LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI III FARMAKOTERAPI … · Hiperglikemia dan diabetes mellitus...
Transcript of LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI III FARMAKOTERAPI … · Hiperglikemia dan diabetes mellitus...
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI III
FARMAKOTERAPI ENDOKRIN
Disusun Oleh :
Dina Prarika G1F014003
Dina Sami Arum L. G1F014015
Deni Agustin Wulandari G1F014037
Dendy Arikasandi G1F014047
Bina Maraya L. G1F014051
Nama Dosen Pembimbing : Ika Mustikaningtyas., M.Sc., Apt.
Tanggal Diskusi Dosen : 25 Mei 2017
Asisten Praktikum : Hutami Serena K.
Tanggal Diskusi Kelompok : 23 April 2017
LABORATORIUM FARMASI KLINIK
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
2017
Penyelesaian Kasus Hiperglikemia, Hipertensi, Diabetes Mellitus, GERD
A. Kasus
Nama : Tn. PH
No. Rekam medik : 00925732
Umur/TTL : 49 th
BB : 60 kg
TB : -
Alamat : Karang tengah
Status jaminan : Askes
Tanggal MRS : 17/01/2015
Riwayat MRS : mual (+), makan minum sedikit, badan lemas, sejak
seminggu yang lalu mual-mual
Diagnosa : Hiperglikemia, Hipertensi, DM, GERD
Riwayat penyakit : HT, DM
Riwayat obat : -
Riwayat lifestyle : -
Alergi : -
Parameter Penyakit
TTV 17/01 18/01 19/01
TD
(mmHg)
130/80 130/80 120/70
Nadi
(x/menit)
88 80 80
Suhu (˚C) 20 20 20
Nafas
(x/menit)
36 36 36
Data Laboratorium
Parameter Satuan Tanggal 17 Tanggal 18 Tanggal 19
GDS mg/dL 275 (sore)
GDP mg/dL 319
GD2PP mg/dL 488
GDP mg/dL 286
Hemoglobin g/dL 13,1
Leukosit µL 8550
Hematokrit % 37
Eritrosit 106/µL 4,7
Trombosit µL 369.000
MCV fL 77,8
MCH pg/sel 27,8
MCHC g/dL 35,7
RDW g/dL 12,2
Basofil (%) 0,6
Eosinofil (%) 0,6
Segmen % 66,1
Batang (%) 4,1
Limfosit (%) 17,0
Monosit (%) 11,6
SGOT U/L 14
SGPT U/L 26
Ureum darah 26,3
Kreatinin
(mg/dl)
0,83
HbA1C 13,8
Na mEq/L 136
K mEq/L 4,3
Cl mEq/L 96
GDS mg/dL 373
Pemeriksaan Penunjang
Nama Pemeriksaan :
pemeriksaan paru dan jantung
Hasil
Tanggal: Pemeriksaan paru: Sd ves +/+,
Rbh -/-, Rbk -/-, wh -/-
Pemeriksaan jantung: S1 >S2 m-G-
Dinding dada: simetris
B. Dasar Teori
1. Patofisiologi
a. Hipertensi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah
ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah (Dekker,
1996).
Sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon
rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi
epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal
mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapt memperkuat
respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan
pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat,
yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks
adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler.
Semua faktor tersebut cenderung mencetus keadaan hipertensi
(Dekker, 1996).
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah
perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang
terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis,
hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi
otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung
(volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan
peningkatan tahanan perifer (Corwin,2001).
b. Hiperglikemia dan diabetes mellitus
Hiperglikemi merupakan kondisi dimana kadar gula dalam darah
melebihi batas normal, dan merupakan salah satu dari tanda adanya
penyakit diabetes melitus. Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat
beberapa keadaan yang berperan yaitu resistensi insulin dan
disfungsi sel B pancreas. Diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan
oleh kurangnya sekresi insulin, namun karena sel sel sasaran insulin
gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan
ini lazim disebut sebagai “resistensi insulin”. Resistensi insulin
banyak terjadi akibat dari obesitas dan kurang nya aktivitas fisik
serta penuaan. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 dapat juga
terjadi produksi glukosa hepatik yang berlebihan namun tidak terjadi
pengrusakan sel-sel B langerhans secara autoimun seperti diabetes
melitus tipe 2. Defisiensi fungsi insulin pada penderita diabetes
melitus tipe 2 hanya bersifat relatif dan tidak absolut (Restiyana,
2015).
Pada awal perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel B menunjukan
gangguan pada sekresi insulin fase pertama,artinya sekresi insulin
gagal mengkompensasi resistensi insulin. Apabila tidak ditangani
dengan baik,pada perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan
sel-sel B pankreas. Kerusakan sel-sel B pankreas akan terjadi secara
progresif seringkali akan menyebabkan defisiensi insulin,sehingga
akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen. Pada penderita
diabetes melitus tipe 2 memang umumnya ditemukan kedua faktor
tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin (Restiyana,
2015).
Faktor risiko DM tipe 2 meliputi obesitas berdasarkan IMT
≥25kg/m2 atau lingkar perut ≥80 cm pada wanita dan ≥90 cm pada
laki-laki, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemi dan diet
tidak sehat (Restiyana, 2015).
c. GERD
Patogenesis PRGE meliputi ketidakseimbangan antara faktor ofensif
dan faktor defensif dari bahan refluksat. Yang termasuk faktor
defensif antara lain ‘disfungsi’ SEB atau sfingter esophagus bawah
(lower esophageal sphincter/LES), bersihan asam dari lumen
esofagus, dan ketahanan epitel esophagus. Bentuk anatomik SEB
yang melipat berbentuk sudut, dan kekuatan menutup dari sfingter,
menjadikan SEB berperan penting dalam mekanisme antirefluks.
Peningkatan tekanan intraabdomen (misalnya saat batuk), proses
gravitasi saat berbaring, dan kelainan anatomis seperti sliding hernia
hiatal mempermudah terjadinya refluks. Bersihan asam dari lumen
esofagus adalah kemampuan esophagus untuk membersihkan
dirinya dari bahan refluksat. Kemampuan esophagus ini berasal dari
peristaltik esofagus primer, peristaltik e-sofagus sekunder (saat
menelan), dan produksi saliva yang optimal. Ketahanan epitel
esofagus berasal dari lapisan mukus di permukaan mukosa, produksi
mukus, dan mikrosirkulasi aliran darah di post epitel. Sementara
yang menjadi faktor ofensif adalah peningkatan asam lambung,
dilatasi lambung, beberapa kondisi patologis yang mengakibatkan
berkurangnya kemampuan pengosongan lambung seperti obstruksi
gastric outlet dan delayed gastric emptying.2 Simptom khas PRGE
adalah heartburn, yaitu rasa terbakar di dada disertai nyeri (gambar
2) dan regurgitasi (rasa asam pahit dari lambung terasa di lidah).
Salah satu dari keduanya cukup untuk mendiagnosis PRGE secara
klinis. Selain kedua gejala tersebut, PRGE dapat menimbulkan
keluhan nyeri atau rasa tidak enak di epigastrium atau retrosternal
bawah, disfagia (kesulitan menelan makanan), odinofagia (rasa sakit
waktu menelan), mual dan rasa pahit di lidah. Keluhan
ekstraesofageal yang juga dapat ditimbulkan oleh PRGE adalah
nyeri dada non kardiak, suara serak, laringitis, erosi gigi, batuk
kronis, bronkiektasis, dan asma (Ndraha, 2014)
Skema 1. Patofisiologi Diabetes Mellitus, DM, Hiperglikemia dan GERD
(Smeltzer dkk.,2002)
Defisiensi insulin
Penurunan Pemakaian Glukosa
Hiperglikemia
Osmotik Diuresis
Dehidrasi
Viskositas
Trombosis
Artherioskelerosis
Hipertensi
Gangguan netralisasi
asam lambung
Diabetes
Keterlambatan
pengosongan
asam lambung
GERD
2. Algoritma
Diabetes Mellitus
(PERKENI, 2015)
C. Penatalaksanaan Kasus dan Pembahasan (SOAP)
1. Subjektif
Nama : Tn. PH
No. Rekam medic: 00925732
Umur/TTL : 49 th
BB : 60 kg
TB : -
Alamat : Karang tengah
Status jaminan : Askes
Tanggal MRS : 17/01/2015
Riwayat MRS : mual (+), makan minum sedikit, badan lemas, sejak
seminggu yang lalu mual-mual
Diagnosa : Hiperglikemia, Hipertensi, DM, GERD
Riwayat penyakit : HT, DM
Riwayat obat : -
Riwayat lifestyle : -
Alergi : -
2. Objektif
Parameter Penyakit
TTV 17/01 18/01 19/01 Nilai Normal Keterangan
TD
(mmHg)
130/80 130/80 120/70 100-140 /60-90 Normal
Nadi
(x/menit)
88 80 80 60-100 Normal
RR
(x/menit)
20 20 28 16-20 Tanggal 19, mengalami
peningkatan
Suhu (˚C) 36 36 36 36-37 Normal
(Kemenkes, 2011)
Parameter Satuan 17/1 18/1 19/1 Nilai normal Keterangan
GDS mg/dL 275
(sore)
< 100 Meningkat
GDP mg/dL 319 <126 Meningkat
GD2PP mg/dL 488 <140 Meningkat
GDP mg/dL 286 <126 Meningkat
Hemoglobin g/dL 13,1 12-15,2 Normal
Leukosit µL 8550 3400-10000 Normal
Hematokrit %
37 40-50 Menurun tidak
signifikan
Eritrosit 106/µL 4,7 4,4-5,6 Normal
Trombosit µL 369.00
0
170-380.103 Normal
MCV fL
77,8 80-100 Menurun tidak
signifikan
MCH pg/sel
27,8 28-34 Menurun tidak
signifikan
MCHC g/dL 35,7 32-36 Normal
RDW % 12,2 <14,5% Normal
MPV Hm3 9,5 7,5-11,5 Hm3 Normal
Basofil % 0,6 0-2 Normal
Eosinofil % 0,6 0-6 Normal
Segmen % 66,1 36-73 Normal
Batang % 4,1 0-12 Normal
Limfosit % 17,0 15-45 Normal
Monosit
%
11,6
0-11 Meningkat
tidak
signifikan
SGOT U/L 14 5-35 Normal
SGPT U/L 26 5-35 Normal
Ureum darah mg/dl 26,3 15-40 Normal
Kreatinin
(mg/dl)
mg/dl 0,83
0,6-1,3 Normal
HbA1C 13,8 5,7 Meningkat
Na mEq/L 136 135-144 Normal
K mEq/L 4,3 3,6-4,8 Normal
Cl mEq/L 96 97-106 Normal
GDS mg/dL 373 <100 Meningkat
(Kemenkes, 2011)
Keterangan:
Diabetes
Diabetes (GDS, GD2PP dan HbA1C)
Diabetes ini dapat dilihat dari data laboratorium GDS, GD2PP, dan
HbA1c. The American Association mendefinisikan mempunyai kemungkinan
yaitu pengukuran kadar gula darah puasa menunjukkan bacaan > 126 mg/dL,
Gula darah sewaktu >200 mg/dL, HbA1c > 6,5%, dan disertai kelainan berupa
polyuria, polydipsia, penurunan berat badan, kelelahan, atau gejala karakteristik
lain daroi diabetes, maka pasien sudah dapat didiagnosa menderita diabetes
(Barclay, 2010). Pada data laboratorium menunjukkan peningkata pada
parameter-parameter tersebut maka pasien dalam kasus ini didiagnosa
menderita diabetes.
Nama Pemeriksaan :
pemeriksaan paru dan jantung
Hasil
Tanggal: Pemeriksaan paru: Sd ves +/+,
Rbh -/-, Rbk -/-, wh -/-
Pemeriksaan jantung: S1 >S2 m-G-
Dinding dada: simetris
Interpretasi :
Pemeriksaan paru diketahui suara dasar vesikuler, rhonki basah halus, rhonki basah
kasar, dan wheezing negative, yang menandakan tidak terjadi gangguan pada paru/
normal (Stahlheber et al, 2015). Pemeriksaan jantung S1 suara sistolik lebih
panjang dibanding S2, Murmur dan Gallop negative menandakan fungsi jantung
normal. Dinding dada simetris (Gleadle, 2007; Mangla et al,. 2014).
3. Assessment
Diagnosa Pasien : Hiperglikemi, HT, DM, GERD
Terapi Pasien
Terapi yang telah diterima pasien
Terapi saat di Rumah Sakit
Nama obat Dosis Freq 17/1 18/1 19/1
Ceftriaxon 2x1
Ondansetron 1ap (ext) -
Rantin 2x1
Amlodipin 1x 10 mg
Diovar 1x80 mg -
Levemir 1x12 iu 1x1 - -
Actrapid 3x8 iu -
Terapi saat keluar Rumah Sakit
Nama obat Dosis
Novomix 3x8 ui
Levemir 1x12 iu
Ceftriaxon 2x1
DTP
Tanggal Subjektif Objektif Assessment
Badan lemas GDS 17/01 =
275 mg/dL
GDP 18/01 =
319 mg/dL
DRP : Indikasi tanpa terapi
Pasien merasa lemas, tetapi
mengalami mual muntah. Pasien
seharusnya mendapat terapi elektrolit
yang cukup agar tidak mengalami
dehidrasi saat di RS. Infus yang
GD2PP 18 = 488
mg/dL
GDP 19 = 286
mg/dL
(diatas nilai
normal)
Cl = 96 mmoL/
L(turun)
diberikan pada pasien adalah normal
saline (0,9 NaCl) dengan kandungan
154 mEq Na+ dan 154 mEq Cl-
Osmolarity=308 mOsm/L. Normal saline
juga disarankan pada terapi insulin
(Marks, 2003).
Diagnosa
DM
Leukosit = 8550
mg/dL
DRP : Terapi Tanpa Indikasi
Menurut Bader (2008) antibiotik yang
dapat digunakan untuk mengatasi risk
faktor infeksi polimikroba yaitu
ceftriaxone, metronidazole, atau
lefovloxacin. Di rumah sakit,
penggunaan antibiotic digunakan
untuk menangani infeksi nosocomial.
Namun pada kasus pasien juga
mendapatkan Ceftriaxon.
Sehingganya Ceftriaxon saat KRS
tidak digunakan.
Diagnosa
DM
GDS 17/01 =
275 mg/dL
GDP 18/01 =
319 mg/dL
GD2PP 18 = 488
mg/dL
GDP 19 = 286
mg/dL
Hba1C = 13,8
(diatas nilai
normal)
DRP : Obat tidak efektif
Penggunaan premix insulin dengan
insulin basal dapat menyebabkan
resiko terjadinya hipoglikemia yang
lebih besar. Premix insulin juga
memiliki kesmpatan yang lebih
rendah dalam mencapai tujuan HbA1c
dibandingkan dengan regimen basal-
bolus (Mosenzon dan Raz, 2013).
Penggantian Novomix pada saat KRS
dengan Actrapid.
Diagnosa
DM
GDS 17/01 =
275 mg/dL
GDP 18/01 =
319 mg/dL
GD2PP 18 = 488
mg/dL
GDP 19 = 286
mg/dL
Hba1C = 13,8
(diatas nilai
normal)
DRP: Overdose
Pasien diberikan terapi Actrapid saat
di rumah sakit dengan dosis 3 x 8
unit. Seharusnya pasien mendapat
terapi aspilet dengan dosis 3 x 6
unit/hari untuk mengurangi Glukosa
Darah Sewaktu (Cheng dan Zinman,
2005).
Dosis Actrapid diturunkan menjadi
3x 6 unit sehari pada saat di Rumah
Sakit dan Keluar Rumah sakit.
Mual, makan
dan minum
sedikit
-
DRP : Obat tidak efektif
Pasien diberikan Rantin yang
mengandung Ranitidin untuk mengatasi
GERD. Menurut Sukandar et al (2013),
semua golongan PPI aman dan efektif
digunakan untuk mengatasi GERD dan
pemilihan obat didasarkan pada biaya.
Obat golongan PPI yang dipilih yaitu
omeprazole karena tercover BPJS dan
biayanya terjangkau.
Hipertensi TD= 130/80;
130/80; 120/70
DRP : Wrong Drug
Terapi yang digunakan untuk hipertensi
menggunakan diovar (valsartan) dan
amlodipine. Untuk first choice terapi
hipertensi untuk pasien DM
menggunakan ACE dan ARB
(Dipiro,2008). Jadi terapi hipertensi
hanya menggunakan diovan (valsartan)
saja. Dosis yang digunakan adalah 80 mg
1 kali sehari (Medscape,2017)
4. Plan
a. Tujuan Terapi
1. Menghilangkan manifestasi penyakit yang mengganggu pasien dan
pencegahan terjadinya komplikasi serius
2. Mengurangi morbiditas akibat hipertensi dengan mengontrol tekanan
darah
3. Mengurangi atau mencegah gejala diabetes yang membatasi kemampuan
fisik dan memperburuk kualitas hidup pasien
4. Mengatasi GERD pasien
5. Mengatasi DTP pasien dengan :
a. Mengatasi indikasi tanpa terapi badan lemas dengan menggunakan
infus NaCl
b. Menghentikan pemakaian Ceftriaxone saat keluar rumah sakit
c. Mengganti penggunaan Novomix saat KRS dengan Actrapid dan
menurunkan dosis Actrapid saat masuk Rumah Sakit.
d. Mengganti Rantin dengan esomeprasol untuk mengatasi GERD
e. Menghilangkan amlodipine dan tetap menggunakan valsartan untuk
mengatasi hipertensi
b. Terapi Non Farmakologi
Mengkonsumsi makanan rendah lemak
Melakukan diet makanan dengan mengadopsi metode DASH
(Dietary Approaches to Stop Hypertension)
Melakukan aktivitas fisik seperti aerobik
Mengurangi asupan natrium
Memodifikasi gaya hidup
(Dipiro, 2015)
c. Terapi Farmakologi
1. Infus Normal Saline
Infus yang digunakan pada pasien adalah Normal saline (NaCl
0,9 %). Infus ini digunakan untuk mengembalikan kadar Cl yang turun.
Normal saline digunakan karena tidak mengandung glukosa dan cocok
untuk pengunaan terapi insulin (Marks, 2003).
2. Ceftriaxon
Ceftiaxon berinteraksi dengan struktur heliks DNA yang
menyebabkan penghambatan sintesis protein dan kematian pada organisme
yang rentan. Antibiotik ini digunakan untuk membunuh bakteri anaerob,
beberapa gram +, gram -, dan anaerob fakultatif. Menurut Bader (2008)
antibiotik yang dapat digunakan untuk mengatasi risk faktor infeksi
polimikroba yaitu ceftriaxone, metronidazole, atau lefovloxacin. Di rumah
sakit, penggunaan antibiotic digunakan untuk menangani infeksi
nosocomial. Namun pada kasus pasien juga mendapatkan Ceftriaxon.
Sehingganya Ceftriaxon saat KRS tidak digunakan.
3. Actrapid
Actrapid merupakan fast acting human insulin yang terbukti
efektif dalam terapi diabetes mellitus. Pemilihan actrapid dikarenakan
actrapid dalam infus normal saline terbukti aman, praktis, dan efektif dalam
menurunkan level glukosa plasma ke nilai normal tanpa terhadi resiko
hipoglikemia yang secara signifikan. Terapi yang diberi pada pasien saat KRS
yaitu Novomix yang merupakan insulin premix. Pengunaan premix insulin
memiliki kesempatan yang lebih rendah dalam mencapai tujuan HbA1c
dibandingkan dengan regimen basal-bolus (Mosenzon dan Raz, 2013).
4. Omeprazole
Terapi yang telah diberikan kepada pasien untuk mengatasi
GERD yaitu rantin yang mengandung ranitidin. Ranitidin merupakan obat
H2-RA yang bekerja dengan cara menghambat reseptor H2. Menurut
Bestari (2011) terapi medikamentosa untuk meringankan gejala GERD
meliputi pemberian antasida, prokinetik, H2-RA dan PPI. Berdasarkan uji
klinikPPI jangka pendek menunjukkan penyembuhan yang lebih cepat dan
perbaikan heartburn dibanding H2-RA pada penderita esofagitis erosif.
Penelitian jangka panjang (sampai 11 tahun) juga menunjukkan
penggunaan PPI relatif aman. Menurut Sukandar et al (2013), semua
golongan PPI aman dan efektif digunakan untuk mengatasi GERD dan
pemilihan obat didasarkan pada biaya. Obat golongan PPI yang dipilih
yaitu omeprazole karena tercover BPJS dan biayanya terjangkau.
Omeprazole bekerja dengan cara mengeblok pompa asam (H+ K+ ATPase)
yang merupakan tahap akhir proses sekresi asam lambung dari sel – sel
parietal di lambung sehingga mengurangi sekresi asam lambung (MIMS,
2017).
5. Valsartan
Terapi hipertensi yang digunakan adalah valsartan. Karena
merupakan ARB merupakan first choice terapi hipertensi (Dipiro,2008).
Alasan kenapa memilih valsartan dibanding golongan ARB lainnya karena
valsartan lebih efektif dalam mengurangi tekanan darah dibanding ARB
lainnya (R. M. Nixon et al.,2009).
Jadi, saran untuk pasien Tn. SR saat MRS:
Obat Nama Aturan
pakai
Tanggal
17/01 18/01 19/01
Ceftriaxon Rochepi
n
2 x 1
gram √ √ √
Actrapid Novono
rdisk 6-6-6 √ √ √
IVFD NaCl
0,9 %
Kecepat
an infus
7
√ √ √
mL/kgB
B/jam
Omeprazole
Omepra
zole
generik
20
mg/hari √ √ √
Valsartan Diovar 80
mg/hari √ √
Ondansetron Zofran 1 ampul √ √ √
Levemir Levemir 1x12
unit √ √ √
Terapi yang disarankan saat KRS :
Obat Dosis Frekuensi Jumlah
Actrapid 6 unit 3 x 6 unit
Levemir 12 unit 1 x 12 unit
Omeprazole 20 mg 1 x1 tablet 14 tablet
KIE
Pasien
1) Menggunakan obat sesuai dengan aturan dan jadwal yang diberikan.
2) Tidak melakukan aktivitas fisik yang berlebih dan stres.
3) Banyak istirahat.
4) Memberikan saran untuk banyak minum air putih.
5) Meminta pasien untuk makan makanan kaya serat seperti buah dan
sayur.
6) Meminta pasien diet rendah garam
7) Memberikan informasi penggunaan insulin:
Suntikkan insulin perlahan dengan sudut tegak lurus terhadap
permukaan lipatan kulit,
Setelah plunger sepenuhnya tertekan (pada pen) biarkan jarum di
kulit selama 10 detik,
Tarik jarum dari kulit,
Lepaskan lipatan kulit,
Buang jarum.
8) Memberikan informasi penyimpanan insulin
Dokter dan Tenaga Kesehatan
1) Memonitoring pemeriksaan data laboratorium berupa GD2PP, GDP,
GDS, HbA1c, Monosit pada pasien.
2) Memonitoring tekanan darah pasien karena mendapatkan terapi
hipertensi.
3) Menginformasikan dan mengingatkan jadwal dan aturan penggunaan
obat.
4) Melakukan monitoring terhadap efek samping dan interaksi obat yang
mungkin terjadi
5) Memberikan informasi tentang mungkinnya gejala hipoglikemi yang
mungkin terjadi dan cara penanganannya:
a) Pemberian konsumsi makanan tinggi glukosa sederhana
b) Glukosa 15–20 g (2-3 sendok makan) yang dilarutkan dalam air
adalah terapi pilihan pada pasien dengan hipoglikemia yang
masih sadar
c) Pemeriksaan glukosa darah dengan glukometer harus dilakukan
setelah 15 menit pemberian upaya terapi. Jika pada monitoring
glukosa darah 15 menit setelah pengobatan hipoglikemia masih
tetap ada, pengobatan dapat diulang kembali.
d) Jika hasil pemeriksaan glukosa darah kadarnya sudah mencapai
normal, pasien diminta untuk makan atau mengkonsumsi snack
untuk mencegah berulangnya hipoglikemia.
(PERKENI, 2015)
Keluarga Pasien
1) Mengingatkan pasien untuk menggunakan obat sesuai dengan aturan
dan jadwal yang diberikan.
2) Mengingatkan pasien untuk tidak melakukan aktivitas fisik yang
berlebih dan stres.
3) Membantu pasien untuk melakukan aktivitas yang sulit dilakukan oleh
pasien.
Nama Obat Jadwal
Minum
Obat
Jumlah Manfaat Hal yang
Diperhatikan
Valsartan Pagi 1 x 80
mg
Menurunkan
tekanan
darah
<130/80
mmHg
Diminum
setelah
makan
Omeprazole Pagi 1 x 1
kapsul
20 mg
Mengatasi
GERD
Diminum
setelah
makan
Monitoring
Obat
Monitoring Target
Keberhasilan
Jadwal
pemantau
an
Keberhasila
n ESO
Actrapid Kadar
glukosa
Hipoglikemia Kadar
GDS < 200
HbA1c < 7
(ADA, 2015)
Setiap hari
IVFD NaCl
0,9%
Kadar Cl
kembali
normal
Hipernatremia
dan udem,
hypokalemia
Kadar 97 – 106
mEq/L
Setiap hari
(PIO NAS,
2015)
Omeprazole GERD Sakit kepala,
pusing, mulut
kering
(MIMS, 2017)
Gejala GERD
seperti mual
berkurang
Setiap hari
saat MRS
Ceftriaxon
Leukosit
Eosinofilia,
trombositosis,
diare
(Medscape,
2017)
Leukosit 4000-
11.000
/mm3,,Tidak
terjadi ganggren
Setiap hari
saat MRS
Ondansetron Mual,
Muntah
Sakit kepala,
konstipasi,
Hiccups
(MIMS,
2017).
Mengatasi mual
muntah
Setiap hari
saat MRS
Valsartan Tekanan
darah
Hiperkalemia,
hipotensi,
sakit kepala,
neutropenia,
vertigo
(Medscape,
2017)
Tekanan darah
<130/80 mmHg
Setiap hari
Levemir Kadar
glukosa
Hipoglikemia Kadar
GDP < 130
mg/dl
GD2PP < 180
mg/dl
HbA1c < 7
(ADA, 2015)
Setiap hari
Kesimpulan
1. Problem medik pasien sesuai diagnose adalah Hiperglikemia, Diabetes
Mellitus, Hipertensi, GERD. Terdapat beberapa DRP pada pengobatan
pasien Tn. PH yaitu obat kurang efektif pada pemberian rantin, indikasi
tanpa terapi pada dehidrasi, Terapi tanpa indikasi pada penggunaan
ceftriaxon, terapi kurang efektif pada penggunaan novomix, overdose
pada penggunaan actrapid, dan wrong drug pada penggunaan amlodipin.
2. Penatalaksanaan secara farmakologis sebaiknya diberikan diberikan
infus NaCl 0,9% saline, penggantian ceftriaxon pada saat KRS dengan
metronidazol, peenurunan dosis Actrapid untuk mengatasi diabetes
mellitus dan penggantian novomix dengan actrapid pada saat keluar
rumah sakit, penghentian amlodipine untuk hipertensi, pennggantian
rantin dengan omeprazole untuk mengatasi GERD, serta penggantian
ceftriaxone saat keluar Rumah sakit dengan metronidazol.
Daftar Pustaka
American Diabetes Association, 2015, Diagnosis and Classification of Diabetes
Mellitus, Diabetes Care, Vol 38:8-16.
Bader, Masen Z., 2008, Diabetic Food Infection, American Family Phicisian, Vol
78, No.1.
Barclay, L., 2010, Diabetes Diagnosis and Screening Criteria Reviewed, URL:
http://www.Medscape.com, diakses pada 3 Mei 2017.
Cheng AYY, Zinman B. Chapter 39: principles of insulin therapy. In: Kahn CR,
Weir GC, King GL, et al., editors. Joslin’s Diabetes Mellitus. Boston, MA:
Lippincott Williams & Wilkins; 2005. pp. 559–670
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.
Dekker, E. 1996. Hidup dengan Tekanan Darah Tinggi. Pustaka Sinar Harapan.
Jakarta.
Dipiro J T.,2008. Pharmacology Handbook 7 th Edition, Mc Graw Hill. New York
Gleadle, Jonathan. 2007. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta:
Erlangga.
Hattleback, J.G., 2003, Review article: gastric acidity comparison of esomeprazole
with other proton pump inhibitors, Aliment Pharmacol Ther 2003; 17
(Suppl. 1): 10–15.
Mangla, A., Gupta, S., and Lange, R., 2014. Heart Sounds.
http://emedicine.medscape.com/article/1894036-overview. Diakses tanggal
24 Mei 2017.
Marks, Jennifer B., 2003. Perioperative Management of Diabetes. American Family
Physician. Vol 1 : 93-100.
Medscape, 2017, Levofloxacin, http://reference.medscape.com/drug/levaquin-
levofloxacin-systemic-levofloxacin-342532, diakses tenggal 3 mei 2017
Medscape, 2017. Ceftriaxone. http://reference.medscape.com/drug/rocephin-
ceftriaxone-342510#4. Diakses pada 3 Mei 2017.
Medscape,2017. Valsartan. Drug & Disease. http://
reference.medscape.com/drug/valsartan. Diakses pada tanggal 3 Mei 2017.
MIMS, 2017. Ondansetron.
http://www.mims.com/indonesia/drug/info/ondansetron?mtype=generic.
Diakses pada tanggal 5 Mei 2017.
Mims. 2017. Omeprazole/Omeprazole-EC.
http://www.mims.com/philippines/drug/info/omeprazole-ec/?type=brief.
Diakses pada tanggal 4 Mei 2017.
Mosenzon dan Raz, 2013. Intensification of Insulin Therapy for Type 2 Diabetic
Patients in Primary Care: Basal-Bolus Regimen Versus Premix Insulin
Analogs. Diabetes Care. Volume 36( 2) : 213-218.
Ndraha, Suzanna., 2014, Penyakit Refluks Gastroesofageal, MEDICINUS, Vol. 27,
No.1
Nixon R. M., Muller E., Lowy A., Falvey H.,2009. Valsartan vs other angiotensin
II receptor blockers in the treatment of hypertension: a meta-analytical
approach. The International Journal of Clinical Practice. Vol 63 766-775
PERKENI, 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2
di Indonesia.
Restiyana Noor, 2015, Diabetes Melitus Tipe 2. J Mayority. 5(4):93-101
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. EGC : Jakarta.
Stahlheber, C.L., Yuji, O., Shilpa P., and Angel R., Breath Sound Assessment.
http://emedicine.medscape.com/article/1894146-overview. Diakses pada
tanggal 24 Mei 2017.
Sukandar, E. Y ., Adnyana, I. K., Andrajati, R., Setiadi, A. P., dan Sigit, J. I., 2008.
ISO Farmakoterapi. PT. ISFI Penerbitan: Jakarta.
Lampiran I
Dokumen Farmasi Pasien
Nama : Tn. PH
Umur/TTL : 49 th
BB : 60 kg
TB : -
Alamat : Karang tengah
Status jaminan : Askes
Tanggal MRS : 17/01/2015
Jenis Kelamin : Laki-laki
BB/TB : -
a. Subjektif
Keluhan utama (Subjective) : mual (+), makan minum sedikit, badan lemas, sejak
seminggu yang lalu mual-mual
Riwayat penyakit : HT, DM
Diagnosa : Hiperglikemia, Hipertensi, DM, GERD
b. Objektif
Data Klinik
TTV 17/01 18/01 19/01 Nilai Normal Keterangan
TD
(mmHg)
130/80 130/80 120/70 100-140 /60-90 Normal
Nadi
(x/menit)
88 80 80 60-100 Normal
RR
(x/menit)
20 20 28 16-20 Tanggal 19, mengalami
peningkatan
Suhu (˚C) 36 36 36 36-37 Normal
(Kemenkes, 2011)
Data Laboratorium
Parameter Satuan 17/1 18/1 19/1 Nilai normal Keterangan
GDS mg/dL 275
(sore)
< 100 Meningkat
GDP mg/dL 319 <126 Meningkat
GD2PP mg/dL 488 <140 Meningkat
GDP mg/dL 286 <126 Meningkat
Hemoglobin g/dL 13,1 12-15,2 Normal
Leukosit µL 8550 3400-10000 Normal
Hematokrit %
37 40-50 Menurun tidak
signifikan
Eritrosit 106/µL 4,7 4,4-5,6 Normal
Trombosit µL 369.00
0
170-380.103 Normal
MCV fL
77,8 80-100 Menurun tidak
signifikan
MCH pg/sel
27,8 28-34 Menurun tidak
signifikan
MCHC g/dL 35,7 32-36 Normal
RDW % 12,2 <14,5% Normal
MPV Hm3 9,5 7,5-11,5 Hm3 Normal
Basofil % 0,6 0-2 Normal
Eosinofil % 0,6 0-6 Normal
Segmen % 66,1 36-73 Normal
Batang % 4,1 0-12 Normal
Limfosit % 17,0 15-45 Normal
Monosit
%
11,6
0-11 Meningkat
tidak
signifikan
SGOT U/L 14 5-35 Normal
SGPT U/L 26 5-35 Normal
Ureum darah mg/dl 26,3 15-40 Normal
Kreatinin
(mg/dl)
mg/dl 0,83
0,6-1,3 Normal
HbA1C 13,8 5,7 Meningkat
Na mEq/L 136 135-144 Normal
K mEq/L 4,3 3,6-4,8 Normal
Cl mEq/L 96 97-106 Normal
GDS mg/dL 373 <100 Meningkat
(Kemenkes, 2011).
Keterangan:
Diabetes
c. Assessment dan Plan
No Problem Paparan Problem Rekomendasi
1 Indikasi tanpa terapi
Pasien merasa lemas, tetapi mengalami
mual muntah. Pasien seharusnya
mendapat terapi elektrolit yang cukup
agar tidak mengalami dehidrasi saat di
RS. Infus yang diberikan pada pasien
adalah normal saline (0,9 NaCl) dengan
kandungan 154 mEq Na+ dan 154 mEq
Cl-Osmolarity=308 mOsm/L. Normal
saline juga disarankan pada terapi
insulin (Marks, 2003).
Penggunaan Infus Normal
saline untuk mengatasi
dehidrasi pada pasien.
2 Terapi Tanpa Indikasi
Menurut Bader (2008) antibiotik yang
dapat digunakan untuk mengatasi risk
faktor infeksi polimikroba yaitu
ceftriaxone, metronidazole, atau
lefovloxacin. Di rumah sakit,
penggunaan antibiotic digunakan untuk
menangani infeksi nosocomial. Namun
pada kasus pasien juga mendapatkan
Ceftriaxon. Sehingganya Ceftriaxon saat
KRS tidak digunakan.
Menghentikan pemakaian
ceftriaxone pada saat keluar
Rumah Sakit.
3 Obat tidak efektif
Penggunaan premix insulin dengan
insulin basal dapat menyebabkan resiko
yang lebih besar mengalami kejadian
hipoglikemia. Pengunaan premix insulin
juga memiliki kesmpatan yang lebih
rendah dalam mencapai tujuan HbA1c
dibandingkan dengan regimen basal-
bolus (Mosenzon dan Raz, 2013).
Penggantian Novomix pada
saat KRS dengan Actrapid.
4 Overdose
Pasien diberikan terapi Actrapid saat di
rumah sakit dengan dosis 3 x 8 unit.
Seharusnya pasien mendapat terapi
aspilet dengan dosis 3 x 6 unit/hari
untuk mengurangi Glukosa Darah
Sewaktu (Cheng dan Zinman, 2005).
Dosis Actrapid diturunkan
menjadi 3x 6 unit sehari
pada saat di Rumah Sakit
dan Keluar Rumah sakit.
5 Obat tidak efektif
Pasien diberikan Rantin yang
mengandung Ranitidin untuk mengatasi
GERD. Menurut Sukandar et al (2013),
semua golongan PPI aman dan efektif
digunakan untuk mengatasi GERD dan
pemilihan obat didasarkan pada biaya.
Omeprazole lebih dipilih
karena tercover BPJS dan
biayanya terjangkau.
Obat golongan PPI yang dipilih yaitu
omeprazole karena tercover BPJS dan
biayanya terjangkau.
6 Wrong Drug
Terapi yang digunakan untuk hipertensi
menggunakan diovar (valsartan) dan
amlodipine. Untuk first choice terapi
hipertensi untuk pasien DM
menggunakan ACE dan ARB
(Dipiro,2008). Jadi terapi hipertensi
hanya menggunakan diovan (valsartan)
saja. Dosis yang digunakan adalah 80
mg 1 kali sehari (Medscape,2017)
Penggunaan valsartan
monoterapi untuk mengatasi
hipertensi pasien
d. Terapi
Obat Nama Aturan
pakai
Tanggal
17/01 18/01 19/01
Ceftriaxon Rochepi
n
2 x 1
gram √ √ √
Actrapid Novono
rdisk 6-6-6 √ √ √
IVFD NaCl
0,9 %
Kecepat
an infus
7
mL/kgB
B/jam
√ √ √
Omeprazole
Omepra
zole
generik
20
mg/hari √ √ √
Valsartan Diovar 80
mg/hari √ √
Ondansetron Zofran 1 ampul √ √ √
Levemir Levemir 1x12
unit √ √ √
e. Monitoring
No Parameter Nilai
Target
Jadwal
Pemantauan
17/01 18/01 19/01
1 Tekanan
darah
130/80
mmHg
Dipantau
setiap hari
2 Tekanan
darah dan
kadar
kalium
Kadar
kalium
4.0-
5.0
mEq/L
pemeriksaan
kadar
kalium
setiap hari
3 Glukosa
darah
Kadar Kadar
GDS <200
GDP < 130
mg/dl
GD2PP <
180 mg/dl
HbA1c < 7