LAPORAN PRAKTIKUM MAS.docx

20
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGEMASAN, PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN MODIFIED ATMOSPHERE STORAGE (MAS) PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA SURABAYA

description

modified atmosphere storage merupakan salah satu alternatif pengemasan yang berfungsi untuk memperpanjang daya simpan produk pangan. penggunaan beberapa kondisi penyimpanan pada MAS ditujukan untuk mengetahui kondisi penyimpanan yang paling sesuai dengan produk tersebut.

Transcript of LAPORAN PRAKTIKUM MAS.docx

Page 1: LAPORAN PRAKTIKUM MAS.docx

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGEMASAN, PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN

MODIFIED ATMOSPHERE STORAGE (MAS)

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

SURABAYA

2013

Page 2: LAPORAN PRAKTIKUM MAS.docx

Tujuan umum :

Mahasiswa memahami pengertian penyimpanan atmosfer termodifikasi dan manfaat

pada bahan pangan segar

Tujuan khusus :

- Mahasiswa mengetahui fungsi penggunaan KMnO4 dan KOH serta Ca(OH)2 dalam

mempertahankan kesegaran buah selama penyimpanan.

- Mahasiswa mengetahui fungsi penggunaan kemasan dan perbedaan jenis kemasan

dalam mempertahankan kesegaran buah selama penyimpanan.

- Mahasiswa mengetahui pengaruh suhu penyimpanan terhadap kesegaran buah

selama penyimpanan.

Dasar Teori :

Banyak makanan yang cepat busuk dikarenakan kelembaban, reaksi dengan

oksigen dan pertumbuhan mikroorganisme, bakteri dan jamur. Semuanya itu dapat

mengakibatkan bahan makanan mengalami perubahan tekstur, warna, aroma dan

menurunkan nilai gizi. Oleh karena itu dibutuhkan suatu metode penyimpanan yaitu

Modified Atmoshere Storage (MAS). Metode ini dapat memperlambat reaksi kimia

dan biokimia sehingga dapat mencegah pertumbuhan organisme pembusuk dan

menjaga kualitas bahan makanan.

Modified Atmoshere Storage (MAS) adalah sistem penyimpanan dengan

memodifikasi komposisi normal udara atau atmosfir (oksigen, karbondioksida dan

nitrogen) dalam tempat tertutup atau kedap udara sehingga menghasilkan komposisi

baru. Metode penyimpanan ini telah dilakukan sejak tahun 70an dalam

mengendalikan hama pasca panen. Konsep kerja MAS yaitu :

- Pada penyimpanan kedap udara, konsentrasi oksigen (O2) turun sementara

konsentrasi karbon dioksida (CO2) naik sebagai akibat dari proses respirasi

(kapang, serangga dan biji-bijian) dalam lingkungan tertutup.

- Prosesnya untuk mengurangi jumlah oksigen (O2) dari 20% menjadi 0% untuk

memperlambat pertumbuhan mikroorganisme aerobik dan kecepatan reaksi

oksidasi.

Page 3: LAPORAN PRAKTIKUM MAS.docx

Faktor yang berperan dalam MAS yaitu :

- Suhu : jika suhu naik maka efektifitas CO2 meningkat

16o C : 21- 28 hari exposure

20o C : 10 – 14 hari exposure

27o C : 5 - 6 hari exposure

- RH : jika RH naik, mortalitas hama turun

- Konsentrasi CO2 > 35% minimal 1 minggu

Penggunaan gas dalam MAS

Komposisi udara yang normal adalah 78% nitogen dan 21% oksigen, dengan sisanya

terdiri dari gas karbondioksida 0.035%, gas lain dan uap air. Suatu peningkatan di

dalam proporsi gas karbondiksida dan suatu pengurangan di dalam proporsi oksigen

di dalam batas yang ditetapkan untuk memelihara produk yang berkualitas dan

memperpanjang hidup produk. Efek yang ditimbulkan dari system ini adalah:

- menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur

- melindungi dari serangan serangga

- mengurangi kehilangan embun (uap air)

- mengurangi perubahan oksidative

- mengendalian aktivitas enzim dan biokimia untuk memperlambat senescence dan

pemasakan.

Ada tiga gas utama yang dikendalikan dalam penyimpanan MAS yaitu O2, CO2 dan

N2. Pilihan gas sangat tergantung pada produk makanan yang dikemas dan disimpan.

Gas – gas ini digunakan secara terpisah atau dalam kombinasi.

- CO2 : gas yang tidak berwarna dengan bau sedikit menyengat pada konsentrasi

yang sangat tinggi. CO2 mudah larut dalam air sehingga menghasilkan asam

karbonat (H2CO3) yang meningkatkan keasaman larutan dan mengurangi pH.

Gas ini juga larut dalam lemak dan beberapa senyawa organik lainnya. Untuk

alasan inilah aktivitas CO2 terhadap mikroba lebih kuat pada temperatur di

bawah 10o C dibanding pada 15o C atau lebih tinggi. Hal ini sangat penting

pada pengemasan makanan.

- O2 : gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan sangaat reaktif dalam

pembakaran. Oksigen berperan aktif dalam beberapa reaksi yang akan

memperburuk kondisi makanan termasuk oksidasi lemak, reaksi pencoklatan

dan oksidasi pigmen. Sebagian besar bakteri pembusukan dan jamur

Page 4: LAPORAN PRAKTIKUM MAS.docx

memerlukan oksigen untuk pertumbuhan. Oleh karena itu, untuk

meningkatkan daya simpan, kemasan harus rendah kandungan oksigennya.

Dan perlu diingat bahwa dalam beberapa makanan dengan konsentrasi rendah

oksigen dapat memperburuk penampilan bahan makanan seperti perubahan

warna pigmen yang kurang menguntungkan dalam daging merah, penuaan

dalam buah dan sayuran, pertumbuhan bakteri keracunan makanan. Hal ini

harus diperhitungkan ketika memilih komposisi gas makanan yang akan

digunakan.

- N2 : gs yang tidak reaktif, tidak berbau, tidak berwarna. Gas ini memiliki

kerapatan yang lebih rendah daripada udara, tidak mudah terbakar dan punya

kelarutan rendah dalam air. Nitrogen tidak mendukung pertumbuhan mikroba

aerobik sehingga menghambat pertumbuhan pembusukan aerobik. Kelarutan

rendah dalam makanan dapat digunakan untuk mencegah kerusakan dengan

memasukkan gas nitrogen yang cukup dalam kemasan.

Tabel komposisi gas O2 dan CO2

Buah Dan Sayuran CO2 (%) O2 (%)

Apel 2 2

Asparagus 10 10

Alpokat 5 3

Pisang 5 -

Brokoli 15 1

Kubis 5 2

Wortel 4 3

Kembang kol 5 2

Buah sitrus - 5

Mentimun 10 3

Selada 1 2

Bawang 10 1

Kacang polong 7 5

Buah pir 5 2

Kentang 10 10

Page 5: LAPORAN PRAKTIKUM MAS.docx

Bayam 20 -

Strawberry 20 2

Sweetcorn 20 -

Tomat 2 3

Pengaruh MAS terhadap mutu pangan :

- Mutu pangan / gizi tidak terganggu

- Mutu pengolahan tidak terganggu

- Mengurangi perubahan oksidatif

- Menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur

- Mengurangi kehilangan uap air

- Parameter lain seperti ALB dan KA stabil

Jika kadar air >20% kadar ALB akan naik

PISANG

Pisang adalah tanaman yang berasal dari kawasan Asia Tenggara (termasuk

Indonesia) (Suyanti dan Supriyadi, 2008).

Proses pematangan (ripening process) buah pisang setelah dipetik masih akan

berlanjut sesudah proses pemetikan karena pisang termasuk kelompok klimakterik.

Tingkat kematangan buah pisang ditandai dari warnanya. Hal ini secara umum dibagi

ke dalam tujuh tingkatan. Walaupun pisang matang umumnya berwarna kuning,

beberapa varietas menunjukkan warna yang berbeda. Pisang ambon lumut warnanya

tetap hijau pada saat masak dan pisang raja sereh kulitnya berbintik-bintik cokelat tua

sampai saat matang.

Nomor

Indeks Warna Kulit Buah

1 Hijau

2 Hijau dengan sedikit warna kuning

3 Bagian hijau lebih banyak daripada hijau

Page 6: LAPORAN PRAKTIKUM MAS.docx

4

Bagian kuning lebih banyak daripada

hijau

5 Kuning dengan ujung hijau

6 Kuning penuh

7 Kuning berbintik kecokelatan

Sjaifullah, 1996

Mutu pisang mencakup hal-hal seperti tingkat ketuaan yang optimal, tampilan buah

yang menarik serta tanpa cacat.

Penyimpanan buah pisang dengan sistem modifikasi atmosfir dapat memperpanjang

umur simpannya, tetapi pengaturan konsentrasi O2 dan CO2 harus dilakukan secara

periodik untuk dapat mempertahankan komposisi udara sesuai dengan kebutuhan

pisang barangan.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kombinasi konsentrasi CO2 tinggi dengan

O2 rendah, efektif untuk memperpanjang umur simpan buah pisang karena

mengurangi laju kematangan. Produksi C2H4 dihambat oleh kombinasi gas tersebut.

C2H4 merupakan senyawa etilen yang berfungsi untuk mempercepat kematangan

buah sehingga dengan pengaturan konsentrasi CO2 dan O2 dapat memperpanjang

masa simpan buah pisang

Respirasi

Respirasi merupakan pemecahan bahan-bahan kompleks dalam sel, seperti gula dan

asam-asam organik menjadi molekul sederhana seperti karbondioksida dan air,

bersamaan dengan terbentuknya energi dan molekul lain yang dapat digunakan sel

untuk reaksi sintesa (Wills et al., 1981).

Proses metabolik yang terpenting sesudah panen adalah respirasi yang meliputi

perombakan substrat yang lebih besar. Namun demikian, tidak selalu aktivitas

metabolik ini bersifat katabolik yang merugikan, melainkan bisa menguntungkan

seperti sintesa pigmen, enzim dan senyawa lain khususnya perubahan-perubahan yang

terjadi selama pemasakan (Winarno, 1993).

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju respirasi terbagi dua, yaitu ;

1. Faktor internal

Semakin tinggi tingkat perkembangan organ, semakin banyak jumlah CO2 yang

dihasilkan. Susunan kimiawi jaringan mempengaruhi laju respirasi, pada buah-buahan

Page 7: LAPORAN PRAKTIKUM MAS.docx

yang banyak mengandung karbohidrat, maka laju respirasi akan semakin cepat.

Produk yang lebih kecil ukurannya mengalami laju respirasi lebih cepat daripada buah

yang besar, karena mempunyai permukaan yang lebih luas yang bersentuhan dengan

udara sehingga lebih banyak O2 berdifusi ke dalam jaringan. Pada produk-produk

yang memiliki lapisan kulit yang tebal, laju respirasinya rendah, dan pada jaringan

muda proses metabolisme akan lebih aktif dari pada jaringan lebih tua (Pantastico,

1993).

2. Faktor eksternal

Umumnya laju respirasi meningkat 2-2,5 kali tiap kenaikan 10°C. Pemberian etilen

pada tingkat pra-klimaterik, akan meningkatkan respirasi buah klimaterik. Kandungan

oksigen pada ruang penyimpanan perlu diperhatikan karena semakin tinggi kadar

oksigen, maka laju respirasi semakin cepat. Konsentrasi CO2 yang sesuai dapat

memperpanjang umur simpan buah-buahan dan sayuran karena terjadi gangguan pada

respirasinya. Kerusakan atau luka pada produk sebaiknya dihindari, karena dapat

memacu terjadinya respirasi, sehingga umur simpan produk semakin pendek

(Pantastico, 1993).

Menurut Pantastico (1993), konsentrasi O2 yang rendah dapat mempunyai pengaruh :

a. Laju respirasi dan oksidasi substrat menurun

b. Pematangan tertunda dan sebagai akibatnya umur komoditi menjadi lebih

panjang

c. Perombakan klorofil tertunda

d. Produksi C2H4 rendah

e. Laju pembentukan asam askorbat berkurang

f. Perbandingan asam-asam lemak tak jenuh berubah

g. Laju degaradasi senyawa pektin tidak secepat seperti dalam udara

Udara termodifikasi (UT) sering digunakan bergantian dengan udara terkendali. Yang

dimaksud dengan cara penyimpanan dalam UT adalah penambahan CO2, penurunan

O2, dan kandungan N2 tinggi dibandingkan dengan udara biasa. Cara ini tidak hanya

mengurangi konsentrasi O2 tetapi juga mempercepat difusi etilen keluar dari jaringan

buah, dan dengan demikian memperpanjang umur simpannya (Pantastico, 1993).

Prinsip pengawetan dengan cara penyimpanan atmosfir terkendali adalah pengaturan

jumlah gas oksigen dan gas karbondioksida di dalam ruang penyimpanan yang

Page 8: LAPORAN PRAKTIKUM MAS.docx

tertutup rapat sehingga kadar gas oksigen dikurangi dan gas karbondioksida

dinaikkan. Dengan keadaan ini maka proses pernafasan sayuran/buah-buahan menjadi

terhambat. Pengaturan gas dilakukan dengan cara menyedot udara didalam ruangan

dan menggantikannya dengan campuran gas oksigen dan karbondioksida dengan

perbandingan tertentu. Untuk menyeimbangkan tekanan gas di dalam ruangan

dimasukkan gas nitrogen (Muchtadi, 2008).

Penyimpanan dalam ruangan dengan sistem atmosfir termodifikasi merupakan suatu

cara penyimpanan dengan mengatur komposisi gas oksigen (O2), karbondioksida

(CO2), dan nitrogen (N2) dalam ruang penyimpanan sehingga dapat memperlambat

proses pernafasan, penguapan dan aktivitas biologis lainnya. Proses-proses tersebut

dapat diperlambat dengan menurunkan konsentrasi oksigen hingga di bawah 8% dan

meningkatkan kandungan karbondioksida diatas 2%. Dalam kondisi udara bebas,

kandungan oksigen adalah 20,99%, karbondioksida 0,03% dan nitrogen 78,03%.

Rendahnya oksigen dan tingginya karbondioksida dalam ruang penyimpanan akan

memperlambat respirasi, pematangan (rippening) dan pelayuan, menurunkan laju

produksi etilen dan memperlambat pembusukan.

Efek yang ditimbulkan dari system ini adalah:

1. menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur

2. melindungi dari serangan serangga

3. mengurangi kehilangan embun (uap air)

4. mengurangi perubahan oksidative

5. mengendalian aktivitas enzim dan biokimia untuk memperlambat senescence

dan pemasakan.

Perubahan-Perubahan yang Terjadi Selama Pematangan dan Penuaan

1. Perubahan Warna

Perubahan warna adalah perubahan yang paling menonjol, pada waktu pematangan,

terjadi sintesa pigmen tertentu, seperti karotenoid dan flavonoid disamping terjadinya

perombakan klorofil. Terjadinya warna kuning pada pisang disebabkan hilangnya

klorofil dan menyebabkan timbulnya karotenoid yang kuning (Apandi, 1984).

2. Perubahan Tekstur

Zat-zat pektin terutama dilekatkan dalam dinding sel dan lamela tengah dan berfungsi

sebagai bahan perekat. Zat-zat itu merupakan derivat asam poligalakturonat dan

Page 9: LAPORAN PRAKTIKUM MAS.docx

terdapat dalam bentuk protopektin, asam-asam pektinat, pektin dan asam pektat.

Jumlah zat-zat pektat bertambah selama perkembangan buah. Pada waktu buah

menjadi matang, kandungan pektat dan pektinat yang larut meningkat, sedangkan

jumlah zat-zat pektat seluruhnya menurun. Selama pematangan buah, terjadi 2 proses

pada zat-zat pektin : depolimerisasi (pemendekan rantai) dan de-esterifikasi

(penghilangan gugus metil dari polimernya). Dengan perubahan pektin, ketegaran

buah berkurang (Pantastico, 1993).

Selama penyimpanan terjadi degradasi pektat, lignin, selulosa dan hemiselulosa oleh

aktivitas enzim pektin metil esterase dan poligalakturonase dalam proses pematangan

buah sehingga terjadi perubahan tekstur dari keras menjadi lunak (Kartasapoetra,

1994).

Salah satu bentuk penilaian bahwa suatu produk pertanian masih layak simpan untuk

dikonsumsi adalah ketika tekstur buah masih cukup keras. Pada penyimpanan dengan

suhu ruang, buah cepat menjadi lunak. Penurunan tingkat kekerasan ini terjadi akibat

proses pematangan sehingga komposisi dinding sel berubah menyebabkan

menurunnya tekanan turgor sel dan kekerasan buah menurun. Perubahan kekerasan

ini dapat dijadikan indikator tingkat kematangan buah (Hartanto dan Sianturi, 2008).

3. Perubahan Karbohidrat

Perubahan komponen kimia terbesar dalam pematangan adalah perubahan karbohidrat

yang menyebabkan perubahan rasa dan tekstur buah. Semakin matang buah, semakin

tinggi kadar gula. Karena gula merupakan zat yang dominan dalam bahan padat yang

terlarut pada buah maka tingkat kematangan sering ditentukan dengan soluble solid

(Purba dan Sitinjak, 1987).

Konsentrasi pati pada daging buah meningkat sampai 70 hari pada masa pertumbuhan

buah pisang dan kemudian menurun. Kandungan pati pada buah pisang yang belum

masak 20 – 25 % dari total berat segarnya dan sekitar 2 – 5 % saja yang mampu

diubah menjadi gula dan sebagian dilepas dalam bentuk gas CO2 melalui proses

respirasi. Pada awal pertumbuhan buah konsentrasi gula total, gula reduksi dan bukan

reduksi sangat rendah. Tetapi saat proses pemasakan, gula total meningkat tajam

dalam bentuk glukosa dan fruktosa. Naiknya kadar gula yang tiba-tiba ini dapat

digunakan sebagai indeks kimia kemasakan. Pada saat pemasakan buah terjadi

peningkatan respirasi, produksi etilen serta terjadi akumulasi gula (Sumadi, et al.,

2004).

4. Perubahan Vitamin C

Page 10: LAPORAN PRAKTIKUM MAS.docx

Kandungan asam askorbat (vitamin C) akan mengalami penurunan selama

penyimpanan terutama pada suhu penyimpanan yang tinggi. Kandungan asam

askorbat setelah penyimpanan kira-kira setengah sampai dua per tiga dari waktu

panen. Hal ini disebabkan asam askorbat mudah teroksidasi, misalnya oleh enzim

asam askorbat oksidase yang terdapat dalam jaringan tanaman (Pantastico, 1993).

5. Perubahan Berat

Pengurangan berat pada bahan hasil pertanian terutama buah-buahan mempunyai

korelasi positif dengan jumlah gas CO2 dan air yang dilepaskan. Penguapan air dari

produk holtikultura adalah suatu proses yang terus- menerus pada semua buah dan

sayuran. Hal ini merupakan penyebab kehilangan berat secara langsung. Pengaruh

yang lebih nyata akibat kehilangan air adalah perubahan pada rupa (penampakan),

kelayuan atau pengkerutan (Wills, et al., 1981).

6. Perubahan Asam-Asam Organik

Keasaman (total asam) buah sebelum dipanen tinggi, karena adanya asam sitrat, asam

malat, asam tartarat, asam oksalat dan asam laktat. Asam- asam organik ini dapat

dipandang sebagai energi tambahan untuk buah dan oleh karenanya diperkirakan

banyak menurun selama aktivitas metabolisme (Sitinjak, et al., 1993).

Tingkat kematangan buah sering ditunjukkan oleh rasio gula dan asam. Buah yang

telah matang, kandungan gulanya mengalami kenaikan dan kadar asamnya menurun

sehingga rasio gula/asam akan mengalami perubahan yang drastis. Hal ini berlaku

bagi komoditi klimakterik, sedangkan pada produk non klimakterik perubahan rasio

gula/asam tidak menunjukkan keteraturan pola (Winarno dan Aman, 1981).

Etilen

Etilen adalah suatu senyawa kimia yang mudah menguap yang dihasilkan selama

proses masaknya hasil pertanian terutama pada buah-buahan dan sayur- sayuran. Pada

hasil hasil pertanian klimakterik, produksi etilen sangat efektif selama fase permulaan

klimakterik, sedangkan pada hasil-hasil pertanian yang non klimakterik, produksi

etilen terlihat meningkat setelah hasil tersebut dipanen (Hadiwiyoto dan Soehardi,

1981).

Keberadaan etilen akan mempercepat tercapainya tahap kelayuan (senesence), oleh

sebab itu untuk tujuan pengawetan senyawa ini perlu dikurangi dari atmosfir ruang

penyimpanan dengan cara menyemprotkan enzim penghambat produksi etilen pada

Page 11: LAPORAN PRAKTIKUM MAS.docx

produk atau mengoksidasi etilen dengan KMnO4 atau ozon (Santoso, SP. 2006)

Secara umum, etilen merupakan bahan yang tidak diinginkan untuk penyimpanan

produk segar, sehingga etilen harus disingkirkan dari lingkungan penyimpanan,

karena :

-  dalam jumlah sedikit sudah dapat menurunkan mutu dan masa simpan

produk,

-  dapat meningkatkan laju respirasi sehingga akan mempercepat pelunakan

jaringan dan kebusukan buah

-  mempercepat degradasi klorofil yang kemudian akan menyebabkan

kerusakan-kerusakan pasca panen lainnya (Julianti dan Nurminah, 2006).

Produksi etilen erat hubungannya dengan aktivitas respirasi, yaitu banyaknya

penggunaan oksigen pada kehidupannya, karena itu apabila produksi etilen

banyak maka biasanya aktivitas respirasi meningkat dengan ditandai oleh

meningkatnya penggunaan oksigen oleh tanaman. Namun, pemacuan aktivitas

respirasi oleh etilen mempunyai sifat yang berbeda pada tanaman klimakterik

dan non klimakterik. Pada tanaman klimakterik, tidak banyak oksigen yang

diserap untuk respirasi, sedangkan pada buah non klimakterik, makin tinggi

produksi etilen, aktivitas respirasi semakin meningkat, yang ditandai dengan

makin banyaknya oksigen yang diserap (Kartasapoetra, 1994).

Bahan Penyerap Etilen

Adsorber etilen dapat memperlambat laju respirasi yang merupakan masalah dalam

buah-buahan klimakterik. Adsorber CO2 dapat mencegah meningkatnya konsentrasi

CO2 ke level yang menyebabkan kebusukan dan mungkin terjadi pada kondisi

penyimpanan MA secara pasif (Kader dan Watkins, 2000).

A. Kalium Permanganat (KMnO4)

Kalium permanganat mengoksidasi etilen menjadi etanol dan asetat, dan didalam

proses ini terjadi perubahan warna KMnO4 dari warna ungu menjadi coklat yang

menandakan proses penjerapan etilen. Pada aplikasinya, KMnO4 tidak boleh

terkontak langsung dengan bahan pangan, karena KMnO4 bersifat racun (Coles, et

al., 2003).

Kalium permanganat merupakan senyawa yang dapat berperan sebagai oksidator yang

Page 12: LAPORAN PRAKTIKUM MAS.docx

kuat. Senyawa ini mudah sekali bereaksi dengan cara apa saja, tergantung seberapa

besar pH larutannya. Kekuatan oksidator dari kalium permanganat bergantung pada

keadaan pH larutannya ketika bereaksi. Faktor penyebab keragaman dari reaksi kimia

senyawa ini adalah karena perbedaan valensi dari unsur Mn (mangan) mulai dari 1 – 7

yang hampir semuanya stabil kecuali 1 dan 5.

Adapun sifat dan karakteristik dari KMnO4 adalah sebagai berikut :

1. Kristal berwarna ungu jelas atau hampir gelap

2. Larut 16 bagian dalam air pada suhu 20 JC dan membentuk larutan ungu

3. Berat jenis 2,703 g/cc

4. Berat molekul 158

5. KMnO4 merupakan bahan pengoksidasi dan bahan antiseptik

6. KMnO4 mudah rusak bila terkena cahaya matahari langsung, yakni akan terbentuk

MnO2 yang mengendap. Karena itu, KMnO4 harus disimpan dalam botol

yang tidak tembus cahaya (Badan Penelitian dan Pengembangan Industri,

1998).

B. Ca(OH)2

Ca(OH)2 yang dikenal sebagai batu kapur (kapur tohor) adalah hasil pembakaran

kapur mentah (Calsium carbonate CaCO3) yang dalam proses pembakaran pada

temperatur diatas 900 derajat Celsius terjadi proses calsinasi dengan pelepasan gasa

CO2. Kapur tohor Ca(OH)2 atau kalsium hidroksida merupakan zat padat yang

berwarna putih dan amorf. Kapur tohor (quick lime) dihasilkan dari batu gamping

yang dikalsinasikan, yaitu dipanaskan pada suhu tinggi. Kapur tohor ini apabila

disiram dengan air secukupnya akan menghasilkan kapur padam (hydrated / slaked

quicklime) dengan mengeluarkan panas. Kapur tohor merupakan anhidrida basa, dan

apabila bereaksi dengan air akan terjadi kapur padam atau kalsium hidroksida.

Larutan kapur tohor mengeluarkan banyak panas, bersifat basa agak keras, dan mudah

menarik gas asam arang dari udara, sehingga air mudah menjadi keruh. Larutan kapur

tohor juga merupakan pengikat asam – asam nabati.

Ca(OH)2 juga berfungsi sebagai pengikat CO2 sehingga pada MAS menyerap CO2

dan mempengaruhi laju respirasi (Sutrisno et al, 2005)

Page 13: LAPORAN PRAKTIKUM MAS.docx

Daftar Pustaka

Apandi, M. 1984. Teknologi Buah dan Sayur. Alumni, Bandung.

Badan Penelitian dan Pengembangan Industri, 1998. Peningkatan Kapabilitas Alat Pembuat Media Aktif dari Kalsium Silika. Medan : Balai Industri.

Coles, R., D. McDowell and M.J. Kirwan. 2003. Food Packaging Technology. , Denmark : Blackwell Publishing.

Hadiwiyoto, S. dan Soehardi, 1981. Penanganan Lepas Panen 1. Jakarta : Depdikbud.

Kader, A.A. and C.B. Watkins. 2000. Modified atmosphere packaging- Toward 2000 and beyond. J. HorTech. 10 (3) : 483 – 486.

Kartasapoetra, A.G. 1994. Teknologi Penanganan Pasca Panen. Jakarta : Rineka Cipta.

Pantastico, ER.B., 1993. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan

Buah- Buahan dan Sayur-Sayuran Tropika dan Subtropika. Yogyakarta : UGM-

Press.

Purba, A. dan K. Sitinjak, 1987. Teknologi Pasca Panen Buah-Buahan dan Sayuran. Medan : USU-Press.

Santoso, SP. 2006. Teknologi Pengawetan Bahan Segar. Malang : Faperta Uwiga

Sjaifullah, 1996. Petunjuk Memilih Buah Segar. Jakarta : Penebar Swadaya.

Sumadi, B. Sugiharto dan Suyanto, 2004. Metabolisma Sukrosa Pada Proses Pemasakan Buah Pisang Yang Diperlakukan Pada Suhu Berbeda. Jember : Universitas Jember.

Sutrisno ; Hasbullah, Rokhani dan Sugiyono. 2005. Penerapan Sistem

Otomatisasi pada Pematangan Buatan Buah Pisang. Bandung : IPB

Suyanti dan A. Supriyadi, 2008. Pisang, Budidaya, Pengolahan dan Prospek Pasar,

Edisi Revisi. Jakarta : Penebar Swadaya.

Wills, R.H., T.H. Lee, D. Graham, Mc. Gkasson and W.B. Hall, 1981. Postharvest,

An Introduction to The Physiology and Handling of Fruits and Vegetables.

Kensington: New South Wales University Press.

Winarno, 1993. Strelisisasi Komersial Produk Pangan. Jakarta : PT. Gramedia

Pustaka Utama.

Winarno, F.G. dan M. Aman, 1981. Fisiologi Lepas Panen. Jakarta : Sastra Hudaya.