LAPORAN PRAKTIKUM MAS.docx
-
Upload
megan-kumala -
Category
Documents
-
view
313 -
download
13
description
Transcript of LAPORAN PRAKTIKUM MAS.docx
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENGEMASAN, PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN
MODIFIED ATMOSPHERE STORAGE (MAS)
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
SURABAYA
2013
Tujuan umum :
Mahasiswa memahami pengertian penyimpanan atmosfer termodifikasi dan manfaat
pada bahan pangan segar
Tujuan khusus :
- Mahasiswa mengetahui fungsi penggunaan KMnO4 dan KOH serta Ca(OH)2 dalam
mempertahankan kesegaran buah selama penyimpanan.
- Mahasiswa mengetahui fungsi penggunaan kemasan dan perbedaan jenis kemasan
dalam mempertahankan kesegaran buah selama penyimpanan.
- Mahasiswa mengetahui pengaruh suhu penyimpanan terhadap kesegaran buah
selama penyimpanan.
Dasar Teori :
Banyak makanan yang cepat busuk dikarenakan kelembaban, reaksi dengan
oksigen dan pertumbuhan mikroorganisme, bakteri dan jamur. Semuanya itu dapat
mengakibatkan bahan makanan mengalami perubahan tekstur, warna, aroma dan
menurunkan nilai gizi. Oleh karena itu dibutuhkan suatu metode penyimpanan yaitu
Modified Atmoshere Storage (MAS). Metode ini dapat memperlambat reaksi kimia
dan biokimia sehingga dapat mencegah pertumbuhan organisme pembusuk dan
menjaga kualitas bahan makanan.
Modified Atmoshere Storage (MAS) adalah sistem penyimpanan dengan
memodifikasi komposisi normal udara atau atmosfir (oksigen, karbondioksida dan
nitrogen) dalam tempat tertutup atau kedap udara sehingga menghasilkan komposisi
baru. Metode penyimpanan ini telah dilakukan sejak tahun 70an dalam
mengendalikan hama pasca panen. Konsep kerja MAS yaitu :
- Pada penyimpanan kedap udara, konsentrasi oksigen (O2) turun sementara
konsentrasi karbon dioksida (CO2) naik sebagai akibat dari proses respirasi
(kapang, serangga dan biji-bijian) dalam lingkungan tertutup.
- Prosesnya untuk mengurangi jumlah oksigen (O2) dari 20% menjadi 0% untuk
memperlambat pertumbuhan mikroorganisme aerobik dan kecepatan reaksi
oksidasi.
Faktor yang berperan dalam MAS yaitu :
- Suhu : jika suhu naik maka efektifitas CO2 meningkat
16o C : 21- 28 hari exposure
20o C : 10 – 14 hari exposure
27o C : 5 - 6 hari exposure
- RH : jika RH naik, mortalitas hama turun
- Konsentrasi CO2 > 35% minimal 1 minggu
Penggunaan gas dalam MAS
Komposisi udara yang normal adalah 78% nitogen dan 21% oksigen, dengan sisanya
terdiri dari gas karbondioksida 0.035%, gas lain dan uap air. Suatu peningkatan di
dalam proporsi gas karbondiksida dan suatu pengurangan di dalam proporsi oksigen
di dalam batas yang ditetapkan untuk memelihara produk yang berkualitas dan
memperpanjang hidup produk. Efek yang ditimbulkan dari system ini adalah:
- menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur
- melindungi dari serangan serangga
- mengurangi kehilangan embun (uap air)
- mengurangi perubahan oksidative
- mengendalian aktivitas enzim dan biokimia untuk memperlambat senescence dan
pemasakan.
Ada tiga gas utama yang dikendalikan dalam penyimpanan MAS yaitu O2, CO2 dan
N2. Pilihan gas sangat tergantung pada produk makanan yang dikemas dan disimpan.
Gas – gas ini digunakan secara terpisah atau dalam kombinasi.
- CO2 : gas yang tidak berwarna dengan bau sedikit menyengat pada konsentrasi
yang sangat tinggi. CO2 mudah larut dalam air sehingga menghasilkan asam
karbonat (H2CO3) yang meningkatkan keasaman larutan dan mengurangi pH.
Gas ini juga larut dalam lemak dan beberapa senyawa organik lainnya. Untuk
alasan inilah aktivitas CO2 terhadap mikroba lebih kuat pada temperatur di
bawah 10o C dibanding pada 15o C atau lebih tinggi. Hal ini sangat penting
pada pengemasan makanan.
- O2 : gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan sangaat reaktif dalam
pembakaran. Oksigen berperan aktif dalam beberapa reaksi yang akan
memperburuk kondisi makanan termasuk oksidasi lemak, reaksi pencoklatan
dan oksidasi pigmen. Sebagian besar bakteri pembusukan dan jamur
memerlukan oksigen untuk pertumbuhan. Oleh karena itu, untuk
meningkatkan daya simpan, kemasan harus rendah kandungan oksigennya.
Dan perlu diingat bahwa dalam beberapa makanan dengan konsentrasi rendah
oksigen dapat memperburuk penampilan bahan makanan seperti perubahan
warna pigmen yang kurang menguntungkan dalam daging merah, penuaan
dalam buah dan sayuran, pertumbuhan bakteri keracunan makanan. Hal ini
harus diperhitungkan ketika memilih komposisi gas makanan yang akan
digunakan.
- N2 : gs yang tidak reaktif, tidak berbau, tidak berwarna. Gas ini memiliki
kerapatan yang lebih rendah daripada udara, tidak mudah terbakar dan punya
kelarutan rendah dalam air. Nitrogen tidak mendukung pertumbuhan mikroba
aerobik sehingga menghambat pertumbuhan pembusukan aerobik. Kelarutan
rendah dalam makanan dapat digunakan untuk mencegah kerusakan dengan
memasukkan gas nitrogen yang cukup dalam kemasan.
Tabel komposisi gas O2 dan CO2
Buah Dan Sayuran CO2 (%) O2 (%)
Apel 2 2
Asparagus 10 10
Alpokat 5 3
Pisang 5 -
Brokoli 15 1
Kubis 5 2
Wortel 4 3
Kembang kol 5 2
Buah sitrus - 5
Mentimun 10 3
Selada 1 2
Bawang 10 1
Kacang polong 7 5
Buah pir 5 2
Kentang 10 10
Bayam 20 -
Strawberry 20 2
Sweetcorn 20 -
Tomat 2 3
Pengaruh MAS terhadap mutu pangan :
- Mutu pangan / gizi tidak terganggu
- Mutu pengolahan tidak terganggu
- Mengurangi perubahan oksidatif
- Menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur
- Mengurangi kehilangan uap air
- Parameter lain seperti ALB dan KA stabil
Jika kadar air >20% kadar ALB akan naik
PISANG
Pisang adalah tanaman yang berasal dari kawasan Asia Tenggara (termasuk
Indonesia) (Suyanti dan Supriyadi, 2008).
Proses pematangan (ripening process) buah pisang setelah dipetik masih akan
berlanjut sesudah proses pemetikan karena pisang termasuk kelompok klimakterik.
Tingkat kematangan buah pisang ditandai dari warnanya. Hal ini secara umum dibagi
ke dalam tujuh tingkatan. Walaupun pisang matang umumnya berwarna kuning,
beberapa varietas menunjukkan warna yang berbeda. Pisang ambon lumut warnanya
tetap hijau pada saat masak dan pisang raja sereh kulitnya berbintik-bintik cokelat tua
sampai saat matang.
Nomor
Indeks Warna Kulit Buah
1 Hijau
2 Hijau dengan sedikit warna kuning
3 Bagian hijau lebih banyak daripada hijau
4
Bagian kuning lebih banyak daripada
hijau
5 Kuning dengan ujung hijau
6 Kuning penuh
7 Kuning berbintik kecokelatan
Sjaifullah, 1996
Mutu pisang mencakup hal-hal seperti tingkat ketuaan yang optimal, tampilan buah
yang menarik serta tanpa cacat.
Penyimpanan buah pisang dengan sistem modifikasi atmosfir dapat memperpanjang
umur simpannya, tetapi pengaturan konsentrasi O2 dan CO2 harus dilakukan secara
periodik untuk dapat mempertahankan komposisi udara sesuai dengan kebutuhan
pisang barangan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kombinasi konsentrasi CO2 tinggi dengan
O2 rendah, efektif untuk memperpanjang umur simpan buah pisang karena
mengurangi laju kematangan. Produksi C2H4 dihambat oleh kombinasi gas tersebut.
C2H4 merupakan senyawa etilen yang berfungsi untuk mempercepat kematangan
buah sehingga dengan pengaturan konsentrasi CO2 dan O2 dapat memperpanjang
masa simpan buah pisang
Respirasi
Respirasi merupakan pemecahan bahan-bahan kompleks dalam sel, seperti gula dan
asam-asam organik menjadi molekul sederhana seperti karbondioksida dan air,
bersamaan dengan terbentuknya energi dan molekul lain yang dapat digunakan sel
untuk reaksi sintesa (Wills et al., 1981).
Proses metabolik yang terpenting sesudah panen adalah respirasi yang meliputi
perombakan substrat yang lebih besar. Namun demikian, tidak selalu aktivitas
metabolik ini bersifat katabolik yang merugikan, melainkan bisa menguntungkan
seperti sintesa pigmen, enzim dan senyawa lain khususnya perubahan-perubahan yang
terjadi selama pemasakan (Winarno, 1993).
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju respirasi terbagi dua, yaitu ;
1. Faktor internal
Semakin tinggi tingkat perkembangan organ, semakin banyak jumlah CO2 yang
dihasilkan. Susunan kimiawi jaringan mempengaruhi laju respirasi, pada buah-buahan
yang banyak mengandung karbohidrat, maka laju respirasi akan semakin cepat.
Produk yang lebih kecil ukurannya mengalami laju respirasi lebih cepat daripada buah
yang besar, karena mempunyai permukaan yang lebih luas yang bersentuhan dengan
udara sehingga lebih banyak O2 berdifusi ke dalam jaringan. Pada produk-produk
yang memiliki lapisan kulit yang tebal, laju respirasinya rendah, dan pada jaringan
muda proses metabolisme akan lebih aktif dari pada jaringan lebih tua (Pantastico,
1993).
2. Faktor eksternal
Umumnya laju respirasi meningkat 2-2,5 kali tiap kenaikan 10°C. Pemberian etilen
pada tingkat pra-klimaterik, akan meningkatkan respirasi buah klimaterik. Kandungan
oksigen pada ruang penyimpanan perlu diperhatikan karena semakin tinggi kadar
oksigen, maka laju respirasi semakin cepat. Konsentrasi CO2 yang sesuai dapat
memperpanjang umur simpan buah-buahan dan sayuran karena terjadi gangguan pada
respirasinya. Kerusakan atau luka pada produk sebaiknya dihindari, karena dapat
memacu terjadinya respirasi, sehingga umur simpan produk semakin pendek
(Pantastico, 1993).
Menurut Pantastico (1993), konsentrasi O2 yang rendah dapat mempunyai pengaruh :
a. Laju respirasi dan oksidasi substrat menurun
b. Pematangan tertunda dan sebagai akibatnya umur komoditi menjadi lebih
panjang
c. Perombakan klorofil tertunda
d. Produksi C2H4 rendah
e. Laju pembentukan asam askorbat berkurang
f. Perbandingan asam-asam lemak tak jenuh berubah
g. Laju degaradasi senyawa pektin tidak secepat seperti dalam udara
Udara termodifikasi (UT) sering digunakan bergantian dengan udara terkendali. Yang
dimaksud dengan cara penyimpanan dalam UT adalah penambahan CO2, penurunan
O2, dan kandungan N2 tinggi dibandingkan dengan udara biasa. Cara ini tidak hanya
mengurangi konsentrasi O2 tetapi juga mempercepat difusi etilen keluar dari jaringan
buah, dan dengan demikian memperpanjang umur simpannya (Pantastico, 1993).
Prinsip pengawetan dengan cara penyimpanan atmosfir terkendali adalah pengaturan
jumlah gas oksigen dan gas karbondioksida di dalam ruang penyimpanan yang
tertutup rapat sehingga kadar gas oksigen dikurangi dan gas karbondioksida
dinaikkan. Dengan keadaan ini maka proses pernafasan sayuran/buah-buahan menjadi
terhambat. Pengaturan gas dilakukan dengan cara menyedot udara didalam ruangan
dan menggantikannya dengan campuran gas oksigen dan karbondioksida dengan
perbandingan tertentu. Untuk menyeimbangkan tekanan gas di dalam ruangan
dimasukkan gas nitrogen (Muchtadi, 2008).
Penyimpanan dalam ruangan dengan sistem atmosfir termodifikasi merupakan suatu
cara penyimpanan dengan mengatur komposisi gas oksigen (O2), karbondioksida
(CO2), dan nitrogen (N2) dalam ruang penyimpanan sehingga dapat memperlambat
proses pernafasan, penguapan dan aktivitas biologis lainnya. Proses-proses tersebut
dapat diperlambat dengan menurunkan konsentrasi oksigen hingga di bawah 8% dan
meningkatkan kandungan karbondioksida diatas 2%. Dalam kondisi udara bebas,
kandungan oksigen adalah 20,99%, karbondioksida 0,03% dan nitrogen 78,03%.
Rendahnya oksigen dan tingginya karbondioksida dalam ruang penyimpanan akan
memperlambat respirasi, pematangan (rippening) dan pelayuan, menurunkan laju
produksi etilen dan memperlambat pembusukan.
Efek yang ditimbulkan dari system ini adalah:
1. menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur
2. melindungi dari serangan serangga
3. mengurangi kehilangan embun (uap air)
4. mengurangi perubahan oksidative
5. mengendalian aktivitas enzim dan biokimia untuk memperlambat senescence
dan pemasakan.
Perubahan-Perubahan yang Terjadi Selama Pematangan dan Penuaan
1. Perubahan Warna
Perubahan warna adalah perubahan yang paling menonjol, pada waktu pematangan,
terjadi sintesa pigmen tertentu, seperti karotenoid dan flavonoid disamping terjadinya
perombakan klorofil. Terjadinya warna kuning pada pisang disebabkan hilangnya
klorofil dan menyebabkan timbulnya karotenoid yang kuning (Apandi, 1984).
2. Perubahan Tekstur
Zat-zat pektin terutama dilekatkan dalam dinding sel dan lamela tengah dan berfungsi
sebagai bahan perekat. Zat-zat itu merupakan derivat asam poligalakturonat dan
terdapat dalam bentuk protopektin, asam-asam pektinat, pektin dan asam pektat.
Jumlah zat-zat pektat bertambah selama perkembangan buah. Pada waktu buah
menjadi matang, kandungan pektat dan pektinat yang larut meningkat, sedangkan
jumlah zat-zat pektat seluruhnya menurun. Selama pematangan buah, terjadi 2 proses
pada zat-zat pektin : depolimerisasi (pemendekan rantai) dan de-esterifikasi
(penghilangan gugus metil dari polimernya). Dengan perubahan pektin, ketegaran
buah berkurang (Pantastico, 1993).
Selama penyimpanan terjadi degradasi pektat, lignin, selulosa dan hemiselulosa oleh
aktivitas enzim pektin metil esterase dan poligalakturonase dalam proses pematangan
buah sehingga terjadi perubahan tekstur dari keras menjadi lunak (Kartasapoetra,
1994).
Salah satu bentuk penilaian bahwa suatu produk pertanian masih layak simpan untuk
dikonsumsi adalah ketika tekstur buah masih cukup keras. Pada penyimpanan dengan
suhu ruang, buah cepat menjadi lunak. Penurunan tingkat kekerasan ini terjadi akibat
proses pematangan sehingga komposisi dinding sel berubah menyebabkan
menurunnya tekanan turgor sel dan kekerasan buah menurun. Perubahan kekerasan
ini dapat dijadikan indikator tingkat kematangan buah (Hartanto dan Sianturi, 2008).
3. Perubahan Karbohidrat
Perubahan komponen kimia terbesar dalam pematangan adalah perubahan karbohidrat
yang menyebabkan perubahan rasa dan tekstur buah. Semakin matang buah, semakin
tinggi kadar gula. Karena gula merupakan zat yang dominan dalam bahan padat yang
terlarut pada buah maka tingkat kematangan sering ditentukan dengan soluble solid
(Purba dan Sitinjak, 1987).
Konsentrasi pati pada daging buah meningkat sampai 70 hari pada masa pertumbuhan
buah pisang dan kemudian menurun. Kandungan pati pada buah pisang yang belum
masak 20 – 25 % dari total berat segarnya dan sekitar 2 – 5 % saja yang mampu
diubah menjadi gula dan sebagian dilepas dalam bentuk gas CO2 melalui proses
respirasi. Pada awal pertumbuhan buah konsentrasi gula total, gula reduksi dan bukan
reduksi sangat rendah. Tetapi saat proses pemasakan, gula total meningkat tajam
dalam bentuk glukosa dan fruktosa. Naiknya kadar gula yang tiba-tiba ini dapat
digunakan sebagai indeks kimia kemasakan. Pada saat pemasakan buah terjadi
peningkatan respirasi, produksi etilen serta terjadi akumulasi gula (Sumadi, et al.,
2004).
4. Perubahan Vitamin C
Kandungan asam askorbat (vitamin C) akan mengalami penurunan selama
penyimpanan terutama pada suhu penyimpanan yang tinggi. Kandungan asam
askorbat setelah penyimpanan kira-kira setengah sampai dua per tiga dari waktu
panen. Hal ini disebabkan asam askorbat mudah teroksidasi, misalnya oleh enzim
asam askorbat oksidase yang terdapat dalam jaringan tanaman (Pantastico, 1993).
5. Perubahan Berat
Pengurangan berat pada bahan hasil pertanian terutama buah-buahan mempunyai
korelasi positif dengan jumlah gas CO2 dan air yang dilepaskan. Penguapan air dari
produk holtikultura adalah suatu proses yang terus- menerus pada semua buah dan
sayuran. Hal ini merupakan penyebab kehilangan berat secara langsung. Pengaruh
yang lebih nyata akibat kehilangan air adalah perubahan pada rupa (penampakan),
kelayuan atau pengkerutan (Wills, et al., 1981).
6. Perubahan Asam-Asam Organik
Keasaman (total asam) buah sebelum dipanen tinggi, karena adanya asam sitrat, asam
malat, asam tartarat, asam oksalat dan asam laktat. Asam- asam organik ini dapat
dipandang sebagai energi tambahan untuk buah dan oleh karenanya diperkirakan
banyak menurun selama aktivitas metabolisme (Sitinjak, et al., 1993).
Tingkat kematangan buah sering ditunjukkan oleh rasio gula dan asam. Buah yang
telah matang, kandungan gulanya mengalami kenaikan dan kadar asamnya menurun
sehingga rasio gula/asam akan mengalami perubahan yang drastis. Hal ini berlaku
bagi komoditi klimakterik, sedangkan pada produk non klimakterik perubahan rasio
gula/asam tidak menunjukkan keteraturan pola (Winarno dan Aman, 1981).
Etilen
Etilen adalah suatu senyawa kimia yang mudah menguap yang dihasilkan selama
proses masaknya hasil pertanian terutama pada buah-buahan dan sayur- sayuran. Pada
hasil hasil pertanian klimakterik, produksi etilen sangat efektif selama fase permulaan
klimakterik, sedangkan pada hasil-hasil pertanian yang non klimakterik, produksi
etilen terlihat meningkat setelah hasil tersebut dipanen (Hadiwiyoto dan Soehardi,
1981).
Keberadaan etilen akan mempercepat tercapainya tahap kelayuan (senesence), oleh
sebab itu untuk tujuan pengawetan senyawa ini perlu dikurangi dari atmosfir ruang
penyimpanan dengan cara menyemprotkan enzim penghambat produksi etilen pada
produk atau mengoksidasi etilen dengan KMnO4 atau ozon (Santoso, SP. 2006)
Secara umum, etilen merupakan bahan yang tidak diinginkan untuk penyimpanan
produk segar, sehingga etilen harus disingkirkan dari lingkungan penyimpanan,
karena :
- dalam jumlah sedikit sudah dapat menurunkan mutu dan masa simpan
produk,
- dapat meningkatkan laju respirasi sehingga akan mempercepat pelunakan
jaringan dan kebusukan buah
- mempercepat degradasi klorofil yang kemudian akan menyebabkan
kerusakan-kerusakan pasca panen lainnya (Julianti dan Nurminah, 2006).
Produksi etilen erat hubungannya dengan aktivitas respirasi, yaitu banyaknya
penggunaan oksigen pada kehidupannya, karena itu apabila produksi etilen
banyak maka biasanya aktivitas respirasi meningkat dengan ditandai oleh
meningkatnya penggunaan oksigen oleh tanaman. Namun, pemacuan aktivitas
respirasi oleh etilen mempunyai sifat yang berbeda pada tanaman klimakterik
dan non klimakterik. Pada tanaman klimakterik, tidak banyak oksigen yang
diserap untuk respirasi, sedangkan pada buah non klimakterik, makin tinggi
produksi etilen, aktivitas respirasi semakin meningkat, yang ditandai dengan
makin banyaknya oksigen yang diserap (Kartasapoetra, 1994).
Bahan Penyerap Etilen
Adsorber etilen dapat memperlambat laju respirasi yang merupakan masalah dalam
buah-buahan klimakterik. Adsorber CO2 dapat mencegah meningkatnya konsentrasi
CO2 ke level yang menyebabkan kebusukan dan mungkin terjadi pada kondisi
penyimpanan MA secara pasif (Kader dan Watkins, 2000).
A. Kalium Permanganat (KMnO4)
Kalium permanganat mengoksidasi etilen menjadi etanol dan asetat, dan didalam
proses ini terjadi perubahan warna KMnO4 dari warna ungu menjadi coklat yang
menandakan proses penjerapan etilen. Pada aplikasinya, KMnO4 tidak boleh
terkontak langsung dengan bahan pangan, karena KMnO4 bersifat racun (Coles, et
al., 2003).
Kalium permanganat merupakan senyawa yang dapat berperan sebagai oksidator yang
kuat. Senyawa ini mudah sekali bereaksi dengan cara apa saja, tergantung seberapa
besar pH larutannya. Kekuatan oksidator dari kalium permanganat bergantung pada
keadaan pH larutannya ketika bereaksi. Faktor penyebab keragaman dari reaksi kimia
senyawa ini adalah karena perbedaan valensi dari unsur Mn (mangan) mulai dari 1 – 7
yang hampir semuanya stabil kecuali 1 dan 5.
Adapun sifat dan karakteristik dari KMnO4 adalah sebagai berikut :
1. Kristal berwarna ungu jelas atau hampir gelap
2. Larut 16 bagian dalam air pada suhu 20 JC dan membentuk larutan ungu
3. Berat jenis 2,703 g/cc
4. Berat molekul 158
5. KMnO4 merupakan bahan pengoksidasi dan bahan antiseptik
6. KMnO4 mudah rusak bila terkena cahaya matahari langsung, yakni akan terbentuk
MnO2 yang mengendap. Karena itu, KMnO4 harus disimpan dalam botol
yang tidak tembus cahaya (Badan Penelitian dan Pengembangan Industri,
1998).
B. Ca(OH)2
Ca(OH)2 yang dikenal sebagai batu kapur (kapur tohor) adalah hasil pembakaran
kapur mentah (Calsium carbonate CaCO3) yang dalam proses pembakaran pada
temperatur diatas 900 derajat Celsius terjadi proses calsinasi dengan pelepasan gasa
CO2. Kapur tohor Ca(OH)2 atau kalsium hidroksida merupakan zat padat yang
berwarna putih dan amorf. Kapur tohor (quick lime) dihasilkan dari batu gamping
yang dikalsinasikan, yaitu dipanaskan pada suhu tinggi. Kapur tohor ini apabila
disiram dengan air secukupnya akan menghasilkan kapur padam (hydrated / slaked
quicklime) dengan mengeluarkan panas. Kapur tohor merupakan anhidrida basa, dan
apabila bereaksi dengan air akan terjadi kapur padam atau kalsium hidroksida.
Larutan kapur tohor mengeluarkan banyak panas, bersifat basa agak keras, dan mudah
menarik gas asam arang dari udara, sehingga air mudah menjadi keruh. Larutan kapur
tohor juga merupakan pengikat asam – asam nabati.
Ca(OH)2 juga berfungsi sebagai pengikat CO2 sehingga pada MAS menyerap CO2
dan mempengaruhi laju respirasi (Sutrisno et al, 2005)
Daftar Pustaka
Apandi, M. 1984. Teknologi Buah dan Sayur. Alumni, Bandung.
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri, 1998. Peningkatan Kapabilitas Alat Pembuat Media Aktif dari Kalsium Silika. Medan : Balai Industri.
Coles, R., D. McDowell and M.J. Kirwan. 2003. Food Packaging Technology. , Denmark : Blackwell Publishing.
Hadiwiyoto, S. dan Soehardi, 1981. Penanganan Lepas Panen 1. Jakarta : Depdikbud.
Kader, A.A. and C.B. Watkins. 2000. Modified atmosphere packaging- Toward 2000 and beyond. J. HorTech. 10 (3) : 483 – 486.
Kartasapoetra, A.G. 1994. Teknologi Penanganan Pasca Panen. Jakarta : Rineka Cipta.
Pantastico, ER.B., 1993. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan
Buah- Buahan dan Sayur-Sayuran Tropika dan Subtropika. Yogyakarta : UGM-
Press.
Purba, A. dan K. Sitinjak, 1987. Teknologi Pasca Panen Buah-Buahan dan Sayuran. Medan : USU-Press.
Santoso, SP. 2006. Teknologi Pengawetan Bahan Segar. Malang : Faperta Uwiga
Sjaifullah, 1996. Petunjuk Memilih Buah Segar. Jakarta : Penebar Swadaya.
Sumadi, B. Sugiharto dan Suyanto, 2004. Metabolisma Sukrosa Pada Proses Pemasakan Buah Pisang Yang Diperlakukan Pada Suhu Berbeda. Jember : Universitas Jember.
Sutrisno ; Hasbullah, Rokhani dan Sugiyono. 2005. Penerapan Sistem
Otomatisasi pada Pematangan Buatan Buah Pisang. Bandung : IPB
Suyanti dan A. Supriyadi, 2008. Pisang, Budidaya, Pengolahan dan Prospek Pasar,
Edisi Revisi. Jakarta : Penebar Swadaya.
Wills, R.H., T.H. Lee, D. Graham, Mc. Gkasson and W.B. Hall, 1981. Postharvest,
An Introduction to The Physiology and Handling of Fruits and Vegetables.
Kensington: New South Wales University Press.
Winarno, 1993. Strelisisasi Komersial Produk Pangan. Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Winarno, F.G. dan M. Aman, 1981. Fisiologi Lepas Panen. Jakarta : Sastra Hudaya.