Laporan Praktikum (Fieldtrip Petrologi) (Bener)

43
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara geografis wilayah Kepulauan Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia (lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia) dan merupakan daerah patahan aktif, yang menyebabkan ruang wilayah Indonesia merupakan kawasan rawan bencana, khususnya di Pulau Sumatera. Sumberdaya alam di Sumatera Selatan, keberadaannya tidak terlepas darisejarah geologi pembentukannya, tatanan geologi Sumatera Selatan, yang sangat komplek karena terletak pada pertemuan dua lempeng tektonik sangat memungkinkan terbentuk terendapkan dan terakumulasikannya keanekaragaman bahan galian baik jenis, kualitas maupun kuantitasnya. Kabupaten Ogan Komering Ulu merupakan salah satu daerah di Provinsi Sumatera Selatan yang memiliki potensi sumberdaya mineral dan energi yang cukup besar dan beraneka ragam. Kabupaten Ogan Komering Ulu dengan ibukota Baturaja merupakan salah satu daerah kabupaten yang terletak di Provinsi Sumatera Selatan (peta wilayah sebagaimana ditunjukkan pada lampiran). Luas wilayah Kabupaten Ogan Komering Ulu lebih kurang 361.760 hektar dengan jumlah penduduk 298.340 jiwa. 1

description

Laporan Praktikum Petrologi Batuan Beku dan Metamorf. Teknik Geologi'13 UNSRI (Mega Rizky Nuriana Sari)

Transcript of Laporan Praktikum (Fieldtrip Petrologi) (Bener)

Page 1: Laporan Praktikum (Fieldtrip Petrologi) (Bener)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Secara geografis wilayah Kepulauan Indonesia terletak pada pertemuan

tiga lempeng dunia (lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia)

dan merupakan daerah patahan aktif, yang menyebabkan ruang wilayah Indonesia

merupakan kawasan rawan bencana, khususnya di Pulau Sumatera. Sumberdaya

alam di Sumatera Selatan, keberadaannya tidak terlepas darisejarah geologi

pembentukannya, tatanan geologi Sumatera Selatan, yang sangat komplek karena

terletak pada pertemuan dua lempeng tektonik sangat memungkinkan terbentuk

terendapkan dan terakumulasikannya keanekaragaman bahan galian baik jenis,

kualitas maupun kuantitasnya.

Kabupaten Ogan Komering Ulu merupakan salah satu daerah di Provinsi

Sumatera Selatan yang memiliki potensi sumberdaya mineral dan energi yang

cukup besar dan beraneka ragam. Kabupaten Ogan Komering Ulu dengan ibukota

Baturaja merupakan salah satu daerah kabupaten yang terletak di Provinsi

Sumatera Selatan (peta wilayah sebagaimana ditunjukkan pada lampiran). Luas

wilayah Kabupaten Ogan Komering Ulu lebih kurang 361.760 hektar dengan

jumlah penduduk 298.340 jiwa.

1.2. Rumusan Masalah

a) Tektonik apa yang membentuk daerah telitian

b) Bagaimana kondisi litologi daerah telitian

c) Satuan moroflogi apa saja yng terbentuk didaerah telitian

1

Page 2: Laporan Praktikum (Fieldtrip Petrologi) (Bener)

1.3 Tujuan Dan Manfaat

Adapun tujuan dan manfaat yang diharapkan dari penulisan tugas ini diantaranya

yaitu

a) Menentukan posisi pada peta.

b) Mendeskripsikan geomorfologi daerah telitian.

c) Mengamati litologi sungai tekana.

d) Menentukan strike dan dip dari singkapan batuan yang di dapatkan di

lapangan.

e) Mendeskripsikan litologi daerah telitian.

2

Page 3: Laporan Praktikum (Fieldtrip Petrologi) (Bener)

BAB II

GEOLOGI REGIONAL SUMSEL

Pulau Sumatra berada pada daerah busur kepulauan antara lempeng Indo-

Australia yang relatif bergerak ke utara dengan lempeng Asia yang relatif

bergerak ke arah selatan. Kegiatan tektonik ini membentuk elemen-elemen

seperti palung, busur kepulauan, cekungan depan busur, busur gunungapi, dan

cekungan belakang busur.

Kegiatan tektonik menyebabkan terbentuknya cekungan sedimen yang

berumur Tersier yang berada di belakang busur gunung api atau sebelah timur

Pegunungan Barisan serta termasuk ke dalam cekungan belakang busur. Salah

satu cekungan tersebut adalah Cekungan Sumatera Selatan, tempat

terendapkannya batuan sedimen pembawa batubara berumur Tersier Akhir, yaitu

Formasi Muara Enim.

Pada akhir Tersier sampai Kuarter, aktifitas tektonik terus berlanjut dan

menyebabkan batuan sedimen yang ada di P. Sumatera terangkat, tersesarkan

dan terlipat. Pada kala ini terbentuk Antiklinorium Muara Enim.

Beberapa penyelidikan telah dilakukan oleh para ahli baik regional maupun lokal

yaitu :

• Penyelidikan stratigrafi regional Cekungan Sumatera Selatan, a.l : Tobler

(1906), Hartman (1918), De Coster (1974), Koesoemadinata (1978) dan PT.

Shell Minjbouw (1978), Pulunggono (1992).

• Penyelidikan lokal, yaitu pemetaan geologi skala 1 : 10.000 dan pemboran

explorasi a.l. : PT. Shell Minjbouw (1978), Kinhill-Otto Gold (1987), PTBA

(1995), PPTM (1997) serta pemetaan foto udara skala 1 : 5000 (1997) oleh

PT. Mapindo Parama

Hasil penyelidikan lain

3

Page 4: Laporan Praktikum (Fieldtrip Petrologi) (Bener)

• Penyelidikan dilakukan selain pemetaan dan pemboran juga dilakukan

penyelidikan logging geofisika pada setiap lubang bor.

• Peta topografi yang tersedia adalah Peta Topografi Skala 1 : 5000 yaitu hasil

pemetaan foto udara Daerah Tanjung Enim oleh PT. Mapindo Parama

(1997).

2.1. Fisiografi

Secara fisiografis bagian selatan dari Sumatera ini dapat dibagi menjadi 4 (empat)

bagian, yaitu :

1. Cekungan Sumatera Selatan,

2. Bukit Barisan dan Tinggian lampung,

3. Cekungan Bengkulu, meliputi lepas pantai antara daratan Sumatera dan

rangkaian pulau-pulau di sebelah barat Sumatera, dan

4. Rangkaian kepulauan (fore arc ridge) di sebelah barat Sumatera, yang

membentuk suatu busur tak bergunung-api di sebelah barat P. Sumatera

(Gambar II.1).

Berdasarkan konsep Tektonik Lempeng, kedudukan cekungan

batubara Tersier di Indonesia bagian barat berkaitan dengan sistem busur

kepulauan. Dalam sistem ini dikenal adanya cekungan busur belakang, cekungan

busur depan dan cekungan antar busur. Masing-masing cekungan tersebut

memiliki karakteristik endapan batubara yang berbeda antara satu dengan

lainnya. Menurut Koesoemadinata dkk. (1978), semua cekungan batubara Tersier

di Indonesia (termasuk Cekungan Sumatera Selatan) digolongkan jenis cekungan

paparan karena berhubungan dengan kerak benua pada semua sisinya, kecuali

Cekungan Kutai dan Cekungan Tarakan di Kalimantan Timur yang digolongkan

sebagai continental margin.

4

Page 5: Laporan Praktikum (Fieldtrip Petrologi) (Bener)

Gambar I I .1. Fisiografi cek unga n Sumatra Sel a tan (H ut

chison,

1996)

Cekungan Sumatera Selatan telah mengalami empat kali orogenesa,

yakni : pada zaman Mezosoikum Tengah, Jura Awal –Kapur Awal, Kapur

Akhir – Tersier Awal, Plio-Pleistosen. Setelah orogenesa terakhir dihasilkan

kondisi struktur geologi regional seperti terlihat pada saat ini, yaitu :

• Zone Sesar Semangko, merupakan hasil tumbukan antara Lempeng

Sumatera Hindia dan Pulau Sumatera, akibat tumbukan ini menimbulkan

gerak sesar geser menganan (right lateral) diantara keduanya.

• Perlipatan dengan arah utama baratlaut – tenggara, sebagai hasil efek

gaya kopel sesar Semangko.

• Sesar-sesar yang berasosiasi dengan perlipatan dan sesar-sesar Pra

Tersier yang mengalami peremajaan.

Berkenaan dengan posisi dan aktivitas tektonik lempeng maka

hampir di seluruh wilayah bagian selatan-barat P. Sumatera merupakan

daerah yang relatif sering terjadi gempa bumi. Secara seismik telah tercatat

beberapa gempa bumi yang memiliki skala Richter cukup tinggi antara 5

5

Page 6: Laporan Praktikum (Fieldtrip Petrologi) (Bener)

hingga 6. Namun demikian banyak wilayah prospek tambang di Indonesia

yang memiliki kecenderungan seismitivitas tinggi tepat dapat beroperasi

dengan aman selama nilai-nilai keamanan selalu diperhitungkan dalam

pembuatan design tambang, terutama yang menyangkut stabilitas lereng.

2.2. Statigrafi

Cekungan Sumatera Selatan membentang mulai dari tinggian Asahan

di baratlaut sampai ke tinggian Lampung yang terletak di bagian paling Selatan

pulau. Dibatasi oleh pegunungan Barisan di sebelah Baratdaya.

Batuan Pra-Tersier, yang terdiri atas batuan malihan dan batuan beku

berumur Mesozoikum, diduga merupakan dasar dari cekungan Tersier yang

ada. Satuan batuan dasar ini telah mengalami pensesaran, perlipatan, dan

penerobosan.

Sedimentasi yang terjadi di Cekungan Sumatera Selatan berlangsung

pada dua fase (Jackson, 1961), yaitu :

• Fase transgresi, pada fase ini diendapkan dari kelompok Telisa, yang

terdiri dari Formasi Lahat, Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja, dan

Formasi Gumai. Kelompok Telisa ini diendapakan secara tidak selaras di atas

Batuan induk Pra-Tersier.

• Fase regresi, pada fase ini dihasilkan endapan dari kelompok Palembang

yang terdiri dari Formasi Air Benakat, Formasi Muara enim, dan Formasi

Kasai.

Batuan yang menjadi dasar cekungan diduga berupa terdiri atas

batuan malihan dan batuan beku yang berumur Mesozoikum

For m asi Lahat

Formasi ini diendapkan tidak selaras di atas batuan dasar yang berumur

Pra-tersier (gambar 2.3). Berumur Paleosen sampai Awal Oligosen. Memiliki

ketebalan antara 760 sampai 1070 meter. Formasi ini menipis dan

menghilang.

6

Page 7: Laporan Praktikum (Fieldtrip Petrologi) (Bener)

Gambar II.2 Kolom stratigrafi cekungan Sumatera Selatan (Van

Bemmelen, 1973)

pada sayap antiklin Pendopo. Formasi ini diendapakan pada

lingkungan darat, kehadiran tuff menunjukkan adanya aktifitas volkanik

Formasi ini terdiri dari Konglomerat, Batupasir, Batulempung abu-abu

sampai hitam kecoklatan, tufa, breksi dan terkadang terdapat lapisan Batubara

tipis.

For m asi Talang Akar

Formasi ini diendapkan secara tidak selaras (gambar II.2) di atas

Formasi Lahat (de Coster dan Koesomadinata, 1974), tetapi Pulunggono 7

Page 8: Laporan Praktikum (Fieldtrip Petrologi) (Bener)

(1976) mengatakan bahwa formasi ini terletak selaras di atas Formasi Lahat.

Pada bagian tepi cekungan formasi ini diendapakan secara tidak selaras di

atas batuan Pra-Tersier. Formasi ini memiliki umur Oligosen Atas –

Miosen Bawah dengan ketenalan berkisar antara 460 sampai 610 meter.

Formasi ini diendapakan pada lingkungan laut dangkal sampai fluviatil.

Formasi Talang Akar dicirikan oleh batuan berupa Batulanau, Batupasir,

dan sisipan Batubara. Pada bagian tengah terdapat serpih yang diendapkan

pada lingkungan laut. Kandungan pasir yang ada pada formasi ini semakin

bertambah mendekati tepi cekungan.

For m asi Baturaja

Formasi ini diendapakan selaras di atas Formasi Talang Akar (gambar

II.2). Formasi ini memiliki ketebalan 200 sampai 250 meter, pada Bukit Garba

ketebalannya mencapai 520 meter. Formasi Baturaja diendapkan pada Awal

Miosen dan pada lingkungan darat sampai laut dangkal.

Formasi Baturaja dicirikan oleh batuan berupa Batugamping keras dan

berlapis, Batugamping pasiran, Btugamping Serpihan, Serpih gampingan,

napal dengan kandungan fosil foraminifera, moluska dan koral. Batugamping

pada formasi ini beralih menjadi serpih gampingan mendekati tengah

cekungan, dan menjadi Batupasir gampingan kaya akan glaukonit ke arah

pinggir cekungan.

For m asi G u m ai

Formasi ini diendapkan selaras di atas Formasi Baturaja (gambar II.2).

Memimilki ketebalan kurang lebih 2200 meter, kecuali pada daerah depresi

Lemarang ketebalannya 4800 meter, dan mencapai beberapa ratus meter

pada Pegunungan Gumai. Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut

dalam dimana air laut menggenangi hampir seluruh cekungan. Formasi

Gumai berumur Miosen Bawah sampai Miosen Tengah.

Formasi Gumai dicirikan oleh batuan berupa Batupasir gampingan, dan

Serpih gampingan kaya akan foraminifera pada bagian bawah dan sisipan

8

Page 9: Laporan Praktikum (Fieldtrip Petrologi) (Bener)

Batugamping tipis pada bagian tengah dan atas.

For m asi Air Benakat

Formasi Air Benakat diendapkan selaras di atas Formasi Gumai

(gambar II.2). Formasi ini memiliki ketebalan lapisan antara 100 sampai 130

meter. Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal, yang juga

menunjukkan awal dari siklus regresi. Formasi Air Benakat memiliki umur

Miosen Akhir.

Formasi Air Benakat memiliki ciri-ciri batuan berupa Serpih

gampingan kaya akan foraminifera dengan sisipan Batugamping pada bagian

bawah. Semakin ke atas dijumpai sisipan-sisipan Batupasir yang banyak

mengandung glaukonit dan presentase kandungan Batupasir semakin ke atas

semakin besar. Pada bagian atas dijumpai adanya sisa-sisa tumbuhan dan

Batubara Kladi yang merupakan batas Formasi Air Benakat dan Formasi

Muara Enim.

For m asi Muara Enim

Formasi Muara Enim diendapkan selaras di atas Formasi Air Benakat

(gambar II.2). Formasi ini memiliki ketebalan antara 450 sampai 1200 meter

dengan umur Miosen Atas – Pliosen. Formasi ini diendapkan pada lingkungan

laut dangkal, dataran delta dan non-marine.

Formasi Muara Enim dicirikan oleh batuan yang berupa Batupasir,

Batulanau, Batulempung, dan Batubara. Pada bagian atas formasi ini sering

terdapat Tuf atau lempung tufaan. Formasi ini juga merupakan formasi

pembawa batubara yang dapat dibedakan menjadi 4 anggota (gambar 2.4),

terdiri dari yang tertua ke yang termuda yaitu :

M1 : terdiri dari pasir, lanau dan lempung berwarna coklat dan

abu-abu dengan sedikit glaukonitan. Terdiri dari seam batubara Keladi dan

Merapi.

M2 : batas atasnya ditempatkan pada puncak seam Mangus

dan batas bawah pada lantai seam Petai. Anggota M2 terdiri dari

9

Page 10: Laporan Praktikum (Fieldtrip Petrologi) (Bener)

perulangan batu lempung, lempung pasiran berwarna coklat abu- abu,

pasir halus-sedang, coklat abu-abu dibagian bawah

berwarna hijau abu-abu, serta batubara. Lapisan batubara yang terdapat

dalam anggota ini terdiri dari seam Petai, Suban, dan Mangus, dengan

penyebaran tidak kontinyu

M3 : terdiri dari perselingan pasir dan lanau, biru hijau, lempung

abu- abu hijau dan coklat, horizon pasir 3-6 meter yang terletak 40 meter

diatas seam Mangus dan terdapat kantong-kantong gas. Batupasir dalam

anggota ini dicirikan oleh kehadiran nodul- nodul batubesi kalsitan yang

mempunyai rongga-rongga bekas gas. Terdiri dari lapisan batubara Benuang

dan Burung.

M4 : terutama disusun oleh batulempung dan batupasir serta

beberapa lapisan batubara. Lapisan batubara terdiri dari seam Kebon,

Enim, Jelawatan dan Niru.

Gambar II.3 Seam Batubara anggota Formasi Muara Enim (Bamco,

1983; Gafoer et. Al, 1986)

Endapan batubara yang terdapat pada Formasi Muara Enim

berdasarkan kompilasi data dari beberapa lapangan batubara diketahui

seluruhnya berjumlah ± 21 lapisan batubara. Namun di beberapa lapangan

batubara endapan batubara utama yang dijumpai adalah sebanyak 10

(sepuluh) lapisan, yakni lapisan Batubara Mangus sebanyak 2 lapisan (A1 dan

A2), Batubara Suban sebanyak 2 lapisan (B/B1 dan B2), Batubara Petai (C) 10

Page 11: Laporan Praktikum (Fieldtrip Petrologi) (Bener)

sebanyak 3 lapisan (C/C1, C2 dan C3), Batubara Merapi (D) sebanyak 1

lapisan, dan Batubara Kladi (E) sebanyak 2 lapisan (E/E1 dan E2)

For m asi Ka s ai

Formasi ini diendapkan selaras namun di beberapa tempat diendapkan

tidak selaras di atas Formasi Muara Enim, endapan Tersier terakrasi di

Cekungan Sumatera Selatan. Formasi ini diendapkan pada lingkungan darat

dengan ketebalan antara 500 samapai 1000 meter dan berumur Pliosen

Bawah.

Formasi Kasai dicirikan oleh batuan berupa Batupasir tufaan dan kerikil

yang merupakan hasil rombakan batuan sedimen hasil pembentukan

antiklin yang terbentuk selama orogenesa Plio-Pleistosen, hasil rombakan

Bukit Barisan, dan hasil aktivitas volkanik.

2.3. STRUKTUR GEOLOGI

Struktur yang dijumpai pada cekungan Sumatra Selatan adalah

lipatan, sesar dan kekar yang sebagian besar terjadi pada batuan Tersier.

Lipatan yang terjadi pada umumnya berarah baratlaut – tenggara sampai

barat-timur, pada batuan yang berumur Oligosen-Miosen sampai Plio-

Plistosen. Sesar turun, berarah baratlaut-tenggara, terjadi pada batuan yang

berumur Oligosen-Miosen sampai Miosen Tengah, dan pada batuan yang

berumur Miosen sampai Plio-Plistosen memiliki arah timurlaut- baratdaya

sampai utara-selatan. Kekar yang terjadi pada umumnya berarah timurlaut-

baratdaya sampai timur-barat.

Cekungan Sumatra Selatan merupakan bagian dari cekungan belakang

busur Sumatra, dan dipisahkan dari cekungan Sumatra Tengah pada bagian

utara, oleh pegunungan Duabelas/Tigapuluh, yang merupakan singkapan

batuan pra-Tersier, pada bagian selatan dibatasi oleh Tinggian Lampung.

Pada bagian barat Cekungan Sumatera Selatan dibatasi oleh Bukit Barisan

dan batas timur berupa Paparan Sunda.

Seperti juga halnya dengan cekungan Sumatra Timur lainnya, pola

11

Page 12: Laporan Praktikum (Fieldtrip Petrologi) (Bener)

perkembangan tektoniknya sangat dipengaruhi oleh sesar-sesar mendatar

menganan (sesar Semangko), yang terjadi sebagai akibat interaksi konvergen

antara lempeng Hindia - Australia dan lempeng Mikro-Sunda.

Pada Cekungan Sumatra Selatan dapat diamati adanya 3 (tiga) pola sesar

utama, yang sebagian besar di rekam dari data geofisik (seismik dan

gayaberat)dan dari hasil korelasi pemboran (Pulunggono, 1983). Arah-arah

tersebut adalah : baratlaut- tenggara, utara-selatan, timurlaut-baratdaya

(gambar II.4). Hal ini disebabkan terjadinya perubahan arah subduksi pada

Jura Akhir-Kapur Akhir, Kapur Akhir- Tersier Awal, Miosen Tengah-Resen

(gambar II.5).

Perlipatan yang melibatkan semua batuan Tersier di cekungan Sumatra

selatan, memperlihatkan arah yang hampir sama yaitu baratlaut-tenggara,

kurang lebih tegaklurus pada tegasan Sumatra yang berarah timurlaut-

baratdaya. Pola-pola sesar ini juga nampaknya sangat berperan sebagai

kontrol dalam sebaran dan bentuk dari pada cekungan dan sub-sub cekungan

di Sumatra Selatan.

\

Gambar II.4 Model elipsoidal Jura Awal – Resen (Pulunggono,1996)

12

Page 13: Laporan Praktikum (Fieldtrip Petrologi) (Bener)

Gambar II.5 Subduksi antara lempeng Samudra Hindia dengan Paparan

Sunda mulai

Jura Awal sampai Resen dan efek yang terkait

(Pulunggono, 1996)

Sejarah tektonik pada cekungan Sumatra Selatan dari Mesozoikum

Tengah sampai Resen dapat dibagi menjadi empat peristiwa utama (de

Coster, 1974) :

Mesozoikum Tengah

Pada saat ini batuan-batuan yang berumur Paleozoikum dan awal

Mesozoikum mengalami perlipatan, pengangkatan, pensesaran,

metamorfisme yang kemudian menjadi zona kompleks pembentuk kerangka

struktur dasar Sumatra. Batuan Mesozoikum Tengah tersingkap di

sepanjang Bukit Barisan dan Tigapuluh, Duabelas, dan beberapa

pegunungan yang berada di daerah cekungan.

Berdasarkan pengamatan anomali gaya berat dan arah penyebaran batas

litologi batuan yang berumur Paleozoikum dan Mesozoikum, ditemukan

13

Page 14: Laporan Praktikum (Fieldtrip Petrologi) (Bener)

adanya suatu patahan baratlaut- tenggara (arah sumatra) dan sejajar batas

penyebaran batuan Pra- Tersier.

Kapur Akhir – Tersier Awal

Pada Kapur Akhir- Tersier Awal terjadi tensile stress pada area

cekungan Sumatra Selatan yang menciptakan fase ekstensi. Tensile

stress pada Cekugan Sumatra Selatan menghasilkan struktur-struktur yang

berhubungan dengan sesar geser dengan arah utara- selatan. Batuan yang

diduga memiliki umur Kapur Akhir- Tersier Awal tersingkap berupa batuan

Tufa dan klastik pada sumur Lawu dan sepanjang pegunungan di bagian

tenggara Lahat.

Miosen Tengah

Pada Tersier Awal – Miosen, terjadi subsiden pada cekungan Sumatra

Selatan dan pengendapan sedimen Tersier. Subsiden ini diselingi peristiwa

diastrophisme pada pegunungan Bukit Barisan dan pergerakan struktur

minor di daerah cekungan Sumatra Selatan. Pada masa tektonik ini

dihasilkan sesar turun dan ketidakselarasan setempat.

Plio-Pl e i s to s en

Peristiwa tektonik pada Plio-Pleistosen merupakan yang terkahir yang

memengaruhi perkembangan geologi Sumatra. Pada peristiwa ini terjadi

pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan, perkembangan sesar geser

Semangko di sepanjang Pegunungna Bukit Barisan, pembentukan gunungapi ,

perlipatan dan pensesaran batuan seperti yang kita ketahui pada saat ini.

Pada masa ini dihasilkan :

• Semangko wrench fault

• Perlipatan dengan arah utama baratlaut- tenggara akibat Sesar Semangko

14

Page 15: Laporan Praktikum (Fieldtrip Petrologi) (Bener)

• Patahan-patahan yang berasosiasi dengan perlipatan dan juga patahan-

patahan Pra-Tersier yang mengalami peremajaan.

Perlipatan di Cekungan Sumatera Selatan

menghasilkan :

• Antiklinorium Muara Enim

• Antiklinorium Pendopo

• Antiklinorium Palembang

15

Page 16: Laporan Praktikum (Fieldtrip Petrologi) (Bener)

BAB III

PEMBAHASAN

GEOLOGI DAERAH TEKANA DAN SEKITARNYA

3.1. Pola Pengaliran Daerah Tekana Dan Sekitarnya

Pola pengaliran adalah kumpulan dari suatu jaringan pengaliran di suatu

daerah yang dipengaruhi atau tidak dipengaruhi oleh curah hujan, alur pengaliran

tetap pengali. Biasanya pola pengaliran yang demikian disebut sebagai pola

pengaliran permanen (tetap). Adapun jenis-jenis yang dimaksud sebagai berikut: 

- Pola aliran sungai dendritik. Merupakan pola aliran yang menyerupai

percabangan batang pohon. Percabangannya tidak teratur dan memiliki arah

juga sudut yang beragam. Pola ini berkembang di bebatuan yang cenderung

homogen dan tidak melalui kontrol struktur. Pola aliran sungai yang satu ini

tidaklah teratur dan umumnya dijumpai di wilayah dataran atau wilayah

berpantai juga wilayah plato.

- Pola aliran paralel merupakan pola yang cenderung sejajar. Ia dijumpai di

wilayah perbukitan yang memanjang. Kemiringan lereng pada pola ini

cenderung curam dan terjal.

- Pola aliran annular. Merupakan pola aliran yang arahnya menyebar secara

radial dimulai dari suatu titik yang tinggi dan kemudian berjalan ke arah hilir

untuk selanjutnya kemudian menyatu dalam satu aliran.

- Pola aliran sungai selanjutnya adalah rectangular. Pola ini dibentuk cabang-

cabang sungai yang cenderung berkelok, menyambung dan membentuk

sudut-sudut yang tegak lurus dan memiliki liku-liku. Pola aliran yang satu ini

umumnya dikendalikan oleh pola kekar atau juga bisa oleh pola potongan

yang tegak lurus. Rektangular ini bisa terbentuk di bebatuan keras dengan

lapis horizontal dan juga batuan kristalin.

- Pola aliran trellis memiliki bentuk yang panjang-panjang. Ia kerap juga disebut

dengan nama pola trail pagar. Pola ini sering dijumpai pada sungai yang

terletak di bebatuan dengan lupatan dan kemiringan yang kuat. Sungai-16

Page 17: Laporan Praktikum (Fieldtrip Petrologi) (Bener)

sungai besar dengan pola ini umumnya mengikuti singkapan bebatuan yang

subsekuen dan juga lunak. Cabang sungainya dari arah kanan juga kiri

merupakan jenis resekuen atau juga obsekuen.

- Pola aliran radial. Biasa juga dikenal dengan nama pola aliran menyebar. Ciri

utamanya adalah aliran yang berbeda dalam hal arah. Menyebar ke segala

penjuru baik itu ke utara, barat, timur maupun selatan. Pola ini umumnya ada

pada wilayah pegunungan dengan bentuk kerucut.

- Pola aliran multi-basinal atau yang juga dikenal dengan nama pola aliran

sungaimemusat. Ciri utama pola yang satu ini adalah alirannya yang terpusat

pada suatu lahan tertentu. Pola aliran ini umumnya ada pada wilayah dengan

cekungan yang mirip seperti dolina di wilayah krast.

Pada daerah telitian yaitu daerah Desa Tekana dan Sekitarnya berdasarkan

interpretasi yang telah dilakukan oleh kelompok kami bahwa daerah ini memiliki pola

aliran dendritik. Pola aliran dendritik ini didapat pada pola sungai yang terdapat pada

daerah desa Tekana dan sekitarnya melalui peta pola aliran sungai. Seperti yang

kita ketahui pola dendritik ini merupakan pola aliran yang menyerupai percabangan

batang pohon. Percabangannya tidak teratur dan memiliki arah juga sudut yang

beragam. Pola ini berkembang di bebatuan yang cenderung homogen dan tidak

melalui kontrol struktur. Pola aliran sungai yang satu ini tidaklah teratur dan

umumnya dijumpai di wilayah dataran atau wilayah berpantai juga wilayah plato.

17

Page 18: Laporan Praktikum (Fieldtrip Petrologi) (Bener)

3.2. Geomorfologi Daerah Tekana dan Sekitarnya

Observasi pada daerah Tekana dan Sekitarnya yang dilakukan hari

Jumat hingga Minggu pada tanggal 31 Oktober 2014 – 2 November 2014.

Berdasarkan kenampakan alam disertai pengamatan pada peta dasar yaitu

Peta Topografi dan Peta Geologi daerah Tekana dan Sekitanya disimpulkan

bahwa Bentang Alam pada daerah tersebut memiliki Bentang Alam Fluvial dan

Struktur.

3.1.1. Bentang Alam Fluvial

Bentuklahan asal proses fluvial adalah semua bentuklahan yang terjadi

akibat adanya proses aliran baik yang berupa aliran sungai maupun yang tidak

terkonsetrasi yang berupa limpasan permukaan. Akibat adanya aliran air

tersebut maka akan terjadi mekanisme proses erosi, transportasi, dan

sedimentasi.

Pada Observasi yang dilakukan pada daerah desa Tekana dan

Sekitarnya didapatkan lingkungan Fluvial dengan adanya sungai pada daerah

tersebut (Gambar 3.1.). Lingkungan Fluvial di daerah Tekana dan Sekitarnya

dapat dilihat pada longitude 104.15o – 104 104.00o dan latitude -4.475o – 4.4o

dengan kenampakan garis kontur yang renggang satu sama lain yang

menunjukkan gaya eksogen yang dominan. Daerah observasi daerah Tekana

dan Sekitarnya ini memiliki beberapa Bentuk Lahan antara lain Dataran Banjir,

Dataran Alluvial, Gosong Sungai, dan Dataran Fluvial.

Gambar 3.1. Kenampakan sungai di Desa Tekana

18

Page 19: Laporan Praktikum (Fieldtrip Petrologi) (Bener)

Pada daerah desa Tekana dan sekitarnya ini didapati 2

bentuklahan fluvial, yaitu dataran alluvial (F1) dan dataran banjir (F7).

A. DATARAN ALLUVIAL (F1)

Dataran alluvial yang terdapat pada daerah Desa Tekana dan Sekitarnya ini

dapat dilihat dari banyaknya sungai yang ada disekitar daerah tersebut. Dataran

alluvial ini merupakan dataran yang terbentuk akibat proses-proses geomorfologi

yang lebih didominasi oleh tenaga eksogen antara lain iklim, curah hujan, angin,

jenis batuan, topografi, suhu, yang semuanya akan mempercepat proses pelapukan

dan erosi. Hasil erosi diendapkan oleh air ke tempat yang lebih rendah atau

mengikuti aliran sungai. Dataran alluvial menempati daerah pantai, daerah antar

gunung, dan dataran lembah sungai. daerah alluvial ini tertutup oleh bahan hasil

rombakan dari daerah sekitarnya, daerah hulu ataupun dari daerah yang lebih tinggi

letaknya. Potensi air tanah daerah ini ditentukan oleh jenis dan tekstur batuan.

B. DATARAN BANJIR (F7)

Dataran banjir di daerah Desa Tekana dan sekitarnya dapat ditemukan

pada daerah pinggiran sungai yang ada pada daerah tersebut. Daataran banjir ini

biasanya terjadi di pinggiran sungai akibat meluapnya volume air yang berada di

dalam sungai. Dataran banjir berupa dataran yang luas yang berada pada kiri kanan

sungai yang terbentuk oleh sedimen akibat limpasan banjir sungai tersebut.

Umumnya berupa pasir, lanau, dan lumpur.

3.1.2. Bentang Alam Struktural

Bentang alam struktural adalah bentang alam yang pembentukannya

dikontrol oleh struktur geologi daerah yang bersangkutan. Struktur geologi yang

paling berpengaruh terhadap pembentukan morfologi adalah struktur geologi

sekunder, yaitu struktur yang terbentuk setelah batuan itu ada.

Observasi yang dilakukan pada daerah Tekana dan Sekitarnya berada

pada daerah Fluvial sehingga pada observasi kali ini tidak melakukan pengamatan

langsung pada daerah Struktural tersebut dalam hal ini berada pada Bukit Garba.

Keberadaan Bentang Alam Struktural ini diketahui dari pembacaan peta Topografi

19

Page 20: Laporan Praktikum (Fieldtrip Petrologi) (Bener)

daerah Tekana dan Sekitarnya yang ditunjukan pada (Gambar 3.2.)

Gambar 3.2. Kenampakan Bentang Alam Struktural pada bagian peta

Topografi daerah Tekana dan Sekitarnya.

Pada daerah Desa Tekana dan sekitarnya kelompok kami melihat 2

bentuklahan struktural, yaitu perbukitan dome (S11) dan dataran tinggi atau plato

(S12).

A. PERBUKITAN DOME (S11)

Di daerah Desa Tekana dan sekitarnya ini menurut peta topografi

didapati perbukitan dome. Perbukitan dome atau plato ini dapa dilihat pada daerah

Bukit Garba dengan ciri kontur yang rapat. Perbukitan dome atau plato adalah

pegunungan/perbukitan tunggal yang lerengnya landai, terjadi karena proses

updoming. Kubah yang berstadia dewasa dipuncaknya terdapat sistem lembah

berbentuk segitiga (triangle facet) yang disebut flat iron.

B. DATARAN TINGGI (S12)

Pada daerah Desa Tekana dan sekitarnya kami menginterpretasikan

bahwa daerah ini merupakan daerah dengan dataran yang cukup tinggi. Ini dilihat

dari kenampakan kontur yang bisa dikatakan rapat yang dapat terlihat pada peta

topografi.

20

Page 21: Laporan Praktikum (Fieldtrip Petrologi) (Bener)

3.3. LITOLOGI

3.2.1. Pengertian Litologi

Litologi adalah deskripsi karakteristik fisik dari batuan yang termasuk warna,

komposisi mineral, ukuran butir, bentuk biji-bijian, tekstur atau kain (hubungan

antara butir).

3.2.2. Litologi Daerah Tekana dan Sekitarnya

Litologi pada daerah telitian yang di dapat dari kelompok kami yaitu pada

daerah Desa Tekana tepatnya penelitian di sepanjang Sungai Tekana, bisa

diketahui bahwa daerah Desa Tekana ini terdapat di sekitar Litologi satuan batuan

Kgr, Kjg, Km, dan Kjgv.

- Kgr merupakan simbol dari satuan batuan Granit Garba

- Kjg merupakan simbol dari satuan batuan Formasi Garba yang terdiri dari

batuan Basalt, andesit, rijang, kadang-kadang dengan serpentin.

- Km merupakan simbol dari satuan batuan Komplek Melange yang terdiri dari

batuan Bongkah-bongkah batugamping rijang, batuan andesitik, batulanau,

batulempung dan sekis tertanam dalam masadasar lempung bersisik.

- Kjgv merupakan simbol dari satuan batuan Formasi Insu Formasi Garba yang

terdiri dari Basalt, Andesit dan lensa-lensa rijang atau berselingan dengan

rijang.

3.2.3. Litologi Sungai Tekana dan Sekitarnya

Litologi di daerah Sungai Tekana yaitu terdapat formasi Kgr yang merupakan

arti dari litologi dari Granit Garba. Pada daerah sekitar Sungai Tekana kelompok

kami melakukan observasi. Di sekitar sungai ini kelompok kami menemukan

beberapa jenis batuan umum yaitu batuan Granit dan Granit Merah yang

mendominasi dari litologi asal yang terdapat pada daerah tersebut. Adapun

ditemukan beberapa jenis batuan seperti batu andesit, sekis, sekis hijau, phylite, dan

kuarsit. Beberapa batuan ini bisa berada pada litologi Kgr (Granit Garba) karena

tertransportasinya beberapa batuan tersebut akibat erosi yang terjadi pada daerah

21

Page 22: Laporan Praktikum (Fieldtrip Petrologi) (Bener)

hulu sungai Tekana. Dalam mengobservasi sungai Tekana ditentukan beberapa titik,

tiap titik diberi simbol LP (Lokasi Pengamatan). Pada observasi kami kali ini terdapat

6 titik LP dan tiap LP terdapat kenampakan batuan yang mencirikan dari tiap LP.

3.4. STRATIGRAFI

Stratigrafi adalah studi yang mengenai sejarah, komposisi dan umur relatif

serta distribusi perlapisan tanah dan interpretasi lapisan-lapisan batuan untuk

menjelaskan sejarah mengenai Bumi. Dari hasil perbandingan atau korelasi antar

lapisan yang berbeda-beda dapat dikembangkan lebih lanjut dengan studi

mengenai litologi (litostratigrafi), kandungan fosil (biostratigrafi), dan umur relatif

maupun absolutnya (kronostratigrafi). stratigrafi kita pelajari untuk mengetahui luas

penyebaran lapisan batuan. Statigrafi Daerah Telitian

22

Page 23: Laporan Praktikum (Fieldtrip Petrologi) (Bener)

Lokasi kuliah lapangan daerah Tekana adalah yaitu disimbolkan dengan

Kgr yaitu granit garba dimana ditemukan banyaknya batuan granit yang terdiri

Dari granit putih dan granit merah serta ditemukan juga batu andesit.

Menurut De Coster (1974), Cekungan Sumatera Selatan telah mengalami tiga

kali orogenesa, yakni : Pada zaman Mesozoikum Tengah, Kapur Akhir-Tersier Awal

dan Plio-Plistosen.

Setelah orogenasa terakhir (Plio Plistosen) dihasilkan kondisi struktur geologi

regional seperti terlihat pada saat ini. Zone Sesar Semangko, merupakan hasil

tumbukan antara Lempeng Sumatera Hindia dan Pulau Sumatera, akibat tumbukan

ini menimbulkan gerakan rotasi (right lateral) diantara keduanya. Perlipatan dengan

arah utama Barat Laut-Tenggara, sebagai hasil efek gaya kopel Sesar Semangko.

Sesar-sesar yang berasosiasi dengan perlipatan dan sesar-sesar Pra Tesier yang

mengalami peremajaan.

Tektonik Regional, Blake (1989) menyebutkan bahwa daerah Cekungan

Sumatera Selatan merupakan cekungan busur belakang berumur Tersier yang

terbentuk sebagai akibat adanya interaksi antara Paparan Sunda (sebagai bagian

dari lempeng kontinen Asia) dan lempeng Samudera India. Daerah cekungan ini

meliputi daerah seluas 330 x 510 km2, dimana sebelah barat daya dibatasi oleh

singkapan Pra-Tersier Bukit Barisan, di sebelah timur oleh Paparan Sunda (Sunda

Shield), sebelah barat dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh dan ke arah tenggara

dibatasi oleh Tinggian Lampung.

Menurut Salim et al. (1995), Cekungan Sumatera Selatan terbentuk selama

Awal Tersier (Eosen – Oligosen) ketika rangkaian (seri) graben berkembang sebagai

reaksi sistem penunjaman menyudut antara lempeng Samudra India di bawah

lempeng Benua Asia.

Menurut De Coster, 1974 (dalam Salim, 1995), diperkirakan telah terjadi 3

episode orogenesa yang membentuk kerangka struktur daerah Cekungan Sumatera

Selatan yaitu orogenesa Mesozoik Tengah, tektonik Kapur Akhir – Tersier Awal dan

Orogenesa Plio – Plistosen.

Episode pertama, endapan – endapan Paleozoik dan Mesozoik

termetamorfosa, terlipat dan terpatahkan menjadi bongkah struktur dan diintrusi oleh 23

Page 24: Laporan Praktikum (Fieldtrip Petrologi) (Bener)

batolit granit serta telah membentuk pola dasar struktur cekungan. Menurut

Pulunggono, 1992 (dalam Wisnu dan Nazirman ,1997), fase ini membentuk sesar

berarah barat laut – tenggara yang berupa sesar – sesar geser.

Episode kedua pada Kapur Akhir berupa fase ekstensi menghasilkan gerak –

gerak tensional yang membentuk graben dan horst dengan arah umum utara –

selatan. Dikombinasikan dengan hasil orogenesa Mesozoik dan hasil pelapukan

batuan – batuan Pra – Tersier, gerak gerak tensional ini membentuk struktur tua

yang mengontrol pembentukan Formasi Pra – Talang Akar.

Episode ketiga berupa fase kompresi pada Plio – Plistosen yang

menyebabkan pola pengendapan berubah menjadi regresi dan berperan dalam

pembentukan struktur perlipatan dan sesar sehingga membentuk konfigurasi geologi

sekarang. Pada periode tektonik ini juga terjadi pengangkatan Pegunungan Bukit

Barisan yang menghasilkan sesar mendatar Semangko yang berkembang

sepanjang Pegunungan Bukit Barisan. Pergerakan horisontal yang terjadi mulai

Plistosen Awal sampai sekarang mempengaruhi kondisi Cekungan Sumatera

Selatan dan Tengah sehingga sesar – sesar yang baru terbentuk di daerah ini

mempunyai perkembangan hampir sejajar dengan sesar Semangko. Akibat

pergerakan horisontal ini, orogenesa yang terjadi pada Plio – Plistosen

menghasilkan lipatan yang berarah barat laut – tenggara tetapi sesar yang terbentuk

berarah timur laut – barat daya dan barat laut – tenggara. Jenis sesar yang terdapat

pada cekungan ini adalah sesar naik, sesar mendatar dan sesar normal.

3.5. STRUKTUR

Struktur geologi adalah struktur perubahan lapisan batuan sedimen akibat

kerja kekuatan tektonik,sehingga tidak lagi memenuhi hukum superposisi

disamping itu struktur geologi juga merupakan struktur kerak bumi produk

deformasi tektonik .

Kekar adalah struktur retakan/rekahan terbentuk pada batuan akibat suatu

gaya yang bekerja pada batuan tersebut dan belum mengalami pergeseran. Secara

umum dicirikan oleh:

a). Pemotongan bidang perlapisan batuan;

24

Page 25: Laporan Praktikum (Fieldtrip Petrologi) (Bener)

b). Biasanya terisi mineral lain (mineralisasi) seperti kalsit, kuarsa dsb;

c) kenampakan breksiasi.

Struktur kekar dapat dikelompokkan berdasarkan sifat dan karakter

retakan/rekahan serta arah gaya yang bekerja pada batuan tersebut. Kekar yang

umumnya dijumpai pada batuan adalah sebagai berikut:

- Shear Joint (Kekar Gerus) adalah retakan / rekahan yang membentuk pola

saling berpotongan membentuk sudut lancip dengan arah gaya utama. Kekar

jenis shear joint umumnya bersifat tertutup.

- Tension Joint adalah retakan/rekahan yang berpola sejajar dengan arah gaya

utama, Umumnya bentuk rekahan bersifat terbuka.

- Extension Joint (Release Joint) adalah retakan/rekahan yang berpola tegak

lurus dengan arah gaya utama dan bentuk rekahan umumnya terbuka.

Pada daerah Tekana dan sekitarnya memiliki beberapa struktur akibat dari

beberapa arah gaya. Pada fieldwork yang kami lakukan disepanjang sungai

Tekana pada LP 1 sampai LP 6 memiliki beberapa arah gaya yang bervariasi,

antara lain :

3.3.1. Lokasi Pengamatan 1 (LP 1)

Pada Lokasi Pengamatan 1 memiliki kenampakan struktur Shear Joint. Shear

Joint ini terlihat dengan adanya kenampakan garis-garis yang saling memotong

dengan beberapa garis utama. Kenampakan ini dapat dilihat pada ( gambar

3.2.3.1.) di bawah ini :

25

Page 26: Laporan Praktikum (Fieldtrip Petrologi) (Bener)

Gambar 3.2.3.1. Kenampakan batu granit LP 1

Pada gambar diatas merupakan kenampakan Shear Joint dengan gaya

kelurusan dominan N0800E – N0900E atau N2600E – N2700E. Data ini didapat

berdasarkan diagram 3.3.1.

3.3.2. Lokasi Pengamatan 2 (LP 2)

Pada Lokasi Pengamatan 2 memiliki kenampakan struktur yang terlihat, yaitu

struktur Tension Joint. Struktur Tension Joint ini dapat terlihat dengan adanya

kenampakan garis-garis utama yang memiliki arah yang dominan sama tetapi

garis-garis ini tidak saling memotong. Kenampakan ini dapat dilihat pada ( gambar

3.2.3.2.) di bawah ini :

Gambar 3.2.3.2. Kenampakan batu andesit LP 2

Pada gambar diatas merupakan kenampakan Shear Joint dengan gaya

kelurusan dominan N0200E – N0300E atau N2000E – N2100E. Data ini didapat

berdasarkan diagram 3.3.2.

3.3.3. Lokasi Pengamatan 3 (LP 3)

Pada Lokasi Pengamatan 3 berdasarkan pengamatan dari kelompok kami,

lokasi pengamatan ini memiliki kenampakan struktur yang terlihat, yaitu struktur

Shear Joint. Struktur Shear Joint ini dapat terlihat dengan adanya kenampakan

garis-garis kekar yang memotong garis-garis utama pada batuan ini. Kenampakan

ini dapat dilihat pada ( gambar 3.2.3.3.) di bawah ini :

26

Page 27: Laporan Praktikum (Fieldtrip Petrologi) (Bener)

Gambar 3.2.3.3. Kenampakan batu granit merah LP 3

Pada gambar diatas merupakan kenampakan Shear Joint dengan gaya

kelurusan dominan N1700E – N1800E atau N3500E – N3600E. Data ini didapat

berdasarkan diagram 3.3.3.

3.3.4. Lokasi Pengamatan 4 (LP 4)

Pada Lokasi Pengamatan 4 berdasarkan pengamatan dari kelompok kami,

lokasi pengamatan ini memiliki kenampakan struktur yang terlihat, yaitu struktur

Shear Joint. Struktur Shear Joint ini dapat terlihat dengan adanya kenampakan

garis-garis kekar yang memotong garis-garis utama pada batuan ini. Kenampakan

ini dapat dilihat pada ( gambar 3.2.3.4.) di bawah ini :

Gambar 3.2.3.4. Kenampakan batu granit LP 4

27

Page 28: Laporan Praktikum (Fieldtrip Petrologi) (Bener)

Pada gambar diatas merupakan kenampakan Shear Joint dengan gaya

kelurusan dominan N1100E – N1200E atau N2900E – N3000E. Data ini didapat

berdasarkan diagram 3.3.4.

3.3.5. Lokasi Pengamatan 5 (LP 5)

Pada Lokasi Pengamatan 5 berdasarkan pengamatan dari kelompok kami,

lokasi pengamatan ini memiliki kenampakan struktur yang terlihat, yaitu struktur

Shear Joint. Struktur Shear Joint ini dapat terlihat dengan adanya kenampakan

garis-garis kekar yang memotong garis-garis utama pada batuan ini. Kenampakan

ini dapat dilihat pada ( gambar 3.2.3.5.) di bawah ini :

Gambar 3.2.3.5. Kenampakan batu granit LP 5

Pada gambar diatas merupakan kenampakan Shear Joint dengan gaya

kelurusan dominan N0600E – N0700E atau N2400E – N2500E. Data ini didapat

berdasarkan diagram 3.3.5.

3.3.6. Lokasi Pengamatan 6 (LP 6)

Pada Lokasi Pengamatan 6 berdasarkan pengamatan dari kelompok kami,

lokasi pengamatan ini memiliki kenampakan struktur yang terlihat, yaitu struktur

Shear Joint. Struktur Shear Joint ini dapat terlihat dengan adanya kenampakan

garis-garis kekar yang memotong garis-garis utama pada batuan ini. Adapun pula

struktur yang terlihat yaitu adanya struktur Shear Joint yang terintrusi oleh sedimen

28

Page 29: Laporan Praktikum (Fieldtrip Petrologi) (Bener)

Senolit, dan ada juga yang terintrusi oleh kuarsa sehingga disebut urat kuarsa.

Kenampakan ini dapat dilihat pada ( gambar 3.2.3.6. dan gambar 3.2.3.7) di bawah

ini :

Gambar 3.2.3.6. dan 3.2.3.7. Kenampakan batu granit yang terintrusi senolit

dan Urat Kuarsa di LP 6

Pada gambar diatas merupakan kenampakan Shear Joint dengan gaya

kelurusan dominan N1100E – N1200E atau N2900E – N3000E. Data ini didapat

berdasarkan diagram 3.3.2.

29

Page 30: Laporan Praktikum (Fieldtrip Petrologi) (Bener)

BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan fieldwork yang dilakukan pada desa Tekana dan sekitarnya

pada tanggal 31 Oktober 2014 sampai 02 November 2014 didapatkan beberapa

kesimpulan, yaitu :

Di daerah Desa Tekana dan sekitarnya memiliki pola pengaliran dendritik, karena

bentuknya yang seperti cabang pohon dan biasanya pola ini berkembang di

bebatuan yang cenderung homogen dan tidak melalui kontrol struktur.

Pada daerah Tekana dan sekitarnya memiliki 2 bentang alam, yaitu bentang

alam fluvial dan bentang alam struktural.

Daerah Tekana dan sekitarnya terdapat beberapa satuan batuan, yaitu Kgr, Kjg,

Km, dan Kjgv.

Terdapat beberapa jenis batuan pada daerah Tekana dan sekitarnya yaitu

batuan granit putih dan granit merah yang mendominasi, karena daerah ini

berada pada satuan batuani Kgr yaitu Grabo Granit.

Ada beberapa jenis batuan lainnya yaitu batuan andesit, phyllite, sekis mika,

sekis hijau, kuarsa, dan kuarsit.

Terdapat 2 struktur pada daerah Tekana dan sekitarnya, yaitu struktur Shear

Joint dan struktur Tension Joint.

Pada LP 6 (Lokasi Pengamatan) didapat intrusi pada batuan granit yang diisi

oleh xenolit ( material sedimen ) dan ditemukan batuan granit yang diisi oleh

Kuarsa yang disebut dengan Urat Kuarsa.

30