Laporan PKL Baristand Industri Surabaya

103
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)  DEP ARTEMEN KIM IA FAK ULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVE RSI TAS AIRLANGGA 2014 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan ( PKL ) adalah suatu bentuk penyelenggaraan  pen di di kan keah l i an y ang m em adu kan secara si stem i k dan sesu ai prog ram  pen g u asaan keah l i an y an g di perol eh m el al u i prof esi on al tert en tu . Di m ana si swa yang bersangkutan ditempatkan disuatu institusi dalam jangka waktu tertentu, sehingga mahasiswa lebih jelas dan mengetahui fungsi dan kedudukannya dalam dunia industri sebagai tenaga siap pakai yang terjun langsung ke masyarakat tanpa menghadapi hambatan. Praktik kerja lapangan (PKL), mengandung makna bahwa kegiatan ini menjadi tanggung jawab bersama antar pihak universitas dan masyarakat atau dunia kerja. Di lingkungan universitas dan lingkungan dunia kerja, semua sistem  pen di di kan / pel ati h an y ang berl an g su ng di du n i a kerja di ev al u asi ol eh du n i a kerja. Atas dasa r pemi kiran tersebut, Pra ktik Kerja Lapangan men jadi salah satu kurikulum wajib yang harus ditempuh oleh mahasiswa S-1 Departemen Kimia Fakul tas Sain s dan Teknologi Univ ers itas Ai rlangga. Wawasan mahasiswa tentang dunia kerja yang berkaitan dengan industri sangat diperlukan, sehubun gan dengan kondisi obyektif Indonesia yang merupakan negara berkembang, dimana teknologi masuk dan di aplikasikan oleh industri terlebih dulu. Sehingga diharapkan bahwa nantinya mahasiswa sebagai calon output dari per gu ruan tin ggi aka n lebih m engenal per kembangan in dustr i. Praktik Kerja Lapangan (PKL) merupakan salah satu persyaratan studi sebelum kelulusan Sarjana di Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Surabaya yang dilaksanakan oleh mahasiswa dangan  bi m bi ng an sem u a pi h ak y an g terkai t di l okasi Prakti k Kerja L apan gan terseb u t. Dalam pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Balai Riset dan Standardisasi Industri (BARISTAND) Surabaya, yang berdasarkan adanya

description

Praktik kerja lapangan

Transcript of Laporan PKL Baristand Industri Surabaya

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Praktik Kerja Lapangan ( PKL ) adalah suatu bentuk penyelenggaraan

    pendidikan keahlian yang memadukan secara sistemik dan sesuai program

    penguasaan keahlian yang diperoleh melalui profesional tertentu. Dimana siswa

    yang bersangkutan ditempatkan disuatu institusi dalam jangka waktu tertentu,

    sehingga mahasiswa lebih jelas dan mengetahui fungsi dan kedudukannya dalam

    dunia industri sebagai tenaga siap pakai yang terjun langsung ke masyarakat tanpa

    menghadapi hambatan.

    Praktik kerja lapangan (PKL), mengandung makna bahwa kegiatan ini

    menjadi tanggung jawab bersama antar pihak universitas dan masyarakat atau

    dunia kerja. Di lingkungan universitas dan lingkungan dunia kerja, semua sistem

    pendidikan/ pelatihan yang berlangsung di dunia kerja dievaluasi oleh dunia

    kerja. Atas dasar pemikiran tersebut, Praktik Kerja Lapangan menjadi salah satu

    kurikulum wajib yang harus ditempuh oleh mahasiswa S-1 Departemen Kimia

    Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga.

    Wawasan mahasiswa tentang dunia kerja yang berkaitan dengan industri

    sangat diperlukan, sehubungan dengan kondisi obyektif Indonesia yang

    merupakan negara berkembang, dimana teknologi masuk dan di aplikasikan oleh

    industri terlebih dulu. Sehingga diharapkan bahwa nantinya mahasiswa sebagai

    calon output dari perguruan tinggi akan lebih mengenal perkembangan industri.

    Praktik Kerja Lapangan (PKL) merupakan salah satu persyaratan studi

    sebelum kelulusan Sarjana di Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi

    Universitas Airlangga Surabaya yang dilaksanakan oleh mahasiswa dangan

    bimbingan semua pihak yang terkait di lokasi Praktik Kerja Lapangan tersebut.

    Dalam pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Balai Riset dan

    Standardisasi Industri (BARISTAND) Surabaya, yang berdasarkan adanya

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 2

    kesesuaian bidang studi mengenai laboratorium industri, sehingga diharapkan

    dengan program ini mahasiswa dapat memperoleh tambahan wawasan

    pengetahuan serta pengalaman secara langsung di lapangan dan meningkatkan

    keterampilan dalam rangka menerapkan teori yang diterima selama di bangku

    perkuliahan yang dipandang sangat penting bagi mahasiswa sebagai calon Sarjana

    kimia yang siap terjun ke masyarakat secara langsung.

    Pemahaman tentang permasalahan di dunia industri akan banyak

    diharapkan dapat menunjang pengetahuan secara teoritis yang didapat dari materi

    perkuliahan, sehingga mahasiswa dapat menjadi salah satu sumber daya manusia

    yang siap menghadapi tantangan era globalisasi. Atas dasar pemikiran tersebut,

    Praktik Kerja Lapangan menjadi salah satu kurikulum wajib yang harus ditempuh

    oleh mahasiswa S-1 Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

    Airlangga.

    1.2 Tujuan Praktik Kerja Lapangan

    Tujuan Praktik Kerja Lapangan adalah sebagai berikut:

    1. Untuk menghasilkan Tenaga Teknis Kefarmasian yang profesional, jujur

    dan bertanggung jawab dalam hal pelayanan kefarmasian kepada

    masyarakat.

    2. Untuk mengenalkan mahasiswa kimia kepada dunia kerja yang sebenarnya

    agar mendapatkan pengalaman dan wawasan kerja yang luas.

    3. Memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk memasyarakatkan diri

    pada suasana lingkungan kerja yang sebenarnya, terutama dalam disiplin

    kerja.

    4. Meningkatkan, memperluas dan membentuk kemampuan mahasiswa

    dalam mengembangkan teori dan praktikum yang didapat dari akademik

    serta memantapkan keterampilan yang sebagai bekal untuk memasuki

    dunia kerja.

    5. Memenuhi salah satu persyaratan bagi mahasiswa dalam rangka

    memperoleh gelar Sarjana.

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 3

    6. Meningkatkan dan memantapkan wawasan tentang teknologi baru dari

    lingkugan akademik dan sebaliknya.

    7. Meningkatkan pengenalan mahasiswa pada aspek-aspek organisasi dalm

    laboratorium antara lain sruktur organisasi dan manajemen laboratorium.

    8. Memperoleh ilmu yang bermanfaat untuk memperbaiki dan

    mengembangkan pendidikan seiring kemajuan zaman.

    9. Memberikan peluang kerja sama antar akademik dan tempat praktik kerja

    lapangan dilaksanakan.

    1.3 Manfaat Praktik Kerja Lapangan

    Adapun manfaat dari dilaksanakannya Praktik Kerja Lapangan (PKL) yaitu :

    1. Sebagai dasar untuk melakukan penelitian selanjutnya dan untuk lebih

    menyempurnakan penelitian berikutnya.

    2. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang pengawasan terhadap

    produk industri dan pencemaran selama berada di perusahaan Baristand

    3. Untuk mengikuti salah satu Akademik Program Studi SI Kimia Fakultas

    Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Sebagai pengalaman bagi

    penulis selama mengadakan kegiatan prigram lapangan.

    1.4 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan

    Praktik Kerja Lapangan mahasiswa Departemen Kimia Fakultas Sains dan

    Teknologi Universitas Airlangga Surabaya bertempat di Balai Riset dan

    Standardisasi Industri (BARISTAND) Surabaya yang berlangsung mulai tanggal

    20 Januari 21 Februari 2014.

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 4

    BAB II

    GAMBARAN UMUM BARISTAND INDUSTRI

    2.1 Sejarah Berdirinya BARISTAND INDUSTRI Surabaya

    Balai Riset dan Standardisasi Industri Surabaya (BARISTAND

    INDUSTRI SURABAYA), sejak awal berdirinya telah mengalami beberapa kali

    perubahan nama dan perpindahan lokasi dari satu kota ke kota lain. Didirikan

    pada 4 Maret 1947 di Klaten Jawa Tengah dengan nama Balai Penyelidikan

    Kimia, berada di bawah Kementerian Kemakmuran. Dari Klaten pindah ke Solo

    pada 25 April 1950 dan pindah untuk ke dua kalinya ke Yogyakarta pada 25 April

    1951. Dari Yogyakarta pindah ke Jalan Garuda No. 2 Surabaya dan pada Mei

    1961, pindah untuk ke empat kalinya ke Jl. Perak Timur 358 Surabaya. Untuk

    terakhir kalinya bersamaan dengan peringatan hari Pahlawan 10 November 1975,

    menempati gedung milik sendiri seluas 4.200 m di atas tanah 10.200 m yang

    berlokasi di Jl. Jagir Wonokromo 360 Surabaya.

    Selain perpindahan lokasi, juga mengalami perubahan nama dari semula

    Balai Penyelidikan Kimia, berubah menjadi Balai Penelitian Kimia dibawah

    PNPR Nupika Yasa (1966 1980). Sesuai dengan tuntutan perkembangan

    industrialisasi maka berdasar Keputusan Menteri Perindustrian No.

    357/MK/SK/8/1980, tanggal 26 Agustus 1980, nama, Struktur Organisasi, Tugas

    Pokok dan Fungsinya ditingkatkan menjadi Balai Penelitian dan Pengembangan

    Industri Surabaya (BISb), yang berada dibawah Badan Penelitian dan

    Pengembangan Industri Departemen Perindustrian. Guna menunjang peningkatan

    daya saing industri dalam perdagangan bebas, Struktur Organisasi, Tugas Pokok

    dan Fungsi BISb ditingkatkan dan namanya diubah menjadi Balai Riset dan

    Standardisasi Industri dan Perdagangan Surabaya (BARISTAND INDAG

    SURABAYA) berdasar Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan

    No. 784/MPP/SK/11/2002 tanggal 29 November 2002.

    Sehubungan dengan pemisahan Departemen Perindustrian dan

    Departemen Perdagangan serta dalam rangka menyesuaikan misi organisasi Balai

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 5

    Riset dan Standardisasi Industri dan Perdagangan sesuai dengan kebutuhan nyata

    masyarakat industri maka berdasar Surat Keputusan Menteri Perindustrian No.

    49/M-IND/PER/6/2006 maka struktur organisasi Balai Riset dan Standardisasi

    Industri dan Perdagangan Surabaya diubah menjadi Balai Riset dan Standardisasi

    Industri Surabaya (Baristand Industri Surabaya).

    Sejak awal berdirinya sampai dengan tahun 2005, kegiatan jasa pelayanan

    teknis lebih terkonsentrasi pada bidang kimia dan logam, namun sejak tahun 2005

    fokus kegiatan diarahkan ke bidang peralatan listrik dan elektronika (termasuk

    audio video), namun sejak tahun 2007 untuk mendukung pengembangan industri

    nasional yang berbasis produk elektronika telematika, maka kegiatan riset dan jasa

    layanan teknis pada Baristand Industri Surabaya lebih difokuskan pada bidang

    elektronika telematika.

    Baristand Industri Surabaya sebagai unit pelaksana teknis yang menangani

    litbang industri elektronika telematika, berperan dalam melaksanakan kebijakan

    pengembangan industri nasional untuk menopang pengembangan industri

    elektronika telematika di Indonesia. Dengan melaksanakan tugas tersebut maka

    diharapkan akan berkembang industri elektronika telematika yang kuat dan

    mandiri sehingga dapat memperluas lapangan kerja dan mendorong percepatan

    pembangunan industri nasional.

    Di samping tugas pembangunan yaitu mendorong tumbuhnya industri

    elektronika telematika nasional, Baristand Industri Surabaya secara internal

    mempunyai tugas untuk meningkatkan kemampuan diri melalui peningkatan

    kompetensi serta memberikan jasa layanan teknis kepada industri kecil, menengah

    dan besar yang juga merupakan suatu kegiatan bisnis. Pada dasarnya upaya

    peningkatan kompetensi Balai merupakan sumber yang dapat meningkatkan peran

    Baristand Industri Surabaya dalam menunjang program pembangunan industri

    elektronika telematika maupun meningkatkan jasa pelayanan teknis yang

    diberikan kepada industri dan masyarakat.

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 6

    2.2 Tugas Pokok dan Fungsi Baristand Industri Surabaya

    2.2.1 Tugas Pokok Baristand Industri Surabaya

    Melaksanakan riset dan standardisasi serta sertifikasi di bidang industri

    tentang:

    a) Bahan baku

    b) Proses

    c) Produk

    d) Peralatan

    e) Standardisasi

    f) Pengendalian pencemaran

    2.2.2 Fungsi Baristand Industri Surabaya

    1. Pemasaran, promosi, pelayanan informasi, penyebarluasan dan

    pendayagunaan hasil riset/litbang;

    2. Perumusan dan penerapan standar, pengujian dan sertifikasi dalam

    bidang bahan baku, bahan penolong, proses, peralatan/mesin dan hasil

    produk;

    3. Pelaksaan penelitian dan pengembangan teknologi industri di bidang

    bahan baku, bahan penolong, proses, peralatan/mesin dan hasil produk

    serta penanggulangan pencemaran industri.

    4. Pengembangan teknologi penanggulangan pemncemaran industri;

    5. Pelaksanaan urusan kepegawaian, keuangan, tata persuratan,

    perlengkapan, kearsipan, rumah tangga, koordinasi penyusunan bahan

    rencana dan program, penyiapan bahan evaluasi dan pelaporan.

    6. Penyusunan program dan pengembangan kompetensi di bidang jasa

    riset/litbang.

    7. Perumusan dan penetapan standard, pengujian dan sertifikasi dalam

    bidang bahan baku, bahan penolong, proses, peralatan/mesin dan hasil

    produk.

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 7

    8. Pemasaran, kerja sama, promosi, pelayanan informasi, penyebaran

    informasi, penyebarluasan dan pendayagunaan hasil riset/ penelitian dan

    pengembangan.

    2.3 Sarana dan Pra Sarana

    2.3.1 Gedung dan Lahan

    Tanah seluas 10.200 m2 dan bangunan seluas 4.540 m2 (tingkat 2) yang

    terdiri dari perkantoran, laboratorium pengujian, laboratorium proses, ruang

    peraga, ruang rapat, ruang pengolaan proyek, ruang perpustakaan, auditorium,

    gudang bahan kimia/peralatan, arsip dan lahan parkir yang luas.

    Gambar 2.1 Gedung Baristand Industri

    2.3.2 Laboratorium

    1. Laboratorium Kimia

    2. Laboratorium Pencemaran

    3. Laboratorium Fisika

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 8

    4. Laboratorium Elektronika dan Telematika

    5. Laboratorium Kaibrasi

    2.3.3 Pra Sarana Pendukung

    1. Workshop perbengkelan dan konstruksi.

    2. Mobil laboratorium khusus untuk pengujian udara dengan kemampuan

    2 unit mobil.

    3. Unit perpustakaan yang berisi buku literature, himpunan buku SNI, JIS,

    ASTM, laporan penelitian, publikasi, kantor HAKI, dokumentasi hasil

    libang dan informasi dan majalah mengeai industri dan perdagangan.

    2.4 Sumber Daya Manusia

    Baristand Industri Surabaya dalam melaksanakan tugas pokok fungsinya

    memiliki kekuatan sumber daya manusia dengan komposisi menurut latar belakang

    pendidikan, kepangkatan / golongan dan status fungsi jabatan memiliki perkembangan

    seperti ditunjukan Tabel 2.4.a, Tabel 2.4.b. dan Tabel 2.4.c.

    Sumber daya manusia Baristand Industri Surabaya juga dapat dikelompokan

    berdasarkan keahlian / profesi, termasuk yang telah disertifikasi lembaga personil

    sebagaimana ditunjukan Tabel III.

    Tabel 2.4.a Kekuatan SDM Baristand Industri Surabaya berdasarkan Tingkat

    Pendidikan

    N

    O

    LATAR

    BELA-

    KANG

    PENDIDI

    -KAN

    2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2013 2014

    1

    . S3 - - - - - - - - -

    2 S2 1 3 - 8 16 20 19 22 22

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 9

    .

    3

    . S1 41 46 44 45 37 45 44 41 42

    4

    . D3 10 9 8 7 4 7 7 4 5

    5

    . SMA 46 38 42 33 33 26 25 16 16

    6

    . SMP 7 5 6 6 6 4 2 1 1

    7

    . SD 2 2 - - 1 1 1 1 1

    T O T A L 107 103 100 99 97 103 98 85 87

    Tabel 2.4.b Perkembangan SDM Baristand Industri Surabaya berdasarkan

    Golongan

    N

    O

    GOLON

    GAN TAHUN

    2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2013 2014

    1

    .

    Golongan

    IV 4 6 7 11 11 13 13 14 14

    2

    .

    Golongan

    III 84 80 72 67 68 72 70 58 59

    3

    .

    Golongan

    II 19 17 16 16 16 17 14 13 14

    4

    .

    Golongan

    I - - - - 1 1 1 0 0

    T O T A L 107 103 100 99 97 103 98 85 87

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 10

    Tabel III. Perkembangan SDM Baristand Industri Surabaya berdasarkan

    Fungsional

    N

    O URAIAN TAHUN

    2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2013 2014

    1

    .

    Fungsional

    :

    - Peneliti 9 9 9 9 8 7 7 7 9

    - Penyuluh 5 5 3 3 2 2 2 2 2

    - Penguji

    Mutu

    Barang

    6 6 6 6 2 2 2 2 5

    - Ahli

    Lingkunga

    n

    10 10 9 9 9 8 3 2 2

    -

    Kepegawa

    ian

    2 2 2 1 1 1 - - -

    - Humas 3 3 2 2 2 2 - - -

    - Arsiparis 2 1 1 1 1 1 1 1 1

    - Dokter 0 0 1 1 1 1 1 1 1

    2

    .

    Non

    Fungsional 70 67 67 67 71 79 82 66 65

    T O T A L 107 103 100 99 97 103 98 85 87

    Pada tahun 2011, Baristand Industri Surabaya juga masih melakukan sub kontrak

    tenaga ahli tertentu yang keahliannya belum dimiliki pegawai Baristand Industri

    Surabaya dan / atau jumlahnya belum mencukupi kebutuhan (umumnya untuk auditor

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 11

    dan tenaga ahli). Disamping itu, Baristand Industri Surabaya juga masih melakukan

    outsourcing untuk teknisi laboratorium kimia / makanan minuman, administrasi

    pelayanan, tenaga kebersihan dan tenaga keamanan.

    2.5 Keorganisasian

    2.5.1 Struktur Organisasi Baristand Industri Surabaya

    Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor 49/M-

    IND/PER/6/2006 struktur organisasi dari Baristand Industri Surabaya (dapat

    dilihat pada lampiran).

    2.5.2 Tata Kerja Baristand Industri Surabaya

    Kepala Balai, Kepala Sub Bagian, Kepala Seksi dan kelompok jabatan

    fungsional dalam melaksanakan tugasnya diligkungan Baristand Surabaya wajib

    menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronasi di lingkungan internal

    maupun instansi lain di luar Baristand Surabaya sesuai dengan bidang tugasnya.

    Setiap pimpinan organisasi di lingkungan Baristand Surabaya mengawasi

    pelaksanaan tugas bawahan dan apabila terjadi penyimpangan pelaksanaan tugas,

    wajib mengambil keputusan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Setiap pimpinan suatu organisasi wajib mengikuti dan mematuhi petunjuk serta

    bertanggung jawab kepada atasan masing-masing dengan menyampaikan laporan

    berkala tepat pada waktunya.

    Kepala Sub Bagian Tata Usaha dan para seksi di lingkungan Baristand

    Industri Surabaya dan selanjutnya Kepala Sub Bagian Tata Usaha menyusun

    laporan Baristand Industri Surabaya. Setiap laporan yang diterima kepala

    Baristand Surabaya Wajib diolah dan dipergunakan sebagaibahan untuk

    menyusun laporan lebih lanjut dan memberikan petunjuk kepada bawahan. Dalam

    menyampaikan laporan kepada atasan, tembusan laporan wajib disampaikan

    kepada satuan/unit organisasi lain yang secara fungsional mempuyai hubungan

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 12

    kerja dan tembusan laporan wajib diolah dan dipergunakan sebagai bahan untuk

    menyusun laporan lebih lanjut serta untuk memberikan petunjuk kepada bawahan.

    Dalam melaksanakan tugas setiap pimpinan satuan/unit organisasi di

    lingkungan Baristand Industri Surabaya dibantu oleh pimpinan satua/unit

    organisasi di bawahnya.

    2.6 Kerjasama Industri

    Kerjasama yang ditawarkan oleh Baristand Insustri Surabaya, antara lain:

    1. Kerjasama riset (joint research) untuk mengembangkan jenis produk

    industri dan komoditi unggulan yang berbasis daya lokal.

    2. Kerjasama riset dan pengembangan cluster industri

    3. Kerjasama perencanaan dan pembangunan IPAL

    4. Kerjasama penyusunan atau studi AMDAL

    5. Kerjasama bimbingan penyusunan sistem manajemen

    6. Kerjasama pengendalian mutu bahan baku dan produk industri

    7. Kerjasama pengembangan sumber daya manusia bidang industri dan

    kewirausahaan

    8. Kerjasama pemanfaatan, teknologi dan perbaikan mutu produk bagi UKM.

    9. Kerjasama penyuluhan teknologi dan proses

    10. Kerjasama diseminasi atau pameran teknologi terapan atau tepat guna

    11. Kerjasama pengembangan sumber daya manusia dengan memberikan

    kesempatan untuk melaksanakan praktik kerja lapangan.

    12. Kerjasama pengembangan sumber daya manusia bagi para teknisi atau

    bimbingan TA (tugas akhir).

    Selanjutnya guna mengantisipasi kebutuhan pelayanan teknis yang

    memiliki persyaratan pelayanan khusus (misalnya terakreditasi oleh komite

    akreditasi nasional) dan pelayanan yang tidak terkait langsung dengan tugas

    pokok dan fungsi yang harus dioprasionalkan, Baristand Industri Surabaya

    mengembangkan organisasi fungsional yang ditetapkan melalui surat keputusan

    kepala balai, diantaranya adalah:

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 13

    1. Laboratorium pengujian dan kalibrasi Baristand Surabaya (akreditasi KAN

    tahun 2004, laboratorium pengujian : LP-213-IDN dan kalibrasi LK-061-

    IDN).

    2. Lembaga sertifikasi Surabaya (LSPro Surabaya) (akreditasi KAN 2004

    LSPro-011-IDN).

    3. Lembaga sertifikasi sistem mutu Surabaya (LSSM Surabaya) (proses

    akreditasi).

    4. Lembaga inspeksi.

    2.7 Visi dan Misi Baristand Industri Surabaya

    2.7.1 Visi Baristand Industri Surabaya

    Menjadi lembaga riset dan pelayanan teknis yang handal dan terpercaya

    (center of axcellence) di bidang teknologi telematika.

    2.7.2 Misi Baristand Industri Surabaya

    1. Melaksanakan kegiatan riset teknologi telematika untuk mendorong

    tumbuhnya industri telematika.

    2. Memberikan jasa pelayanan teknis yang berkualitas di bidang riset,

    pengujian dan kalibrasi, standardisasi dan sertifikasi, RBPI mesin/alat,

    pelatihan, lingkungan, konsultasi dan informasi kepada dunia usaha.

    3. Meningkatkan kemampuan dan keahlian SDM Baristand Industri Surabaya

    yang profesional untuk penguasaan teknologi dan pemberian pelayanan

    teknis kepada industri telematika.

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 14

    BAB III

    TINJAUAN PUSTAKA

    3.1 Air Limbah

    Air limbah adalah air yang tidak bersih dan mengandung berbagai zat

    yang bersifat membahayaka kehidupan manusia maupun hewan. Lebih

    kurang 80% dari air yang digunakan untuk aktifitas manusia akan dibuang

    lagi dalam bentuk air limbah.Jumlah air limbah dari industri sangat

    bervariasi tergantung dari jenis dan besar kecilnya industri, pengawasan

    pada proses industri, derajat penggunaan air, derajat pengolahan air limbah

    yang ada. Jumlah air limbah yang dihasilkan oleh industri yang tidak

    menggunakan proses basah diperkirakan sekitar 50 m3/ha/hari. Sekitar 85-

    95% dari jumlah air yang digunakan adalah berupa air limbah.

    Menurut Ehless dan Steel yang dikutip oleh Sudarmaji (2006), air

    limbah adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga, industri dan

    tempat-tempat umum lainnya yang biasanya mengandung bahan dan zat

    yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta mengganggu

    kelestarian lingungan.

    Industri dan kegiatan lainnya yang mempunyai air buangan yang

    membentuk limbah cair dalam skala besar harus melakukan penanganan

    agar tidak berdampak pada lingkungan sekitar. Apabila limbah cair tersebut

    tidak dilakukan pengolahan dan dibuang langsung ke lingkungan umum,

    sungai, danau, laut akan berdampak pada lingkungan karena jumlah polutan

    didalam air menjadi semakin tinggi. Pada dasarnya ada dua alternatif

    penanganan yaitu membawa limbah cair ke pusat pengolahan limbah atau

    memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Air limbah sebelum

    dilepaskan kepembuangan akhir harus menjalani pengolahan terlebih

    dahulu.

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 15

    3.2 Alkohol

    Alkohol merupakan senyawa seperti air yang satu hidrogennya diganti

    oleh rantai atau cincin hidrokarbon. Sifat fisis alkohol, alkohol mempunyai

    titik didih yang tinggi dibandingkan alkana-alkana yang jumlah atom C nya

    sama. Hal ini disebabkan antara molekul alkohol membentuk ikatan

    hidrogen. Rumus umum alkohol R OH, dengan R adalah suatu alkil baik

    alifatis maupun siklik. Dalam alkohol, semakin banyak cabang semakin

    rendah titik didihnya. Sedangkan dalam air, metanol, etanol, propanol

    mudah larut dan hanya butanol yang sedikit larut. Alkohol dapat berupa

    cairan encer dan mudah bercampur dengan air dalam segala perbandingan

    (Brady, 1999).

    Berdasarkan jenisnya, alkohol ditentukan oleh posisi atau letak gugus

    OH pada rantai karbon utama karbon. Ada tiga jenis alkohol antara lain

    alkohol primer, alkohol sekunder dan alkohol tersier. Alkohol primer yaitu

    alkohol yang gugus OH nya terletak pada C primer yang terikat langsung

    Gambar 3.1. Air Limbah

    Gambar 3.2. Struktur Alkohol

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 16

    pada satu atom karbon yang lain contohnya : CH3CH2CH2OH (C3H7O).

    Alkohol sekunder yaitu alkohol yang gugus -OH nya terletak pada atom C

    sekunder yang terikat pada dua atom C yang lain. Alkohol tersier adalah

    alkohol yang gugus OH nya terletak pada atom C tersier yang terikat

    langsung pada tiga atom C yang lain (Fessenden, 1997).

    3.3 Sabun

    Sabun adalah garam alkali dari asam lemak dan dihasilkan menurut

    reaksi asam basa biasa. Basa alkali yang umum digunakan untuk membuat

    sabun adalah Kalium Hidroksida (KOH), Natrium Hidroksida (NaOH), dan

    Amonium Hidroksida (NH4OH) sehingga rumus molekul sabun selalu

    dinyatakan sebagai RCOOK atau RCOONa atau RCOONH4. Sabun kalium

    ROOCK disebut juga sabun lunak dan umumnya digunakan untuk sabun

    mandi cair, sabun cuci pakaian dan perlengkapan rumah tangga. Sedangkan

    sabun natrium, RCOONa, disebut sabun keras dan umumnya digunakan

    sebagai sabun cuci, dalam industri logam dan untuk mengatur kekerasan

    sabun kalium. Didalam air, sabun bersifat sedikit basa. Hal ini disebabkan

    bagian rantai alkil sabun (RCOO-

    ) mengalami hidrolisis parsial dalam air :

    RCOO-

    + H2O RCOOH + OH-

    Karenanya kulit akan terasa kering jika terlalu lama kontak dengan air

    yang mengandung sabun. Untuk mengatasi hal ini biasanya produsen

    produsen sabun menambahkan sedikit pelembab (moisturizer) kedalam

    sabun. Jika didalam air terdapat ion ion Ca2+

    dan Mg2+

    baik dalam bentuk

    bikarbonat atau hidroksida, bagian alkil dari sabun ini akan di endapkan

    bersama dengan ion ion logam tersebut :

    2RCOO + Mg2+

    ->

    Mg(RCOO)2

    2RCOO-

    + Ca2+

    -> Ca(RCOO)2

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 17

    Akibatnya dibutuhkan relatif lebih banyak sabun sebelum bisa membuat air

    menjadi berbuih (petrucci, 1966). Dari segi pengolahan air maka sabun

    cukup efektif untuk mengendapkan ion ion penyebab hardness (ion Ca2+

    dan Mg2+

    ) dengan hanya meningkatkan ion Na2+

    dan K2+

    . Sehingga

    pemakaian sabun untuk mengurangi hardness dalam pengolahan air perlu

    juga mendapat perhatian.

    Pemakaian sabun terutama berhubungan dengan sifat surface active

    agent dari sabun. Sabun bersifat dapat mengurangi tegangan permukaan

    yang dibasahi dibandingkan jika tanpa sabun. Selain itu sifat lain yang

    cukup penting adalah kemampuan molekul sabun dalam air membentuk

    emulsi. Kemampuan ini berhubungan dengan kemampuan molekul sabun

    dalam mengikat kotoran yang melekat pada suatu permukaan

    (membersihkan).

    3.4 Makanan

    Makanan diperlukan untuk kehidupan karena makanan merupakan

    salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Makanan berfungsi

    untuk memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan atau perkembangan

    serta mengganti jaringan tubuh yang rusak, memperoleh energi untuk

    melakukan aktivitas sehari-hari, mengatur metabolisme dan berbagai

    keseimbangan air, mineral, dan cairan tubuh yang lain, juga berperan di

    Gambar 3.3. Sabun Mandi

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 18

    dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit

    (Notoatmodjo, 2003).

    Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan

    setiap saat dan dimanapun ia berada serta memerlukan pengelolaan yang

    baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Tanpa adanya makanan dan

    minuman, manusia tidak dapat melangsungkan hidupnya. Adapun

    pengertian makanan menurut WHO (World Health Organization) yaitu

    semua substansi yang diperlukan tubuh, kecuali air dan obat-obatan dan

    substansi-substansi yang dipergunakan untuk pengobatan (Putraprabu,

    2008).

    3.5 Madu

    Madu merupakan cairan alami yang umumnya mempunyai rasa

    manis, dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nectar)

    atau bagian lain dari tanaman (extra floral nectar) atau ekskresi serangga (

    SNI, 2004). Definisi madu menurut Codex (1989) adalah zat pemanis alami

    yang diproduksi oleh lebah madu dari nektar tanaman atau sekresi bagian

    lain dari tanaman atau ekskresi dari insekta pengisap tanaman, yang

    dikumpulkan, diubah dan dikombinasikan dengan zat tertentu dari lebah

    Gambar 3.4. Bahan Makanan

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 19

    kemudian ditempatkan, dikeringkan, lalu disimpan di dalam sarang hingga

    matang.

    Lebah menambahkan enzim dan bahan anti mikroba selama proses

    pemindahan (Siregar, 2006). Enzim utama madu adalah diastase (amilase),

    invertase (sukrase, -glukosidase) dan glukosa oksidase. Diastase berperan

    dalam menguraikan glikogen menjadi gula-gula sederhana, invertase

    menguraikan sukrosa menjadi fruktosa dan glukosa dan glukosa oksidase

    berperan dalam memproduksi hidrogen peroksida serta glukosa asam

    glukonik (Suarez et al ., 2010). Lebah menurunkan kadar hingga sekitar

    50%, selanjutnya akan memasukkannya ke sel madu yaitu sel-sel yang

    terdapat di bagian atas sisiran. Lebah pekerja masih terus mengipasi madu di

    dalam sel sampai kadar air mencapai sekitar 20%, selanjutnya sel ditutupi

    atau disegel dengan malam (wax). Madu dalam sel yang tersegel disebut

    madu matang dan sudah dapat dipanen. Proses pembentukan madu yang

    melibatkan banyak bunga dari berbagai tanaman dan banyak lebah

    menyebabkan madu dari setiap koloni lebah memiliki komposisi kimia,

    penampilan fisik, maupun ciri biologi yang khas. Produk lebah madu selain

    madu diantaranya pollen dan royal jelly. Pollen merupakan pakan lebah

    madu yang mengandung protein, lemak dan karbohidrat (Sihombing, 2005).

    Gambar 3.5. Madu

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 20

    3.6 Pewarna Makanan

    Warna dari suatu produk makanan ataupun minuman merupakan salah

    satu ciri yang sangat penting. Warna merupakan kriteria dasar untuk

    menentukan kualitas makanan, antara lain warna juga dapat memberi

    petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan, seperti pencoklatan.

    Bahan pewarna makanan kadang-kadang ditambahkan dalam makanan

    untuk membantu mengenali identitas atau karakteristik dari suatu makanan,

    mempertegas warna alami dari makanan; untuk mengkoreksi variasi alami

    dalam warna, menjaga keseragaman warna, dimana variasi tersebut biasa

    terjadi pada intensitas warna dan memperbaiki penampilan makanan yang

    mengalami perubahan warna alaminya selama proses pengolahan maupun

    penyimpanan.

    Zat pewarna makanan sering kali menimbulkan masalah kesehatan,

    terutama dalam penyalahgunaan pemakaiannya. Zat warna untuk tekstil dan

    kulit terkadang dipakai untuk mewarnai makanan. Di Indonesia, karena

    undangundang penggunaan zat warna belum ada, terdapat kecenderungan

    penyalahgunaan pemakaian zat warna untuk sembarang bahan pangan;

    misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan

    makanan. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu

    logam berat pada pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan zat pewarna

    tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan rakyat mengenai zat pewarna untuk

    makanan, atau disebabkan karena tidak adanya penjelasan dalam label yang

    melarang penggunaan senyawa tersebut untuk bahan pangan, dan harga zat

    pewarna untuk industri relatif jauh lebih murah dibandingkan dengan harga

    zat pewarna untuk makanan. Zat warna tersebut memiliki warna yang cerah,

    dan praktis digunakan.

    Zat warna tersebut juga tersedia dalam kemasan kecil di pasaran

    sehingga memungkinkan masyarakat tingkat bawah dapat membelinya.

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 21

    Tabel 3. 6 Perbedaan antara zat pewarna sintetis dan alami

    Pembeda Zat pewarna Sintetis Zat pewarna alami

    Warna yang dihasilkan Lebih cerah

    Lebih homogeny

    Lebih pudar

    Tidak homogen

    Variasi warna Banyak Sedikit

    Harga Lebih murah Lebih mahal

    Ketersediaan Tidak terbatas Terbatas

    Kestabilan Stabil Kurang stabil

    Beberapa contoh pewarna makanan yang diperbolehkan untuk

    dikonsumsi manusia antara lain : Caramel, Tartrazin, Brilliant Blue FCF,

    Carmoisin, Sunset Yellow.

    Tartrazin

    Tartrazin (Rumus molekul C16H9N4Na3O9S2) atau E102 atau FD&C

    Yellow 5, adalah pewarna kuning lemon sintetis yang umum digunakan

    sebagai pewarna makanan. Tartrazin merupakan bahan pewarna yang umum

    digunakan di Afrika, Swedia, dan Indonesia. Untuk menghasilkan warna

    lain, tartrazin dapat dicampurkan dengan E133 Biru Brilian/Brilliant Blue

    FCF atau E142 Hijau/Green S untuk menghasilkan sejumlah variasi warna

    hijau. Parlemen Eropa mengizinkan penggunaan senyawa ini di negara Uni

    Eropa dengan Surat Keputusan Konsul (Council Directive) 94/36/EC.

    Berikut adalah daftar makanan yang mungkin mengandung tartrazin :

    minuman ringan, puding, keripik, sereal, kue, sup, saus, es krim, permen,

    selai, jeli, mustard, acar, yogurt, mie, dan jus. Ada tidaknya, sedikit

    banyaknya kandungan tartrazine tergantung pada kebijakan perusahaan

    manufaktur atau koki yang membuat makanan.

    Penggunaan tartrazin dapat menyebabkan biduran (urtikaria). Gejala

    alergi tartrazin dapat timbul apabila senyawa ini terhirup (inhalasi) atau

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 22

    ditelan (ingesti). Reaksi alergi yang timbul berupa sesak napas, pusing,

    migrain, depresi, pandangan kabur, dan sulit tidur.

    Gambar 3.6 Struktur tartrazin

    3.7 Spektrofotometri UV - VIS

    Spektrofotometri UV-Vis merupakan salah satu teknik analisis

    spektroskopi yang memakai sumber radiasi eleltromagnetik ultraviolet dekat

    (190-380) dan sinar tampak (380-780) dengan memakai instrumen

    spektrofotometer (Mulja dan Suharman, 1995:26).

    Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup

    besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis

    lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif ketimbang kualitatif (Mulja

    dan Suharman, 1995: 26).

    Spektrofotometer terdiri atas spektrometer dan fotometer.

    Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang

    gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya

    yang ditranmisikan atau yang diabsorpsi. Spektrofotometer tersusun atas

    sumber spektrum yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorpsi untuk

    larutan sampel atau blangko dan suatu alat untuk mengukur pebedaan

    absorpsi antara sampel dan blangko ataupun pembanding (Khopkar, 1990:

    216).

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 23

    3.8 Spektroskopi Serapan Atom

    Spektrofotometri Serapan Atom (AAS) adalah suatu metode analisis yang

    didasarkan pada proses penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berada

    pada tingkat energi dasar (ground state). Penyerapan tersebut menyebabkan

    tereksitasinya elektron dalam kulit atom ke tingkat energi yang lebih tinggi.

    Keadaan ini bersifat labil, elektron akan kembali ke tingkat energi dasar sambil

    mengeluarkan energi yang berbentuk radiasi. Dalam AAS, atom bebas

    berinteraksi dengan berbagai bentuk energi seperti energi panas, energi

    elektromagnetik, energi kimia dan energi listrik. Interaksi ini menimbulkan

    proses-proses dalam atom bebas yang menghasilkan absorpsi dan emisi

    (pancaran) radiasi dan panas. Radiasi yang dipancarkan bersifat khas karena

    mempunyai panjang gelombang yang karakteristik untuk setiap atom bebas

    (Basset, 1994).

    Spektrofotometri molekuler pita absopsi inframerah dan UV-tampak yang di

    pertimbangkan melibatkan molekul poliatom, tetapi atom individu juga menyerap

    radiasi yang menimbulkan keadaan energi elektronik tereksitasi. Spectra absorpsi

    lebih sederhana dibandingakan dengan spectra molekulnya karena keadaan energi

    elektronik tidak mempunyai sub tingkat vibrasi rotasi. Jadi spectra absopsi atom

    terdiri dari garis-garis yang jauh lebih tajam daripada pita-pita yang diamati dalam

    spektrokopi molekul (Underwood, 2001).

    Hubungan kuantitatif antara intensitas radiasi yang diserap dan konsentrasi

    unsur yang ada dalam larutan cuplikan menjadi dasar pemakaian SSA untuk

    Gambar 3.7. Spektrofotometer UV - VIS

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 24

    analisis unsur-unsur logam. Untuk membentuk uap atom netral dalam

    keadaan/tingkat energi dasar yang siap menyerap radiasi dibutuhkan sejumlah

    energi. Energi ini biasanya berasal dari nyala hasil pembakaran campuran gas

    asetilen-udara atau asetilen-N2O, tergantung suhu yang dibutuhkan untuk

    membuat unsur analit menjadi uap atom bebas pada tingkat energi dasar (ground

    state). Disini berlaku hubungan yang dikenal dengan hukum Lambert-Beer yang

    menjadi dasar dalam analisis kuantitatif secara SSA. Hubungan tersebut

    dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut (Ristina, 2006).

    I = Io . a.b.c

    Atau,

    Log I/Io = a.b.c

    A = a.b.c

    dengan,

    A = absorbansi, tanpa dimensi

    a = koefisien serapan, L2/M

    b = panjang jejak sinar dalam medium berisi atom penyerap, L

    c = konsentrasi, M/L3

    Io = intensitas sinar mula-mula

    I = intensitas sinar yang diteruskan

    Bagian-bagian AAS adalah sebgai berikut (Day, 1986).

    a. Lampu katoda

    Lampu katoda merupakan sumber cahaya pada AAS. Lampu katoda

    memiliki masa pakai atau umur pemakaian selama 1000 jam. Lampu katoda pada

    setiap unsur yang akan diuji berbeda-beda tergantung unsur yang akan diuji,

    seperti lampu katoda Cu, hanya bisa digunakan untuk pengukuran unsur Cu.

    Lampu katoda terbagi menjadi dua macam, yaitu :

    Lampu Katoda Monologam : Digunakan untuk mengukur 1 unsur.

    Lampu Katoda Multilogam : Digunakan untuk pengukuran beberapa logam

    sekaligus.

    b. Tabung gas

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 25

    Tabung gas pada AAS yang digunakan merupakan tabung gas yang berisi

    gas asetilen. Gas asetilen pada AAS memiliki kisaran suhu 20000 K, dan ada

    juga tabung gas yang berisi gas N2O yang lebih panas dari gas asetilen, dengan

    kisaran suhu 30000 K. Regulator pada tabung gas asetilen berfungsi untuk

    pengaturan banyaknya gas yang akan dikeluarkan, dan gas yang berada di dalam

    tabung. Spedometer pada bagian kanan regulator merupakan pengatur tekanan

    yang berada di dalam tabung. Gas ini merupakan bahan bakar dalam

    Spektrofotometri Serapan Atom

    c. Burner

    Burner merupakan bagian paling terpenting di dalam main unit, karena

    burner berfungsi sebagai tempat pancampuran gas asetilen, dan aquabides, agar

    tercampur merata, dan dapat terbakar pada pemantik api secara baik dan merata.

    Lobang yang berada pada burner, merupakan lobang pemantik api.

    d. Monokromator

    Berkas cahaya dari lampu katoda berongga akan dilewatkan melalui celah

    sempit dan difokuskan menggunakan cermin menuju monokromator.

    Monokromator dalam alat SSA akan memisahkan, mengisolasi dan mengontrol

    intensitas energi yang diteruskan ke detektor. Monokromator yang biasa

    digunakan ialah monokromator difraksi grating.

    e. Detektor

    Detektor merupakan alat yang mengubah energi cahaya menjadi energi

    listrik, yang memberikan suatu isyarat listrik berhubungan dengan daya radiasi

    yang diserap oleh permukaan yang peka. Fungsi detektor adalah mengubah energi

    sinar menjadi energi listrik, dimana energi listrik yang dihasilkan digunakan untuk

    mendapatkan data. Detektor AAS tergantung pada jenis monokromatornya, jika

    monokromatornya sederhana yang biasa dipakai untuk analisa alkali, detektor

    yang digunakan adalah barier layer cell. Tetapi pada umumnya yang digunakan

    adalah detektor photomultiplier tube.

    Photomultiplier tube terdiri dari katoda yang dilapisi senyawa yang bersifat peka

    cahaya dan suatu anoda yang mampu mengumpulkan elektron. Ketika foton

    menumbuk katoda maka elektron akan dipancarkan, dan bergerak menuju anoda.

    Antara katoda dan anoda terdapat dinoda-dinoda yang mampu menggandakan

    elektron. Sehingga intensitas elektron yang sampai menuju anoda besar dan

    akhirnya dapat dibaca sebagai sinyal listrik. Untuk menambah kinerja alat maka

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 26

    digunakan suatu mikroprosesor, baik pada instrumen utama maupun pada alat

    bantu lain seperti autosampler.

    f. Sistem pembacaan

    Sistem pembacaan merupakan bagian yang menampilkan suatu angka atau

    gambar yang dapat dibaca oleh mata.

    g. Ducting

    Ducting merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa

    pembakaran pada AAS, yang langsung dihubungkan pada cerobong asap bagian

    luar pada atap bangunan, agar asap yang dihasilkan oleh AAS, tidak berbahaya

    bagi lingkungan sekitar. Asap yang dihasilkan dari pembakaran pada

    spektrofotometry serapan atom (AAS), diolah sedemikian rupa di dalam ducting,

    agar asap yang dihasilkan tidak berbahaya.

    3.9 Turbidimetri

    Turbidimeter merupakan alat yang digunakan untuk menguji kekeruhan,

    yang biasanya dilakukan pengujian adalah pada sampel cairan misalnya air. Salah

    satu parameter mutu yang sangat vital adalah kekeruhan yang kadang-kadang

    diabaikan karena dianggap sudah cukup dilihat saja atau alat ujinya yang tidak ada

    padahal hal tersebut dapat berpengaruh terhadap mutu. Oleh sebab itu untuk

    mengendalikan mutu dilakukan uji kekeruhan dengan alat turbidimeter. Ada

    beberapa cara praktis memeriksa kualitas air, yang paling langsung karena

    beberapa ukuran redaman (yaitu, pengurangan kekuatan) cahaya saat melewati

    Gambar 3.8. Seperangkat AAS

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 27

    kolom sampel air, Kekeruhan diukur dengan cara ini menggunakan alat yang

    disebut nephelometer dengan setup detektor ke sisi sinar. Satuan kekeruhan dari

    nephelometer dikalibrasi disebut Nephelometric Kekeruhan Unit (NTU).

    Kekeruhan di danau, waduk, saluran, dan laut dapat diukur dengan

    menggunakan Secchi disk. Kekeruhan di udara, yang menyebabkan redaman

    matahari, digunakan sebagai ukuran polusi. Untuk model redaman dari radiasi

    balok, beberapa parameter kekeruhan telah diperkenalkan, termasuk faktor

    kekeruhan Linke (TL). Kekeruhan (atau kabut) juga diterapkan untuk padatan

    transparan seperti kaca atau plastik. Dalam kabut produksi plastik didefinisikan

    sebagai persentase cahaya yang dibelokkan lebih dari 2,5 dari arah cahaya

    masuk.

    Dasar pengukuran secara turbidimetri adalah berkurangnya intensitas

    radiasi yang diteruskan yang disebabkan oleh adanya hamburan oleh partikel

    analit dalam bentuk koloid atau suspensi. Karena mekanisme turbidimetri sama

    dengan spektrofotometri UV-Vis yaitu absorbsi, maka pada turbidimetri juga

    berlaku Hukum Lambert Beer

    Dengan ketentuan :

    Gambar 3.8. Turbidimeter

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 28

    T = Transmitan

    I = Intensitas sinar yang diteruskan

    Io = Intensitas sinar yang datang

    k = tetapan yang tergantung pada ukuran, bentuk partikel dan sumber radiasi

    b = tebal kuvet

    C = konsentrasi analit yang diukur

    Untuk membuat kondisi dan distribusi partikel yang homogen perlu dikontrol

    parameter-parameter pembentukan endapan sebagai berikut :

    1. Konsentrasi pereaksi

    2. Cara penambahan pereaksi

    3. pH larutan

    4. Temperatur

    5. Cara pengadukan

    6. Kekuatan ion (matriks sampel/standar)

    7. Waktu mulai pembentukan endapan sampai dengan pengukuran

    Ke dalam larutan sampel sering ditambahkan surfaktan (gliserrol, gelatin,

    dekstrin) untuk menstabilkan endapan dalam bentik koloid dan mencegah

    terjadinya koagulasi.

    Tabel 3.8 Beberapa kation dan anion yang kadarnya bisa ditentukan dengan

    metode turbidimetri

    Analit Pengendap Endapan

    Ag+ NaCl AgCl

    Ca2+ Na2C2O4 CaC2O4

    Cl- AgNO3 AgCl

    CN- AgNO3 AgCN

    CO32- BaCl2 BaCO3

    F- CaCl2 CaF2

    SO42- BaCl2 AgNO3

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 29

    BAB IV

    METODE PELAKSANAAN

    4.1 Analisis TOC (Total Organic Carbon)

    Acuan : SNI 06-6898.28-2005

    Prinsip

    Contoh uji yang telah homogen diaspirasikan ke dalam tabung

    pembakaran yang dibungkus dengan katalis oksidatif dan dipanaskan

    pada suhu 6800C. Air akan menguap dan bahan organik teroksidasi

    menjadi CO2 dan H2O. CO2 yang dihasilkan dialirkan bersama gas

    pembawa dan ukur respon detektor dengan Nondispersive Infrared

    Analyzer (NDIR). Dari hasil pengukuran, didapat nilai karbon total dan

    karbon anorganik secara terpisah, sedangkan nilai TOC didapat dari

    selisihnya.

    Alat-alat

    1. TOC analyzer

    2. Timbangan analitik

    3. Penyaring dengan ukuran pori 0,45

    4. Labu ukur 50 ml ; 100 ml dan 1000 ml

    5. Pipet volumetrik 10 ml ; 25 ml dan 50 ml

    6. Labu semprot

    7. Desikator

    8. Oven

    Bahan-bahan

    1. Air suling bebas karbon

    2. Kalium hidrogen ftalat

    3. Natrium karbonat (Na2CO3)

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 30

    4. Natrium hidrogen karbonat (NaHCO3)

    5. Gas oksigen murni bebas CO2 yang mengandung hdrokarbon

    sebagai metan lebih kecil dari 1 mg/L.

    Prosedur Kerja

    1. Optimalkan alat TOC analyzer sesuai petunjuk penggunaan alat.

    2. Ukur respon detektor masing masing larutan kerja.

    3. Buat kurva kalibrasi untuk mendapatkan persamaan garis regresi.

    4. Lanjutkan dengan pengukuran contoh uji yang sudah dipersiapkan.

    Cara menghitung

    Konsentrasi karbon organik total (TOC) mg/L

    Dengan pengertian:

    TOC adalah karbon organik total dalam contoh uji (mg/L)

    TC adalah total karbon hasil pengukuran (mg/L)

    IC adalah kabon anorganik hasil pengukuran (mg/L)

    Fp adalah faktor pengenceran

    4.2 Analisis COD (Chemical Oxygen Demand) refluks terbuka

    Acuan : SNI 06-6989.15-2004

    Prinsip

    Zat organik dioksidasi dengan campuran mendidih asam sulfat dan

    kalium dikromat yang diketahui normalitasnya dalam suatu refluk selama

    2 jam. Kelebihan kalium dikromat yang tidak tereduksi, dititrasi dengan

    larutan ferro ammonium sulfat (FAS).

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 31

    Alat-alat

    1. Peralatan refluks, yang terdiri dari labu erlenmeyer, pendingin Liebig

    30 cm;

    2. Hot plate atau yang setara;

    3. Labu ukur 100 mL dan 1000 mL;

    4. Buret 25 mL atau 50 mL;

    5. Pipet volum 5 mL; 10 mL; 15 mL dan 50 mL;

    6. Erlenmeyer 250 mL (labu refluk); dan

    7. Timbangan analitik.

    Bahan-bahan

    1. Larutan baku kalium dikromat 0,25 N.

    Larutkan 12,259 g K2Cr2O7 (yang telah dikeringkan pada 1500C

    selama 2 jam) dengan air suling dan tepatkan sampai 1000 mL.

    2. Larutan asam sulfat perak sulfat.

    Tambahkan 5,5 g Ag2SO4 kedalam 1 kg asam sulfat pekat atau

    10,12 g Ag2SO4 dalam 1000 mL asam sulfat pekat , aduk dan

    biarkan 1 hari sampai 2 hari untuk melarutkan.

    3. Larutan indikator ferroin.

    Larutkan 1,485 g 1,10 phenanthrolin monohidrat dan 0,695 g

    FeSO4.7H2O dalam air suling dan encerkan sampai 100 mL.

    4. Larutan ferro ammonium sulfat (FAS) 0,1 N.

    Larutkan 39,2 g Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O dalam air suling,

    tambahkan 20 mL H2SO4 pekat, dinginkan dan tepatkan sampai

    1000 mL. Bakukan larutan ini dengan larutan baku kalium dikromat

    0,25 N.

    5. Larutan baku potasium hidrogen phthalat (KHP).

    Larutkan 425 mg KHP (yang telah dihaluskan dan dikeringkan pada

    1100C), dalam air suling dan tepatkan sampai 1000 mL. Larutan ini

    mempunyai kadar KOK 500 mg/L O2. Bila disimpan dalam

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 32

    refrigerator dapat digunakan sampai 1 minggu selama tidak ada

    pertumbuhan mikroba.

    6. Asam sulfamat.

    Hanya digunakan jika ada gangguan nitrit, 10 mg asam sulfamat

    untuk 1 mg nitrit

    7. Serbuk merkuri sulfat, HgSO4.

    8. Batu didih.

    Prosedur Kerja

    1. Pipet 10 mL contoh uji, masukkan kedalam erlenmeyer 250 mL.

    2. Tambahkan 0,2 g serbuk HgSO4 dan beberapa batu didih.

    3. Tambahkan 5 mL larutan kalium dikromat, K2Cr2O7 0,25 N.

    4. Tambahkan 15 mL pereaksi asam sulfat perak sulfat perlahan-

    lahan sambil didinginkan dalam air pendingin.

    5. Hubungkan dengan pendingin Liebig dan didihkan diatas hot plate

    selama 2 jam.

    6. Dinginkan dan cuci bagian dalam dari pendingin dengan air suling

    hingga volume contoh uji menjadi lebih kurang 70 mL.

    7. Dinginkan sampai temperatur kamar, tambahkan indikator ferroin 2

    sampai dengan 3 tetes, titrasi dengan larutan FAS 0,1 N sampai

    warna merah kecoklatan, catat kebutuhan larutan FAS.

    8. Lakukan langkah 3.5 a) sampai dengan 3.5 g) terhadap air suling

    sebagai blanko. Catat kebutuhan larutan FAS. Analisis blanko ini

    sekaligus melakukan pembakuan larutan FAS dan dilakukan setiap

    penentuan KOK.

    9.

    Cara menghitung

    Normalitas FAS

    dengan pengertian :

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 33

    V1 adalah volume larutan K2Cr2O7 yang digunakan, mL;

    V2 adalah volume larutan FAS yang dibutuhkan, mL;

    N1 adalah Normalitas larutan K2Cr2O7.

    dengan pengertian :

    A adalah volume larutan FAS yang dibutuhkan untuk blanko, mL;

    B adalah volume larutan FAS yang dibutuhkan untuk contoh, mL;

    N adalah normalitas larutan FAS.

    4.3 Analisis BOD (Biochemical Oxygen Demand)

    Acuan : Standard Methods 20th. Edition 1998

    Prinsip

    Cara uji BOD pada dasarnya adalah pengukuran oksigen terlarut

    sebelum dan sesudah inkubasi dengan menggunakan alat DO meter.

    Alat-alat

    1. Botol Winkler 100 ml yang telah ditera sampai ketelitian 0,1 ml

    2. Ruangan inkubator dengan suhu 20,0 ( 1,00 C)

    3. Pipet volume 5 ml, 10 ml, 25 ml, 50 ml

    4. Pipet ukur 5 ml, 10 ml, 25 ml

    5. Labu ukur 100 ml, 250 ml, 1000 ml

    6. Aerator

    Bahan-bahan

    1. Larutan MgSO4 (22,5 gram MgSO4.7H2O dalam 1 liter akuades)

    2. Larutan CaCl2 (7,5 gram dalam akuades)

    3. Larutan FeCL2 (0,25 gram FeCl2.6H2O dalam 1 liter akuades)

    4. Buffer Phosphate (larutkan 8,5 gram KH2PO4; 21,75 gram K2HPO4;

    33,4 gram Na2HPO4.7H2O; 1,7 gram NH4Cl dilarutkan dalam 1 liter

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 34

    akuades).

    Prosedur Kerja

    1. Buat larutan pengencer (air aerasi) dalam 1 liter terdiri dari :

    a. 1 ml larutan MgSO4

    b. 1 ml larutan CaCl2

    c. 1 ml larutan FeCl3

    d. 1 ml larutan Buffer Phospat

    kemudian diaerasi selama 6 jam (sampai jenuh).

    2. Pipet 5 ml sampel ( sesuai dengan kondisi sampel ) masukkan dalam

    labu ukur 250 ml, lalu tambahkan larutan pengencer sampai tanda

    batas. Kocok.

    3. Masukkan air aerasi dalam labu ukur 250 ml sebagai blanko.

    4. Tuangkan setiap 1 sampel uji yang telah diencerkan ke dalam 2 botol

    winkler 100 ml, botol pertama diukur DO nya terlebih dahulu,

    Sementara botol yang kedua letakkan dalam ruang inkubator 200 C

    (tanpa cahaya) selama 5 hari.

    5. Botol Winkler yang pertama ditambahkan MnSO4 dan alkali yodida

    dengan perbandingan 1 : 1 ( bisa 1 ml atau 2 ml) sebagai reagen.

    Tutup Kocok. Diamkan. Biarkan mengendap.

    6. Dekantasi sedikit air dalam botol winkler pertama lalu tambahkan

    H2SO4 pekat dengan perbandingan yang sama dengan reagen

    MnSO4. Tutup dan kocok.

    7. Titrasi botol winkler pertama dengan Thiosulfat (Na2S2O3)

    menggunakan buret mikro sampai warna larutan coklat pudar lalu

    tambahkan amilum 4 tetes. Lanjutkan titrasi. Catat volume thiosulfat

    yang dibutuhkan.

    8. Lakukan hal yang sama dengan botol winkler kedua yang telah di

    inkubasi 5 hari.

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 35

    Cara menghitung

    BOD

    Keterangan :

    DO1 adalah jumlah oksigen terlarut sebelum inkubasi (awal)

    DO5 adalah jumlah oksigen terlarut setelah inkubasi (5 hari)

    4.4 Analisis Uji PH dengan PH meter

    Acuan : SNI 06-6989.11-2004

    Prinsip

    Metode pengukuran pH berdasarkan pengukuran aktifitas ion

    hidrogen secara potensiometri/elektrometri dengan menggunakan pH

    meter.

    Alat-alat

    1. pH meter dengan perlengkapannya;

    2. Pengaduk gelas atau magnetik;

    3. Gelas piala 250 mL;

    4. Kertas tissue;

    5. Timbangan analitik; dan

    6. Termometer.

    Bahan-bahan

    1. Larutan penyangga 4, 7 dan 10 yang siap pakai dan tersedia

    dipasaran, atau dapat juga dibuat dengan cara sebagai berikut:

    a. Larutan penyangga, pH 4,004 (250C).

    Timbangkan 10,12 g kalium hidrogen ptalat, KHC8H4O4,

    larutkan dalam 1000 mL air suling.

    b. Larutan penyangga, pH 6,863 (250C).

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 36

    Timbangkan 3,387 g kalium dihidrogen fosfat, KH2PO4 dan

    3,533 g dinatrium hidrogen fosfat, Na2HPO4, larutkan dalam

    1000 mL air suling.

    c. Larutan penyangga, pH 10,014 (250C).

    2. Timbangkan 2,092 g natrium hidrogen karbonat, NaHCO3 dan 2,640

    g natrium karbonat, Na2CO3, larutkan dalam 1000 mL air suling.

    Prosedur Kerja

    1. Keringkan dengan kertas tisu selanjutnya bilas elektroda dengan air

    suling.

    2. Bilas elektroda dengan contoh uji.

    3. Celupkan elektroda ke dalam contoh uji sampai pH meter

    menunjukkan pembacaan yang tetap.

    4. Catat hasil pembacaan skala atau angka pada tampilan dari pH

    meter.

    5. Berikut instruksi kerja PH meter:

    INSTRUKSI KERJA RADIOMETER PHM 210

    Operasional dan Kalibrasi pH meter

    1. Hubungkan elektroda ke Radiometer PHM 210

    2. Nyalakan dengan menekan tombol On

    3. Siapkan buffer pH 4,7 ke dalam beker 50 ml

    4. Tekan tombol CAL, layar akan menunjukkan sensitivitas

    terakhir dan pertanyaan menggunakan standart apa, kemudian

    pilih dengan menekan tombol . Kemudian akan muncul

    perintah untuk memasukkan buffer pertama.

    5. Bersihkan elektroda dengan akuades dan keringkan

    6. Letakkan elektroda dalam buffer 4 tekan layar akan

    menunjukkan stabilising

    7. Ketika pH yang diukur sudah stabil layar akan menampilkan

    perintah masukkan buffer 2

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 37

    8. Elektroda dibersihkan dan dikeringkan

    9. Letakkan elektroda dalam buffer pH 7 tekan

    10. Setelah point kalibrasi terakhir dan stabil layar menunjukkan

    prosentase sensitivitas, jika sensitivitas > 95 %, maka alat dapat

    digunakan, jika kurang dari 95 %, maka alat akan eror dan kita

    harus mengulang langkah ke 4 sampai 10.

    11. Bersihkan elektroda dengan akuades masukkan ke dalam sampel

    yang akan diperiksa

    12. Baca pH dan suhu sampel hingga layar menunjukkan STAB

    13. Tekan tombol

    4.5 Analisis Uji Flourida (F) dengan spektrofotometer

    Acuan : SNI 06-6989.29-2005

    Prinsip

    Flourida beraksi dengan campuran SPADN-asam zirkonil

    menyebabkan berkurangnya warna larutan. Pengurangan warna ini

    sebanding dengan banyaknya unsur flourida dalam contoh uji yang

    kemudian diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 570

    nm.

    Alat-alat

    1. Spektrofotometer

    2. Volume pipet 2 ml ; 5 ml ; 16 ml

    3. Gelas beaker 50 ml

    Bahan-bahan

    1. SPADNS

    2. Asam zirkonil

    3. Asam klorida

    4. Natrium Arsenit

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 38

    Prosedur Kerja

    1. Pipet 25 ml sampel yang telah di saring pada gelas beaker 50 ml.

    2. Tambahkan 5 ml larutan SPDANS-asam zirkonil (pereaksi untuk

    flour). Kocok hingga homogen.

    3. Ukur absorbansinya pada panjang gelombang 570 nm dan catat

    absorbansinya. Ulangi prosedur ini hingga 3 kali.

    4. Apabila serapan contoh uji berada di luar serapan kurva kalibrasi

    standart, ulangi pengujian penggunaan contoh uji yang telah

    diencerkan.

    Cara menghitung

    Kadar Flour (mg/L)

    = kadar yang terbaca dari pengukuran (kurva kalibrasi) x f pengenceran

    Rpd

    = [(hasil terbesar kadar hasil terendah kadar) x 100%] / rata-rata hasil

    4.6 Analisis Uji Krom (Cr) dengan spektrofotometer

    Acuan : SNI 19 1132 1989

    Prinsip

    Krom6+ (Cr6+) dalam suasana sedikit asam bereaksi dengan

    diphenil carbazid membentuk senyawa yang bernama ungu kemerahan.

    Kisaran uji antara 0,001 0,1 mg/L.

    Alat-alat

    1. Spektrofotometer

    2. Volume pipet 25 ml

    3. Mat pipet 10 ml

    4. Labu ukur 50 ml

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 39

    5. Kertas sharing Whatman 40

    6. Corong kaca

    7. Erlenmeyer 100 ml

    Bahan-bahan

    1. H2SO4 1 : 1

    2. H3PO4 pa

    3. Diphenil carbazid dalam aceton

    Prosedur Kerja

    1. Persiapan Sampel

    Sampel disaring dengan kertas saring Whatman 40. Sampel siap uji .

    2. Cara Uji

    a. Pipet 25 ml sampel siap uji ke dalam labu ukur 50 ml.

    b. Tambahkan 1 ml H2SO4 1:1 , tambahkan 0,3 ml H3PO4 p.a kocok

    c. Tambahkan 1 ml diphenil carbazid 0,5 % dalam keton, tepatkan,

    kocok.

    d. Lakukan pengerjaan terhadap blanko dan standart sama dengan

    sampel.

    e. Periksa pada panjang gelombang 540 nm dengan alat

    spektrofotometer selama 5 -10 menit.

    Cara menghitung

    Kadar Cr6+ dalam sampel

    =

    4.7 Analisis Uji Kekeruhan dengan alat ORBECO HELIGE

    (Turbidimeter)

    Acuan : SNI 01-3553-2006 dan SNI 01-3554-2006

    Prinsip

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 40

    Intensitas cahaya contoh uji yang di serap dan dibiaskan,

    dibandingkan terhadap intensitas cahaya suspensi baku.

    Alat-alat

    1. Turbidimeter (nephelometer)

    2. Tabung nephelometer

    3. Labu ukur 100 mL

    4. Neraca analitik

    5. Pipet volume 5 mL dan 10 mL

    Bahan-bahan

    1. Aquades

    2. Larutan standar primer 4.000 NTU

    3. Larutan standar 1 NTU, 10 NTU, 40 NTU, 400 NTU, 1.000 NTU.

    Prosedur Kerja

    1. Mengkalibrasi alat turbidimeter dengan beberapa standar kekeruhan.

    2. Mengocok larutan sampel dengan sempurna, mendiamkan sampai

    tidak ada gelembung udara.

    3. Menuangkan larutan sampel ke dalam tabung nephelometer.

    4. Membaca nilai kekeruhan larutan sampel pada alat turbidimeter.

    5. Apabila terbentuk endapan, ditambahkan 5 mL larutan HNO3 pekat

    dan batu didih lalu dipanaskan di atas pemanas listrik sampai lautan

    jernih dan volumenya tinggal 10-20 mL.

    Cara menghitung

    Kekeruhan larutan sampel diperoleh dari harga NTU yang muncul

    pada skala turbidimeter.

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 41

    4.8 Analisis kadar Fe dengan ASS ( Atomic Absorbtion Spektrofotometry )

    Prinsip

    Analisis cemaran logam Fe dengan SSA menggunakan lampu

    katoda Fe berdasarkan penyerapan energi radiasi oleh atom-atom Fe pada

    tingkat energi dasar dengan atomisasi tungku karbon.

    Alat-alat

    1. SSA tungku karbon terkalibrasi

    2. Pipet mikro 0,5 mL, 1,0 mL, dan 10,0 mL terkalibrasi

    3. Kertas saring dengan diameter pori 0,45 m

    4. Labu ukur 50 mL, 100 mL, dan 1.000 mL

    5. Pipet ukur 10 mL dan 100 mL

    6. Tabung reaksi 20 mL

    7. Gelas beker 150 mL dan 500 mL

    8. Pemanas listrik

    9. Batu didih

    Bahan-bahan

    1. Aquadem

    2. Larutan HNO3 pekat p.a

    3. Larutan induk Cd 1.000 mg/L

    4. Larutan baku Cd 10 mg/L

    5. Larutan standar Cd 0 g/L; 2,5 g/L; 5 g/L; 7,5 g/L; dan 10 g/L

    Prosedur kerja

    1. Menyaring 100 mL larutan sampel menggunakan kertas saring.

    2. Mengasamkan larutan sampel dengan larutan HNO3 sampai dengan

    pH kurang dari 2 (cek dengan indikator universal).

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 42

    3. Apabila terbentuk endapan, ditambahkan 5 mL larutan HNO3 pekat

    dan batu didih lalu dipanaskan di atas pemanas listrik sampai lautan

    jernih dan volumenya tinggal 10-20 mL.

    4. Mendinginkan larutan, kemudian memindahkan secara kuantitatif ke

    dalam labu ukur 100 mL kemudian diencerkan dengan akuadem

    sampai tanda batas.

    5. Larutan sampel siap diuji.

    6. Mengukur absorbansi larutan standar Fe dan larutan sampel dengan

    menggunakan SSA tungku karbon.

    Cara menghitung

    Kadar Fe dalam sampel diperoleh dengan cara

    menyubtitusikan absorbansi larutan sampel ke dalam kurva kalibrasi

    atau persamaan regresi linier larutan standar.

    4.9 Analisis Uji Jumlah Padatan Tersuspensi (TSS)

    Acuan : SNI 06-6989.3-2004

    Prinsip

    Contoh uji yang telah homogen disaring dengan kertas saring yang

    telah ditimbang. Residu yang tertahan pada saringan dikeringkan sampai

    mencapai berat konstan pada suhu 103C sampai dengan 105C.

    Kenaikan berat saringan mewakili padatan tersuspensi total (TSS). Jika

    padatan tersuspensi menghambat saringan dan memperlama penyaringan,

    diameter pori-pori saringan perlu diperbesar atau mengurangi volume

    contoh uji. Untuk memperoleh estimasi TSS, dihitung perbedaan antara

    padatan terlarut total dan padatan total.

    Alat-alat

    1. Desikator yang berisi silika gel;

    2. Oven, untuk pengoperasian pada suhu 103C sampai dengan 105C;

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 43

    3. Timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg;

    4. Pengaduk magnetik;

    5. Pipet volum;

    6. Gelas ukur;

    7. Cawan aluminium;

    8. Cawan porselen/cawan Gooch;

    9. Penjepit;

    10. Kaca arloji; dan

    11. Pompa vacum.

    Bahan-bahan

    1. Kertas saring (glass-fiber filter) menggunakan Whatman Grade 934

    AH, dengan ukuran pori (Particle Retention) 1,5 m ( Standar for

    TSS in water analysis).

    2. Air suling.

    Prosedur Kerja

    1. Lakukan penyaringan dengan peralatan vakum. Basahi saringan

    dengan sedikit air suling.

    2. Aduk contoh uji dengan pengaduk magnetik untuk memperoleh

    contoh uji yang lebih homogen.

    3. Pipet contoh uji dengan volume tertentu, pada waktu contoh diaduk

    dengan pengaduk magnetik.

    4. Cuci kertas saring atau saringan dengan 3 x 10 mL air suling,

    biarkan kering sempurna, dan lanjutkan penyaringan dengan vakum

    selama 3 menit agar diperoleh penyaringan sempurna. Contoh uji

    dengan padatan terlarut yang tinggi memerlukan pencucian

    tambahan.

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 44

    5. Pindahkan kertas saring secara hati-hati dari peralatan penyaring dan

    pindahkan ke wadah timbang aluminium sebagai penyangga. Jika

    digunakan cawan Gooch pindahkan cawan dari rangkaian alatnya.

    6. Keringkan dalam oven setidaknya selama 1 jam pada suhu 103C

    sampai dengan 105C, dinginkan dalam desikator untuk

    menyeimbangkan suhu dan timbang.

    7. Ulangi tahapan pengeringan, pendinginan dalam desikator, dan

    lakukan penimbangan sampai diperoleh berat konstan atau sampai

    perubahan berat lebih kecil dari 4% terhadap penimbangan

    sebelumnya atau lebih kecil dari 0,5 mg.

    CATATAN 1. Jika filtrasi sempurna membutuhkan waktu lebih dari 10

    menit, perbesar diameter kertas saring atau kurangi volume contoh uji.

    CATATAN 2. Ukur volume contoh uji yang menghasilkan berat kering

    residu 2,5 mg sampai dengan 200 mg. Jika volume yang disaring tidak

    memenuhi hasil minimum, perbesar volume contoh

    uji sampai 1000 mL.

    Cara menghitung

    TSS

    dengan pengertian:

    A adalah berat kertas saring + residu kering, mg;

    B adalah berat kertas saring, mg.

    4.10 Analisis Uji Minyak dan Lemak

    Acuan : SNI 06-6989.10-2004

    Prinsip

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 45

    Dalam suasana asam, minyak yang larut atau emulsi diekstraksi

    dengan normal heksan, ekstrak dikeringkan dan akhirnya ditimbang.

    Kisaran uji anatara 1 50 mg/L.

    Alat-alat

    1. Corong pemisah yang tertutup kran dari Teflon.

    2. Alat destilasi

    3. Timbangan analitik

    4. Alat-alat gelas

    5. Peralatan yang dipekai harus bersih, bebas minyak dan lemak

    Bahan-bahan

    1. Asam Klorida (HCl) 1 : 1

    Tambahkan dengan hati-hati 50 ml asam klorida pekat ke dalam 50

    ml air. Dinginkan .

    2. Normal Heksan (titik didih 690C)

    3. Natrium Sulfat Na2SO4 anhidrat (kristal)

    Prosedur Kerja

    1. Sampel diasamkan dengan HCl (1:1) sampai pH 2.

    2. 1 liter (1000 ml) sampel air masukkan ke dalam corong pemisah I .

    tambah 15 ml n-heksan, kocok selama 2 menit.

    3. Tambah 25 ml n-heksan, kocok selama 2 menit.

    4. Diamkan beberapa menit sampai semua lapisan ekstrak terpisah dari

    air.

    5. Pemisahan secara kuantitatif ekstrak minyak lemak dengan

    pemisahan air pada lapisan bagian bawah ke dalam corong pemisah

    II.

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 46

    6. Ekstrak kembali air pada corong pemisah II dengan 25 ml n-heksan,

    diamkan beberapa menit dan pisahkan ekstrak dar air secara

    kuantitatif.

    7. Saring ekstrak pada corong pemisah I dan II dengan kertas saring

    (Whatman no. 40) ang telah diberi Na2SO4 anhidrat ke dalam labu

    destilasi yang telah diketahui beratnya (A gram)

    8. Bersihkan masing-masing corong pemisah dengan 25 ml n-heksan,

    kemudian kumpulkan ke dalam labu destilasi melalui kertas saring

    halus yang telah dipakai untuk menyaring ekstrak.

    9. Suling ekstrak minyak dan lemak dalam n-heksan dengan sistem

    destilasi pada suhu maksimum 850 C selama 15 menit.

    10. Dinginkan labu destilasi dalam eksikator selama 30 menit

    11. Timbang sampai konstan dengan timbangan analitis (B gram)

    Cara menghitung

    Dengan pengertian:

    A adalah massa labu destilat kosong

    B adalah massa labu destilat + sampel

    Laboratorium Kimia Makanan

    4.11 Analisis Sampel Teripang

    4.11.1 Uji Kadar Air

    Acuan : SNI 01 2891 1992

    Prinsip

    Kehilangan bobot pada pemanasan 105" C dianggap

    sebagai kadar air yang terdapat pada contoh.

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 47

    Alat-alat

    1. Botol timbang bertutup;

    2. Eksikator;

    3. Oven;

    4. Neraca analitik.

    Bahan-bahan

    1. Teripang basah

    Prosedur Kerja

    1. Timbang dengan seksama 1g-2 g cuplikan pada sebuah botol

    timbang bertutup yang sudah diketahui bobotnya. Untuk

    contoh berupa cairan, botol timbang dilengkapi dengan

    pengaduk dan pasir kuarsaikertas saring berlipat;

    2. Keringkan pada oven suhu 105" C selama 3 jam;

    3. Dinginkan dalam eksikator;

    4. Timbang, ulangi pekerjaan ini hingga diperoleh bobot tetap.

    Cara menghitung

    Dimana:

    W adalah bobot cuplikan sebelum dikeringkan (gram)

    W1 adalah kehilangan bobot setelah dikeringkan (gram)

    4.11.2 Uji Formalin

    Acuan : SNI 01 2894 1992

    Prinsip

    Formalin juga dapat ditentukan kadarnya secara titrasi

    asam-basa dengan menambahkan hidrogen peroksida dan NaOH

    1 N dan pemanasan hingga pembuihan berhenti, dan dititrasi

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 48

    dengan HCl 1 N menggunakan indikator fenolftalein (Ditjen

    POM, 1979).

    Reaksi :

    HCHO + H2O2 HCOOH + H2O

    HCOOH + NaOH HCOONa + H2O

    NaOH + HCl NaCl + H2O

    Alat-alat

    1. Labu erlenmeyer 250 ml

    2. Alat destilasi

    3. Waterbath

    4. Buret

    Bahan-bahan

    1. Larutan anti busa (as. Oleat)

    2. Larutan H2O2 dan NaOH 0,1 N

    3. Pentitran HCl 0,1 N

    Prosedur Kerja

    1. Potong kecil-kecil sampel teripang dan timbang sampel

    sebanyak 5 gram ke dalam labu erlenmeyer

    2. Sampel ditambahkan akuades sampe batas 100ml, lalu

    dikocok dan disaring dengan kertas saring

    3. Tambahkan 1 ml anti busa (as. oleat)

    4. Sampel yang telah di saring, dilakukan dsetilasi hingga hasil

    destilasi mencapai 75ml

    5. Lalu sampel hasil destilasi ambil 10ml dan ditambahkan

    25ml H2O2, 50ml NaOH 0,1 N

    6. Larutan sampel kemudian dibuihkan hingga busanya hilang

    7. Selanjutnya larutan sampel dititrasi dengan HCl 0,1N yang

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 49

    terlebih dahulu sampel telah diberi indikator pp hingga

    warna pink tepat hilang tidak berwarna

    8. Lakukan titrasi dengan HCl 0,1N pada blanko, yaitu NaOH

    50 ml

    9. Catat volume yang diperlukan untuk mentitrasi sampel dan

    blanko

    Cara menghitung

    Kadar Formalin =

    [(vol titrasi blanko vol titrasi sampel) x N HCl x 3,003 x

    1000 x f. Pengenceran] / berat sampel

    4.12 Analisis Sampel Mie Instan

    4.12.1 Uji Protein

    Acuan : SNI 01 2891 - 1992

    Prinsip

    Senyawa nitrogen diubah menjadiu amonium sulfat oleh

    H2SO4 pekat. Amonium sulfat yang terbentuk diuraikan dengan

    NaOH. Amoniak yang dibebaskan diikat dengan asam borat dan

    kemudian dititar dengan larutan baku asam.

    Alat-alat

    1. Labu Kjeldhal 100 ml;

    2. Alat penyulingan dan kelengkapannya;

    3. Fernanas listri k/pem bakar;

    4. Neraca analitik.

    Bahan-bahan

    1. Campuran selen

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 50

    Campuran 2,5 gram serbuk SeO2 , 100 gram K2SO4 dan 20

    gram CuSO45H2O.

    2. Indikator Campuran

    Siapkan larutan bromocresol green 0,1 % dan larutan merah

    metil 0,1 % dalam alkohol 95% secara terpisah. Campur 10

    ml bromocresol green dengan 2 metil merah.

    3. Larutan asam borat, H3BO3 4%.

    Larutkan 20 gram H3BO4 dalam 500 ml air suling. Setelah

    dingin pindahkan ke dalam botol bertutup gelas. Campur 500

    ml asam borat dengan 5 ml indikator.

    4. Larutan asam klorida, HCl 0,1 N

    5. Larutan natrium hidroksida NaOH 35 40 %

    Larutkan 400 gram natrium hidroksida ke dalam 1000 ml air,

    simpan dalam botol bertutup karet.

    Prosedur Kerja

    1. Timbang seksama 0, 5 gram cuplikan masukkan ke dalam

    labu kjeldhal 100 ml.

    2. Tambahkan 2 gram campuran selen dan 10 ml H2SO4 pekat

    3. Panaskan di atas pemanas listrik atau api pembakar sampai

    mendidih dan larutan menjadi jernih kehijau hijauan

    (sekitar 2 jam).

    4. Biarkan dingin, kemudian encerkan dan masukkan ke dalam

    labu ukur 100 ml. Tepatkan sampai tanda tera , kocok hingga

    homogen.

    5. Pipet 5 ml larutan dan masukkan ke dalam alat penyuling,

    tambahkan 5 ml NaOH 30 % dan beberapa indikator pp.

    6. Suling selama lebih kurang 10 menit sebagau penampung

    gunakan gunakan 20 ml H3BO4 2% yang telah dicampur

    indikator.

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 51

    7. Bilas ujung pendingin dengan air suling.

    8. Titar dengan larutan HCl 0,01 N.

    9. Kerjakan penetapan blanko.

    Cara menghitung

    Kadar Protein =

    Keterangan:

    w sampel = berat sempel (gram)

    V1 = volume HCl 0,01 N yang digunakan penitraan contoh

    (ml)

    V2 = volume HCl yang dipergunakan penitraan blanko (ml)

    N = normalitas HCl

    fk = faktor konversi untuk protein dari makanan secara

    umum: 6,25 ; susu dan hasil olahannya : 6,38 ; mentega

    kacang : 5,46.

    fp = faktor pengenceran

    4.12.2 Uji Hg

    Acuan : SNI 01-2896-1998 dan SNI 7387:2009

    Prinsip

    Mereaksikan senyawa raksa dengan NaBH4 atau SnCl2

    dalam keadaan basah guna membentuk gas atomik Hg dan

    diikuti dengan pembacaan absorbans menggunkan

    Spektrofotometer serapan atom tanpa nyala dengan panjang

    gelombang 253,7 nm.

    Merkuri (Hg) memiliki nomor atom 80; bobot atom

    200,59; bobot jenis 13,55 g/cm3; titik leleh -38,9 C; titik didih

    357,3 C; tekanan uap 163 x 10-3 Pa; kelarutan dalam air 60

    g/l pada 20C, 250 g/l pada 50 C dengan faktor konversi 1

    mg/kg = 8,34 mg/m3, 1 mg/m3 = 0,12 mg/kg. Merkuri berupa

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 52

    logam cair berwarna putih keperakan, mengkilat dan tidak

    berbau.

    Alat-alat

    1. Labu destruksi 100 ml beralas bulat

    2. Pendingin destruksi

    3. Labu ukur 100 ml terkalibrasi

    Bahan-bahan

    1. Larutan pereduksi : larutan SnCl2 dan NaBH4

    2. Larutan pengencer : larutan HNO3-H2SO4

    3. Larutan baku raksa

    Prosedur Kerja

    1. Siapkan labu destruksi 250 ml berdasar bulat

    2. Pada labu ukur 100 ml, masukkan 5 gram sampel

    3. Tambahkan 25 ml H2SO4 18 N, 20 ml HNO3 7N, 1 ml

    larutan natrium molibdat 2% dan batu didih secukupnya

    pada labu ukur

    4. Pindahkan sampel dalam labu destruksi

    5. Tambahkan 20 ml HNO3-HClO4 (1:1) melalui pendingin

    6. Panaskan hingga timbul uap putih

    7. Dengan hati-hati tambahkan 10 ml akuades melalui

    pendingin, sambil terus dogoyang-goyangkan

    8. Didihkan lagi selama 10 menit, hingga larutan berubah jadi

    tidak berwarna

    9. Matikan pemanas dan dinginkan sampai suhu kamar

    10. Secara kuantitatif, pindahkan larutan destruksi contoh ke

    dalam labu ukur 100 ml, encerkan dengan air suling sampai

    tanda batas.

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 53

    11. Larutan siap untuk di uji kadar Hg dengan menggunakan

    spektrofotmeter serapan atom tanpa nyala (AAS) pada

    panjang gelombang 253,7 nm

    4.13 Analisis Padatan Tak Larut Sampel Madu

    Acuan : SNI 01-2891-1992 (uji makanan dan minuman) dan SNI

    01-3545-2004 (uji madu)

    Prinsip

    Madu adalah cairan alami yang umumnya mempunyai rasa manis

    yang dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar)

    atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar) atau ekskresi

    serangga.

    Padatan yang tidak dapat larut dalam air adalah zat-zat kotoran

    seperti pasir-pasir, potongan- potongan daun, serangga dan lain-lain.

    Alat-alat

    1. Botol timbang

    2. Eksikator

    3. Oven

    4. Neraca analitik

    Bahan-bahan

    Madu

    Prosedur Kerja

    1. Timbang seksama lebih kurang 20 g contoh masukkan dalam gelas

    piala 400 ml, dapat larut ke dalam kertas

    2. Dalam keadaan panas, enap tuangkan bagian yang tidak yang telah

    dikeringkan dan ditimbang;

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 54

    3. Bilas piala gelas dan kertas saring dengan air panas;

    4. Keringkan kertas saring dalam oven pada suhu 1050C selama 2 jam,

    dinginkan dan sampai bobot tetap.

    Cara menghitung

    Persamaan Jumlah Padatan Tidak Larut Air

    = [(selisih berat kertas saring awal dan akhir) x 100%] / berat awal

    sampel

    4.14 Analisis Uji Kehalusan Sampel Tepung Ketela

    Acuan : SNI 01-2891-1992

    Prinsip

    Pengukuran derajat kehalusan dari cuplikan.

    Alat-alat

    1. Ayakan dengan ukuran mesh yang sesuai (dalam uji kali ini

    menggunakan mess 8).

    Bahan-bahan

    Tepung yang akan diuji

    Prosedur Kerja

    1. Timbang seksama kurang lebih 100 g cuplikan, kemudian ayak

    dengan ukuran ayakan yang sesuai (pada tepung ketela ini

    menggunakan mesh 80).

    2. Timbang bagian yang kurang dalam ayakan.

    Cara menghitung

    Kehalusan mesh =

    Dimana:

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 55

    W1 adalah bobot yang tertinggal dalam ayakan

    W adalah bobot cuplikan

    4.15 Analisis Zat Warna Sampel Kerupuk

    Acuan : SNI 01-2891-1992

    Prinsip

    Penyerapan zat warna menggunakan benang wol dalam suasana

    asam dengan pemanasan, dilanjutkan pelarutan benang wol yang telah

    berwarna.

    Alat-alat

    1. Gelas beker 100 ml dan 1.000 mL

    2. Kertas saring biasa

    3. Kertas saring whatman no.1

    4. Penangas air (water bath)

    5. Indikator universal

    6. Pengaduk gelas

    7. Cawan tetes

    8. Pipa kapiler

    9. Bejana kromatografi

    Bahan-bahan

    1. Larutan amoniak 2% dalam etanol 70%

    2. Benang wol (bulu domba) bebas lemak

    3. Larutan amoniak encer

    4. Akuades

    5. Zat warna pembanding

    6. Larutan elusi

    7. Eter

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 56

    Prosedur Kerja

    1. Membersihkan benang wol dari lemak dengan cara merendam

    benang wol dengan eter.

    2. Memasukkan sampel sebanyak 20 gram ke dalam gelas beker 1.000

    mL.

    3. Menambahkan larutan amoniak 2% dalam etanol 70% sampai

    dengan volume 500 mL.

    4. Mengaduk campuran sampel dan larutan amoniak hingga rata lalu

    didiamkan.

    5. Menyaring campuran, lalu filtrat diuapkan diatas penangas air

    (waterbath) sampai bau alkohol dan amoniak hilang.

    6. Menambahkan asam asetat 1:1 sampai dengan pH 4 (dicek dengan

    menggunakan indikator universal).

    7. Menarik zat warna dengan benang wol (bulu domba) dengan cara

    memasukkan bulu domba ke dalam sampel lalu dipanaskan diatas

    waterbath sambil diaduk-aduk selama 10 menit hingga warna

    terserap pada bulu domba.

    8. Mengambil bulu domba, kemudian dimasukkan ke dalam gelas

    beker 100 mL

    9. Mencuci bulu domba dengan menggunakan air panas (di cuci sampai

    air panas tidak berwarna).

    10. Menambahkan larutan amoniak encer, lalu dipanaskan diatas

    waterbath sampai warna pada bulu domba itu luntur.

    11. Larutan dipekatkan sampai bau amoniak hilang.

    12. Menotolkan sampel pada kertas kromatografi (kertas whatman no.1)

    13. Menotolkan zat warna pembanding dan standard pewarna yang telah

    diencerkan dengan akuades dalam cawan tetes.

    14. Memasukkan kertas tersebut ke dalam bejana kromatografi yang

    terlebih dahulu sudah dijenuhkan dengan uap elusi (eluen yang

    digunakan adalah alkohol:akuades:1-butanol 1:1:4).

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 57

    15. Membandingkan Rf bercak sampel dengan Rf bercak pewarna

    standar.

    Cara menghitung

    4.16 Analisis Abu Sulfat

    Acuan : SNI 01 2891 - 1992

    Prinsip

    Pengukuran abu yang diendapkan sebagai sulfat.

    Alat-alat

    1. Cawan porselen atau platina;

    2. Tanur listrik;

    3. Neraca analitik.

    Bahan-bahan

    1. Asam sulfat pekat (H2SO4).

    Prosedur Kerja

    1. Timbang 2 g - 3 g cuplikan ke dalam sebuah cawan porselen (atau

    platina) yang telah diketahui bobotnya;

    2. Tuangkan di atas nyala pembakaran, lalu abukan dalam tanur listrik

    pada suhu 550" C sampai pengabuan sempurna;

    3. Dinginkan, kemudian tambahkan 1 tetes - 2 tetes H2SO4 pekat;

    4. Uapkan dalam ruang asam sampai gas SO2 hilang;

    5. Pijarkan kembali dalam tanur;

    6. Dinginkan dalam eksikator, lalu timbang sampai bobot tetap.

    Cara menghitung

  • LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

    (BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)

    DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 58

    Dimana:

    W adalah bobot abu sulfat (gram)

    W1 adalah bobot contoh (gram)

    Laboratorium Galian

    4.17 Analisis Sampel Sabun Mandi

    4.17.1 Penentuan Kadar Air dan Zat Menguap

    Acuan : SNI 06-3532-1994

    Prinsip

    Pengukuran kekurangan berat setelah pengeringan pada

    suhu 1050C.

    Alat-alat

    1. Botot timbang tutup asah;

    2. Lemari pengering.

    Bahan-bahan

    1. Sabun yang telah diiris tipis tipis.

    Prosedur Kerja

    1. Timbang dengan teliti lebih kurang 4 g contoh yang telah

    disiapkan dengan menggunakan botol timbang yang telah

    diketahui berat tetapnya (A );

    2. Panaskan dalam lemari pengering pada suhu 1050C selama 2

    jam sampai