LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI III FARMAKOTERAPI … · Hiperglikemia dan diabetes mellitus...

32
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI III FARMAKOTERAPI ENDOKRIN Disusun Oleh : Dina Prarika G1F014003 Dina Sami Arum L. G1F014015 Deni Agustin Wulandari G1F014037 Dendy Arikasandi G1F014047 Bina Maraya L. G1F014051 Nama Dosen Pembimbing : Ika Mustikaningtyas., M.Sc., Apt. Tanggal Diskusi Dosen : 25 Mei 2017 Asisten Praktikum : Hutami Serena K. Tanggal Diskusi Kelompok : 23 April 2017 LABORATORIUM FARMASI KLINIK JURUSAN FARMASI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN 2017

Transcript of LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI III FARMAKOTERAPI … · Hiperglikemia dan diabetes mellitus...

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI III

FARMAKOTERAPI ENDOKRIN

Disusun Oleh :

Dina Prarika G1F014003

Dina Sami Arum L. G1F014015

Deni Agustin Wulandari G1F014037

Dendy Arikasandi G1F014047

Bina Maraya L. G1F014051

Nama Dosen Pembimbing : Ika Mustikaningtyas., M.Sc., Apt.

Tanggal Diskusi Dosen : 25 Mei 2017

Asisten Praktikum : Hutami Serena K.

Tanggal Diskusi Kelompok : 23 April 2017

LABORATORIUM FARMASI KLINIK

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

2017

Penyelesaian Kasus Hiperglikemia, Hipertensi, Diabetes Mellitus, GERD

A. Kasus

Nama : Tn. PH

No. Rekam medik : 00925732

Umur/TTL : 49 th

BB : 60 kg

TB : -

Alamat : Karang tengah

Status jaminan : Askes

Tanggal MRS : 17/01/2015

Riwayat MRS : mual (+), makan minum sedikit, badan lemas, sejak

seminggu yang lalu mual-mual

Diagnosa : Hiperglikemia, Hipertensi, DM, GERD

Riwayat penyakit : HT, DM

Riwayat obat : -

Riwayat lifestyle : -

Alergi : -

Parameter Penyakit

TTV 17/01 18/01 19/01

TD

(mmHg)

130/80 130/80 120/70

Nadi

(x/menit)

88 80 80

Suhu (˚C) 20 20 20

Nafas

(x/menit)

36 36 36

Data Laboratorium

Parameter Satuan Tanggal 17 Tanggal 18 Tanggal 19

GDS mg/dL 275 (sore)

GDP mg/dL 319

GD2PP mg/dL 488

GDP mg/dL 286

Hemoglobin g/dL 13,1

Leukosit µL 8550

Hematokrit % 37

Eritrosit 106/µL 4,7

Trombosit µL 369.000

MCV fL 77,8

MCH pg/sel 27,8

MCHC g/dL 35,7

RDW g/dL 12,2

Basofil (%) 0,6

Eosinofil (%) 0,6

Segmen % 66,1

Batang (%) 4,1

Limfosit (%) 17,0

Monosit (%) 11,6

SGOT U/L 14

SGPT U/L 26

Ureum darah 26,3

Kreatinin

(mg/dl)

0,83

HbA1C 13,8

Na mEq/L 136

K mEq/L 4,3

Cl mEq/L 96

GDS mg/dL 373

Pemeriksaan Penunjang

Nama Pemeriksaan :

pemeriksaan paru dan jantung

Hasil

Tanggal: Pemeriksaan paru: Sd ves +/+,

Rbh -/-, Rbk -/-, wh -/-

Pemeriksaan jantung: S1 >S2 m-G-

Dinding dada: simetris

B. Dasar Teori

1. Patofisiologi

a. Hipertensi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh

darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat

vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah

ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia

simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor

dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui

saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion

melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca

ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya

norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah (Dekker,

1996).

Sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon

rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan

tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi

epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal

mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapt memperkuat

respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang

mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan

pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang

kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat,

yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks

adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh

tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler.

Semua faktor tersebut cenderung mencetus keadaan hipertensi

(Dekker, 1996).

Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah

perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang

terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis,

hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi

otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan

kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.

Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya

dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung

(volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan

peningkatan tahanan perifer (Corwin,2001).

b. Hiperglikemia dan diabetes mellitus

Hiperglikemi merupakan kondisi dimana kadar gula dalam darah

melebihi batas normal, dan merupakan salah satu dari tanda adanya

penyakit diabetes melitus. Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat

beberapa keadaan yang berperan yaitu resistensi insulin dan

disfungsi sel B pancreas. Diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan

oleh kurangnya sekresi insulin, namun karena sel sel sasaran insulin

gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan

ini lazim disebut sebagai “resistensi insulin”. Resistensi insulin

banyak terjadi akibat dari obesitas dan kurang nya aktivitas fisik

serta penuaan. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 dapat juga

terjadi produksi glukosa hepatik yang berlebihan namun tidak terjadi

pengrusakan sel-sel B langerhans secara autoimun seperti diabetes

melitus tipe 2. Defisiensi fungsi insulin pada penderita diabetes

melitus tipe 2 hanya bersifat relatif dan tidak absolut (Restiyana,

2015).

Pada awal perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel B menunjukan

gangguan pada sekresi insulin fase pertama,artinya sekresi insulin

gagal mengkompensasi resistensi insulin. Apabila tidak ditangani

dengan baik,pada perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan

sel-sel B pankreas. Kerusakan sel-sel B pankreas akan terjadi secara

progresif seringkali akan menyebabkan defisiensi insulin,sehingga

akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen. Pada penderita

diabetes melitus tipe 2 memang umumnya ditemukan kedua faktor

tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin (Restiyana,

2015).

Faktor risiko DM tipe 2 meliputi obesitas berdasarkan IMT

≥25kg/m2 atau lingkar perut ≥80 cm pada wanita dan ≥90 cm pada

laki-laki, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemi dan diet

tidak sehat (Restiyana, 2015).

c. GERD

Patogenesis PRGE meliputi ketidakseimbangan antara faktor ofensif

dan faktor defensif dari bahan refluksat. Yang termasuk faktor

defensif antara lain ‘disfungsi’ SEB atau sfingter esophagus bawah

(lower esophageal sphincter/LES), bersihan asam dari lumen

esofagus, dan ketahanan epitel esophagus. Bentuk anatomik SEB

yang melipat berbentuk sudut, dan kekuatan menutup dari sfingter,

menjadikan SEB berperan penting dalam mekanisme antirefluks.

Peningkatan tekanan intraabdomen (misalnya saat batuk), proses

gravitasi saat berbaring, dan kelainan anatomis seperti sliding hernia

hiatal mempermudah terjadinya refluks. Bersihan asam dari lumen

esofagus adalah kemampuan esophagus untuk membersihkan

dirinya dari bahan refluksat. Kemampuan esophagus ini berasal dari

peristaltik esofagus primer, peristaltik e-sofagus sekunder (saat

menelan), dan produksi saliva yang optimal. Ketahanan epitel

esofagus berasal dari lapisan mukus di permukaan mukosa, produksi

mukus, dan mikrosirkulasi aliran darah di post epitel. Sementara

yang menjadi faktor ofensif adalah peningkatan asam lambung,

dilatasi lambung, beberapa kondisi patologis yang mengakibatkan

berkurangnya kemampuan pengosongan lambung seperti obstruksi

gastric outlet dan delayed gastric emptying.2 Simptom khas PRGE

adalah heartburn, yaitu rasa terbakar di dada disertai nyeri (gambar

2) dan regurgitasi (rasa asam pahit dari lambung terasa di lidah).

Salah satu dari keduanya cukup untuk mendiagnosis PRGE secara

klinis. Selain kedua gejala tersebut, PRGE dapat menimbulkan

keluhan nyeri atau rasa tidak enak di epigastrium atau retrosternal

bawah, disfagia (kesulitan menelan makanan), odinofagia (rasa sakit

waktu menelan), mual dan rasa pahit di lidah. Keluhan

ekstraesofageal yang juga dapat ditimbulkan oleh PRGE adalah

nyeri dada non kardiak, suara serak, laringitis, erosi gigi, batuk

kronis, bronkiektasis, dan asma (Ndraha, 2014)

Skema 1. Patofisiologi Diabetes Mellitus, DM, Hiperglikemia dan GERD

(Smeltzer dkk.,2002)

Defisiensi insulin

Penurunan Pemakaian Glukosa

Hiperglikemia

Osmotik Diuresis

Dehidrasi

Viskositas

Trombosis

Artherioskelerosis

Hipertensi

Gangguan netralisasi

asam lambung

Diabetes

Keterlambatan

pengosongan

asam lambung

GERD

2. Algoritma

Diabetes Mellitus

(PERKENI, 2015)

C. Penatalaksanaan Kasus dan Pembahasan (SOAP)

1. Subjektif

Nama : Tn. PH

No. Rekam medic: 00925732

Umur/TTL : 49 th

BB : 60 kg

TB : -

Alamat : Karang tengah

Status jaminan : Askes

Tanggal MRS : 17/01/2015

Riwayat MRS : mual (+), makan minum sedikit, badan lemas, sejak

seminggu yang lalu mual-mual

Diagnosa : Hiperglikemia, Hipertensi, DM, GERD

Riwayat penyakit : HT, DM

Riwayat obat : -

Riwayat lifestyle : -

Alergi : -

2. Objektif

Parameter Penyakit

TTV 17/01 18/01 19/01 Nilai Normal Keterangan

TD

(mmHg)

130/80 130/80 120/70 100-140 /60-90 Normal

Nadi

(x/menit)

88 80 80 60-100 Normal

RR

(x/menit)

20 20 28 16-20 Tanggal 19, mengalami

peningkatan

Suhu (˚C) 36 36 36 36-37 Normal

(Kemenkes, 2011)

Parameter Satuan 17/1 18/1 19/1 Nilai normal Keterangan

GDS mg/dL 275

(sore)

< 100 Meningkat

GDP mg/dL 319 <126 Meningkat

GD2PP mg/dL 488 <140 Meningkat

GDP mg/dL 286 <126 Meningkat

Hemoglobin g/dL 13,1 12-15,2 Normal

Leukosit µL 8550 3400-10000 Normal

Hematokrit %

37 40-50 Menurun tidak

signifikan

Eritrosit 106/µL 4,7 4,4-5,6 Normal

Trombosit µL 369.00

0

170-380.103 Normal

MCV fL

77,8 80-100 Menurun tidak

signifikan

MCH pg/sel

27,8 28-34 Menurun tidak

signifikan

MCHC g/dL 35,7 32-36 Normal

RDW % 12,2 <14,5% Normal

MPV Hm3 9,5 7,5-11,5 Hm3 Normal

Basofil % 0,6 0-2 Normal

Eosinofil % 0,6 0-6 Normal

Segmen % 66,1 36-73 Normal

Batang % 4,1 0-12 Normal

Limfosit % 17,0 15-45 Normal

Monosit

%

11,6

0-11 Meningkat

tidak

signifikan

SGOT U/L 14 5-35 Normal

SGPT U/L 26 5-35 Normal

Ureum darah mg/dl 26,3 15-40 Normal

Kreatinin

(mg/dl)

mg/dl 0,83

0,6-1,3 Normal

HbA1C 13,8 5,7 Meningkat

Na mEq/L 136 135-144 Normal

K mEq/L 4,3 3,6-4,8 Normal

Cl mEq/L 96 97-106 Normal

GDS mg/dL 373 <100 Meningkat

(Kemenkes, 2011)

Keterangan:

Diabetes

Diabetes (GDS, GD2PP dan HbA1C)

Diabetes ini dapat dilihat dari data laboratorium GDS, GD2PP, dan

HbA1c. The American Association mendefinisikan mempunyai kemungkinan

yaitu pengukuran kadar gula darah puasa menunjukkan bacaan > 126 mg/dL,

Gula darah sewaktu >200 mg/dL, HbA1c > 6,5%, dan disertai kelainan berupa

polyuria, polydipsia, penurunan berat badan, kelelahan, atau gejala karakteristik

lain daroi diabetes, maka pasien sudah dapat didiagnosa menderita diabetes

(Barclay, 2010). Pada data laboratorium menunjukkan peningkata pada

parameter-parameter tersebut maka pasien dalam kasus ini didiagnosa

menderita diabetes.

Nama Pemeriksaan :

pemeriksaan paru dan jantung

Hasil

Tanggal: Pemeriksaan paru: Sd ves +/+,

Rbh -/-, Rbk -/-, wh -/-

Pemeriksaan jantung: S1 >S2 m-G-

Dinding dada: simetris

Interpretasi :

Pemeriksaan paru diketahui suara dasar vesikuler, rhonki basah halus, rhonki basah

kasar, dan wheezing negative, yang menandakan tidak terjadi gangguan pada paru/

normal (Stahlheber et al, 2015). Pemeriksaan jantung S1 suara sistolik lebih

panjang dibanding S2, Murmur dan Gallop negative menandakan fungsi jantung

normal. Dinding dada simetris (Gleadle, 2007; Mangla et al,. 2014).

3. Assessment

Diagnosa Pasien : Hiperglikemi, HT, DM, GERD

Terapi Pasien

Terapi yang telah diterima pasien

Terapi saat di Rumah Sakit

Nama obat Dosis Freq 17/1 18/1 19/1

Ceftriaxon 2x1

Ondansetron 1ap (ext) -

Rantin 2x1

Amlodipin 1x 10 mg

Diovar 1x80 mg -

Levemir 1x12 iu 1x1 - -

Actrapid 3x8 iu -

Terapi saat keluar Rumah Sakit

Nama obat Dosis

Novomix 3x8 ui

Levemir 1x12 iu

Ceftriaxon 2x1

DTP

Tanggal Subjektif Objektif Assessment

Badan lemas GDS 17/01 =

275 mg/dL

GDP 18/01 =

319 mg/dL

DRP : Indikasi tanpa terapi

Pasien merasa lemas, tetapi

mengalami mual muntah. Pasien

seharusnya mendapat terapi elektrolit

yang cukup agar tidak mengalami

dehidrasi saat di RS. Infus yang

GD2PP 18 = 488

mg/dL

GDP 19 = 286

mg/dL

(diatas nilai

normal)

Cl = 96 mmoL/

L(turun)

diberikan pada pasien adalah normal

saline (0,9 NaCl) dengan kandungan

154 mEq Na+ dan 154 mEq Cl-

Osmolarity=308 mOsm/L. Normal saline

juga disarankan pada terapi insulin

(Marks, 2003).

Diagnosa

DM

Leukosit = 8550

mg/dL

DRP : Terapi Tanpa Indikasi

Menurut Bader (2008) antibiotik yang

dapat digunakan untuk mengatasi risk

faktor infeksi polimikroba yaitu

ceftriaxone, metronidazole, atau

lefovloxacin. Di rumah sakit,

penggunaan antibiotic digunakan

untuk menangani infeksi nosocomial.

Namun pada kasus pasien juga

mendapatkan Ceftriaxon.

Sehingganya Ceftriaxon saat KRS

tidak digunakan.

Diagnosa

DM

GDS 17/01 =

275 mg/dL

GDP 18/01 =

319 mg/dL

GD2PP 18 = 488

mg/dL

GDP 19 = 286

mg/dL

Hba1C = 13,8

(diatas nilai

normal)

DRP : Obat tidak efektif

Penggunaan premix insulin dengan

insulin basal dapat menyebabkan

resiko terjadinya hipoglikemia yang

lebih besar. Premix insulin juga

memiliki kesmpatan yang lebih

rendah dalam mencapai tujuan HbA1c

dibandingkan dengan regimen basal-

bolus (Mosenzon dan Raz, 2013).

Penggantian Novomix pada saat KRS

dengan Actrapid.

Diagnosa

DM

GDS 17/01 =

275 mg/dL

GDP 18/01 =

319 mg/dL

GD2PP 18 = 488

mg/dL

GDP 19 = 286

mg/dL

Hba1C = 13,8

(diatas nilai

normal)

DRP: Overdose

Pasien diberikan terapi Actrapid saat

di rumah sakit dengan dosis 3 x 8

unit. Seharusnya pasien mendapat

terapi aspilet dengan dosis 3 x 6

unit/hari untuk mengurangi Glukosa

Darah Sewaktu (Cheng dan Zinman,

2005).

Dosis Actrapid diturunkan menjadi

3x 6 unit sehari pada saat di Rumah

Sakit dan Keluar Rumah sakit.

Mual, makan

dan minum

sedikit

-

DRP : Obat tidak efektif

Pasien diberikan Rantin yang

mengandung Ranitidin untuk mengatasi

GERD. Menurut Sukandar et al (2013),

semua golongan PPI aman dan efektif

digunakan untuk mengatasi GERD dan

pemilihan obat didasarkan pada biaya.

Obat golongan PPI yang dipilih yaitu

omeprazole karena tercover BPJS dan

biayanya terjangkau.

Hipertensi TD= 130/80;

130/80; 120/70

DRP : Wrong Drug

Terapi yang digunakan untuk hipertensi

menggunakan diovar (valsartan) dan

amlodipine. Untuk first choice terapi

hipertensi untuk pasien DM

menggunakan ACE dan ARB

(Dipiro,2008). Jadi terapi hipertensi

hanya menggunakan diovan (valsartan)

saja. Dosis yang digunakan adalah 80 mg

1 kali sehari (Medscape,2017)

4. Plan

a. Tujuan Terapi

1. Menghilangkan manifestasi penyakit yang mengganggu pasien dan

pencegahan terjadinya komplikasi serius

2. Mengurangi morbiditas akibat hipertensi dengan mengontrol tekanan

darah

3. Mengurangi atau mencegah gejala diabetes yang membatasi kemampuan

fisik dan memperburuk kualitas hidup pasien

4. Mengatasi GERD pasien

5. Mengatasi DTP pasien dengan :

a. Mengatasi indikasi tanpa terapi badan lemas dengan menggunakan

infus NaCl

b. Menghentikan pemakaian Ceftriaxone saat keluar rumah sakit

c. Mengganti penggunaan Novomix saat KRS dengan Actrapid dan

menurunkan dosis Actrapid saat masuk Rumah Sakit.

d. Mengganti Rantin dengan esomeprasol untuk mengatasi GERD

e. Menghilangkan amlodipine dan tetap menggunakan valsartan untuk

mengatasi hipertensi

b. Terapi Non Farmakologi

Mengkonsumsi makanan rendah lemak

Melakukan diet makanan dengan mengadopsi metode DASH

(Dietary Approaches to Stop Hypertension)

Melakukan aktivitas fisik seperti aerobik

Mengurangi asupan natrium

Memodifikasi gaya hidup

(Dipiro, 2015)

c. Terapi Farmakologi

1. Infus Normal Saline

Infus yang digunakan pada pasien adalah Normal saline (NaCl

0,9 %). Infus ini digunakan untuk mengembalikan kadar Cl yang turun.

Normal saline digunakan karena tidak mengandung glukosa dan cocok

untuk pengunaan terapi insulin (Marks, 2003).

2. Ceftriaxon

Ceftiaxon berinteraksi dengan struktur heliks DNA yang

menyebabkan penghambatan sintesis protein dan kematian pada organisme

yang rentan. Antibiotik ini digunakan untuk membunuh bakteri anaerob,

beberapa gram +, gram -, dan anaerob fakultatif. Menurut Bader (2008)

antibiotik yang dapat digunakan untuk mengatasi risk faktor infeksi

polimikroba yaitu ceftriaxone, metronidazole, atau lefovloxacin. Di rumah

sakit, penggunaan antibiotic digunakan untuk menangani infeksi

nosocomial. Namun pada kasus pasien juga mendapatkan Ceftriaxon.

Sehingganya Ceftriaxon saat KRS tidak digunakan.

3. Actrapid

Actrapid merupakan fast acting human insulin yang terbukti

efektif dalam terapi diabetes mellitus. Pemilihan actrapid dikarenakan

actrapid dalam infus normal saline terbukti aman, praktis, dan efektif dalam

menurunkan level glukosa plasma ke nilai normal tanpa terhadi resiko

hipoglikemia yang secara signifikan. Terapi yang diberi pada pasien saat KRS

yaitu Novomix yang merupakan insulin premix. Pengunaan premix insulin

memiliki kesempatan yang lebih rendah dalam mencapai tujuan HbA1c

dibandingkan dengan regimen basal-bolus (Mosenzon dan Raz, 2013).

4. Omeprazole

Terapi yang telah diberikan kepada pasien untuk mengatasi

GERD yaitu rantin yang mengandung ranitidin. Ranitidin merupakan obat

H2-RA yang bekerja dengan cara menghambat reseptor H2. Menurut

Bestari (2011) terapi medikamentosa untuk meringankan gejala GERD

meliputi pemberian antasida, prokinetik, H2-RA dan PPI. Berdasarkan uji

klinikPPI jangka pendek menunjukkan penyembuhan yang lebih cepat dan

perbaikan heartburn dibanding H2-RA pada penderita esofagitis erosif.

Penelitian jangka panjang (sampai 11 tahun) juga menunjukkan

penggunaan PPI relatif aman. Menurut Sukandar et al (2013), semua

golongan PPI aman dan efektif digunakan untuk mengatasi GERD dan

pemilihan obat didasarkan pada biaya. Obat golongan PPI yang dipilih

yaitu omeprazole karena tercover BPJS dan biayanya terjangkau.

Omeprazole bekerja dengan cara mengeblok pompa asam (H+ K+ ATPase)

yang merupakan tahap akhir proses sekresi asam lambung dari sel – sel

parietal di lambung sehingga mengurangi sekresi asam lambung (MIMS,

2017).

5. Valsartan

Terapi hipertensi yang digunakan adalah valsartan. Karena

merupakan ARB merupakan first choice terapi hipertensi (Dipiro,2008).

Alasan kenapa memilih valsartan dibanding golongan ARB lainnya karena

valsartan lebih efektif dalam mengurangi tekanan darah dibanding ARB

lainnya (R. M. Nixon et al.,2009).

Jadi, saran untuk pasien Tn. SR saat MRS:

Obat Nama Aturan

pakai

Tanggal

17/01 18/01 19/01

Ceftriaxon Rochepi

n

2 x 1

gram √ √ √

Actrapid Novono

rdisk 6-6-6 √ √ √

IVFD NaCl

0,9 %

Kecepat

an infus

7

√ √ √

mL/kgB

B/jam

Omeprazole

Omepra

zole

generik

20

mg/hari √ √ √

Valsartan Diovar 80

mg/hari √ √

Ondansetron Zofran 1 ampul √ √ √

Levemir Levemir 1x12

unit √ √ √

Terapi yang disarankan saat KRS :

Obat Dosis Frekuensi Jumlah

Actrapid 6 unit 3 x 6 unit

Levemir 12 unit 1 x 12 unit

Omeprazole 20 mg 1 x1 tablet 14 tablet

KIE

Pasien

1) Menggunakan obat sesuai dengan aturan dan jadwal yang diberikan.

2) Tidak melakukan aktivitas fisik yang berlebih dan stres.

3) Banyak istirahat.

4) Memberikan saran untuk banyak minum air putih.

5) Meminta pasien untuk makan makanan kaya serat seperti buah dan

sayur.

6) Meminta pasien diet rendah garam

7) Memberikan informasi penggunaan insulin:

Suntikkan insulin perlahan dengan sudut tegak lurus terhadap

permukaan lipatan kulit,

Setelah plunger sepenuhnya tertekan (pada pen) biarkan jarum di

kulit selama 10 detik,

Tarik jarum dari kulit,

Lepaskan lipatan kulit,

Buang jarum.

8) Memberikan informasi penyimpanan insulin

Dokter dan Tenaga Kesehatan

1) Memonitoring pemeriksaan data laboratorium berupa GD2PP, GDP,

GDS, HbA1c, Monosit pada pasien.

2) Memonitoring tekanan darah pasien karena mendapatkan terapi

hipertensi.

3) Menginformasikan dan mengingatkan jadwal dan aturan penggunaan

obat.

4) Melakukan monitoring terhadap efek samping dan interaksi obat yang

mungkin terjadi

5) Memberikan informasi tentang mungkinnya gejala hipoglikemi yang

mungkin terjadi dan cara penanganannya:

a) Pemberian konsumsi makanan tinggi glukosa sederhana

b) Glukosa 15–20 g (2-3 sendok makan) yang dilarutkan dalam air

adalah terapi pilihan pada pasien dengan hipoglikemia yang

masih sadar

c) Pemeriksaan glukosa darah dengan glukometer harus dilakukan

setelah 15 menit pemberian upaya terapi. Jika pada monitoring

glukosa darah 15 menit setelah pengobatan hipoglikemia masih

tetap ada, pengobatan dapat diulang kembali.

d) Jika hasil pemeriksaan glukosa darah kadarnya sudah mencapai

normal, pasien diminta untuk makan atau mengkonsumsi snack

untuk mencegah berulangnya hipoglikemia.

(PERKENI, 2015)

Keluarga Pasien

1) Mengingatkan pasien untuk menggunakan obat sesuai dengan aturan

dan jadwal yang diberikan.

2) Mengingatkan pasien untuk tidak melakukan aktivitas fisik yang

berlebih dan stres.

3) Membantu pasien untuk melakukan aktivitas yang sulit dilakukan oleh

pasien.

Nama Obat Jadwal

Minum

Obat

Jumlah Manfaat Hal yang

Diperhatikan

Valsartan Pagi 1 x 80

mg

Menurunkan

tekanan

darah

<130/80

mmHg

Diminum

setelah

makan

Omeprazole Pagi 1 x 1

kapsul

20 mg

Mengatasi

GERD

Diminum

setelah

makan

Monitoring

Obat

Monitoring Target

Keberhasilan

Jadwal

pemantau

an

Keberhasila

n ESO

Actrapid Kadar

glukosa

Hipoglikemia Kadar

GDS < 200

HbA1c < 7

(ADA, 2015)

Setiap hari

IVFD NaCl

0,9%

Kadar Cl

kembali

normal

Hipernatremia

dan udem,

hypokalemia

Kadar 97 – 106

mEq/L

Setiap hari

(PIO NAS,

2015)

Omeprazole GERD Sakit kepala,

pusing, mulut

kering

(MIMS, 2017)

Gejala GERD

seperti mual

berkurang

Setiap hari

saat MRS

Ceftriaxon

Leukosit

Eosinofilia,

trombositosis,

diare

(Medscape,

2017)

Leukosit 4000-

11.000

/mm3,,Tidak

terjadi ganggren

Setiap hari

saat MRS

Ondansetron Mual,

Muntah

Sakit kepala,

konstipasi,

Hiccups

(MIMS,

2017).

Mengatasi mual

muntah

Setiap hari

saat MRS

Valsartan Tekanan

darah

Hiperkalemia,

hipotensi,

sakit kepala,

neutropenia,

vertigo

(Medscape,

2017)

Tekanan darah

<130/80 mmHg

Setiap hari

Levemir Kadar

glukosa

Hipoglikemia Kadar

GDP < 130

mg/dl

GD2PP < 180

mg/dl

HbA1c < 7

(ADA, 2015)

Setiap hari

Kesimpulan

1. Problem medik pasien sesuai diagnose adalah Hiperglikemia, Diabetes

Mellitus, Hipertensi, GERD. Terdapat beberapa DRP pada pengobatan

pasien Tn. PH yaitu obat kurang efektif pada pemberian rantin, indikasi

tanpa terapi pada dehidrasi, Terapi tanpa indikasi pada penggunaan

ceftriaxon, terapi kurang efektif pada penggunaan novomix, overdose

pada penggunaan actrapid, dan wrong drug pada penggunaan amlodipin.

2. Penatalaksanaan secara farmakologis sebaiknya diberikan diberikan

infus NaCl 0,9% saline, penggantian ceftriaxon pada saat KRS dengan

metronidazol, peenurunan dosis Actrapid untuk mengatasi diabetes

mellitus dan penggantian novomix dengan actrapid pada saat keluar

rumah sakit, penghentian amlodipine untuk hipertensi, pennggantian

rantin dengan omeprazole untuk mengatasi GERD, serta penggantian

ceftriaxone saat keluar Rumah sakit dengan metronidazol.

Daftar Pustaka

American Diabetes Association, 2015, Diagnosis and Classification of Diabetes

Mellitus, Diabetes Care, Vol 38:8-16.

Bader, Masen Z., 2008, Diabetic Food Infection, American Family Phicisian, Vol

78, No.1.

Barclay, L., 2010, Diabetes Diagnosis and Screening Criteria Reviewed, URL:

http://www.Medscape.com, diakses pada 3 Mei 2017.

Cheng AYY, Zinman B. Chapter 39: principles of insulin therapy. In: Kahn CR,

Weir GC, King GL, et al., editors. Joslin’s Diabetes Mellitus. Boston, MA:

Lippincott Williams & Wilkins; 2005. pp. 559–670

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.

Dekker, E. 1996. Hidup dengan Tekanan Darah Tinggi. Pustaka Sinar Harapan.

Jakarta.

Dipiro J T.,2008. Pharmacology Handbook 7 th Edition, Mc Graw Hill. New York

Gleadle, Jonathan. 2007. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta:

Erlangga.

Hattleback, J.G., 2003, Review article: gastric acidity comparison of esomeprazole

with other proton pump inhibitors, Aliment Pharmacol Ther 2003; 17

(Suppl. 1): 10–15.

Mangla, A., Gupta, S., and Lange, R., 2014. Heart Sounds.

http://emedicine.medscape.com/article/1894036-overview. Diakses tanggal

24 Mei 2017.

Marks, Jennifer B., 2003. Perioperative Management of Diabetes. American Family

Physician. Vol 1 : 93-100.

Medscape, 2017, Levofloxacin, http://reference.medscape.com/drug/levaquin-

levofloxacin-systemic-levofloxacin-342532, diakses tenggal 3 mei 2017

Medscape, 2017. Ceftriaxone. http://reference.medscape.com/drug/rocephin-

ceftriaxone-342510#4. Diakses pada 3 Mei 2017.

Medscape,2017. Valsartan. Drug & Disease. http://

reference.medscape.com/drug/valsartan. Diakses pada tanggal 3 Mei 2017.

MIMS, 2017. Ondansetron.

http://www.mims.com/indonesia/drug/info/ondansetron?mtype=generic.

Diakses pada tanggal 5 Mei 2017.

Mims. 2017. Omeprazole/Omeprazole-EC.

http://www.mims.com/philippines/drug/info/omeprazole-ec/?type=brief.

Diakses pada tanggal 4 Mei 2017.

Mosenzon dan Raz, 2013. Intensification of Insulin Therapy for Type 2 Diabetic

Patients in Primary Care: Basal-Bolus Regimen Versus Premix Insulin

Analogs. Diabetes Care. Volume 36( 2) : 213-218.

Ndraha, Suzanna., 2014, Penyakit Refluks Gastroesofageal, MEDICINUS, Vol. 27,

No.1

Nixon R. M., Muller E., Lowy A., Falvey H.,2009. Valsartan vs other angiotensin

II receptor blockers in the treatment of hypertension: a meta-analytical

approach. The International Journal of Clinical Practice. Vol 63 766-775

PERKENI, 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2

di Indonesia.

Restiyana Noor, 2015, Diabetes Melitus Tipe 2. J Mayority. 5(4):93-101

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal

Bedah. EGC : Jakarta.

Stahlheber, C.L., Yuji, O., Shilpa P., and Angel R., Breath Sound Assessment.

http://emedicine.medscape.com/article/1894146-overview. Diakses pada

tanggal 24 Mei 2017.

Sukandar, E. Y ., Adnyana, I. K., Andrajati, R., Setiadi, A. P., dan Sigit, J. I., 2008.

ISO Farmakoterapi. PT. ISFI Penerbitan: Jakarta.

Lampiran I

Dokumen Farmasi Pasien

Nama : Tn. PH

Umur/TTL : 49 th

BB : 60 kg

TB : -

Alamat : Karang tengah

Status jaminan : Askes

Tanggal MRS : 17/01/2015

Jenis Kelamin : Laki-laki

BB/TB : -

a. Subjektif

Keluhan utama (Subjective) : mual (+), makan minum sedikit, badan lemas, sejak

seminggu yang lalu mual-mual

Riwayat penyakit : HT, DM

Diagnosa : Hiperglikemia, Hipertensi, DM, GERD

b. Objektif

Data Klinik

TTV 17/01 18/01 19/01 Nilai Normal Keterangan

TD

(mmHg)

130/80 130/80 120/70 100-140 /60-90 Normal

Nadi

(x/menit)

88 80 80 60-100 Normal

RR

(x/menit)

20 20 28 16-20 Tanggal 19, mengalami

peningkatan

Suhu (˚C) 36 36 36 36-37 Normal

(Kemenkes, 2011)

Data Laboratorium

Parameter Satuan 17/1 18/1 19/1 Nilai normal Keterangan

GDS mg/dL 275

(sore)

< 100 Meningkat

GDP mg/dL 319 <126 Meningkat

GD2PP mg/dL 488 <140 Meningkat

GDP mg/dL 286 <126 Meningkat

Hemoglobin g/dL 13,1 12-15,2 Normal

Leukosit µL 8550 3400-10000 Normal

Hematokrit %

37 40-50 Menurun tidak

signifikan

Eritrosit 106/µL 4,7 4,4-5,6 Normal

Trombosit µL 369.00

0

170-380.103 Normal

MCV fL

77,8 80-100 Menurun tidak

signifikan

MCH pg/sel

27,8 28-34 Menurun tidak

signifikan

MCHC g/dL 35,7 32-36 Normal

RDW % 12,2 <14,5% Normal

MPV Hm3 9,5 7,5-11,5 Hm3 Normal

Basofil % 0,6 0-2 Normal

Eosinofil % 0,6 0-6 Normal

Segmen % 66,1 36-73 Normal

Batang % 4,1 0-12 Normal

Limfosit % 17,0 15-45 Normal

Monosit

%

11,6

0-11 Meningkat

tidak

signifikan

SGOT U/L 14 5-35 Normal

SGPT U/L 26 5-35 Normal

Ureum darah mg/dl 26,3 15-40 Normal

Kreatinin

(mg/dl)

mg/dl 0,83

0,6-1,3 Normal

HbA1C 13,8 5,7 Meningkat

Na mEq/L 136 135-144 Normal

K mEq/L 4,3 3,6-4,8 Normal

Cl mEq/L 96 97-106 Normal

GDS mg/dL 373 <100 Meningkat

(Kemenkes, 2011).

Keterangan:

Diabetes

c. Assessment dan Plan

No Problem Paparan Problem Rekomendasi

1 Indikasi tanpa terapi

Pasien merasa lemas, tetapi mengalami

mual muntah. Pasien seharusnya

mendapat terapi elektrolit yang cukup

agar tidak mengalami dehidrasi saat di

RS. Infus yang diberikan pada pasien

adalah normal saline (0,9 NaCl) dengan

kandungan 154 mEq Na+ dan 154 mEq

Cl-Osmolarity=308 mOsm/L. Normal

saline juga disarankan pada terapi

insulin (Marks, 2003).

Penggunaan Infus Normal

saline untuk mengatasi

dehidrasi pada pasien.

2 Terapi Tanpa Indikasi

Menurut Bader (2008) antibiotik yang

dapat digunakan untuk mengatasi risk

faktor infeksi polimikroba yaitu

ceftriaxone, metronidazole, atau

lefovloxacin. Di rumah sakit,

penggunaan antibiotic digunakan untuk

menangani infeksi nosocomial. Namun

pada kasus pasien juga mendapatkan

Ceftriaxon. Sehingganya Ceftriaxon saat

KRS tidak digunakan.

Menghentikan pemakaian

ceftriaxone pada saat keluar

Rumah Sakit.

3 Obat tidak efektif

Penggunaan premix insulin dengan

insulin basal dapat menyebabkan resiko

yang lebih besar mengalami kejadian

hipoglikemia. Pengunaan premix insulin

juga memiliki kesmpatan yang lebih

rendah dalam mencapai tujuan HbA1c

dibandingkan dengan regimen basal-

bolus (Mosenzon dan Raz, 2013).

Penggantian Novomix pada

saat KRS dengan Actrapid.

4 Overdose

Pasien diberikan terapi Actrapid saat di

rumah sakit dengan dosis 3 x 8 unit.

Seharusnya pasien mendapat terapi

aspilet dengan dosis 3 x 6 unit/hari

untuk mengurangi Glukosa Darah

Sewaktu (Cheng dan Zinman, 2005).

Dosis Actrapid diturunkan

menjadi 3x 6 unit sehari

pada saat di Rumah Sakit

dan Keluar Rumah sakit.

5 Obat tidak efektif

Pasien diberikan Rantin yang

mengandung Ranitidin untuk mengatasi

GERD. Menurut Sukandar et al (2013),

semua golongan PPI aman dan efektif

digunakan untuk mengatasi GERD dan

pemilihan obat didasarkan pada biaya.

Omeprazole lebih dipilih

karena tercover BPJS dan

biayanya terjangkau.

Obat golongan PPI yang dipilih yaitu

omeprazole karena tercover BPJS dan

biayanya terjangkau.

6 Wrong Drug

Terapi yang digunakan untuk hipertensi

menggunakan diovar (valsartan) dan

amlodipine. Untuk first choice terapi

hipertensi untuk pasien DM

menggunakan ACE dan ARB

(Dipiro,2008). Jadi terapi hipertensi

hanya menggunakan diovan (valsartan)

saja. Dosis yang digunakan adalah 80

mg 1 kali sehari (Medscape,2017)

Penggunaan valsartan

monoterapi untuk mengatasi

hipertensi pasien

d. Terapi

Obat Nama Aturan

pakai

Tanggal

17/01 18/01 19/01

Ceftriaxon Rochepi

n

2 x 1

gram √ √ √

Actrapid Novono

rdisk 6-6-6 √ √ √

IVFD NaCl

0,9 %

Kecepat

an infus

7

mL/kgB

B/jam

√ √ √

Omeprazole

Omepra

zole

generik

20

mg/hari √ √ √

Valsartan Diovar 80

mg/hari √ √

Ondansetron Zofran 1 ampul √ √ √

Levemir Levemir 1x12

unit √ √ √

e. Monitoring

No Parameter Nilai

Target

Jadwal

Pemantauan

17/01 18/01 19/01

1 Tekanan

darah

130/80

mmHg

Dipantau

setiap hari

2 Tekanan

darah dan

kadar

kalium

Kadar

kalium

4.0-

5.0

mEq/L

pemeriksaan

kadar

kalium

setiap hari

3 Glukosa

darah

Kadar Kadar

GDS <200

GDP < 130

mg/dl

GD2PP <

180 mg/dl

HbA1c < 7

Lampiran II

Pemilihan Infus