LAPORAN PRAKTIKUM

11
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI II OBAT DEPRESANSIA SISTEM SARAF PUSAT Oleh Faisal Amri S. B04110024 Rizka Amalia B04110025 Noviana Dewi B04110026 Fitri Jati Nuralam B04110027

description

laporan praktikum farmakologi 2

Transcript of LAPORAN PRAKTIKUM

Page 1: LAPORAN PRAKTIKUM

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI II

OBAT DEPRESANSIA SISTEM SARAF PUSAT

Oleh

Faisal Amri S. B04110024

Rizka Amalia B04110025

Noviana Dewi B04110026

Fitri Jati Nuralam B04110027

DEPARTEMEN ANATOMI,FISIOLOGI DAN FARMAKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2014

Page 2: LAPORAN PRAKTIKUM

C. Alat dan bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah timbangan, syringe,

dan pipet tetes. Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini

adalah MgSO4, Kloralhidrat, phenobarbital, dan hewan coba ( mencit dan

katak)

D. Metodologi

a. Mencit yang diinjeksi Phenobarbital.

Pertama- tama menimbang mencit dengan tujuan untuk menentukan

dosis yang akan diinjeksikan, kemudian memeriksa keadaan fisiologis

mencit, diantaranya kesadaran, rasa nyeri, pernafasan, frekuensi nafas,

frekuensi jantung, dan tonus otot. Setelah itu, menyuntikan

phenobarbital dengan volume awal sebanyak 0,05 cc. Setelah 10

menit, mengamati perubahan yang terjadi dan menyuntikan kembali

dengan dosis bertingkat sampai mencit mati.

b. Katak yang diinjeksi dengan Chloralhidrat

Menimbang dua ekor katak untuk menentukan dosis yang akan

diinjeksikan. kemudian memeriksa keadaan fisiologis katak,

diantaranya kesadaran, rasa nyeri, pernafasan, frekuensi nafas,

frekuensi jantung, dan tonus otot. Setelah itu menyuntikan katak

pertama dengan MgSO4 dan katak kedua dengan Chloralhidat dengan

volume injeksi awal sebanyak 0,05 cc. Setelah 10 menit, mengamati

perubahan yang terjadi dan menyuntikan kembali dengan dosis

bertingkat sampai mencit mati.

I. Tinjauan Pustaka

Obat yang bekerja pada susunan saraf pusat (SSP) memperlihatkan efek

yang mungkin dapat merangsang atau menghambat aktifitas SSP. Obat

golongan ini terbagi atas obat sedativ, hipnotik dan anestetik umum. Anestesi

dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi lokal dan anestesi umum.

Anestesi lokal adalah hilangnya rasa sakit tanpa hilangnya kesadaran yang

juga menyebabkan kegelisahan dan tremor dan merupakan progres konvulsi

Page 3: LAPORAN PRAKTIKUM

clonic sedangkan anestesi umum adalah hilangnya rasa sakit disertai

hilangnya kesadaran. Mekanisme terjadinya anastesi karena adanya

perubahan neurotranmisi diberbagai bagian SSP. Kerja neorutransmiter di

pasca sinaps akan diikuti dengan pembentukan second messenger yang

selanjutnya mengubah transmisi di neuron. Rangsangan pusat diikuti oleh

depresi, kematian biasanya yang disebabkan oleh kegagalan pernapasan

(Goodman & Gilman's. 2006). Tempat kerja anastetik umum bersifat spesifik.

Anestetik inhalasi terbukti mengubah ambang rangsang neuron di beberapa

bagian SSP yang sangat peka terhadap anestetik.

Keefektifan obat sedativ agen harus mengurangi kebimbangan dan

menggunakan efek penenangan. Derajat dari depresi atau penurunan aktivitas

sistem saraf pusat yang disebabkan oleh satu obat penenang harus yang

konsisten dengan keberhasilan obat tersebut (Katzung. 2006). Efek sedasi

juga merupakan efek samping beberapa golongan obat lain yang tidak

termasuk obat golongan depresan SSP. Menurut Ganiswara (1995), umumnya

golongan ini telah menghasilkan efek terapi yang lebih spesifik pada kadar

yang jauh lebih kecil dari pada kadar yang dibutuhkan untuk mendepresi SSP

secara umum.

Obat hipnotis menyebabkan kantuk dan menganjurkan serangan dan

pengaturan tidur. Efek hipnotis menyebabkan depresi berlebihan dari sistem

saraf pusat dibandingkan pemberian obat penenang dan dapat dicapai dengan

banyak obat di kelas ini dengan meningkatkan dosis.

Salah satu jenis sedativ lain yaitu kloralhidrat yang merupakan derivat

monohidrat dari kloral dan merupakan hipnotik yang efektif. Metabolitnya,

trikloroetanol juga merupakan hipnotik yang efektif. Kloral sendiri berupa

minyak sedangkan hidratnya merupakan kristal yang menguap secara lambat

di udara dan larut dalam minyak, air dan alkohol. Kloral hidrat mempunyai

efek samping mengiritasi kulit dan mukosa membran. Efek iritasi ini

menimbulkan rasa tidak enak, nyeri epigantrik, mual dan kadang-kadang

muntah. Efek samping pada SSP meliputi pusing, lesu, ataksia, dan mimpi

buruk. Keracunan akut obat ini dapat menyebabkan ikterus. Penghentian

Page 4: LAPORAN PRAKTIKUM

mendadak dari penggunaan kronik dapat mengakibatkan delirium dan

bangkitan, yaitu sering fatal.

Magnesium menekan saraf pusat sehingga menimbulkan anestesi dan

mengakibatkan penurunan reflek fisiologis. Pengaruhnya terhadap SSP mirip

dengan ion kalium. Hipomagnesemia mengakibatkan peningkatan iritabilitas

SSP, disorientasi, kebingungan, kegelisahan, kejang dan perilaku psikotik.

Suntikan magnesium sulfat secara intravena cepat dan dosis tinggi dapat

menyebabkan terjadinya kelumpuhan dan hilangnya kesadaran. Hal ini

mungkin disebabkan karena adanya hambatan pada neuromuskular perifer.

Pentotal merupakan anestetik kuat dan analgesik lemah. Efek pentotal

menimbulkan sedasi, hypnosis dan depresi pernapasan, tergantung dosis dan

kecepatan pemberian. Efek utama adalah depresi pusat pernapasan,

tergantung besar dosis, dan kecepatan injeksi. Efek ini akan bertambah jelas

bila sebelumnya diberikan opioat atau obat depresan lain. Metabolisme

pentotal terutama terjadi di hati dan hanya sebagian kecil keluar lewat urin

tanpa mengalami perubahan. Efek pentotal pada sistem kardiovaskular

mendepresi pusat vasomotor dan kontraktilitas miokard yang mengakibatkan

vasodilatasi, sehingga dapat menurunkan curah jantung dan tekanan darah.

III. Hasil dan Pembahasan

Tabel 1. Fisiologis mencit selama pemberian phenobarbital

Menit Dosis (mL)

Aktivitas tubuh (kotak/ menit)

Refleks Salivasi/ defekasi/ urinasi

Tonus otot

Frekuensi nafas (kali/ menit)

Frekuensi jantung (kali/ menit)

Konvulsi ket

0 0,05 4 +++ - +++ 152 - - -10 0,1 8 +++ Defekasi +++ 184 320 - -20 0,2 1 +++ Defekasi ++ 148 360 - Sedasi30 0,4 3 ++ Defekasi + 140 160 - -40 0,8 - + - + 140 166 - Anassthesi50 1,6 - - - - 92 36 - -

Tabel 2. Fisiologis katak selama pemberian MgSO4

Page 5: LAPORAN PRAKTIKUM

Menit Dosis (mL)

Posisi tubuh

Refleks Rasa nyeri

Tonus otot

Frekuensi nafas (kali/ menit)

Frekuensi jantung (kali/ menit)

Konvulsi ket

0 0,05 +++ +++ 1 +++ 100 80 - -10 0,1 +++ ++ 1 ++ 100 72 - -20 0,2 ++ + 2 + 56 88 - -30 0,4 + + 5 + 64 64 - -40 0,8 + + 4 + 32 28 - -50 1,6 - - 33 - - 4 - -

Tabel 3. Fisiologis katak selama pemberian Kloralhidrat

Menit Dosis (mL)

Posisi tubuh

Refleks Rasa nyeri

Tonus otot

Frekuensi nafas (kali/ menit)

Frekuensi jantung (kali/ menit)

Konvulsi ket

0 0,05 +++ +++ 1 +++ 92 92 - -10 0,1 +++ ++ 1 +++ 104 92 - -20 0,2 +++ ++ 2 + 76 60 - -30 0,4 ++ ++ 3 + 52 64 - -40 0,8 + + 3 + 28 32 - -50 1,6 - - - - - 2 - -

Phenobarbital adalah obat golongan barbiturat, obat ini bekerja sebagai

depresan sistem saraf pusat yang sering digunakan sebagai obat sedativ hipnotik

dan juga sebagai antikonvulsan dalam dosis subhypnotic. Penggunaan obat ini

dapat memperlambat denyut jantung dan membuat napas menjadi dangkal. Jika

diberikan secara tiba-tiba dan dalam dosis yang tinggi, maka akan ada risiko napas

terhenti.

Pemberian phenobarbital kepada mencit menimbulkan efek sedasi pada

dosis 0,2 mL sedangkan efek anastesi pada dosis 0,8 mL. Ketika memasuki efek

sedasi, mencit memperlihatkan gejala berkurangnya aktivitas tubuh, mencit lebih

banyak berdiam diri. Gejala lainnya adalah berkurangnya tonus otot dan frekuensi

napas, sedangkan frekuensi jantungnya meningkat. Pada tahap ini, mencit hanya

melakukan sedikit perlawanan ketika tubuhnya diputar, namun gerak refleknya

masih sangat bagus. Ketika mencit memasuki tahap anastesi, gerak reflek sudah

hampir tidak ada. Reflek yang tersisa hanya reflek digit ketika daerah digit mencit

ditekan. Tonus otot pada fase anastesi sudah sangat lemah sehingga tidak terasa

Page 6: LAPORAN PRAKTIKUM

perlawanan dari mencit ketika mencit diputar. Jika kepala mencit tidak dipegang

atau disangga, maka kepalanya akan terkulai lemas.

Obat depresan sistem saraf pusat lainnya yang digunakan adalah

magnesium sulfat (MgSO4) dan kloralhidrat. Kloralhidrat adalah hidrat dari

triklorasetaldehida yang merupakan obat tidur tertua, selain itu juga digunakan

pada saat kondisi terangsang dan kondisi kejang (Mutschelr, 1991). Obat ini

memiliki titik tangkap di korteks serebri sehingga mempengaruhi kesadaran.

Magnesium sulfat atau MgSO4 menekan saraf pusat sehingga menimbulkan

anestesi dan mengakibatkan penurunan reflek fisiologis. Efek dari MgSO4 dapat

membahayakan hewan yang diinjeksikan obat ini karena dapat menimbulkan

kejang.

Pada praktikum, obat ini diberikan kepada dua ekor katak. Satu katak

diinjeksikan dengan MgSO4 dan yang lainnya diinjeksikan dengan kloralhidrat.

Setelah diinjeksikan kloralhidrat pada dosis 0,8 mL obat mulai memperlihatkan

reaksinya terhadap tubuh katak. gejalanya berupa mengantuk dan kehilangan

kesadaran ysng diikuti perubahan dalam hal posisi tubuh menjadi lebih rendah

atau hampir sejajar papan. Gerak reflex, rasa nyeri, tonus otot, frekuensi napas,

dan frekuensi jantung katak menunjukkan penurunan. Hal ini disebabkan oleh

kerja obat yang merupakan depresansia saraf pusat. Preparat kloralhidrat memiliki

efek iritasi yang menimbulkan rasa tidak enak, nyeri epigastrik, mual dan kadang-

kadang muntah. Efek samping pada SSP meliputi pusing, lesu dan ataksia. Obat

ini lebih aman digunakan dibandingkan dengan penggunaan magnesium sulfat

karena tidak ada reaksi kejang atau konvulsi dari katak. Seekor katak lainnya yang

diinjeksikan dengan MgSO4 mulai tersedasi pada dosis 0,4 mL. Pada dosis ini,

tanggap rasa nyeri, gerak refleks, dan frekuensi jantung mengalami penurunan.

Frekuensi pernapasan katak ketika tersedasi mengalami peningkatan. Posisi tubuh

katak sudah tidak tegak seperti posisi normalnya karena kesadaran katak semakin

menurun. Berdasarkan teori yang dipelajari, pemberian MgSO4 akan

menyebabkan kejang, namun pada praktikum kali ini hasilnya tidak menunjukkan

adanya kejang. Hal ini dapat terjadi karena kemungkinan otot sudah lebih dulu

Page 7: LAPORAN PRAKTIKUM

mengalami kelumpuhan akibat neuromuskular perifer sudah terblokade lebih awal

sebelum sempat memberikan efek kejang.

IV. Simpulan

Phenobarbital adalah obat golongan barbiturat, obat ini bekerja sebagai

depresan sistem saraf pusat yang sering digunakan sebagai obat sedativ hipnotik

dan juga sebagai antikonvulsan dalam dosis subhypnotic. Pemberian

phenobarbital kepada mencit menimbulkan efek sedasi pada dosis 0,2 mL

sedangkan efek anastesi pada dosis 0,8 mL.

Obat depresan sistem saraf pusat lainnya yang digunakan adalah

magnesium sulfat (MgSO4) dan kloralhidrat. Obat ini diberikan kepada dua ekor

katak. Satu katak diinjeksikan dengan MgSO4 dan yang lainnya diinjeksikan

dengan kloralhidrat. Setelah diinjeksikan kloralhidrat pada dosis 0,8 mL obat

mulai memperlihatkan reaksinya terhadap tubuh katak. Seekor katak lainnya yang

diinjeksikan dengan MgSO4 mulai tersedasi pada dosis 0,4 mL. Pemberian

MgSO4 pada katak tidak memperlihatkan efek kejang seperti yang seharusnya.

Hal ini kemungkinan disebabkan oleh rusaknya neuromuskular perifer katak

sebelum sempat menimbulkan efek kejang.

V. Daftar Pustaka

Ganiswara, Sulistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi. Gaya Baru : Jakarta.

Goodman & Gilman's. 2006. The Pharmacologic Basis of Therapeutics 11th Ed.

Katzung Bertram G. 2006. Basic and clinical pharmacology - 10 th Edition.

University of California, San Francisco.

Mutschler, Ernst. 1999. Dinamika Obat Edisi ke-5. Bandung: ITB Press

http://www.coolquiz.com/trivia/explain/docs/caffeine.asp [7 Maret 2014]

http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/_/dict.aspx?word=caffein [7 Maret 2014]

Mutschelr, Ernst. 1991. Dinamika Obat Edisi ke-5. Bandung: ITB press.