Laporan Presentasi Jurnal Dan Critical Appraisal
-
Upload
m-hannifan -
Category
Documents
-
view
272 -
download
13
Transcript of Laporan Presentasi Jurnal Dan Critical Appraisal
LAPORAN PRESENTASI JURNAL DAN CRITICAL APPRAISAL
Tiotropium versus Salmeterol for the Prevention of Exacerbations of COPD
Disusun oleh :
Syarief Muhammad Hannifan
08711158
BLOK PENELITIAN KESEHATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2012
1. Judul Proposal
-
2. Judul Jurnal Referensi
Tiotropium versus Salmeterol for the Prevention of Exacerbations of COPD
3. Resume Laporan Penelitian
Tiotropium versus Salmeterol for the Prevention of Exacerbation of COPD
Claus Vogelmeier, M.D., Bettina Hederer, M.D., Thomas Glaab, M.D.,
Hendrik Schmidt, Ph.D.,
Maureen P.M.H. Rutten-van Mölken, Ph.D., Kai M. Beeh, M.D., Klaus F.
Rabe, M.D., and Leonardo M. Fabbri, M.D.,
for the POET-COPD Investigators
The New England Journal of Medicine 2011;364(12):1093-1103
Introduksi
Penyakit paru obstruktif kronis (chronic obstructive pulmonary disease /
COPD) adalah penyebab utama kecacatan dan kematian di seluruh dunia.
Eksaserbasi COPD menunjukkan ketidakstabilan atau memburuknya status
klinis pasien dan perkembangan penyakit yang dikaitkan dengan
perkembangan terjadinya komplikasi, meningkatnya resiko eksaserbasi
selanjutnya, menurunnya status kesehatan dan aktivitas fisik, penurunan
fungsi paru, dan meningkatnya resiko kematian. Oleh karena itu, pencegahan
eksaserbasi merupakan tujuan utama dari pengobatan.
Pengobatan dengan obat antikolinergik long-acting atau dengan β2 agonis
long-acting dianjurkan sebagai terapi rumatan lini pertama pada pasien
dengan COPD sedang sampai berat. Karena, kedua obat ini mengurangi
gejala, meningkatkan kualitas hidup dan fungsi paru, dan mengurangi resiko
eksaserbasi dan rawat inap. Namun, pedoman pengobatan yang ada, tidak
menentukan, mana yang lebih dipilih antara antikolinergik long-acting dan β2
agonis long-acting.
2
Studi komparatif telah menunjukkan bahwa tiotropium berkaitan dengan
penurunan resiko eksaserbasi dan eksaserbasi dengan rawat inap, dimana
lebih besar dibandingkan dengan salmeterol, meskipun perbedaannya tidak
signifikan. Studi jangka pendek ini (3-6 bulan) tidak didesain untuk
mendeteksi perbedaan dalam resiko eksaserbasi.
Metode
a. Desain penelitian
Penelitian dilakukan selama 1 tahun, secara acak, double-blind,
double-dummy, parallel-group pada 725 titik di 25 negara, untuk
membandingkan efek dari tiotropium dengan salmeterol pada eksaserbasi
COPD sedang sampai akut. Penelitian dilakukan sesuai dengan ketentuan
Deklarasi Helsinki (1996) dan pedoman Good Clinical Practice. Semua
pasien diberikan informasi dan penjelasan secara tertulis, sebelum
penelitian dilaksanakan.
b. End points
End point primer pada penelitian ini yaitu waktu terjadinya
eksaserbasi COPD yang pertama. Hal ini yang dipilih, karena cenderung
kurang dipengaruhi oleh terapi tambahan pada permulaannya atau
terjadinya eksaserbasi multipel pada beberapa pasien. Eksaserbasi
didefinisikan sebagai peningkatan atau munculnya lebih dari satu gejala
COPD baru (batuk, dahak, wheezing, dispneu, atau sesak nafas), dengan
setidaknya satu gejala berlangsung selama 3 hari atau lebih dan
mengakibatkan pasien mengunjungi dokter untuk, mendapatkan terapi
sistemik glukokortikoid, antibiotik, atau keduanya (kriteria untuk
eksaserbasi sedang) atau untuk di rawat inap (kriteria eksaserbasi berat).
c. Pasien
Penelitian ini mempunyai kriteria inklusi, dimana pasien minimal
berusia 40 tahun dan mempunyai riwayat merokok 10 pack per tahun
atau lebih, di diagnosis COPD, volume ekspirasi paksa dalam 1 detik
(FEV1) setelah pemberian bronkodilator ≤ 70% dari nilai prediksi,
perbandingan antara FEV1 dengan kapasitas vital paksa (FVC) ≤ 70%,
3
dan adanya riwayat paling sedikit satu kali mengalami eksaserbasi dan
diberikan terapi glukokortikoid atau antibiotik atau rawat inap dalam
setahun terakhir. Spirometri (untuk mengukur FEV1 dan FVC) dilakukan
untuk skrining berdasar panduan American Thoracic Society dan hanya
digunakan untuk menilai derajat keparahan COPD. Pengukuran post-
bronkodilator dilakukan 30 menit setelah pasien mendapatkan inhalasi
300 µg albuterol.
d. Prosedur penelitian
Pasien yang sudah sesuai, secara acak untuk satu tahun kedepan,
mendapatkan 18 µg tiotropium sehari sekali, yang diberikan
menggunakan HandiHaler inhaler, dan ditambahkan plasebo dua kali
sehari, yang diberikan dengan metered-dose-inhaler. Kelompok yang lain
diberikan 50 µg salmeterol dua kali sehari, yang diberikan dengan
metered-dose-inhaler, dan plasebo satu kali sehari, yang diberikan
menggunakan HandiHaler inhaler. Semua pasien sudah diajarkan
bagaimana menggunakan metered-dose-inhaler maupun HandiHaler
inhaler pada pertemuan pertama (skrining) dan pertemuan kedua
(randomisasi).
Setelah randomisasi, pasien dijadwalkan untuk kontrok ke klinik
pada bulan ke-2, 4, 8, dan 12 serta pemantauan setiap bulan melalui
telepon, diantara jadwal kunjungan ke klinik. Pasien diharuskan mengisi
catatan harian secara komplit yang berkaitan dengan ketaatan dalam
terapi dan untuk menunjukkan beberapa genjala pernafasan yang sesuai
dengan kriteria eksaserbasi. Ketaatan dalam pengobatan tidak diukur
secara sistematis selama penelitian ini.
e. Analisis Statistik
Dengan besar sampel kira-kira 6800 pasien (3400 pasien di tiap
kelompok), penelitian ini mempunyai kekuatan sebanyak 80% untuk
mendeteksi 10% penurunan tiotropium yang dibandingkan dengan
salmeterol dalam menimbulkan resiko eksaserbasi pertama. Analisis
mengenai efikasi dan keamanan dilakukan pada semua pasien yang di
4
randomisasi dan paling sedikit satu dosis pengobatan dalam penelitian
ini. End point waktu ke kejadian primer dan sekunder di analisis dengan
menggunakan Cox-proporsional-hazard regresi. Nilai p didapatkan
dengan menggunakan Wald chi-square statistik. Kaplan-Meier dan tes
log rank juga dilakukan. Perbandingan jumlah kejadian end point antara
kedua kelompok penelitian menggunakan regeresi Poisson dengan
koreksi pada simpangan yang berlebih dan penyesuaian pada pengobatan.
Hasil
a. Pasien
Pasien diikuti antara Januari 2008 samapi April 2009. Total 7384
pasien di randomisasi, dan 7376 pasien (3707 pasien pada kelompok
tiotropium dan 3669 pasien pada kelompok salmeterol) mendapatkan
paling sedikit satu dosis pengobatan yang dilakukan pada penelitian ini.
Skrining, randomisasi dan follow up ditampilkan dalam gambar 1.
5
Karakter dasar pasien ditampilkan dalam tabel 1.
Lebih sedikit pasien pada kelompok tiotropium dibandingkan pada
kelompok salmeterol yang meninggalkan penelitian sebelum waktunya,
yaitu 585 pasien (15,8%) berbanding 648 pasien (17,7%) (hazard rasio
tiotropium 0,88; dengan interval kepercayaan 95%; 0,78 sampai 0,98; p =
0,02).
b. Eksaserbasi
Ada 4411 episode eksaserbasi pada 2691 pasien, diamana 44% dari
pasien yang mengalami eksaserbasi mempunyai derajat COPD sedang
pada penelitian ini (klasifikasi COPD berdasarkan pada Global Initiative
6
for Chronic Obstructive Lung Disease [GOLD], dimana membagi derajat
COPD menjadi 4 tingkatan, tingkat 1 ringan, sampai tingkat 4 sangat
berat). Waktu untuk terjadinya eksaserbasi pertama (end point primer)
meningkat sebanyak 42 hari, jika membandingkan antara tiotropium dan
salmeterol (187 hari berbanding 145 hari). Hal ini, sesuai dengan
penurunan resiko dengan tiotropium sebesar 17% (hazard rasio 0,83;
interval kepercayaan 95%; 0,77 - 0,90; p = <0,001).
Tiotropium jika dibandingkan dengan salmeterol secara signifikan
menurunkan resiko eksaserbasi sedang sebesar 14% (hazard rasio, 0,86;
interval kepercayaan 95%, 0,79 - 0,93; p <0,001) dan eksaserbasi berat
sebesar 28% (hazard rasio 0,72; interval kepercayaan 95%, 0,61 – 0,85;
p <0,001). Efek tiotropium dibandingkan dengan salmeterol pada
pencegahan kejadian eksaserbasi pertama berdasarkan beberapa
karakteristik, yaitu umur, jenis kelamin, dan beberapa sub grup yang
lainnya, ditampilkan dalam gambar 3.
7
c. Keamanan
Total 545 pasien (14,7%) pada kelompok tiotropium dan 606
(16,5%) pada kelompok salmeterol dilaporkan terdapat kejadian yang
merugikan (adverse event) yang serius selama periode penelitian ini,
sebagaimana ditampilkan dalam tabel 2.
Diskusi
Tiotropium jika dibandingkan dengan salmeterol secara signifikan akan
meningkatkan waktu terjadinya eksaserbasi pertama sedang sampai akut pada
COPD. Selain itu, tiotropium secara signifikan juga menurunkan rata-rata
esaserbasi per tahun pada pasien dengan COPD sedang sampai sangat berat.
Keuntungan tiotropium, dapat dilihat secara konsisten pada semua sub grup
yang ada pada penelitian ini. Jadi, pada pasien dengan COPD sedang sampai
sangat berat, tiotropium lebih efektif dibandingkan dengan salmeterol dalam
mencegah terjadinya eksaserbasi.
8
4. Critical Appraisal
Worksheet Critical Appraisal
Jurnal Terapi
Tiotropium versus Salmeterol for the Prevention of Exacerbations of COPD
The New England Journal of Medicine 2011;364(12):1093-1103
Validitas
1. a. Apakah alokasi pasien
terhadap terapi / perlakukan
dilakukan secara random ?
Ya
[ √ ]
Tidak
[ ]
Alokasi pasien dilakukan secara
random. Pasien secara acak
dikelompokkan ke dalam 2
kelompok, yaitu kelompok yang
mendapat tiotropium dan
salmeterol.
Terdapat dalam Methods bagian
study design dan procedure
(halaman 1094-1095).
1. b. Apakah randomisasi
dilakukan tersembunyi ?
Ya
[ √ ]
Tidak
[ ]
Alokasi pasien dilakukan secara
tersembunyi. Dimana dokter tidak
mengetahui pasien masuk ke
dalam kelompok yang mana.
Terdapat dalam Methods bagian
study design dan procedure
(halaman 1094-1095).
1. c. Apakah antara subyek
penelitian dan peneliti ‘blind’
terhadap terapi / perlakuan
yang akan diberikan ?
Ya
[ √ ]
Tidak
[ ]
Pasien maupun dokter tidak
mengetahui pengalokasian
kelompok pasien. Karena kedua
kelompok sama-sama
mendapatkan 2 jenis obat
9
(tiotropium + plasebo atau
salmeterol + plasebo).
Terdapat dalam Methods bagian
procedure (halaman 1095).
2. a. Apakah semua subyek yang
ikut serta dalam penelitian
diperhitungkan dalam hasil /
kesimpulan? (Apakah
pengamatannya cukup
lengkap?)
Ya
[ √ ]
Tidak
[ ]
Semua subyek yang ikut serta,
diperhitungkan dalam hasil atau
kesimpulan. Bahkan, yang tidak
melanjutkan pengobatan yang ada
pada penelitian ini, juga di amati,
dengan minimal telah
mendapatkan 1 dosis obat yang
digunakan dalam penelitian ini.
Terdapat dalam Result bagian
patients dan exacerbations
(halaman 1096 - 1100).
2. b. Apakah pengamatan yang
dilakukan cukup panjang ?
Ya
[ √ ]
Tidak
[ ]
Pengamatan dilakukan dari
Januari 2008 – April 2009, dalam
rentang waktu tersebut dilakukan
beberapa kali pengecekan setelah
randomisasi, yaitu pada bulan ke-
2, 4, 8, dan 12. Selain itu setiap
bulan juga dilakukan kontrol
mengenai kepatuhan terapi
melalui telepon ataupun dengan
catatan harian yang diisi secara
komplit.
Terdapat dalam Methods bagian
procedure dan Result bagian
patients (halaman 1095 dan
10
1096).
2. c. Apakah subyek dianalisis
pada kelompok dimana subyek
tersebut dikelompokkan dalam
randomisasi ?
Ya
[ √ ]
Tidak
[ ]
Subyek dianalisis berdasarkan
kelompok tiotropium dan
kelompok salmeterol, kemudaian
kedua kelompok ini akan
dibandingkan, mana yang lebih
efektif dalam mencegah terjadinya
eksaserbasi.
Terdapat dalam Methods bagian
statistical analysis (halaman
1095-1096).
3. a. Selain perlakuan yang
dieksperimenkan, apakah
subyek diperlakukan sama ?
Ya
[ √ ]
Tidak
[ ]
Kedua kelompok mendapat
perlakuan yang sama. Kemudian
dilakukan penilaian yang sama
pada bulan ke-2, 4, 8 dan 12i.
Yang dinilai meliputi semua
outcome dan adverse event.
Terdapat dalam Methods bagian
procedure (halaman 1095).
3. b. Apakah kelompok dalam
penelitian sama pada awal
penelitian ?
Ya
[ √ ]
Tidak
[ ]
Kedua kelompok sama secara
statistik, baik dari jenis kelamin,
usia, status merokok, lamanya
COPD, pengukuran spirometri,
pengobatan paru yang lain.
Terdapat dakam Table 1 (halaman
1098).
Importance
1. Berapa besar efek terapi? Tiotropium dibandingkan dengan
11
salmeterol, terjadi peningkatan waktu
terjadinya eksaserbasi pertama (187 hari :
145 hari), dengan penurunan resiko
sebesar 17% (hazard rasio 0,83; 95% CI,
0,77-0,90; p <0,001). Totropium juga
meningkatkan waktu untuk terjadinya
eksaserbasi akut yang pertama kali,
menurunkan angka terjadinya eksaserbasi
sedang atau akut. Selain itu secara
keseluruhan, adverse event diantara
keduanya tidak ada perbedaan yang
mencolok. Dimana, ada 64 (1,7%)
kematian pada kelompok tiotropium dan
78 (2,1%) kematian pada kelompok
salmeterol.
Terdapat pada Result, Figure 3, dan Table
2 (halaman 1096 – 1101)
2. Seberapa tepat estimasi efek
terapi ?
Applicable
1. Apakah pasien yang kita miliki
sangat berbeda dengan pasien
dalam penelitian ?
Ya
[ √ ]
Tidak
[ ]
Karena dalam penelitian ini tidak
disebutkan etnis atau ras mana
saja yang dilibatkan, jadi kita
tidak tahu.
2. Apakah hasil yang baik dari
penelitian dapat diterapkan dengan
kondisi yang kita miliki ?
Ya
[ √ ]
Tidak
[ ]
Dapat saja diterapkan, karena
tiotropium yang merupakan
termasuk golongan antikolinergik,
sudah lazim dipakai sebagai
penanganan COPD eksaserbasi
akut.
3. Apakah semua outcome klinis Ya Sudah selayaknya efek samping
12
yang penting dipertimbangkan
(efek samping yang mungkin
timbul)?
[ √ ]
Tidak
[ ]
yang ada perlu dipertimbangkan.
4. Apakah sudah memahami
harapan dan pilihan pasien ?
Ya
[ √ ]
Tidak
[ ]
Tujuan dari penelitian ini lebih
kepada upaya pencegahan
serangan eksaserbasi COPD,
dalam artian lebih mengarah
kepada manageable bukan kepada
cureable. Jadi harapan pasien
tentunya bukan menghilangkan
penyakit, akan tetapi
meminimalisir timbulnya gejala.
5. Apakah intervensi yang akan
diberikan akan memenuhi harapan
pasien? Pasien siap akan
konsekuensinya?
Ya
[ √ ]
Tidak
[ ]
Harapan pasien tentunya akan
mendapatkan kualitas hidup yang
lebih baik, tentunya dengan
manfaat pemberian tiotropium
yang dapat mencegah atau
mengurangi gejala eksaserbasi
tentunya pasien akan
mendapatkan apa yang mereka
inginkan.
Kesimpulan : Dari hasil penilaian validitas dan kepentingan laporan
penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan laporan penelitian ini dapat
digunakan sebagai referensi yang sesuai.
13