Laporan Prak KMH 2_Bilangan Peroksida

download Laporan Prak KMH 2_Bilangan Peroksida

of 14

Transcript of Laporan Prak KMH 2_Bilangan Peroksida

BAB I PENDAHULUAN Tujuan Praktikum : Mengetahui kerusakan minyak berdasarkan bilangan peroksidanya Latar Belakang Perkembagan industri minyak goreng nabati pada dasawarsa terakhir mengalami peningkatan. Konsumsi per kapita minyak goreng Indonesia mencapai 16,5 kg per tahun dimana konsumsi khusus untuk minyak goreng nabati sebesar 12,7 kg per tahun. Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia sebagai alat pengolah bahan-bahan makanan. Fungsinya sebagai media penggoreng sangat vital dan kebutuhannya semakin meningkat. Minyak goreng nabati biasa diproduksi dari kelapa sawit, kelapa atau jagung. Pada umumnya, minyak yang sudah dipakai menggoreng tidak dibuang, tetapi digunakan berkali kali. Penggunaan minyak goreng yang berulang kali akan sangat membahayakan dan pembuangannya mencemari lingkungan. Kerusakan lemak atau minyak yang utama adalah karena peristiwa oksidasi dan hidrolisis, baik enzimatis maupun nonenzimatis. Di antara kerusakan minyak yang mungkin terjadi ternyata kerusakan karena autooksidasi yang paling besar pengaruhnya terhadap citra rasa. Hasil yang diakibatkan oksidasi lemak antara lain peroksida, asam lemak, aldehid, dan keton. Bau tengik atau ransid terutama disebabkan oleh aldehid dan keton. Untuk mengetahui tingkat kerusakan minyak dapat dinyatakan sebagai angka peroksida atau angka asam thiobarbiturat (TBA) (Sudarmadji et. al., 1989).

1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Lemak dan minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada golongan lipid , yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar,misalnya dietil eter (C2H5OC2H5), Kloroform(CHCl3), benzena dan hidrokarbon lainnya, lemak dan minyak dapat larut dalam pelarut yang disebutkan di atas karena lemak dan minyak mempunyai polaritas yang sama dengan pelarut tersebut. Lemak dan minyak merupakan senyawaan trigliserida dari gliserol. Dalam pembentukannya, trigliserida merupakan hasil proses kondensasi satu molekul gliserol dan tiga molekul asam lemak (umumnya ketiga asam lemak tersebut berbeda beda), yang membentuk satu molekul trigliserida dan satu molekul air .

Bila R1=R2=R3 , maka trigliserida yang terbentuk disebut trigliserida sederhana (simple triglyceride), sedangkan bila R1, R2,R3, berbeda , maka disebut trigliserida campuran (mixed triglyceride). Asam lemak jenuh merupakan asam lemak yang mengandung ikatan tunggal pada rantai hidrokarbonnya. Asam lemak jenuh mempunyai rantai zig-zig yang dapat cocok satu sama lain, sehingga gaya tarik vanderwalls tinggi, sehingga biasanya berwujud padat. Sedangkan asam lemak tak jenuh merupakan asam lemak yang mengandung satu ikatan rangkap pada rantai hidrokarbonnya . asam lemak dengan lebih dari satu ikatan dua tidak lazim,terutama terdapat pada

2

minyak nabati,minyak ini disebut poliunsaturat. Trigliserida tak jenuh ganda (poliunsaturat) cenderung berbentuk minyak. Berdasarkan tujuannya pengujian lemak dan minyak yang umum dilakukan dapat dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu ; 1. Penentuan sifat fisik dan kimia minyak dan lemak. Data ini dapat diperoleh dari titik cair, bobot jenis, indeks bias, bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan ester, bilangan iod, bilangan peroksida, bilangan Polenske, bilangan Krischner, bilangan Reichert-Meissel, komposisi asamasam lemak, dan sebagainya. 2. Penentuan kuantitatif, yaitu penentuan kadar lemak dan minyak yang terdapat dalam bahan makanan atau bahan pertanian. 3. Penentuan kualitas minyak sebagai bahan makanan, yang berkaitan dengan proses pengolahannya (ekstraksi) seperti ada tidaknya penjernihan (refining), penghilangan bau (deodorizing), penghilangan warna (bleaching). Penentuan kualitas minyak ini juga berkaitan dengan tingkat kemurnian minyak, daya tahannya selama penyimpanan, sifat gorengnya, baunya maupun rasanya. Parameter yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas ini semua dapat dilihat dari sebearapa besar angka asam lemak bebasnya (free fatty acid atau FFA), angka peroksida, tingkat ketengikan dan kadar air. Bilangan peroksida adalah bilangan yang terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh akan sangat mudah teroksidasi dan membentuk senyawa peroksida. Bilangan peroksida didefiniskan sebagai jumlah meq peroksida dalam setiap 1000 g (1 kg) minyak atau lemak. Bilangan peroksida ini menunjukan tingkat kerusakan lemak atau minyak (Rohman, 2007). Jumlah senyawa peroksida dapat ditentukan dengan cara iodometri, yaitu berdasarkan pada reaksi antara alkali iodido dalam larutan asam dengan ikatan oksigen pada peroksida, iod yang dibebaskan pada reaksi ini kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat (Na2S203). Metode ini mengukur kadar peroksida

3

dan hidroperoksida yang terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi lemak. Pengukuran dilakukan dengan titrasi menggunakan larutan iod dan dinyatakan sebagai mili ekuivalen (meq) peroksida per kg minyak. Pada angka peroksida tinggi jelas mengindikasikan lemak atau minyak sudah mengalami oksidasi, namun pada angka yang lebih rendah bukan selalu berarti menunjukkan kondisi oksidasi yang masih dini. Angka peroksida rendah bisa disebabkan laju pembentukan peroksida baru lebih kecil dibandingkan dengan laju degradasinya menjadi senyawa lain. Oleh karena itu pengukuran angka peroksida harus dilakukan beberapa kali dalam interval waktu tertentu (Raharjo, 2004). Prinsip penentuan bilangan peroksida biasanya didasarkan pada pengukuran sejumlah iod yang dibebaskan dari kalium iodida melalui reaksi oksidasi oleh peroksida pada suhu ruang di dalam medium asam asetat atau kloroform. Sampel atau contoh dipersiapkan sebelumnya yaitu berupa minyak atau lemak yang dioksidasi menggunakan panas, oksigen, dan campuran keduanya. Minyak atau lemak yang digunakan antara lain minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak ikan, lemak sapi, lemak ayam dan minyak atau lemak lainnya. Pemanasan lemak atau minyak dilakukan pada suhu 150-1800C selama 2-7 jam atau lebih, aerasi (pemberian udara) dilakukan pada suhu 600C selama 40 jam atau lebih. Sedangkan kombinasi pemanasan atau aerasi dapat dilakukan pada suhu 60-1800C selama 2-7 jam.sebagai kontrol digunakan lemak/minyak sayur. Bilangan peroksida dinyatakan dalam beberapa satuan yaitu miliekuivalen per 1000 gram contoh, milimol per 1000 gram contoh, atau miligram oksigen per 100 gram contoh minyak atau lemak. Titrasi-titrasi redoks didasarkan pada perpindahan elektron antara titran dengan analit. Jenis titrasi ini biasanya menggunakan potensiometri untuk mendeteksi titik akhir, meskipun demikian penggunaan indikator yang dapat berubah warnanya dengan adanya kelebihan titran juga sering digunakan. Titrasi redoks terbagi atas: 1. Titrasi yang melibatkan iodium 2. Permanganometri 3. Serimetri

4

4. Titrasi yang melibatkan Brom 5. Titrasi yang melibatkan Kalium Iodat 6. Titrasi dengan kalium bromat Pada analisa bilangan peroksida dalam minyak goreng digunakan metode titrasi redoks dengan titrasi yang melibatkan iodium. Titrasi yang melibatkan iodium ini dapat dialakukan dengan dua cara, yaitu titrasi langsung (iodimetri) dan titrasi tidak langsung (iodometri). a. Titrasi langsung Iodium merupakan oksidator yang relatif kuat dengan nilai potensi oksidasi sebesar +0,535 V. Pada saat reaksi oksidasi, iodium akan direduksi menjadi iodida sesuai dengan reaksi: I2 + 2e 2IIodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil dibanding iodium. Larutan baku iodium yang telah dibakukan dapat digunakan untuk membakukan larutan natrium tiosulfat. Deteksi titik akhir pada iodimetri ini dilakukan dengan menggunakan indikator amilum yang akan memberikan warna biru pada saat tercapainya titik akhir. b. Titrasi tidak langsung Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar dari pada sitem iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO4.5H2O. Pada iodometri, sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan Kalium Iodida berlebihan dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi dengan larytan baku Natrium Tiosulfat. Banyaknya natrium tiosufat yang digunakan sebagai titran setara dengan iodium yang dihasilkan dan setara dengan banyaknya sampel.

5

BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM Alat : Neraca analitik Labu erlenmeyer Beakerglass Hotplate Buret Pipet volume Aluminium foil Bahan : Sampel minyak (Sunco) Larutan (reagen peroksida) : o Asam asetat glasial 20% o Alkohol 25% o Kloroform 55 % Kalium iodide jenuh Larutan Natrium thiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N PROSEDUR KERJA 1. Mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan 2. Menimbang 2,5 gram sampel minyak (minyak Sunco) dalam erlenmeyer tertutup 3. Menambahkan larutan reagen peroksida (asam asetat glasial, alkohol, kloroform) sebanyak 25 ml 4. Setelah melarut, menambahkan KI jenuh sebanyak 0,5 ml dan didihkan selama 1 menit ditempat gelap sambil dikocok

6

5. Menambahkan air suling sebanyak 30 ml, dan menambahkan indikator kanji sebanyak 0,5 ml kemudian menitrasi dengan larutan Natrium thiosulfat 0,1 N sampai warna birunya hilang (larutan menjadi bening) BAB IV HASIL PERCOBAAN Pada percobaan diketahui : Sampel (minyak Sunco) Volume titran (Na2S2O3) Rata-rata Volume titran ( Na2S2O3 ) untuk sampel baru Rata-rata Volume titran ( NaS2O3 ) untuk sampel bekas : 2,5 gr : 0 ml : 1,3 ml : 1,7 ml

Perhitungan Bilangan Peroksida yang didapat adalah : Bilangan peroksida = (a b) x N x 8 x 100 Berat sampel Keterangan : Dinyatakan sebagai mg O2 per 100 gram a b N 8 : jumlah ml larutan thio untuk titrasi sampel : jumlah ml larutan thio untuk titrasi blangko : Normalitas larutan thio : dari bobot atom oksigen (mgram/100 gram)

Bilangan peroksida untuk sampel baru (1,3 0) x 0,1 x 8 2500 mg Bilangan peroksida untuk sampel bekas (1,7 0) x 0,1 x 8 2500 mg = 0,054 mg/100 gram = 0,04 mg/100 gram

7

BAB V PEMBAHASAN Praktikum Kimia Makanan Halal kali ini mengenai analisa bilangan peroksida pada minyak goreng. Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia sebagai alat pengolah bahan-bahan makanan. Fungsinya sebagai media penggoreng sangat vital bagi masyarakat, khususnya pada industry kecil. Minyak nabati umumnya dapat mengalami kerusakan bisa dikarenakan oksidasi (kerusakan minyak karena adanya oksigen) ataupun dapat dikarenakan rembesan air (hidrolisis). Penggunaan minyak nabati berulang kali dapat membahayakan kesehatan, hal ini dikarenakan selain semakin banyaknya kotoran yang terkandung dalam minyak goreng akibat penggorengan makanan sebelumnya dan semakin banyaknya senyawa-senyawa asam karboksilat bebas di dalam minyak goreng tersebut. Untuk menganalisa kualitas minyak goreng yang kita pakai, dapat digunakan metode penentuan angka iodine atau biasa disebut penentuan bilangan peroksida. Bilangan peroksida merupakan bilangan yang terpenting untuk menentukan derajat kerusakan minyak atau lemak. Jumlah senyawa peroksida dapat ditentukan dengan cara iodometri. Sampel yang kelompok kami gunakan adalah jenis minyak goreng cair (Sunco) sebanyak 2 macam, minyak goreng Sunco yang masih baru, dengan minyak goreng jelantah sunco yang telah dipakai berulang kali. Sampel minyak Sunco ini kami analisa bilangan peroksidanya dengan melarutkan masing-masing minyak baru dan minyak jelantah dengan reagen peroksida yang terdiri dari campuran larutan : asam asetat glacial 20%, alcohol 25% dan kloroform 55%, reagen peroksida ini dibutuhkan untuk mengoksidasi minyak yang tergolong ke dalam asam lemak tidak jenuh yang cenderung dapat teroksidasi dan dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga akan membentuk senyawa peroksida. Setelah ditambahkan reagen, selanjutnya campuran reagen dan minyak ditambahkan KI jenuh sebanyak 0,5 ml dan dilanjutkan dengan dididihkan pada pemanas selama 1 menit, dan selama pemanasan labu Erlenmeyer ditutup dengan aluminium foil, penutupan dengan aluminium foil ini bertujuan untuk mencegah

8

percepatan proses oksidasi karena adanya cahaya, sementara pemanasan ini bertujuan untuk membantu proses oksidasi dan kerusakan minyak karena peningkatan suhu. Proses selanjutnya adalah penambahan air suling ke dalam campuran minyak, penambahan air suling ini bertujuan untuk proses hidrolisis minyak sehingga minyak menjadi rusak. Tahap akhir adalah titrasi dengan menggunakan larutan Natrium thiosulfat 0,1 N dengan menggunakan indikatornya adalah indicator kanji, perubahan warna yang teramati adalah perubahan warna biru menjadi bening (warna biru hilang), jumlah ml larutan Natrium thiosulfat yang terpakai untuk merubah warna biru pada sampel sama dengan jumlah I2 yang terbentuk sama dengan jumlah bilangan peroksida yang dihasilkan. Oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan lemak atau minyak . Reaksi oksidasi lemak akan berlangsung dalam tiga tahap. Pada tahap permulaan terjadi reaksi pembentukan radikal lemak bebas dan pemisahan hidrogen dari lemak yang tidak jenuh. Tahap kedua adalah tahap perkembangan, di mana berlangsung reaksi antara radikal bebas yang terbentuk pada langkah permulaan dengan oksigen dan senyawa organik. Tahap terakhir merupakan tahap penghentian, di mana terjadi pembentukan senyawa yang tidak lagi merupakan radikal bebas. Tahap permulaan : RH + O2 -+ R' + 'OOH Tahap perkembangan : Tahap penghentian : R' + O2 + ROO' ROO' + RH +ROOH + R' ROO' + ROO' -+ ROOR + O2 ROO' + R' +ROOR R '+R 'RR Pada persamaan di atas RH dapat berupa senyawa organik, antara lain seperti asam lemak tidak jenuh. H bersifat labil karena terletak pada atom karbon yang berdekatan dengan ikatan rangkap. Hasil lain dari oksidasi lemak ini adalah pembentukan aldehid, keton, alkohol, dan ester yang akan memberikan rasa dan bau yang tidak enak atau tengik. Ketengikan dari lemak ini dapat menimbulkan masalah pada proses industri makanan, karena akan mengakibatkan berkurangnya nilai gizi dari makanan tersebut, misalnya akan merusak vitamin A yang terdapat dalam makanan sehingga berakibat negatif pada kesehatan, di samping rasa yang

9

menjadi tidak enak. Untuk mencegah terjadinya ketengikan tersebut, ditambahkan antioksidan yang akan melindungi lemak dari oksidasi. Pada dasarnya antioksidan berfungsi sebagai pemangsa radikal atau yang bisa bereaksi dengan radikal, seperti senyawaan fenolik, BHA, dan BHT. Derivat fenolik sebagai antioksidan dapat memberikan satu atom hidrogen kepada radikal bebas lemak R' , RO' atau ROO' menjadi molekul yang lebih stabil RH, ROH, atau ROOH, sehingga dengan demikian penghentian reaksi rantai oksidasi lemak dapat terjadi. Hasil titrasi pada kedua sampel minyak menunjukkan bahwa sampel minyak bekas lebih banyak membutuhkan larutan Na2S2O3, artinya sampel minyak bekas lebih banyak mengikat I2 dan bilangan peroksidanya lebih besar yakni 0,054 mg/100 gram. Jika dibandingkan dengan sampel minyak baru membutuhkan lebih sedikit larutan Na2S2O3 yakni 1,3 ml dan bilangan peroksidanya adalah 0,04 mg/100 gram Bilangan peroksida yang didapatkan ini sebagai dasar dalam pemilihan dan produksi minyak goreng yang biasa dipakai masyarakat, batas bilangan peroksida yang dianjurkan menurut SNI adalah 1 mg/100 gram, jika melebihi batas normal ini akan menimbulkan dampak yang merugikan di tubuh manusia, karena senyawa peroksida ini merupakan senyawa yang aktif dan mudah teroksidasi menjadi senyawa yang karsinogenik. Untuk mengatasi masalah oksidasi ini, biasanya pabrik-pabrik yang memproduksi minyak goreng, sering menambahkan zat antioksidan sebagai pencegah oksidasi (mencegah bau tengik) yang lebih cepat terjadi pada minyak.

10

BAB VI KESIMPULAN 1. Untuk mengetahui tingkat kerusakan minyak dapat dinyatakan sebagai angka peroksida atau angka asam Thiobarbiturat (TBA). 2. Kerusakan lemak atau minyak yang utama adalah karena peristiwa oksidasi dan hidrolitik baik enzimatik maupun non enzimatik. 3. Bilangan peroksida dipengaruhi oleh tekanan pengepresan dan lama pemanasan. 4. Bilangan peroksida ditentukan berdasarkan jumlah iodin yang dibebaskan setelah minyak atau lemak ditambahkan KI. 5. Dari hasil praktikum hasil titrasi pada kedua sampel minyak menunjukkan bahwa sampel minyak bekas lebih banyak membutuhkan larutan Na2S2O3, artinya sampel minyak bekas lebih banyak mengikat I2 dan bilangan peroksidanya lebih besar yakni 0,054 mg/100 gram. Jika dibandingkan dengan sampel minyak baru membutuhkan lebih sedikit larutan Na2S2O3 yakni 1,3 ml dan bilangan peroksidanya adalah 0,04 mg/100 gram

11

DAFTAR PUSTAKA Demand, John M. 1997. Kimia Makanan. ITB Press. Bandung Harold Hart, Organic Chemistry, a Short Course, Sixth Edition, Michigan State University, 1983, Houghton Mifflin Co. Khopkhar, SM. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press Muchtadi, deddy dkk. 1992. Metode Kimia, Biokimia dan Biologi dalam Evaluasi Raharjo, Sri. 2004. Kerusakan Oksidatif Pada Makanan. Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta Ralp J. Fessenden and Joan S. Fessenden, Organic Chemistry, Third Edition, University Of Montana, 1986, Wadsworth, Inc, Belmont, Califfornia 94002, Massachuset, USA. Rohman, Abdul dan Soemantri, 2007, Analisis Makanan, UGM Press, Yogyakarta Gandjar, Ibnu Gholib, dkk. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar: Yogyakarta

12

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA MAKANAN HALAL ANALISA BILANGAN PEROKSIDA PADA MINYAK GORENG (PARAMETER KERUSAKAN MINYAK) Laboratorium Kimia Organik, 21 Oktober 2010

DISUSUN OLEH KELOMPOK IV FARMASI 7 A Andriyani Rahmah Dienar Fitri Pratami Fika Muharrom Ismalia Husna F Neta Serian Silfia Windy K Yunia Wiraswasti Sarah AlJufri 107102001519 107102000215 107102000157 107102000139 107102000217 107102000172 107102000865 106102003429

Dosen Pembimbing : S. Hermanto M.Si M. Yanis Musdja M.Si, Apt Anna Muawanah M.Si PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 LAMPIRAN

13

Gambar 1. Minyak goreng baru (Sunco) setelah titrasi.

Gambar 2. Minyak goreng bekas (Sunco) setelah titrasi.

14