Laporan Promkes Outdoor

32
Laporan Kegiatan Promosi Kesehatan (outdoor) Penyuluhan Tentang HIV AIDS 1. Latar Belakang Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) pertama kali diidentifikasi pada tahun 1981 setelah muncul kasus- kasus pneumonia Pneumocystis carinii dan sarcoma Kaposi pada laki-laki muda homoseks di berbagai wilayah Amerika Serikat. Sebelumnya kasus tersebut sangat jarang terjadi, apabila terjadi biasanya disertai penurunan kekebalan imunitas tubuh. Pada tahun 1983 Luc Montagnier mengidentifikasi virus penyebab AIDS, yang telah diisolasi dari pasien dengan limfadenopati dan pada waktu itu diberi nama LAV ( Lymphadenopathy virus ). Sedangkan Robet Gallo menemukan virus penyebab AIDS pada tahun 1984 yang saat itu dinamakan HTLV-III. (Djoerban Z dkk, 2006) Kasus pertama di Indonesia dilaporkan secara resmi oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1987, yaitu pada seorang warga Negara Belanda yang sedang berlibur ke Bali. Sebenarnya sebelum itu, yaitu pada tahun 1985

description

good

Transcript of Laporan Promkes Outdoor

Page 1: Laporan Promkes Outdoor

Laporan Kegiatan Promosi Kesehatan (outdoor)

Penyuluhan Tentang HIV AIDS

1. Latar Belakang

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) pertama kali diidentifikasi

pada tahun 1981 setelah muncul kasus-kasus pneumonia Pneumocystis carinii

dan sarcoma Kaposi pada laki-laki muda homoseks di berbagai wilayah Amerika

Serikat. Sebelumnya kasus tersebut sangat jarang terjadi, apabila terjadi biasanya

disertai penurunan kekebalan imunitas tubuh. Pada tahun 1983 Luc Montagnier

mengidentifikasi virus penyebab AIDS, yang telah diisolasi dari pasien dengan

limfadenopati dan pada waktu itu diberi nama LAV ( Lymphadenopathy virus ).

Sedangkan Robet Gallo menemukan virus penyebab AIDS pada tahun 1984 yang

saat itu dinamakan HTLV-III. (Djoerban Z dkk, 2006)

Kasus pertama di Indonesia dilaporkan secara resmi oleh Departemen

Kesehatan pada tahun 1987, yaitu pada seorang warga Negara Belanda yang

sedang berlibur ke Bali. Sebenarnya sebelum itu, yaitu pada tahun 1985 telah

ditemukan kasus yang gejalanya sangat sesuai dengan HIV/AIDS dan hasil tes

ELISA tiga kali diulang dinyatakan positif. Tetapi tes Western Blot hasilnya

negative, sehinga tidak dilaporkan. Kasus kedua ditemukan pada bulan Maret

1986 di RS Cipto Mangunkusumo, pada pasien hemofilia. (Djoerban Z dkk, 2006)

Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia

dan banyak Negara di seluruh dunia. Tidak ada satupun negara di dunia ini yang

terbebas dari HIV (Djoerban Z dkk, 2006).

Page 2: Laporan Promkes Outdoor

Menurut UNAIDS di tahun 2009 jumlah odha mencapai 33,3 juta, dengan

kasus baru sebanyak 2,6 juta,dan per hari lebih dari 7000 orang telah terinfeksi

HIV, 97 % dari Negara berpenghasilan rendah dan menengah. Penderitanya

sebagian besar adalah wanita sekitar 51 %, usia produktif 41% ( 15-24 th) dan

anak-anak ( WHO, 2010). HIV dan AIDS menyebabkan krisis secara bersamaan,

menyebabkan krisis kesehatan, krisis pembangunan Negara, krisis ekonomi,

pendidikan , dan juga krisis kemanusiaan. (Djoerban Z dkk, 2006).

Di Indonesia sendiri, jumlah odha terus meningkat. Data terakhir pada

tahun 2008 menunjukkan bahwa jumlah odha di Indonesia telah mencapai 22.664

orang. (Depkes RI, 2008). Menurut UNAIDS, Indonesia merupakan Negara

dengan pertunbuhan epidemic tercepat di Asia. Pada tahun 2007 menempati

urutan ke-99 di dunia, namun karena pemahaman dari gejala penyakit dan

stigmata social masyarakat, hanya 5-10 % yang terdiagnosa dan dilakukan

pengobatan.(UNAIDS, 2010)

Pada era sebelumnya upaya penanggulangan HIV/AIDS diprioritaskan

pada upaya pencegahan. Dengan semakin meningkatnya pengidap HIV dan kasus

AIDS yang memerlukan terapi ARV, maka strstegi penanggulangan HIV/AIDS

dilaksanakan dengan memadukan upaya pencegahan dengan upaya perawatan,

dukungan serta pengobatan. Dalam memberikan kontribusi 3 by 5 initiative global

yang direncanakan oleh WHO di UNAIDS, Indonesis secara nasional telah

memulai terapi antiretroviral (ART) pada tahun 2004. Hal ini dapat menurunkan

risiko infeksi oportunistik (IO) yang apabila berat dapat menimbulkan kematian

pada odha. Pada akhirnya, diharapkan kualitas hidup odha akan meningkat. .

(Djauzi S dkk, 2002).

Page 3: Laporan Promkes Outdoor

2. Nama kegiatan

“HIV AIDS Goes to School”

3. Tujuan kegiatan

Memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada siswa-siswi tentang

Bahaya HIV AIDS

Memberikan informasi serta tips tentang cara pencegahan HIV AIDS

Menumbuhkan sikap peduli dan anti diskriminasi terhadap ODHA

Mendorong siswa-siswi untuk dapat meningkatkan kemandirian dan

partisipasi dalam mencegah dan memberantas HIV AIDS

Sebagai wadah untuk mempererat tali silaturahmi dan kerja sama antara

dokter muda dengan dengan pihak sekolah.

4. Tempat, Waktu, Kegiatan dan Peserta

Tempat : Aula SMAN 1 Tanah Pasir dan SMPN 1 Tanah Pasir

Peserta : Siswa dari kelas I, II dan III

Waktu : Senin, 12 Oktober 2015, Pukul 11.00 s.d. selesai

Selasa, 13 Oktober 2015, Pukul 09.30 s.d. selesai

5. Metode Penyuluhan

Promosi kesehatan dilakukan dengan metode presentasi langsus kepada

para siswa dan siswi menggunakan slide power point dan juga membagikan

leaflet kepada para peserta

Page 4: Laporan Promkes Outdoor

6. PEMBAHASAN

6.1 DEFINISI

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala

atau penyakit yang diakibatkan karena penurunan kekebalan tubuh akibat adanya

infeksi oleh Human Imunodeficiency Virus (HIV) yang termasuk famili

retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. (Djoerban Z dkk,

2006)

6.2 EPIDEMIOLOGI

Laporan UNAIDS-WHO menunjukkan bahwa AIDS telah merenggut

lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali dilaporkan pada tahun 1981. Pada tahun

2009, jumlah odha diperkirakan mencapai 33,3 juta orang, dengan sebangian

besar penderitanya adalah usia produktif , 15,9 juta penderita adalah perempuan

dan 2,5 juta adalah anak-anak. Dengan jumlah kasus baru HIV sebanyak 2.6 juta

jiwa. Dari jumlah kasus baru tersebut, sekitar 370 ribu di antaranya terjadi pada

anak-anak. Pada tahun yang sama, lebih dari dua juta orang meninggal karena

AIDS. (WHO,2010 )

Peningkatan jumlah orang hidup dengan HIV sungguh mengesankan. Pada

tahun 1990, jumlah odha baru berkisar pada angka delapan juta sedangkan saat

ini, jumlahnya sudah mencapai 33,2 juta orang. Dari keseluruhan jumlah ini, 67%

diantaranya disumbangkan oleh odha di kawasan sub Sahara, Afrika. (WHO,

2010)

Saat ini, perkembangan epidemi HIV di Indonesia termasuk yang tercepat

di Asia. Sebagian besar infeksi baru diperkirakan terjadi pada beberapa sub-

populasi berisiko tinggi (dengan prevalensi > 5%) seperti pengguna narkotika

Page 5: Laporan Promkes Outdoor

suntik (penasun), wanita penjaja seks (WPS), dan waria. Di beberapa propinsi

seperti DKI Jakarta, Riau, Bali, Jabar dan Jawa Timur telah tergolong sebagai

daerah dengan tingkat epidemi terkonsentrasi (concentrated level of epidemic).

Sedang tanah Papua sudah memasuki tingkat epidemi meluas (generalized

epidemic). ( Mustikawati DE dkk, 2009)

Berdasarkan laporan Departemen Kesehatan, terjadi laju peningkatan

kasus baru AIDS yang semakin cepat terutama dalam 3 tahun terakhir dimana

terjadi kenaikan tiga kali lipat dibanding jumlah yang pernah dilaporkan pada 15

tahun pertama epidemi AIDS di Indonesia. Dalam 10 tahun terakhir terjadi laju

peningkatan jumlah kumulatif kasus AIDS dimana pada tahun 1999 terdapat 352

kasus dan data tahun 2008 jumlah tersebut telah mencapai angka 16.110 kasus.

(Mustikawati DE dkk, 2009 ).

Dari jumlah kumulatif 16.110 kasus AIDS yang dilaporkan pada

Desember 2008, sekitar 74,9% adalah laki-laki dan 24,6% adalah perempuan.

Berdasarkan cara penularan, dilaporkan 48% pada heteroseksual; 42,3% pada

pengguna narkotika suntik; 3,8% pada homoseksual dan 2,2% pada transmisi

perinatal. Hal ini menunjukkan adanya pergeseran dari dominasi kelompok

homoseksual ke kelompok heteroseksual dan penasun. Jumlah kasus pada

kelompok penasun hingga akhir tahun 2008 mencapai 1.255 orang. Kumulatif

kasus AIDS tertinggi dilaporkan pada kelompok usia 20–29 tahun (50,82%),

disusul kelompok usia 30–39 tahun. (Depkes RI, 2008)

Dari 33 propinsi seluruh Indonesia yang melaporkan, peringkat pertama

jumlah kumulatif kasus AIDS berasal dari propinsi Jawa Barat sebesar 2.888

kasus, disusul DKI Jakarta dengan 2.781 kasus, kemudian diikuti oleh Jawa

Page 6: Laporan Promkes Outdoor

Timur, Papua, dan Bali dengan masing-masing jumlah kasus secara berurutan

sebesar 2.591 kasus, 2.382 kasus, dan 1.177 kasus AIDS. (Depkes RI,2008)

Proporsi kasus yang dilaporkan meninggal sebesar 20,89%. Lima infeksi

oportunistik terbanyak yang dilaporkan adalah TBC sebanyak 8.986 kasus, diare

kronis 4.542 kasus, kandidiasis orofaringeal 4.479 kasus, dermatitis generalisata

1.146 kasus, dan limfadenopati generalisata sebanyak 603 kasus. (Depkes

RI,2008)

6.3 ETIOLOGI

AIDS disebabkan oleh infeksi HIV. HIV adalah suatu virus RNA

berbentuk sferis yang termasuk retrovirus dari famili Lentivirus. (Gambar 1).

Strukturnya tersusun atas beberapa lapisan dimana lapisan terluar (envelop)

berupa glikoprotein gp120 yang melekat pada glikoprotein gp41. Selubung

glikoprotein ini berafinitas tinggi terhadap molekul CD4 pada permukaan T-

helper lymphosit dan monosit atau makrofag. Lapisan kedua di bagian dalam

terdiri dari protein p17. Inti HIV dibentuk oleh protein p24. Di dalam inti ini

terdapat dua rantai RNA dan enzim transkriptase reverse (reverse transcriptase

enzyme). ( Merati TP dkk,2006)

Gambar 1: struktur virus HIV-1

Page 7: Laporan Promkes Outdoor

Ada dua tipe HIV yang dikenal yakni HIV-1 dan HIV-2. Epidemi HIV

global terutama disebabkan oleh HIV-1 sedangkan tipe HIV-2 tidak terlalu luas

penyebarannya. Tipe yang terakhir ini hanya terdapat di Afrika Barat dan

beberapa negara Eropa yang berhubungan erat dengan Afrika Barat. (Merati TP

dkk,2006)

6.4 CARA PENULARAN

Infeksi HIV terjadi melalui tiga jalur transmisi utama yakni transmisi

melalui mukosa genital (hubungan seksual) transmisi langsung ke peredaran darah

melalui jarum suntik yang terkontaminasi atau melalui komponen darah yang

terkontaminasi, dan transmisi vertikal dari ibu ke janin. CDC pernah melaporkan

adanya penularan HIV pada petugas kesehatan.

Tabel 1 : Risiko penularan HIV dari cairan tubuh

Risiko tinggi Risiko masih sulit ditentukan

Risiko rendah selama tidak terkontaminasi darah

Darah, serumSemenSputum

Sekresi vagina

Cairan amnionCairan

serebrospinalCairan pleura

Cairan peritonealCairan perikardialCairan synovial

Mukosa seriksMuntahFesesSaliva

KeringatAir mata

Urin

Sumber : Djauzi S, 2002

Sebenarnya risiko penularan HIV melalui tusukan jarum maupun percikan

cairan darah sangat rendah. Risiko penularan melalui perlukaan kulit (misal akibat

tusukan jarum atau luka karena benda tajam yang tercemar HIV) hanya sekitar

0,3% sedangkan risiko penularan akibat terpercik cairan tubuh yang tercemar HIV

pada mukosa sebesar 0,09%. (Djauzi S dkk, 2002)

Page 8: Laporan Promkes Outdoor

6.5 PATOGENESIS

Limfosit CD4+ (sel T helper atau Th) merupakan target utama infeksi HIV

karena virus mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Limfosit

CD4+ berfungsi mengkoordinasikan sejumlah fungsi imunologis yang penting

sehingga bila terjadi kehilangan fungsi tersebut maka dapat menyebabkan

gangguan imun yang progresif. (Djoerban Z dkk, 2006)

Siklus replikasi virus HIV digambarkan secara ringkas melalui gambar 2.

Gambar 2 : Visualisasi siklus HIV

Sumber : Fauci AS at al, 2005

Pada pemeriksaan laboratorium yang umum dilakukan untuk melihat

defisiensi imun, akan terlihat gambaran penurunan hitung sel CD4, inverse rasio

CD4-CD8 dan hipergammaglobulinemia. Respon imun humoral terhadap virus

HIV dibentuk terhada berbagai antigen HIV seperti antigen inti (p24) dan sampul

virus (gp21, gp41). Antibodi muncul di sirkulasi dalam beberapa minggu setelah

infeksi. Secara umum dapat dideteksi pertama kali sejak 2 minggu hingga 3 bulan

setelah terinfeksi HIV. Masa tersebut disebut masa jendela. Antigen gp120 dan

bagian eksternal gp21 akan dikenal oleh sistem imun yang dapat membentuk

Page 9: Laporan Promkes Outdoor

antibodi netralisasi terhadap HIV. Namun, aktivitas netralisasi antibodi tersebut

tidak dapat mematikan virus dan hanya berlangsung dalam masa yang pendek.

Sedangkan respon imun selular yang terjadi berupa reaksi cepat sel CTL (sel T

sitolitik yang sebagian besar adalah sel T CD8). Walaupun jumlah dan aktivitas

sel T CD8 ini tinggi tapi ternyata tidak dapat menahan terus laju replikasi HIV.

(Djoerban Z dkk, 2006)

Perjalanan penyakit infeksi HIV disebabkan adanya gangguan fungsi dan

kerusakan progresif populasi sel T CD4. Hal ini meyebabkan terjadinya deplesi

sel T CD4. Selain itu, terjadi juga disregulasi repsons imun sel T CD4 dan

proliferasi CD4 jarang terlihat pada pasien HIV yang tidak mendapat pengobatan

antiretrovirus. (Djoerban Z dkk, 2006)

2.6 PERJALANAN PENYAKIT

Dari semua orang yang terinfeksi HIV, lebih dari separuh akan

menunjukkan gejala infeksi primer yang timbul beberapa hari setelah infeksi dan

berlangsung selama 2-6 minggu. Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri

menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk dan

gejala-gejala ini akan membaik dengan atau tanpa pengobatan. (Djoerban Z dkk,

2006)

Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimtomatik (tanpa gejala)

yang berlangsung selama 8-10 tahun. Tetapi ada sekelompok kecil orang yang

perjalanan penyakitnya amat cepat, dapat hanya sekitar 2 tahun, dan ada pula

perjalanannya lambat (non-progessor). Sejalan dengan memburuknya kekebalan

tubuh, odha mulai menampakkan gejala-gejala akibat infeksi oportunistik seperti

Page 10: Laporan Promkes Outdoor

berat badan menurun, demam lama, rasa lemah, pembesaran kelenjar getah

bening, diare, tuberkulosis, infeksi jamur, herpes dan lain-lainnya.

Tabel 2. Gejala klinis infeksi primer HIV

Kelompok Gejala Kekerapan (%)

Umum Demam 90 Nyeri otot 54

Nyeri sendi -

Rasa lemah -

Mukokutan Ruam kulit 70 Ulkus di mulut 12

Limfadenopati 74

Neurologi Nyeri kepala 32 Nyeri belakang mata -

Fotofobia -

Depresi -

Meningitis 12

Saluran cerna Anoreksia - Nausea -

Diare 32

Jamur di mulut 12

Sumber : (Djauzi S, 2002)

Pada waktu orang dengan infeksi HIV masih merasa sehat, klinis tidak

menunjukkan gejala, pada waktu itu terjadi replikasi HIV yang tinggi, 10 partikel

setiap hari. Replikasi yang cepat ini disertai dengan mutasi HIV dan seleksi,

muncul HIV yang resisten. Bersamaan dengan replikasi HIV, terjadi kehancuran

limfosit CD4 yang tinggi, untungnya tubuh masih bisa mengkompensasi dengan

memproduksi limfosit CD4 sekitar 10 miliar sel setiap hari.

6.7 DIAGNOSIS

6.7.1. Anamnesis

Anamnesis yang lengkap termasuk risiko pajanan HIV , pemeriksaan fisik,

pemeriksaan laboratorium, dan konseling perlu dilakukan pada setiap odha saat

Page 11: Laporan Promkes Outdoor

kunjungan pertama kali ke sarana kesehatan., Berikut ini mencantumkan, daftar

tilik riwayat penyakit pasien dengan tersangaka ODHA (table 3 dan table 4).

Tabel 3. Faktor risiko infeksi HIV

- Penjaja seks laki-laki atau perempuan

- Pengguna napza suntik (dahulu atau sekarang)

- Laki-laki yang berhubungan seks dengan sesama laki-laki (LSL) dan transgender (waria)

- Pernah berhubungan seks tanpa pelindung dengan penjaja seks komersial

- Pernah atau sedang mengidap penyakit infeksi menular seksual (IMS)

- Pernah mendapatkan transfusi darah atau resipient produk darah

- Suntikan, tato, tindik, dengan menggunakan alat non steril.

Sumber : Depkes RI 2007

Table 4: Daftar tilik riwayat pasien

Sumber :Depkes RI 2007

Page 12: Laporan Promkes Outdoor

6.7.2 Pemeriksaan fisik

Daftar tilik pemeriksaan fisik pada pasien dengan kecurigaan infeksi HIV

dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Daftar tilik pemeriksaan fisik

Sumber :Depkes RI 2007

Gambaran klinis yang terjadi. umumnya akibat adanya infeksi oportunistik atau

kanker yang terkait dengan AIDS seperti sarkoma Kaposi, limfoma malignum dan

Page 13: Laporan Promkes Outdoor

karsinoma serviks invasif. Daftar tilik pemeriksaan fisik pada pasien dengan

kecurigaan infeksi HIV dapat dilihat pada tabel 6. Di RS Dr. Cipto Mangkusumo

(RSCM) Jakarta, gejala klinis yang sering ditemukan pada odha umumnya berupa

demam lama, batuk, adanya penurunan berat badan, sariawan, dan diare, seperti

pada tabel 6.

Tabel 6. Gejala AIDS di RS. Dr. Cipto MangunkusumoGejala Frekuensi

Demam lama 100 %

Batuk 90,3 %

Penurunan berat badan 80,7 %

Sariawan dan nyeri menelan 78,8 %

Diare 69,2 %

Sesak napas 40,4 %

Pembesaran kelenjar getah bening 28,8 %

Penurunan kesadaran 17,3 %

Gangguan penglihatan 15,3 %

Neuropati 3,8 %

Ensefalopati 4,5 %

Sumber : Yunihastuti E dkk, 2005

6.7.3 Pemeriksaan penunjang Tabel 7. Anjuran pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan pada odha

Tes antibodi terhadap HIV (AI);Tes Hitung jumlah sel T CD4 T (AI);HIV RNA plasma (viral load) (AI);Pemeriksaan darah perifer lengkap, profil kimia, SGOT, SGPT, BUN dan kreatinin, urinalisis, tes mantux, serologi hepatitis A, B, dan C, anti-Toxoplasma gondii IgG, dan pemeriksaan Pap-smear pada perempuan (AIII);Pemeriksaan kadar gula darah puasa dan profil lipid pada pasien dengan risiko penyakit kardiovaskular dan sebagai penilaian awal sebelum inisasi kombinasi terapi (AIII);

Sumber : Yayasan Spiritia 2006.

Pemeriksaan anti HIV dilakukan setelah dilakukan konseling pra-tes dan

biasanya dilakukan jika ada riwayat perilaku risiko (terutama hubungan seks yang

tidak aman atau penggunaan narkotika suntikan). Tes HIV juga dapat ditawarkan

pada mereka dengan infeksi menular seksual, hamil, mengalami tuberkulosis

Page 14: Laporan Promkes Outdoor

aktif, serta gejala dan tanda yang mengarah adanya infeksi HIV. Hasil

pemeriksaan pada akhirnya akan diberitahukan, untuk itu, konseling pasca tes

juga diperlukan. Jadi, pemeriksaan HIV sebaiknya dilakukan dengan memenuhi

3C yakni confidential (rahasia), disertai dengan counselling (konseling), dan

hanya dilakukan dengan informed consent. (Djoerban Z dkk,2006)

Tes penyaring standar anti-HIV menggunakan metode ELISA yang

memiliki sensitivitas tinggi (> 99%). Uji konfirmasi yang sering dilakukan saat ini

adalah dengan teknik Western Blot (WB). Hasil tes dinyatakan positif bila tes

penyaring dua kali positif ditambah dengan tes konfirmasi dengan WB positif..

6.7.4 Stadium Klinis

WHO membagi HIV/AIDS menjadi empat stadium klinis yakni stadium I

(asimtomatik), stadium II (sakit ringan), stadium III (sakit sedang), dan stadium

IV (sakit berat atau AIDS), dalam tabel 8.

Tabel 8. Stadium klinis HIV

Stadium 1 AsimptomatikTidak ada penurunan berat badanTidak ada gejala atau hanya : Limfadenopati Generalisata Persisten

Stadium 2 Sakit ringanPenurunan BB 5-10%ISPA berulang, misalnya sinusitis atau otitisHerpes zoster dalam 5 tahun terakhirLuka di sekitar bibir (keilitis angularis)Ulkus mulut berulangRuam kulit yang gatal (seboroik atau prurigo -PPE)Dermatitis seboroikInfeksi jamur kuku

Stadium 3 Sakit sedang

Page 15: Laporan Promkes Outdoor

Penurunan berat badan > 10%Diare, Demam yang tidak diketahui penyebabnya, lebih dari 1 bulan Kandidosis oral atau vaginalOral hairy leukoplakiaTB Paru dalam 1 tahun terakhirInfeksi bakterial yang berat (pneumoni, piomiositis, dll)TB limfadenopatiGingivitis/Periodontitis ulseratif nekrotikan akutAnemia (Hb <8 g%), netropenia (<5000/ml), trombositopeni kronis (<50.000/ml)

Stadium 4 Sakit berat (AIDS)Sindroma wasting HIVPneumonia pnemosistis*, Pnemoni bakterial yang berat berulangHerpes Simpleks ulseratif lebih dari satu bulan.Kandidosis esophagealTB Extraparu*Sarkoma kaposiRetinitis CMV*Abses otak Toksoplasmosis*Encefalopati HIVMeningitis Kriptokokus*Infeksi mikobakteria non-TB meluas

Sumber : Depkes RI, 2007

6.8 PENATALAKSANAAN

HIV/AIDS sampai saat ini memang belum dapat disembuhkan secara total.

Namun data selam 8 tahun terakhir menunjukkan bukti yang amat meyakinkan

bahwa pegobatan dengan menggunakan kombinasi beberapa obat anti HIV

bermanfaat untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas dini akibat infeksi HIV. .

(Djoerban Z dkk,2006)

Secara umum, penatalaksanaan odha terdiri atas beberapa jenis, yaitu:

a) Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat antiretroviral

(ARV).

b) Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang

menyertai infeksi HIV/AIDS, seperti jamur, tuberkulosis, hepatitis,

toksoplasmosis, sarkoma kaposi, limfoma, kanker serviks.

c) Pengobatan suportif, yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi yang lebih

baik dan pengobatan pendukung lain seperti dukungan psikososial

Page 16: Laporan Promkes Outdoor

Tabel 9. Terapi pada ODHA dewasa

Stadium Klinis

Bila tersedia pemeriksaan CD4Jika tidak tersedia pemeriksaan CD4

1Terapi antiretroviral dimulai bila CD4 <200

Terapi ARV tidak diberikan

2Bila jumlah total limfosit <1200

3

Jumlah CD4 200 – 350/mm3, pertimbangkan terapi sebelum CD4 <200/mm3.Pada kehamilan atau TB: Mulai terapi ARV pada semua ibu

hamil dengan CD4 350 Mulai terapi ARV pada semua ODHA

dengan CD4 <350 dengan TB paru atau infeksi bakterial berat

Terapi ARV dimulai tanpa memandang jumlah limfosit total

4Terapi ARV dimulai tanpa memandang jumlah CD4

Sumber : Depkes RI, 2007

1. CD4 dianjurkan digunakan untuk membantu menentukan mulainya terapi. Contoh, TB paru dapat muncul kapan saja pada nilai CD4 berapapun dan kondisi lain yang menyerupai penyakit yang bukan disebabkan oleh HIV (misal, diare kronis, demam berkepanjangan).

2. Nilai yang tepat dari CD4 di atas 200/mm3 di mana terapi ARV harus dimulai belum dapat ditentukan.

3. Jumlah limfosit total ≤1200/mm3 dapat dipakai sebagai pengganti bila pemeriksaan CD4 tidak dapat dilaksanakan dan terdapat gejala yang berkaitan dengan HIV (Stadium II atau III). Hal ini tidak dapat dimanfaatkan pada ODHA asimtomatik. Maka, bila tidak ada pemeriksaan CD4, ODHA asimtomatik (Stadium I) tidak boleh diterapi karena pada saat ini belum ada petanda lain yang terpercaya di daerah dengan sumber daya terbatas.

6.9 PENCEGAHAN

Bagaimana cara mencegah penularan

HIV

Pencegahan tentu saja harus dikaitkan

dengan cara-cara penularan HIV seperti

yang sudah dikemukakan. Ada beberapa

cara pencegahan HIV/AIDS, yaitu :

Page 17: Laporan Promkes Outdoor

A. Pencegahan penularan melalui hubungan seksual, infeksi HIV terutama terjadi

melalui hubungan seksual, sehingga pencegahan AIDS perlu difokuskan pada

hubungan seksual. Untuk ini perlu dilakukan penyuluhan agar orang

berperilaku seksual yang aman dan bertanggung jawab, yakni : hanya

mengadakan hubungan seksual dengan pasangan sendiri (suami/isteri sendiri),

kalau salah seorang pasangan anda sudah terinfeksi HIV, maka dalam

melakukan hubungan seksual perlu dipergunakan kondom secara benar,

mempertebal iman agar tidak terjerumus ke dalam hubungan-hubungan

seksual di luar nikah.

B. Pencegahan Penularan Melalui Darah dapat berupa : pencegahan dengan cara

memastikan bahwa darah dan produk-produknya yang dipakai untuk transfusi

tidak tercemar virus HIV, jangan menerima donor darah dari orang yang

berisiko tinggi tertular AIDS, gunakan alat-alat kesehatan seperti jarum suntik,

alat cukur, alat tusuk untuk tindik yang bersih dan suci hama.

C. Pencegahan penularan dari Ibu-Anak (Perinatal). Ibu-ibu yang ternyata

mengidap virus HIV/AIDS disarankan untuk tidak hamil

D. Mencegah Penularan Lewat Alat-Alat Yang Tercemar Bila hendak

menggunakan alat-alat yang menembus kulit dan darah (jarum suntik, jarum

tato, pisau cukur dan lain-lainnya), pastikan bahwa alat-alat tersebut benar-

benar steril. Cara mensterilkan alat-alat tersebut dapat dengan mencucinya

dengan benar. Anda dapat memakai ethanol 70% atau pun pemutih.

Page 18: Laporan Promkes Outdoor

HIV/AIDS tidak menular kecuali :

- melakukan hubungan seks dengan seorang ODHA

- melakukan hubungan seks (homo/hetero seksual)

- melakukan hubungan seks berganti-ganti pasangan tanpa kondom

- menggunakan satu jarum suntik secara bergantian

- Wanita ODHA melalui kelahiran dan melalui Air Susu Ibu penderita ODHA.

Virus HIV Tidak Menular Melalui :

- Keringat, Air liur

- Berpelukan

- Makan dengan perabot yang sama

- Bersalaman

- Mandi bersama

- Digigit nyamuk

- Memakai toilet bersama

- Ciuman, senggolan, pelukan dan kegiatan sehari-hari lainnya

7. Tanya Jawab

1. Hubungan seksual yang berisiko tertular HIV itu seperti apa?

Yaitu hubungan seksual yang menyebabkan terjadinya pertukaran cairan

tubuh yang tercemar HIV, misalnya penetrasi penis-anal (seks anal) dan

penetrasi penis-vagina (seks vaginal) tanpa kondom. Karena dari penetrasi

seksual tersebut dimungkinkan terjadinya perlukaan-perlukaan yang menjadi

pintu masuk HIV. Hubungan seks oral juga menjadi berisiko apabila di mulut

ada perlukaan-perlukaan yang bisa mengakibatkan masuknya HIV.

Page 19: Laporan Promkes Outdoor

2. Siapa saja sih yang bisa tertular HIV?

HIV menyerang manusia siapapun juga, tanpa membedakan usia, profesi,

suku bangsa, orientasi seksual, status sosial dan perbadaan-perbedaan lainnya.

Selama perilakunya berisiko terhadap penularan HIV, ada kemungkinan

seseorang tertular HIV. Jadi tidak benar mitos yang mengatakan bahwa HIV

hanya ditularkan oleh gay, waria, pekerja seks, pengguna narkoba suntik.

3. Setelah HIV masuk ke tubuh seseorang apa gejala-gejalanya?

Orang yang terinfeksi HIV tidak menunjukkan gejala apapun juga.

Sehingga orang yang terinfeksi HIV sering terlihat sehat dan merasa dirinya

sehat-sehat saja. Meskipun tampak sehat, orang dengan virus HIV sudah dapat

menularkannya kepada orang lain. Jadi penampilan luar seseorang bukan

jaminan bahwa dia bebas HIV.

Periode Jendela, yaitu masa antara masuknya HIV ke dalam tubuh hingga

terbentuknya antibodi (zat tubuh untuk menangkal penyakit) terhadap HIV.

Fase ini bisa menularkan HIV kepada orang lain walau hasil tesnya masih

negatif. Fase ini antara 2 minggu – 6 bulan (3 bulan pada 95% kasus).

HIV Positip, yaitu fase tanpa gejala meski sudah terinfeksi HIV, tampak sehat

dan dapat beraktivitas seperti biasa. Periode jendela adalah bagian dari fase ini,

karena meski antibodi HIV belum terdeteksi tapi virus HIV sudah masuk ke

dalam tubuh. Fase ini berlangsung rata-rata 3 – 10 tahun, masing-masing orang

berbeda tergantung dari ketahanan tubuhnya.

AIDS, yaitu fase munculnya berbagai macam gejala-gejala karena semakin

menurunnya kekebalan tubuh manusia.

Page 20: Laporan Promkes Outdoor

8. DOKUMENTASI

A. SMAN 1 TANAH PASIR

B. SMPN 1 TANAH PASIR

Page 21: Laporan Promkes Outdoor

C. Leaflet

Page 22: Laporan Promkes Outdoor

Lhokseumawe, Oktober 2015

Dokter Pembimbing I Dokter Pembimbing II

dr. Harry Laksamana dr. Mulyati Sri Rahayu, M.Si

Nip. 19800102 200904 1 001 Nip. 19830405 200912 2 007

Mengetahui

Kepala Puskesmas Tanah Pasir

dr. Harry Laksamana

Nip. 19800102 200904 1 001