LAPORAN PRAKTIKUM3

14
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK PENGAMATAN PENYAKIT TUMBUHAN ACARA III PENENTUAN INTENSITAS DAN INSIDENSI PENYAKIT DENGAN METODE SKORING PADA TANAMAN ANGGREK TANAH Disusun Oleh : Nama : Wahyu Widiyanto NIM : 12200 Asisten : Aris Budiman Ratna Wahyuningtyas LABORATORIUM KLINIK TUMBUHAN JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA

description

laporan

Transcript of LAPORAN PRAKTIKUM3

Page 1: LAPORAN PRAKTIKUM3

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNIK PENGAMATAN PENYAKIT TUMBUHAN

ACARA III

PENENTUAN INTENSITAS DAN INSIDENSI PENYAKIT DENGAN METODE

SKORING PADA TANAMAN ANGGREK TANAH

Disusun Oleh :

Nama : Wahyu Widiyanto

NIM : 12200

Asisten : Aris Budiman

Ratna Wahyuningtyas

LABORATORIUM KLINIK TUMBUHAN

JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2013

Page 2: LAPORAN PRAKTIKUM3

ACARA III

PENENTUAN INTENSITAS DAN INSIDENSI PENYAKIT DENGAN METODE

SKORING PADA TANAMAN ANGGREK TANAH

I. TUJUAN

1. Memahami dan mempelajari pengamatan penyakit tanaman dengan metode skoring.

2. Menghitung nilai intensitas dan insidensi penyakit tanaman.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Biasanya tumbuhan sakit menunjukkan gejala yang khusus. Gejala (symptom) adalah

perubahan-perubahan yang ditunjukkan oleh tumbuhan itu sendiri, sebagai akibat dari adanya

penyebab penyakit. Seringkali penyakit tertentu tidak hanya menyebabkan timbulnya satu

gejala, tetapi serangkaian gejala, yang sering disebut sindroma (syndrom). Tetapi seringkali

beberapa macam penyakit pada tumbuhan tertentu menunjukkan gejala yangsama, sehingga

dengan memperhatikan gejala saja kita tidak dapat menentukan diagnosis dengan pasti.

Dalam hal ini di samping memperhatikan gejala saja kita tidak dapat menentukan diagnosis

dengan pasti. Dalam hal ini di samping memperhatikan gejala kita juga harus memperhatikan

tanda (sign) dari penyakit. Adapun yang dimaksud dengan tanda adalah semua pengenal dari

penyakit selain reaksi tumbuhan inang (selain gejala), misalnya bentuk tubuh buah parasit,

miselium, warna spora, dammar (blendok), lender, dan sebagainya (Semangun, 1996).

Kehidupan manusia sangat bergantung pada tumbuhan, begitu pula pada makhluk lain

yang tidak berhijau daun. Sedangkan tumbuhan dalam kehidupannya sering dihadapkan pada

berbagai gangguan, salah-satunya adalah serangan dari penyakit tumbuhan yang akan sangat

berpengaruhi pada besarnya hasil produksi. Adanya penyakit tumbuhan sudah diketahui lama

sebelum masehi, bahkan dilaporkan bahwa penyakit telah ada sebelum manusia

membudidayakan tanaman (Sinaga, 2003).

Analisis mengenai tingkat keparahan penyakit tumbuhan serta keberadaan sangan

dibutuhkan dalam mempelajari kehilangan hasil, peramalan tingkat penyakit, dan sistem

pengendalian yang harus dilakukan untuk meminimalisasi kerugian yang disebabkan oleh

serangan penyakit. Berat atau ringannya penyakit dapat diklasifikasikan dalam tiga kriterium

utama, yaitu insidensi penyakit (diseases insident), intensitas penyakit (diseases severity), dan

kehilangan hasil (crop  loss) (Sastrahidayat,2011).

Pendugan intesitas penyakit tanaman merupakan cara yang umum untuk menentukan

besar penyakit pada suatu populasi. Sedangkan keterjadian penyakit pada tanaman

Page 3: LAPORAN PRAKTIKUM3

merupakan banyaknya sampel unit yang terserang dalam persentase/proporsi dari jumlah

sempling unit atau jumlah keseluruhan terjadinya penyakit disebabkan apabila penyakit ini

bersifat sistemik serta serangan patogen cepat atau lambat yang akan menyebabkan kematian.

Keparahan penyakit tumbuhan adalah daerah sub sempling unit yang terinfeksi penyakit

ditulis dalam bentuk persen atau proporsi total daerah sempling (Leonard J. F. 2001).

Metode penentuan berat penyakit atau keparahan penyakit atau berat serangan sulit

dibuat secara umum untuk semua jenis penyakit, karena banyaknya faktor yang

mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut antara lain: jenis tanaman yang sakit, bagian

tanaman yang sakit, pertumbuhan dan perkembangan tanaman, waktu serangan, patogen yang

menyerang, cara serangannya, lingkungan dan masih banyak lagi. Pada prinsipnya hanya ada

dua macam metode pokok, yaitu metode penentuan langsung dan metode penentuan tidak

langsung. Metode penentuan langsung didasarkan pada pengukuran kuantitas, sedangkan

metode penentuan tidak langsung didasarkan dengan cara membuat skoring (Zadoks et al.,

1979).

Setiap metode Sampling yang digunakan dalam penilaian penyakit harus acak,

representatif, dan obyektif, dan tergantung pada penyakit yang terlibat dapat merusak atau

non-destruktif (Jones dan Clifford, 1978). Penilaian penyakit didefinisikan sebagai proses

mengukur intensitas penyakitsecara kuantitaif sedangkan phytopathometry sebagai teori dan

praktek penilaian penyakitPentingnya metode penilaian penyakit secara akurat diidentifikasi

dalam review phytopathometr dan penilaian kerugian tanaman. Chester (1950)

Page 4: LAPORAN PRAKTIKUM3

III. METODOLOGI

Praktikum Teknik Pengamatan Hama dan Penyakit Tumbuhan Acara 3 “Penentuan

Intensitas dan Insidensi Penyakit dengan Metode Skoring pada Tanaman Anggrek Tanah”

dilaksanakan pada Senin, 11 November 2013 di halaman Fakultas Pertanian, Universitas

Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat dan bahan digunakan pada praktikum ini, yaitu alat tulis

serta tanaman anggrek tanah.

Cara kerja praktikum ini, yaitu tanaman anggrek tanah yang berada di daerah kampus

diamati. Dilakukan pengamatan secara visual. Ditentukan skoring kerusakan tanaman dalam

waktu yang telah ditentukan. Tanaman anggrek tanah yang diamati tersebut sebanyak 110

tanaman. Dihitung intensitas penyakitnya dan insidensi penyakitnya.

Intensitas Penyakit (IP) = Σ (m x v )

N x Z x 100%

m: jumlah tanaman dengan sekor v

v: skor penyakit

N: jumlah tanaman sampel

Z: skor penyakit tertinggi

Insidensi Penyakit = Σ tan . sakit

Total tanaman x 100%

Page 5: LAPORAN PRAKTIKUM3

IV. HASIL PENGAMATAN

Tabel 1.1 Hasil scoring tanaman

Skor I II III IV TOTAL

0 3 12 12 17 44

1 13 14 5 12 44

2 4 0 4 8 16

3 2 0 2 1 5

4 0 0 1 0 1

5 0 0 0 0 0

TOTA

L22 26 24 38 110

Perhitungan:

Intensitas Penyakit (IP) = (0+44+32+15+40+0)

110 x 5 x 100% = 17,27%

Insidensi Penyakit = (44+16+5+1+0)

110 x 100% = 60%

Page 6: LAPORAN PRAKTIKUM3

V. PEMBAHASAN

Sangat penting bagi kita untuk mengetahui seberapa parah intensitas penyakit yang

ada pada suatu area tanam dan menentukan tingkat serangan pertanaman dalam populasi.

Oleh karena itu terdapat beberapa metode untuk menghitung tingkat intensitas atau keparahan

penyakit. Dua diantaranya adalah metode kelas serangan (skoring) dan metode proporsi

langsung. Kedua metode ini cocok digunakan untuk penyakit-penyakit yang menunjukkan

gejala parsial (tidak sistemik), contohnya bercak daun (Ahahermanto, 2012).

Dalam penentuan keparahan penyakit ada beberapa istilah yang perlu difahami, yaitu

skala penyakit, standar diagram, dan kunci lapang (Lugito, 2012):

a. Skala penyakit merupakan diskripsi kelas-kelas yang akan dibedakan secara verbal

dan numerik. Skala penyakit mencakup semua kisaran dari 0 sampai 100% gejala

penyakit. Setiap kelas dicirikan oleh suatu tingkat penyakit tertentu, yang memilki

suatu nilai nemerik.

b. Diagram standar merupakan suatu diskripsi diagramatis kelas-kelas dalam skala

penyakit. Jika standar diagram menunjukkan persentase daun, buah, atau daerah umbi

terinfeksi, maka disebut diagram area standar,. Apa yang harus dilakukan oleh

seorang pengamat adalah menyatukan bercak-bercak yang ada dan memperkirakan

berapa luas bercak tersebut secara kesatuan. Kunci lapang ditujukan untuk menduga

besarnya penyakit pada pertanaman.

c. Kunci lapang merupakan diskripsi kelas-kelas keparahan penyakit secara verbal dan

numerik.

Spathoglottis dikenal dengan nama anggrek tanah atau anggrek terestrial. Jenis yang

sering dijumpai adalah Spathoglottis plicata dengan bunga berwarna ungu.Sekitar 40 spesies

terdapat di Asia Tenggara dan Papua Nugini , 7 spesies di antaranya asli Filipina (Hol tum

dan Enoch 1972). Nama genetik Spathoglottis berasal dari bahasa Yunani; spathe berarti

belati dan glossa atau glotta berarti lidah, mengacu pada karakteristik labellum dari genus

(Davis dan Steiner 1982). Nama spesifik plicata diperoleh dari penampilan atau lekukan

daun yang plicated, suatu karakter botanik yang digambarkan sebagai plicate.

Spathoglottis merupakan tanaman taman dan tanaman pot. Anggrek ini pernah

dimanfaatkan sebagai bunga potong andalan Singapura pada era 1930-1940-an (Parker 1994

dalam Kartikaningrum et al, 2004) . Pada taman, Spathoglotis biasanya ditanam secara

massal di dalam bedengan sebagai tanaman pembatas atau tanaman tepi. Di Indonesia,

Spathoglottis dapat tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi, bergantung pada

Page 7: LAPORAN PRAKTIKUM3

spesiesnya. S. plicata banyak dijumpai di dataran rendah dan sedang, sedangkan S. aurea dan

S. afnis tumbuh baik di dataran tinggi (Kartikaningrum et al. 2004). Lingkungan tumbuhnya

adalah tempat yang terbuka dengan sinar matahari penuh, tetapi perlu sedikit naungan pada

sore hari.

Spathoglottis menghendaki media tumbuh yang memiliki drainase baik, karena

anggrek ini tidak tahan genangan (Holtum dan Enoch 1972). Media tanam yang cocok adalah

lapisan bawah berupa pecahan bata/genteng/arang dan lapisan atasnya humus daun-daunan.

Di Malaysia, sebagai media tanam digunakan tanah lumpur yang dibakar dan dicampur

dengan humus daun-daunan (Parker 1994 dalam Kartikaningrum et al. 2004). Warna bunga

Spathoglottis bervariasi yaitu ungu tua, ungu muda, merah keunguan, pink, oranye, kuning,

coklat, putih, dan campuran.

Metode kelas serangan atau skoring menggunakan pembagian kelas atau skor dalam

menilai skala kerusakan tanaman. Terdapat empat kelas ditambah satu kelas 0. Pada daun

gambar yang kami amati, penilaian tergantung dari seberapa luas (%) permukaan daun yang

terserang bercak lalu diberi skor sesuai dengan selang nilai kelas serangannya.

Teknik pengamatan penyakit pada tumbuhan menjadi penting dikarenakan dengan

mengetahui serta melakukan kegiatan ini maka kita dapat mengetahui penyakit yang

menyerang, mengetahui perkembangan penyakitnya, pola penyebarannya, besarnya

kerusakan yang ditimbulkan. Dengan informasi yang diperoleh maka penyakit dapat dicegah

serta dapat diketahui pengendalian yang tepat.

Untuk menentukan skor suatu penyakit, maka perlu ditentukan dulu titik awal dan

titik akhirnya. Titik-titik tersebut dideskrpsi kriterianya, misalnya untuk penyakit bercak daun

: kriteria nol adalah bahwa pertanaman tidak menunjukan gejala bercak sama sekali dan

pertumbuhan tanaman sesuai dengan fasenya sedangkan kriteria sepuluh adalah bahwa

seluruh daun sudah tidak ada warna hijau. Kata pertumbuhan tanaman sesuai dengan fasenya

disesuaikan dengan criteria fase pertumbuhan tanaman yang bersangkutan. Dari titik awal

sampai titik akhir tersebut pembuat skor menilai pertanaman dengan skor diantara dua titik

yang sudah ditentukan, kemudian dibuat kriterianya yang sesuai (Purnomo, 2007).

Pada praktikum ini, dilakukan pengukuran intensitas penyakit dengan tanaman

anggrek dan anggrek. Hal pertama yang dilakukan adalah pengamatan terhadap luasan

penyakit tanaman pada daun, kemudian ditentukan skoring 0-5 dengan persen luasan

penyakit dari 0% hingga 100% yaitu skor 0 : tanpa gejala, skor 1 : 0-25%, skor 2 : 25-50%,

skor 3 : 50-75%, skor 4 : 75-100%,. Setelah ditentukan, kemudian dilakukan perhitungan

intensitas serangan dengan rumus yang telah ditentukan yang bermaksud menentukan tingkat

Page 8: LAPORAN PRAKTIKUM3

keparahan suatu penyakit di lahan. Didapatkan hasil 17.27% intensitas penyakit dari tanaman

angrek dan. Insidensi penyakit yang tertinggi pada tanaman anggrek karena nilai insidensi

mencapai 60%.

Metode skoring termasuk metode pengukuran tidak langsung yang kurang efetif

dibanding metode pengukuran langsung. Hal ini dikarenakan metode skoring memiliki

ukuran yang lebih luas (kurang spesifik) dibandingkan dengan pengamatan dengan metode

pengukuran langsung yang contohnya adalah metode proporsi langsung.

Page 9: LAPORAN PRAKTIKUM3

KESIMPULAN

1. Metode pengukuran intensitas penyakit dapat dilakukan dengan metode skoring

2. Intensitas penyakit yang menyerang tanaman anggrek sebesar 17.27 % dan tinsidensi

penyakit anggrek 60%.

Page 10: LAPORAN PRAKTIKUM3

DAFTAR PUSTAKA

Ahahermanto. 2012. Epidemiologi Penyakit Tumbuhan “Penilaian Kehilangan Hasil”. <http://ahahermanto.wordpress.com/2012/05/05/epidemiologi-penyakit-t umbuhan-penilaian-kehilangan-hasil/>. Diakses tanggal 4November 2013.

Adnan, A. M. 2009. Ilmu Penyakit Tumbuhan Dasar. Departemen Proteksi Tanaman IPB. Bogor.

Chester, K.S. 1950. Plant disease losses: their appraisal and interpretation. Plant DiseaseReporter Supplement 193: 189-362

Davis, R.S and M.L. Steiner. 1982. Philippines Orchids. Entrient Press, Atlagmalolos, Bulacan. 270 pp.

Holtum, R.E. and 1. Enoch. 1972. Flora of Malaya. Orchid. Gov Printing Office, Singapura 1: 759.

Jones, D.G. and Clifford, B.C. (1978) Pathological techniques, in cereal diseases, their pathologyand control BASF. Ipswich. UK. pp. 52-94.

Kartikaningrum, S., Yoyo Sulyo, Nur. Q. Hayati, dan Suryanah. 2004. Hibridisasi anggrek Spathoglottis secara konvensional. Laporan Akhir Tahun Balai Penelitian Tanaman Hias ,Segunung, Cianjur. hlm. 74-82.

Lugito. 2012. pengukuran intensitas penyakit. <http://lugito center.blogspot .com/2012/12 / pengukuran-intensitas-penyakit-laporan.html>. Diakses tanggal 4 November 2013.

Leonard J. F. 2001. Exercises in Plant Disease Epidemiology. APS Press St. Paul Minnesota.

Purnomo, B. 2007. Epidemiologi Penyakit Tanaman : Teori Pendekatan Epidemi.<http://www.geocities.ws/bpurnomo51/epi_files/epi2.pdf>. Diakses tanggal 4 November 2013.

Sastrahidayat, R. I. 2011. Epidemiologi Teoritis Penyakit Tumbuhan. UB Press Universitas Brawijaya, Malang.

Semangun. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Sinaga, Meity Suradji. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Jakarta: Penebar Swadaya.

Zadoks, J.C. & R.D. Schein. 1979. Epidemiology and Plant Disease Managemen. Oxford University press. New York.