Laporan Praktikum Ekologi Mangrove

62
LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI MANGROVE Oleh : Cikha Farahdiba Iman B1J011157 Atika Suryaningsih B1J012022 Budi Utami B1J012096 Firda Isdianto B1J012201 Hasan B1J012204 Kelompok 20 Rombongan II Asisten : Jovina Febe

description

laporan praktikum lapangan ekologi mangrove

Transcript of Laporan Praktikum Ekologi Mangrove

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI MANGROVE

Oleh :Cikha Farahdiba ImanB1J011157Atika SuryaningsihB1J012022Budi UtamiB1J012096Firda IsdiantoB1J012201HasanB1J012204

Kelompok 20Rombongan IIAsisten : Jovina Febe

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO

2014

2

LEMBAR PENGESAHANLAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI MANGROVE

Oleh:Kelompok 20Rombongan II

Cikha Farahdiba ImanB1J011157Atika SuryaningsihB1J012022Budi UtamiB1J012096Firda IsdiantoB1J012201HasanB1J012204

Laporan ini Disusun untuk Memenuhi Persyaratan Mengikuti Ujian AkhirPraktikum Mata Kuliah Ekologi Mangrove di Fakultas BiologiUniversitas Jenderal SoedirmanPurwokerto

Diterima dan DisetujuiPurwokerto, November 2014Asisten

Jovina Febe BIJ011122

DAFTAR ISIHalamanHALAMAN JUDUL iHALAMAN PENGESAHAN iiDAFTAR ISI iiiDAFTAR TABEL ivDAFTAR GAMBAR vI. PendahuluanA. Deskripsi Lokasi 1B. Maksud dan Tujuan Praktikum 3II. Metode Praktikum 5III. Hasil dan Pembahasan 7DAFTAR REFERENSI31

DAFTAR TABELHalamanTabel 1. Analisis Vegetasi Mangrove Bentuk Pancang pada Stasiun 1 Di Segara Anakan Cilacap25

Tabel 2. Analisis Vegetasi Mangrove Bentuk Semak pada Stasiun 1Di Segara Anakan Cilacap25

Tabel 3. Analisis Vegetasi Mangrove Bentuk Pancang pada Stasiun 2Di Segara Anakan Cilacap26

Tabel 4. Analisis Vegetasi Mangrove Bentuk Semak pada Stasiun 2 Di Segara Anakan Cilacap26

DAFTAR GAMBARHalamanGambar 1. Lokasi stasiun-stasiun di Segara Anakan, Cilacap9Gambar 2. Morfologi Avicennia alba11Gambar 3. Morfologi Aegiceras corniculatum12Gambar 4. Morfologi Rhizophora apiculata13Gambar 5. Morfologi Camptostemon philippinense14Gambar 6. Morfologi Nypa fruticans15Gambar 7. Morfologi Finlaysonia maritima15Gambar 8. Morfologi Bruguiera gymnorrhiza16Gambar 9. Morfologi Ceriops tagal17Gambar 10. Morfologi Ceriops decandra18Gambar 11. Nerita lineata19Gambar 12. Chicoreus capicinus20Gambar 13. Nerita planospira20Gambar 14. Telescopium telescopium21Gambar 15 Certithidea alata.21Gambar 16 Nassarius oliveus22Gambar 17 Grafik dendogram plot 5 m x 5 m28Gambar 18 Grafik dendogram plot 1 m x 1 m29

I. v

II. PENDAHULUANA. Deskripsi LokasiIndonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove merupakan suatu ekosistem yang mempunyai peranan penting ditinjau dari sisi ekologis maupun aspek sosial ekonomi. Hutan mangrove adalah tipe hutan yang ditumbuhi dengan pohon bakau (mangrove) yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove mempunyai fungsi ganda dan merupakan mata rantai yang sangat penting dalam memelihara keseimbangan siklus biologi di suatu perairan (Patang, 2012) Mangrove melakukan beberapa fungsi seperti kontrol genangan, perlindungan dari erosi, badai, banjir, dan kerusakan gelombang, rekreasi dan pariwisata, dan menghasilkan bahan berwujud seperti ikan dan kerang dan hasil hutan (Lignon et al., 2011).Tumbuh-tumbuhan yang hidup di laut beraneka macam, mulai dari tumbuhan tingkat rendah, yaitu jenis flora yang belum dapat dibedakan struktur akar, batang dan daunnya atau sering disebut dengan alga, hingga tumbuhan tingkat tinggi, seperti lamun dan mangrove. Salah satu tumbuhan tingkat tinggi yang mampu beradaptasi dengan lingkungan laut adalah Mangrove, dengan berbagai kelebihannya sehingga tumbuhan ini berfungsi sangat penting bagi ekosistem laut dan ekosistem daratan. Akar mangrove yang ikut dapat menahan arus sehingga dapat mencegah erosi sedimen laut atau disebut juga banteng laut. Kumpulan mangrove bisa menjadi habitat beberapa jenis makhluk air dan bisa juga menjadi makanan bagi para ikan, serta masih banyak kegunaan mangrove (Tomlinson, 1986).Ekosistem mangrove didefinisikan sebagai ekosistem dari pantai berlumpur dan teluk, goba, dan estuari yang didominasi oleh halophyta, yakni tumbuh-tumbuhan yang hidup di air asin, beradaptasi tinggi, yang berkaitan dengan anak sungai, rawa, dan banjiran, besama-sama dengan populasi tumbuh-tumbuhan dan hewan. Hutan mangrove atau mangal adalah sejumlah komunitas tumbuhan pantai tropis dan sub-tropis yang didominasi tumbuhan bunga terestrial berhabitus pohon dan semak yang dapat menginvasi dan tumbuh di kawasan pasang surut (Kitamura et al.,1997). Hutan mangrove disebut juga hutan pasang surut, hutan payau, rawa-rawa payau atau hutan bakau. Istilah yang sering digunakan adalah hutan mangrove atau hutan bakau (White et al., 1989). Kawasan hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang pada lokasi-lokasi yang mempunyai hubungan pengaruh pasang surut yang menggenangi pada aliran sungai yang terdapat di sepanjang pesisir pantai. Sebagai sebuah hutan, hutan mangrove terdiri dari beragam organisme yang juga saling berinteraksi satu sama lainnya. Fungsi fisik dari hutan mangrove diantaranya sebagai pengendali naiknya batas antara permukaan air tanah dengan permukaan air laut ke arah daratan (intrusi), sebagai kawasan penyangga, memacu perluasan lahan dan melindungi garis pantai agar terhindar dari erosi atau abrasi (Tarigan, 2008).Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem paling produktif dan memiliki nilai ekonomi tinggi, antara lain sebagai sumber bahan bangunan, kayu bakar, arang, tanin, bahan pewarna, bahan makanan, bahan obat, serta bahan baku industri, seperti pulp, rayon dan lignoselulosa. Keanekaragaman hayati ekosistem mangrove berpotensi besar untuk menghasilkan produk berguna dimasa depan (bioprospeksi). Tumbuhan obat yang selama ini dimanfaatkan secara tradisional dapat diteliti secara mendalam hingga diperoleh obat modern (Tarigan, 2008).Hutan mangrove mampu melindungi pantai dari abrasi, menjaga intrusi air laut, menahan limbah dari darat dan laut, tempat lahir dan bersarangnya ikan, udang, kerang, burung, dan biota-biota lain, serta berperan dalam ekoturisme dan pendidikan. Namun sejumlah besar area hutan mangrove di dunia telah hilang karena pengambilan kayu, kegiatan pertanian, perikanan, industri, perdagangan, perumahan dan gangguan alam (Nybakken, 1992). Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Luas hutan mangrove di Indonesia pada tahun 1982 sekitar 4.251.100 Ha sedangkan pada tahun 1996 luasnya mengalami penurunan menjadi 3.533.600 Ha. Salah satu kawasan hutan mangrove yang mengalami penurunan luasan dengan cepat adalah di Segara Anakan yang termasuk hutan mangrove yang paling luas di Pulau Jawa. Tahun 1930 luas kawasan hutan mangrove Segara Anakan adalah 35.000 Ha dengan kondisi yang sangat baik, tetapi saat ini tinggal 12.000 Ha dan sekitar 5.600 Ha dalam kondisi terganggu. Salah satu kawasan hutan mangrove yang terdapat di Segara Anakan yang kondisinya masih cukup baik hingga saat ini adalah yang terdapat di Desa Ujung Alang seluas 3.428 Ha. Masa lalu luas hutan mangrove di Segara Anakan mencapai 15,145 Ha atau bahkan 21.500 Ha. Pada masa kini luasnya sulit diperdiksi akibat tingginya sedimentasi hingga terbentuk dataran-dataran baru yang diinvasi mangrove, serta banyaknya perubahan peruntukan area vegetasi mangrove lama (Kitamura et al., 1997). Segara Anakan merupakan suatu ekosistem hutan mangrove yang unik dan langka terletak diantara pantai selatan Jawa dan pulau Nusakambangan. Segara Anakan menerima endapan yang sangat besar yang dibawa bersama air sungai tersebut. Setiap tahun sekitar 3.000.000 m3 endapan dari sungai tersebut diendapkan di Segara Anakan. Akibat dari pengendapan sungai, luas dari Segara Anakan terus berkurang. Ekosistem perairan Segara Anakan yang terdiri dari perairan payau dan hutan mangrove disertai endapan yang berasal dari sungai-sungai menjadikan perairan ini kaya akan nutrien, sehingga Segara Anakan kaya akan sumberdaya perikanan seperti ikan, udang, kepiting dan berbagai jenis kerang. Nutrien dan larva dari berbagai jenis organisme air yang terdapat di Segara Anakan merupakan mata rantai pangan (food chain) bagi sumberdaya perikanan yang ada di Samudera Hindia (Ajithkumar et al., 2008).Segara Anakan yang berada di bagian belakang Pulau Nusa Kambangan dan untuk mencapainya bisa menggunakan perahu nelayan kecil atau compreng Perjalanan sekitar 3 jam dari hulu hingga ke hilir. Hutan bakau mulai terlihat ketika memasuki sungai kecil. Saat ini Segara Anakan dikelola ke dalam 11 zone peruntukan, antara lain : protection zone, reserve, forest, development, agriculture, human settlement, aquatic, ministry of justice (berhubungan dengan LP Nusa Kambangan), dan marine zone. Mangrove banyak didefinisikan oleh beberapa ahli, namun secara umum mangrove merupakan suatu komunitas yang berada di daerah pasang surut, secara periodik (Giesen, 2006).

B. Maksud dan Tujuan PraktikumBerdasarkan latar belakang yang dijelaskan, maksud dan tujuan dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut :a. Identifikasi Vegetasi Mangrove (Sampel tumbuhan mangrove)1. Mengidentifikasi beberapa spesies tumbuhan berbagai familia di lingkungan mangrove Segara Anakan.2. Mengetahui bagian-bagian morfologi khas tumbuhan mangrove dari berbagai familia di lingkungan mangrove Segara Anakan.b. Identifikasi Makrobenthos Ekosistem Mangrove (Sampel makrobentos mangrove)1. Mengetahui keanekaragaman spesies makrobenthos yang hidup di ekosistem mangrove Segara Anakan2. Mengetahui karakter morfologi makrobenthos sebagai dasar identifikasi.c. Ekosistem Analisis VegetasiMengetahui struktur, komposisi, dan distribusi tumbuhan mangrove di Segara Anakan, melalui densitas, frekuensi, distribusi, nilai penting, indeks diversitas dan indeks similaritas.d. Ekosistem Analisis ClusterMengetahui keankaragaman tumbuhan mangrove pada masing-masing plot dengan menggunakan software Primer-E.e. Pembuatan Herbarium KeringMengetahui cara membuat spesimen vegetasi mangrove dari lokasi praktikum.

III. METODE PENELITIANA. Alat dan Bahan Identifikasi Vegetasi MangroveAlat dan bahan yang digunakan adalah herbarium kering berbagai macam tumbuhan mangrove, buku gambar, penggaris, kamera, dan alat tulis. Identifikasi Gastropoda Ekosistem MangroveAlat dan bahan yang digunakan adalah awetan berbagai spesies gastropoda ekosistem mangrove, buku gambar, penggaris, kamera, dan alat tulis. EkosistemAnalisis VegetasiAlat dan bahan yang digunakan adalah toples plastik, plastik besar, meteran baju, tali rafia untuk plot 10 m x 10 m, 5 m x 5 m dan 1 m x 1 m, alat tulis, kertas kalkir, papan untuk menulis, alkohol 40%, buku identifikasi mangrove dan kamera.Analisis ClusterAlat dan bahan yang digunakan software Ms. Excel, software PRIMER dan buku identifikasi gastropoda. Pembuatan Herbarium KeringAlat dan bahan yang digunakan yaitu karton atau duplek, kertas koran, sasak dari bambu atau tripleks, sampel tanaman (Bruguiera gymnorhiza dan Sciphyphora hydrophyllacea), dan alat tulis.

B. Metode Identifikasi Vegetasi MangroveSpesimen kering tumbuhan mangrove diamati dan dicatat sifat-sifat morfologinya, didokumentasi, serta digambar. Identifikasi Gastropoda Ekosistem MangroveSpesimen kering gastropoda mangrove diamati dan dicatat sifat-sifat morfologinya, didokumentasi, serta digambar. EkosistemAnalisis VegetasiSampling vegetasi dilakukan dengan metode plot kuadrat, dimana setiapstasiun dibuat tiga ulangan pada lokasi yang paling tinggi tingkat keanekaragaman spesiesnya (acak). Ukuran plot kuadrat adalah 10X10 m2 untuk pohon, 5X5 m2 untuk semak dan 1X1 m2 untuk seedling (< 50 cm) dan herba. Diamati tumbuhan magrove serta gastropod yang ada. Untuk gastropod diambil 1 jenis dari spesies dan disimpan dalam toples yang berisi alkohol kemudian diidentifikasi di laboratorium. Sedangkan untuk tumbuhan, tiap plot pada semua ulangan dicatat spesiesnya, diukur keliling batangnya dan jumlah dari masing-masing spesies. Dihitung individu setiap spesies pada setiap plot kuadrat dihitung untuk menentukan densitas, frekuensi, distribusi, nilai penting, indeks diversitas dan indeks similaritas.

1. Kerapatan

2. Kerapatan Relatif (KR)

3. Frekuensi

4. Frekuensi Relatif

5. Dominansi

6. Dominansi Relatif

7. Nilai Penting (pohon dan pancang)

8. Nilai Penting (semai dan semak,herba) Analisis Cluster1. Data disiapkan dalam bentuk excel 97-2003 log book.2. Buka software Primer-E, cari file dengan cara mengubah type file menjadi All file dan pilih data yang sudah disimpan dnegan bentuk excel.xlx.3. Kemudian pada jendela yang muncul pilih sheetnya (letak data pada sheet yang akan digunakan) dan pada pilihan type data pilih sample data. Kemudian centang semua kolom, pilih sample as column dan pilih zero. Tekan ok.4. Setelah muncul data, pilih analysisfree treatmenttransfer of alldivers (untuk mengetahui keragaman tiap stasiun).5. Setelah muncul data lagi, pilih analysisresemblacesamplebray curetis dan ok.6. Untuk memunculkan dendogram pilih analysisclusterok. Pembuatan Herbarium Kering1. Kumpulkan bagian tumbuhan secara lengkap, yaitu akar, batang, daun dan bunga dari tumbuhan mangrove yang telah ditentukan. Tumbuhan yang berukuran kecil dapat diambil seluruhnya secara lengkap. Tumbuhan berukuran besar cukup diambil sebagian saja, terutama ranting, daun, dan jika ada buah dan bunganya.2. Semprotlah seluruh bagian tumbuhan tersebut dengan alkohol 70% untuk mencegah pembusukan oleh bakteri dan jamur.3. Atur dan letakkan bagian tumbuhan di atas koran. Daun hendaknya menghadap ke atas dan sebagian menghadap ke bawah. Agar posisinya baik, dapat dibantu dengan mengikat tangkai atau ranting dengan benang.4. Tutup lagi dengan koran dan dapat dibuat beberapa lapisan.5. Terakhir tutup lagi dengan koran, lalu jepit kuat-kuat dengan kayu atau bamboo, ikat dengan tali. Hasil ini disebut spesimen.6. Simpan spesimen di tempat kering dan tidak lembab.Catatan : Di udara lembab, spesimen dijemur di bawah terik matahari atau dioven. Secara periodik gantilah kertas koran yang lembab atau basah dengan yang kering beberapa kali. Kertas yang lembab dapat dijemur untuk digunakan beberapa kali. Jangan menjemur dengan membuka kertas koran yang menutupinya. Menjemur spesimen tidak boleh terlalu lama sebab proses pengeringan yang terlalu cepat hasilnya kurang baik.7. Jika telah kering, ambil spesimen tumbuhan dan tempelkan di atas kertas karton ukuran 32 48 cm. Caranya harus pelan-pelan dan hati-hati. Bagian-bagian tertentu dapat diisolasi agar dapat melekat pada kertas herbarium.8. Buatlah tabel yang memuat : nama kolektor, nomor koleksi (jika banyak), tanggal, nama spesimen (ilmiah, daerah), nama suku atau familia dan catatan khusus tentang bunga, buah atau ciri lainnya.9. Tutup herbarium dengan plastik.

IV. HASIL DAN PEMBAHASANMenurut Ardli (2013) luas mangrove di Segara Anakan pada tahun 2012 sebesar 8.000 Ha. Hal itu sebagai salah satu indikasi telah terjadi penurunan luas mangrove sebesar 1.284 Ha dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan luas mangrove disebabkan oleh faktor alam dan aktivitas manusia. Kondisi di lapangan menunjukkan banyaknya aktivitas manusia yang sangat membahayakan keberadaan dari hutan mangrove, diantaranya illegal logging, perubahan tata guna lahan, polusi dan tingginya sedimentasi hingga terbentuk daratan-daratan baru. Oleh karena itu pihak terkait diharapkan semakin meningkatkan pengawasan dan sosialisasi terkait pentingnya menjaga kelestarian hutan mangrove.Hutan mangrove di Segara Anakan dapat tumbuh subur dikarenakan pada wilayah tersebut merupakan muara dari sungai-sungai yang cukup besar, diantaranya Sungai Citanduy, Sungai Cimeneng, Sungai Cibeureum, Sungai Sapu Regel, Sungai Donan dan sebagainya. Oleh karena itu, pertemuan air tawar yang berasal dari sungai - sungai tersebut dan air asin yang berasal dari samudera Hindia menyebabkan kawasan tersebut sebagai suatu kawasan air payau. Dengan keadaan yang seperti di atas memungkinkan vegetasi mangrove tumbuh dengan subur yang menyebabkan terbentuknya hutan mangrove (Ardli et al., 2008)

Gambar 1. Lokasi stasiun-stasiun di Segara Anakan, CilacapKeberadaan mangrove di Segara Anakan yang beraneka ragam membentuk suatu komunitas mangrove tentunya tidak terlepas dari beragamnya kondisi lingkungan yang mempengaruhi daerah tersebut sehingga hanya mangrove jenis-jenis tertentu yang dapat bertahan dan membentuk suatu koloni. Hal tersebut telah diungkapkan oleh Kennish (1990) bahwa suhu, salinitas, pasang surut dan jenis substrat mempengaruhi jenis mangrove yang ada. Kitamura et al., (1997) menjelaskan bahwa A. marina tumbuh subur di daerah yang berlumpur dan sangat toleran terhadap salinitas yang tinggi. Chapman (1976) mengatakan bahwa Avecinnia spp. merupakan jenis pionir di bagian depan yang menghadap ke laut dan dapat mentoleransi salinitas hingga 35 ppt, hal tersebut juga nampak pada ke enam stasiun pengamatan yang ada di lokasi penelitian yang menunjukan bahwa Avecinnia sangat mendominasi pada daerah yang menghadap langsung kearah laut.Setelah zonasi A. Marina selanjutnya terbentuk zonasi S. caeseolaris. Hal ini diduga karena salinitas yang semakin kecil kearah daratan serta adanya aliran sungai. Hal tersebut seperti yang dikatakan oleh Chapman (1976) dan Kitamura et al., (1997) yang mengatakan bahwa S. caeseolaris dapat tumbuh dengan baik di daerah yang bersalinitas rendah dengan aliran air tawar. Bila zonasi di bagian depan yang manghadap pantai tersusun atas Avicennia, Sonneratia maupun Rhyzophora namun pada zona di bagian tengah disusun atas Aegiceras corniculatum, R. apiculata, Avicennia dan Nypa fruticans.Berdasarkan hasil praktikum kelompok 20 rombongan II ditemukan enam jenis tumbuhan mangrove pada stasiun 1 dan 2 di Segara Anakan, yaitu: Avicennia albaKlasifikasi dari Avicennia alba menurut Noor (1999), adalah :Kingdom: Plantae Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua atau dikotil)Ordo: ScrophularialesFamili: Acanthaceae Genus: AvicenniaSpesies: Avicennia alba Blume

Gambar 2. Morfologi Avicennia albaAvicennia alba memiliki nama lokal unimorf (Sarbei-Bintuni), api-api, sia-sia. Avicennia alba berupa pohon dengan ketinggian mencapai 26 m, memilki akar nafas yang ditutupi oleh lentisel berbentuk seperti pensil. Diameter batang mencapai 40 cm. Kulit kayu luar berwarna keabu - abuan atau gelap kecoklatan. Sedangkan kulit dalam berwarna krem. Umumnya ditemukan di daerah berlumpur, tepi sungai, daerah kering. Avicennia alba memiliki kisaran toleran terhadap salinitas yang sangat tinggi pada ketinggian 0 2 m dpl (Noor et al., 2006).Avicennia alba memiliki letak daun tunggal dan bersilang berbentuk lanset sampai elips dengan ujung daun runcing. Panjang daun 6 - 12 cm, lebar 2,5 -5 cm. Pangkal daun berbentuk acute atau cuneate. Permukaan daun atas berwarna hijau tua keputihan sedangkan bagian bawah berwarna abu-abu atau keperakan. Panjang tangkai daun 1,2 cm (Noor et al., 2006). Avicennia alba memiliki tipe bunga spike, opposite, kecil-kecil, 10 bunga dengan panjang 5 mm, lebar 2 - 3 mm. Panjang tangkai bunga 0.5 - 2 cm. Calyx berwarna hijau dengan warna petal kuning kecoklatan. Benang sari Avicennia alba berwarna kuning. Avicennia alba mempunyai buah berbentuk seperti cabe atau biji jambu mete dengan warna kulit buah hijau kekuningan, permukaan buah berbulu halus, dan berukuran 1,5 2,0 cm. Tipe atau bentuk buah capsular (kotak). Kulit berwarna hijau kekuningan yang diselubungi oleh bulu halus yang pendek (Kitamura et al., 1997). Aegiceras corniculatumSemak atau pohon kecil yang selalu hijau dan tumbuh lurus dengan ketinggian pohon mencapai 6 m. Akar menjalar di permukaan tanah. Kulit kayu bagian luar abu-abu hingga coklat kemerahan, bercelah, serta memiliki sejumlah lentisel. Aegiceras corniculatum memiliki nama local yaitu teruntun, gigi gajah, perepat tudung, perpat kecil, tudung laut, duduk agung, teruntung. Klasifikasi dari spesies ini menurut Noor (1999), adalah :Kingdom: PlantaeSubkingdom: TracheobiontaSuper Divisi: SpermatophytaDivisi: MagnoliophytaKelas: MagnoliopsidaSub Kelas: DilleniidaeOrdo: Primulales

Gambar 3. Morfologi AegicerascorniculatumFamili: Myrsinaceae Genus: AegicerasSpesies: Aegiceras corniculatumDaun berkulit, terang, berwarna hijau mengkilat pada bagian atas dan hijau pucat di bagian bawah, seringkali bercampur warna agak kemerahan. Kelenjar pembuangan garam terletak pada permukaan daun dan gagangnya. Unit dan Letakmya sederhana & bersilangan. Bentuk daun bulat telur terbalik hingga elips dengan ujung membundar. Ukurannya 11 x 7,5 cm. Dalam satu tandan terdapat banyak bunga yang bergantungan seperti lampion, dengan masing-masing tangkai atau gagang bunga panjangnya 8-12 mm terletak di ujung tandan atau tangkai bunga dengan formasi payung. Daun Mahkota sebanyak 5 berwarna putih, ditutupi rambut pendek halus dengan ukuran 5-6 mm. Buah berwarna hijau hingga merah jambon (jika sudah matang), permukaan halus dan membengkok seperti sabit. Dalam buah terdapat satu biji yang membesar dan cepat rontok dengan ukuran panjang 5-7,5 cm dan diameter 0,7 cm. Penyebaran di berbagai belahan dunia yakni Sri Lanka, Malaysia, seluruh Indonesia, Papua New Guinea, Cina selatan, Australia dan Kepulauan Solomon (Noor et al., 2006). Rhizophora apiculataRhizophora apiculata memiliki nama lokal: parai (Sarbei, Bintuni), kajang-kajang, tokei (Palopo), bakao (Makasar), bakau bini (Tarakan), bakau (Riau), tongke kecil (Ambon), mangi-mangi (Sorong), bakau leutik, bakau kacang, bakau putih, tanjang wedok, tokei, tongke busar, lalano, wako (Noor et al., 2006). Klasifikasinya menurut Noor (1999), adalah :Kingdom: Plantae Subkingdom: Tracheobionta Super Divisi: Spermatophyta Divisi: Magnoliophyta Kelas: Magnoliopsida Sub Kelas: RosidaeOrdo: MyrtalesFamili: Rhizophoraceae

Gambar 4. Morfologi Rhizophora apiculataGenus: RhizophoraSpesies: Rhizophora apiculataPohon dengan ketinggian mencapai 35 m dengan diameter batang mencapai 55 cm. Kulit kayu berwarna abu abu cabang. Sistem perakarannya akar tunjang. Kulit bagian luar berwarna abu-abu tua, atau hitam, kasar, sedangkan kulit dalam berserabut, berwarna merah (Noor et al., 2006). Permukaan atas daun berwarna hijau sedangkan bagian bawah daun berwarna hijau kekuningan, memiliki bintik hitam kecil yang menyebar di seluruh permukaan bawah daun. Letak daun tunggal dan bersilangan berbentuk elips menyempit, ujung daun tajam dengan panjang 11-17 cm, lebar 5 - 8 cm. Panjang tangkai 1-3 cm. Bunga berwarna putih, kelopak berwarna kuning kehijauan, di bagian luar hijau kemerahan. Calyx berwarna hijau, kuning sampai kemerahan. Petal berwarna hijau kekuningan sampai putih. Buah bersifat vivipari, berbentuk hipokotil. Hipokotil berbintil dengan panjang mencapai 30 cm, diameter 1,5 - 2 cm. Warna kulit buah hijau hingga coklat. Calyx tidak luruh (Kitamura et al., 1997). Umumnya di tanah berlempung, daerah muaran sungai, dan berhumus dengan aerasi yang baik (Noor et al., 2006). Camptostemon philippinenseklasifikasi spesies ini menurut Noor (1999) adalah :Kingdom: PlantaePhylum: TracheophytaClass: MagnoliopsidaOrder: MalvalesFamily: BombacaceaeGenus: Camptostemon

Gambar 5. Morfologi Camptostemon philippinenseSpesies: CamptostemonphilippinenseTumbuhan ini berkayu lunak, berupa semak atau pohon yang selalu hijau, kadang-kadang memiliki ketinggian hingga 30 m. Kulit kayu berwarna abu-abu dan memiliki celah/retakan longitudinal serta pangkal batang yang bergalur. Akar tersebar di sepanjang permukaan tanah, dan memiliki akar nafas yang menonjol. Permukaan daun bersisik, sederhana, bersilangan, bentuk lanset-elips, dengan ujung membundar, pangkalnya sempit. Ukuran daunnya sekitar 6-9 x 2-4 cm. Daun mahkota bunga berwarna putih, bersisik dan ditutupi oleh rambut pendek terletak di ketiak daun dan batang. Pada bunga terdapat 5 buah benang sari. Bentuk buah bundar berbentuk kapsul, bersisik, dan memiliki daun kelopak bunga dan kelopak tambahan yang berurutan. Buah terdiri dari 2 biji berbulu padat dengan panjang buah 1 cm, panjang biji 9 mm. Menurut Tomlinson (1986), kulit kayu dari jenis ini bersisik dan tanpa celah atau retakan. Nypa fruticansNypa fruticans memiliki nama setempat seperti nipah, tangkal daon, buyuk, lipa. Pohon ini memiliki tinggi mencapai 4-9 m. Batang terdapat di bawah tanah, kuat dan menggarpu. Daunnya seperti susunan daun kelapa. Panjang tandan/gagang daun antara 4-9 m. Terdapat 100-120 pinak daun pada setiap tandan daun. Daun berwarna hijau mengkilat di permukaan bagian atas dan berserbuk di bagian bawah. Bentuk daun lanset tanpa duri. Ujung daun meruncing. Ukuran daun 5-8 cm. Nypa fruticans tidak memilki akar udara. Nypa fruticans tumbuh berdekatan, seringkali membentuk komunitas murni di sepanjang tepi sungai. Tandan bunga biseksual, tumbuh dari dekat puncak batang pada gagang sepanjang 1-2 m. Bunga betina membentuk kepala melingkar berdiameter 25-30 cm. Bunga jantan kuning cerah, terletak di bawah kepala bunganya (Kitamura et al., 1997). Buah berbentuk bulat, berwarna coklat, kaku dan berserat. Pada setiap buah terdapat satu biji berbentuk telur. Ukuran buah berdiameter mencapai 45 cm. Diameter biji 4-5 cm. Tumbuh pada substrat yang halus, pada bagian tepi laut (Noor et al., 2006). Klasifikasi menurut Noor (1999) adalah sebagai berikut :Kingdom: Plantae Subkingdom: TracheobiontaSuper Divisi: Spermatophyta Divisi: Magnoliophyta Kelas: Liliopsida Sub Kelas: ArecidaeOrdo: ArecalesFamili: Arecaceae

Gambar 6. Morfologi Nypa fruticansGenus: NypaSpesies: Nypa fruticans Finlaysonia maritimaKlasifikasi spesies ini menurut Noor (1999) adalah sebagai berikut :Kingdom: Plantae Phylum: MagnoliophytaClass: MagnoliopsidaSubclass: LamiidaeSuperorder: GentiananaeOrder: GentianalesFamily: Asclepiadaceae

Gambar 7. Morfologi Finlaysonia maritimaGenus: FinlaysoniaSpesies: Finlaysonia maritima Nama lokalnya adalah basang siap. Tumbuhan ini merupakan pemanjat atau perambat berkayu, mengandung getah berwarna putih. Anatomi daunnya tebal berdaging, warna hijau cerah, sederhana dan berlawanan. Daunnya berbentuk elips hingga bulat telur terbalik dengan ujung membundar. Ukuran: 8-13 x 3,5-5 cm. Bunganya berwarna putih dan merah muda, panjangnya sekitar 0,7 1,0 cm. Buahnya berbentuk seperti kapsul atau seperti kantung perut ayam dengan ukuran 7-8 x 2,5-3,5 cm. Dijumpai pada kawasan mangrove yang terbuka, kadang-kadang dijumpai lebih ke arah pantai (Noor et al., 2006). .Bruguiera gymnorrhizaBruguiera gymnorrhiza memiliki nama lokal yaitu sarau (Sarbei-Bintuni), tokke-tokke tancang , tokke, mutut besar, tumu, tongke kecil, mangi-mangi , kandeka, tanjang, lindur, tanjang merah, salak-salak, totongke, tancang, tumu, tanjang putut, wako, bako, bangko. Pohon Bruguiera gymnorrhiza mempuyai ketinggian mencapai 36 m. Kulit kayu memilki berwarna abu - abu tua hingga coklat dan terdapat lentisel. Bruguiera gymnorrhiza memiliki jenis akar lutut. Diameter batang mencapai 60 cm. Kulit luar berwarna abu-abu, abu-abu kehitaman, coklat tua atau hitam sedangkan kulit dalam berwarna merah muda, merah atau coklat kemerahan (Noor et al., 2006). Klasifikasi spesies ini menurut Noor (1999) adalah :Kingdom: Plantae Divisi: Magnoliophyta Kelas: Magnoliopsida Sub Kelas: RosidaeOrdo: Myrtales

Gambar 8. Morfologi Bruguiera gymnorrhizaFamili: Rhizophoraceae Genus: BruguieraSpesies: Bruguiera gymnorrhizaDaun berwarna hijau. Letak daun tunggal berbentuk elips dengan ujung daun meruncing Tata daun Bruguiera gymnorrhiza berbentuk opposite. Panjang daun 10 - 22 cm, lebar 6 - 8 cm. Pangkal daun berbentuk cuneate atau obtuse. Permukaan daun atas berwarna hijau sampai hijau tua sedangkan permukaan bawah berwarna hijau kekuningan. Panjang tangkai daun sekitar 3 - 5 cm, berwarna coklat sampai coklat kehijauan. Berbunga lebar, tunggal, letaknya di ketiak daun, mahkota berwarna putih sampai coklat, kelopak berjumlah 10 - 14 helai. Bunga berwarna merah, dengan panjang 3 5 cm dan terdapat 3 tangkai benang sari. Calyx kemerahan. Petal berwarna putih sampai hijau kekuningan. Buahnya berbentuk silinder (hipokotil). Hipokotil agak berlekuk, warnanya hijau-coklat, dengan panjang mencapai 25 cm. Kelopak menyatu saat jatuh, warna kulit buah hijau dengan bercak coklat, permukaan buah licin. Umumnya tumbuh subur di zona mangrove bagian tengah sampai bagian belakang atau darat pada ketinggian 0 2 m dpl (Noor et al., 2006). Ceriops tagalCeriops tagal memiliki nama lokal yaitu parum (Sarbei, Bintuni), tengah, mentigi, tingi,tengal, tengar, tinci, lonro, tengoh band-gangi, mange darat, tanger, wanggo, lindur.Pohon dengan ketinggian mencapai 25 m. Kulit kayu berwarna coklat kadang-kadang berwarna abu-abu, dan memiliki akar lutut. Batang licin, dasarnya berlapis. Kulit bagian luar berwarna abu-abu, coklat keabu-abuan sampai kemerahan, sedangkan kulit dalam berwarna merah muda (Noor et al., 2006). Klasifikasi spesies ini menurut Noor (1999) adalah :Kingdom: PlantaeSubkingdom: TracheobiontaDivisi: MagnoliophytaKelas: MagnoliopsidaSub Kelas: RosidaeOrdo: MyrtalesFamili: Rhizophoraceae

Gambar 9. Morfologi Ceriops tagalGenus: CeriopsSpesies: Ceriops tagalDaun berwarna hijau mengkilap dan memiliki tepi daun yang melingkar ke dalam. Letak daun tunggal dan bersilangan berbentuk telur sungsang dengan ujung daun membundar. Panjang daun mencapai 4 - 11 cm, lebar 2 - 7 cm. Permukaan daun bagian atas berwarna hijau atau hijau kekuningan sedangkan bagian bawah berwarna hijau kekuningan. Panjang tangkai daun mencapai 1,5 - 2 cm. Ceriops tagal memiliki tipe bunga cyme. Calyx berwarna krem sampai kuning kehijauan dengan petal berwarna putih dan coklat. Bentuk buah silinder (hipokotil) berbintil, berkulit halus agak menggelembung dan pendek, ujung tajam, warna kulit buah hijau hingga coklat, leher kotiledon berwarna merah gelap saat masak dengan panjang dapat mencapi 15 cm, lebar 1 cm. Calyx tidak luruh dan melengkung ke belakang atau atas (ke arah tangkai buah). Umumnya di daerah dalam dekat perbatasan dengan hutan tanah kering dan daerah salinitas tinggi pada ketinggian 0 3 m dpl (Kitamura et al., 1997). Ceriops decandraCeriops decandra memiliki nama local yaitu parum (Sarbei, Bintuni), kenyongyong, tingi, tengar, tinci, luru. Ceriops decandra memiliki diameter mencapai 35 cm. Tinggi pohon mencapai 17 m. Sistem perakarannya berupa akar lutut. Kulit batang bagian luar berwarna kuning kecoklatan atau coklat kemerahan sedangkan kulit dalam berwarna merah muda (Noor et al., 2006). Klasifikasi spesies ini menurut Noor (1999) adalah sebagai berikut :Kingdom: Plantae Super Divisi: Spermatophyta Divisi: Magnoliophyta Kelas: Magnoliopsida Sub Kelas: RosidaeOrdo: MyrtalesFamili: Rhizophoraceae

Gambar 10. Morfologi Ceriops decandraGenus: CeriopsSpesies: Ceriops decandraLetak daun tunggal dan bersilangan berbentuk telur sungsang dengan ujung daun membundar. Panjang daun 9 - 12 cm dan lebar 3 - 5 cm. Permukaan daun bagian atas berwarna hijau sampai hijau kekuningan sedangkan bagian bawah berwarna hijau kekuningan. Panjang tangkai 1,5 cm. Ceriops decandra memiliki tipe bunga cyme. Calyx berwarna krem dengan petal berwarna putih dan coklat. Buah bersifat vivipari, berbentuk hipokotil, calyx tidak luruh dan melengkung ke depan (ke arah ujung buah). Hipokotil berbintil (karena ada lenti sel), berwarna hijau, panjang mencapai 15 cm, lebar 8 mm (Kitamura et al., 1997). Tempat tumbuh Ceriops decandra umumnya di daerah dalam dekat perbatasan dengan hutan tanah kering (Noor et al., 2006).Dalam praktikum ekologi mangrove ini, selain mengetahui tentang jenis-jenis vegetasi mangrove yang ada di Segara Anakan Cilacap, kita juga mengidentifikasi makrobenthos yang ada di sekitar lingkungan mangrove Segara Anakan yang dilakukan di laboratorium pengajaran 1 dengan bantuan buku identifikasi makrobenthos, makrobenthos yang di dapat oleh kelompok 20 rombongan 2 adalah sabagai berikut : Nerita lineata 33

Klasifikasi dari Nerita lineata menurut (Karmana, 2011) adalah :Kingdom: AnimaliaPhylum : Mollusca Classis : Gastropoda Ordo : Arcaeogastropoda Familia : Neritidae Genus : NeritaSpecies : Nerita lineata

Gambar 11. Nerita lineataNerita adalah genus dari siput laut dengan insang dan operkulumnya satu buah, moluska gastropoda laut yang termasuk dalam keluarga Neritidae. Nerita lineata dapat ditemukan dalam tandan keluar dari air pada celah-celah di bebatuan maupun menempel pada dahan pohon mangrove. Siput ini paling aktif pada malam hari. Ciri khas dari Nerita lineata ialah cangkangnya hitam dengan garis spiral halus. Nama spesies ini berarti "gelap gulita" (Karmana, 2011)Cangkang tebal secara luas bulat telur atau bulat, memiliki permukaan halus. Sisi perut memiliki kalus columellar besar atau dinding parietal. Kalus menunjukkan pustula kecil. Aperture dan tepi columella yang biasanya dentate dengan gigi halus atau kuat. Operkulum calcareus tebal dan biasanya halus atau dengan struktur granular. Whorls ditutupi dengan tali spiral yang kuat. Distribusi Nerita lineata melimpah di hutan mangrove dan pantai berbatu di zona splash di atas permukaan air (Karmana, 2011). Chicoreus capucinusKlasifikasi Chicoreus capucinus menurut (Karmana, 2011) adalah:Kingdom: Animalia Phylum: Mollusca Classis: Gastropoda Ordo : Neogastropoda Familia: MuricidaeGenus: ChicoreusSpecies: Chicoreus capucinusGambar 12. Chicoreus capicinusChicoreus capucinus merupakan gastropoda yang memilik cangkang cukup tebal dan berat, pada permukaannya terdapat tiga buah rusuk yang bergerigi serta alur-alur melintang. Mulut cangkang membulat dengan sifonsempit serta pada pinggir luar mulut terdapat gerigi. Kelompok moluska ini dikenal sebagai keong pengebor dan predator bagi moluska bivalvia dengan cara melubangi cangkang melalui proses pelarutan dan melalui probocisnya tubuh korban dihisap. Hidup mengelompok pada pangkal pohon atau lapukan kayu yang basah (Karmana, 2011). Nerita planospiraGastropoda ini memiliki cangkang spiral mengurucut dan permukann axial lines. Mulut cangkang membulat sifon sempit serta pada pinggir luar mulut terdapat gerigi. Hidup mengelompok pada pangkal pohon, lapukan kayu yang basah, akar pohon, dan substrat berlumpur. Klasifikasi dari Nerita planospira menurut Chemnitz (1774) :Kingdom: AnimaliaPhylum: MolluscaKelas : GastropodaOrdo : ArchaeogastropodaFamili: Neritidae Genus: NeritaSpesies : Nerita planospira Gambar 13. Nerita planospira Telescopium telescopiumTelescopium telescopium merupakan salah satu jenis Gastropoda yangbanyak hidup di air payau atau hutan manggrove yang didominasi oleh pohon bakau. Maka dari itu banyak orang menyebutnya sebagai keong bakau, panjang umum biasanya 11 cm dan dapat mencapai 15 cm. Cangkangnya berbentuk kerucut, panjang, dan agak mendatar pada bagian dasarnya. Warna cangkang coklat keruh, coklat keunguan dan coklat kehitaman, lapisan luar cangkang dilengkapi dengan garis-garis spiral yang sangat rapat dan mempunyai jalur-jalur melengkung kedalam. Klasifikasi Telescopium telescopium menurut Karmana (2011) adalah sebagai berikut :

Kindom: Animalia Phylum: MoluscaClass: GastropodaOrdo: MesogastropodaFamili: Potamididae Genus: Telescopium Spesies: Telescopium telescopium

Gambar 14. Telescopium telescopium Cerithidea alata

Klasifikasi dari Cerithidea alata menurut Dautzenberg (1899) adalah sebagai berikut:Kingdom: AnimaliaPhylum: MolluscaClassis: GastropodaOrdo: MesogastropodaFamily: PotamididaeGenus: CerithideaSpecies: Cerithidea alata

Gambar 15. Certithidea alata

Hewan ini merupakan anggota dari kelas Gastropoda karena memilik cangkang tunggal yang terpilin membentuk spiral. Otot pada bagian ventral tubuh berperan sebagai kaki atau alat gerak. Berlokomosi dengan cara merayap menggunakan kaki. Tektur cangkangnya kasar. Ukurannya sekitar 2 cm. Warna cangkangnya bervariasi, ada yang berwarna hitam atau coklat. Mempunyai putaran dextral. Mulut cangkang berbentuk contong dan bagian puncak lancip. Habitatnya di perairan laut, biasanya menempel pada permukaan kayu atau batu karang (Dautzenberg, 1899). Nassarius olivaceusUkuran Nassarius olivaceus mencapai 3-4 cm. Kebanyakan spesies dalam genus ini ditemukan di daerah pesisir pantai. Cangkang kerucut, halus dengan spiral berbentuk gunung. Warna coklat dengan warna hijau pudar serta batas spiral di sekitar cangkang. Tubuh kemerah-merahan atau agak merah muda dengan bintik gelap dan sisi gelap pada kaki. Penutup tipis berwarna jingga tua, siphon yang sangat panjang dan tentakel pendek. gastropoda ini gemar bersembunyi, tepatnya di bawah pasir dengan siphonnya yang mencuat keluar. Klasifikasi Nassarius olivaceus menurut Karmana (2011) adalah sebagai berikut:

Kingdom:AnimaliaPhylum:MolluscaClass:GastropodaOrdo:SorbeoconchaFamily:NassariidaeGenus:NassariusSpesies:Nassarius olivaceus

Gambar 16. Nassarius oliveus

Mangrove merupakan perpaduan antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove. Mangrove banyak didefinisikan oleh beberapa ahli, namun secara umum mangrove merupakan suatu komunitas yang berada di daerah pasang surut, secara periodik. Umumnya mangrove dapat ditemukan di seluruh kepulauan Indonesia. Mangrove dalam distribusinya terpetak-petak artinya setiap spesies mangrove terdistribusi secara tertentu (Giesen, 2006). Tumbuhan mangrove memiliki kemampuan khusus untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang ekstrim, seperti kondisi tanah yang tergenang, kadar garam yang tinggi serta kondisi tanah yang kurang stabil. Dengan kondisi lingkungan seperti itu, beberapa jenis mangrove mengembangkan mekanisme yang memungkinkan secara aktif mengeluarkan garam dari jaringan (Noor et al., 2006).Mangrove mempunyai berbagai fungsi. Fungsi fisiknya yaitu untuk menjaga kondisi pantai agara tetap stabil, melindungi tebing pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya abrasi dan intrusi air laut, serta sebagai perangkap zat pencemar. Kemampuan mangrove untuk mengembangkan wilayahnya ke arah laut merupakan salah satu peran penting mangrove dalam pembentukan lahan baru. Akar mangrove mampu mengikat dan menstabilkan substrat lumpur, pohonnya mengurangi energi gelombang dan memperlambat arus, sementara vegetasi secara keseluruhan dapat memerangkap sedimen (Karmana, 2011).Vegetasi mangrove secara khas memperlihatkan adanya pola zonasi, hal tersebut berkaitan erat dengan tipe tanah (lumpur, pasir atau gambut), keterbukaan (terhadap hempasan gelombang), salinitas serta pengaruh pasang surut. Sebagian besar jenis-jenis mangrove tumbuh dengan baik pada tanah berlumpur, terutama di daerah dimana endapan lumpur terakumulasi. Kondisi salinitas sangat mempengaruhi komposisi mangrove. Berbagai jenis mangrove mengatasi kadar salinitas dengan cara yang berbeda-beda. Beberapa diantaranya secara selektif mampu menghindari penyerapan garam dari media tumbuhnya, sementara beberapa jenis yang lainnya mampu mengeluarkan garam dari kelenjar khusus pada daunnya (Teas, 1983). Menurut Indriyanto (2006) bahwa Parameter kuantitatif yang digunakan untuk analisis vegetasi anatara lain densitas, frekuensi, luas penutupan, indeks nilai penting, perbandingan nilai penting, indeks dominansi, indeks keanekaragaman, indeks kesamaan, dan homogenitas suatu komunitas. Kerapatan atau densitas adalah jumlah individu suatu spesies tumbuhan dalam suatu luasan tertentu. Kerapatan dari suatu jenis merupakan nilai yang menunjukan jumlah atau banyaknya suatu jenis per satuan luas. Makin besar kerapatan suatu jenis, makin banyak individu jenis tersebut per satuan luas. Frekuensi suatu jenis tanaman menunjukan penyebaran suatu jenis dalam suatu areal. Jenis yang menyebar secara merata mempunyai nilai frekuensi yang besar, sebaliknya jenis-jenis yang mempunyai nilai frekuensi yang kecil mempunyai daerah sebaran yang kurang luas (Fachrul, 2007).Frekuensi mutlak suatu spesies merupakan persentase dari perbandingan antara jumlah poin center yang ditempati oleh suatu spesies dengan jumlah total dari poin senter di area observasi. Frekuensi mutlak menunjukkan pemerataan dari sebuah spesies berdasarkan kehadirannya dalam poin center. Semakin tinggi nilai frekuensi mutlak, semakin tinggi pemerataan sebuah spesies di setiap poin center, semakin rendah frekuensi mutlak maka semakin rendah pemerataan dari sebuah spesies di poin center (Noor et al., 2006)Dominansi merupakan nilai yang menunjukan peguasaan suatu jenis terhadap komunitas. Untuk menentukan dominansi spesies-spesies dalam suatu komunitas yang bersifat heterogen, yakni dengan menggunakan rumus Indeks Nilai Penting (INP). Penggunaan indeks nilai penting dalam menentukan dominansi spesies-spesies dalam suatu komunitas karena kerapatan/densitas, dominansi dan frekuensi tidak dapat digunakan satu demi satu untuk menunjukkan kedudukan relatif spesies dalam suatu komunitas tumbuhan (Indriyanto, 2006)Indeks Nilai Penting merupakan penjumlahan dari seluruh nilai Frekuensi Relatif (FR), Kerapatan Relatif (KR) dan Dominansi Relatif (DR) setiap spesies. Menurut Indriyanto (2006) bahwa suatu daerah yang hanya didominasi oleh jenis-jenis tertentu. Maka daerah tersebut dikatakan memiliki keanekaragaman jenis yang rendah dan daerah yang hanya didominansi oleh spesies-spesies tertentu.Keanekaragaman jenis menyatakan suatu ukuran yang menggambarkan variasi jenis tumbuhan dari suatu komunitas yang dipengaruhi oleh jumlah jenis dan kelimpahan relatif dari setiap jenis. Parameter kuantitatif yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan vegetasi tumbuhan, baik dari segi vegetasi maupun tingkat kesamaannya dengan vegetasi lain yakni dengan menghitung indeks keanekaragaman spesies (Indriyanto, 2006).Berdasarkan hasil praktikum kelompok 20 rombongan II ditemukan 9 jenis tumbuhan mangrove pada dua stasiun di Segara Anakan yaitu : Aegiceras corniculatum, Bruguiera gymnorrhiza, Ceriops tagal, Ceriops decandra, Nypa fruticans, Rhizophora apiculata, Avicennia alba, Camptostemon philippinense, Finlaysonia maritima. Data yang diperoleh pada masing-masing tumbuhan tersebut dengan diukur keliling dan dihitung densitas atau kerapatan, kerapatan relatif, frekuensi, frekuensi relative dan nilai pentingnya. Berikut merupakan hasil yang diperoleh :

Tabel 1. Analisis Vegetasi Mangrove Bentuk Pancang pada Stasiun 1 Di Segara Anakan CilacapSpesiesJumlah individuKerapatanKRFrekuensiFRDominansiDRNilai Penting

Avicennia alba180,2413,043478260,333333333100,01368927812,4007100835,44418834

Aegiceras corniculatum460,61333333333,333333331300,03372622130,5515807593,88491409

Rhizophora apiculata370,49333333326,81159420,666666667200,022163820,0775278866,88912208

Camptostemon philippinense120,168,6956521740,333333333100,008117417,35332017826,04897235

Nypa fruticans150,210,869565220,666666667200,0253848222,9953533353,86491855

Finlaysonia maritima100,1333333337,2463768120,333333333100,0073095546,62150778423,8678846

TOTAL1381,843,3333333330,110391083

Tabel 2. Analisis Vegetasi Mangrove Bentuk Semak pada Stasiun 1 Di Segara Anakan CilacapSpesiesJumlah individuKerapatanKRFrekuensiFRNilai Penting

Rhizophora apiculata113,66666666764,705882350,66666666766,6666666735,44418834

Camptostemon philippinense6235,294117650,33333333333,3333333393,88491409

TOTAL175,6666666671

Tabel 3. Analisis Vegetasi Mangrove Bentuk Pancang pada Stasiun II Di Segara Anakan CilacapSpesiesJumlah individuKerapatanKRFrekuensiFRDominansiDRNilai Penting

Aegiceras corniculatum210,2823,595505621250,00626942715,0591703263,65467593

Bruguiera gymnorrhiza110,14666666712,359550560,6666666716,670,00493524411,8544621940,88067942

Ceriops tagal250,33333333328,089887641250,00999649724,0115969277,10148456

Ceriops decandra60,086,7415730340,333333338,330,003079837,39775558222,47266195

Nypa fruticans80,1066666678,9887640450,333333338,330,00948779222,789687240,11178458

Rhizophora apiculata180,2420,22471910,6666666716,670,00786316318,8873277955,77871355

TOTAL891,18666666740,041631953

Tabel 4. Analisis Vegetasi Mangrove Bentuk Semak pada Stasiun 2 Di Segara Anakan CilacapSpesiesJumlah individuKerapatanKRFrekuensiFRNilai penting

Bruguiera gymnorhiza72,333333333250,333333332550

Aegiceras corniculatum12442,857142860,333333332567,85714286

Ceriops tagal9332,142857140,666666675082,14285714

TOTAL289,3333333331,33333333

Keterangan:FR : Frekuensi Relatif, KR : Kerapatan Relatif, DR : Dominansi Relatif

Hasil perhitungan pada stasiun 1 menujukkan bahwa kerapatan relatif paling tinggi plot 5x5 adalah Aegiceras corniculatum dan pada plot 1x1 adalah Rhizophora apiculata. Tingkat frekuensi relatif tinggi di plot 5x5 adalah Aegiceras corniculatum dan di plot 1x1 adalah Rhizophora apiculata. Sedangkan pada stasiun 2 di plot 5x5 untuk kerapatab tertinggi adalah Ceriops tagal dan plot 1x1 adalah Aegiceras corniculatum, dengan frekuensi relatif tertinggi pada plot 5x5 adalah Bruguiera gymnorrhiza dan Rhizophora apiculata dengan nilai sama, kemudian untuk plot 1x1 frekuensi relatif tertinggi adalah Ceriops tagal. Menurut Supardjo (2008), menyatakan tingginya nilai FR pada suatu spesies dikarenakan adanya kompetisi dalam memperoleh unsur hara.Hasil perhitungan dominansi relatif tertinggi pada stasiun 1 adalah Aegiceras corniculatum sebesar 30,552 % dan stasiun 2 adalah Ceriops tagal sebesar 24,00116 %. Menurut Noor et al. (2006) dalam Supardjo (2008) tingkat dominansi dapat mencapai 99% dari vegetasi yang tumbuh di suatu lokasi yang sama dalam suatu areal.Hasil perhitungan nilai penting pada stasiun 1 plot 5x5 m adalah Aegiceras corniculatum sebesar 93,885 % dan pada plot 1x1 m adalah Rhizophora apiculata sebesar 131,37%. Stasiun 2 nilai penting pada plot 5x5 m adalah Ceriops tagal sebesar 77,1015% dan plot 1x1 m adalah Ceriops tagal sebesar 82,143%. Berdasarkan data tersebut nilai penting terbesar adalah Rhizophora apiculata sebesar 131,37%. Menurut Setyawan et al. (2005) Rhizophora apiculata memiliki toleransi yang tinggi terhadap salinitas, tanah dan cahaya yang beragam. UmumnyaRhizophora apiculata tumbuh di tepi daratan daerah mangrove yang tergenang oleh pasang naik yang normal, serta di bagian tepi dari jalur air yang bersifat payau secara musiman.Menurut Tee (1982) menyatakan bahwa rendahnya keanekaragaman menandakan ekosistem mengalami tekanan atau kondisi lingkungan telah mengalami penurunan. Sedikitnya jumlah spesies mangrove disebabkan besarnya pengaruh antropogenik yang mengubah habitat mangrove untuk kepentingan lain seperti pembukaan lahan untuk pertambakan dan pemukiman (Setyawan et al, 2005). Keanekaragaman dari mangrove atau mahluk hidup lain dapat di nyatakan dalam grafik dendogram. Berikut merupakan data analisis cluster dari kapal 1 :

Gambar 17. Grafik dendogram plot 5 m x 5 mDendogram diatas menunjukkan keragaman mangrove pada stasiun 1 dan 2 plot 5 x 5. Terdapat 5 sampel dalam 1 kapal dengan 2 stasiun yakni A1 (Kelompok 1 stasiun 1, cabang 1), A2 (Kelompok 2 stasiun 1, cabang 2), A3 (Kelompok 3 stasiun 1, cabang 3), A4 (Kelompok 4 stasiun 1, cabang 4), A5 (Kelompok 5 stasiun 1, cabang 5), B1 (Kelompok 1 stasiun 1, cabang 1), B2 (Kelompok 2 stasiun 1, cabang 2), B3 (Kelompok 3 stasiun 1, cabang 3),B4 (Kelompok 4 stasiun 1, cabang 4), B5 (Kelompok 5 stasiun 1, cabang 5). Terlihat bahwa antara A4 dan B4 memilki keragaman paling tinggi pertama sebesar 84,61% (cabang 11). A2 dan A3 memiliki keragaman tinggi kedua sebesar 74,35% (cabang 12). A1 dan B1 memiliki keragaman tinggi ketiga sebesar 70,43% (cabang 13), dan keragaman tinggi terakhir adalah A5 dan B2 sebesar 70,38% (cabang 14). Antara B5 dengan cabang 11 memiliki keragaman sebesar 69,78% (cabang 15), antara B3 dengan cabang 12 memiliki keragaman sebesar 68,01%, antara cabang 13 dan cabang 16 memiliki keragaman 65,32%, antara cabang 14 dengan 15 sebesar 63,28% dan cabang 17 dengan cabang 18 sebesar 60,9. Disimpulkan dari hasil dendrogram bahwa keragaman yang hampir sama adalah antara A4 dan B4 dan yang paling rendah adalah cabang 17 dan 18.

Gambar 18. Grafik dendogram plot 1 m x 1 mDendogram diatas menunjukkan keragaman mangrove pada stasiun 1 dan 2 plot 1 m x 1 m. Terdapat 5 sampel dalam 1 kapal dengan 2 stasiun yakni A1 (Kelompok 1 stasiun 1, cabang 1), A2 (Kelompok 2 stasiun 1, cabang 2), A3 (Kelompok 3 stasiun 1, cabang 3), A4 (Kelompok 4 stasiun 1, cabang 4), A5 (Kelompok 5 stasiun 1, cabang 5), B1 (Kelompok 1 stasiun 1, cabang 1), B2 (Kelompok 2 stasiun 1, cabang 2), B3 (Kelompok 3 stasiun 1, cabang 3),B4 (Kelompok 4 stasiun 1, cabang 4), B5 (Kelompok 5 stasiun 1, cabang 5). Terlihat bahwa B4 dan B5 paling tinggi keragamannya dibanding yang lain yakni sebesar 74,89% (cabang 11). Keragaman tinggi kedua adalah A3 dan A5 sebesar 73,35% (cabang 12). Keragaman tinggi ketiga adalah A4 dengan cabang 11 sebesar 64,61% (cabang 13). Kemudian keragaman tinggi terakhir adalah B1 dengan cabang 13 sebesar 60,91% (cabang 14). Sebesar 58,89% (cabang 15) keragaman antara A1 dan A2. Sebesar 57,53% (cabang 16) diduduki oleh B2 dengan cabang 12. Antara B3 dengan cabang 14 keragamannya sebesar 48,36. Cabang 16 dengan cabang 17 sebesar 44,29 (cabang 18). Yang paling rendah keragamannya adalah cabang 15 dengan cabang 18 sebesar 36,06% (cabang 19).Menurut Tee (1982) menyatakan bahwa rendahnya keanekaragaman menandakan ekosistem mengalami tekanan atau kondisi lingkungan telah mengalami penurunan. Sedikitnya jumlah spesies mangrove disebabkan besarnya pengaruh antropogenik yang mengubah habitat mangrove untuk kepentingan lain seperti pembukaan lahan untuk pertambakan dan pemukiman (Setyawan et al, 2005). Namun, dari hasil tersebut kedekatan antara A4 dan B4 pada plot 5 m x 5 m seharusnya sangatlah jauh, karena beda habitat, sedangkan untuk plot 1 m x 1 m yang paling dekat keragamannya adalah B3 dan B4 yang memang masih dalam kawasan 1 stasiun. Hasil data A4 dan B4 mungkin dikarenakan perhitungan plot mungkin tidak sesuai dengan syarat yakin untuk antar ulangan seharusnya 10 m.Berdasarkan Potensi dominasi tanaman maka zonasi hutan mangrove Segara Anakan secara umum dapat dibedakan menjadi 3 zona berdasarkan jenis pohon yang dominan, yaitu zona Avicennia-Sonneratia, Rhizophora-Sonneratia, dan Rhizophora-Bruguiera. Berikut penjabarannya :a. Zonasi I Avicennia-SonneratiaZona Avicennia-Sonneratia merupakan zona komunitas mangrove yang paling luar dan langsung berhadapan dengan perairan Segara Anakan. Jenis yang dijumpai pada daerah ini didominasi oleh A. marina, A. alba,dan S. alba. Tekstur yang ada di bawah tegakan pada zona ini adalah liat dengan endapan lumpur yang sudah agak lebih padat. Hal ini sesuai dengan pendapat Hilmi (2005), zonasi yang terdekat dengan laut akan dikuasai oleh Avicennia spp. dan Soneratia spp. yang bertindak sebagai pionir karena sifat anakannya yang memerlukan cahaya langsung. Avicennia merupakan jenis yang memiliki kemampuan untuk bertoleransi terhadap kisaran salinitas yang luas dibandingkan dengan jenis yang lain. Avicennia marina memiliki kemampuan untuk tumbuh baik pada kisaran tawar sampai dengan 90%.b. Zonasi II Rhizophora-SonneratiaZona Rhizophora-Sonneratia merupakan zona kedua dibelakang zona Avicennia-Sonneratia. Jenis yang dijumpai pada daerah ini didominasi oleh R. mucronata, A. alba dan S. alba. Tekstur yang ada di bawah tegakan pada zona ini adalah liat dengan endapan lumpur yang masih lunak yang terendap oleh pasang surut. Hal ini sesuai dengan Kusmana (2002) bahwa Rhizophora dan Avicennia umumnya tumbuh baik pada tanah dengan fraksi liat dan lumpur.c. Zonasi III Rhizophora-BruguieraZona Rhizophora-Bruguiera merupakan wilayah hutan mangrove yang tumbuh lebih kedarat, terutama di sepanjang pinggiran sungai-sungai besar dan kecil yang bermuara keperairan Segara Anakan. Rhizophora spp. dan Bruguiera spp. merupakan pohon-pohon pembentuk tajuk utama dalam zona ini. Lebih lanjut jenis-jenis yang banyak dijumpai di zona ini adalah R. apiculata, R. mucronata, B. gymnorriza, Xylocarpus spp., A. officinalis. Pada zona ini juga dijumpai jenis tumbuhan bawah, yaitu A. ilicifolius dan Aegiceras corniculatum. Tekstur yang ada di bawah tegakan pada zona ini sudah lebih keras dan kompak (tidak lepas) yang di dominasi oleh fraksi liat. Pasang surut sangat nyata terlihat dengan adanya perubahan permukaan air. Zona peralihan pasang surut dan pinggiran sungai di hutan mangrove dijumpai vegetasi nipah (N. fructicans) yang tumbuh bercampur dengan tegakan mangrove dan umumnya terbentang di antara daerah payau hingga ke air tawar. Hal ini sesuai dengan pendapat Bengen (1989), daerah yang lebih kearah darat, hutan mangrove didominasi oleh Rhizophora sp. di zona ini juga dijumpai Bruguiera sp. Zona transisi hutan mangrove dengan hutan daratan ditumbuhi oleh Nypa fruticans dan beberapa spesies lainnya.

DAFTAR REFERENSIAjithkumar, T.T., Thangaradjou, T., Kannan, L. 2008. Spectral Reflectance Properties of Mangrove Species of the Muthupettai Mangrove Environment, Tamil Nadu. Journal of Environmental Biology, 29 (5) 785-788.Ardli, E.R, Wolff. M., Ajianto. 2008. Land Use and Land Cover Change Affecting Habitat Distribution in the Segara Anakan Lagoon, Java, Indonesia Over the Past 25 Years (1978 2004). Asian Journal of Water, Environment and Pollution, Vol. 5 (4): 59-67.Ardli, E.R. 2013. Ekosistem Mangrove Segara Anakan. Laporan Penelitian Universitas Jenderal. Bengen, D. G. 1989. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan ITB, Bogor.Chapman, V. J. 1976. Mangrove biogeography in Walsh, G.D.S and Snedakar, S.C and Teal, H.J. Proceding international symposium on the biology and management of mangrove. Honolulu. Vol I, pp: 65 90.Fachrul, Melati Ferianita. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi AksaraGiesen, W. 2006, Mangrove Guide Book For Shoutheast Asia, FAO and Wetlands International, ISBN: 974-7946-85-8Hilmi, E. 2005. Ekologi Mangrove Pendekatan Karakteristik, Statistik dan Analisis Sistem Bagi Suatu Ekosistem. PSPK, UNSOED, Purwokerto. Indonesia. Wetland International Indonesia Programme, Bogor.Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: Bumi AksaraKarmana, O. 2011. Clasification of Bentoz on The Segara Anakan. Journal of Mangrove , FAO Wetlands International, ISBN: 789-986-76-3Kennish, M.J. 1990. Ecology of Estuaries; Biological Aspects. Vol II.. CRC Press Inc. New York 391 p.Kitamura, S., Anwar, C., Chaniago, A and Baba, S. 1997. Hanbook of Mangroves in Indonesia; bali and Lombok. JICA/ISME, Okinawa, 120 p.Kusmana. C. 2002. Ekologi Magrove. Lab. Ekologi Hutan Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.Lignon, M. Cunha-, C. Coelho Jr., R. Almeida, R.P. Menghini, Y. Schaeffer-Novelli, G. Cintrn And F. Dahdouh-Guebas. 2011. Characterisation of Mangrove Forest Types in View of Conservation and Management: A Review of Mangals at the Canania Region, So Paulo State, Brazil. Journal of Coastal Research. Vol 1 : 349 353.Noor, 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Bogor: Wetlands International Indonesia Programme.

Noor, Y.R., M. Khazali, dan I N.N Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Bogor: Wetlands International Indonesia Programme.Nybakken, J.W. 1992. Biologi laut: Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia. Jakarta. 456 hlm.Patang. 2012. Analisis Strategi Pengelolaan Hutan Mangrove (Kasus di Desa Tongke-Tongke Kabupaten Sinjai). Jurnal Agrisistem. Vol. 8 No. 2. Issn 2089-0036.Setyawan, A. D., Indrowuryatno, Wiryanto, K. Winarno, & A. Susilowati, 2005. Tumbuhan Mangrove di Pesisir Jawa Tengah: 1. Keanekaragaman Jenis. Jurnal Biodiversitas. 6 (2): Hal. 90-94.Supardjo, M. N. 2008. Identifikasi Vegetasi Mangrove di Segoro Anak Selatan, Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur. Jurnal Saintek Perikanan, 3(2): 9-15.Tarigan, M.S. 2008. Sebaran dan Luas Hutan Mangrove di Wilayah Pesisir Teluk Pising Utara Pulau Kabaena Provinsi Sulawesi Tenggara, Makara. Sains. Vol.12(2), November 2008: 108-112.Teas, H. J. 1983. Biology and Ecology of Mangroves.W. Junk Publishers, The Hague. ISBN 90-6193-948-8.Tee, G. A. C. 1982. Some Aspects of The Ecology of The Mangrove Forest at SungauBuloh, Selangor. Malay National Journal. 35:13-28Tomlinson, P.B. 1986. The Botani of Mangroves. Cambridges University Press. Cambridge. 383 p.White, A.T., Martosubroto, P., Sadorra, M.S.M. 1989. The Coastal Environment Profile of Segara Anakan-Cilacap, South Java, Indonesia. ICLARM. Association of Southeast Asian Nations. United States Coastal Resources Management Project. Techn Public. Ser :4:81.