Laporan Seminar Arsitektur 10-11-2013
-
Upload
iday-hidayat -
Category
Documents
-
view
324 -
download
8
Transcript of Laporan Seminar Arsitektur 10-11-2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah sebuah bagian penting dari kehidupan manusia, sebuah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual kegamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya. Manusia
menempuh pendidikan sebagai upayanya mencapai nilai yang lebih baik dalam
kehidupan, baik itu secara intelektual, sosial, agama, ekoomi, dsb.
Proses yang menjadi inti dari pendidikan adalah kegiatan belajar. Kegiatan
belajar adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar
pada suatu lingkungan belajar. Dari definisi tersebut dapat diambil empat
komponen dalam kegiatan belajar: peserta didik, pendidik, sumber belajar, dan
lingkungan belajar. Di antara keempatnya yang berada dalam domain perencanaan
dan perancangan arsitektur adalah komponen terakhir yaitu lingkungan belajar.
Permasalahan dasar secara arsitekturalnya adalah bagaimana menyediakan sebuah
ruang sebagai wahana belajar yang kondusif dan berkualitas.
Saat ini, kebanyakan pengguna bangunan juga beberapa perancang secara
praktis beranggapan bahwa mencapai kenyamanan termal ruang adalah dengan
menggunakan instalasi pengkondisian udara mekanis (Air Conditioner-AC).
Padahal itu sama sekali bukan merupakan solusi yang ilmiah. Secara logis, jika
tubuh kita kepanasan maka yang perlu didinginkan adalah tubuh kita, bukan
seluruh udara dalam ruangan. Karena kemudian dengan kita kepanasan seorang
diri di sana, akan dibutuhkan ribuan watt energi listrik untuk mendinginkannya,
ini sangatlah tidak efektif. Terlebih lagi dalam menanggapi isu degradasi
Seminar perancangan arsitektur | 1
lingkungan di era global warming ini, kenyamanan termal perlu diupayakan untuk
dicapai secara alami, sehingga desain menjadi lebih berwawasan lingkungan dan
memenuhi aspek keberlanjutan.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dibahas adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana merancang ruang kelas agar pengguna ruang merasa nyaman dari
efek cahaya matahari?
2. Bagaimana cara pengondisian udara dan cahaya agar masuk kedalam ruangan
dengan maksimal sesuai dengan kebutuhan jumlah pengguna ruang?
3. Bagaimana mengolah fasad sehingga udara dan cahaya dapat masuk kedalam
bangunan untuk mendukung bangunan hemat energi.
4. Bagaimana perancangan bangunan hemat energi dengan sistem Double Skin
Facade pada bangunan gedung FPTK baru?
C. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari terlampau luasnya dalam pembahasan, maka masalah
dalam penelitian ini dibatasi hanya pada bangunan FPTK UPI baru .
D. Tujuan Penelitian
Penulis dalam meneliti penerapan double skin facade pada bangunan
FPTK UPI baru ini berfungsi untuk mengaplikasikan teknologi bangunan hemat
energi yang memberikan kenyamanan bagi pengguna dari aspek tata cahaya dan
udara.
E. Manfaat Penelitian
Seminar perancangan arsitektur | 2
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan pihak
pengelola Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, yaitu sebagai berikut :
a. Bagi siswa penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk
membantu meningkatkan kenyamanan belajar, dan interaksi sosial.
b. Bagi pihak pengelola Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan
penelitian ini merupakan masukan dalam mengembangkan
konsep teknologi bangunan hemat energi.
Seminar perancangan arsitektur | 3
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan proposal ini diantaranya:
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Batasan Masalah
D. Tujuan Penelitian
E. Manfaat Penelitian
F. Sistematika Penulisan
G. Kerangka Berrfikir
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Double Skin Fasade
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Seminar perancangan arsitektur | 4
G. Kerangka Berpikir
Seminar perancangan arsitektur | 5
Latar Belakang
Dalam menanggapi isu degradasi lingkungan di era global warming ini, kenyamanan termal
perlu diupayakan untuk dicapai secara alami, sehingga desain menjadi lebih berwawasan
lingkungan dan memenuhi aspek keberlanjutan.
Maksud dan TujuanUntuk mengaplikasikan teknologi bangunan hemat energi yang memberikan kenyamanan bagi
pengguna dari aspek tata cahaya dan udara.
Rumusan Masalah1. Bagaimana merancang ruang kelas agar
pengguna ruang merasa nyaman dari efek
cahaya matahari?
2. Bagaimana cara pengondisian udara dan cahaya
agar masuk kedalam ruangan dengan maksimal
sesuai dengan kebutuhan jumlah pengguna
ruang?
3. Bagaimana mengolah fasad sehingga udara dan
cahaya dapat masuk kedalam bangunan untuk
mendukung bangunan hemat energi?
4. Bagaimana perancangan bangunan hemat energi
dengan sistem Double Skin Facade pada
Tinjauan dan Landasan Teori
Tinjauan Umum Pengertian gedung pendidikan
Tinjauan Khusus :
1. Pengertian Double Skin Facade2. Sejarah Double Skin Facade3. Konsep Double Skin Facade4. Arsitektur hemat energi5. Kenyamanan termalTinjauan terhadap tapakLokasi dan Iklim Studi Literatur
1. Kampus UMN Serpong.
Konsep Perancangan dan Penerapan
Perancangan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Double Skin Facade
Bangunan didaerah tropis atau yang lebih banyak terpancar sinar matahari
secara langsung biasanya ruang yang berada didaamnya terasa lebih panas.
Double Skin Facade adalah sebuah lapisan yang dipasang di bagian luar
bangunan yang memiliki rongga udara untuk mengalirkan udara di dalamnya
sehingga menjaga kenyamanan termal didalam ruangan. Juga sebagai shading
pada bangunan, sehingga cahaya yang masuk bukanlah cahaya matahari langsung
melainkan bayangan dari cahaya itu sendiri yang menjadikan ruangan memiliki
cahaya alami yang cukup namun tidak silau.
Double Skin Facade atau biasa disebut juga sebagai secondary skin,
dipasang dengan jarak antara 20cm hingga 2meter dari dinding bangunan terluar.
B. Sejarah Double Skin Facade
Konsep penting dari Double Skin Facade pertama kali dieksplorasi dan diuji di
Swiss oleh arsitek Le Corbusier di awal abad ke 20. Idenya, yang ia sebut mur
neutralisant (dinding penetral) melibatkan penyisipan pemanasan / pendinginan
pipa antara lapisan kaca besar. Sistem seperti dijelaskan dalam bukunya Villa
Schwob ( La Chaux-de-Fonds , Swiss , 1916), dan diusulkan untuk beberapa
proyek lain, termasuk Liga persaingan Bangsa-bangsa (1927), Centrosoyuz
bangunan (Moskow, 1928-1933), dan Cité du Refuge ( Paris , 1930). Insinyur
Amerika yang belajar sistem informasi pada tahun 1930 ini mengatakan bahwa
mereka akan menggunakan lebih banyak energi daripada sistem udara
konvensional, tetapi Harvey Bryan kemudian menyempurnakan ide Le Corbusier
yang memanfaatkan sinar matahari.
Percobaan lain adalah awal tahun 1937 Alfred Loomis rumah oleh
arsitek William Lescaze di Tuxedo Park, New York. Rumah ini termasuk "sebuah
amplop ganda rumit" dengan ruang udara 2 kaki dalam dikondisikan oleh suatu
Seminar perancangan arsitektur | 6
sistem yang terpisah dari rumah itu sendiri. Tujuannya adalah untuk
mempertahankan tingkat kelembaban yang tinggi di dalamnya.
C. Konsep Double Skin Fasade
Fasad ganda atau Double Skin Fasade berperan sebagai sitem pendingin
bangunan, menurut Claessens dan DeHerde (Poirazis, 2004) "Double Skin Fasade
adalah tambahan selubung bangunan dipasang pada bagian fasad yang ada berupa
tambahan fasad,dan biasnya transparan. Ruang baru antara kulit kedua dan fasad
asli adalah sebuah zona penyangga yang berfungsi untuk melindungi bangunan.
Ruang ini juga berfungsi sebagai buffer sebagai pelindung dari panas yang
dipancarkan oleh radiasi matahari, dan tergantung pada orientasi dari façade.
Untuk sistem berorientasi selatan, udara panas matahari digunakan untuk
keperluan pemanasan dalam waktu musim dingin. Harus dibuang untuk mencegah
overheating pada periode lain”.
Kragh, (2000) menggambarkan Double Skin Fasade sebagai "sebuah sistem
yang terdiri dari layar eksternal, rongga ventilasi dan layar internal. Shading
Surya diposisikan dalam rongga ventilasi. Eksternal dan internal layar dapat
menjadi kaca tunggal atau unit kaca ganda, kedalaman rongga dan jenis ventilasi
tergantung pada kondisi lingkungan, kinerja selubung yang diinginkan dan desain
keseluruhan bangunan termasuk sistem lingkungan.
Saelens, (2002) menjelaskan Double Skin Facade, adalah fasad ganda
konstruksi selubung, yang terdiri dari dua permukaan transparan dipisahkan oleh
rongga, yang digunakan sebagai saluran udara. Tiga elemen utama yang termasuk
dalam definisi ini dijelaskan sebagai berikut: Pembangunan selubung, (atrium,
rumah kaca ventilasi dan koridor yang bersifat mengkilat tidak diperhitungkan),
Transparansi permukaan berlari (dinding rongga dan Trombe dinding tidak
termasuk). Gambar berikut menunjukkan mekanisme pergerakan aliran udara dan
pengaruh radiasi matahari pada sistem Double Skin Facade. Bagan berikut
menunjukkan sistem kontrol energi di dalam fasad ganda:
Seminar perancangan arsitektur | 7
Gambar 3.1 Detail sistem fasad ( Zanghirella, 2011)
Sistem façade (ditunjukkan melalui gambar 3.1) terdiri dari kaca eksterior
ganda, sebuah kaca interior, rongga dengan inlet aliran udara dikontrol pada
outlet, dan Louver berputar terkendali dalam rongga. Pengembangan model fisik
dan matematis untuk sistem ini membutuhkan suatu penelitian dari proses
transportasi panas, berikut:
1) radiasi matahari langsung, difus, dan refleksi
2) radiasi gelombang panjang antara permukaan
3) perpindahan panas konvektif
4) Air gerakan melalui inlet / outlet dan rongga
Terkait dengan sistem energi, Double skin Facade (DSF) memiliki peran
dalam mengurangi kebutuhan pendinginan ruang selama musim panas,
mengurangi kebutuhan pemanasan selama musim dingin (pada negara-negara di
Eropa), serta mengurangi beban pendinginan/pemanasan yang memuncak, di
samping itu fungsi pencahayaan juga tetap dipertimbangkan, memungkinkan pula
cahaya alami sebagai pengganti cahaya buatan dapat masuk ke dalam ruangan
(Poirazis, 2004).
Seminar perancangan arsitektur | 8
Gambar 3.2 bagan optimum sistem fasad (Poirazis, 2004)
Gambar berikut menunjukkan mekanisme pergerakan aliran udara dan
pengaruh radiasi matahari pada sistem Double Skin Facade.
(a) (b)
Gambar 3.3 mekanisme sistem pergerakan udara
dan pengaruh radiasi matahari pada Double Skin Facade
Seminar perancangan arsitektur | 9
(sumber: Poirazis, 2004)
Gambar 3.3 (a) menunjukkan Double Skin Facade dengan adanya
persimpangan terbuka pada sisi luar dan rongga pada setiap lantai yang
mengakibatkan pertukaran panas pada udara di dalam dan di luar rongga. Peneliti
mengatakan bahwa ini seharusnya menjadi sistem yang terbaik untuk musim
panas saat pendinginan diperlukan, namun karena sambungan terbuka pemanasan
awal udara rongga akan jauh lebih rendah daripada di sistem laindengan
persimpangan yang tertutup.
Gambar 3.3 (b) menunjukkan Adanya persimpangan terbuka pada setiap
tingkat, tetapi masing-masing berlantai dipisahkan satu sama lainnya. Akibatnya
setiap lantai menciptakan sistemnya sendiri. Para peneliti menyatakan bahwa
"Dalam praktek ini akan menjadi yang paling nyaman karena sistem modul yang
sama dapat digunakan pada setiap lantai. Juga karena gradien suhu yang besar
masalah pada ketinggian yang berbeda, rongga dapat dihindari (pada setiap lantai
ada lebih kurang suhu sama dalam rongga)”.
Dengan asumsi perpindahan panas dalam arah lateral dapat diabaikan,
perilaku termal sistem fasad pintar dapat dikurangi. Secara sederhana, model
dinamik dan kontrol optimal, dijelaskan melalui gambar 3.4 sebagai berikut:
Seminar perancangan arsitektur | 10
Gambar 3.4 deskripsi sederhana Double Skin Facade
(sumber: Cheol-Soo Park, 2003)
Sistem façade terdiri dari kaca eksterior ganda, sebuah kaca interior,
rongga dengan inlet aliran udara dikontrol / outlet, dan Louver berputar terkendali
dalam rongga. Pengembangan model fisik dan matematis untuk sistem ini
membutuhkan suatu penelitian dari proses transportasi panas dalam geometri 3D
berikut:
1) radiasi matahari langsung, difus, dan refleksi
2) radiasi gelombang panjang antara permukaan
3) perpindahan panas konvektif
4) Air gerakan melalui inlet / outlet dan rongga
A. Arsitektur hemat energi
Hemat energi adalah hal yang sangat dibutuhkan di era modern saat ini. Bicara
tentang penghematan energi dari hal arsitektur, tentulah tak lepas dari segi
bangunan. Bangunan zaman sekarang mulai bergeser dari yang namanya
penghematan energi . Semua mengutamakan aspek estetika tanpa menimbang dan
memikirkan bahan bangunan yang dipergunakan . Padahal, jika dilihat efeknya
Seminar perancangan arsitektur | 11
tentu lebih banyak efek negatif yang ditimbulkan. Semakin banyak pemborosan
energi , akan berdampak kurang baik untuk masa-masa yang akan datang. Perlu
diketahui, bahwa masalah pemborosan energi secara umum sekitar 80% oleh
faktor manusia dan 20% disebabkan oleh faktor teknis. Efisiensi energi
penekanannya lebih ke demand side management (DSM), di masyarakat
kadangkala efisiensi energi diartikan juga sebagai penghematan energi. (novia
clara bianca.2012)
Menggunakan energi secara bijaksana bukan berarti penggunaan energi
harus mengorbankan kenyamanan, misalnya membaca buku di ruangan gelap
untuk menghemat lampu atau mematikan seluruh AC di gedung demi menghemat
biaya listrik. Hal ini juga mendesak kita untuk semakin kreatif dalam
menciptakan inovasi-inovasi baru demi pengunaan energi yang efisien dan
bijaksana.
B. Kenyamanan termal
Kenyamanan adalah bagian darisalah satu sasaran karya arsitektur.
Kenyamanan terdiri atas kenyamananpsikis dan kenyamanan fisik.Kenyamanan
psikis yaitu kenyamanan, kejiwaan (rasa aman, tenang, gembira,dll) yang terukur
secara subyektif(kualitatif). Sedangkan kenyamanan fisik dapat terukur secara
obyektif (kuantitatif); yang meliputi kenyamanan spasial, visual, auditorial dan
termal.
Kenyamanan termal merupakan salah satu unsur kenyamanan yang sangat
penting, karena menyangkut kondisi suhu ruangan yang nyaman. Seperti
diketahui, manusia merasakan panas atau dingin merupakan wujud dari sensor
perasa pada kulit terhadap stimuli suhu di sekitarnya. Sensor perasa berperan
menyampaikan informasi rangsangan kepada otak, dimana otak akan memberikan
perintah kepada bagian-bagian tubuh tertentu agar melakukan antisipasi untuk
mempertahankan suhu sekitar 37ºC. Hal ini diperlukan organ tubuh agar dapat
menjalankan fungsinya secara baik.
Seminar perancangan arsitektur | 12
1. Pemasangan Double Skin Facade
Pemasangan double skin facade dapat dilakukan dengan menggunakan
material kaca, besi hollow, kayu, bambu dan lain-lain.
Diberikan antara pada kedua lapisan dinding sekitar 20cm – 2m untuk
mengalirkan udara. Karena sifat udara yang mengalir dari tekanan yang tinggi ke
rendah, sehingga udara panas yang berada dibagian bawah bangunan dialirkan
keatas dan keluar melalui rongga yang berada pada bagian atas.
2. Ragam Secondary Skin
Menurut Stefanus Eko Prasetyo , Principal Architect dari Mezza[nine]
Studio , Surabaya, secondary skin bisa dibuat dari berbagai macam material.
“Sebetulnya, material secondary skin paling lazim dan paling dasar yang sampai
sekarang masih digunakan adalah gorden,” ujar arsitek lulusan Teknik Arsitektur
Universitas Tarumanegara ini.
Material lain yang bisa menjadi alternatif tambahan selain gorden adalah
wooden blind. Sebetulnya bambu juga bisa digunakan sebagai material secondary
Seminar perancangan arsitektur | 13
Gambar 4. Pemasangan double skin facade
(sumber : www.wikipedia.com)
Gambar 5. Siklus udara yang terjadi pada double skin facade
(sumber : www.wikipedia.com)
skin . “Namun yang umumnya digunakan pada desain-desain terkini adalah
wooden blind dan para-para, karena memberikan kesan minimalis,” kata Steven.
Wooden blind biasanya terbuat dari kayu dan diletakkan di belakang bidang
kaca rumah. Sebagai secondary skin , wooden blind ini terbukti mampu
mengurangi sinar matahari langsung dari luar.
“Wooden blind ini sangat fleksibel karena dapat mengurangi sinar matahari
dan bisa diatur agar sinar matahari tetap bisa masuk memberikan pencahayaan
alami pada bangunan, tetapi juga mengurangi radiasi panas yang ada,” lanjut
Steven, panggilan Stefanus.
Kelebihan lain wooden blind antara lain mudah didapat, pengerjaannya
cepat, dan tersedia dalam berbagai warna, sehingga bisa disesuaikan dengan
desain interior yang ada. “Jadi, secara fungsional, wooden blind ini sangat baik,
namun tetap bisa membaur atau menyesuaikan terhadap interior bangunannya.
Harganya pun bervariasi, bisa disesuaikan dengan kondisi keuangan masing-
masing.”
3. Jarak Ideal Secondary Skin
Jarak pemasangan secondary skin tentu juga harus disesuaikan dengan jarak
dari jendela. Jarak wooden blind biasanya lebih dekat dengan jendela, sementara
para-para jarak tiap kisi-kisinya tidak ada patokan yang pasti. Biasanya, jarak
ideal antara kisi-kisi berkisar 20 cm. Dengan jarak yang semakin jauh, maka
bayang-bayang (shading ) yang tercipta lebih banyak dan mampu menahan sinar
dan panas matahari yang frontal, demikian pula dengan bahaya tampias air hujan.
Aliran udara pun masih bisa mengalir dengan baik.
Jika para-para berbahan kayu, maka finishing -nya pun harus disesuaikan
agar kayu bisa bertahan terhadap cuaca eksterior. ”Pakai lazur, bukan melamin.
Lazur adalah material yang tahan terhadap cuaca luar yang ekstrem, terutama jika
dibandingkan dengan finishing melamin,” jelas Steven. Untuk menghindari
Seminar perancangan arsitektur | 14
gangguan cuaca yang ekstrem terhadap ketahanan para-para, dewasa ini para-para
kayu seringkali digantikan dengan para-para dari besi yang lebih tahan terhadap
cuaca ekstrem.
Dari sisi biaya, wooden blind jelas lebih murah karena letaknya di dalam
ruangan, sehingga terlindungi dari cuaca luar. Sementara para-para lebih rentan.
Namun, dengan perkembangan teknologi bahan bangunan, finishing untuk para-
para kayu di eksterior pun sudah baik, sehingga tetap low maintenance .
Seminar perancangan arsitektur | 15
Gambar 7. Jarak pemasangan double skin facade
(sumber : www.tabloidnova.com)
DAFTAR PUSTAKA
Bastian S, Ilman. Seminar Arsitektur-rancangan sirkulasi udara dan pengaruhnya
terhadap kenyamanan termal ruang belajar. (2008).
UNEP. Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia –
www.energyefficiencyasia.org.
Sukawi dan Agung Dwiyanto. (2013) Kajian Optimasi Pencahayaan Alami pada
Ruang Perkuliahan (Studi Kasus Ruang Kuliah Jurusan Arsitektur FT UNDIP).
Jurnal Sains dan Teknologi EMAS, Vol. 18, No. 3, Agustus 2008. Aspek
kenyamanan termal pada pengkondisian ruang dalam.
Fitria, Laila. 2008. kualitas udara dalam ruang perpustakaan universitas ”x”
ditinjau dari kualitas biologi, fisik, dan kimiawi.
Seminar perancangan arsitektur | 16