat implantasi plasenta. Pada hari pertama tebal endometrium 2,5 mm, mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua, dan selaput janin. Setelah 3 hari mulai rata, sehingga tidak ada pembentukan jaringan parut pada bekas implantasi plasenta. (Saleha, 2009).4) Serviks Serviks mengalami involusi bersama-sama dengan uterus. Warna serviks sendiri merah kehitam-hitaman karena pembuluh darah. Konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat laserasi/perlukaan kecil. Karena robekan kecil yang terjadi selama dilatasi, serviks tidak pernah kembali pada keadaan sebelum hamil. Muara serviks yang berdilatasi 10 cm pada waktu persalinan, menutup secara bertahap. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat dimasuki 2-3 jari, pada minggu ke 6 postpartum serviks menutup (Ambarwati, 2010).

5) Vulva dan Vagina Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses persalinan dan akan kembali secara bertahap dalam 6-8 minggu postpartum. Penurunan hormon estrogen pada masa postpartum berperan dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Rugae akan terlihat kembali pada sekitar minggu ke 4 (Ambarwati, 2010).

6) Payudara (mamae) Pada semua wanita yang telah melahirkan proses laktasi terjadi secara alami. Proses menyusui mempunyai dua mekanisme fisiologis, yaitu sebagai berikut:a) Produksi susub) Sekresi susu atau let down Selama 9 bulan kehamilan, jaringan payudara tumbuh dan menyiapkan fungsinya untuk menyediakan makanan bagi bayi baru lahir. Setelah melahirkan, ketika hormon yang dihasilkan plasenta tidak ada lagi untuk menghambatnya kelenjar pituitari akan mengeluarkan prolaktin (hormon laktogenik). Sampai hari ketiga setelah melahirkan, efek prolaktin pada payudara mulai bisa dirasakan. Pembuluh darah payudara menjadi bengkak terisi darah, sehingga timbul rasa hangat, bengkak, dan rasa sakit. Sel-sel acini yang menghasilkan ASI juga mulai berfungsi. Ketika bayi menghisap puting, refleks saraf merangsang lobus posterior pituitari untuk menyekresi hormon oksitosin. Oksitosin merangsang refleks let down (mengalirkan), sehingga menyebabkan ejeksi ASI melalui sinus aktiferus payudara ke duktus yang terdapat pada puting. Ketika ASI dialirkan karena isapan bayi atau dengan dipompa sel-sel acini terangsang untuk menghasilkan ASI lebih banyak. Refleks ini dapat berlanjut sampai waktu yang cukup lama (Saleha, 2009).

b. Perubahan sistem pencernaan Biasanya ibu mengalami obstipasi setelah melahirkan anak. Hal ini disebabkan karena pada waktu melahirkan alat pencernaan mendapat tekanan yang menyebabkan colon menjadi kosong, pengeluaran cairan yang berlebihan pada waktu persalinan (dehidrasi), kurang makan, haemorrhoid, laserasi jalan lahir. Supaya buang air besar kembali teratur dapat diberikan diit atau makanan yang mengandung serat dan pemberian cairan yang cukup. Bila usaha ini tidak berhasil dalam waktu 2 atau 3 hari dapat ditolong dengan pemberian huknah atau gliserin spuit atau diberikan obat laksan yang lain (Ambarwati, 2010).

c. Perubahan sistem perkemihan Hendaknya buang air kecil dapat dilakukan sendiri secepatnya. Kadang-kadang puerperium mengalami sulit buang air kecil, karena sfingter uretra ditekan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi muskulus sphingter ani selama persalinan, juga oleh karena adanya edema kandung kemih yang terjadi selama persalinan. Kadang-kadang oedema dari trigonium menimbulkan obstruksi dari uretra sehingga sering terjadi retensio urine. Kandung kemih dalam puerperium sangat kurang sensitif dan kapasitasnya bertambah, sehingga kandung kemih penuh atau sesudah buang air kecil masih tertinggal urine residual (normal 15 cc). Sisa urine dan trauma pada kandung kencing waktu persalinan memudahkan terjadinya infeksi. (Ambarwati, 2010).Peningkatan cairan ekstravaskuler dan volume plasma yang terjadi selama kehamilan akan dieliminasi secara cepat selama hari-hari pertama pasca melahirkan. Pada hari kedua mulai terjadi dieresis dan poliuria sampai 3 liter per hari dan kembali normal dalam satu minggu. Kapasitas vesika urinaria bertambah, mencapai 1000 1500 mL tanpa menimbulkan rasa tidak nyaman. Fungsi ekskresi akan kembali pulih pada keadaan sebelum kehamilan kurang lebih 6 minggu. (Tim pengelola Skills lab FK UNS, 2013)

d. Perubahan sistem muskuloskeletal Ligamen-ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang sewaktu kehamilan dan persalinan berangsur-angsur kembali seperti sediakala. Tidak jarang ligamen rotundum mengendur, sehingga uterus jatuh ke belakang. Fasia jaringan penunjjang alat genitalia yang mengendur dapat diatasi dengan latihan-latihan tertentu. Mobilisasi sendi berkurang dan posisi lordosis kembali secara perlahan (Saleha, 2009).

e. Perubahan sistem endokrin Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem endokrin, terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam proses tersebut.1) Oksitosin Oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang. Selama tahap ketiga persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin. Hal tersebut membantu uterus kembali ke bentuk normal (Saleha, 2009).2) Prolaktin Menurunnya kadar estrogen menimbulkan terangsangnya kelenjar pituitari bagian belakang untuk mengeluarkan prolaktin. Hormon ini berperan dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu. Pada wanita yang menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi dan pada permulaan ada rangsangan folikel dalam ovarium yang ditekan. Pada wanita yang tidak menyusui bayinya tingkat sirkulasi prolaktin menurun dalam 14-21 hari setelah persalinan, sehingga merangsang kelenjar bawah depan otak yang mengontrol ovarium ke arah permulaan pola produksi estrogen dan progesteron yang normal, pertumbuhan folikel, ovulasi, dan menstruasi (Saleha, 2009).3) Hipotalamik Pituitary Ovarium Untuk wanita yang menyusui dan tidak menyusui akan mempengaruhi lamanya ia mendapatkan menstruasi. Seringkali menstruasi pertama itu bersifat anovulasi yang dikarenakan rendahnya kadar estrogen dan progesteron. Diantara wanita laktasi sekitar 15% memperoleh menstruasi selama 6 minggu dan 45% setelah 12 minggu. Diantara wanita yang tidak laktasi 40% menstruasi setelah 6 minggu, 65% setelah 12 minggu, dan 90% setelah 24 minggu. Untuk wanita laktasi 80% menstruasi pertama anovulasi dan untuk wanita yang tidak laktasi 50% siklus pertama an ovulasi (Ambarwati, 2010).4) Estrogen dan progesteron Selama hamil volume darah normal meningkat walaupun mekanismenya secara penuh belum dimengerti. Diperkirakan bahwa tingkat estrogen yang tinggi memperbesar hormon antidiuretik yang meningkatkan volume darah. Disamping itu, progesteron mempengaruhi otot halus yang mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini sangat mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum dan vulva, serta vagina. (Saleha, 2009).

f. Perubahan tanda-tanda vital Tanda-tanda vital yang harus dikaji pada masa nifas adalah sebagai berikut:1) Suhu Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,20C. Sesudah partus dapat naik kurang lebih 0,50C dari keadaan normal, namun tidak akan melebihi 380C. Sesudah dua jam pertama melahirkan umumnya suhu badan akan kembali normal. Bila suhu lebih dari 380C, mungkin terjadi infeksi pada klien (Saleha, 2009).2) Nadi dan pernapasan Nadi berkisar antara 60-80 denyutan per menit setelah partus, dan dapat terjadi bradikardia. Bila terdapat takikardia dan suhu tubuh tidak panas mungkin ada perdarahan berlebihan atau ada vitium kordis pada penderita. Pada masa nifas umumnya denyut nadi labil dibandingkan dengan suhu tubuh, sedangkan pernapasan akan sedikit meningkat setelah partus kemudian kembali seperti keadaan semula (Saleha, 2009).3) Tekanan darah Pada beberapa kasus ditemukan keadaan hipertensi postpartum akan menghilang dengan sendirinya apabila tidak terdapat penyakit-penyakit lain yang menyertainya dalam bulan tanpa pengobatan (Saleha, 2009).

g. Perubahan sistem hematologi dan kardiovaskuler Leukositosis adalah meningkatnya jumlah sel-sel darah putih sampai sebanyak 15.000 selama masa persalinan. Leukosit akan tetap tinggi jumlahnya selama beberapa hari pertama masa postpartum. Jumlah sel-sel darah putih tersebut masih bisa naik lebih tinggi lagi hingga 25.000-30.000 tanpa adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan lama. Akan tetapi, berbagai jenis kemungkinan infeksi harus dikesampingkan pada penemuan semacam itu. Jumlah hemoglobin dan hematokrit serta eritrosit akan sangat bervariasi pada awal-awal masa nifas sebagai akibat dari volume darah, volume plasma, dan volume sel darah yang berubah-ubah. Sering dikatakan bahwa jika hematokrit pada hari pertama atau kedua lebih rendah dari titik 2% atau lebih tinggi daripada saat memasuki persalinan awal, maka klien dianggap telah kehilangan darah yang cukup banyak. Titik 2% tersebut kurang lebih sama dengan kehilangan 500 ml darah. Biasanya terdapat suatu penurunan besar kurang lebih 1.500 ml dalam jumlah darah keseluruhan selama kelahiran dan masa nifas. Rincian jumlah darah yang terbuang pada klien ini kira-kira 200-500 ml hilang selama masa persalinan, 500-800 ml hilang selama minggu pertama postpartum, dan terakhir 500 ml selama sisa masa nifas (Saleha, 2009).Histologi kelenjar mammaeKelenjar mammae yang tidak aktifKelenjar mammae yang tidak aktif ditandai oleh banyaknya jaringan ikat dan sedikit unsur kelenjar . Beberapa perubahan siklik di kelenjar mammae mungkin terlihat selama siklus haidLobulus kelenjar terdiri dari duktus intralobularis yang dilapisi epitel kuboid . Di dasar epitel terdapat sel mioepitel kontraktil . Duktus interlobularis yang lebih besar mengelilingi lobulus dan duktus lobularis .Kelenjar mammae selama proliferasi dan kehamilan awalDalam fase laktasi , kelenjar mammae mengalami banyak perubahan struktural . selama paruh pertama kehamilan , duktus intralobularis mengalami proliferasi yang cepat dan membentuk terminal bud yang berdifferensiasi menjadi alveoli . Pada tahap ini , kebanyakan alveoli kosong dan sulit dibedakan antara duktus ekskretorius intralobularis kecil dan alveoli . Duktus ekskretorius intralobularis tampak lebih teratur dengan lapisan epitel yang lebih jelas. Duktus ekskretorius intralobularis dan alveoli dilapisi oleh dua lapisan sel , epitel luminal dan lapisan basal sel mioepitel gepengKelenjar mammae selama kehamilan akhirSelama kehamilan , epitel kelenjar dipersiapkan untuk laktasi . Sel alveolus menjadi sekretorik , dan alveoli dan duktus membesar . Sebagian alveoli mengandung produk sekretorik . Namun , sekresi air susu oleh kelenjar mammae belum mulai hinggan setelah persalinan . Karena duktus ekskretorius intralobularis kelenjar mammae juga mengandung bahan sekretorik , perbedaan antara alveoli dan duktus menjadi sulit.Kelenjar mammae selama laktasiKelenjar mammae dalam masa laktasi mengandung banyak alveoli yang melebar terisi dengan sekresi dan vakuol . Alveoli memperlihatkan pola percabangan yang tidak teratur . Karena bertambahnya ukuran epitel kelenjar (alveoli) , septum ajringan ikat interlobularis berkurang

Patofisiologi Pembentukan AsiPembentukan air susu sangat dipengaruhi oleh hormon prolaktin dan kontrol laktasi serta penekanan fungsi laktasi. Pada seorang ibu yang menyusui dikenal 2 refleks yang masing-masing berperan sebagai pembentukan dan pengeluaran air susu refleks prolaktin dan refleks Let down.1. Refleks prolaktin.Seperti telah dijelaskan bahwa menjelang akhir kehamilan terutama hormon prolaktin memagang peranan untuk membuat kolostrum, namun jumlah kolostrum terbatas, karena aktifitas prolaktin dihambat oleh estrogen dan progesteron yang kadarnya memang tinggi. Setelah partus berhubung lepasnya plasenta dan kurang berfungsinya korpus luteum maka estrogen dan progesteron sangat berkurang, ditambah lagi dengan adanya isapan bayi yang merangsang puting susu dan kalang payudara, akan merangsang ujung-ujung saraf sensoris yang befungsi sebagai reseptor mekaink. Rangsangan ini dilanjutkan ke hipotalamus melalui medula spinalis dan mesensephalon. Hipotalamus akan menekan pengeluaran faktor-faktor yang menghambat sekresi prolaktin da sebaliknya merangsang pengeluaran faktor-faktor yang memacu sekresi prolaktin. Faktor-faktor yang memacu sekresi prolaktin akan merangsang adenohipofise (hipofise anterior) sehingga keluar prolaktin. Hormon ini merangsan sel-sel alveoli yang berfungsi untuk membuat air susu. Kadar prolaktin pada ibu yang menyusui akan menjadi normal 3 bulan setelah melahirkan sampai penyapihan anak dan pada saat tersebut tidak akan ada peningkatan prolaktin walaupun ada isapan bayi, namun pengeluaran air susu tetap berlangsung. Pada ibu yang melahirkan anak tetapi tidak menyusui, kadar prolaktin akan menjadi normal pada minggu ke 2-3. Pada ibu yang menyusui, prolaktin akan meningkat dalam keadaan-keadaan seperti :- stres atau pengaruh psikis- anastesi- operasi- rangsangan puting susu- hubungan kelamin- obat-obatan tranqulizer hipotalamus seperti reserpin, klorpromazin, fenotiazid.Sedangkan keadaan-keadaan yang menghambat pengeluaran prolaktin adalah :- gizi ibu yang jelek- obat-obatan seperti ergot, 1-dopa.2. Refleks let down (milk ejection reflex).Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh adenohipofise, rangsangan yang berasal dari isapan bayi ada yang dilanjutkan ke neurohipofise (hipofise posterior) yang kemudian dikeluarkan oksitosin. Melalui aliran darah, hormon ini diangkut menuju uterus yang dapat menimbulkan kontraksi pada uterus sehingga terjadi involusi dari organ tersebut. Oksitosin yang sampai pada alveoli akan mempengaruhi sel mioepitelium. Kontraksi dari sel akan memeras air susu yang telah terbuat dari alveoli dan masuk ke sistem duktulus yang untuk selanjutnya mengalir melalui duktus laktiferus masuk ke mulut bayi. Faktor-faktor yang meningkatkan refleks let down adalah:- melihat bayi- mendengarkan suara bayi- mencium bayi- memikirkan untuk menyusui bayiFaktor-faktor yang menghambat refleks let down adalah :- keadaan bingung/pikiran kacau- takur- cemasBila ada stres dari ibu yang menyusui maka akan terjadi suatu blokade dari refleks let down. Ini disebabkan oleh karena adanya pelepasan dari adrenalin (epinefrin) yang menyebabkan vasokontraksi dari pembuluh darah alveoli, sehingga oksitoein sedikit harapannya untuk dapat mencapai target organ mioepitelium. Akibat dari tidak sempurnanya refleks let down maka akan terjadi penumpukan air susu di dalam alveoli yang secara klinis tampak payudara membesar. Payudara yang besar dapat berakibat abses, gagal untuk menyusui dan rasa sakit. Rasa sakit ini akan merupakan stres lagi bagi seorang ibu sehingga stres akan bertambah. (Machfuddin, Emfud, 2004)

Problema Ibu Menyusui Dan Penanganannya1. Putting susu datar/tertarik kedalam (Inverted Nipple)Penanganannya:Dengan pengurutan putting susu, posisi putting susu ini akan menonjol keluar seperti keadaan normal. Jika dengan pengurutan posisinya tidak menonjol, usaha selanjutnya adalah dengan memakai Breast Shield atau dengan pompa payudara (Breast Pump). Jika dengan cara-cara tersebut diatas tidka berhasil (ini merupakan True Inverted Nipple) maka usaha koreksi selanjutnya adalah dengan tindakan pembedahan (operatif).

2. Putting susu lecet (Abraded and or cracked nipple)Penyebabnya:- Tehnik menyusui yang kurang tepat.- Pembengkakan payudara- Iritasi dari bahan kimia, misalnya sabun- Moniliasis (infeksi jamur)Penanganan:- Posisi bayi sewaktu menyusu harus baik- Hindari pembengkakan payudara dengan lebih seringnya bayi disusui, atau mengeluarkan air susu dengan urutan (massage)- Payudara dianginkan di udara terbuka- Putting susu diolesi dengan lanolin- Jika penyebabnya monilia, diberi pengobatan dengan tablet Nystatin.- Untuk mengurangi rasa sakit, diberi pengobatan dengan tablet analgetika.

3. Pembengkakan payudara (Engorgement)Penyebab:Pengeluaran air susu tidak lancar oleh karena putting susu jarang diisapPenanganan:- payudara dikompres dengan air hangat- payudara diurut sehingga air susu mengalir keluar, atu dengan pompa payudara.- Bayi disusui lebih sering- Untuk menghilangkan rasa sakit, diberi pengobatan dengan tablet analgetika

4. Saluran air susu tersumbat (Obstructed Duct)Penyebab:1. Air susu mengental hingga menyumbat lumen saluran. Hal ini terjadi sebagai akibat air susu jarang dikeluarkan. 2. Adanya penekanan saluran air susu dari luar.Penanganan:- Payudara dikompres dengan air hangat, setelah itu bayi disusui- Payudara siurut (massage), setelah itu bayi disusui- Bayi disusui lebih sering- Bayi disusui mulai dengan payudara yang salurannya tersumbat.

5. Mastitis (peradangan payudara)Penyebab:Umumnya didahului dengan: putting susu lecet, saluran air susu tersumbat atau pembengkakan payudara.Penanganan:- Payudara dikompres dengan air hangat- Untuk mengurangi rasa sakit diberi pengobatan dengan tablet analgetika- Untuk mengatasi infeksi diberi pengobatan dengan antibiotika.- Bayi disusui mulai dengan payudara yang mengalami peradangan, dan ibu jangan dianjurkan menghentikan menyusui bayinya.- Istirahat yang cukup.

6. Sekresi dan pengeluaran air susu kurangPenyebabnya:- Isapan pada putting susu jarang, atau diisap terlalu singkat- Metode isapan bayi kurang efektif- Bayi sudah mendapat makanan tambahan hingga keinginan untuk menyusui berkurang.- Nutrisi (makanan) ibu kurang sempurna- Adanya hambatan atas lets down reflex, misalnya oleh karena stress atu cemas- Obat-obatan yang menghambat sekresi air susu- Kelainan hormonal- Kelainan parenchym payudara.

7. Abses payudaraPenyebab: Infeksi bakterial, khususnya staphylococcus virulentPenanganan:- Kultur pus atau sekresi dari putting susu, untuk menentukan antibiotika yang ampuh- Pus dikeluarkan dengan pompa payudara.- Atau kalau ada indikasi untuk tindakan operatif, dibuat pengeluaran (drainage) pus- Jika penyebabnya bukan bakteri virulent, bayi dapat diberi air susu ibunya asal saja si ibu sudah diberi antiobiotika 12 jam sebelumnya- Ibu dengan keadaan penyakitnya berat dan keadaan umum tidak baik, bayi diberi ASI donor.

8. Tumor PayudaraTumor payudara yang dijumpai pada masa laktasi, sebaiknya dilakukan pemeriksaan biopsi tanpa menghentikan laktasi. Dari pemeriksaan patologi sediaan biopsi ini, sikap tentang laktasi diputuskan. Laktasi dapat dilanjutkan jika tumor jinak, kemudian tumor dieksterpasi (dibuang).Jika ibu mendesak untuk segera dilakukan ekstirpasi, maka permintaan ini dikabulkan tanpa menghentikan laktasi. Jika ternyata jenis tumor ganas (kanker), maka laktasi segera dihentikan (bayi disapih). Kanker payudara lebih sering dijumpai pada kelompok ibu yang tidak menyusui bayinya dibandingkan dengan kelompok ibu yang menyusui bayi.9. Penyakit Ibu dimana tidak boleh menyusui :-Hepatitis-Herpes-Psikosis10. Penyait Ibu dimana tetap boleh menyusui :-Diabetes Militus-Diare-Lepra-Toksemia . (Sibuea,DH, 2003)

Dampak Positif Menyusui ASI1. Kolostrum (susu pertama di hari pertama) adalah zat antibody terbaik yang secara alami sudah disediakan untuk melindungi bayi dari infeksi dan penyakit.2. ASI dapat mengurangi beberapa resiko terhadap bayi, diantaranya : muntah, diare, sembelit, kolik, gastroenteritis dan gangguan perut lainnya. Alergi, asma, eksim, usus buntu akut, artritis rematik,hernia inguinalis, stenosis pilorus dan diabetes tipe I. Gigi berlubang infeksi telinga, penyakit pernapasan, pneumonia, bronkitis, infeksi ginjal, septicaemia (keracunan darah). SIDS (sindrom kematian bayi mendadak). Statistik menunjukkan bahwa untuk setiap 87 kematian akibat SIDS, hanya 3 pada bayi yang diberi ASI. Meningitis, botulisme, limfoma masa kanak-kanak dan penyakit Crohn.3. ASI membuat respon antibody bayi terhadap vaksin lebih baik.4. Aktivitas menyusui perkembangan system syaraf pada bayi.5. Wanita yang menyusui memiliki resiko terkena kanker payudara 25% lebih rendah dari ibu yang tidak menyusui.6. Selama proses menyusui, tingkat esterogen dalam tubuh menurun sehingga menurunkan resiko terkena kanker rahim dan ovarium.7. Wanita yang menyusui lebih kecil 4x lipat kemungkinannya terkena osteoporosis atau ekropos tulang.8. Merupakan KB alami. Selama menyusui proses ovulasi tertunda sehingga ibu dalam keadaan tidak subur untuk sementara waktu. Waktu yang diperlukan seorang ibu untuk kembali pada masa suburnya tergantung pada pola menyusui bayinya dan kecenderungan tubuhnya sendiri.9. Ibu yang menyusui bayinya lebih merasa tenang sehingga mengurangi depresi postpartum.10. Ibu yang menyusui lebih cepat kembali ke berat badan sebelum kehamilan.11. Selain menciptakan ikatan yang kuat antara ibu dan anak, menyusui juga berperan penting dalam perkembangan emosional dan spiritual anak.

Dampak Negatif Menyusui ASITransmisi penyakit infeksi melalui air susu ibu Air susu ibu memberikan perlindungan kepada bayi melalui beberapa mekanisme, antara lain memperbaiki pertumbuhan mikroorganisme non-patogen, mengurangi pertumbuhan mikroorganisme patogen saluran cerna, merangsang perkembangan barier mukosa saluran cerna dan napas, faktor spesifik (IgA sekretori, sel kekebalan), mengurangi reaksi inflamasi (peradangan), dan sebagai imunomodulator (perangsang kekebalan). Beberapa virus (HIV1, human T-limfofotrophic virus I/HTLV-I, CMV) ditransmisi melalui ASI sehingga dapat menyebabkan infeksi pada bayi dan anak. Meskipun jarang, bakteri Streptococcus grup B dilaporkan dapat menginfeksi bayi melalui ASI. Walaupun demikian, menyusui jarang menjadi kontra-indikasi saat ibu mengalami infeksi. Segala keputusan tentang kemungkinan infeksi pada bayi dan anak harus mempertimbangkan keuntungan ASI dan kerugian risiko penularan penyakit.Saat terjadinya infeksi pada ibu dan bayi dapat menentukan mekanisme penularan. Infeksi saat persalinan dapat terjadi akibat paparan darah/cairan tubuh atau kontak dengan mikrorganisme patogen. Infeksi yang terjadi setelah persalinan melalui orang yang merawatnya (misalnya orangtua, saudara, pengunjung, petugas kesehatan) atau lingkungan (alat kedokteran, muntahan). Paparan pada bayi umumnya terjadi sebelum penyakit pada ibu terdiagnosis (misalnya campak, infeksi virus Coxakie) atau sebelum ibu tampak sakit (cacar air, hepatitis). Oleh karena itu, menghentikan ASI tidak akan mencegah infeksi pada bayi, bahkan akan mengurangi efek ASI untuk membatasi penyakit pada bayi. Beberapa penyakit ibu dengan gejala demam (misalnya payudara membangkak, atelektasis (paru kempis), peradangan pembuluh darah, dan infeksi saluran kemih) bukan merupakan alasan untuk memisahkan bayi dari ibunya. Pertimbangan penting lain yang berhubungan dengan ASI dan infeksi adalah kadar obat dalam ASI. Kadar obat dalam ASI yang tertelan oleh bayi umumnya tidak bermakna dibanding kadar obat yang diminum bayi secara langsung.

Kandungan ASI Immunoglobulin A (IgA) yang banyak terdapat pada kolostrum yakni ASI berwana kekuningan yang keluar pertama dari payudara. Zat ini melindungi bayi dari serangan infeksi. IgA melapisi saluran cerna agar kuman tidak dapat masuk ke dalam aliran darah dan akan melindungi bayi hingga sistem kekebalan tubuhnya berfungsi dengan baik. Ganfliosida (GA) yang berperan dalam pembentukan memori dan fungsi otak besar serta sebagai alat konektivitas sel otak bayi. GA sangat penting bagi tumbuh kembang anak. Ketika lahir, bayi memiliki 100 miliar sel otak yang belum terhubung dan GA diperlukan untuk menghubungkan sel-sel otak tersebut. Protein yang disebut protein kasein dan whey. Protein yang terdapat dalam ASI ini bersifat lebih mudah dicerna oleh tubuh bayi, dibandingkan dengan protein yang berasal dari susu mamalia lainnya. Lemak ASI terdiri dari beberapa jenis namun yang paling esensial adalah asam lemak yang merupakan komponen dari semua jaringan tubuh dan diperlukan untuk perkembangan jaringan sel, otak, retina dan susunan saraf. ASI mengandung asam lemak tidak jenuh ganda berantai panjang (long-chain polyunsanturated fatty acid atau LC-PUFA) yang terdiri dari DHA (docosahexaneoic acid atau asam dokosaheksaenoat), LA ( linoleic acid atau asam linoleat), ALA (alfa linoleic atau asam alfa linoleat) dan AA (arachidonic acid atau asam arakidonat)

Berat badan bayiBerat badan bayi normal berdasarkan WHO adalah sebagai berikut:

Jadi sesuai dengan tabel diatas, bayi dalam skenario yang memiliki berat lahir 3100 gram tergolong normal.

Suhu badan dan hasil pemeriksaan laboratoriumDari skenario, ibu dilaporkan menahan BAK selama 4 hari. Air seni yang ditahan ini memungkinkan adanya perkembangan bakteri dalam vesica urinaria yang dapat menyebabkan penyakit infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh adanya timbunan urin dalam vesica urinaria. Timbunan ini menyebabkan flora normal usus berkembang sehingga menimbulkan manifestasi peradangan yaitu salah satunya adalah demam. Seperti yang dialami oleh ibu dalam skenario yaitu demam sampai 38o C. Hal ini juga didukung oleh adanya hasil bakteri positif 3, serta adanya sedimen leukosit dan eritrosit dari urin yang diperiksa. Bakteri positif 3 menandakan adanya infeksi bakteri, leukosit menandakan adanya proses peradangan, dan eritrosit menandakan adanya erosi yang terjadi sehingga menyebabkan sedikit perdarahan.

Kapasitas vesika urinariaPada fase pengisian (penyimpanan), akan timbul sensasi berkemih pertama kali yang biasanya timbul pada saat volume vesica urinaria terisi antara 150-350 ml dari kapasitas normal sekitar 300-600 ml. Pada keadaan ini, serabut aferen dari dinding vesica urinaria menerima impuls regangan (stretch receptor) yang dibawa oleh N. pelvicus ke corda spinalis S2-4 (Nucleus intermediolateralis cornu lateralis medulla spinalis/NILCLMS S2-4) dan diteruskan sampai ke pusat saraf cortikal dan subcortikal (ganglia basalis dan cerebellum) melalui tractus spinothalamicus. Sinyal ini akan memberikan informasi kepada otak tentang volume urin dalam vesica urinaria. Pusat subcortikal menyebabkan m. detrusor vesica urinaria berelaksasi dan m. spinchter uretra interna berkontraksi akibat peningkatan aktivitas saraf simpatis yang berasal dari NILCLMS Th10-L2 yang dibawa oleh N. hipogastricus sehingga dapat mengisi tanpa menyebabkan seseorang mengalami desakan berkemih. Ketika pengisian vesica urinaria berlanjut, rasa pengembangan vesica urinaria disadari, dan pusat cortical (pada lobus frontalis) bekerja menghambat pengeluaran urin.

KateterisasiKateterisasi merupakan tindakan memasukkan kateter ke dalam lubang tubuh. Kateterisasi urine adalah tindakan memasukan selang kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan urine. Kateterisasi dapat menyebabkan hal - hal yang mengganggu kesehatan sehingga hanya dilakukan bila benar - benar diperlukan serta harus dilakukan dengan hati hati.Tujuan Pemasangan Katetera. Menghilangkan distensi kandung kemihb. Mendapatkan spesimen urinec. Sebelum operasid. Mengkaji jumlah residu urine, jika kandung kemih tidak mampu sepenuhnya dikosongkan

Indikasi dan Kontra Indikasi Pemasangan Kateter IndikasiTindakan kateterisasi untuk tujuan diagnosis, misalnya ;a. Memperoleh contoh urin pada wanita guna pemeriksaan kultur urin.b. Mengukur residual urin pada pembesaran prostatec. Memasukkan bahan kontras pemeriksaan seperti pada sistogramd. Mengukur tekanan tekanan buli-buli seperti pada sindrom kompartemen abdomene. Mengetahui perbaikan atau perburukan pada trauma ginjal dari urin yang bertambah merah atau jernih yang keluar dari kateterTindakan kateterisasi untuk tujuan terapi, antara lain :a. Mengeluarkan urin pada retensio urinb. Membilas / irigasi buli-buli setelah operasi batu buli-buli, tumor buli atau prostatec. Sebagai splint setelah operasi uretra seperti pada hipospadiad. Untuk memasukkan obat ke buli-buli, misalnya pada carcinoma buli-buli Kontra Indikasi : Ruptur urethra

Jenis-jenis Pemasangan KateterJenis jenis pemasangan kateter urine terdiri dari :a.Indewelling catheteter yang biasa disebut juga dengan retensi kateter / folley cateter indewelling catheter dibuat sedemikian rupa sehingga tidak mudah lepas dari kandung kemih.b.Intermitten catheter yang digunakan untuk jangka waktu yang pendek ( 5-10 menit ) dan klien dapat diajarkan untuk memasang dan melepas sendiri.c. Prapubik catheter kadang - kadang digunakan untuk pemakaian secara permanent. Cara memasukan kateter dengan jenis ini dengan membuat sayatan kecil diatas suprapubik

Macam-macam kateter, dibedakan berdasarkan:-bentuk-ukuran-bahan-sifat pemakaian-system retaining (pengunci)-jumlah percabanganBentuk Kateter :-Straight; lurus tanpa ada cabangContoh :1.Robinson kateter2.Nelaton kateter-Coude Catheter; kateter dengan ujung lengkung dan rampingContoh : Kateter Tiemann-Self Retaining Kateter; dipakai menetapContoh :1.Molecot Kateter2.Foleey KateterUkuran :Skala Cherieres (Franch)Ich atau Fr 0,33 mmAtau 1 mm = 3 FrContoh:Kateter 18 Fr artinya diameter luarnya 6 mmBahan :-Stainless-Lateks (karet)-Silikon-Dilapisi silikonJumlah percabangan :-Cabang 2-Cabang 3

Prosedur Pemasangan Kateter Pemasangan kateter pada pria Pasien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan, kemudian alat-alat didekatkan ke pasien Pasang sampiran Cuci tangan Pasang pengalas/perlak dibawah bokong klien Pakaian bagian bawah klien dikeataskan/dilepas, dengan posisi klien terlentang. Kaki sedikit dibuka. Bengkok diletakkan didekat bokong klien Buka bak instrumen, pakai sarung tangan steril, pasang duk steril, lalu bersihkan alat genitalia dengan kapas sublimat dengan menggunakan pinset. Bersihkan genitalia dengan cara : Penis dipegang dengan tangan non dominan penis dibersihkan dengan menggunakan kapas sublimat oleh tangan dominan dengan gerakan memutar dari meatus keluar. Tindakan bisa dilakukan beberapa kali hingga bersih. Letakkan pinset dalam bengkok Ambil kateter kemudian olesi dengan jelly. Masukkan kateter kedalam uretra kira-kira 10 cm secara perlahan-lahan dengan menggunakan pinset sampai urine keluar. Masukkan Cairan Nacl/aquades 20-30 cc atau sesuai ukuran yang tertulis. Tarik sedikit kateter. Apabila pada saat ditarik kateter terasa tertahan berarti kateter sudah masuk pada kandung kemih Lepaskan duk, sambungkan kateter dengan urine bag. Lalu ikat disisi tempat tidur Fiksasi kateter Lepaskan sarung tangan Pasien dirapihkan kembali Alat dirapihkan kembali Mencuci tangan Dokumentasi

Pemasangan kateter pada wanita Pasien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan, kemudian alat-alat didekatkan ke pasien Pasang sampiran Cuci tangan Pasang pengalas/perlak dibawah bokong klien Pakaian bagian bawah klien dikeataskan/dilepas, dengan posisi klien terlentang. Kaki sedikit dibuka. Bengkok diletakkan didekat bokong klien Buka bak instrumen, pakai sarung tangan steril, pasang duk steril, lalu bersihkan alat genitalia dengan kapas sublimat dengan menggunakan pinset Bersihkan genitalia dengan cara : dengan tangan nondominan perawat membuka vulva kemudian tangan kanan memegang pinset dan mengambil satu buah kapas sublimat. Selanjutnya bersihkan labia mayora dari atas kebawah dimulai dari sebelah kiri lalu kanan, kapas dibuang dalam bengkok, kemudian bersihkan labia minora, klitoris, dan anus. Letakkan pinset pada bengkok. Tindakan bisa dilakukan beberapa kali hingga bersih. Letakkan pinset dalam bengkok Ambil kateter kemudian olesi dengan jelly. Masukkan kateter kedalam uretra kira-kira 10 cm secara perlahan-lahan dengan menggunakan pinset sampai urine keluar. Masukkan Cairan Nacl/aquades 20-30 cc atau sesuai ukuran yang tertulis. Tarik sedikit kateter. Apabila pada saat ditarik kateter terasa tertahan berarti kateter sudah masuk pada kandung kemih Lepaskan duk, sambungkan kateter dengan urine bag. Lalu ikat disisi tempat tidur Fiksasi kateter Lepaskan sarung tangan Pasien dirapihkan kembali Alat dirapihkan kembali Mencuci tangan Dokumentasi

KomplikasiKomplikasi pemasangan kateter antara lain :-Bakterial Shock-Striktur uretra-Ruptur uretra-Perforasi buli-buli-Pendarahan-Balon pecah atau tidak bisa dikempeskan

Perawatan post partum yang baik: Pemantauan 6-8 jam setelah persalinan: Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri dan penyebab lainnya. Memberikan ASI awal Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermia Pemantauan 6 hari setelah persalinan : Proses- proses involusi terus berlangsung, uterus berkontraksi, fundus di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan pervaginam, tidak ada bau lochia.Bentuk bentuk perawatan post partum :A. Rawat gabung maternal-infant (rooming-in) Dengan merawat bersama ibu dan bayi sebagai satu unit, diperoleh keuntungan fisik dan psikologis bagi ibu dan bayi. Selain itu juga mengurangi resiko penularan infeksi seperti jika bayi dirawat terpisah dari ibu di kamar bayi. Keuntungan : kolostrum dapat diberikan segera ; involusi > cepat ; mendukung tumbuh kembang bayi (kualitas SDM); hubungan psikologis ibu- anak terjalin eratB. Pemeriksaan umum, yang menyangkup tingkat kesadaran, keluhan . apakah pasien merasa nyaman atau masih merasa nyeri yang berlebihan. Dan dilihat apakah ada tanda depresi atau tidak. C. Pemeriksaan khusus meliputi tanda vital, involusi uterus, fundus, lochia, luka jahitan , payudara. D. Pemulangan dan pengawasan ikutanNasihat saat pemulangan : diet (4 sehat 5 sempurna); pakaian yang menyerap dan tidak ketat, miksi dan defekasi; menyusui dengan kedua payudara; kembali menstruasi : 4-6 bulanE. Keuntungan early mobilization : Melancarkan pengeluaran lochia dan peredaran darah Mengurangi infeksi puerpurium Mempercepat involusi dan fungsi laktasi Melancarkan fungsi GIT dan UTF. Pengawasan akhir kala nifas Menilai seberapa jauh involusi uteri Menilai perlukaan postpartum, bila perludengan inspekulo Persiapan penggunaan KB Salah pengertian yang sering terjadi adalah bahwa merasa postpartum akan normal, jadi tidak perlu pemeriksaan tambahan; pakai KB perlu menstruasi dulu; kontap bisa untuk wanita yng ingin hamil lagi Salah pengertian yang perlu diperbaiki : Pemeriksaan postpartum penting terutama bekas perlukaan persalinan Bersamaan penimbangan dan imunisasi bayi Pemeriksaan post partum merupakan waktu yang tepat membicarakan KB. KB post partum tidak perlu menunggu haid, yang penting adalah preparat KB tidak boleh menghambat produksi ASI (jangan menggunakan estrogen karena dapat menghambat produksi ASI , gunakan progesteron ataupun IUD)G. Perawatan neonatus : Menjaga jalan nafas tetap bebas dan suhu tetap hangat Identifikasi bayi sangat penting, menghindari tertukar Pemeriksaan ulang setelah 24 jamH. Manajemen ASIKeuntungan : - Komposisi ASI paling sesuai dengan bayi-Kolostrum mengandung antibodi-kontrasepsi dalam 3 bulan postpartum-membantu involusi uterus-mempererat hubungan psikologis ibu-anakPersiapan pemberian ASI : Mulai sejak pemeriksaan payudara terutama ibu primigravida Perawatan payudara saat mandi :menarik puting agar menonjol; bersihkan puting dengan minyak kelapa; puting yang masuk ke dalam dapat ditarik dengan pompa susu.Pemberian ASI : Pemberian ASI dipercepat setelah bayi lahir diisapkan pada puting susu ibu. Mempercepat pengeluaran ASI Refleks pengeluaran oksitosin membantu involusi uterus Jadwal :call feeding / on demand

Pemeriksaan Lavement Wash Out ( sering juga di sebut huknah, enema, lavement), adalah suatu tindakan memasukan suatu larutan ke dalam rectum dan kolon sigmoid. Tindakan ini diberikan untuk meningkatkan defekasi dengan merangsang peristaltic. Obat-obatan kadang diberikan dengan enema untuk mengeluarkan efek lokal pada mukosa rectal. Pemberian eneme dapat digunakan untuk melunakkan fases yang telah menjadi impikasi atau untuk mengosongkan rectum dan kolon bawah untuk prosedur diagnostic atau pembedahan.Terdapat 2 macam wash out/huknah, yaitu :1. Huknah rendah untuk dewasa dengan ketinggian 30 cm dari bokong ( 7,5 cm untuk anak)2. Huknah tinggi untuk dewasa dengan ketinggian 30-45 cm di atas bokong

B. Indikasi Klien yang konstipasi/Sembelit Klien yang akan di oprasi Persiapan tindakan diasnostic, seperti pemeriksaan diagnosticC. Kontraindikasi Hemoroid yang berdarah Keganasan kolon atau rectumD. Tujuan Merangsang peristaltic usus sehinggga klien bisa BAB Mengosongkan usus untuk persiapan oprasiE. Petunjuk pemberian

Umur Volume (ml) Insersi (cm) Infant 120-240 2,5 2-4 tahun 240-360 5 4-10 tahun 360-480 7,5 11 tahun 480-780 10

F. Persiapan alat Cairan hangat NaCL Irigator lengkap dengan selang kanul rekti dengan ukuran : ( infant & tolder 10-20 fr, dewasa 22 rf) Perlak dan kain pengalas Vaseli atau jelly Sarung tangan Bengkok Pispot ( 2 buah ) Air cebok dan tissueG. Prosedur pelaksanaan

1. Penkajian Cek perencanaan keperawatan Kaji ulang apakah klien perlu dilakasanakan tindakan wash out Kaji kemampuan kerjasama klien 2. Perencanaan Cuci tangan Persiapkan alat -Cairan hangat NaCL - Irigator lengkap dengan selang kanul rekti - Perlak dan kain pengalas - Vaseli atau jelly - Sarung tangan - Bengkok - Pispot ( 2 buah ) - Air cebok dan tissue Persiapkan klien - Informasikan kepada klien dan keluarga tenang tindakan yang akan dilakukan - Jaga privasi klien

3. Implementasi Persiapkan alat dan dekatkan ke klien Pasang perlak dan pengalas Atur posisi klien ( terlentang bila klien terpasang kolostomi atau supine dengan lutut fleksi. Pada anak yang sudah besar posisis sims dan lutut fleksi) Selimut dipasang dan lepaskan celana klien Pasang pispot Pasang sarung tangan Oleskan vaselin pada kanul Tuangkan NaCL 0,9% yang hangat ke dalam irigator, klem dibuka sehinga air keluar kemudian klem ditutup kembali Tangan kiri membuka anus, tanagan kanan memasukan kanul yang telah diolesi vaselin Klien diminta untuk menarik nafas panjang Klem dibuka, untuk anak yang di kolostomy klem dimasukan di lubang kolostomi Tahan 5-10 menit Cabut dan lepaskan kanul recti, anak tetap miring disuruh menahan Biarkan cairan keluar kembali, tampung cairan yang keluar Masukan cairan berulang-ulang hingga bersih Angkat pispot dan ganti dengan yang bersih untuk mencebok anak Bersihkan bokong anak dengan mengunakan tissue Klien dirapikan, alat-alat dibersihkan Cuci tangan

Penilaian TFUPada masa nifas, hal yang paling mendasar adalah pulihnya keadaan dari partus selesai sampai alat- alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Disini terjadi involusi uterus berangsur-. Involusi tersebut dapat diketahui dengan penilaian TFU (Tinggi Fundus Uteri), dengan interpretasi sebagai berikut :InvolusiTFUBerat Uterus

Bayi lahirSetinggi pusat1.000 gram

Uri lahir2 jari di bawah pusat750 gram

1 mingguPertengahan pusat symphisis500 gram

2 mingguTidak teraba di atas symphisis350 gram

6 mingguBertambah kecil50 gram

8 mingguSebesar normal30 gram

(Rustam, 1992)

Pengaruh Hormon pada Ibu NifasPerubahan endokrinologi yang terjadi selama kehamilan pulih kembali dengan cepat. Beberapa jam setelah plasenta keluar, kadar hormon- hormon plasenta, human placental lactogen (hPL) dan chorionic gonadotropin (hCG), turun dengan cepat. Dalam 2 hari, hPL sudah tidak terdeteksi dalam serum, dan pada hari ke-10 setelah melahirkan, hCG sudah tidak terdeteksi lagi. Kadar estrogen dan progesteron dalam serum menurun dengan cepat dalam 3 hari pertama masa nifas dan mencapai kadar tidak hamil sebelum hari ke-7 setelah melahirkan. Kadar tetap demikian jika wanita menyusui bayinya; jika tidak, estradiol akan mulai meningkat, yang menunjukkan pertumbuhan folikular. Diantara wanita menyusui, kadar prolaktin (hPr) meningkat setelah bayi menyusu (Llewellyn-Jones, 2001).Sistem kardiovaskular pulih kembali ke keadaan tidak hamil dalam tempo 2 minggu pertama masa nifas. Dalam 24 jam pertama, beban tambahan pada jantung yang disebabkan oleh keadaan hipervolemik masih ada, setelah itu volume darah dan plasma kembali pada keadaan tidak hamil. Hal ini terjadi pada minggu kedua masa nifas. Dalam 10 hari pertama setelah melahirkan, peningkatan faktor pembekuan yang terjadi selama kehamilan masih menetap namun diimbangi oleh peningkatan aktivitas fibrinolitik (Llewellyn-Jones, 2001).

Diagnosis Banding Keluhan yang Dialami Pasien pada SkenarioPada skenario, urine pasien diperiksa di laboratorium dan didapatkan bakteri positif tiga (+++) serta sediman leukosit dan eritrosit. Dari hasil tersebut diagnosis yang paling mendekati Infeksi Saluran Kemih (ISK). Kehamilan mengakibatkan berbagai perubahan pada tubuh wanita. Perubahan mekanis dan hormonal yang dialami dapat meningkatkan resiko ISK. Infeksi Saluran Kemih sendiri merupakan gangguan infeksi bakteri yang paling sering ditemui pada ibu hamil. Pada pemeriksaan mikrobiologis ibu hamil dengan ISK dalam urine dapat ditemukan adanya bakteri dan leukosit dengan jumlah yang cukup banyak.Penyebab paling umum ISK pada ibu hamil adalah bakteri E.coli terhitung sekitar 80-90% kasus. Bakteri ini berasal dari flora tinja yang kemudian menginfeksi bagian periurethral. Selain E.coli, 2-5% kasus disebabkan oleh bakteri Staphylococcus yang sering ditemukan di kulit. Sedangkan faktor resiko untuk Infeksi Saluran Kemih pada ibu hamil diantaranya ada preeklamsia. Wanita yang selama kehamilan mengalami preeklamsia lebih beresiko terkena ISK. Sebuah penelitian mengatakan bahwa ibu hamil normal memiliki resiko 16,2 % untuk terserang ISK, sedangkan ibu hamil dengan preeklamsia ringan faktor resikonya meningkat jadi 27,3% dan ibu hamil dengan preeklamsia berat faktor resikonya jadi 35,9%. Selanjutnya adalah kelahiran sesar, ibu hamil yang melahirkan secara sesar faktor resiko terkena ISK dapat meningkat 2,7 kali. Faktor usia ibu dan usia kehamilan ternyata juga mempengaruhi, ISK paling sering ditemui pada wanita usia 20-30 tahun dengan usia kehamilan lebih dari 24 minggu. Infeksi Saluran Kemih seringkali bermanifestasi dalam tiga bentuk yaitu bakteriuria asimtomatik, sistitis dan pielonefritis. Umumnya infeksi ini tidak menimbulkan gejala-gejala akan tetapi meskipun asimtomatik, bakteriuria dapat menempatkan ibu hamil pada resiko kelahiran bayi dengan berat badan kurang atau kelahiran preterm. Untuk komplikasinya sendiri dapat mengarah pada septic shock dan disfungsi ginjal.Terapi yang dilakukan pada ibu hamil dengan ISK bertujuan untuk menghilangkan infeksi, menurangi resiko kematian dan mencegah terjadinya komplikasi. Pemberian antibiotik dan analgesik dapat dilakukan sebagai terapi. Pemilihan antibiotik harus tepat karena beberapa bakteri sudah resisten dengan antibiotik tertentu, misalnya bakteri E.coli yang menunjukkan tingkat resistensi yang tinggi pada ampisilin dan amoksisilin. Selain itu ada juga antibiotik yang bersifat teratogenik, jadi tenaga medis harus cermat dan tepat dalam memilih antibiotik untuk terapi.

PEMBAHASAN

Pada skenario, Ny.NG empat hari yang lalu melahirkan anak laki-laki dengan berat lahir 3100 gram. Berat badan lahir bayi ini termasuk normal. Menurut WHO, anak laki-laki yang baru lahir, berat badan normalnya kisaran dari 2,5 kg-4,4 kg. Jika berat badan bayi lebih dari normal, kemungkinan karena asupan nutrisi selama hamil, ibu yang beresiko Diabetes Mellitus, dan karena adanya timbunan lemak pada bayinya. Kemudian pada ibu tersebut, keluar darah nifas yang keluar berwarna merah kekuningan berbau. Dari skenario tersebut normal, karena lochia (darah nifas) pada ibu post partum memamng banyak macamnya. Pada skenario tersebut, lochia yang sedang dialami pasien adalah lochia sanguinolenta. Lochia sanguinolenta adalah lochia yang warnanya merah kuning isi darah dan lendir, biasanya pada hari ke 3-7 pasca persalinan serta pada umumnya lochia berbau amis. Air susu yang keluar pada hari pertama hanya sedikit dan berwarna putih kekuning-kuningan. Hal ini menandakan bahwa air susu yang keluar pada saat itu dalah kolostrum. Kolostrum biasanya berupa cairan kuning lebih kental daripada susu, mengandung banyak protein albumin dan globulin. Kolostrum pada ibu yang post partum biasanya terjadi sampai 4 hari setelah melahirkan. Jadi air susu pada skenario di atas adalah kolostrum. Pada skenario, pasien khawatir jahitan vulvanya lepas sehingga pasien tidak berani BAK dan BAB. Pada ibu yang post partum, diusahakan bisa melakukan miksi setelah 6 jam post partum. Jika ibu tidak bisa melakukan miksi setelah 8 jam post partum, maka harus dilakukan pemasangan kateterisasi. Normalnya vesica urinaria menampung urine sebanyak 450 cc. Pada ibu yang post partum, kapasitas vesica urinaria bertambah menjadi 1000-1500 ml dan pada kateterisasi, urine yang keluar sebanyak 1200 cc. Urine yang dikeluarkan oleh ibu pada skenario ini masih dalam batas normal. Pada ibu post partum, diharapkan ibu dapat melakukan BAB 3-4 hari post partum. Jika terjadi konstipasi, maka tatalaksana harus sesuai prosedur. Namun perlu diberikan edukasi kepada ibu post pasrtum agar dapat melakukan BAB dan BAK secara mandiri.Vital sign pada ibu post partum dapat dipantau melalui tekanan darah. Tekanan darah dipantau pada 1 jam pertama setiap 15 menit, kemudian 2 jam selanjutnya setiap 30 menit dan 24 jam post partum setiap 4 jam. Suhu in partus normalnya tidak lebih dari 37,2C. Sesudah partus normalnya naik 0,5C tapi tidak lebih dari 38C dan 12 jam setelah partus, suhu kembali normal. Apabila lebih dari 38C maka mengindikasikan adanya infeksi. Pada skenario ini, suhu ibu adalah 38C. Kemungkinan ada indikasi terjadinya infeksi. Dan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan bakteri positif tiga (+++) serta sedimen dan eritrosit. Pada skenario ini, kemungkinan diagnosisnya adalah Infeksi Saluran Kencing (ISK). ISK biasnya terjadi karena ada perubahan hormon. Perubahan hormon normal terjadi pada ibu post partum. Kehamilan mengakibatkan berbagai perubahan pada tubuh wanita. Perubahan mekanis dan hormonal yang dialami dapat meningkatkan resiko ISK. Infeksi Saluran Kemih sendiri merupakan gangguan infeksi bakteri yang paling sering ditemui pada ibu hamil. Pada pemeriksaan mikrobiologis ibu hamil dengan ISK dalam urine dapat ditemukan adanya bakteri dan leukosit dengan jumlah yang cukup banyak. Terapi yang dilakukan pada ibu hamil dengan ISK bertujuan untuk menghilangkan infeksi, menurangi resiko kematian dan mencegah terjadinya komplikasi. Pemberian antibiotik dan analgesik dapat dilakukan sebagai terapi. Pemilihan antibiotik harus tepat karena beberapa bakteri sudah resisten dengan antibiotik tertentu, misalnya bakteri E.coli yang menunjukkan tingkat resistensi yang tinggi pada ampisilin dan amoksisilin. Selain itu ada juga antibiotik yang bersifat teratogenik, jadi tenaga medis harus cermat dan tepat dalam memilih antibiotik untuk terapi.

KESIMPULAN

Pada skenario 3, pemeriksaan laboratorium menunjukkan bakteri positif tiga (+++), kemungkinan diagnosis pada kasus ini adalah Infeksi saluran Kencing. Biasanya ISK terjadi karena ada perubahan dan mekanisme kerja hormon, yang ditandai dengan pasien empat hari yang lalu melahirkan.

SARAN HambatanHambatan dalam diskusi tutorial skenario 1 ini adalah : 1. Memahami cara berpikir berdasar masalah yang timbul pada skenario.2. Menyusun permasalahan dalam suatu pola sistematis sehingga mengarah pada inti permasalahan.

KekuranganKekurangan dalam diskusi tutorial skenario 1 ini adalah :1. Perlu pemahaman lebih dalam terhadap materi yang ditemukan untuk penyampaian yang lebih baik pada diskusi tutorial.

HarapanHarapan dari diskusi tutorial skenario 1 ini, anggota kelompok dapat : 1. Meningkatkan kemampuan kelompok untuk melakukan seven jumps secara sistematis.2. Meningkatkan kemampuan kelompok dalam menentukan permasalahan dan LO dari skenario.3. Meningkatkan kemampuan kelompok dalam penelusuran pustaka untuk menyelesaikan permasalahan dalam skenario.4. Meningkatkan pengetahuan kelompok dalam memahami materi dalam blok reproduksi.

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, Eny Retna. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Jogjakarta: Nuha Medika.Bukitwetan, Salim, Surjawidjaja, dkk. 2004. Prevalensi Bakteriuria Asimtomatik pada Ibu Hamil. Akses 21 Maret 2013 di http://www.univmed.org/wp-content/uploads/2011/02/dr.paul_dkk.pdfCunningham, F. Gary, Leveno, Kenneth J, Bloom, Steven L, et al. 2013. Obstetri Williams, Ed. 23, Vol.2. Jakarta: EGC.Eroschenko , Victor.P.2007.Atlas Histologi de Fiore. Jakarta : EGC.Johnson, Emilie Katherine. 2011. Urinary Tract Infection in Pregnancy. Akses 21 Maret 2013 di Medscape Reference.Lawrence RM. Host-resistance factors and immunologic significance of human milk. Dalam: Lawrence RA, Lawrence RM, penyunting. Breastfeding a guide for the medical profession.Edisi ke-6. Philadelphia: Mosby, 2005. h. 171-203.Llewellyn-Jones, Derek. 2001. Dasar-Dasar Obstetri & Ginekologi, Edisi 6. Jakarta: Hipokrates.Machfuddin, Emfud, 2004. Patofisiologi Pembentukan Asi. Palembang. BAGIAN/DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA RS. Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG.Mochtar, Rustam. 1992. Sinopsis Obstetri, Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Edisi I. Jakarta: EGC.Pearce, Evelyn C. 2006. Anatomi dan fisiologi untuk paramedsc. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utamahttp://bedahumum.wordpress.com/2008/10/10/kateterisasi/http://www.fkunissula.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=7:katerisasi&catid=1:latest-newsPrakoso, Teguh .2008. Hand Out Patofisiologi Nifas.Surakarta.Purnomo, Basuki. 2008. Dasar-dasar Urologi. Jakarta : Sagung Seto.Saleha, Sitti. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika.Saifuddin, Abdul Bari. 2009. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.Sibuea,DH, 2003. Problema Ibu Menyusui Bayi. Sumatera Utara.USU digital library.Sudoyo, Aru W. dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Fakultas Ilmu Penyakit Dalam FKUI.Soetrisno.2013. Fisiologi Persalinan. Bagian Obstetry dan Ginekologi FK UNS:Surakarta.Tim Pengelola Skills Lab FK UNS Surakarta. 2013. Buku Pedoman Keterampilan Klinis. Surakarta. Winkjosastro, GH, Madjid, OH, Adriaanz, G, dkk,2007, Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal : Asuhan Esensial Persalinan, Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi (JNPKKR)-POGI-USAID Indonesia-Health Service Program (HSP), Edisi 3, Jakarta.