Laporan Praktikum Penilaian Status Gizi Masyarakat

31
LAPORAN PRAKTIKUM PENILAIAN STATUS GIZI MASYARAKAT DI POSYANDU MEKARSARI Disusun oleh : Millati Azka (G1H013053) Kelompok 2 PROGRAM STUDI ILMU GIZI JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT 1

Transcript of Laporan Praktikum Penilaian Status Gizi Masyarakat

LAPORAN PRAKTIKUM PENILAIAN STATUS GIZI

MASYARAKAT DI POSYANDU MEKARSARI

Disusun oleh :

Millati Azka (G1H013053)

Kelompok 2

PROGRAM STUDI ILMU GIZI

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

2014

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Tujuan Praktikum

1. Tujuan Umum :

1. Menguasai serta terampil dalam melakukan penilaian status gizi

dan menginterpretasikannya secara individu di masyarakat.

2. Menganalisis etiologi hasil penilaian status gizi individu di

masyarakat.

2. Tujuan khusus :

1. Mengukur berat badan dan tinggi badan lansia di posyandu

mekarsari

2. Mengetahui ada tidaknya gizi kurang (malnutrisi) pada lansia di

posyandu mekarsari

B. Latar Belakang Penilaian Status Gizi

Setiap mahluk hidup membutuhkan makanan untuk

mempertahankan kehidupannya, karena di dalam makanan terdapat zat-zat

gizi yang dibutuhkan tubuh untuk melakukan kegiatan metabolisme,

sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak,

kemampuan kerja dan kesehatan secara umum. Zat gizi adalah ikatan

kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya. Zat-zat tersebut

digolongkan menjadi makronutrien yang meliputi karbohidrat, lemak, dan

protein serta mikronutrien yang meliputi mineral dan vitamin. Pada lansia,

kebutuhan gizi ini harus dipenuhi secara adekuat untuk mengatasi proses

menua, dan memperlambat terjadinya kemunduran fisik.

Lanjut usia (lansia merupakan proses alamiah yang pasti akan

dialami oleh semua orang yang dikaruniai usia panjang. Di dalam struktur

anatomis proses menjadi tua terlihat sebagai kemunduran di dalam sel.

Proses ini berlangsung secara alamiah, terus-menerus, dan

berkesinambungan yang selanjutnya akan menyebabkan perubahan

anatomi, fisiologi, dan biokimia pada jaringan tubuh dan akan

2

mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan (Depkes

RI, 2003).

Hasil sensus penduduk Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia

tahun 2000 mencatat bahwa jumlah lansia yang ada di indonesia sebesar

9.327.444 jiwa atau sekitar 4,53% dari seluruh penduduk Indonesia

(Hartono, 2002). Jumlah lansia yang ada di Indonesia semakin meningkat

dari tahun ke tahun dan tersebar hampir di seluruh propinsi Indonesia. Hal

ini terbukti dengan adanya data susenas (Survey Sosial Ekonomi Nasional)

dimana pada tahun 2005 jumlah penduduk lansia sebesar 16,80 juta jiwa

dan meningkat menjadi 18,96 juta jiwa pada tahun 2007 dan pada tahun

2009 mengalami peningkatan kembali menjadi 19,32 juta jiwa.

Peningkatan jumlah penduduk pada lansia in memiliki dampak yang

positif maupun negatif bagi kehidupan lansia. Peningkatan jumlah

penduduk lansia mengindikasikan adanya keberhasilan pembangunan

dlam bidang kesehatan terutana disebabkan meningkatnya angka harapan

hidup yang berarti akan meningkatan jumlah penduduk lansia (Riskesdas,

2010).

Masalah kesehatan pada lansia, seperti kekurangan gizi dan

obesitas akan semakin meningkat mengingat jumlah penduduk lansia yang

semakin bertambah dari tahun ke tahun. Peningkatan masalah kesehatan

ini mulai mendapat perhatian dari pemerintah dan masyarakat, salah

satunya dengan adanya posyandu lansia.

Masalah kekurangan gizi pada lansia dibandingkan dengan standar

atau berat badan ideal seseorang. Darmojo (2009) menjelaskan bahwa

faktor risiko terjadinya kurang gizi pada lansia diakibatkan antara lain

karena beberpa faktor seperti selera makan rendah, gangguan gigi geligi,

disfagia, gangguan fungsi pada indera penciuman dan pengecap,

pernapasanm saluran pencernaan, neurologi, infeksi, cacat fisik, dan

penyakit lain seperti kanker. Selain itu, kurangnya pengetahuan asupan

makanan yang baik dan adanya faktor psikologi seperti depresi merupakan

faktor risiko terjadinya kurang gizi.

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang

dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam

tubuh. Status gizi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu status gizi kurang, gizi

normal, dan gizi lebih (Almatsier, 2005).

Keadaan tubuh dikatakan pada tingkat gizi optimal, jika jaringan tubuh

jenuh oleh semua zat gizi, maka disebut status gizi optimal. Kondisi ini

memungkinkan tubuh terbebas dari penyakit dan mempunyai daya tahan yang

tinggi. Apabila konsumsi gizi makanan pada seseorang tidak seimbang dengan

kebutuhan tubuh maka akan terjadi kesalahan gizi yang mencakup kelebihan dan

kekurangan zat gizi (Supariasa, 2004).

Status gizi lebih (overnutrition) merupakan keadaan gizi seseorang dimana

jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh lebih besar dari jumlah energi yang

dikeluarkan. Hal ini terjadi karena jumlah energi yang masuk melebihi kecukupan

energi yang dianjurkan untuk seseorang, akhirnya kelebihan zat gizi disimpan

dalam bentuk lemak yang dapat mengakibatkan seseorang menjadi gemuk

(Apriadji, 1986).

Antropometri merupakan salah satu cara penilaian status gizi yang

berhubungan dengan ukuran tubuh yang disesuaikan dengan umur dan tingkat gizi

seseorang. Pada umumnya antropometri mengukur dimensi dan komposisi tubuh

seseorang (Supariasa, 2001).

Metode antropometri sangat berguna untuk melihat ketidakseimbangan

energi dan protein. Akan tetapi, antropometri tidak dapat digunakan untuk

mengidentifikasi zat-zat gizi yang spesifik (Gibson, 2005).

Indeks antropometri adalah pengukuran dari beberapa parameter. Indeks

antropometri bisa merupakan rasio dari satu pengukuran terhadap satu atau lebih

pengukuran atau yang dihubungkan dengan umur dan tingkat gizi. Salah satu

contoh dari indeks antropometri adalah Indeks Massa Tubuh (IMT) atau yang

disebut dengan Body Mass Index (Supariasa, 2001).

4

IMT merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa

khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka

mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai

usia harapan hidup yang lebih panjang. IMT hanya dapat digunakan untuk orang

dewasa yang berumur diatas 18 tahun.

Survei konsumsi makanan merupakan salah satu penilaian status gizi

dengan melihat jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh individu maupun

keluarga. Data yang didapat dapat berupa data kuantitatif maupun kualitatif. Data

kuantitatif dapat mengetahui jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi,

sedangkan data kualitatif dapat diketahui frekuensi makan dan cara seseorang

maupun keluarga dalam memperoleh pangan sesuai dengan kebutuhan gizi

(Baliwati, 2004).

Metode pengukuran konsumsi makanan digunakan untuk mendapatkan

data konsumsi makanan tingkat individu. Ada beberapa metode pengukuran

konsumsi makanan, yaitu sebagai berikut :

1. Recall 24 jam (24 Hour Recall)

Metode ini dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah makanan serta

minuman yang telah dikonsumsi dalam 24 jam yang lalu. Recall dilakukan pada

saat wawancara dilakukan dan mundur ke belakang sampai 24 jam penuh.

Wawancara menggunakan formulir recall harus dilakukan oleh petugas yang telah

terlatih. Data yang didapatkan dari hasil recall lebih bersifat kualitatif. Untuk

mendapatkan data kuantitatif maka perlu ditanyakan penggunaan URT (Ukuran

Rumah Tangga). Sebaiknya recall dilakukan minimal dua kali dengan tidak

berturut-turut. Recall yang dilakukan sebanyak satu kali kurang dapat

menggambarkan kebiasaan makan seseorang (Supariasa, 2001).

Metode recall sangat tergantung dengan daya ingat individu, sehingga

sebaiknya responden memiliki ingatan yang baik agar dapat menggambarkan

konsumsi yang sebenarnya tanpa ada satu jenis makanan yang terlupakan. Recall

tidak cocok bila dilakukan pada responden yang di bawah 7 tahun dan di atas 70

tahun. Recall dapat menimbulkan the flat slope syndrome, yaitu kecenderungan

responden untuk melaporkan konsumsinya. Responden kurus akan melaporkan

konsumsinya lebih banyak dan responden gemuk akan melaporkan konsumsi

5

lebih sedikit, sehingga kurang menggambarkan asupan energi, protein,

karbohidrat, dan lemak yang sebenarnya (Supariasa, 2001).

2. Food Frequency Questionnaire (FFQ)

FFQ merupakan metode pengukuran konsumsi makanan dengan

menggunakan kuesioner untuk memperoleh data mengenai frekuensi seseorang

dalam mengonsumi makanan dan minuman. Frekuensi konsumsi dapat dilakukan

selama periode tertentu, misalnya harian, mingguan, bulanan maupun tahunan.

Kuesioner terdiri dari daftar jenis makanan dan minuman (Supariasa, 2001).

6

BAB III

METODE PELAKSANAAN

A. Waktu Pelaksanaan

Praktikum dilaksanakan pada Selasa, 09 Desember 2014 pukul 08.00 s.d.

10.00 WIB

B. Tempat Pelaksanaan

Praktikum dilaksanakan di Posyandu Lansia Mekarsari Rw 01

C. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah

a. Mikrotoise

b. Pita LILA

c. Timbangan berat badan

d. Alat tulis

e. Food model nasi 100 gram

f. Food model wortel 25 gram

g. Food model bayam 25 gram

h. Food model kubis 25 gram

i. Form MNA

j. Software Nutrisurvey

k. AKG 2013

l. Kuisioner data keluarga dan atropometri

D. Prosedur pengukuran Status Gizi

1. Pengukuran Berat Badan :

a. Letakkan timbangan di tempat yang rata dan datar

b. Pastikan jarum timbangan menunjukan angka nol (0) dan jarum dalam

keadaan seimbang.

c. Responden berdiri di atas timbangan.

d. Baca dan catat berat badan responden sesuai angka yang ditunjukkan

oleh jarum timbangan.

7

2. Pengukuran Tinggi Badan

a. Persiapan Alat

Letakkan microtoise di lanta yang rata dan menempel pada dinding

yang tegak lurus

Tarik pita meteran lurus ke atas sampai angka pada jendela kaca

menunjukan angka nol (0)

Paku/tempelkan ujung pita meteran pada dinding

Tarik kepala microtoise ke atas sampai paku

b. Pelaksanaan Pengukuran Tinggi Badan

Minta responden melepaskan alas kaki (sandal/sepatu), topi

(penutup kepala)

Pastikan alat geser berada di posisi atas

Responden diminta berdiri tegak, persis di bawah alat geser

Posisi kepala dan bahu bagian belakang, lengan, pantat dan tumit

menempel pada dinding tempat microtoise di pasang

Pandangan lurus ke depan, dan tangan dalam posisi tergantung

bebas

Gerakkan alat geser sampai menyentuh bagian atas kepala

responden. Pastikan alat geser berada tepat di tengah kepala

responden. Dalam keadaan ini bagian belakang alat geser harus

tetap menempel pada dinding.

Baca angka tinggi badan pada jendela kaca ke arah angka yang

lebih besar (ke bawah). Pembacaan dilakukan tepat di depan angka

(skala) pada garis merah, sejajar dengan mata petugas.

Apabila pengukur lebih rendah dari yang diukur, pengukur harus

berdiri di atas bangku agar hasil pembacaannya benar

Pencatatan dilakukan dengan ketelitian sampai satu angka di

belakang koma (0,1 cm)

3. Pengukuran LILA

a. Tentukn posisi pangkal bahu

8

b. Tentukan posisi ujung siku dilipat dengan cara siku dilipat dengan

telapak tangan ke arah perut

c. Tentukan titik tengah antara pangkal bahu dengan ujung siku dengan

menggunakan pita LILA atau meteran dan beri tanda dengan

pulpen/spidol (sebelumnya minta izin dengan sopan kepada

responden). Bila menggunakan pita LILA perhatikan titik nolnya.

d. Lingkarkan pita LILA sesuai tanda pulpen di sekelilinglengan

responden sesuai tanda (di pertengahan antara pangkal bahu dan siku)

e. Masukkan ujung pita di lubang yang ada pada pita LILA

f. Pita ditarik dengan perlahan, jangan terlalu ketat atau longgar

g. Baca angka yang ditunjukkan oleh tanda panah pada pita LILA (ke

arah angka yang lebih besar)

9

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Identitas Keluarga

Nama : Nisem

Alamat : Desa tambaksari Rw 01, kecamatan Sumbang

Umur : 70 tahun

Pendidikan : Tidak lulus SD

Jenis Kelamin : Perempuan

Jumlah Cucu : 7

Jumlah Anak :

No. Nama L/PUmur

(tahun)Pendidikan Pekerjaan

1 Daslim L 50 Lulus SD Penjahit2 Liarni P 40 Tidak lulus

SDBuruh

3 Khamisah P 35 Lulus SD Petani

2. Antropometri

Berat Badan : 40 kg

Tinggi Badan : 1,45 m

Lila : 22,5 cm

3. Biokimia

Tidak diperoleh data biokimia.

4. Fisik-klinis

Tidak terdapat tanda khusus pada pemeriksaan fisik-klinis

5. Konsumsi Makan

a. Hasil Recall

Waktu Nama MakananBanyaknya

URT atau gram

PagiKopi 1 gelasNasi 100Serundeng ayam 35

Selingan Menginang

10

SiangNasi 100Sayur bening 1 mangkuk

Selingan Menginang

Sore-MalamNasi 100Sayur bening 1 mangkukKopi 1 gelas

Selingan -

b. Analisis Bahan Makanan

WaktuNama

Makanan

BanyaknyaURT atau

gram

Nama Bahan Makanan

Jumlah BM (g)

Pagi

Kopi 1 gelas Gula pasir 5Nasi 100 Nasi 100

Serundeng ayam

35Ayam

Ampas kelapaMinyak

10205

Selingan Menginang

Siang

Nasi 100 Nasi 100

Sayur bening 1 mangkukBayamKubisWortel

252525

Selingan Menginang

Sore-Malam

Nasi 100 Nasi 100

Sayur bening 1 mangkukBayamKubisWortel

252525

Kopi 1 gelas Gula pasir 5Selingan -

c. Analisis Nilai Gizi

Waktu

Nama Bahan Makanan

Jumlah BM

(g)

Energi

(kkal)

Protein (g)

Lemak (g)

KH (g)

Pagi

Gula pasir 5 39,6 9,4Nasi 100 180,7 3 0,3 39,8

AyamAmpas kelapa

Minyak

10205

29,9 1,8 2,5

44,4 5Selingan Menginang

Siang

Nasi 100 180,7 3 0,3 39,8BayamKubisWortel

252525

5,8 0,3 0,2 0,912,8 0,6 0,3 27,1 0,2 0,1 1,6

11

Selingan Menginang

Sore-Malam

Nasi 100 180,7 3 0,3 39,8BayamKubisWortel

252525

5,8 0,3 0,2 0,912,8 0,6 0,3 27,1 0,2 0,1 1,6

Gula pasir 5 39,6 9,4Selingan

Jumlah 707,3 13 9.5 137.8

Berdasarkan AKG 2013, Kebutuhan energi wanita di usia 65-80

tahun adalah 1550 kkal, sedangkan kebutuhan proteinnya sebesar 56

gram, kebutuhan lemaknya 43 gram, dan kebutuhan karbohidratnya 252

gram. Jika dihitung tingkat kecukupannya adalah

Energi = 707,31550

×100 %

= 45,63 % (Defisit)

Protein = 1356

×100 %

= 23,21 % (Defisit)

Lemak = 9,543

× 100 %

= 22,09 % (Defisit)

Karbohidrat = 137,8252

×100 %

= 54,68 % (Defisit)

6. Hasil analisis kuesioner Mini Nutritional Assesment (MNA)

ScreeningSkor

A Mengalami penurunan makanan sedang 1B Kehilangan berat badan lebih dari 3 kg 0C Dapat pergi keluar/ jalan-jalan 2

DTidak mengalami stres psikologis atau penyakit akut selama 3 bulan terakhir

2

E Tidak mengalami masalah 2

12

neuropsikologisF BMI antara 19-21 1

Jumlah 8 (Berisiko malnutrisi)

AssesmentSkor

G Hidup mandiri 1

HTidak diberi obat lebih dari 3 jenis obat per hari

1

I Tidak memiliki ulserasi kulit 1J 3 kali makan per hari 2K Satu jawaban iya 0

LTidak mengonsumsi buah atau sayur 2 porsi atau lebih setiap hari

0

M Minum 3-5 gelas per hari 0,5

NDapat makan sendiri tanpa ada masalah

2

OMelihat tidak ada masalah pada status gizi dirinya

2

PSama baiknya dengan status gizi orang lain

1

Q LILA lebih dari 22 1R LB kurang dari31 0

Jumlah11,5 (Berisiko malnutrisi)

B. Pembahasan

Di masyarakat, cara pengukuran status gizi yang paling sering

digunakan adalah antropometri gizi. Pengukuran menggunakan metode

antropometri bertujuan untuk mengetahui status gizi dari ketidakseimbangan

antara asupan protein dan energi. Metode antropometri memiliki kelebihan

dan kekurangan sebagai berikut

Keunggulan antropometri :

1. Prosedur sederhana, aman dan non invasif (tidak melukai tubuh)

2. Tidak membutuhkan tenaga yang sangat khusus/ahli

3. Mudah dimengerti awam

4. Obyektif (bisa skala ukur pada alat)

5. Hasil dapat digradasi dengan jelas (dapat mengidentifikasi KEP

ringan, sedang, berat)

13

6. Untuk screening, seperti LILA pada WUSKEK.

Kelemahan metode antropometri:

1. Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi

presisi, akurasi, dan validitas pengukuran antropometri gizi.

Ada 3 penyebab utama kesalahan yang signifikan yaitu:

a. Kesalahan pengukuran.

b. Perubahan hasil pengukuran baik fisik maupun komposisi

jaringan.

c. Analisis dan asumsi yang keliru.

2. Membutuhkan data mengenai umur secara tepat.

Cara mengatasinya dengan membuat kalender lokal disesuaikan

dengan peristiwa yang terjadi di daerah tersebut pada masa lampau

atau menggunakan pengukuran tanpa umur seperti LILA dan BB/TB

3. Hanya untuk keperluan terbatas (tidak spesifik). Hanya mengukur

kelebihan/kekurangan masukan energi dan protein

Selain metode antropometri, pada praktikum kali ini juga digunakan

metode food recall 24 jam dan frekuensi makanan. Food recall 24 jam

digunakan untuk mengetahui kebiasaan makan responden, sedangkan metode

frekuensi makanan dihgunakan untuk memperoleh gambaran pola konsumsi

bahan makanan secara kualitatif.

Kelebihan metode recall 24 jam:

1. Mudah melaksanakannya serta tidak terlalu membebani responden

2. Biaya relatif murah, karena tidak memerlukan peralatan khusus dan

tempat yang luas untuk wawancara

3. Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden

4. Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf

5. Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi

individu sehingga dapat dihitung intake gizi sehari

Kekurangan metode recall 24 jam:

1. Tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari bila hanya

dilakukan recall satu hari

2. Ketepatannya sangat tergantung pada daya ingat responden

14

3. Adanya kecenderungan bagi responden yang kurus melaporkan

konsumsinya lebih banyak dan bagi responden yang gemuk cenderung

melaporkan lebih sedikit.

4. Membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih dan terampil dalam

menggunakan alat-alat bantu URT dan ketepatan alat bantu yang

dipakai menurut kebiasaan masyarakat.

Metode frekuensi makanan juga memiliki kekurangan dan kelebihan

tersendiri, antara lain.

Kelebihan metode Frekuensi Makanan:

1. Relatif murah dan sederhana

2. Dapat dilakukan sendiri oleh responden

3. Tidak membutuhkan latihan khusus

4. Dapat membantu untuk menjelaskan hubungan antara penyakit dengan

kebiasaan makan.

Kekurangan metode Frekuensi Makanan:

1. Tidak dapat untuk menghitung intake zat gizi sehari

2. Sulit mengembangkan kuesioner pengumpulan data

3. Cukup menjemukan bagi pewawancara

4. Perlu membuat percobaan pendahuluan untuk menentukan jenis bahan

makanan yang akan masuk dalam daftar kuesioner tersebut

5. Responden harus jujur dan mempunyai motivasi tinggi.

15

Hasil pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh bahwa responden

mengalami malnutrisi berupa kekurangan gizi yang diketahui melalui

pengisian formulir MNA (Mini Nutritional Assesment). Malnutrisi dapat

disebabkan oleh beberapa faktor atau multifaktor. Penyebab langsung

permasalahan kurang gizi adalah terjadinya ketidakseimbangan antara asupan

makanan yang berkaitan dengan penyakit infeksi. Dari hasil recall yang telah

dilakukan dan dibandingan dengan AKG 2013 diketahui hampir semua

makronutrien yang dikonsumsi responden tergolong defisit. Rinciannya

adalah kecukupan energi sebesar 45,63 %, protein 23,21 %, lemak 22,09 %,

dan karbohidrat 54,68 %. Apabila seseorang kekurangan asupan makanan

maka akan menyebabkan daya tahan tubuh menjadi lemah sehingga

memudahkan orang tersebut untuk terkena penyakit infeksi.

Asupan makanan bisa dipengaruhi oleh persediaan makanan di tingkat

rumah tangga. Berdasarkan hasil wawancara, ketersediaan makanan di rumah

responden rendah, hal ini karena responden tidak bekerja dan hanya

mendapatkan uang dari anak-anaknya dan cucunya, sedangkan pendapatan

anaknya juga rendah. Pendapatan seseorang akan menentukan kemampuan

orang tersebut dalam memenuhi kebutuhan makanan sesuai dengan jumlah

yang diperlukan oleh tubuh.

Selain itu tingkatan pendidikan responden juga rendah, karena

responden tidak lulus SD. Pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan

pengetahuan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka sangat

diharapkan semakin tinggi pula pengetahuan orang tersebut mengenai gizi

dan kesehatan. Pendidikan yang tingggi dapat membuat seseorang lebih

memperhatikan makanan untuk memenuhi asupan zat-zat gizi yang seimbang.

Adanya pola makan yang baik dapat mengurangi bahkan mencegah dari

timbulnya masalah yang tidak diinginkan mengenai gizi dan kesehatan

(Apriadji, 1986).

Penyebab langsung malnutrisi lain adalah penyakit infeksi. Responden

yang sudah memasuki usia lanjut rentan mengalami penyakit. Hal ini karena

pada usia lanjut, manusia mengalami kemunduran secara anatomis maupun

fisiologis. Pada hari dilakukan recall, responden sedang mengalami gangguan

16

pencernaan, tepatnya perih pada lambungnya sehingga intake responden

menurun. Kesakitan ini menyebabkan menurunnya nafsu makan dan

keengganan untuk makan. Selain itu, faktor ekonomi menyebabkan

responden kesulitan untuk mendapat layanan kesehatan saat sakit. Terjadinya

penyakit infeksi dipengaruhi oleh iklim tropis, sanitasi lingkungan buruk,

sehingga menyebabkan seseorang menjadi kurang gizi. Responden

menyatakan bahwa rumah yang ditempati lebih sempit dari rumah orang lain.

Hal ini memungkinkan rumah tersebut sanitasinya kurang baik. Pengasuhan

yang didapat oleh responden juga kurang memadai, karena responden tinggal

sendiri di rumah dan jarang dikunjungi oleh anak-anaknya. Hal ini juga bisa

menyebabkan gangguan psikologis pada responden berupa rasa malas untuk

mengonsumsi makanan akibat kesepian dan kurang diperhatikan.

Berdasarkan pengumpulan data frekuensi makanan, responden jarang

mengonsumsi sumber protein hewani, dan lebih sering sumber protein nabati.

Pola makan tersebut dalam jangka panjang bisa mengakibatkan responden

mengalami anemia. Hal ini karena sumber Fe lebih banyak terdapat pada

bahan makanan hewani daripada protein nabati. Selain itu, beberapa asam

amino hanya ada pada sumber hewani.

17

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Terdapat lansia yang berisiko mengalami malnutrisi berupa gizi kurang

pada posyandu mekarsari

2. Malnutrisi dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain pengetahuan,

kondisi psikologis, dan sosial ekonomi.

B. Saran

1. Praktikum recall 24 jam sebaiknya dilakukan tidak hanya sekali.

2. Praktikan sebaiknya mepraktikkan persiapan alat pengukuran.

3. Lansia yang menjadi responden sebaiknya dibawah 70 tahun untuk

meminimalkan bias.

18

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2005. Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Baliwati, F.Y. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya

Darmojo, Boedhi. 2009. Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri. Jakarta : Balai

Penerbit FK UI

Departemen Kesehatan RI. 2003. Pedoman tatalaksana gizi usia lanjut untuk

tenaga kesehatan. Jakarta : Direktorat Bina Gizi Masyarakat Ditjen

Binkesmas Depkes RI.

Gibson, R.S. 2005. Principles of Nutritional Assesment 2end ed. New York :

Oxford University Press

Nyoman I DS, Bakri B, Fajar I. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta. EGC.

Riskesdas. 2010. Laporan nasional riset kesehatan dasar (riskesdas) tahun 2010.

Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen

Kesehatan RI

19

LAMPIRAN

=====================================================================

HASIL PERHITUNGAN DIET/===================================================================== Nama Makanan Jumlah energy carbohydr. ______________________________________________________________________________

Nasi (TKPI) 300 g 542.1 kcal 119.4 gGula putih (TKPI) 10 g 39.6 kcal 9.4 gAyam (TKPI) 10 g 29.9 kcal 0.0 gMinyak kelapa sawit (TKPI) 5 g 44.4 kcal 0.0 gwortel rebus (TKPI) 50 g 14.1 kcal 3.2 gDaun kubis (TKPI) 50 g 25.6 kcal 4.0 gBayam rebus(TKPI) 50 g 11.6 kcal 1.9 g

Meal analysis: energy 707.2 kcal (100 %), carbohydrate 137.8 g (100 %)

=====================================================================

HASIL PERHITUNGAN=====================================================================Zat Gizi hasil analisis rekomendasi persentase nilai nilai/hari pemenuhan______________________________________________________________________________energy 707.2 kcal 2198.9 kcal 32 % water 312.1 g - -protein 13.0 g(8%) 50.0 g(12 %) 26 % fat 9.5 g - -carbohydr. 137.8 g - -dietary fiber 3.3 g - -alcohol 0.0 g - -PUFA 0.0 g - -cholesterol 0.0 mg - -Vit. A 0.0 µg 800.0 µg 0 % carotene 0.0 mg - -Vit. E 0.0 mg - -Vit. B1 0.4 mg 1.0 mg 36 % Vit. B2 0.0 mg 1.2 mg 4 %

20

Vit. B6 0.0 mg 1.6 mg 0 % folic acid eq. 0.0 µg 180.0 µg 0 % Vit. C 23.5 mg 60.0 mg 39 % sodium 28.0 mg - -potassium 164.0 mg - -calcium 224.9 mg 800.0 mg 28 % magnesium 0.0 mg 280.0 mg 0 % phosphorus 157.6 mg 800.0 mg 20 % iron 3.6 mg 10.0 mg 36 % zinc 0.3 mg 12.0 mg 2 %

21