laporan simplisia.docx

35
Laporan Praktikum Tanggal : Jum’at, 24 Mei 2013 MK. Teknologi Minyak Atsiri, Dosen : Rempah, dan Fitofarmaka Dr. Dwi Setyaningsih, S.TP, M.Si. Asisten : 1. Athin Nuryanti F34090111 2. Imastia Rahma S. F34090120 PEMBUATAN SIMPLISIA KERING Disusun Oleh : Rista Fitria F34100003 Moh. Achor Mardliyan F34100005 Anissha Hud Alaydrus F34100015 Hermaslin PasaribuF34100021 Hafidzar Rohim F34100030 Amilya Romdhani F34100039

Transcript of laporan simplisia.docx

Page 1: laporan simplisia.docx

Laporan Praktikum Tanggal : Jum’at, 24 Mei 2013MK. Teknologi Minyak Atsiri, Dosen : Rempah, dan Fitofarmaka Dr. Dwi Setyaningsih, S.TP, M.Si.

Asisten : 1. Athin Nuryanti F34090111

2. Imastia Rahma S. F34090120

PEMBUATAN SIMPLISIA KERING

Disusun Oleh :

Rista Fitria F34100003Moh. Achor Mardliyan F34100005Anissha Hud Alaydrus F34100015Hermaslin Pasaribu F34100021Hafidzar Rohim F34100030Amilya Romdhani F34100039

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGORBOGOR

2013

Page 2: laporan simplisia.docx

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Syamir (2012), Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa, memiliki

lebih kurang 30.000 spesies tumbuhan dan 940 spesies di antaranya termasuk tumbuhan berkhasiat.

Tumbuhan berkhasiat tersebut, 180 spesies telah dimanfaatkan oleh industri jamu tradisional yang juga

merupakan potensi pasar obat herbal dan fitofarmaka. Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di

Indonesia telah dilakukan oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad yang lalu terbukti dari adanya

naskah lama pada daun lontar Husodo (Jawa), Usada (Bali), Lontarak pabbura (Sulawesi Selatan),

dokumen Serat Primbon Jampi, Serat Racikan Boreh Wulang Dalem dan relief candi Borobudur yang

menggambarkan orang sedang meracik obat (jamu) dengan tumbuhan sebagai bahan bakunya. Obat herbal

telah diterima secara luas di negara berkembang dan di negara maju.

Menurut WHO (Badan Kesehatan Dunia) hingga 65% dari penduduk negara maju dan 80 % dari

penduduk negara berkembang telah menggunakan obat herbal. Faktor pendorong terjadinya peningkatan

penggunaan obat herbal di negara maju adalah usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi

penyakit kronik meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit tertentu di

antaranya kanker serta semakin luas akses informasi mengenai obat herbal di seluruh dunia.

 Untuk meningkatkan keselektifan pengobatan dan mengurangi pengaruh musim dan tempat asal

tanaman terhadap efek, serta lebih memudahkan dalam standardisasi bahan obat maka zat aktif diekstraksi

lalu dibuat sediaan fitofarmaka atau bahkan dimurnikan sampai diperoleh zat murni. Di Indonesia, dari

tahun ke tahun terjadi peningkatan industri obat tradisional, karena banyaknya variasi sediaan bahan alam

maka untuk memudahkan pengawasan dan perizinan maka Badan POM mengelompokkan dalam sediaan

jamu, sediaan herbal terstandar dan sediaan fitofarmaka.

Dengan melihat jumlah tanaman di Indonesia yang berlimpah dan baru 180 tanaman yang

digunakan sebagai bahan obat tradisional oleh industri, maka peluang bagi profesi kefarmasian dan

agroindustri untuk meningkatkan peran sediaan herbal dalam pembangunan kesehatan masih terbuka

lebar. Standardisasi bahan baku dan obat jadi, pembuktian efek farmakologi dan informasi tingkat

keamanan obat herbal merupakan tantangan bagi farmasi dan agroindustri agar obat herbal semakin dapat

diterima oleh masyarakat luas.

Selain itu, peran mahasiswa dalam meningkatkan inovasi bagi produk jamu, herbal terstandar,

dan fitofarmaka sangat berpengaruh untuk kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan, penggunaan bahan

kimia untuk obat-obatan mempunyai efek samping yang berbahaya untuk tubuh. Penggunaan jangka

panjang obat-obatan kimia dapat memberikan efek yang permanen bahkan kerusakan pada organ manusia.

Oleh karena itu, penggunaan tanaman herbal untuk jamu, obat terstandar dan fitofarmaka sangat

bermanfaat baik dalam mencegah maupun mengobati dari serangan penyakit.

B. Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dari jamu, herbal terstandar, dan

fitofarmaka yang berasal dari beberapa tanaman obat beserta kandungan bahan aktif dan khasiatnya.

Selain itu, praktikum ini juga bertujuan untuk memahami cara pembuatan simplisia kering dan

mengetahui aplikasi produk berbasis fitofarmaka.

Page 3: laporan simplisia.docx

II. METODOLOGI

A. Alat dan BahanPeralatan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain pisau, oven, talenan, loyang, mesin

penyerbuk, wadah kaca dan aluminium foil. Sedangkan bahan yang dibutuhkan adalah tanaman obat

seperti pegagan, meniran, kunyit putih, kunyit, sidaguri, tapak dara, sambiloto, temulawak dan temu

kunci.

B. Metode

Tanaman obat

Bahan dicuci hingga bersih pada air mengalir

Bahan diiris sampai tipis (±5 mm) memakai pisau

Irisan dikeringkan dalam oven (±500C) selama 2 hari

Bahan kering dihancurkan menjadi serbuk

menggunakan mesin/mortar

Simplisia kering

Page 4: laporan simplisia.docx

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil[Terlampir]

B. Pembahasan

Definisi tentang jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka telah diatur dalam Peraturan

Kepala Badan POM No.HK.00.05.4.1384 Tahun 2005.

Fitofarmaka merupakan sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya

secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah distandarisasi.

Salah satu syarat agar suatu calon obat dapat dipakai dalam praktek kedokteran dan pelayanan kesehatan

formal (fitofarmaka) adalah jika bahan baku tersebut terbukti aman dan memberikan manfaat klinik.

Syarat fitofarmaka yang lain adalah:

- Klaim khasiat dibuktikan secara klinik

- Menggunakan bahan baku terstandar

- Memenuhi persyaratan mutu

Untuk membuktikan keamanan dan manfaat ini, maka telah dikembangkan perangkat pengujian

secara ilmiah yang mencakup uji farmakologi (pembuktian efek atau pengaruh obat), uji toksikologi

(pembuktian syarat keamanan obat secara formal), dan uji klinik (manfaat pencegahan dan penyembuhan

penyakit atau gejala penyakit). Uji klinik merupakan uji yang dilakukan pada manusia, setelah pengujian

pada hewan (pra-klinik). Uji klinik pada manusia baru dapat dilakukan jika syarat keamanan diperoleh

dari pengujian toksisitas pada hewan serta syarat mutu sediaan memungkinkan untuk pemakaian pada

manusia. Beberapa contoh produk fitofarmaka di Indonesia adalah Nodiar (PT Kimia Farma), Stimuno

(PT Dexa Medica), Rheumaneer (PT. Nyonya Meneer), Tensigard dan X-Gra (PT Phapros).

1. Obat Herbal Terstandar

Obat Herbal Terstandar (OHT) merupakan sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan

keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah di standarisasi.

OHT memiliki grade setingkat di bawah fitofarmaka. OHT belum mengalami uji klinis, namun bahan

bakunya telah distandarisasi untuk menjaga konsistensi kualitas produknya. Uji praklinik dengan hewan

uji, meliputi uji khasiat dan uji manfaat, dan bahan bakunya telah distandarisasi.

Kriteria Obat Herbal Terstandar antara lain:

- Aman dan khasiat dibuktikan secara ilmiah atau praklinik

- Bahan baku yang digunakan telah mengalami standarisasi

- Memenuhi persyaratan mutu

Hingga saat ini, di Indonesia baru 17 produk herbal terstandar yang beredar di pasaran.

Sebagai contoh Diapet (PT Soho Indonesia), Kiranti (PT Ultra Prima Abadi), Psidii (PJ

Tradimun), Diabmeneer (PT Nyonya Meneer), dll. Kemasan produk Herbal Terstandar berlogo jari-jari

daun dalam lingkaran.

2. Jamu

Page 5: laporan simplisia.docx

Jamu adalah sediaan bahan alam yang khasiatnya belum dibuktikan secara ilmiah, namun khasiat

tersebut dipercaya oleh orang berdasarkan pengalaman empirik. Dalam sediaan jamu, bahan baku yang

digunakan pun belum mengalami standarisasi karena masih menggunakan seluruh bagian tanaman.

Kriteria jamu antara lain adalah sebagai berikut:

- Aman

- Klaim khasiat dibuktikan secara empiris

- Memenuhi persyaratan mutu

Jumlah produk jamu di Indonesia mencapai ribuan, diantaranya adalah Tolak Angin (PT Sido

Muncul), Pil Binari (PT Tenaga Tani Farma), Curmaxan dan Diacinn (Lansida Herbal).

Adapun pengertian lebih ringkas dan perbedaannya dalam penggolongan obat dapat dilihat pada

tabel di bawah ini :

Tabel 1. Perbedaan antara jamu, herbal terstandar, dan fitofarmaka

Penggolongan Obat

Jamu Obat Herbal Terstandar Fitofarmaka

Logo

Pengertia

n

Obat tradisional yang

disediakan secara tradisional,

misalnya dalam bentuk serbuk

seduhan, pil, dan cairan yang

berisi seluruh bahan tanaman

yang menjadi penyusun jamu

tersebut serta digunakan secara

tradisional

Obat tradisional yang

disajikan dari ekstrak

atau penyarian bahan

alam yang dapat berupa

tanaman obat, binatang,

maupun mineral

Obat tradisional dari

bahan alam yang dapat

disejajarkan dengan obat

modern karena proses

pembuatannya yang telah

terstandar, ditunjang

dengan bukti ilmiah

sampai dengan uji klinik

pada manusia

Perbedaan Proses pengujiannya

PengujianDiuji secara empiris/secara

turun temurun

Khasiat diuji secara pra-

klinikKhasiat diuji secara klinik

Page 6: laporan simplisia.docx

Penjelasan singkat bahan baku simplisia:

1. Kunyit putih

Taksonomi tanaman kunyit putih:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Kaempferia

Spesies : Kaempferia rotunda L.

Kunyit putih merupakan tumbuhan yang rimpangnya berbentuk spesifik dan dapat dibedakan

dari rimpang tumbuhan kunyit-kunyitan lainnya. Kunyit putih mengandung senyawa kimia, seperti

kurkuminoid dan minyak atsiri. Kunyit putih merupakan salah satu di antara tumbuhan berkhasiat yang

bisa diolah menjadi obat tradisional. Tumbuhan rimpang atau umbi-umbian. Selintas tumbuhan ini mirip

dengan temu mangga, sebab warnanya sama-sama putih. Kunyit atau kunir putih juga berbeda dengan

kunyit kuning yang berwarna kuning. Rimpang kunyit putih mempunyai bau khas aromatik, rasa agak

pahit, agak pedas dan dapat bertindak sebagai astringensia. Astringensia merupakan zat yang bekerja lokal

yaitu dengan mengkoagulasi protein tetapi demikian kecil daya penetrasinya sehingga hanya permukaan

sel yang dipengaruhi. Akibat dari aksi tersebut permeabilitas membran mukosa yang kontak dengan

astringen menurun sehingga kepekaan bagian tersebut menurun pula.

Menurut Ningtyas (2008), kunyit putih memiliki perawakan berupa  herba tahunan, dapat lebih

dari 2 meter. Batang berupa rimpang yang bercabang di bawah tanah, berwarna coklat muda-coklat tua, di

dalamnya putih atau putih kebiruan, memiliki umbi bulat dan aromatik.  Daun  tunggal, pelepah daun

pembentuk batang semu berwarna hijau coklat tua, helaian 2 – 9 buah, bentuk memanjang lanset 2,5 kali

lebar yang terlebar, ujung runcing meruncing, berambut tidak nyata, hijau atau hijau dengan bercak coklat

ungu di tulang daun pangkal, 43 – 80 cm atau lebih. Daun pelindung berjumlah banyak. Bunga majemuk,

susunan bulir, di ketiak rimpang primer tangkai berambut. Kelopak berjumlah 3 daun, berwarna putih atau

kekuningan, bagian tengah berwarna merah atau coklat kemerahan, 3 – 4 cm. Mahkota tiga daun, putih

kemerahan, tinggi rata-rata 4,5 cm. Benang sari satu buah tidak sempurna, bulat telur terbalik, kuning

terang, 12 – 16 × 10 – 11,5 mm, tungkai 3 – 5 x 2 – 4 kepala sari, 6 mm. Serta memiliki buah yang

berambut rata-rata 2 cm.

Page 7: laporan simplisia.docx

Kunyit putih mengandung zat warna kurkumin (diarilheptanoid), minyak atsiri, selain itu juga

mengandung flavonoid, sulfur, gum, resin, tepung, dan sedikit lemak. Kunyit putih memiliki rasa yang

pedas, hangat, dan memiliki bau yang aromatik. Rimpang kunyit putih (Curcuma zedoaria) memiliki

beberapa peran penting dalam pengobatan beberapa penyakit, antara lain: antiradang (antiflogistik),

melancarkan aliran darah, tonik pada saluran cerna, peluruh haid (emenagog) dan peluruh kentut. Selain

itu berkhasiat untuk mengatasi memar, luka, keseleo, terantuk, terpukul, bisul (furunculus), bengkak,

rematik, pegal linu, sengatan kalajengking atau ular (penawar racun/bisa), memulihkan tenaga sehabis

melahirkan, menambah nafsu makan,menghilangkan nafas bau, cacingan, ambeien (hemorrhoids),

demam, sakit gigi, jantung koroner, TBC,  asma, radang saluran nafas (bronchitis), mencegah

pembengkakan limpa dan mencegah kanker serviks . Khasiat lainnya yaitu sebagai antiinflamasi,

analgesic dan antimikroba. Rimpang kunyit putih dapat berkhasiat sebagai antikanker, hal ini dapat

diperoleh dari ekstrak etanol zat warna kuning kurkumin (demetoxycurcumin) pada rimpang kunyit putih

(Ningtyas, 2008).

Kunyit putih juga memiliki kandungan RIP (Ribosome Inacting Protein), zat antioksidan, dan zat

antikurkumin. RIP dapat menonaktifkan pertumbuhan sel kanker, meluruhkan sel  kanker  tanpa merusak 

jaringan  di  sekitarnya,  dan memblokir pertumbuhannya. Zat antioksidan  berfungsi mencegah 

kerusakan  gen,  sementara  zat  antikurkumin berkhasiat sebagai antiradang. Selain itu, kunyit putih juga

memiliki kandungan  sesquiterpen berkhasiat  antiradang. Dosis yang tepat membuat tumbuhan ini bisa

menjadi obat, sedangkan jika berlebih bisa menjadi racun (Sari, 2006).

2. Kunyit kuning

Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu tanaman rempah dan obat. Habitat asli

tanaman kunyit meliputi wilayah Asia khususnya Asia Tenggara. Tumbuhan kunyit tergolong dalam

kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, ordo

Zingiberales, suku Zingiberaceae, genus Curcuma dan spesies Curcuma xanthorrhiza Val. Tanaman

kunyit dapat hidup dengan baik pada suhu yang berkisar antara 20 – 300C dengan curah hujan 1500 –

2000 mm/tahun (Rukmana, 2008). Tanaman kunyit memiliki daun besar berbentuk lonjong dengan ujung

yang meruncing dan berwarna hijau. Tanaman kunyit tumbuh pada daerah dataran rendah hingga 2000

mdpl dan memiliki tinggi kurang lebih 40 – 100 cm.

Page 8: laporan simplisia.docx

Sama halnya dengan tanaman temulawak, tanaman kunyit tidak memiliki akar tunggang karena

merupakan tumbuhan monokotil. Tanaman kunyit memiliki akar berupa rimpang. Khasiat terbaik rimpang

kunyit yang digunakan sebagai obat terdapat pada rimpang induk yang warna bagian dalamnya kemerahan

dan masih segar. Rimpang kunyit banyak digunakan oleh masyarakat sebagai bagian dari rempah-rempah

untuk berbagai masakan, obat, dan bahan kecantikan. Rimpang kunyit juga mengandung tepung dan zat

warna yang mengandung alkaloid kurkumin sehingga memiliki manfaat untuk bahan obat tradisional serta

bahan baku industri jamu dan kosmetik, dan bahan bumbu masak. Selain itu rimpang tanaman kunyit juga

bermanfaat sebagai antiinflamasi, antioksidan, antimikroba, antidiabetes, pencegah kanker, dan antitumor

(Syukur, 2010).

Rimpang kunyit mengandung senyawa bioaktif yang berkhasiat sebagai obat yakni, senyawa

kurkuminoid yang terdiri atas 3 senyawa yaitu: kurkumin, demetoksikurkumin dan bisdemetoksikurkumin.

Beberapa kandungan senyawa lainnya dari rimpang kunyit adalah resin, oleoresin, dan minyak atsiri yang

terdiri atas senyawa monoterpen, dan sesquiterpen meliputi zingiberin, α- tumeron, β-tumeron, tumerol, α-

atlanton, dan linalool (Oomah, 2000). Menurut Rustam et al. (2007), kurkuminoid yang terkandung di

dalam kunyit sebagai senyawa isolasi maupun kurkuminnya mempunyai aktivitas yang sangat luas,

diantaranya sebagai antioksidan (Hudayani, 2008).

3. Temulawak

Klasifikasi tanaman Temulawak:

Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Zingiberales

Family : Zingiberaceae

Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma xanthorrhiza

Temulawak merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Temulawak

(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) adalah tanaman yang berasal dari daerah Jawa, Bali, dan Maluku.

Curcuma berasal dari bahasa arab kurkum yang berarti kuning, sedangkan xanthorriza berasal dari bahasa

Yunani xantos yang berarti kuning dan rhiza yang berarti akar. Sesuai dengan klasifikasi botani,

temulawak termasuk dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospemae, kelas

Monocotyledonae, ordo Zingiberales, famili Zingiberaceae, genus Curcuma dan nama spesies Curcuma

xanthorrhiza Roxb. (Rukmana, 2006).

Tumbuhan temulawak adalah tumbuhan tahunan yang berbatang tegak dengan tinggi kurang

lebih 2 m, berwarna hijau atau coklat gelap. Pada tanaman temulawak, tiap batangnya mempunyai daun 2

– 9 helai dengan bentuk bundar memanjang, berwarna hijau atau coklat keunguan terang sampai gelap

(Sidik et al., 1995). Sebagai tanaman monokotil, temulawak tidak memiliki akar tunggang. Akar yang

dimiliki adalah rimpang. Akar rimpang temulawak terbentuk dengan sempurna, bercabang-cabang kuat.

(Afifah, 2003). Rimpang temulawak sering disebut umbi temulawak. Umbi batang temulawak berbentuk

bulat telur sebesar telur ayam namun terkadang ada yang lebih besar. Umbi batang ini dinamakan rimpang

yang penampang pinggirnya berwarna kuning muda, sedangkan bagian dalamnya berwarna kuning tua,

aromanya tajam dan rasanya pahit (Darwis, 1991).

Page 9: laporan simplisia.docx

Kandungan kimia rimpang temulawak sebagai sumber bahan pangan, bahan baku industri atau

bahan baku obat dapat dibedakan atas beberapa senyawa, yaitu pati, kurkuminoid, dan fraksi minyak atsiri

(Sidik et al., 1995). Kadar seluruh fraksi kandungan bioaktif pada temulawak tersebut bervariasi

diantaranya pati (48 - 59,64%), kurkuminoid (1,6 – 2,2%), dan minyak atsiri (1,48 – 1,63%) (Sidik et al.,

1995). Rimpang temulawak telah digunakan oleh nenek moyang bangsa Indonesia untuk makanan, tujuan

pengobatan, dan sebagai penambah energi.

Tanaman temulawak merupakan satu dari beberapa jenis Curcuma yang dikenal dan banyak

dikonsumsi masyarakat. Tanaman temulawak memiliki kandungan flavonoid dan minyak atsiri yang

berpotensi sebagai antioksidan (Rachman et al., 2008). Di Indonesia satu-satunya bagian yang

dimanfaatkan adalah rimpang dari temulawak untuk dibuat jamu godog. Rimpang temulawak dipercaya

dapat meningkatkan kerja ginjal serta antiinflamasi. Manfaat lain dari rimpang tanaman ini adalah sebagai

obat jerawat, meningkatkan nafsu makan, antikolesterol, antiinflamasi, anemia, antioksidan, pencegah

kanker, dan antimikroba (Rukmana, 2008).

4. Temu kunci

Klasifikasi tanaman Temu Kunci:

Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Boesenbergia

Spesies : Boesenbergia rotunda

Tanaman temu kunci (Kaempheria pandurata Ridl.) termasuk famili Zingiberaceae, banyak

tumbuh di hutanjati, tinggi tanaman dapat mencapai 80 cm, warna kulit rimpang coklat dan warna daging

rimpang putih. Selain digunakan sebagai bumbu masak, rimpang temu kunci jugamemiliki khasiat sebagai

obat.Rimpang temu kunci memiliki khasiat memperkuat lambung. Apabila dikunyah dengan pinang dapat

digunakan sebagai obat batuk kering dan peringitis, obat sakit perut serta obat suka kencing pada anak-

anak. Pada wanita, rimpang temu kunci dapat digunakan sebagai obat pembengkakan kandungan serta

obat infeksi alat reproduksi (Heyne, 1987).

Menurut Nugraheni (2001), temu kunci dapat digunakan untuk obat diare, disentri, batu,

pelangsing, dan obat keputihan. Pengujian secara in vitro menunjukkan temu kunci dapat meningkatkan

jumlah limfosit, antibodi spesifik, dan dapat membunuh sel kanker (Hartono, 1999). Berbagaihasil

pengkajian menunjukkan bahwa tanaman daerah tropis mempunyai potensi yang cukup besar untuk

dikembangkan sebagai obat (Sukara, 2002). Rimpang temu kunci mengandung minyak atsiri yaitu metil

sinamat, kamper, sineol, dan terpena. Di samping minyak atsiri, temu kunci mengandung saponin dan

flavonoid (Sjamsudin dan Hutapea dalam Chairul et al., 1996). Senyawa-senyawa yang mempunyai

prospek cukup baik biasanya berasal dari golongan flavonoid, kurkumin, limonoid, vitamin C, vitamin E

(tokoferol), dan katekin yang bisa digunakan sebagai obat antikanker. Senyawa-senyawa tersebut

biasanyabermanfaat pula sebagai antioksidan (Aldi et al., 1996).

Page 10: laporan simplisia.docx

5. Pegagan

Taksonomi Pegagan:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledone

Ordo : Umbillales

Familia : Umbilliferae (Apiaceae)

Genus : Centella

Species : Centella asiatica

Pegagan merupakan tanaman herba tahunan yang tidak berbatang, tumbuh merayap di daerah

tropis yang berbunga sepanjang tahun. Bentuk daun tunggalnya bulat seperti ginjal manusia (reniformis)

dengan letak basalis atau rosette berjumlah 2 – 10 daun, ukuran 2 – 5 cm x 3 – 7 cm. Tangkai daun tegak

dan sangat panjang ukurannya 9 – 17 cm, bagian dalam tangkai daun berlubang. Tepi daun bergerigi

dengan penampang 1 – 7 cm dan kadang berambut. Pangkal dari tangkai daun melekuk ke dalam dan

melebar seperti pelepah. Tulang daun menjari (palmitus). Helaian daun biasanya berwarna hijau dan hijau

muda. Batangnya lunak dan beruas, serta menjalar hingga mencapai 1 meter. Pada tiap ruas tumbuh akar

dan daun dengan tangkai daun panjang sekitar 5 - 15 cm, akar berwarna putih, dengan rimpang pendek

dan stolon yang merayap dengan panjang 10 – 80 cm. Akar rimpangnya bercabang-cabang sedangkan

akar serabut tumbuh dari buku-buku stolon (geragih) yang menyentuh tanah. Tinggi tanaman berkisar

antara 5.39 – 13.3 cm, dengan bunga putih atau merah muda berbentuk payung, tunggal atau 3 – 5 bunga

secara bersama keluar dari ketiak daun dengan tangkai bunga (pedunculus) lebih pendek daripada tangkai

daun. Buahnya kecil bergantung lonjong atau pipih 2 – 2.5 mm termasuk buah tipe schizocarpium. Warna

kuning coklat atau merah muda kuning dan buahnya berbelah berlekuk dua (Van Steenis, 1997; De Padua

et al., 1999; dan Bermawie et al., 2008).

Rebusan daun pegagan telah digunakan untuk bermacam-macam penyakit antara lain untuk

mengobati keracunan jengkol, peluruh air seni dan diaforetika, penyakit saluran empedu, wasir, batuk

kering pada anak-anak, pendarahan hidung, tukak lambung, sakit ginjal dan sebagai obat kumur pada

sariawan (Anonim, 1980). Selain itu digunakan pula untuk obat diare, radang usus, bronchitis dan

keputihan. Penggunaan lokal yaitu untuk mengobati pembengkakan buah zakar, kaki gajah, luka baru atau

borok (Heyne, 1987). Di India digunakan untuk mengobati sipilis dan lepra (Martindale, 1967).

Page 11: laporan simplisia.docx

Senyawa asiatikosida yang terdapat di dalam tanaman pegagan mampu meningkatkan daya ingat,

konsentrasi dan kewaspadaan. Hal ini dimungkinkan karena asiatikosida yang terkandung di dalamnya

mampu membantu kelancaran sirkulasi oksigen dan nutrisi serta melindungi sel-sel otak dari kerusakan

oksidatif oleh radikal bebas karena kandungan asam lemak yang sangat tinggi dan mudah teroksidasi

(Bermawi et al., 2005). Cheng et al., (2004) melaporkan bahwa ekstrak air pegagan dan senyawa

asiatikosida, yang merupakan senyawa aktif dalam ekstrak tersebut potensial sebagai ramuan aktif atau

obat untuk mencegah radang usus. Selanjutnya ditemukan pula bahwa glikosida total yang terkandung

dalam ekstrak pegagan dapat mencegah secara signifikan efek fibrosis pada jaringan hati tikus percobaan

(Ming et al., 2004).

Melalui penelitian kultur sel, terbukti bahwa ekstrak pegagan mampu mereduksi oksidan nitrit

oksida, yang terbentuk sebagai akibat dari menumpuknya plak beta-amyloid di otak yang dikaitkan

dengan penyakit Alzheimer (Rao et al., 2006). Selain itu pegagan mampu mempercepat proses regenerasi

kulit pada bagian yang terluka lebih cepat. Hal ini disebabkan asiatikosida dan mucopolisakarida yang

dikandungnya dapat memacu proliferasi sel fibroblast yang berperan besar pada penyembuhan luka, yaitu

melalui kemampuannya dalam memproduksi substansi dasar pembentuk serat kolagen. Serat kolagen

inilah yang mempertautkan tepi kulit yang luka (Barnes et al. 2002). Selanjutnya Dalimartha (2000)

menambahkan bahwa oksiasiatikosida dapat membunuh tuberkolosis. Seluruh bagian tanaman pegagan

dapat berfungsi sebagai obat kecuali akar. Khasiat dan manfaat dari pegagan antara lain disebabkan karena

pegagan mengandung sejumlah nutrisi dan komponen zat kimia yang memiliki efek terapeutik. Dalam 100

g pegagan terdapat 34 kalori, 8.3 g air, 1.6 g protein, 0.6 g lemak, 6.9 g karbohidrat, 1.6 g abu, 170 mg

kalsium, 30 mg fosfor, 3.1 mg zat besi, 414 mg kalium, 6580 µg betakaroten, 0.15 g tiamin, 0.14 mg

riboflavin, 1.2 mg niasin, 4 mg askorbat, dan 2.0 g serat (Duke, 1987). Kandungan kimia pegagan terbagi

menjadi beberapa golongan, yaitu asam amino, flavonoid, terpenoid, dan minyak atsiri. Asam amino

terdiri atas sejumlah besar alanin flavonoid terdiri atas quercetin, kaempferol, dan bermacam-macam

glikosida.

Page 12: laporan simplisia.docx

Bermacam-macam kandungan kimia dari daun pegagan antara lain senyawa glikosida

triterpenoid yang disebut asiatikosida (suatu senyawa heteroside) yang yang merupakan senyawa

metabolit sekunder yang termasuk dalam kelompok terpene ini berkhasiat untuk mempercepat

penyembuhan luka, asam asiatikat dan madekasat (Haralampidis et al. 2002). Phillips et al., (2006)

mengemukakan bahwa terpene tersebut adalah lemak yang disintesa dari metabolit primer Acetyl CoA

melalui lintasan Asam Mevalonat (MAP) atau intermediet dasar glikolisis lewat lintasan Methylerythritol

Phosphate (MEP). Tiga molekul Acetyl CoA digabung untuk membentuk asam mevalonik. Senyawa

intermediet 6 karbon ini kemudian mengalami pyrophosphorilasi, karboxylasi dan dehidrasi membentuk

Isopentenyl pyrophosphate (IPP). IPP adalah senyawa pembentuk (prekusor) blok 5 C terpene. IPP juga

dapat dibentuk dari intermediet glycolisis atau siklus reduksi karbon pada proses fotosintesa (Taiz dan

Zeiger, 2002). Pegagan juga mengandung senyawa alkaloid hidrokotilina, senyawa-senyawa steroid,

tannin, minyak lemak, minyak atsiri yang disebut valerian yang merupakan senyawa anti lepra dan anti

sipilis, vitamin B, saponin, oksiatikosida, gula pereduksi, garam-garam mineral seperti garam kalium,

natrium, magnesium, kalsium dan besi (Sutrisno, 1996).

6. Tapak Dara

Taksonomi Tapak Dara:

Kingdom :Plantae

Divisio :Magnoliophyta

Kelas :Magnoliopsida

Ordo :Gentianales

Famili :Apocynaceae

Genus :Catharanthus

Spesies : C. roseus

Tapak dara merupakan tanman sejenis tanaman perdu yang bersifat tahunan. Tanaman ini berasal

dari Madagaskar, namun telah menyebar ke berbagai daerah tropika lainnya, seperti halnya Indonesia. Di

Indonesia, tanaman ini sering digunakan sebagai tanaman hias untuk memperindah taman. Nama ilmiah

dari tapak dara adalah Catharanthus roseus (L.) Don. Di Indonesia tumbuhan hias pekarangan ini dikenal

dengan bermacam-macam nama, seperti di disebut sindapor (Sulawesi), kembang tembaga (bahasa

Sunda), dan kembang tapak dårå (bahasa Jawa). Di negara tetangga Malaysia mengenalnya tanaman ini

sebagai kemunting cina, pokok rumput jalang, pokok kembang sari cina, atau pokok ros pantai. Di Filipina

tapak dara dikenal sebagai tsitsirika, di Vietnam sebagai hoa hai dang, di Cina dikenal sebagai chang chun

hua, di Inggris sebagai rose periwinkle, dan di Belanda sebagai soldaten bloem.

Page 13: laporan simplisia.docx

Tapak dara termasuk tanaman obat yang dapat menghentikan perkembangan / pertumbuhan sel

kanker. Bunga dan daunnya berpotensi menjadi sumber obat untuk leukemia dan penyakit Hodgkin.

Kandungan bahan kimianya yang terkandung didalamnya adalah vincristine, vinblastine, reserpine,

ajmalicine, dan serpentine. Kandungan lainnya adalah catharanthine, leurosine, norharman, lochnerine,

tetrahydroalstonine, vindoline, vindolinine, akuammine, vincamine, vinleurosin, dan vinrosidin. Berbagai

alkaloid ini beracun. Tanda-tanda keracunan tapak dara adalah demam, loyo, dan muntah-muntah dalam

tempo 24 jam. Tanda-tanda yang lain adalah neuropati, kehilangan refleks tendon, berhalusinasi, koma,

dan kematian. Namun, dengan pengolahan yang tepat dan takaran yang tepat pula tanaman ini bisa diatasi

efek racunnya (Anonim, 2011).

7. Sambiloto

Klasifikasi tanaman Sambiloto:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Ordo : Lamiales

Famili : Acanthaceae

Genus : Andrographis

Spesies : Andrographis paniculata

Sambiloto merupakan tumbuhan berkhasiat obat berupa terna tegak yang tingginya bisa mencapai

90 sentimeter. Asalnya diduga dari Asia tropika. Penyebarannya dari India meluas ke selatan sampai di

Siam, ke timur sampai semenanjung Malaya, kemudian ditemukan Jawa. Sambiloto tumbuh liar di tempat

terbuka seperti kebun, tepi sungai tanah kosong yang agak lembap atau dipekarangan. Daun tunggal,

bertangkai pendek, letak berhadapan bersilang, bentuk laset, pangkal runcing, ujung meruncing, tepi rata,

permukaan atas hijau tua, bagian bawah hijau muda, panjang 2-8 cm, lebar 1-3 cm. Sambiloto memiliki

nama lokal seperti takilo (Sunda), sambilata (Jawa), dan pepaitan (Sumatra)

Page 14: laporan simplisia.docx

Sambiloto memiliki beberapa sifat kimiawi antara lain daun dan percabangannya mengandung

laktone yang terdiri dari deoksiandrografolid, andrografolid, neoandrgarafolid, 14-deoksi-11-12-

didehidroandrografolid,dan homoandrografolid, flavoid, alkene, keton, aldehid, mineral (kalium,kalsium,

natrium), Asam kersik, damar. Flavotiod diisolasi terbanyak dari akar yaitu polimetatoksivaflavon,

andrografin, pan, ikkulin. Mono-0-metilwhitin dan apigenin-7,4 dimetileter. Zak aktif andrografoid

terbukti berkhasiat sebagai hepatoprotektor (melindungi sel hati dari zat  toksin) (Sandberg, 1994).

Tanaman ini juga memiliki efek farmakologis, berikut jenis efek farmakologis yang dimiliki

tanaman sambiloto:

1. Herba ini berkhasiat bakteriostatik pada Staphylococcus Aurcus, Pseudomonas

aeruginosa.Proteus vulgaris, Shigella dysenteriae dan Escherichia Coli.

2. Herba ini sangat efektif untuk pengobatan infeksi In vitro, air rebusannya merangsang daya

fagositosis sel darah putih.

3. Andrografoid menurunkan demam yang ditimbulkan oleh pemberian vaksin yang menyebabkan

panas pada kelinci.

4. Andrografolid dapat mengakhiri kehamilan dan menghambat pertumbuhan trofosit plasenta.

5. Dari segi farmakologi, sambiloto mempunyai efek muskarinik pada pembuluh darah, efek pada

jantung iskenik, efek pada respirasi sel. Sifat kholeretik, anti inflamasi dan anti bakteri.

6. Komponen aktifnya seperti coandrografolid, deoksiandrografolid dan 14-deoksi-11, 12-

didehidroandrografolid berkhasiat anti radang dan antipiretik.

7. Pemberian rebusan daun sambiloto 40% bly sebanyak 20 milkg bb dapat menurunkan kadar

glucosa darah tikus putih.

8. Infus daun sambiloto 5%, 10% dan 15%, semuanya dapat menurunkan suhu tubuh marmut yang

dibuat demam.

9. Infus herba sambiloto mempunyai daya anti jamur terhadap Microsforum canis, Trichophyton

mentagrophytes, Trichophyton rubrum, candida albicans, dan ephydermaphyton floccosum.

10. Fraksi etanol herba sambiloto memounyai efek antihistaminergik.

Tanaman ini memiliki kemampuan untuk menyembuhkan beberapa penyakit, beberapa di

antaranya adalah hepatitis, infeksi saluran empedu, disentri, tifoid, diare, influenza, radang amandel

(tonsilitis), abses paru, malaria, radang paru (pneumonia), radang saluran nafas (bronchitis), radang ginjal

(pielonefritis), radang telingah tengah (OMA), radang usus buntu, sakit gigi, demam, kencing nanah

(gonore), kencing manis (diabetes melitus), TB paru, skrofulderma, batuk rejan (pertusis) sesak nafas,

leptospirosis, darah tinggi, kusta, keracunan jamur, keracunan singking, keracunan tempe bongkrek,

keracunan makanan laut. Kanker, penyakit trofoblas, kehamilan anggur (mola hidatidosa)  tumor paru

(Lukas, 1998).

Page 15: laporan simplisia.docx

8. Meniran

Meniran merupakan herba, semusim, tumbuh tegak, tinggi 30-50 cm, bercabang–cabang. Batang

berwarna hijau pucat. Daun tunggal, letak berseling. Helaian daun bundar memanjang, ujung tumpul,

pangkal membulat, permukaan bawah berbintik kelenjar, tepi rata, panjang sekitar 1,5 cm, lebar sekitar 7

mm, berwarna hijau. Dalam satu tanaman ada bunga betina dan bunga jantan. Bunga jantan keluar di

bawah ketiak daun, sedangkan bunga betina keluar di atas ketiak daun. Buahnya kotak, bulat pipih, licin,

bergaris tengah 2-2,5 mm. Bijinya kecil, keras, berbentuk ginjal, berwarna coklat (Syamsyuhidayat &

Hutapea, 1991).

Meniran mempunyai rasa agak asam dan bersifat sejuk. Beberapa bahan kimia yang terkandung

dalam meniran diantaranya adalah saponin, flavanoid, filantin, hipofilantin, kalium, dammar, dan tannin.

Filantin dan hipofilantin berfungsi untuk melindungi sel hati dari zat toksik (hepatoprotector). Meniran

mengandung senyawa-senyawa kimia seperti flavonoid, lignan. Merupakan senyawa larut dalam air yang

dapat diekstraksi dengan etanol 70% dan tetap ada lapisan air setelah dikocok dengan eter minyak bumi.

Flavonoid berupa senyawa fenol, karena itu warnanya berubah apabila ditambah basa atau amoniak.

Flavonoid umumnya terdapat dalam tumbuhan terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon. Flavonoid

yang merupakan bentuk kombinasi glikosida, terdapat dalam semua tumbuhan berpembuluh. Beberapa

turunan flavonoid terdapat pada tumbuhan tingkat tinggi dan hanya terdapat pada organ-organ tertentu

dari tumbuhan seperti akar, batang, daun, bunga, biji, dan kulit kayu (Harborne, 1987).

Lignan merupakan kandungan kimia yang aktif dalam tumbuhan obat tertentu. Lignan dapat

diekstraksi dengan aseton atau etanol dan seringkali diendapkan sebagai garam kalium yang sukar larut.

Tanin tersebar dalam setiap tanaman yang berbatang. Tanin berada dalam jumlah tertentu, biasanya berada

pada bagian spesifik tanaman seperti daun, buah, akar, batang. Tanin merupakan senyawa kompleks,

biasanya merupakan campuran polifenol yang sukar untuk dipisahkan karena tidak dalam bentuk kristal.

Di dalam tumbuhan letak tanin terpisah dari protein dan enzim sitoplasma, tetapi bila jaringan rusak maka

reaksi penyamaan dapat terjadi. Reaksi ini menyebabkan protein lebih sukar dicapai oleh cairan

pencernaan. Salah satu fungsi utama tanin yaitu sebagai penolak hewan pemakan tumbuhan karena

rasanya yang sepat. Tanin dapat meringankan diare dengan menciutkan selaput lendir usus (Tjay dan

Raharja, 1991).

Flavonoid dari meniran bekerja pada sel-sel tubuh yang menjadi bagian dari sistem imun.

Caranya dengan mengirimkan sinyak intraseluler pada reseptor sel, sehingga sel bekerja lebih optimal.

Jika sistem imun dalam sel berfungsi memakan bakteri (fagosit) nafsu makan jadi bertambah. Jika

fungsinya mengeluarkan mediator yang menambah ketahanan tubuh, hasil pengeluaran akan lebih baik.

Atau jika kerjanya mengurai sel lain, prosesnya akan berlangsung lebih mulus.

Page 16: laporan simplisia.docx

Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Alkaloid termasuk senyawa

bersifat basa yang mengandung satu atau atom nitrogen dan berbentuk kristal. Untuk alkaloid dalam daun

atau buah segar adalah rasanya pahit di lidah serta mempunyai efek fisiologis kuat atau keras terhadap

manusia. Sifat lain yaitu sukar larut dalam air dengan suatu asam akan membentuk garam alkaloid yang

lebih mudah larut (Harborne, 1987). Saponin adalah senyawa aktif yang menimbulkan busa jika dikocok

dengan air. Pada konsentrasi rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah. Saponin dapat bekerja

sebagai antimikroba. Kelarutan saponin dalam air dan etanol tetapi tidak larut dalam eter (Robbinson,

1995).

Herba meniran telah digunakan masyarakat untuk pengobatan diabetes. Penelitian sebelumnya

telah membuktikan bahwa herba meniran memiliki efek imunostimulator dan aktivitas antiviral terhadap

virus Hepatitis B dan virus Herpes Simpleks. Immunomodulator berperan membuat sistem tubuh lebih

aktif menjalankan tugasnya, termasuk menguatkan sistem imun/sistem kekebalan tubuh. Jika sistem imun

meningkat, maka daya tahan tubuh terhadap serangan berbagai bakteri dan virus juga meningkat.

9. Binahong

Binahong adalah tanaman obat yang tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi dan

mempunyai banyak khasiat dalam meyembuhkan berbagai macam penyakit ringan maupun berat.

Tanaman ini sudah lama ada di Indonesia tetapi baru akhir-akhir ini saja menjadi alternatif bagi sebagian

orang untuk dijadikan obat alami untuk menyembuhkan atau mengurangi beberapa penyakit ringan

maupun berat. Binahong adalah tanaman obat dari daratan Tiongkok yang dikenal dengan nama asli

Dheng San Chi. Tumbuhan ini telah dikenal memiliki khasiat penyembuhan yang luar biasa dan telah

ribuan tahun lalu dikonsumsi oleh bangsa Tiongkok, Korea, Taiwan, dll. Seluruh bagian tanaman menjalar

ini berkhasiat, mulai dari akar, batang, dan daunnya. Pemanfaatannya bisa direbus atau dimakan sebagai

lalapan untuk daunnya. Daun binahong yang berciri-ciri: daun tunggal, bertangkai sangat pendek

(subsessile), tersusun berseling, berwarna hijau, bentuk jantung (cordata), panjang 5 - 10 cm, lebar 3 - 7

cm, helaian daun tipis lemas, ujung runcing, pangkal berlekuk (emerginatus), tepi rata, permukaan licin,

dan bisa dimakan.

Menurut penelitian, binahong mengandung saponin, alkaloid dan polifenol. Sesuai dengan zat

kimia yang dikandungnya, binahong berkhasiat sebagai obat batuk atau muntah darah, radang paru-paru,

kencing manis, sesak nafas, borok akut yang menahun, darah rendah, radang ginjal, gejala liver, disentri,

hidung mimisan, habis bedah operasi, luka bakar, luka akibat benda tajam, jerawat, usus bengkak, gusi

berdarah, kurang nafsu makan, melancarkan haid, haid habis bersalin (melahirkan), menjaga stamina

tubuh agar tetap sehat, penghangat badan, dan lemah syahwat juga anti bakteri. Secara umum, binahong

dapat mempercepat pemulihan kesehatan setelah operasi, melahirkan, khitan, segala luka-luka dalam,

radang usus, melancarkan dan menormalkan peredaran dan tekanan darah, mencegah stroke, maag, asam

urat, menambah dan mengembalikan vitalitas daya tahan tubuh, wazir (ambeien), melancarkan buang air

kecil, buang air besar, diabetes dll. Kasiat Tambahan dari tanaman binahong adalah dapat menyembuhkan

sariawan berat, pusing-pusing, dan sakit perut. (Tampubolon, 1995).

Page 17: laporan simplisia.docx

10. Sidaguri

Sidaguri merupakan salah satu jenis tanaman obat dari famili Malvaceae. Tanaman ini adalah

tanaman semak yang tumbuh liar dan banyak ditemui di pinggir selokan, sungai dan di bawah pohon

besar.Sidaguri tersebar pada daerah tropis di seluruh dunia dari dataran rendah sampai ketingian 1450 m di

atas permukaan laut.Bentuk batang agak berkayu, bulat dan bewarna cokelat.Daunnya berjenis tunggal

dengan letak daun berseling berbentuk jantung.Buahnya buah batu terdiri dari 8 – 10 kendaga, dengan

buah muda berwarna hijau dan buah tua berwarna hitam. Salah satu khasiat utama Sidaguri adalah

menyembuhkan penyakit asam urat yang sering diderita baik lelaki maupun perempuan di atas usia tiga

puluh tahun (Holm et al,1997).

Daunnya mengandung alkaloid, kalsium oksalat, tanin, saponin, fenol, asam amino, dan minyak

asiri.Batang Sidaguri mengandung kalsium oksalat dan tanin.Sementara bagian akar mengandung

alkaloid, steroid, dan efedrine.Alkaloid dan efedrine yang terkandung dalam Sidaguri menyebabkan orang

harus berhati-hati dalam mengkonsumsinya.Orang yang sensitif terhadap alkaloid efedrine tidak

disarankan untuk menggunakannya.Begitu pula anak-anak, wanita hamil dan menyusui (Djauhariya,

2004).

Kandungan polifenol dan flavonoid pada akar bersifat diuretik, sehingga asam urat akan luruh

dan terbuang bersama urin. Sidaguri juga dapat menghambat produksi enzim xantin oksidase (XO), yang

merupakan enzim penting yang turut berperan dalam sintesa asam urat. Tanpa adanya XO, maka asam

urat tidak akan terbentuk dan serangan gout tidak dapat terjadi. Kemampuan ekstrak kasar flavonoid

sidaguri sebagai penghambat aktivitas XO mencapai 55.29% melalui mekanisme inhibisi

kompetitif.Selain untuk asam urat dan rematik, Sidaguri bermanfaat untuk flu, demam, malaria, radang

amandel, radang usus, disentri, sakit perut, sakit kuning, kencing batu, bisul, radang kulit bernanah, dan

eksim. Khusus untuk akarnya, digunakan untuk mengatasi influenza, asma, sakit gigi, sariawan, disentri,

susah buang air besar/sembelit dan rematik (Prakoso, 2007).

Teknik pengolahan tanaman obat terdiri dari sortasi, pencucian, penjemuran/penirisan,

pengirisan/perajangan, dan pengolahan lebih lanjut menjadi berbagai produk/diversifikasi produk. 

Tanaman obat dapat diolah menjadi simplisia, serbuk, minyak atsiri, ekstrak kental/kering, kapsul, tablet

dan minuman (sirup, instant, permen) dll. Salah satu contohnya adalah simplisia pengirisan. Pengirisan

dilakukan bertujuan untuk mempercepat proses pengeringan. Hasil dari  pengeringan diperoleh produk

berupa simplisia.  Perajangan terlalu tebal memerlukan waktu lama dalam pengeringan dan kemungkinan

besar bahan mudah terkontaminasi baik oleh bakteri maupun jamur.  Sedangkan jika terlalu tipis dapat

menyebabkan kadar minyak atsiri maupun zat aktif yang terdapat pada bahan menurun. Teknik perajangan

dapat dilakukan dengan menggunakan pisau tajam yang terbuat dari bahan steinles ataupun menggunakan

mesin perajang.  Kemudian bentuk irisan membujur (split).   Sedangkan bahan yang berupa daun atau

herba tidak perlu dirajang langsung  dikeringkan saja.

Setelah simplisia dirajang biasanya dikeringkan. Pengeringan adalah suatu metode untuk

mengeluarkan atau menghilangkan air dari suatu bahan dengan menggunakan sinar matahari. Pengeringan

dapat memberikan keuntungan antara lain: memperpanjang masa simpan, mengurangi penurunan mutu

sebelum diolah lebih lanjut, memudahkan dalam pengangkutan, menimbulkan aroma khas pada bahan

serta memiliki nilai ekonomi lebih tinggi.  Pengeringan temu-temuan dapat dilakukan diatas para-para

dengan menggunakan sinar matahari dan ditutupi dengan kain hitam juga dapat dilakukan dengan

Page 18: laporan simplisia.docx

kombinasi antara sinar matahari dengan alat. Pada praktikum setelah dikeringkan menggunakan alat

pengering lalu simplisia diserbukkan. Serbuk dapat diperoleh dengan cara menggiling simplisia dengan

menggunakan mesin penepung.  Ukuran serbuk disesuaikan dengan keperluan.  Untuk dibuat teh ukuran

serbuk agak kasar (20 – 40 mesh), untuk ekstraksi 40 – 60 mesh) dan jika ingin dibuat kapsul ukuran

serbuk harus halus (80 – 100 mesh).

Penjelasan diatas memaparkan tentang berbagai bentuk sediaan bahan baku obat tradisional.

Sebagian besar berasal dari tanaman, baik keseluruhan maupun bagian dari tanaman seperti daun, buah,

akar, kulit, dan batang. Bahan tersebut dapat dimanfaatkan dalam keadaan segar maupun kering. Untuk

simplisia bentuk segar, ini harus segera digunakan selagi dalam keadaan baik dan juga dikhawatirkan akan

tumbuh jamur atau mikroba lainnya. Jika untuk penggunaan yang lama, biasanya akan digunakan

simplisia bentuk kering supaya dapat mempertahankan kandungan metabolit-metabolit yang penting

dalam mengobati pasien (Anonim, 2012).

Dalam keadaan segar, disarankan bahan baku obat segera dimanfaatkan dengan pertimbangan

agar keadaannya masih baik, belum ditumbuhi jamur atau mikroba lain. Namun, kalau dimanfaatkan

dalam jangka waktu lama, sangat disarankan bahan baku obat tersebut harus tersimpan dalam keadaan

kering. Bahan yang dikeringkan ini dikenal dengan istilah simplisia. Faktor kering merupakan parameter

cukup penting bagi simplisia. Kadar air yang cukup tinggi pada simplisia dapat menyebabkan

bertumbuhnya jamur. Bahkan kandungan zat yang berkhasiat dapat juga turun akibat terjadinya proses

metabolisme dalam simplisia walaupun kurang sempurna.

Dalam keadaan normal, proses metabolisme melibatkan berbagai air sebagai media pengangkut

bahan-bahan yang diperlukan. Di samping air, dalam proses metabolisme juga masih diperlukan sinar

matahari, hijau daun, dan bahan-bahan lain yang berasal dari tanah. Dari proses metabolisme ini akan

dihasilkan metabolit yang dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu metabolit primer dan sekunder.

Metabolit primer merupakan bahan hasil metabolisme yang sangat diperlukan tanaman, sedangkan

merupakan bahan selain metabolit primer. Biasanya kalau proses metabolisme berhenti (karena tanaman

dicabut) maka bahan metabolit berkurang sehingga tanaman menjadi mati. Sebagai simplisia, kandungan

metabolit tersebut harus tetap dipertahankan yaitu dengan proses pengeringan (Mursito, 2001).

Untuk keperluan pengobatan, kelompok bahan metabolit sekunder lebih dibutuhkan. Bahan

tersebut terdiri dari senyawa golongan alkaloida, glukosida, polifenol, flavonoida, antosian, seskuiterpen

dan saponin. Jumlah kandungan senyawa tersebut sangat dipengaruhi oleh beragam faktor seperti

lingkungan tumbuhan, pemupukan, umur tanaman saat panen, waktu panen, dan kegiatan pasca panen.

Waktu panen sangat erat kaitannya dengan pembentukan metabolit sekunder. Waktu panen

terbaik adalah saat tanaman menghasilkan metabolit sekunder maksimum. Secara umum, waktu panen

terbaik untuk beberapa kelompok tanaman yang akan dimanfaatkan sebagai simplisia dapat dilakukan

sebagai berikut:

1. Tanaman yang akan dimanfaatkan bijinya, panen dilakukan saat buahnya mulai mengering.

2. Tanaman yang akan dimanfaatkan buahnya, panen dilakukan saat terjadi proses pematangan

buah yang ditenadai dengan perubahan warna maupun tingkat kekerasan buah.

3. Tanaman yang akan dimanfaatkan kulit batangnya, panen atau pengambilannya dilakukan saat

sudah cukup umurnya.

Page 19: laporan simplisia.docx

4. Tanaman yang akan dimanfaatkan umbi lapisnya, panen dilakukan saat umbi lapis mencapai

ukuran maksimum dan pertumbuhan bagian tanaman di atas tanah mulai terhenti.

5. Tanaman yang akan dimanfatatkan umbinya, panen dilakukan saat bagian atas tanaman mulai

mengering.

Jika disimpulkan dari penjelasan di atas terdapat beberapa kekurangan dan kelebihan sediaan

bentuk kering dibandingkan sediaan bentuk segar atau sediaan rebusan. Kelebihannya antara lain

memperpanjang masa simpan, mengurangi penurunan mutu sebelum diolah lebih lanjut, memudahkan

dalam pengangkutan, menimbulkan aroma khas pada bahan serta memiliki nilai ekonomi lebih tinggi,

menjamin keadaan baik dan juga kemungkinan tumbuh jamur atau mikroba lainnya. Kelebihan lainnya

juga cocok untuk penggunaan yang lama karena dapat mempertahankan kandungan metabolit-metabolit

yang penting. Kadar air yang cukup tinggi pada simplisia dapat menyebabkan bertumbuhnya jamur

bahkan merusak kandungan zat yang berkhasiat juga.

Kekurangan sediaan bentuk kering dibandingkan sediaan segar godokan adalah diperlukan

penanganan bahan yang lebih rumit dibandingkan dengan sediaan segar untuk mendapatkan produk

kesehatan. Sedian bentuk kering juga telah melalui proses yang panjang sehingga kemungkinan

menurunnya komponen zat aktif saat proses dapat terjadi. Perlakukan yang diberikan juga memungkinkan

terjadinya kontaminasi contoh saat perajangan, pengeringan, ataupun saat pengecilan ukuran. Namun

kekurangan dan kelebihan ini saling menutupi dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan sediaan dan

pengguna. Misalnya untuk konsumsi langsung dirumah dan bahan gampang untuk didapatkan dapat

dikonsumsi dengan metoda godokan bahan segar lebih mudah dan praktis. Namun untuk bahan yang sulit

didapatkan dan untuk penggunaan jangka panjang lebih baik dilakukan pengeringan terlebih dahulu

sebelum dikonsumsi.

Parameter standardari simplisia kering yang sering digunakan adalah penampakan, kadar air,

kadar abu, dan kadar zat aktif (Anonim, 1985). Pada praktikum ini akan diamati parameter

penampakannya saja. Pada kunyit, warna standarnya adalah kuning-jingga sampai kuning-coklat.

Sedangkan untuk kunyit putih warnanya lebih putih. Sampel simplisia dari bahan praktikum semuanya

sesuai dengan standar. Warna ini semakin terlihat ketika dibuat menjadi irisan. Untuk aroma, kunyit

mempunyai aroma wangi aromatis. Sedangkan untuk temulawak, warna irisan rimpang temulawak kering

kualitas baik adalah merah bata merata. Apabila dipatahkan bekas patahan berwarna oranye cerah dan

aromanya segar. Kalau dikunyah rasanya tajam dan pahit. Warna dari sampel simplisia yang digunakan

sudah termasuk standar, karena berwarna coklat tua kemerahan. Untuk sampel simplisia kering juga sudah

keras dan sulit dipatahkan.

Menurut Wiryowidagdo (2005), secara umum bahan simplisia akan kering jika dipanaskan di

bawah terik matahari sekitar 3 – 4 hari. Dengan menerima panas matahari langsung, irisan rimpang kunyit

dan temulawak akan bisa benar-benar kering (kadar air di bawah 15%) dalam jangka waktu 4 hari penuh.

Sedangkan pada praktikum ini digunakan mesin pengering. Dengan menggunakan pengering buatan dapat

diperoleh simplisia dengan mutu yang lebih baik karena pengeringan akan lebih merata dan waktu

pengeringan lebih cepat tanpa dipengaruhi oleh keadaan cuaca (Anonim, 1985). Terjadinya bahan yang

jamuran disebabkan oleh kondisi pengering yang kurang bersih dan adanya kadar air yang melebihi batas

yang disebabkan pengeringan yang tidak merata. Standar simplisia kering diharuskan tidak berjamur

ataupun berserangga.

Page 20: laporan simplisia.docx

IV. PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada produk tanaman herbal dapat diolah menjadi produk jamu, herbal terstandar dan

fitofarmaka. Jamu merupakan bahan obat alam yang sediannya masih berupa simplisia sederhana, seperti

irisan rimpang, daun atau akar kering. Jamu dapat dinaikkan kelasnya menjadi herbal terstandar dengan

syarat bentuk sediaannya berupa ekstrak dengan bahan dan proses pembuatan yang terstandarisasi. Sebuah

herbal terstandar dapat dinaikkan kelasnya menjadi fitofarmaka setelah melalui uji klinis pada manusia.

Sudah cukup melimpah tanaman obat yang dapat dimanfaatkan di Indonesia seperti temu-temuan (kunyit

putih, kunyit kuning, temulawak, temu kunci), pegagan, meniran, tapak dara, sambiloto, binahong dan

sidaguri. Tumbuhan-tumbuhan tersebut mengandung zat aktif yang memiliki khasiat untuk kesehatan

maupun menyembuhkan beberapa penyakit. Teknik pengolahan tanaman obat terdiri dari sortasi,

pencucian, penirisan, pengirisan, dan pengolahan lebih lanjut menjadi berbagai diversifikasi produk. 

Tanaman obat dapat diolah menjadi simplisia, serbuk, minyak atsiri, ekstrak kental/kering,

kapsul, tablet dan minuman. simplisia segar, harus segera digunakan selagi dalam keadaan baik karena

dikhawatirkan akan tumbuh jamur atau mikroba lainnya. Untuk penggunaan yang lama, umumnya akan

digunakan simplisia kering supaya dapat mempertahankan kandungan metabolit-metabolit yang penting

dalam pengobatan. Sediaan kering memiliki cukup banyak kelebihan dari godokan segar, namun masih

ada kekurangannya juga. Kelebihan dan kekurangan sediaan kering,tersebut, membuat pemilihan sediaan

tanaman obat (segar/kering) disesuaikan dengan urgensi penggunaannya dan durasi penyimpanannya.

Parameter standardari simplisia kering yang digunakan dalam praktikum hanyalah penampakan. Pada

simplisia kering kunyit putih, kunyit kuning, temulawak dan temu kunci diperoleh hasil bahwa aroma,

warna dan kekerasannya sudah sesuai dengan standar. Adanya simplisia yang ditumbuhi jamur disinyalir

akibat tak bersihnya pengering, kadar air awal melebihi batas dan pengeringan yang kurang merata.

Seharusnya simplisia kering bebas dari mikroba, jamur maupun serangga.

B. Saran

Saran untuk praktikum simplisia ini adalah lebih baik jika penjelasan teori tak lebih dari 1 jam

sehingga tak mengurangi waktu pembuatan simplisia kering maupun godokan. Tumbuhan yang dibuat

sediaan keringnya lebih diperkaya lagi. Pada praktikum ini sebaiknya ada juga pembuatan aplikasi produk

seperti jamu maupun herbal.

Page 21: laporan simplisia.docx

DAFTAR PUSTAKA

Afifah, E. 2003. Khasiat dan Manfaat Temulawak. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Aldi, Y., N.C. Sugiarto, S. Andreanus A., dan A.S. Ranti. 1996. Uji Efek Antihis Tonninergik

dari Tanaman Andrographis paniculata Ness. Warta Tanaman Obat Indonesia 3(1): 17-19.

Anonim. 1985. Cara Pembutan Simplisia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Anonim. 1980. Tumbuhan Obat. Jakarta : Lembaga Biologi Nasional LIPI.

Anonim. 2011.Catharanthus roseus. [terhubung berkala].

http://zaifbio.wordpress.com/catharanthus-roseus (1 Juni 2013).

Anonim. 2012. Pengertian Obat Herbal. [terhubung berkala].

http://www.psychologymania.com/2012/12/pengertian-obat-herbal.html (2 Juni 2013).

Barnes J., L.A. Anderson, J.D. Philipson. 2002. Herbal Medicines, Second Edition. London:

Pharmaceutical Press, 530 p.

Bermawie, N., M.S.D. Ibrahim, Ma’mun. 2005. Karakteristik Mutu Aksesi Pegagan (Centella

Asiatica L.). Prosiding Seminar Nasional TOI XXVII, Surabaya, 15-16 Maret 2005. Balai Materia

Medika. Dinkes Prop. .Jatim. hal. 259-264.

Bermawie, N., S. Purwiyanti, Mardiana. 2008. Keragaan Sifat Morfologi, Hasil dan Mutu

Plasma Nutfah Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban.). Bul. Littro. XIX (1): 1-17.

Cheng, L., J.S. Guo, J. Luk, M.W.L. Koo. 2004. The Healing Effect of Centella Ectract and

Asiaticosida on Acetic Acid Induced Gastric Uclers in Rat., Life Sciences, 74(18), 2237-2249.

Dalimartha, S. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 2. Jakarta: Trubus Agriwidya 214

hlm.

Darwis, S. N., Haiyah S., Madjo A.B.D. 1991. Tumbuhan Obat Famili Zingiberaceae. Bogor:

Pusat Penelitian danPengembangan Industri.

De Padue, LSD, N Bunyapraphatsara, RHMJ Lemmens. 1999. Plant Resources of South-East

Asia 12. Prosea Fondation.

Djauhariya, E. dan Hernani. 2004. Tanaman Berkhasiat Obat. Jakarta: Penebar Swadaya

Duke, J.A. 1987. The Handbook of Medicinal Herbs. Boca Raton, Florida: CRC Press Inc. pp

109-110.

Haralampidis, K., M. Trojanowska, A.E. Osbourn. 2002. Biosynthesis of Triperpenoid Saponins

in Plants. Di dalam : Scheper Ted. Advances in Biochemical Engineering/Biotechnology. Vol. 75. Berlin,

Heidelberg : Springer Verlag: 32-49.

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Edisi ke dua. Bandung: ITB.

Hartono, A. 1999. Terapi Nutrisi dan Herbal untuk Kanker. Intisari 435 (36): 44-53.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid III. Jakarta: Balai Penelitian dan

Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan.1884 hal.

Holm, L., J. Doll, E. Holm, J. Pancho, and J. Herberger. 1997. World weeds. New York: John

Wiley and Sons, Inc.. 1,129 p.

Hudayani, F. 2008. Efek Antidiare Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit (Curcuma domestica. Val)

pada Mencit Galur Swiss Webster [skripsi]. Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah

Surakarta.

Page 22: laporan simplisia.docx

Lukas, R. 1998. Rahasia Herbalis Cina, Ramuan Tanaman Obat Cina. Jakarta: Pustaka

Delapratasa.

Martindale. 1967. Extrapharmacopea Edisi XXV. London: The Pharmaceutical Press. 1514.

Ming Z., S. Liu, L. Cao, L. Tang. 2004. Effect of Total Glucosides of Centella asiatica on

Antagonizing Liver Fibrosis Induced by dimethylnitrosamine in Rats. Zhongguo Zhongxiji Jiche Zazhi

(China), 24(8): 731-734.

Mursito, Bambang. 2001. Ramuan Tradisional Untuk Pengobatan Jantung. Jakarta: Penebar

Swadaya.

Ningtyas, R. Wulan. 2008. Formulasi Tablet Kunyah Ekstrak Rimpang Temu Putih (Curcuma

zedoaria) dengan Kombinasi Bahan Pengisi Sorbitol-Laktosa. Surakarta : Fakultas Farmasi UMS.

Nugraheni, W.P. 2001. Kunci Pepet. Sidowayah 34(9): 15-18.

Oomah BD. 2000. Herbs, Botanicals, and Teas. Pennsylvania: Technomic.

Phillips D.R., J.M. Rasberry, B. Bartel, B.S.T. Matsuda. 2006. Biosynthestic Diversity in Plant

Triterpene Cyclization. Curr. Opin. Plant Biol. 9: 305-314.

Prakoso, Budi. 2007. Sidaguri Meringankan Obat Asam Urat-Rematik. Jakarta: Penebar

Swadaya.

Rachman, F., Logawa E. D., Hegartika H., Simanjuntak P. 2008. Aktivitas Antioksidan Ekstrak

Tunggal dan Kombinasinya dari Tanaman Curcuma spp. Ilmu Kefarmasian 6: 69-74.

Rao, K.G.M., S. Muddanna Rao, S. Gurumadhva Rao. 2006. Centella asiatica L. (Urban.) Leaf

Extract Treatment During the Growth Spurt Period Enhances Hippocampal CA3 Neuronal Dendritic

Arborization in Rats. Evid. Based Complement, Altern. Med. 3(3):349-357.

Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: ITB.

Rukmana R. 2006.Temulawak, Tanaman Rempah dan Obat. Yogyakarta: Kanisius.

Rukmana R. 2008. Temu-temuan, Apotik Hidup di Pekarangan. Ed ke-5.Yogyakarta: Kanisius.

Rustam, E., Atmasari I., Yanwirasti. 2007. Efek Antiinflamasi Etanol Kunyit (Curcumadomestica

Val.) pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi 12: 112-115.

Sandberg, F. 1994. Andrographidis Herba Chuanxinlian: A Review. Gothenburg, Sweden:

Swedish Herbal Institute. In: The American Botanical Council [USA].

Sari, L. O. R. Kumala. 2006. Pemanfaatan Obat Tradisional dengan Pertimbangan Manfaat dan

Keamanannya. Majalah Ilmu Kefarmasian. 3 (1). Jember : UNEJ.

Sidik, Moelyono M. W., Mutadi A. 1995. Temulawak (Curcuma xanthorrhizaRoxb.). Jakarta:

Phyto Medika.

Sukara, E. 2002. Sumber Daya Alam Hayati dan Pencarian Bahan Baku Obat (Bioprospekting).

Prosiding Simposium Nasional II Tumbuhan Obat dan Aromatik. Bogor: Pusat Penelitian dan

Pengembangan Biologi LIP. hlm. 31-37.

Sutrisno B. 1996. Ikhtisar Farmakognosi Jilid I. Jakarta: CV. Quartz.

Syamir, Hasnidar. 2012. Fitofarmaka. [terhubung berkala]

http://blogger-nidar.blogspot.com/2012/12/ fitofarmaka.html . (28 Mei 2013).

Syamsuhidayat, S.S. dan J. R. Hutapea. 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Departemen

Kesehatan RI. Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Page 23: laporan simplisia.docx

Syukur, Cheppy. 2010. Turina, Varietas Unggul Kunyit Kurkumin Tinggi. Jurnal Sinar Tani Edisi

3-9 November 2010.

Taiz L, E. Zeiger. 2002. Plant Physiology. Massachusetts: Sinauer Associates, Inc, Publisher

Sunderland. 690 p.

Tampubolon, Oswald T. 1995. Tumbuhan Obat. Jakarta: Penerbit Bhratara.

Tjay, T. H., dan Rahardja, K. 2007. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek

Sampingnya. Edisi ke VI. Jakarta: PT Elex Media Komputindo

Van Steenis C.G.G.J. 1997. Flora. Moeso Surjowinoto. (Penerjemah). Jakarta: Pradnya

Paramitha. 324 hal.

Wiryowidagdo, S. 2007. Kimia & Farmakologi Bahan Alam edisi 2. Jakarta: EGC Buku

Kedokteran.

Page 24: laporan simplisia.docx

LAMPIRAN

Bubuk Kunyit Kuning Bubuk Kunyit Putih

Bubuk Temu kunci Bubuk Temulawak

Page 25: laporan simplisia.docx

Simplisia Kering Kunyit Kuning Simplisia Kering Kunyit Putih

Simplisia Kering Temu Kunci Simplisia Kering Temulawak