Laporan Praktikum (Fieldtrip Petrologi) (Bener)
-
Upload
feraliza-widanti -
Category
Documents
-
view
141 -
download
13
description
Transcript of Laporan Praktikum (Fieldtrip Petrologi) (Bener)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Secara geografis wilayah Kepulauan Indonesia terletak pada pertemuan
tiga lempeng dunia (lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia)
dan merupakan daerah patahan aktif, yang menyebabkan ruang wilayah Indonesia
merupakan kawasan rawan bencana, khususnya di Pulau Sumatera. Sumberdaya
alam di Sumatera Selatan, keberadaannya tidak terlepas darisejarah geologi
pembentukannya, tatanan geologi Sumatera Selatan, yang sangat komplek karena
terletak pada pertemuan dua lempeng tektonik sangat memungkinkan terbentuk
terendapkan dan terakumulasikannya keanekaragaman bahan galian baik jenis,
kualitas maupun kuantitasnya.
Kabupaten Ogan Komering Ulu merupakan salah satu daerah di Provinsi
Sumatera Selatan yang memiliki potensi sumberdaya mineral dan energi yang
cukup besar dan beraneka ragam. Kabupaten Ogan Komering Ulu dengan ibukota
Baturaja merupakan salah satu daerah kabupaten yang terletak di Provinsi
Sumatera Selatan (peta wilayah sebagaimana ditunjukkan pada lampiran). Luas
wilayah Kabupaten Ogan Komering Ulu lebih kurang 361.760 hektar dengan
jumlah penduduk 298.340 jiwa.
1.2. Rumusan Masalah
a) Tektonik apa yang membentuk daerah telitian
b) Bagaimana kondisi litologi daerah telitian
c) Satuan moroflogi apa saja yng terbentuk didaerah telitian
1
1.3 Tujuan Dan Manfaat
Adapun tujuan dan manfaat yang diharapkan dari penulisan tugas ini diantaranya
yaitu
a) Menentukan posisi pada peta.
b) Mendeskripsikan geomorfologi daerah telitian.
c) Mengamati litologi sungai tekana.
d) Menentukan strike dan dip dari singkapan batuan yang di dapatkan di
lapangan.
e) Mendeskripsikan litologi daerah telitian.
2
BAB II
GEOLOGI REGIONAL SUMSEL
Pulau Sumatra berada pada daerah busur kepulauan antara lempeng Indo-
Australia yang relatif bergerak ke utara dengan lempeng Asia yang relatif
bergerak ke arah selatan. Kegiatan tektonik ini membentuk elemen-elemen
seperti palung, busur kepulauan, cekungan depan busur, busur gunungapi, dan
cekungan belakang busur.
Kegiatan tektonik menyebabkan terbentuknya cekungan sedimen yang
berumur Tersier yang berada di belakang busur gunung api atau sebelah timur
Pegunungan Barisan serta termasuk ke dalam cekungan belakang busur. Salah
satu cekungan tersebut adalah Cekungan Sumatera Selatan, tempat
terendapkannya batuan sedimen pembawa batubara berumur Tersier Akhir, yaitu
Formasi Muara Enim.
Pada akhir Tersier sampai Kuarter, aktifitas tektonik terus berlanjut dan
menyebabkan batuan sedimen yang ada di P. Sumatera terangkat, tersesarkan
dan terlipat. Pada kala ini terbentuk Antiklinorium Muara Enim.
Beberapa penyelidikan telah dilakukan oleh para ahli baik regional maupun lokal
yaitu :
• Penyelidikan stratigrafi regional Cekungan Sumatera Selatan, a.l : Tobler
(1906), Hartman (1918), De Coster (1974), Koesoemadinata (1978) dan PT.
Shell Minjbouw (1978), Pulunggono (1992).
• Penyelidikan lokal, yaitu pemetaan geologi skala 1 : 10.000 dan pemboran
explorasi a.l. : PT. Shell Minjbouw (1978), Kinhill-Otto Gold (1987), PTBA
(1995), PPTM (1997) serta pemetaan foto udara skala 1 : 5000 (1997) oleh
PT. Mapindo Parama
Hasil penyelidikan lain
3
• Penyelidikan dilakukan selain pemetaan dan pemboran juga dilakukan
penyelidikan logging geofisika pada setiap lubang bor.
• Peta topografi yang tersedia adalah Peta Topografi Skala 1 : 5000 yaitu hasil
pemetaan foto udara Daerah Tanjung Enim oleh PT. Mapindo Parama
(1997).
2.1. Fisiografi
Secara fisiografis bagian selatan dari Sumatera ini dapat dibagi menjadi 4 (empat)
bagian, yaitu :
1. Cekungan Sumatera Selatan,
2. Bukit Barisan dan Tinggian lampung,
3. Cekungan Bengkulu, meliputi lepas pantai antara daratan Sumatera dan
rangkaian pulau-pulau di sebelah barat Sumatera, dan
4. Rangkaian kepulauan (fore arc ridge) di sebelah barat Sumatera, yang
membentuk suatu busur tak bergunung-api di sebelah barat P. Sumatera
(Gambar II.1).
Berdasarkan konsep Tektonik Lempeng, kedudukan cekungan
batubara Tersier di Indonesia bagian barat berkaitan dengan sistem busur
kepulauan. Dalam sistem ini dikenal adanya cekungan busur belakang, cekungan
busur depan dan cekungan antar busur. Masing-masing cekungan tersebut
memiliki karakteristik endapan batubara yang berbeda antara satu dengan
lainnya. Menurut Koesoemadinata dkk. (1978), semua cekungan batubara Tersier
di Indonesia (termasuk Cekungan Sumatera Selatan) digolongkan jenis cekungan
paparan karena berhubungan dengan kerak benua pada semua sisinya, kecuali
Cekungan Kutai dan Cekungan Tarakan di Kalimantan Timur yang digolongkan
sebagai continental margin.
4
Gambar I I .1. Fisiografi cek unga n Sumatra Sel a tan (H ut
chison,
1996)
Cekungan Sumatera Selatan telah mengalami empat kali orogenesa,
yakni : pada zaman Mezosoikum Tengah, Jura Awal –Kapur Awal, Kapur
Akhir – Tersier Awal, Plio-Pleistosen. Setelah orogenesa terakhir dihasilkan
kondisi struktur geologi regional seperti terlihat pada saat ini, yaitu :
• Zone Sesar Semangko, merupakan hasil tumbukan antara Lempeng
Sumatera Hindia dan Pulau Sumatera, akibat tumbukan ini menimbulkan
gerak sesar geser menganan (right lateral) diantara keduanya.
• Perlipatan dengan arah utama baratlaut – tenggara, sebagai hasil efek
gaya kopel sesar Semangko.
• Sesar-sesar yang berasosiasi dengan perlipatan dan sesar-sesar Pra
Tersier yang mengalami peremajaan.
Berkenaan dengan posisi dan aktivitas tektonik lempeng maka
hampir di seluruh wilayah bagian selatan-barat P. Sumatera merupakan
daerah yang relatif sering terjadi gempa bumi. Secara seismik telah tercatat
beberapa gempa bumi yang memiliki skala Richter cukup tinggi antara 5
5
hingga 6. Namun demikian banyak wilayah prospek tambang di Indonesia
yang memiliki kecenderungan seismitivitas tinggi tepat dapat beroperasi
dengan aman selama nilai-nilai keamanan selalu diperhitungkan dalam
pembuatan design tambang, terutama yang menyangkut stabilitas lereng.
2.2. Statigrafi
Cekungan Sumatera Selatan membentang mulai dari tinggian Asahan
di baratlaut sampai ke tinggian Lampung yang terletak di bagian paling Selatan
pulau. Dibatasi oleh pegunungan Barisan di sebelah Baratdaya.
Batuan Pra-Tersier, yang terdiri atas batuan malihan dan batuan beku
berumur Mesozoikum, diduga merupakan dasar dari cekungan Tersier yang
ada. Satuan batuan dasar ini telah mengalami pensesaran, perlipatan, dan
penerobosan.
Sedimentasi yang terjadi di Cekungan Sumatera Selatan berlangsung
pada dua fase (Jackson, 1961), yaitu :
• Fase transgresi, pada fase ini diendapkan dari kelompok Telisa, yang
terdiri dari Formasi Lahat, Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja, dan
Formasi Gumai. Kelompok Telisa ini diendapakan secara tidak selaras di atas
Batuan induk Pra-Tersier.
• Fase regresi, pada fase ini dihasilkan endapan dari kelompok Palembang
yang terdiri dari Formasi Air Benakat, Formasi Muara enim, dan Formasi
Kasai.
Batuan yang menjadi dasar cekungan diduga berupa terdiri atas
batuan malihan dan batuan beku yang berumur Mesozoikum
For m asi Lahat
Formasi ini diendapkan tidak selaras di atas batuan dasar yang berumur
Pra-tersier (gambar 2.3). Berumur Paleosen sampai Awal Oligosen. Memiliki
ketebalan antara 760 sampai 1070 meter. Formasi ini menipis dan
menghilang.
6
Gambar II.2 Kolom stratigrafi cekungan Sumatera Selatan (Van
Bemmelen, 1973)
pada sayap antiklin Pendopo. Formasi ini diendapakan pada
lingkungan darat, kehadiran tuff menunjukkan adanya aktifitas volkanik
Formasi ini terdiri dari Konglomerat, Batupasir, Batulempung abu-abu
sampai hitam kecoklatan, tufa, breksi dan terkadang terdapat lapisan Batubara
tipis.
For m asi Talang Akar
Formasi ini diendapkan secara tidak selaras (gambar II.2) di atas
Formasi Lahat (de Coster dan Koesomadinata, 1974), tetapi Pulunggono 7
(1976) mengatakan bahwa formasi ini terletak selaras di atas Formasi Lahat.
Pada bagian tepi cekungan formasi ini diendapakan secara tidak selaras di
atas batuan Pra-Tersier. Formasi ini memiliki umur Oligosen Atas –
Miosen Bawah dengan ketenalan berkisar antara 460 sampai 610 meter.
Formasi ini diendapakan pada lingkungan laut dangkal sampai fluviatil.
Formasi Talang Akar dicirikan oleh batuan berupa Batulanau, Batupasir,
dan sisipan Batubara. Pada bagian tengah terdapat serpih yang diendapkan
pada lingkungan laut. Kandungan pasir yang ada pada formasi ini semakin
bertambah mendekati tepi cekungan.
For m asi Baturaja
Formasi ini diendapakan selaras di atas Formasi Talang Akar (gambar
II.2). Formasi ini memiliki ketebalan 200 sampai 250 meter, pada Bukit Garba
ketebalannya mencapai 520 meter. Formasi Baturaja diendapkan pada Awal
Miosen dan pada lingkungan darat sampai laut dangkal.
Formasi Baturaja dicirikan oleh batuan berupa Batugamping keras dan
berlapis, Batugamping pasiran, Btugamping Serpihan, Serpih gampingan,
napal dengan kandungan fosil foraminifera, moluska dan koral. Batugamping
pada formasi ini beralih menjadi serpih gampingan mendekati tengah
cekungan, dan menjadi Batupasir gampingan kaya akan glaukonit ke arah
pinggir cekungan.
For m asi G u m ai
Formasi ini diendapkan selaras di atas Formasi Baturaja (gambar II.2).
Memimilki ketebalan kurang lebih 2200 meter, kecuali pada daerah depresi
Lemarang ketebalannya 4800 meter, dan mencapai beberapa ratus meter
pada Pegunungan Gumai. Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut
dalam dimana air laut menggenangi hampir seluruh cekungan. Formasi
Gumai berumur Miosen Bawah sampai Miosen Tengah.
Formasi Gumai dicirikan oleh batuan berupa Batupasir gampingan, dan
Serpih gampingan kaya akan foraminifera pada bagian bawah dan sisipan
8
Batugamping tipis pada bagian tengah dan atas.
For m asi Air Benakat
Formasi Air Benakat diendapkan selaras di atas Formasi Gumai
(gambar II.2). Formasi ini memiliki ketebalan lapisan antara 100 sampai 130
meter. Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal, yang juga
menunjukkan awal dari siklus regresi. Formasi Air Benakat memiliki umur
Miosen Akhir.
Formasi Air Benakat memiliki ciri-ciri batuan berupa Serpih
gampingan kaya akan foraminifera dengan sisipan Batugamping pada bagian
bawah. Semakin ke atas dijumpai sisipan-sisipan Batupasir yang banyak
mengandung glaukonit dan presentase kandungan Batupasir semakin ke atas
semakin besar. Pada bagian atas dijumpai adanya sisa-sisa tumbuhan dan
Batubara Kladi yang merupakan batas Formasi Air Benakat dan Formasi
Muara Enim.
For m asi Muara Enim
Formasi Muara Enim diendapkan selaras di atas Formasi Air Benakat
(gambar II.2). Formasi ini memiliki ketebalan antara 450 sampai 1200 meter
dengan umur Miosen Atas – Pliosen. Formasi ini diendapkan pada lingkungan
laut dangkal, dataran delta dan non-marine.
Formasi Muara Enim dicirikan oleh batuan yang berupa Batupasir,
Batulanau, Batulempung, dan Batubara. Pada bagian atas formasi ini sering
terdapat Tuf atau lempung tufaan. Formasi ini juga merupakan formasi
pembawa batubara yang dapat dibedakan menjadi 4 anggota (gambar 2.4),
terdiri dari yang tertua ke yang termuda yaitu :
M1 : terdiri dari pasir, lanau dan lempung berwarna coklat dan
abu-abu dengan sedikit glaukonitan. Terdiri dari seam batubara Keladi dan
Merapi.
M2 : batas atasnya ditempatkan pada puncak seam Mangus
dan batas bawah pada lantai seam Petai. Anggota M2 terdiri dari
9
perulangan batu lempung, lempung pasiran berwarna coklat abu- abu,
pasir halus-sedang, coklat abu-abu dibagian bawah
berwarna hijau abu-abu, serta batubara. Lapisan batubara yang terdapat
dalam anggota ini terdiri dari seam Petai, Suban, dan Mangus, dengan
penyebaran tidak kontinyu
M3 : terdiri dari perselingan pasir dan lanau, biru hijau, lempung
abu- abu hijau dan coklat, horizon pasir 3-6 meter yang terletak 40 meter
diatas seam Mangus dan terdapat kantong-kantong gas. Batupasir dalam
anggota ini dicirikan oleh kehadiran nodul- nodul batubesi kalsitan yang
mempunyai rongga-rongga bekas gas. Terdiri dari lapisan batubara Benuang
dan Burung.
M4 : terutama disusun oleh batulempung dan batupasir serta
beberapa lapisan batubara. Lapisan batubara terdiri dari seam Kebon,
Enim, Jelawatan dan Niru.
Gambar II.3 Seam Batubara anggota Formasi Muara Enim (Bamco,
1983; Gafoer et. Al, 1986)
Endapan batubara yang terdapat pada Formasi Muara Enim
berdasarkan kompilasi data dari beberapa lapangan batubara diketahui
seluruhnya berjumlah ± 21 lapisan batubara. Namun di beberapa lapangan
batubara endapan batubara utama yang dijumpai adalah sebanyak 10
(sepuluh) lapisan, yakni lapisan Batubara Mangus sebanyak 2 lapisan (A1 dan
A2), Batubara Suban sebanyak 2 lapisan (B/B1 dan B2), Batubara Petai (C) 10
sebanyak 3 lapisan (C/C1, C2 dan C3), Batubara Merapi (D) sebanyak 1
lapisan, dan Batubara Kladi (E) sebanyak 2 lapisan (E/E1 dan E2)
For m asi Ka s ai
Formasi ini diendapkan selaras namun di beberapa tempat diendapkan
tidak selaras di atas Formasi Muara Enim, endapan Tersier terakrasi di
Cekungan Sumatera Selatan. Formasi ini diendapkan pada lingkungan darat
dengan ketebalan antara 500 samapai 1000 meter dan berumur Pliosen
Bawah.
Formasi Kasai dicirikan oleh batuan berupa Batupasir tufaan dan kerikil
yang merupakan hasil rombakan batuan sedimen hasil pembentukan
antiklin yang terbentuk selama orogenesa Plio-Pleistosen, hasil rombakan
Bukit Barisan, dan hasil aktivitas volkanik.
2.3. STRUKTUR GEOLOGI
Struktur yang dijumpai pada cekungan Sumatra Selatan adalah
lipatan, sesar dan kekar yang sebagian besar terjadi pada batuan Tersier.
Lipatan yang terjadi pada umumnya berarah baratlaut – tenggara sampai
barat-timur, pada batuan yang berumur Oligosen-Miosen sampai Plio-
Plistosen. Sesar turun, berarah baratlaut-tenggara, terjadi pada batuan yang
berumur Oligosen-Miosen sampai Miosen Tengah, dan pada batuan yang
berumur Miosen sampai Plio-Plistosen memiliki arah timurlaut- baratdaya
sampai utara-selatan. Kekar yang terjadi pada umumnya berarah timurlaut-
baratdaya sampai timur-barat.
Cekungan Sumatra Selatan merupakan bagian dari cekungan belakang
busur Sumatra, dan dipisahkan dari cekungan Sumatra Tengah pada bagian
utara, oleh pegunungan Duabelas/Tigapuluh, yang merupakan singkapan
batuan pra-Tersier, pada bagian selatan dibatasi oleh Tinggian Lampung.
Pada bagian barat Cekungan Sumatera Selatan dibatasi oleh Bukit Barisan
dan batas timur berupa Paparan Sunda.
Seperti juga halnya dengan cekungan Sumatra Timur lainnya, pola
11
perkembangan tektoniknya sangat dipengaruhi oleh sesar-sesar mendatar
menganan (sesar Semangko), yang terjadi sebagai akibat interaksi konvergen
antara lempeng Hindia - Australia dan lempeng Mikro-Sunda.
Pada Cekungan Sumatra Selatan dapat diamati adanya 3 (tiga) pola sesar
utama, yang sebagian besar di rekam dari data geofisik (seismik dan
gayaberat)dan dari hasil korelasi pemboran (Pulunggono, 1983). Arah-arah
tersebut adalah : baratlaut- tenggara, utara-selatan, timurlaut-baratdaya
(gambar II.4). Hal ini disebabkan terjadinya perubahan arah subduksi pada
Jura Akhir-Kapur Akhir, Kapur Akhir- Tersier Awal, Miosen Tengah-Resen
(gambar II.5).
Perlipatan yang melibatkan semua batuan Tersier di cekungan Sumatra
selatan, memperlihatkan arah yang hampir sama yaitu baratlaut-tenggara,
kurang lebih tegaklurus pada tegasan Sumatra yang berarah timurlaut-
baratdaya. Pola-pola sesar ini juga nampaknya sangat berperan sebagai
kontrol dalam sebaran dan bentuk dari pada cekungan dan sub-sub cekungan
di Sumatra Selatan.
\
Gambar II.4 Model elipsoidal Jura Awal – Resen (Pulunggono,1996)
12
Gambar II.5 Subduksi antara lempeng Samudra Hindia dengan Paparan
Sunda mulai
Jura Awal sampai Resen dan efek yang terkait
(Pulunggono, 1996)
Sejarah tektonik pada cekungan Sumatra Selatan dari Mesozoikum
Tengah sampai Resen dapat dibagi menjadi empat peristiwa utama (de
Coster, 1974) :
Mesozoikum Tengah
Pada saat ini batuan-batuan yang berumur Paleozoikum dan awal
Mesozoikum mengalami perlipatan, pengangkatan, pensesaran,
metamorfisme yang kemudian menjadi zona kompleks pembentuk kerangka
struktur dasar Sumatra. Batuan Mesozoikum Tengah tersingkap di
sepanjang Bukit Barisan dan Tigapuluh, Duabelas, dan beberapa
pegunungan yang berada di daerah cekungan.
Berdasarkan pengamatan anomali gaya berat dan arah penyebaran batas
litologi batuan yang berumur Paleozoikum dan Mesozoikum, ditemukan
13
adanya suatu patahan baratlaut- tenggara (arah sumatra) dan sejajar batas
penyebaran batuan Pra- Tersier.
Kapur Akhir – Tersier Awal
Pada Kapur Akhir- Tersier Awal terjadi tensile stress pada area
cekungan Sumatra Selatan yang menciptakan fase ekstensi. Tensile
stress pada Cekugan Sumatra Selatan menghasilkan struktur-struktur yang
berhubungan dengan sesar geser dengan arah utara- selatan. Batuan yang
diduga memiliki umur Kapur Akhir- Tersier Awal tersingkap berupa batuan
Tufa dan klastik pada sumur Lawu dan sepanjang pegunungan di bagian
tenggara Lahat.
Miosen Tengah
Pada Tersier Awal – Miosen, terjadi subsiden pada cekungan Sumatra
Selatan dan pengendapan sedimen Tersier. Subsiden ini diselingi peristiwa
diastrophisme pada pegunungan Bukit Barisan dan pergerakan struktur
minor di daerah cekungan Sumatra Selatan. Pada masa tektonik ini
dihasilkan sesar turun dan ketidakselarasan setempat.
Plio-Pl e i s to s en
Peristiwa tektonik pada Plio-Pleistosen merupakan yang terkahir yang
memengaruhi perkembangan geologi Sumatra. Pada peristiwa ini terjadi
pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan, perkembangan sesar geser
Semangko di sepanjang Pegunungna Bukit Barisan, pembentukan gunungapi ,
perlipatan dan pensesaran batuan seperti yang kita ketahui pada saat ini.
Pada masa ini dihasilkan :
• Semangko wrench fault
• Perlipatan dengan arah utama baratlaut- tenggara akibat Sesar Semangko
14
• Patahan-patahan yang berasosiasi dengan perlipatan dan juga patahan-
patahan Pra-Tersier yang mengalami peremajaan.
Perlipatan di Cekungan Sumatera Selatan
menghasilkan :
• Antiklinorium Muara Enim
• Antiklinorium Pendopo
• Antiklinorium Palembang
15
BAB III
PEMBAHASAN
GEOLOGI DAERAH TEKANA DAN SEKITARNYA
3.1. Pola Pengaliran Daerah Tekana Dan Sekitarnya
Pola pengaliran adalah kumpulan dari suatu jaringan pengaliran di suatu
daerah yang dipengaruhi atau tidak dipengaruhi oleh curah hujan, alur pengaliran
tetap pengali. Biasanya pola pengaliran yang demikian disebut sebagai pola
pengaliran permanen (tetap). Adapun jenis-jenis yang dimaksud sebagai berikut:
- Pola aliran sungai dendritik. Merupakan pola aliran yang menyerupai
percabangan batang pohon. Percabangannya tidak teratur dan memiliki arah
juga sudut yang beragam. Pola ini berkembang di bebatuan yang cenderung
homogen dan tidak melalui kontrol struktur. Pola aliran sungai yang satu ini
tidaklah teratur dan umumnya dijumpai di wilayah dataran atau wilayah
berpantai juga wilayah plato.
- Pola aliran paralel merupakan pola yang cenderung sejajar. Ia dijumpai di
wilayah perbukitan yang memanjang. Kemiringan lereng pada pola ini
cenderung curam dan terjal.
- Pola aliran annular. Merupakan pola aliran yang arahnya menyebar secara
radial dimulai dari suatu titik yang tinggi dan kemudian berjalan ke arah hilir
untuk selanjutnya kemudian menyatu dalam satu aliran.
- Pola aliran sungai selanjutnya adalah rectangular. Pola ini dibentuk cabang-
cabang sungai yang cenderung berkelok, menyambung dan membentuk
sudut-sudut yang tegak lurus dan memiliki liku-liku. Pola aliran yang satu ini
umumnya dikendalikan oleh pola kekar atau juga bisa oleh pola potongan
yang tegak lurus. Rektangular ini bisa terbentuk di bebatuan keras dengan
lapis horizontal dan juga batuan kristalin.
- Pola aliran trellis memiliki bentuk yang panjang-panjang. Ia kerap juga disebut
dengan nama pola trail pagar. Pola ini sering dijumpai pada sungai yang
terletak di bebatuan dengan lupatan dan kemiringan yang kuat. Sungai-16
sungai besar dengan pola ini umumnya mengikuti singkapan bebatuan yang
subsekuen dan juga lunak. Cabang sungainya dari arah kanan juga kiri
merupakan jenis resekuen atau juga obsekuen.
- Pola aliran radial. Biasa juga dikenal dengan nama pola aliran menyebar. Ciri
utamanya adalah aliran yang berbeda dalam hal arah. Menyebar ke segala
penjuru baik itu ke utara, barat, timur maupun selatan. Pola ini umumnya ada
pada wilayah pegunungan dengan bentuk kerucut.
- Pola aliran multi-basinal atau yang juga dikenal dengan nama pola aliran
sungaimemusat. Ciri utama pola yang satu ini adalah alirannya yang terpusat
pada suatu lahan tertentu. Pola aliran ini umumnya ada pada wilayah dengan
cekungan yang mirip seperti dolina di wilayah krast.
Pada daerah telitian yaitu daerah Desa Tekana dan Sekitarnya berdasarkan
interpretasi yang telah dilakukan oleh kelompok kami bahwa daerah ini memiliki pola
aliran dendritik. Pola aliran dendritik ini didapat pada pola sungai yang terdapat pada
daerah desa Tekana dan sekitarnya melalui peta pola aliran sungai. Seperti yang
kita ketahui pola dendritik ini merupakan pola aliran yang menyerupai percabangan
batang pohon. Percabangannya tidak teratur dan memiliki arah juga sudut yang
beragam. Pola ini berkembang di bebatuan yang cenderung homogen dan tidak
melalui kontrol struktur. Pola aliran sungai yang satu ini tidaklah teratur dan
umumnya dijumpai di wilayah dataran atau wilayah berpantai juga wilayah plato.
17
3.2. Geomorfologi Daerah Tekana dan Sekitarnya
Observasi pada daerah Tekana dan Sekitarnya yang dilakukan hari
Jumat hingga Minggu pada tanggal 31 Oktober 2014 – 2 November 2014.
Berdasarkan kenampakan alam disertai pengamatan pada peta dasar yaitu
Peta Topografi dan Peta Geologi daerah Tekana dan Sekitanya disimpulkan
bahwa Bentang Alam pada daerah tersebut memiliki Bentang Alam Fluvial dan
Struktur.
3.1.1. Bentang Alam Fluvial
Bentuklahan asal proses fluvial adalah semua bentuklahan yang terjadi
akibat adanya proses aliran baik yang berupa aliran sungai maupun yang tidak
terkonsetrasi yang berupa limpasan permukaan. Akibat adanya aliran air
tersebut maka akan terjadi mekanisme proses erosi, transportasi, dan
sedimentasi.
Pada Observasi yang dilakukan pada daerah desa Tekana dan
Sekitarnya didapatkan lingkungan Fluvial dengan adanya sungai pada daerah
tersebut (Gambar 3.1.). Lingkungan Fluvial di daerah Tekana dan Sekitarnya
dapat dilihat pada longitude 104.15o – 104 104.00o dan latitude -4.475o – 4.4o
dengan kenampakan garis kontur yang renggang satu sama lain yang
menunjukkan gaya eksogen yang dominan. Daerah observasi daerah Tekana
dan Sekitarnya ini memiliki beberapa Bentuk Lahan antara lain Dataran Banjir,
Dataran Alluvial, Gosong Sungai, dan Dataran Fluvial.
Gambar 3.1. Kenampakan sungai di Desa Tekana
18
Pada daerah desa Tekana dan sekitarnya ini didapati 2
bentuklahan fluvial, yaitu dataran alluvial (F1) dan dataran banjir (F7).
A. DATARAN ALLUVIAL (F1)
Dataran alluvial yang terdapat pada daerah Desa Tekana dan Sekitarnya ini
dapat dilihat dari banyaknya sungai yang ada disekitar daerah tersebut. Dataran
alluvial ini merupakan dataran yang terbentuk akibat proses-proses geomorfologi
yang lebih didominasi oleh tenaga eksogen antara lain iklim, curah hujan, angin,
jenis batuan, topografi, suhu, yang semuanya akan mempercepat proses pelapukan
dan erosi. Hasil erosi diendapkan oleh air ke tempat yang lebih rendah atau
mengikuti aliran sungai. Dataran alluvial menempati daerah pantai, daerah antar
gunung, dan dataran lembah sungai. daerah alluvial ini tertutup oleh bahan hasil
rombakan dari daerah sekitarnya, daerah hulu ataupun dari daerah yang lebih tinggi
letaknya. Potensi air tanah daerah ini ditentukan oleh jenis dan tekstur batuan.
B. DATARAN BANJIR (F7)
Dataran banjir di daerah Desa Tekana dan sekitarnya dapat ditemukan
pada daerah pinggiran sungai yang ada pada daerah tersebut. Daataran banjir ini
biasanya terjadi di pinggiran sungai akibat meluapnya volume air yang berada di
dalam sungai. Dataran banjir berupa dataran yang luas yang berada pada kiri kanan
sungai yang terbentuk oleh sedimen akibat limpasan banjir sungai tersebut.
Umumnya berupa pasir, lanau, dan lumpur.
3.1.2. Bentang Alam Struktural
Bentang alam struktural adalah bentang alam yang pembentukannya
dikontrol oleh struktur geologi daerah yang bersangkutan. Struktur geologi yang
paling berpengaruh terhadap pembentukan morfologi adalah struktur geologi
sekunder, yaitu struktur yang terbentuk setelah batuan itu ada.
Observasi yang dilakukan pada daerah Tekana dan Sekitarnya berada
pada daerah Fluvial sehingga pada observasi kali ini tidak melakukan pengamatan
langsung pada daerah Struktural tersebut dalam hal ini berada pada Bukit Garba.
Keberadaan Bentang Alam Struktural ini diketahui dari pembacaan peta Topografi
19
daerah Tekana dan Sekitarnya yang ditunjukan pada (Gambar 3.2.)
Gambar 3.2. Kenampakan Bentang Alam Struktural pada bagian peta
Topografi daerah Tekana dan Sekitarnya.
Pada daerah Desa Tekana dan sekitarnya kelompok kami melihat 2
bentuklahan struktural, yaitu perbukitan dome (S11) dan dataran tinggi atau plato
(S12).
A. PERBUKITAN DOME (S11)
Di daerah Desa Tekana dan sekitarnya ini menurut peta topografi
didapati perbukitan dome. Perbukitan dome atau plato ini dapa dilihat pada daerah
Bukit Garba dengan ciri kontur yang rapat. Perbukitan dome atau plato adalah
pegunungan/perbukitan tunggal yang lerengnya landai, terjadi karena proses
updoming. Kubah yang berstadia dewasa dipuncaknya terdapat sistem lembah
berbentuk segitiga (triangle facet) yang disebut flat iron.
B. DATARAN TINGGI (S12)
Pada daerah Desa Tekana dan sekitarnya kami menginterpretasikan
bahwa daerah ini merupakan daerah dengan dataran yang cukup tinggi. Ini dilihat
dari kenampakan kontur yang bisa dikatakan rapat yang dapat terlihat pada peta
topografi.
20
3.3. LITOLOGI
3.2.1. Pengertian Litologi
Litologi adalah deskripsi karakteristik fisik dari batuan yang termasuk warna,
komposisi mineral, ukuran butir, bentuk biji-bijian, tekstur atau kain (hubungan
antara butir).
3.2.2. Litologi Daerah Tekana dan Sekitarnya
Litologi pada daerah telitian yang di dapat dari kelompok kami yaitu pada
daerah Desa Tekana tepatnya penelitian di sepanjang Sungai Tekana, bisa
diketahui bahwa daerah Desa Tekana ini terdapat di sekitar Litologi satuan batuan
Kgr, Kjg, Km, dan Kjgv.
- Kgr merupakan simbol dari satuan batuan Granit Garba
- Kjg merupakan simbol dari satuan batuan Formasi Garba yang terdiri dari
batuan Basalt, andesit, rijang, kadang-kadang dengan serpentin.
- Km merupakan simbol dari satuan batuan Komplek Melange yang terdiri dari
batuan Bongkah-bongkah batugamping rijang, batuan andesitik, batulanau,
batulempung dan sekis tertanam dalam masadasar lempung bersisik.
- Kjgv merupakan simbol dari satuan batuan Formasi Insu Formasi Garba yang
terdiri dari Basalt, Andesit dan lensa-lensa rijang atau berselingan dengan
rijang.
3.2.3. Litologi Sungai Tekana dan Sekitarnya
Litologi di daerah Sungai Tekana yaitu terdapat formasi Kgr yang merupakan
arti dari litologi dari Granit Garba. Pada daerah sekitar Sungai Tekana kelompok
kami melakukan observasi. Di sekitar sungai ini kelompok kami menemukan
beberapa jenis batuan umum yaitu batuan Granit dan Granit Merah yang
mendominasi dari litologi asal yang terdapat pada daerah tersebut. Adapun
ditemukan beberapa jenis batuan seperti batu andesit, sekis, sekis hijau, phylite, dan
kuarsit. Beberapa batuan ini bisa berada pada litologi Kgr (Granit Garba) karena
tertransportasinya beberapa batuan tersebut akibat erosi yang terjadi pada daerah
21
hulu sungai Tekana. Dalam mengobservasi sungai Tekana ditentukan beberapa titik,
tiap titik diberi simbol LP (Lokasi Pengamatan). Pada observasi kami kali ini terdapat
6 titik LP dan tiap LP terdapat kenampakan batuan yang mencirikan dari tiap LP.
3.4. STRATIGRAFI
Stratigrafi adalah studi yang mengenai sejarah, komposisi dan umur relatif
serta distribusi perlapisan tanah dan interpretasi lapisan-lapisan batuan untuk
menjelaskan sejarah mengenai Bumi. Dari hasil perbandingan atau korelasi antar
lapisan yang berbeda-beda dapat dikembangkan lebih lanjut dengan studi
mengenai litologi (litostratigrafi), kandungan fosil (biostratigrafi), dan umur relatif
maupun absolutnya (kronostratigrafi). stratigrafi kita pelajari untuk mengetahui luas
penyebaran lapisan batuan. Statigrafi Daerah Telitian
22
Lokasi kuliah lapangan daerah Tekana adalah yaitu disimbolkan dengan
Kgr yaitu granit garba dimana ditemukan banyaknya batuan granit yang terdiri
Dari granit putih dan granit merah serta ditemukan juga batu andesit.
Menurut De Coster (1974), Cekungan Sumatera Selatan telah mengalami tiga
kali orogenesa, yakni : Pada zaman Mesozoikum Tengah, Kapur Akhir-Tersier Awal
dan Plio-Plistosen.
Setelah orogenasa terakhir (Plio Plistosen) dihasilkan kondisi struktur geologi
regional seperti terlihat pada saat ini. Zone Sesar Semangko, merupakan hasil
tumbukan antara Lempeng Sumatera Hindia dan Pulau Sumatera, akibat tumbukan
ini menimbulkan gerakan rotasi (right lateral) diantara keduanya. Perlipatan dengan
arah utama Barat Laut-Tenggara, sebagai hasil efek gaya kopel Sesar Semangko.
Sesar-sesar yang berasosiasi dengan perlipatan dan sesar-sesar Pra Tesier yang
mengalami peremajaan.
Tektonik Regional, Blake (1989) menyebutkan bahwa daerah Cekungan
Sumatera Selatan merupakan cekungan busur belakang berumur Tersier yang
terbentuk sebagai akibat adanya interaksi antara Paparan Sunda (sebagai bagian
dari lempeng kontinen Asia) dan lempeng Samudera India. Daerah cekungan ini
meliputi daerah seluas 330 x 510 km2, dimana sebelah barat daya dibatasi oleh
singkapan Pra-Tersier Bukit Barisan, di sebelah timur oleh Paparan Sunda (Sunda
Shield), sebelah barat dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh dan ke arah tenggara
dibatasi oleh Tinggian Lampung.
Menurut Salim et al. (1995), Cekungan Sumatera Selatan terbentuk selama
Awal Tersier (Eosen – Oligosen) ketika rangkaian (seri) graben berkembang sebagai
reaksi sistem penunjaman menyudut antara lempeng Samudra India di bawah
lempeng Benua Asia.
Menurut De Coster, 1974 (dalam Salim, 1995), diperkirakan telah terjadi 3
episode orogenesa yang membentuk kerangka struktur daerah Cekungan Sumatera
Selatan yaitu orogenesa Mesozoik Tengah, tektonik Kapur Akhir – Tersier Awal dan
Orogenesa Plio – Plistosen.
Episode pertama, endapan – endapan Paleozoik dan Mesozoik
termetamorfosa, terlipat dan terpatahkan menjadi bongkah struktur dan diintrusi oleh 23
batolit granit serta telah membentuk pola dasar struktur cekungan. Menurut
Pulunggono, 1992 (dalam Wisnu dan Nazirman ,1997), fase ini membentuk sesar
berarah barat laut – tenggara yang berupa sesar – sesar geser.
Episode kedua pada Kapur Akhir berupa fase ekstensi menghasilkan gerak –
gerak tensional yang membentuk graben dan horst dengan arah umum utara –
selatan. Dikombinasikan dengan hasil orogenesa Mesozoik dan hasil pelapukan
batuan – batuan Pra – Tersier, gerak gerak tensional ini membentuk struktur tua
yang mengontrol pembentukan Formasi Pra – Talang Akar.
Episode ketiga berupa fase kompresi pada Plio – Plistosen yang
menyebabkan pola pengendapan berubah menjadi regresi dan berperan dalam
pembentukan struktur perlipatan dan sesar sehingga membentuk konfigurasi geologi
sekarang. Pada periode tektonik ini juga terjadi pengangkatan Pegunungan Bukit
Barisan yang menghasilkan sesar mendatar Semangko yang berkembang
sepanjang Pegunungan Bukit Barisan. Pergerakan horisontal yang terjadi mulai
Plistosen Awal sampai sekarang mempengaruhi kondisi Cekungan Sumatera
Selatan dan Tengah sehingga sesar – sesar yang baru terbentuk di daerah ini
mempunyai perkembangan hampir sejajar dengan sesar Semangko. Akibat
pergerakan horisontal ini, orogenesa yang terjadi pada Plio – Plistosen
menghasilkan lipatan yang berarah barat laut – tenggara tetapi sesar yang terbentuk
berarah timur laut – barat daya dan barat laut – tenggara. Jenis sesar yang terdapat
pada cekungan ini adalah sesar naik, sesar mendatar dan sesar normal.
3.5. STRUKTUR
Struktur geologi adalah struktur perubahan lapisan batuan sedimen akibat
kerja kekuatan tektonik,sehingga tidak lagi memenuhi hukum superposisi
disamping itu struktur geologi juga merupakan struktur kerak bumi produk
deformasi tektonik .
Kekar adalah struktur retakan/rekahan terbentuk pada batuan akibat suatu
gaya yang bekerja pada batuan tersebut dan belum mengalami pergeseran. Secara
umum dicirikan oleh:
a). Pemotongan bidang perlapisan batuan;
24
b). Biasanya terisi mineral lain (mineralisasi) seperti kalsit, kuarsa dsb;
c) kenampakan breksiasi.
Struktur kekar dapat dikelompokkan berdasarkan sifat dan karakter
retakan/rekahan serta arah gaya yang bekerja pada batuan tersebut. Kekar yang
umumnya dijumpai pada batuan adalah sebagai berikut:
- Shear Joint (Kekar Gerus) adalah retakan / rekahan yang membentuk pola
saling berpotongan membentuk sudut lancip dengan arah gaya utama. Kekar
jenis shear joint umumnya bersifat tertutup.
- Tension Joint adalah retakan/rekahan yang berpola sejajar dengan arah gaya
utama, Umumnya bentuk rekahan bersifat terbuka.
- Extension Joint (Release Joint) adalah retakan/rekahan yang berpola tegak
lurus dengan arah gaya utama dan bentuk rekahan umumnya terbuka.
Pada daerah Tekana dan sekitarnya memiliki beberapa struktur akibat dari
beberapa arah gaya. Pada fieldwork yang kami lakukan disepanjang sungai
Tekana pada LP 1 sampai LP 6 memiliki beberapa arah gaya yang bervariasi,
antara lain :
3.3.1. Lokasi Pengamatan 1 (LP 1)
Pada Lokasi Pengamatan 1 memiliki kenampakan struktur Shear Joint. Shear
Joint ini terlihat dengan adanya kenampakan garis-garis yang saling memotong
dengan beberapa garis utama. Kenampakan ini dapat dilihat pada ( gambar
3.2.3.1.) di bawah ini :
25
Gambar 3.2.3.1. Kenampakan batu granit LP 1
Pada gambar diatas merupakan kenampakan Shear Joint dengan gaya
kelurusan dominan N0800E – N0900E atau N2600E – N2700E. Data ini didapat
berdasarkan diagram 3.3.1.
3.3.2. Lokasi Pengamatan 2 (LP 2)
Pada Lokasi Pengamatan 2 memiliki kenampakan struktur yang terlihat, yaitu
struktur Tension Joint. Struktur Tension Joint ini dapat terlihat dengan adanya
kenampakan garis-garis utama yang memiliki arah yang dominan sama tetapi
garis-garis ini tidak saling memotong. Kenampakan ini dapat dilihat pada ( gambar
3.2.3.2.) di bawah ini :
Gambar 3.2.3.2. Kenampakan batu andesit LP 2
Pada gambar diatas merupakan kenampakan Shear Joint dengan gaya
kelurusan dominan N0200E – N0300E atau N2000E – N2100E. Data ini didapat
berdasarkan diagram 3.3.2.
3.3.3. Lokasi Pengamatan 3 (LP 3)
Pada Lokasi Pengamatan 3 berdasarkan pengamatan dari kelompok kami,
lokasi pengamatan ini memiliki kenampakan struktur yang terlihat, yaitu struktur
Shear Joint. Struktur Shear Joint ini dapat terlihat dengan adanya kenampakan
garis-garis kekar yang memotong garis-garis utama pada batuan ini. Kenampakan
ini dapat dilihat pada ( gambar 3.2.3.3.) di bawah ini :
26
Gambar 3.2.3.3. Kenampakan batu granit merah LP 3
Pada gambar diatas merupakan kenampakan Shear Joint dengan gaya
kelurusan dominan N1700E – N1800E atau N3500E – N3600E. Data ini didapat
berdasarkan diagram 3.3.3.
3.3.4. Lokasi Pengamatan 4 (LP 4)
Pada Lokasi Pengamatan 4 berdasarkan pengamatan dari kelompok kami,
lokasi pengamatan ini memiliki kenampakan struktur yang terlihat, yaitu struktur
Shear Joint. Struktur Shear Joint ini dapat terlihat dengan adanya kenampakan
garis-garis kekar yang memotong garis-garis utama pada batuan ini. Kenampakan
ini dapat dilihat pada ( gambar 3.2.3.4.) di bawah ini :
Gambar 3.2.3.4. Kenampakan batu granit LP 4
27
Pada gambar diatas merupakan kenampakan Shear Joint dengan gaya
kelurusan dominan N1100E – N1200E atau N2900E – N3000E. Data ini didapat
berdasarkan diagram 3.3.4.
3.3.5. Lokasi Pengamatan 5 (LP 5)
Pada Lokasi Pengamatan 5 berdasarkan pengamatan dari kelompok kami,
lokasi pengamatan ini memiliki kenampakan struktur yang terlihat, yaitu struktur
Shear Joint. Struktur Shear Joint ini dapat terlihat dengan adanya kenampakan
garis-garis kekar yang memotong garis-garis utama pada batuan ini. Kenampakan
ini dapat dilihat pada ( gambar 3.2.3.5.) di bawah ini :
Gambar 3.2.3.5. Kenampakan batu granit LP 5
Pada gambar diatas merupakan kenampakan Shear Joint dengan gaya
kelurusan dominan N0600E – N0700E atau N2400E – N2500E. Data ini didapat
berdasarkan diagram 3.3.5.
3.3.6. Lokasi Pengamatan 6 (LP 6)
Pada Lokasi Pengamatan 6 berdasarkan pengamatan dari kelompok kami,
lokasi pengamatan ini memiliki kenampakan struktur yang terlihat, yaitu struktur
Shear Joint. Struktur Shear Joint ini dapat terlihat dengan adanya kenampakan
garis-garis kekar yang memotong garis-garis utama pada batuan ini. Adapun pula
struktur yang terlihat yaitu adanya struktur Shear Joint yang terintrusi oleh sedimen
28
Senolit, dan ada juga yang terintrusi oleh kuarsa sehingga disebut urat kuarsa.
Kenampakan ini dapat dilihat pada ( gambar 3.2.3.6. dan gambar 3.2.3.7) di bawah
ini :
Gambar 3.2.3.6. dan 3.2.3.7. Kenampakan batu granit yang terintrusi senolit
dan Urat Kuarsa di LP 6
Pada gambar diatas merupakan kenampakan Shear Joint dengan gaya
kelurusan dominan N1100E – N1200E atau N2900E – N3000E. Data ini didapat
berdasarkan diagram 3.3.2.
29
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan fieldwork yang dilakukan pada desa Tekana dan sekitarnya
pada tanggal 31 Oktober 2014 sampai 02 November 2014 didapatkan beberapa
kesimpulan, yaitu :
Di daerah Desa Tekana dan sekitarnya memiliki pola pengaliran dendritik, karena
bentuknya yang seperti cabang pohon dan biasanya pola ini berkembang di
bebatuan yang cenderung homogen dan tidak melalui kontrol struktur.
Pada daerah Tekana dan sekitarnya memiliki 2 bentang alam, yaitu bentang
alam fluvial dan bentang alam struktural.
Daerah Tekana dan sekitarnya terdapat beberapa satuan batuan, yaitu Kgr, Kjg,
Km, dan Kjgv.
Terdapat beberapa jenis batuan pada daerah Tekana dan sekitarnya yaitu
batuan granit putih dan granit merah yang mendominasi, karena daerah ini
berada pada satuan batuani Kgr yaitu Grabo Granit.
Ada beberapa jenis batuan lainnya yaitu batuan andesit, phyllite, sekis mika,
sekis hijau, kuarsa, dan kuarsit.
Terdapat 2 struktur pada daerah Tekana dan sekitarnya, yaitu struktur Shear
Joint dan struktur Tension Joint.
Pada LP 6 (Lokasi Pengamatan) didapat intrusi pada batuan granit yang diisi
oleh xenolit ( material sedimen ) dan ditemukan batuan granit yang diisi oleh
Kuarsa yang disebut dengan Urat Kuarsa.
30