Laporan Resmi NDC.docx

25
Acara II FERMENTASI SUBSTRAT CAIR ; NATA DE COCO LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh : Lia Oeinia 11.70.0039 Kelompok A2 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

Transcript of Laporan Resmi NDC.docx

Page 1: Laporan Resmi NDC.docx

Acara II

FERMENTASI SUBSTRAT CAIR ; NATA DE COCO

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh :

Lia Oeinia 11.70.0039

Kelompok A2

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SEOGIJAPRANATASEMARANG

2014

Page 2: Laporan Resmi NDC.docx

1. HASIL PENGAMATAN

Tabel 1.1. Hasil Pengamatan Fermentasi Substrat Cair Nata de coco

Kel.Tinggi media

awal (cm)Tinggi ketebalan nata (cm) % lapisan nata

0 7 14 0 7 14A1 1 0 0,9 0,9 0 90 90A2 1 0 1 0,5 0 100 50A3 1,2 0 0,7 0,5 0 58,33 41,67A4 1 0 0,8 0,5 0 80 50A5 1 0 1 0,8 0 100 80

Berdasarkan Tabel 1.1., diketahui bahwa nata yang dihasilkan pada tiap kelompok

berbeda – beda meskipun jumlah substrat awal dan starter sama besar. Tinggi ketebalan

nata yang dihasilkan pada tiap kelompok ada yang mengalami penyusutan setiap

minggunya, ada yang mengalami peningkatan, dan bahkan ada yang tetap pada

ketinggian semula. Tinggi ketebalan nata yang dihasilkan berpengaruh terhadap

presentase lapisan nata. Hubungan yang tampak diantara keduanya adalah berbanding

lurus, dimana semakin tinggi ketebalan nata maka akan semakin besar presentasi lapisan

nata yang dihasilkan.

Tabel 1.2. Hasil Pengamatan Sensori Nata de coco

Kelompok Aroma Warna Tekstur RasaA1 +++ ++ ++ +++A2 ++++ ++ ++ +++A3 ++++ ++ +++ +++A4 ++++ ++ +++ ++++A5 ++++ ++ +++ ++++

Keterangan :Aroma Warna : Tekstur : Rasa :

++++ : bau asam putih sangat kenyal sangat manis+++ : agak asam putih bening kenyal manis++ : asam putih agak bening agak kenyal agak manis+ : sangat asam kuning tidak kenyal tidak manis

Berdasarkan Tabel 1.2., dapat diketahui bahwa aroma yang dihasilkan pada tiap

kelompok hampir sama, yaitu bau asam, kecuali pada kelompok A1 yang memiliki

aroma agak asam. Warna nata pada semua kelompok adalah putih agak bening. Tekstur

nata yang dihasilkan berbeda, yaitu agak kenyal pada kelompok A1 dan A2, sedangkan

1

Page 3: Laporan Resmi NDC.docx

2

pada kelompok A3, A4, dan A5 nata memiliki tekstur yang kenyal. Dan rasa yang

dihasilkan berbeda pula tergantung dari kadar gula yang ditambahkan. Rasa nata pada

kelompok A1, A2, dan A3 adalah manis, sedangkan rasa nata pada kelompok A4 dan

A5 adalah sangat manis.

Page 4: Laporan Resmi NDC.docx

2. PEMBAHASAN

Nata merupakan produk hasil fermentasi bakteri Acetobacter xylinum pada substrat

yang mengandung gula. Bakteri yang digunakan dalam menghasilkan nata sangat suka

pada kondisi asam dan membutuhkan adanya nitrogen untuk menstimulus aktifitasnya.

Produk yang dihasilkan oleh bakteri ini biasa digunakan sebagai bahan campuran dalam

desert seperti es krim, koktail buah, sirup, dan lain – lain. Nata pada umumnya

berbentuk padat, kokoh, kuat, berwarna putih, transparan, kenyal, dan mengandung air

sebesar 98% (Astawan & Astawan, 1991). Substrat yang mengandung glukosa akan

digunakan oleh bakteri untuk aktifitas metabolisme dan sebagian lagi akan diuraikan

menjadi polisakarida yang disebut dengan “extracellular selulose” berbentuk gel.

Menurut Palungkun (1996), nata berasal dari bahasa Spanyol yang berarti krim. Apabila

nata memiliki arti krim yang berasal dari air atau sari makanan, maka nata de pina

adalah krim yang berasal dari sari buah nanas. Krim tersebut merupakan hasil

fermentasi Acetobacter xylinum. Bakteri ini akan membentuk gel pada permukaan

larutan yang mengandung gula. Proses pembentukan nata berawal dari pengambilan

gula oleh bakteri dan digabungkan oleh asam lemak membentuk prekursor pada

membrane sel. Kemudian, prekursor tersebut dikeluarkan dalam bentuk ekskresi dan

bersama dengan enzim akan mempolimerisasikan gula menjadi selulosa di luar sel.

Terdapat berbagai macam jenis nata tergantung dari jenis substrat yang digunakan.

Substrat yang digunakan dalam praktikum ini adalah air kelapa, sehingga nata yang

dihasilkan diberi nama dengan nata de coco. Nata de coco adalah produk hasil

fermentasi air kelapa dengan bantuan bakteri Acetobacter xylinum (Santosa et al.,

2012). Menurut Mesomya (2006), nata de coco adalah produk makanan organik dengan

serat tinggi. Nata de coco memiliki kadar selulosa yang tinggi, rendah lemak, dan kalori

yang tidak mengandung kolesterol. Sehingga nata de coco dapat mengontrol berat

badan dan melindungi tubuh dari penyakit diverticular serta kanker usus besar dan

rektum.

Sama seperti nama yang diberikan, bahan dasar pembuatan nata de coco adalah air

kelapa. Air kelapa merupakan salah satu limbah industri pertanian yang mengandung

3

Page 5: Laporan Resmi NDC.docx

4

gizi tinggi, yaitu protein, lemak, gula, sejumlah vitamin, asam amino, dan hormon

pertumbuhan (Edria et al., 2009). Produksi kelapa di negara tropis seperti Indonesia

sangat melimpah. Akan tetapi jumlah produksi yang melimpah tersebut belum dapat

dimanfaatkan secara maksimal. Air kelapa dapat digunakan sebagai sumber isolat

bakteri dan substrat fermentasi. Hal ini dikarenakan, air kelapa mengandung berbagai

macam nutrisi seperti glukosa, protein, asam amino, serta vitamin dan mineral. Selain

alasan tersebut, air kelapa memiliki presentasi kontaminasi yang kecil karena berasal

dari alam (alami) dan bukan merupakan limbah produksi, serta harganya yang relatif

murah (Widayati et al., 2002).

Kandungan dalam air kelapa antara lain air (91,23%), protein (0,29%), lemak (0,15%),

karbohidrat (7,27%), dan abu (1,06%). Selain itu, air kelapa juga mengandung sukrosa,

dekstrosa, fruktosa, vitamin B kompleks (asam niotinat 0,01μg, asam pantotenat 0,52

μg, biotin 0,02 μg, riboflavin 0,01 μg, dan asam folat 0,0003 μg per mililiter).

Berdasarkan kandungan nutrisi yang telah disebutkan, maka air kelapa baik digunakan

sebagai media pertumbuhan bagi Acetobacter xylinum (Awang, 1991). Acetobacter

xylinum merupakan bakteri yang sering digunakan sebagai starter dalam pembuatan

nata. Bakteri ini merupakan bakteri gram negatif dan memiliki kecepatan yang sangat

baik dalam menghasilkan selulosa. Bakteri ini memiliki pori yang digunakan untuk

mensekresi kristal – kristal mini dari rantai glukan membentuk mikrofibril. Gabungan

dari mikrofibril akan menghasilkan struktur menyerupai pita yang tampak dibawah

mikroskop cahaya. Struktur inilah yang dinamakan dengan selulosa (Dewi, 2009).

Berdasarkan jurnal dengan judul “Teknologi Pembuatan Nata de coco”, mikroba atau

dalam hal ini adalah bakteri membutuhkan adanya faktor pendukung dalam

pertumbuhannya. Bakteri sebagai inokulum starter membutuhkan adanya senyawa

pertumbuhan mikroba (growth promoting factor) yang digunakan untuk meningkatkan

pertumbuhan mikroba. Selain itu, kandungan senyawa dalam air kelapa seperti mineral

dapat membantu meningkatkan aktifitas enzim kinase dalam metabolisme sel

Acetobacter xylinum untuk menghasilkan selulosa.

Page 6: Laporan Resmi NDC.docx

5

Yang dilakukan dalam pembuatan nata pertama kali membuat media terlebih dahulu.

Pertama – tama air kelapa disaring terlebih dahulu. Kemudian, ditambah dengan gula

sebanyak 10% dari volume air kelapa. Lalu, campuran keduanya direbus dan diaduk

hingga mendidih dan tercampur rata. Setelah itu, ditambahkan ammonium sulfat

sebanyak 0,5% dari volume air kelapa dan diaduk. Kemudian, air kelapa yang telah jadi

disaring dan didiamkan hingga dingin. Lalu, ditambahkan dengan asam glasial hingga

mencapai pH 4-5. Baru setelah itu, media (air kelapa yang telah diberi perlakuan) siap

untuk digunakan dalam fermentasi nata.

Proses perebusan air kelapa bertujuan untuk membunuh semua mikroorganisme yang

terdapat dalam air kelapa. Sehingga air kelapa yang akan digunakan sebagai media

pertumbuhan (substrat) steril (Fardiaz, 1992) karena dalam proses pembuatan nata

hanya bakteri Acetobacter xylinum saja yang diperbolehkan hadir dalam substrat.

Penambahan gula berfungsi untuk memberikan sumber karbon bagi bakteri sebagai

nutrisi pertumbuhan. Seperti yang dikatakan sebelumnya, air kelapa mengandung

berbagai macam jenis sumber karbon seperti sukrosa, dekstrosa, fruktosa (Awang,

1991). Gula pasir merupakan salah satu contoh dari sukrosa (Pambayun, 2002).

Sehingga penambahan gula pasir akan lebih memperkaya nutrisi bagi bakteri. Akan

tetapi, gula yang diberikan tidak boleh kurang atau melebihi batas. Hal ini dikarenakan

bakteri Acetobacter xylinum tidak dapat menggunakan gula secara optimal (Sunarso,

1982). Jumlah gula pasir yang ditambahkan dalam praktikum sudah sesuai dengan teori

karena hanya ditambahkan sebesar 10% dari volume air kelapa. Jumlah ini tidak terlalu

besar maupun terlalu kecil. Hayati (2003) menambahkan bahwa penambahan gula

bertujuan untuk memperoleh nata dengan tekstur, flavor, dan penampakan yang baik,

serta berperan dalam mengawetkan nata.

Ammonium sulfat ditambahkan dengan tujuan untuk memberikan sumber nitrogen bagi

bakteri. Nitrogen berfungsi dalam mendukung aktivitas bakteri pembentuk nata. Selain

berasal dari ammonium sulfat, nitrogen juga dapat diperoleh dari protein maupun

ekstrak yeast, ammonium fosfat dan urea. Penggunaan ammonium sulfat dapat

menghambat pertumbuhan Acetobacter aceti yang diketahui merupakan competitor bagi

Acetobacter xylinum. Penambahan asam glasial bertujuan untuk mencapai pH optimum

Page 7: Laporan Resmi NDC.docx

6

bagi pertumbuhan bakteri. Hal ini dikarenakan, bakteri Acetobacter xylinum tumbuh

optimum pada pH 4,3 (Pambayun, 2002). Untuk memastikan bahwa pH telah sesuai,

asam glasial ditambahkan sedikit demi sedikit dan dilakukan pengukuran dengan

menggunakan pH-meter. Hal ini dikarenakan, apabila pH tidak sesuai atau terjadi

perbedaan yang terlalu signifikan, aktivitas bakteri yang digunakan akan terhenti. Hal

ini dikarenakan energi yang tersedia untuk bakteri tersebut telah habis (Atlas, 1984).

Dalam jurnal dengan judul “Pengaruh Penambahan Sumber Nitrogen Terhadap Hasil

Fermentasi Nata de coco” ditambahkan bahwa nitrogen sangat dibutuhkan dalam

fermentasi nata. Sumber nitrogen yang terdapat di lingkungan sekitar ada berbagai

macam jenis. Setiap jenis nitrogen akan memberikan hasil yang berbeda apabila

ditambahkan dalam pembuatan media nata. Pada jurnal tersebut dilakukan penelitian

terhadap pengaruh penggunaan jenis nitrogen (urea, ZA, ammonium sulfat, ekstrak

yeast) dalam menghasilkan produk nata yang baik. Hasil yang diperoleh meyebutkan

bahwa urea merupakan sumber nitrogen terbaik dalam pembuatan nata. Meskipun

memberikan hasil terbaik, akan tetapi pemilihan ammonium sulfat sebagai sumber

nitrogen memiliki berbagai macam alasan. Dan bisa saja urea tidak digunakan karena

akan menimbulkan bau yang tidak sedap. Sedangkan dalam jurnal dengan judul

“Analisis Usaha Pembuatan Nata de coco dengan Menggunakan Sumber dan

Kandungan yang Berbeda” memberikan hasil dan pendapat yang berbeda pula.

Penelitian yang dilakukan pada umumnya hasmpir serupa karena penggunaan berbagai

macam sumber nitrogen dalam pembuatan nata. Hasil yang diperoleh dalam jurnal

menyatakan bahwa ZA memberikan hasil terbaik dalam memproduksi nata. Perbedaan

hasil tersebut dapat disebabkan penggunaan dosis yang berbeda – beda, serta kondisi

lingkungan substrat.

Setelah media siap, media dituang kedalam wadah plastik sebanyak 100 ml. Wadah

yang digunakan untuk tempat fermentasi harus dibersihkan terlebih dahulu supaya

bebas dari kontaminasi. Selain itu, media yang dimasukkan ke dalam wadah harus

disaring kembali dengan menggunakan kain saring. Lalu, starter berupa Acetobacter

xylinum ditambahkan sebanyak 10% dari volume media dalam wadah. Starter yang

ditambahkan dalam praktikum telah sesuai dengan teori Rahayu et al., (1993), dimana

Page 8: Laporan Resmi NDC.docx

7

jumlah inokulum yang ditambahkan sebanyak 1-10%. Penambahan starter dalam media

harus dilakukan secara aseptis. Perlakuan aseptis bertujuan untuk menghindari

terjadinya kontaminasi, terutama yang berasal dari lingkungan sekitar. Kemudian,

wadah digojog secara perlahan untuk mencampurkan media dengan starter. Setelah itu,

wadah ditutup rapat dan diinkubasi selama 2 minggu. Menurut Fardiaz (1992), bakteri

Acetobacter xylinum merupakan bakteri anaerob. Sehingga perlakuan penutupan wadah

secara rapat telah sesuai dengan teori, karena untuk menjaga kondisi lingkungan

fermentasi dari udara sekitar (membatasi jumlah oksigen). Dalam jurnal “Synthesis of

Bacterial Cellulose by Acetobacter xylinum sp. Using Pineapple Pith for Biocomposite

Application” dijelaskan mengenai pemilihan bakteri Acetobacter xylinum dalam

pembuatan nata. Hal ini dikarenakan, bakteri tersebut menghasilkan selulosa yang lebih

baik dibandingkan dengan tanaman lain, yaitu dengan struktur rangkaian yang halus,

kekuatan biodegradasi tinggi dan memiliki kekuatan mekanikal yang unik. Sedangkan

waktu inkubasi selama 2 minggu bertujuan untuk mendapatkan nata dengan hasil

optimal. Waktu inkubasi nata sesuai dengan teori Rahayu et al., (1993), dimana lama

fermentasi nata yang baik adalah 10-14 hari dengan suhu 28-32°C. Selama proses

inkubasi, wadah ditutup dengan menggunakan kertas coklat dan tidak boleh digoyang.

Hal ini dikarenakan supaya lapisan nata terbentuk sempurna (tidak terpisah – pisah).

Nata de coco harus diamati setiap minggu. Yang dilakukan selama pengamatan adalah

pembentukan lapisan dipermukaan cairan dan ketebalan lapisan nata pada hari ke-3, ke-

7, ke-10, dan ke-14. Berdasarkan ketebalan nata yang diperoleh, maka dapat diketahui

juga presentase lapisan nata dengan menggunakan rumus, yaitu :

% lapisan nata=tinggi ketebalannata (cm)

tinggi mediaawal (cm)×100 %

Setelah nata diinkubasi selama 2 minggu, nata dicuci dibawah air mengalir dan dimasak

dengan menggunakan air gula. Sebelum dimasak, nata dipotong – potong terlebih

dahulu. Kemudian, nata yang telah dimasak, diuji secara sensori terhadap rasa, aroma,

tekstur, dan warna. Pencucian nata dibawah air mengalir bertujuan untuk

menghilangkan bau asam pada nata yang dihasilkan (Rahayu et al., 1993).

Page 9: Laporan Resmi NDC.docx

8

Nata de coco secara umum dibuat dengan cara menambahkan sukrosa sebanyak 10

gram ke dalam 200 ml air kelapa. Kemudian, air kelapa dipanaskan hingga sukrosa

larut. Lalu, air kelapa disaring dan dipanaskan kembali. Setelah itu, ditambahkan

dengan asam asetat glasial hingga mencapai pH 4. Kemudian, air kelapa didinginkan

dan ditambah dengan 10 ml kultur stater. Lalu, diaduk hingga homogeny. Setelah itu,

campuran air kelapa dengan kultur dituang ke dalam wadah, ditutup, dan diinkubasi

hingga terbentuk lapisan nata. Lapisan nata yang telah terbentuk direndam dalam air

bersih dan dipotong – potong, untuk kemudian dimasak dengan air gula (Rahman,

1992). Metode pembuatan nata dalam praktikum telah sesuai dengan teori yang ada.

Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh, diketahui bahwa ketebalan nata yang

diperoleh berbeda – beda. Tinggi media awal pada semua kelompok berkisar antara 1 –

1,2 cm. Ketebalan nata yang diperoleh akan mengalami peningkatan, setelah itu nata

akan mengalami penurunan ketebalan. Hubungan antara lamanya waktu inkubasi

dengan tinggi ketebalan nata dapat dilihat pada Grafik 1. Pada Grafik 1., diketahui

bahwa hasil tidak sesuai dengan teori. Menurut Rahayu et al., (1993), lama waktu

inkubasi menentukan ketebalan nata yang dihasilkan. Lama waktu inkubasi untuk

menghasilkan nata dengan ketebalan optimal adalah 10-14 hari. Metode yang dilakukan

telah sesuai dengan teori, akan tetapi hasil yang didapat tidak optimal. Sehingga hasil

yang diperoleh dalam praktikum tidak sesuai dengan teori. Ketidaksesuaian hasil

dengan teori dapat disebabkan karena kondisi lingkungan yang tidak sesuai dengan

kebutuhan Acetobacter xylinum, sehingga nata yang dihasilkan tidak optimal.

Sedangkan presentase lapisan nata yang diperoleh berbanding lurus dengan tinggi

ketebalan nata. Hal ini dikarenakan semakin tinggi ketebalan nata yang dihasilkan,

maka semakin tinggi pula presentase lapisan nata yang diperoleh.

Page 10: Laporan Resmi NDC.docx

9

0 7 140

0.5

1

1.5

hubungan tinggi ketebalan nata dengan waktu inkubasi

A1A2A3A4A5

Hari

Ting

gi (c

m)

Grafik 1. Hubungan Tinggi Ketebalan Nata dengan Waktu

Setelah diuji secara fisik, nata diuji secara sensori terhadap aroma, warna, tekstur, dan

rasa. Aroma nata yang dihasilkan berbau asam pada kelompok A1 dan berbau agak

asam pada kelompok A2, A3, A4, dan A5. Bau asam yang muncul pada nata disebabkan

karena proses pencucian yang tidak baik, sehingga bau asam masih tertinggal. Selain

itu, bau asam juga dapat disebabkan karena air yang digunakan untuk merendam nata

tidak diganti secara berkala. Bau asam ini berasal dari asam glasial yang ditambahkan

ketika persiapan media. Hal ini didukung oleh teori yang dinyatakan oleh Anastasia et

al., (2008), dimana penggantian aquades yang digunakan untuk merendam nata secara

berkala akan mengurangi bau asam yang melekat pada nata. Dari segi warna yang

dihasilkan, warna nata yang dihasilkan adalah putih agak bening pada semua kelompok.

Warna naya berasal dari ammonium sulfat yang ditambahkan saat pembuatan media

awal. Semakin tinggi kadar ammonium sulfat yang ditambahkan ke dalam media, maka

semakin kuning warna nata yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan ion – ion hidrolisa

ammonium sulfat akan menimbulkan reaksi dengan gula atau senyawa – senyawa dalam

air kelapa. Reaksi yang terjadi ini mengakibatkan terjadinya perombakan substrat oleh

bakteri, sehingga warna nata yang dihasilkan adalah putih agak kuning (Edria et al.,

2009). Oleh karena itu, hasil uji sensori terhadap warna nata telah sesuai dengan teori

yang ada.

Parameter uji sensori yang ketiga adalah tekstur. Pada hasil pengamatan, tekstur nata

yang diperoleh adalah agak kenyal pada kelompok A1 dan A2, serta kenyal pada

kelompok A3, A4, dan A5. Menurut Setiawan (2006), semakin tinggi ketebalan nata

Page 11: Laporan Resmi NDC.docx

Gambar 1. Nata de coco yang telah dimasak dengan air gula

10

yang dihasilkan, maka akan semakin banyak pula air yang mengisi rongga antar

selulosa. Sehingga nata yang dihasilkan akan memiliki tingkat kekenyalan yang rendah.

Pada hasil pengamatan mengenai tinggi ketebalan nata, nata dengan ketinggian

maksimal ada pada kelompok A1 sebesar 0,9 cm. sedangkan nata dengan ketinggian

minimum ada pada kelompok A2, A3, dan A4 sebesar 0,5 cm. Apabila tekstur dikatkan

dengan tinggi ketebalan nata dan teori yang

ada, maka hasil yang sesuai dengan teori ada

pada kelompok A1, A3, dan A4. Hal ini

dikarenakan nata pada kelompok A1

memiliki tekstur yang agak kenyal karena

memiliki tinggi yang maksimal (tertinggi).

Sedangkan nata pada kelompok A3 dan A4 memiliki nata dengan tekstur kenyal karena

memiliki tinggi minimal (terendah). Selain itu, apabila dibandingkan dengan teori lain,

nata yang sesuai dengan teori adalah nata pada kelompok A3, A4, dan A5. Menurut

Astawan & Astawan (1991), nata yang baik pada umumnya berbentuk padat, kokoh,

kuat, putih, transparan, kenyal dengan rasa yang mirip seperti kolang – kaling. Teori

tersebut juga dapat digunakan untuk menyesuaikan warna yang dihasilkan nata pada

praktikum. Warna nata yang seharusnya adalah putih, sedangkan pada hasil praktikum

adalah putih agak kuning. Sehingga hasil tersebut tidak sesuai dengan teori.

Parameter uji sensori yang terakhir adalah

rasa. Rasa nata yang dihasilkan berbeda –

beda. Nata pada kelompok A1, A2, dan A3 adalah manis. Sedangkan nata pada

kelompok A4 dan A5 adalah sangat manis. Rasa manis yang dihasilkan tergantung dari

jumlah gula yang ditambahkan pada saat perebusan nata. Gula yang ditambahkan pada

kelompok A1 sebanyak 100 gram, kelompok A2 sebanyak 125 gram, kelompok A3

sebanyak 150 gram, kelompok A4 sebanyak 175 gram, dan kelompok A5 sebanyak 200

gram. Semakin tinggi gula yang ditambahkan maka semakin manis nata yang

dihasilkan. Rasa nata yang dihasilkan tidak dapat dibedakan dengan jelas karena uji

sensori ini dilakukan oleh panelis dan tingkat kesukaan terhadap rasa manis bersifat

subyektif.

Page 12: Laporan Resmi NDC.docx

11

Berdasarkan jurnal dengan judul “Pemanfaatan Buah Tomat Sebagai Bahan Baku

Pembuatan Nata De Tomato”, dijelaskan mengenai adanya bahan lain yang berpotensi

dalam pembuatan nata. Sama seperti yang telah dibahas sebelumnya, pemberian nama

pada nata berdasar pada jenis bahan baku yang digunakan. Sudah tampak dalam judul

jurnal bahwa bahan yang digunakan adalah tomat. Tomat dapat digunakan sebagai

media pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum karena tomat tinggi akan karbohidrat

dan nutrisi lainnya. Penggunaan tomat sebagai bahan dasar pembuatan nata disebabkan

karena umur simpannya yang pendek, dan fermentasi dapat meningkatkan umur simpan

produk yang mudah rusak.

Page 13: Laporan Resmi NDC.docx

3. KESIMPULAN

Nata merupakan produk hasil fermentasi bakteri Acetobacter xylinum pada substrat

yang mengandung gula.

Nata de coco memiliki kadar selulosa yang tinggi, rendah lemak, dan kalori yang

tidak mengandung kolesterol.

Air kelapa digunakan sebagai media karena jumlahnya melimpah dan kaya akan

sumber nutrisi.

Kandungan dalam air kelapa antara lain air (91,23%), protein (0,29%), lemak

(0,15%), karbohidrat (7,27%), dan abu (1,06%). Selain itu, air kelapa juga

mengandung sukrosa, dekstrosa, fruktosa, vitamin B kompleks (asam niotinat

0,01μg, asam pantotenat 0,52 μg, biotin 0,02 μg, riboflavin 0,01 μg, dan asam folat

0,0003 μg per mililiter).

Acetobacter xylinum merupakan bakteri gram negatif dan memiliki kecepatan yang

sangat baik dalam menghasilkan selulosa.

Dalam jurnal dengan judul “Teknologi Pembuatan Nata de coco”, mikroba atau

dalam hal ini adalah bakteri membutuhkan adanya faktor pendukung dalam

pertumbuhannya.

Mineral dalam air kelapa dapat membantu meningkatkan aktifitas enzim kinase

dalam metabolisme sel Acetobacter xylinum untuk menghasilkan selulosa.

Proses perebusan air kelapa bertujuan untuk membunuh semua mikroorganisme yang

terdapat dalam air kelapa.

Penambahan gula berfungsi untuk memberikan sumber karbon bagi bakteri sebagai

nutrisi pertumbuhan, memperoleh nata dengan tekstur, flavor, dan penampakan yang

baik, serta berperan dalam mengawetkan nata.

Jumlah gula yang ditambahkan sebanyak 10% dari volume air kelapa.

Ammonium sulfat ditambahkan dengan tujuan untuk memberikan sumber nitrogen

bagi bakteri.

Asam glasial digunakan untuk mencapai pH optimum bagi pertumbuhan bakteri.

Perbedaan pH yang signifikan akan menghabiskan energi bagi bakteri.

Dalam jurnal dengan judul “Pengaruh Penambahan Sumber Nitrogen Terhadap Hasil

Fermentasi Nata de coco”, urea merupakan sumber nitrogen terbaik dalam

pembuatan nata.

12

Page 14: Laporan Resmi NDC.docx

13

Dalam jurnal dengan judul “Analisis Usaha Pembuatan Nata de coco dengan

Menggunakan Sumber dan Kandungan yang Berbeda”, ZA merupakan sumber

nitrogen yang baik dalam pembuatan nata.

Penyaringan air kelapa bertujuan untuk menghilangkan kotoran.

Starter ditambahkan sebanyak 10% dari volume media.

Perlakuan aseptis bertujuan untuk menghindari terjadinya kontaminasi,

Fermentasi dilakukan dalam wadah tertutup karena Acetobacter xylinum merupakan

bakteri anaerob.

Dalam jurnal “Synthesis of Bacterial Cellulose by Acetobacter xylinum sp. Using

Pineapple Pith for Biocomposite Application”, bakteri Acetobacter xylinum

merupakan penghasil selulosa yang baik.

Fermentasi nata yang baik dilakukan selama 10-14 hari.

Ketebalan nata meningkat pada minggu pertama, kemudian menurun pada minggu

kedua.

Hubungan tinggi ketebalan nata dengan presentase lapisan nata berbanding lurus.

Aroma nata yang dihasilkan adalah asam dan agak asam.

Aroma asam nata dihasilkan oleh asam glasial yang tidak hilang saat pencucian.

Warna nata yang dihasilkan putih agak kuning.

Warna kuning dihasilkan oleh penambahan ammonium sulfat dalam media.

Tekstur nata yang dihasilkan kenyal dan agak kenyal.

Kekenyalan tekstur ditentukan oleh tinggi ketabalan nata.

Rasa nata yang dihasilkan manis dan sangat manis.

Dalam jurnal dengan judul “Pemanfaatan Buah Tomat Sebagai Bahan Baku

Pembuatan Nata De Tomato”, nata dapat dibuat dari bahan lain selama mengandung

senyawa yang dibutuhkan bakteri untuk tumbuh.

Semarang, 2 Juni 2014Praktikan, Asisten Dosen,

- Chrysentia Archinnita

Lia Oeinia11.70.0039

Page 15: Laporan Resmi NDC.docx

4. DAFTAR PUSTAKA

Anastasia; Nadia; dan Afrianto Eddy. (2008). Mutu Nata de Seaweed dalam Berbagai

Konsentrasi Sari Jeruk Nipis. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi

II. Universitas Lampung.

Astawan, M. dan M. W. Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Nabati Tepat Guna

Edisi Pertama. Akademika Pressindo. Bogor.

Atlas, R. M. (1984). Microbiology Fundamental And Applications. Mc Milland

Publishing Company. New York.

Awang, S. A. (1991). Kelapa: Kajian Sosial–Ekonomi. Aditya Media. Yogyakarta

Dewi, Prasmesti. (2009). Ketahanan Hidup Sel Acetobacter xylinum pada Pengawetan

secara Kering-Beku Menggunakan Medium Pembawa. Biosaintifika Volume 1,

Nomor 1 Maret 2009 Halaman 41 – 48.

Edria, D.; M. Wibowo; dan Elvita K. (2009). Pengaruh Penambahan Kadar Gula dan

Kadar Nitrogen Terhadap Ketebalan, Tekstur dan Warna Nata de coco.

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19932/PKMAI

%20PENGARUH%20PENAMBAHAN%20KADAR%20GULA%20DAN

%20KADAR%20NITROGEN.pdf

Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan 1. PT Gramedia. Jakarta.

Halim A.I.B. AB., (2010). Synthesis of Bacterial Cellulose by Acetobacter xylinum sp.

Using Pineapple Pith for Biocomposite Application. University Malaysia Pahang.

Malaysia

Hamad A. & Kristiono. (2013). Pengaruh Penambahan Sumber Nitrogen Terhadap

Hasil Fermentasi Nata de coco. Universitas Muhammadiyah. Purwokerto.

Hayati, M. (2003). Membuat Nata de coco. Adi Cita Karya Nusa. Yogyakarta.

Mesomya, W; Varapat P; Surat K.; Preeya L.; Yaovadee C.; Duangchan H.; Pramote T.;

and Plernchai T. (2006). Effects of Health Food from Cereal and Nata de coco on

Serum Lipids in Human. J. Sci. Technol., 28(Suppl. 1) : 23-28.

Misgiyarta. (2007). Teknologi Pembuatan Nata de coco. Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor. Diakses tanggal 2 Juni 2014

Natalia R.D., & Parjuningtyas S., (2009). Pemanfaatan Buah Tomat Sebagai Bahan

Baku Pembuatan Nata De Tomato. Universitas Diponegoro. Semarang

Palungkun, R. (1996). Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta.

14

Page 16: Laporan Resmi NDC.docx

15

Pambayun, R. (2002). Teknologi Pengolahan Nata de coco. Kanisius. Yogyakarta.

Rahayu, E. S.; R. Indriati; T. Utami; E. Harmayanti dan M. N. Cahyanto. (1993). Bahan

Pangan Hasil Fermentasi. UGM. Yogyakarta.

Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. ARCAN Pusat Antar Universitas Pangan

dan Gizi IPB. Bandung.

Santosa, B.; Kgs. Ahmad; and Domingus T. (2012). Dextrin Concentration and

Carboxy Methyl Cellulosa (CMC) in Making of Fiber-Rich Instant Baverage from

Nata de coco. IEESE International Journal of Science and Technology (IJSTE),

Vol. 1 No. 1, Mar 2012,6-11.

Setiawan, C. B. 2006. Pengaruh Penambahan Glukosa dan Waktu Penundaan Bubur

Pulpa Kakao Terhadap Jumlah Bakteri Acetobacter xylinum dan Beberapa

Karakteristik Nata de Cacao. Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pangan.

Fakultas Teknologi Industri Pertanian. UNPAD. Bandung. 103 hlm.

Widayati, Eny; Sutarno; dan Setyaningsih, Ratna. (2002). Seleksi Isolat Bakteri untuk

Fermentasi Asam Laktat dari Air Kelapa Varietas Rubescent (Cocos nucifera L.

var. rubescent). Biosmart Volume 4 Nomor 2 Halaman 32-35.

Wowor L.Y., Muis M., & Arinong R., (2007). Analisis Usaha Pembuatan Nata de coco

dengan Menggunakan Sumber dan Kandungan yang Berbeda. Jurnal Argisistem,

Desember 2007, Vol. 3 No. 2.

Page 17: Laporan Resmi NDC.docx

5. LAMPIRAN

5.1. Perhitungan

% lapisan nata=tinggi ketebalannata (cm)

tinggi mediaawal (cm)×100 %

Kelompok A1

H 0 → % lapisannata=01

×100 %=0%

H 7 → % lapisannata=0,91

×100 %=90 %

H 14 →% lapisan nata=0,91

×100 %=90 %

Kelompok A2

H 0 → % lapisannata=01

×100 %=0 %

H 7 → % lapisannata=11

×100 %=100 %

H 14 →% lapisan nata=0,51

×100 %=50 %

Kelompok A3

H 0 → % lapisannata= 01,2

×100 %=0%

H 7 → % lapisannata=0,71,2

× 100 %=58,33 %

H 14 →% lapisan nata=0,51,2

×100 %=41,67 %

Kelompok A4

H 0 → % lapisannata=01

×100 %=0 %

H 7 → % lapisannata=0,81

×100 %=80 %

H 14 →% lapisan nata=0,51

×100 %=50 %

16

Page 18: Laporan Resmi NDC.docx

17

Kelompok A5

H 0 → % lapisannata=01

×100 %=0%

H 7 → % lapisannata=11

×100 %=100 %

H 14 →% lapisan nata=0,81

×100 %=80 %

5.2. Laporan Sementara

5.3. Jurnal (Abstrak)