laporan praktikum

16
1 UNSOED Jl. dr. Soeparno Kampus Karangwangkal Purwokerto 53122 Telp. 0281-642840; Email: farmasi.unsoed.gmail.com LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI 3 : PEMERIKSAAN SARAF DAN FUNGSI INDRA MATA KULIAH : ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA Disusun oleh : Curie Julia Kulzumia (G1F012054) Reza Nur Iman (G1F012056) Nisadiyah Faridatus Shahih (G1F012064) Novita Cahya Puspitasari (G1F012078) Asisten : JURUSAN FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2012

description

inilah laporan praktikum tentang refleks fisiologi dan patologis

Transcript of laporan praktikum

Page 1: laporan praktikum

1

UNSOED

Jl. dr. Soeparno Kampus Karangwangkal Purwokerto 53122

Telp. 0281-642840; Email: farmasi.unsoed.gmail.com

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI 3 :

PEMERIKSAAN SARAF DAN FUNGSI INDRA

MATA KULIAH :

ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA

Disusun oleh :

Curie Julia Kulzumia (G1F012054)

Reza Nur Iman (G1F012056)

Nisadiyah Faridatus Shahih (G1F012064)

Novita Cahya Puspitasari (G1F012078)

Asisten :

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2012

Page 2: laporan praktikum

2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Judul Praktikum

Pemeriksaan Saraf dan Fungsi Indra

B. Waktu, Tanggal Praktikum

Waktu : 16.30-18.00 WIB

Hari, Tanggal : Sabtu, 8 Desember 2012

C. Tujuan Praktikum

a. Saraf

1. Mengetahui mekanisme terjadinya refleks

2. Mengetahui definisi pemeriksaan reflex

3. Melakukan prosedur pemeriksaan reflex fisiologis dan patologis

dengan baik dfan benar

4. Menjelaskan parameter normal hasil pemeriksaan reflex

5. Melakukan interpretasi hasil pemeriksaan refleks

b. Indra

1. Mampu memahami pemeriksaan fungsi pendengaran, fungsi penghidu,

dan keseimbangan

2. Mampu melakukan pemeriksaan refleksi pada seseorang serta

mengoreksi kelainan yang ditemukan memeriksa luas lapang pandang

beberapa macam warna dengan menggunakan kampimeter serta

melakukan tes buta warna

D. Dasar Teori

Page 3: laporan praktikum

3

Pendengaran

Mendengar adalah kemampuan untuk mendeteksi vibrasi mekanis (getaran)

yang kita sebut suara. Dalam keadaan biasa, getaran mencapai indera pendengar,

yaitu telinga, melalui udara (Pratiwi et al., 2006). Pendengaran adalah persepsi

saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah getaran udara yang

merambat dan terdiri dari daerah-daerah bertekanan tinggi karena kompresi

(pemampatan) molekul udara yang berselang-seling dengan daerah-daerah

bertekanan rendah karena penjarangan molekul tersebut (Ebennezer dkk, 2008).

Fungsi sistem auditori adalah mempersepsi bunyi atau persepsi tentang objek

dan kejadian-kejadian melalui bunyi yang timbul. Bunyi adalah vibrasi molekul-

molekul udara yang menstimulasi sistem auditori. Manusia hanya mendengar

vibrasi molekuler antara sekitar 20 sampai 20.000 hertz (Pinel, 2009).

Tiap gelombang suara memiliki amplitudo dan frekuensi yang berbeda.

Amplitudo adalah intensitas suara. Kompresi udara dengan intensitas tinggi

menghasilkan gelombang suara dengan amplitudo yang besar. Kenyaringan

adalah persepsi intensitas yang berkaitan dengan amplitudo, tetapi keduanya

adalah hal yang berbeda. Ketika amplitudo meningkat dua kali lipat, maka

kenyaringannya meningkat. Kenyaringan ditentukan oleh banyak faktor.

Frekuensi suara adalah jumlah kompresi per detik, diukur dengan Hertz (Hz,

siklus perdetik). Tinggi nada (pitch) adalah persepsi yang berkaitan erat dengan

frekuensi. Oleh karena itu semakin tinggi suara semakin tinggi pula tinggi nada

nya (Kalat, 2010).

Berdasarkan teori frekuensi, membran basilar bergetar secara sinkron dengan

suara yang menyebabkan saraf auditori menghasilkan potensial aksi pada

frekuensi yang sama. Berdasarkan teori tempat, setiap frekuensi akan

mengaktivasi membran basilar pada sel-sel rambut yang ada dalam satu lokasi.

Membran basilar bekerja layaknya dawai-dawai piano. Teori yang ada saat ini,

merupakan gabungan dari teori frekuensi dan teori tempat. Sesuai dengan teori

frekuensi, membran basilar memang bergetar secara sinkron dengan suara

berfrekuensi rendah dan untuk tiap satu gelombang, akson saraf auditori akan

menghasilkan satu potensial aksi. Suara pelan hanya mengaktivasi beberapa

neuron, sedangkan suara yang kencang dapat mengaktivasi lebih banyak neuron.

Page 4: laporan praktikum

4

Oleh karena itu, pada frekuensi rendah, impuls frekuensinya akan menandakan

tinggi nada dan jumlah penembakan neuron akan menandakan kenyaringannya

(Kalat, 2010). Teori mengenal sumber bunyi menyatakan bahwa bunyi yang

datang dari suatu sumber yang ada didalam bidang meridian yang melalui tubuh

manusia dan terdapat dimuka, diatas, ataupun dibelakangnya akan mencapai

telinga dalam waktu bersamaan. Apabila sumber bunyi berada disebelah kiri,

maka telinga kiri yang dahulu mendengarnya. Oleh karena itu timbul kesan bahwa

sumber bunyi itu datang secara terus menerus pada waktu yang sama pada kedua

tellinga kita, kita akan kesulitan menentukan sumber bunyi (Ismilana, 2011).

Mekanisme terjadinya suara dijelaskan oleh Pratiwi et al., (2006)

adalah karena adanya gelombang dalam liang telinga yang memukul gendang

telinga (membran timpani) sehingga bergetar. Getaran membran timpani

ditransmisikan melintasi telinga tengah melalui tiga tulang kecil, yang terdiri dari

dari tulang mertil (maleus), landasan (inkus), dan sanggurdi (stapes). Telinga

tengah digubungkan ke nasofaring oleh tabung Eustachius. Getaran dari osikula

yang paling dalam (dari tulang sanggurdi) ditansmisikan ke telinga dalam melalui

membran jendela oval ke koklea. Koklea merupakan suatu tabung yang kurang

lebih panjang nya 3 cm dan bergulung seperti rumah siput. Koklea berisi cairan

limfa. Getaran dari jendela oval ditransmisikan ke dalam cairan limfa dalam ruang

koklea. Selanjutnya getaran diteruskan dengan gerak berlawanan arak ke jendela

bundar. Di bagian dalam ruangan koklea terdapat organ korti. Organ korti berisi

sel-sel rambut yang sangat peka. Inilah resptor getaran yang sebenarnya. Sel-sel

rambut tersebut terletak diantara membran basiler dan membran tektorial. Getaran

dalam cairan koklea menimbulkan getaran dalam membran basiler. Hal ini

menggerakkan sel-sel rambut terhadap membran tektorial, yang berarti

menstimulusnya. Impuls listrik yang timbul dalam sel in kemudian diteruskan

oleh saraf auditori ke otak. Dengan demikian kita dapat mendengar suara.

Gambar 1: Anatomi Telinga. Sumber: visual.merriam-webster.com

Pendengaran merupakan alat mekanoreseptif karena telinga memberikan

respon terhadap getaran mekanik dari gelombang suara yang terdapat di udara.

Proses mendengar di timbulkan oleh getaran atmosfer yang dikenal sebagai

Page 5: laporan praktikum

5

gelombang suara yang kecepatan dan volumenya berbeda-beda. Gelombang suara

bergerak melalui telinga luar (auris eksterna) yang menyebabkan membran

timpani bergetar. Getaran-getaran tersebut diteruskan menuju inkus dan stapes

melalui maleus yang terikat pada membran itu. Karena getaran yang timbul pada

setiap tulang itu sendiri, maka tulang akan memperbesar getaran yang kemudian

disalurkan ke fenestra vestibuler menuju perilimfe (Ismilana, 2011).

Pada percobaan ini menggunakan garpu tala sebagai alat untuk membuktikan

bahwa transmisi melalui udara lebih baik daripada melalui tulang. Semakin berat

garpu tala akan semakin jelas terdengar bunyinya. Penghantaran lewat udara lebih

baik daripada lewat tulang. Penghantaran lewat udara dinamakan aerotymponal

sedangkan penghantaran lewat tulang dinamakan craniotymponal (Ricky, 2010)

E. Metode Pemeriksaan

F. Alat Bahan

a. Refleks

Palu refleks

b. Indra

Garpu tala

Optotype van snellen

Gambar kipas Lancaster regan

Sejumlah lensa sferis dan silindris dengan bermacam-macam kemampuan

daya bias

Mistar

Ruangan dengan pencahayaan cukup tapi tidak menyilaukan

Buku pseudo isokhromatik dan ishihara

G. Cara Kerja

a. Refleks

1. Bisep

Page 6: laporan praktikum

6

Refleks biseps didapat melalui peregangan tendon biseps pada saat

siku dalam keadaan fleksi. Orang yang menguji menyokong lengan

bawah dengan satu tangan sambil menempatkan jari telunjuk dengan

menggunakan palu refleks. Respons normal dalam fleksi pada siku

dan kontraksi biseps.

2. Trisep

Untuk menimbulkan refleks triseps, lengan pasien difleksikan pada

siku dan diposisikan di depan dada. Pemeriksaan menyokong lengan

pasien dan mengidentifikasi tendon triseps dengan mempalpasi 2,5

sampai 5 cm di atas siku. Pemukulan langsung pada tendon

normalnya menyebabkan kontraksi otot triseps dan ekstensi siku.

3. Patela

Refleks patella ditimbulkan dengan cara mengetok tendon patella

tepat di bawah patella. Pasien dalam keadaan duduk atau tidur

terlentang. Jika pasien terlentang, pengkajian menyokong kaki untuk

memudahkan relaksasi otot. Kontraksi quadriseps dan ekstensi lutut

adalah respons normal.

4. Babinski

Refleks yang diketahui jelas, sebagai indikasi adanya penyakit SSP

yang mempengaruhi traktus kortikospinal, disebut respons Babinski.

Bila bagian lateral telapak kaki seseorang dengan SSP utuh digores

maka terjadi kontraksi jari kaki dan menarik bersamaan.

5. Hoffman tromer

Goresan pada kuku jari tengah pasien dan colekan pada ujung jari

tengah pasien

b. Indra

1. Garpu tala

Page 7: laporan praktikum

7

Weber

1. Getarkan penala dengan memukulkan salah satu ujung jarinya ke

telapak tangan atau diapit kedua ujung oleh kedua jari.

2. Posisikan lalu tekan penala pada dahi OP di garis tengah kepala

(vertex, dahi,pangkal hidung, tengah-tengah gigi seri)

3. Tanyakan kepada OP apakah mendengar dengungan pada kedua

auricular atautidak, lalu apakah dikedua sisi sama atau ada yg

lebih kuat (lateralisasi).

4. Bila tidak terdapat lateralisasi, maka buat lateralisasi buatan

dengan kapas

2. Visus

1. Probandus berdiri/duduk pada jarak 6 meter dari Optoptype van

snellen

2. Tinggi mata horizontal dengan Optoptype van snellen

3. Mata diperiksa satu persatu dengan memasang bingkai kacamata

khusus pada orang percobaan dan tutup mata kirinya dengan

penutup hitam khusus yang tersedia dalam kontak lensa

4. Periksa visus mata kanan orang percobaan dengan menyuruhnya

membaca huruf yang saudara tunjuj. Dimulai dari baris huruf

yang terbesar sampai baris huruf yang terkecil yang masih dapat

dibaca OP dengan lancar tanpa kesalaan

5. Catat visus mata kanan orang percobaan

6. Ulangi pemeriksaan ini pada mata kiri

7. Catat hasil pemeriksaan

3. Buta warna

Page 8: laporan praktikum

8

1. Pada ruangan dengan penerangan cukup, probandus disuruh

membaca nomor atau huruf dalam gambaran-gambaran buku

ishihara

2. Tiap gambar harus dapat dibaca dalam waktu maksimal 10 detik

3. Catat hasilnya dan tentukan kelainan yang ditemukan menurut

petunjuk yang terdapat dalam buku tersebut

4. Bila tidak ada yang buta warna, maka keadaan itu dapat

distimulasi dengan memakai kaca mata merah, hijau atau biru

dengan melihat langit selama 1 menit

5. Kemudian segera membaca gambar dalam buku ishihara

Page 9: laporan praktikum

9

BAB II

ISI DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

a. Refleks

1. Biseps

Probandus :

Nama : Nisadiyah Faridatus Shahih

Umur : 19 tahun

Respons : fleksi lengan dan tampak kontraksi otot biseps.

2. Triseps

Probandus :

Nama : Nisadiyah Faridatus Shahih

Umur : 19 tahun

Respons : ekstensi lengan dan tampak kontraksi otot triseps

3. Patela

Probandus :

Nama : Curie Julia Kulzumia

Umur : 18 tahun

Respons : ekstensi tungkul bawah

4. Babinski

Probandus :

Nama : Curie Julia Kulzumia

Page 10: laporan praktikum

10

Umur : 18 tahun

Respons : fleksi jari-jari kaki dan penarikan tungkai

5. Hoffman tromer

Probandus :

Nama : Nisadiyah Faridatus Shahih

Umur : 19 tahun

Respons : tidak ada respon

b. Indra

1. Garpu tala

Probandus :

Nama : Reza Nur Iman

Umur : 19 tahun

Hasil : Lateralisasi sinistra

2. Visus

Probandus :

Nama : Novita Cahya Puspitasari

Umur : 18 tahun

Hasil : visus 6/15

3. Buta warna

Probandus :

Nama : Novita Cahya Puspitasari

Umur : 18 tahun

Page 11: laporan praktikum

11

Hasil : normal

B. Pembahasan

Pada pemeriksaan refleks biseps diperoleh refleks fleksi pada lengan dan

tampak kontraksi pada otot biseps. Hal ini menunjukkan respon refleks pada

orang normal. Untuk perjalanan impulsnya, sebagai berikut : Rangsangan

(ketukan tendo otot biseps) impuls Reseptor Saraf sensorik/ afferent (N.

Musculocutaneus) Medula spinalis/ C5-C6 (pusat) N. asosiasi/

perantara Saraf motorik (N. Musculocutaneus) Efektor (M. Biceps

Brachii)

Pada pemeriksaan refleks triseps diperoleh refleks ekstensi pada lengan

dan tampak kontaksi otot triseps. Hal ini menunjukkan respon refleks pada

orang normal. Untuk perjalanan impulsnya, sebagai berikut : Rangsangan

(ketukan tendo otot triseps impuls Reseptor Saraf sensorik/ afferent (N.

Radialis) Medulla spinalis/ C5-C7 (pusat) N. asosiasi/ perantara

Saraf motorik (N. Radialis) Efektor (M. Triceps Brachii)

Pada pemeriksaan refleks patella diperoleh ekstensi dan kontraksi otot

kuadriseps. Hal ini menunjukkan respon refleks pada orang normal. Untuk

perjalanan impulsnya, sebagai berikut : Rangsangan (ketukan pada patellae)

impuls Reseptor Saraf sensorik/ afferent (N. Femoris) Medulla

spinalis/ L3-L4 (pusat) N. Asosiasi/ perantara Saraf motorik (N.

Femoris) Efektor (N. Quadratus femoris)

Pada pemeriksaan refleks babinski diperoleh fleksi jari kaki dan

penarikan tungkai. Hal ini menunjukkan respon refleks pada orang normal.

Babinski adalah tindakan refleks jari-jari kaki, yang normal selama masa bayi

tetapi abnormal setelah usia 12 sampai 18 bulan. Setelah itu, refleks ini

merupakan indikasi kelainan pada jalur control motorik utama dari korteks

serebral dan secara luas digunakan sebagai alat bantu diagnostic pada

gangguan system saraf pusat. Tes refleks ini ditimbulkan dengan stimulus

gesekan pada telapak kaki yang menghasilkan dorsofleksi jari besar dan

Page 12: laporan praktikum

12

pengembangan jari-jari lebih kecil. Biasanya stimulis semacam itu

menyebabkan semua jari-jari kaki menekuk ke bawah (Babinski’s toe sign).

Pada pemeriksaan refleks hoffman tromer diperoleh bahwa tidak ada

respon dari probandus. Hal ini menunjukkan respon refleks pada orang normal.

Pada orang tidak normal, responnya adalah gerakan fleksi pada ibu jari, jari

telunjuk, dan jari-jari lainnya.

Tes Weber dilakukan dengan cara menggetarkan penala dan tangkainya

diletakkan di garis tengah kepala (di verteks, dahi, pangkal hidung, di tengah-

tengah gigi seri atau di dagu). Bunyi penala terdengar lebih keras pada salah

satu telinga disebut weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat

dibedakan ke arah telinga mana bunyi terdengar lebih keras disebut weber

tidak ada lateralisasi. Hasil tes Weber tidak ada lateralisasi menandakan kedua

telinga normal. Tes Weber menilai kedua telinga sekaligus maka

kemungkinannya dapat lebih dari satu.

Pada hasil lateralisasi kanan terdapat lima kemungkinan, yaitu

(1) gangguan pendengaran konduksi kanan, telinga kiri normal;

(2) gangguan pendengaran konduksi kanan dan kiri, tetapi telinga kanan

lebih berat;

(3) gangguan pendengaran sensorineural kiri, telinga kanan normal;

(4) gangguan pendengaran sensorineural kanan dan kiri, tetapi telinga kiri

lebih berat; dan

(5) gangguan pendengaran konduksi kanan dan sensorineural kiri.

Pada hasil lateralisasi kiri terdapat lima kemungkinan, yaitu

(1) gangguan pendengaran konduksi kiri, telinga kanan normal;

(2) gangguan pendengaran konduksi kanan dan kiri, tetapi telinga kiri lebih

berat;

Page 13: laporan praktikum

13

(3) gangguan pendengaran sensorineural kanan, telinga kiri normal;

(4) gangguan pendengaran sensorineural kanan dan kiri, tetapi telinga kanan

lebih berat; dan

(5) gangguan pendengaran konduksi kiri dan sensorineurak kanan.

Pemeriksaan visus dilakukan dengan cara probandus berdiri sejauh 6 meter

dari optotype. Kemudian, probandus diminta membaca kombinasi huruf dari

ukuran terbesar sampai terkecil. Diperoleh data 6/15. Yaitu, pada orang

normal dapat membaca sejauh 6 meter, sedangkan probandus hanya dapat

melihat hanya sejauh 15 meter.

Pemeriksaan buta warna dilakukan dengan cara membaca kombinasi angka

dan titik-titik warna pada buku Pseudo Isokhromatik dan Ishihara. Berikut,

adalah tes dari Dr. Shinob-Ishihara : Ishihara tes merupakan kartu bergambar

yang tersusun dan bintik-bintik berwarna, sering digunakan untuk

mendiagnosa defisiensi warna merah-hijau. Gambarnya biasanya berupa satu

ayau lebih angka Arab yang terususun dari bintik-bintik di antara bintik-

bintik warna lain yang sedikit berbeda, dan dapat dilihat dengan mata normal,

tapi tidak pada defisiensi sebagian warna. Setiap kartu memiliki bermacam-

macam gambar dan latar belakang dengan warna yang berkombinasi, dan

dapat digunakan untuk mendiagnosis kelainan sebagian penglihatan yang ada.

Tes ishihara secara relative dapat dipercaya dalam membedakan antara defisit

warna merah dan warna hijai, tetapi cara ini dipengaruhi oleh kemampuan

melihat dua angka berwarna.

Page 14: laporan praktikum

14

Page 15: laporan praktikum

15

BAB III

KESIMPULAN

Page 16: laporan praktikum

16

Daftar Pustaka

Anonim. -. Definisi:Refleks Babinski. http://kamuskesehatan.com/. Diakses

tanggal 11 Desember 2012

Herman, Ning Widya Putri. 2011. PREVALENSI GANGGUAN

PENDENGARAN PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

DOKTER. http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id/. Di akses tanggal 11 Desember 2012